Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Konten gagal tayang

AGERA

"Gaess, update tipis dulu, biar kaya IG, apa tweeter. Tapi jangan mikir video dulu ya. Aku baru mau cari TO nya. Disini aku cuman mau bilang, kalo berbagi itu indah, kawan. Aku kemarin ngasih TO ku sedikit aja, terimakasihnya berderet nggak abis-abis. Nah, sebenernya TO hari ini mau ke rumah, dia pengen kerja sama ortu aku. Hahaha, kebayang nggak sih. Cewek yang kemarin aku gagahin, pengen kerja di rumah ortuku. Bisa asik tiap hari nih aku. Tapi sayangnya, ada banyak orang yang berhubungan. Sekali ada PK, RL bisa ancur lebur deh. Jadi sory banget ya, nggak bisa berbagi dengan TO satu ini. Bay the way, pagi ini aku mau meluncur ke bandara. Bukan mau terbang sih, tapi om aku minta ketemu di sana. Biasanya kalo dia yang pengen ketemu langsung, ada kerjaan yang cuman dipercayain ke aku. Biasanya sih duitnya gede, hahai. Lumayan lah, ilang jadwal libur sehari kalo bisa dapet ceperan gede. Bisa modal buat cari TO sebulan. Nah, tuh, jemputan udah dateng. Udah dulu ya. By"

"Aldi, belum siap ya?"

Sebuah suara nyaring terdengar dari luar pintu kamar. Aku tersenyum mendengar suara tingginya. Pantas saja banyak murid yang segan sama dia. Terkesan judes, galak, tak kenal ampun. Untung dia ditempatkan di tata usaha. Kalau jadi guru BP, habis itu anak-anak bandel. Aku selipkan kamera pengintai kecil di berapa bagian jaketku. Jaket yang aku desain khusus untuk aksiku bersama TO. Ya, siapa tahu nanti dapat target bagus.

"Iya mbak, udah siap kok" jawabku. Aku keluar kamar membawa tas slempang kecil.

"Tuh, udah dateng taksinya"

"Asyik, gitu dong terus" godaku

"Huu... Dasar, gaji udah gede juga"

"Kakak vela yang cantik, berbagi itu indah lho. Dan nggak bikin kakak miskin"

"Ya kalo tiap hari, bangkrut lah aku. Dasar adek pengeretan" respon kakakku setengah mencak-mencak.

"Hahaha" aku tertawa sambil berlalu ke depan.

"Loh, mana taksinya?" Gumamku lirih.

"Taksi online aldi... Katrok banget sih" suara kakakku kembali menggema. Sampai kaget aku mendengarnya.

"Ya tahu, kakak vela. Kalo taksi konvensional ada sanggulnya diatas, TAXI" kilahku

"Ya itu depan kamu. Ngelindur apa, kamu?" Lanjut kakakku sambil menunjuk seorang cewek yang berdiri di depan teras.

"Oh, kakak ini? Hahaha... Kirain temennya kak vela" kilahku.

"Ya emang kenapa, belum pernah dapet driver cewek?"

"Eh, iya sih. Mana mau kak cewek jakarta jadi driver taksi online"

"Ah, kamunya aja nggak pinter. Ya udah, berangkat gih!"

"Emang om iwan nyampe bandara jam berapa?"

"Jam sebelasan"

"Ya elah mbak, ini baru jam 6 lewat dikit"

"Ya kalo mau jalan kaki sih silakan"

"Bener-bener deh. Punya kakak satu, sablengnya abadi" gerutuku.

"Apa kamu bilang?"

"Seekor kera, terkurung, terpenjara dalam goa..."

"Cklek... Blem"

"Hahaha"

si driver taksi itu tak kuasa menahan tawa, mendengarku menyanyikan soundtrack kera sakti. Kak vela hanya bisa melotot sambil berkacak pinggang melihatku meledeknya sambil berlalu masuk ke dalam mobil. Si driver itu pun pamit sama kak vela untuk berangkat. Kak vela pun akhirnya tertawa juga. Ya, dia sudah paham dengan sifatku yang suka menggoda dia. Dan, itu lah dia. Segalak apa juga, dia teramat sayang sama aku.

"Hahahaha"

aku yang di sampingnya memgernyitkan dahi, sambil pasang muka bingung. Tiba-tiba saja dia tertawa. Segitu lucunya kah, sampai dia masih tertawa? Tapi dia cantik lho, makanya aku tak mengira kalau drivernya itu dia. Umurnya kira-kira dua puluh tiga atau dua duluh dua tahun. Beda setahun - dua tahun sama aku. Kak vela sih sudah tua, tiga tahun di atasku.

"Dibayar berapa kak sama dia?" Tanyaku

"Hahahaha"

"Yee, malah ketawa"

"Masih dongkol ya, diomelin kakaknya. Hahaha"

"Ah kakak mah"

"Hahaha... " Dia masih saja tertawa.

"Udah sering diorder kakakku ya kak?"

"Emm, lumayan. Ibu sih yang sering"

"Kemana?"

"Jogja, solo, bandung?"

"Busyet, kena berapa tuh?"

"Ya nggak pake aplikasi lah. Charter"

"Oh, ini juga?"

"Iya"
"Oh. Kok mau sih mbak, jadi driver taksi. Emang nguntungin ya?"

"Ya, dari pada nganggur kak. Siapa mau kasih makan?"

"Iya juga sih. Mobil, punya sendiri?"

"Iya"

"Wuih, keren. Ketutup terus kak, cuman dari taksi online?"

"Ya nggak mesti sih. Makanya ambil charter juga. Lumayan dapetnya"

"Oh, iya sih. Apalagi bawa barang banyak. Bisa doble biayanya"

"Itu. Kak, kalo butuh tumpangan, sama aku aja. Rental juga bisa kok, kalo butuh buat acara apa gitu" tawar driver cantik itu.

"Tenang, selama ada kakak vela, aman"

"Ha?"

"Hahahaha" kita tertawa bersamaan. Ya kan, benar, ya. Kalau ada yang traktir kan hayo aja.

"Eh tapi, boleh deh. Kalo besok mama jadi belanja, tinggal calling kakak aja. Aku, molor lagi. Hahahaha" kelakarku sambil mengeluarkan ponsel.

"Loh, bukannya kakak mau terbang?" Tanya dia bingung.

"Kata siapa?"

"Lah, ke bandara kalo nggak mau terbang, terus ngapain?"

"Hahaha... Emang orang ke kampus semuanya kuliah? Yang jualan dawet juga ada"

"Ha? Serius kakak?"

"Hahaha... Berarti kak vela belum cerita?"

"Ya belum lah"

"Hahaha... Itu, omku. Dia lagi touring mobil. Bilangnya sih mau ke bali. Baru berangkat, ada klien potensial pengen ketemu. Ya udah, janjian di bandara aja"

"Kenapa nggak balik sendiri aja?"

"Ya lama, udah pertengahan jawa lho, lebih dikit. Emang nyampe sejam-dua jam?"

"Ya enggak sih. Tujuh jam minimal"

"Nah, itu. Tanggung kan, sekalian aja lanjut sampe bandara. Terus pulang pakai pesawat"

"Mobilnya?"

"Aku yang bawa lah"

"Loh, aku dicharter pulang pergi lho tadi"

"Masa, udah di bayar?"

"Udah. Full lagi"

"Ya udah sih, rejeki kakak"

"Waduh, jadi nggak enak aku"

"Kok nggak enak?"

"Ya kan makan gaji buta namanya"

"Oh, gitu. Ya udah, gantinya, temenin aku makan aja. Gimana?"

"Hmm" respon dia sambil tersenyum. Aku tahu makna senyuman itu.

"Emang, suka ada yang godain ya kak?"

"Penumpang? Banyak, kalo laki-laki nggak bawa pasangan"

"Oh ya, kaya iseng gitu?"

"Macem-macem kalo di mau sensus"

"Wah, aku masuk kategori apa nih?"

"Kategori baru" jawabnya sambil tersenyum geli.

"Apa tuh?" Tanyaku penasaran

"Nggodain dengan memanfaatkan traktiran kakaknya. Hahahaha" jawabnya diakhiri tertawa geli

"What? Baru aku yang kaya gini? Oh my God"

"Hahaha... Iya"

"Emang biasanya isengnya gimana kak?"

"Yang gayanya ngajakin ngobrol gini, banyak. Yang sok tanya nama, ada"

"Kakak jawab apa?"

"Rara"

"Oh, kak rara"

"Astaga, kenapa keceplosan"

"Hahahaha"

"Tapi ada nggak sih yang kurang ajar gitu?"

"Ada. Gaya doang tapi, yang gede"

"Maksudnya?"

"Nggak usah belaga bego deh. Ya cowok, apa lagi sih yang di sasar? Sok pamer, kerja ini itu, usaha ini itu, ujung-ujungnya pengen pegang-pegang"

"Waduh, kakak apain tuh, tonjok?"

"Enggak sih, aku nggak mau munafik. Kalo pacaran, aku juga suka mesum. Kalo baru omongan mah, biarin aja. Lagian dia penumpang"

"Didiemin sih malah menjadi, kak"

"No problem, aku tantangin aja sekalian. Berani bayar berapa pengen enak-enak? Berani sejuta, boleh pegang-pegang. Pengen lebih, ya modal gede lah. Emang aku lonthe"

"Hahaha... Cadaaaass... Ciut tuh pasti"

"Kebanyakan gitu. Cuma punya lima ratus aja gayanya selangit. Lima juta, tuh, boleh"

"Boleh ngapain kak"

"Ya yang itu tadi"

"Hahaha... Ampun deh kalo gitu. Bisa bikin kategori baru lagi aku entar"

"Hahahaha.... Malah baru kamu yang anteng"

"Masa?"

"Iya, cewek kamu cakep pasti ya. Makanya anteng, nggak lirak-lirik"

"Lah, dari tadi aku ngeliatin kakak"

"Ya kan mata. Itu namanya eye contact"

"Ada gitu yang berani lirik langsung kebawah?"

"Banyak. Apalagi bapak-bapak, istrinya gendut. Aduh, udah deh. Niat cari rejeki halal, jadi haram deh"

"Hahahaha"

"Bay the way, kok cewekmu nggak ngelepas kepergianmu sih?"

"Ha? Hahaha... Ngapain, kaya mau perang aja. Timbang ketemu orang doang. Lagian, aku nggak punya pacar, siapa mau ngelepas?"

"Bohong, hayo, mau bikin kategori baru nih?"

"Nggak percaya juga nggak papa kak, nggak ngaruh ini" jawabku sekenanya.

"Emm, maaf deh, aku salah ngomongnya" kata dia. Aku hanya tersenyum. Untuk beberapa saat, suasana mendadak menjadi hening.

"Oh, iya. Aku belum save nomer kakak"

"Kosong delapan tujuh, ........."

"Oke"

"Panggilnya, rara aja kak. Aku masih abg kali"

"Abg dari mana?"

"Hahaha... Dasar"

"AGERA?"

Seruku terkejut melihat nama akun WA yang baru aku simpan. Kebetulan aku lupa input nama. Biasanya akan muncul nama yang ditulis pemilik nonor itu. Rara juga terkejut karena suaraku.

"Ini nama lengkap kamu?" Lanjutku

"Iya kak, kenapa? Mirip nama mantan ya? Segitu kagetnya" tanyanya meledek.

"Oh, enggak. Siapa yang kasih nama itu?" Tanyaku menyelidik.

"Bapak. Emang kenapa?"

"Pernah tinggal di swedia, apa?"

"Oh, enggak. Kakak bisa bahasa swedia?"

"Enggak, cuman tahu ini aja sih. Agera"

"Kirain. Iya, Bapak dulu mekanik balap. Paling demen kalo dapet job ngoprek mobil eropa. Salah satu yang bapak suka, mobil swedia. Kaya setan katanya"

"Oh, gitu. Super car dong"

"Nggak tahu lah sebutannya apa. Aku juga belum lahir. Pas aku lahir, udah nggak jadi mekanik balap lagi"

"Loh kok, kenapa emang?"

"Kata ibu, bapak pernah nyoba bawa mobilnya, dan kebalik saking cepetnya. Terus, pensiun deh. Sekarang jadi mekanik mobil biasa"

"Oh" aku tetap masih bingung dengan penjelasan itu.

"Kok garuk-garuk kepala?"

"Tanyain bapakmu dong, jodoh aku siapa!"

"Lah hubungannya apa?"

"Ya kali tahu, itu bisa lihat masa depan"

"Lah, tahu dari mana bapakku bisa lihat masa depan?"

"Dari nama kamu"

"Kan nama aku diambil dari bahasa swedia, artinya bertindak"

"Nah itu, tahu dari mana kata itu, kalo bapakmu nggak ngerti bahasa swedia?" Tanyaku

"Ya baca kali, kan banyak nama nama buat anak perempuan gitu"

"Sampe sekarang aku belum tahu arti kata spageti. Padahal sering makan"

"Eh, iya juga ya. Terus, hubungannya sama masa depan?"

"Agera baru lahir di tahun dua ribu sepuluh. Kamu lahir sembilan belas sembilan tujuh"

"Sembilan delapan"

"Nah tuh, masih jauh"

"Itu apa makaudnya?"

"Rara punya adek?"

"Punya"

"Cewek?"

"Iya"

"Namanya REGERA?"

"Lah kok tahu? Kakak paranormal ya? Apa kak vela udah cerita, jangan-jangan"

"Ya kalo udah pasti aku tahu nama kamu lah"

"Ya terus, kok bisa tahu?"

"Serius kamu nggak tahu sesuatu di balik nama kamu itu?"

"Apa? Hubungannya apa juga sama duaribu sepuluh?'"

"Itu nama super car swedia. Koenigsegg Agera. Dibuat di duaribu sepuluh. Punya adek, Regera, dua ribu lima belas. Punya adek lagi, jesko, dua ribu sembilan belas. Semuanya lahir setelah kamu"

"Adek bungsuku namanya jesko. Dan kami hanya saling selang satu tahun"

"Nah itu"

"Terus?"

"Hahaha... Ya nggak papa kali ra. Aku cuman kaget aja, nama lengkap kamu, agera"

"Oh. Btw, tawaran makannya masih berlaku nggak? Hehe" tanyanya mengalihkan pembicaraan.

"Oh, berminat, hayu. Sarapan juga boleh" jawabku

"Kakak belum sarapan? Depan ada rumah makan, nggak jauh"

"Belum, temenin ya"

"Aku udah sarapan"

"Ya ngopi kek"

"Tapi jangan modus ya" godanya.

"Tenang, dimodusin aku nggak bakalan rugi kok"

"Halah, omdo"

"Loh nggak percaya. Nih, buat jaminan" jawabku.

Aku keluarkan segepok uang seratus ribuan dari dalam tas slempangku. Masih baru, asli dari bank. Ada bundlenya, tertulis lima juta rupiah. Itu sebenarnya modal untuk mendapatkan ayu. Ternyata ceritanya berbeda.

"Biar kalo aku ternyata modus, rara nggak rugi" lanjutku. Rara hanya terpaku melihat segepok uang aku taruh di dashboard mobilnya.

"Kak, kamu nggak takut aku tilep uangnya?" Tanya dia. Wajahnya masih menggambarkan rasa tidak percaya akan uang itu.

"Enggak. Aku tahu rara nggak bakal nilep itu uang" jawabku mantap. Senyumku sukses menular padanya. Dia tersenyum tipis.

"Nggak usah mikirin modusnya. Kalo lagi butuh, pake aja. Buat sarapan, masih ada" lanjutku.

Dia malah mengernyitkan dahinya. Aku cuek saja, terlalu susah ditebak arti kerutan dahi itu. Tak berapa lama, rara menepikan mobilnya dan masuk ke pelataran parkir sebuah rumah makan. Seperti layaknya rumah makan pada umumnya.

Aku ajak dia turun. Aku memesan nasi rames sama es teh. Dia hanya memesan teh hangat. Aku tambahkan beberapa gorengan dan cemilan sebagai teman. Aku memilih tempat di pinggiran, dengan pemandangan kota di bawah sana. Saat aku mulai makan, rara ikutan duduk di sampingku.

Dia menyeruput teh hangatnya sambil memainkan ponselnya. Saat aku memperhatikan ponselnya, kulihat layarnya sudah banyak retakan. Aku agak terkejut dibuatnya. Biasanya ponsel kalau sudah seperti itu akan susah dipakainya. Sepertinya benar, rara agak kesal dengan ponselnya itu. Aku pura-pura tidak tahu dan acuh. Ada keraguan dalam hatinya, tapi kubaca gerak-geriknya kalau dia ingin bilang sesuatu padaku

"Kak" panggilnya.

"Ya" jawabku

"Duit tadi, boleh aku ambil nggak?" Tanyanya tanpa basa-basi.

Tangannya memperlihatkan layar ponselnya sebagai alasan. Aku mengernyitkan dahi, tak percaya dia akan segamblang itu memintanya. Aku dekatkan wajahku ke wajahnya.

"Rara tahu apa artinya?" Tanyaku memastikan. Dia tersenyum

"Iya kak, rara tahu"

"Aku nggak mau munafik, aku nggak mau jadi sok baik ra"

"Kakak tergoda sama rara kan?" tebaknya.

"Iya" jawabku singkat.

"Terus, gimana kita mulainya?" Tanya dia lirih setengah berbisik. Aku diam sesaat lalu aku menyebar pandangan ke sekitaranku. Sekilas terlihat aku celingukan.

"TAK.. "

"AWW... KAAKK"

"PRAAANGG"

Gelas es teh yang ada di dekat piringku jatuh dan pecah. Airnya tumpah mengenai baju dan celana rara.

"Aduh maaf maaf" kataku panik, kulihat wajahnya cemberut. Beberapa pengunjung melihat dan tersenyum ke arah kami.

"Gimana sih kak, basah deh"

"Iya maaf"

kataku sambil mengelapi bagian celana dan bajunya yang tersiram air es tehku. Aku tak peduli orang-orang disekitarku, aku sengaja berlama-lama di area payudaranya. Rara tersenyum. Sepertinya dia sudah mengerti dengan situasinya.

"Bilang bilang dong kak" katanya lirih.

Aku hanya tersenyum tapi tak lantas menyudahi usapanku di payudaranya. Hingga beberapa usapan kemudian.

"Terus rara basah nih. Dingin tahu" lanjutnya.

"Itu di sana ada booth pakaian. Cari gih sana!" Jawabku sambil memberikan tiga lembar uang merah.

"Hmm, sengaja nih biar aku pake yang minim-minim"

"Ya cari yang nggak minim lah" kilahku sambil tersenyum

"Minim semua kak, aku udah ke sana tadi"

"Terus?" Tanyaku singkat, dia diam belum menjawab.

"Ya udah deh, dari pada dingin" jawabnya kemudian. Tangannya menyambar uang di tanganku.

"Eh tunggu" cegahku

"Bawa legging sama rok mini putih" pintaku. Kusodorkan lagi dua lembar uang yang sama.

"Buat apa kak?"

"Buat diabadikan bareng tubuh rara" jawabku. Dia tersenyum.

"Mahal tahu, rara juga pernah jadi model" godanya.

"Tenang" jawabku. Kubuka tasku dan kuperlihatkan isinya.

"Hmm, boleh kalo gitu" jawabnya begitu melihat gepokan uang di dalam tasku.

Aku meneruskan makanku sembari menunggu dia mendapatkan pakaian gantinya. Habis sudah nasi rames dipiringku. Saat aku melihat ke arah kanan, ada rara yang sudah kembali, dengan pakaian yang berbeda. Kaos panjang sepaha tanpa lengan berwarna putih, dipadu dengan legging dengan warna senada.

"Monochrome" celetukku saat dia sampai di sampingku. Dia memandangku sesaat.

"Udahan yuk kak" ajaknya. Tangannya masih memegang pakaian basahnya di depan dada.

"Kenapa emang?"

"Rara nggak pake daleman kak" bisiknya di telingaku. Sontak selangkanganku bereaksi.

"Serius?" Tanyaku dengan suara pelan.

"KAK" pekiknya kaget.

Tanpa permisi kutarik tangan yang sedang bersedekap itu. Dan benar, ada puting yang menyembul dari balik kaos putihnya. Aku terkesiap melihatnya. Tapi buru-buru tanganku didorong menjauh.

"Jangan jahil deh, banyak orang kak"

"Emang kenapa?"

"Ya malu lah" jawabnya pelan tapi dengan mimik muka geram.

"Oke. Tapi aku pengen fotoin rara, sekali aja"

"Kak"

"Kamu ngadep sini, pake gaya berkacak panggang. Dari depan nggak keliatan" kataku.

Mungkin karena sudah terikat janji, rara pun menuruti permintaanku. Dia mulai berpose di depanku. Dan, OMG, dadanya itu lho. Sangat menggoda iman. Sekalipun ukurannya sedang, tapi kalau membayang begitu, rasanya mau meremas saja. Beberapa jepretan sudah aku dapatkan. Termasuk pose dia mengangkangkan kakinya. Selangkangannya terlihat menggembung. Aku juga mengambil beberapa jepretan close up di area payudara dan selangkangannya. Waktunya melanjutkan perjalanan. Dia langsung saja berlari ke mobil tanpa menghiraukan aku.

"Ceklek... Blemm" aku siap untuk have fun.

"Selanjutnya gimana kak?" Tanya rara.

Dia tampak santai menjalankan mobilnya. Aku malah yang penasaran dibuatnya. Pakaian ketat itu semakin memancarkan aura sensualnya. Terlebih dengan apa yang ditutupi leggingnya, dibalik kaos panjang tanpa lengannya.

"Kak" panggilnya. Aku terkejut dibuatnya.

"Malah bengong. Gitu amat ngeliatin raranya" lanjut rara.

"Abis kamu seksi banget ra"

"Bokis"

"Kok bokis? Liat kamu pake jeans aja udah keliatan seksi, apalagi ini cuman pake legging. Nggak pake sempak lagi" jawabku.

"Eits, awas tangane" cegah rara saat tanganku hendak menyingkapkan pkaos putihnya.

"Hahah... Galak juga ternyata ya" godaku.

"Hahaha" dia ikut tertawa.

"Kak" panggilnya.

"Ya"

"Pernah mesum di mobil nggak, sama pacarnya?" Tanyanya tiba-tiba. Aku tersentak mendengar pertanyaan itu.

"Pernah. Kenapa?"

"Rasanya gimana kak? Nggak takut ketahuan apa?"

"Ya cari tempat yang aman dong, atau sambil jalan"

"Grepe grepe gitu?"

"Iya. Sange ya, abis ditempat umum nggak pake sempak, nggak pake beha" godaku.

"Apa sih kak" kilahnya.

"Mantanku juga gitu. Awalnya malu-malu, aku ajak ke mall, nggak pake daleman. Katanya risih sama malu"

"Terus?"

"Begitu dijalani, malah keasyikan dia. Katanya ser seran. Gatel di toket sama itil... Hahaha" jawabku vulgar, tes ombak.

"Hahaha... Itilnya gede itu, kegesek celana apa roknya" sahut rara tak kalah vulgar. Pancinganku berhasil.

"Iya gitu. Nyampe rumah udah nggak nunggu besok lagi"

"Maksudnya?"

"Ya langsung minta digrepein, dijilmek, lanjut deh... "

"Ngentot tuh pasti"

"Hahaha... Ya udah gatel, obatnya apa dong"

"Ya digaruk pake yang bisa masuk"

"Apa itu?"

"Ah, nggak bisa nyebut"

"Nggak bisa nyebut? Nggak papa. Boleh pegang kok" godaku cengengesan.

"Maunya"

"Nggak kalah lho sama yang kamu pegang" godaku saat dia memegang perseneling.

Dia tidak menjawab. Tapi ternyata tangannya merayap ke stas pahaku. Kulihat dia tersenyum meski tak melihatku. Masih agak malu-malu rupanya dia.

"Kak" panggilnya.

"Ya" jawabku singkat.

"Sange ya? Aku belum bugil lho. Udah keras gini" komentarnya. Tangannya sudah meremas bagian yang menonjol di selangkanganku

"Sange nggak harus nunggu ceweknya bugil kan? Terkadang, cewek malah nyangein kalo outfitnya ngepas sama selera yang ngeliat" jawabku

"Jadi, outfitku sekarang, cocok selera kakak?"

"Aku suka camel toe" bisikku di deket telinganya. Wajahnya memerah mendengar jawabanku.

"Kaya ini kak?"

Dia bertanya sambil menyingkap bagian bawah kaosnya. Terpampanglah gundukan di tengah selangkangannya. Benar-benar tembem bibir vaginanya. Matanya nakal menggoda, senyumnya menggambarkan kebanggaan, bisa membuatku terpana.

"Bisa tembem begitu ra?" Tanyaku masih terpana.

Tanpa sadar aku mengulurkan tangan ke arah gundukan tembem itu. Kali ini rara tak menolak kehadiran tanganku. Sungguh tak terduga, dengan badan yang sepantaran dengan aku, vaginanya bisa seperti milf dengan badan gendut. Penampangnya lebar, lebih menggembung, dan pastinya lebih tebal. Bagaimana rasanya kalau dijilat ya?

"Ssssttt... Kaakk" desisnya.

Bisa kurasakan empuk dan kenyalnya daging itu. Hampir bisa kugenggam sepenuhnya bibir vagina itu, dan bisa aku tarik-tarik kecil. Belahannya panjang, tak seluruhnya bisa aku jangkau dengan posisi seperti ini.

"Sssssttt... Udah kak" pintanya dalam kenikmatan. Matanya merem melek merssakan sentuhanku.

"Nepi dulu gih" pintaku.

Rara mengangguk dan menepikan mobilnya. Aku melepas tas slempangku, aku letakkan di dashboard mobil. Aku posisikan sedemikian rupa. Mengapa? Ssma seperti jaketku, aku punya kamera tersembunyi yang tak terlihat bagi mata yang belum terlatih. Tapi kualitas videonya, jangan ditanya.

"Aaahhh... Kaaakk... Eemmmhhh...uummm... Eeehhhh"

Dia langsung memekik. Tanpa basa-basi, langsung aku bekap lagi selangkangannya dengan telapak tangan kiriku. Aku kobel vaginanya dengan agak kasar, saking gemesnya. Mulutnya langsung aku bekap dengan bibirku. Alhasil, dia hanya bisa mengeluarkan suara-suara lenguhan. Dia tidak menolak, bahkan tampaknya dia menikmati kejahilanku. Pahanya dia buka selebar mungkin, pinggulnya bergoyang-goyang mengimbangi kobelan tanganku. Lidahnya lincah beradu dengan lidahku. Karena aku posisinya menghadap ke samping, ke arah dia, otomatis memberikan ruang yang cukup untuknya beraksi.

"Emmhh"

Gantian kini aku yang melenguh. Tangan kirinya sudah bertengger di selangkanganku. Dia mengusap seluruh bagian penisku. Dari ujung kepala, turun ke batang, pangkal, sampai ke bola pelernya. Bahkan pantatku juga tak luput dari jamahannya.

"Ada orang lewat nggak kak?" Tanyanya di sela-sela nafasnya yang memburu.

"Banyak lah" jawabku asal. Tapi aku paham ke mana arah pertayaan itu.

"Ah ah ah ah... Kaak... "

"Iya rara... Sssttt"

"Kok aku diajak mesum di mobil sih?" Tanyanya

"Kalo udah sama-sama sange, bukannya lebih enak buat dilampiasin. Hmm?"

"Ah ah ah .... Kaaakk... Main kobel memek orang aja. Dipikir memek apaan?" Godanya. Dia tersenyum tanda dia hanya berfantasi.

"Rara juga, main betot kontol orang aja. Nggak takut keluar racunnya apa?"

"Kan udah dikasih ijin tadi. Ya udah rara betot deh. Hehehe... Nggak dibetot juga kali kak"

"Sssttt... Kamu pinter banget mainin kontol. Tahu aja titik-titik nikmat" pujiku.

"Ah ah ah ah ah... Kak itilnya kak... Itil itill... Itu ke tengah dikit... Lagi... Lagi.. lagi... Ahhhh.... Ssshhh"

"Memek segini tembemnya, itilnya kecil banget"

"Oh oh oh oh... Kecil juga bikin aku melayang kak... Kobel kobel kobel... "

"Udah basah kuyup nih ra. Kamu emang suka basah kalo sange?"

"Sange doang sih nggak segininya. Ah ah ah.. ini khan... Dhi khobell... Emh"

"JEGLEK"

"KAAKK" rara kaget aku rendahkan sandaran punggungnya. Dia sekarang setengah rebahan.

"KAAAAAAKKK... OOOOHHH... sssttt" aku kembali memainkan vaginanya sambil menjilati pentil payudaranya.

"Ini kak... Emut emut pentilku kak" pinta rara.

"AAAHHH... OOHH... ENAK KAAAKK... " lenguhnya setengah memekik.

Aku terus mengobel kelentit kecilnya tanpa henti. Dia semakin kelojotan. Tangannya tak mau berhenti memainkan batang penisku. Mungkin memegangnya bisa menaikkan gairah birahinya. Melambungkan anggannya sampai ke langit.

"Kak aku nyampe... Kak kak kak kak... "

"Muncratin sayang... Muncratin yang banyaak ya. Biar aku minum" jawabku.

"Minum.. minum.. minum pejuh rara kak aldiii... AAAAAAHHH"

"Serrrrrr.... "

"Kontooolll... "

"Serrrr... "

"Kaaaakkkk"

Orgasme pertama di pagi hari ini. Tubuhnya menggigil hebat walau lendir birahinya hanya sedikit. Kalah jauh dibandingkan lendir birahinya ayu. Hanya cukup membasahi area vaginanya saja. Membuat bibir selangkangan itu terlihat semakin menggairahkan. Tak sabar rasanya aku mencoba lubang senggamanya. Apakah masih peret, atau sudah longgar. Penisku berkedut merespon angan-anganku.

"Kak" panggilnya lirih.

"Ya" jawabku pendek.

"Makasih ya, udah dikasih orgasme hebat. Beda rasanya sama masturbasi" lanjutnya

"Iya, sama-sama. Emang cowokmu kemana?"

"Udah putus kak, dia malu punya cewek sopir online. Makanya aku lama nggak dapet entotan"

"Oh, gitu. Sabar ya. Jodoh pasti datang kok" hiburku

"Kalo entotan?" Tanyanya lagi. Matanya melirik sama si joni.

"Maunya?"

"Entotin aku kak. Nggak usah kasih uang lagi. Aku lagi pengen banget. Boleh ya?" Pintanya sambil memohon.

"Ya udah, kita cari hotel yuk. Lumayan ada waktu sejam nih" kataku.

"Hayu" jawabnya.

Super sekali. Baru saja orgasme, tapi sudah semangat lagi. Apakah dahaga birahinya segitu besarnya, sampai mau kasih gratisan? Super sekali. Dia melajukan kembali mobilnya meski perlahan. Beberapa hotel yang dia tahu, coba dia ajukan. Dan aku memilih salah satu yang cukup asri. Butuh beberapa menit untuk reservasi. Setelah aman, langsung aku rangkul rara menuju kamar. Layaknya pasangan pengantin yang mau bulan madu. Sesampai di kamar, sku langsung menuju kamat mandi, karena hasrat ingin pipis. Kulihat kamar mandinya sudah moderen dengan penggunaan washtafel, wc duduk, dan bilik shower. Lega rasanya bisa keluar tepat pada waktunya. Saat aku balik kanan, aku terkejut dengan sebush penampakan putih - putih. Ternyata itu rara. Dia sedang berdiri memperhatikan pipi kanannya. Jerawat, sepertinya itu yang dia perhatikan. Kudekati dia, dan kupeluk dia dari belakang. Aroma keringat menyeruak dari tubuhnya. Bercampur parfum yang masih tersisa, berlomba masuk ke dalam hidungku.

"Jerawatan juga masih cantik kali ra" pujiku. Rara tersenyum mendengar pujianku. Tangannya menyentuh lembut tanganku yang bertemu di perutnya. Lewat pantulan cermin, Matanya menatap lekat mataku.

"Apa kakak selalu romantis gini kalo mau mesum?" Tanyanya vulgar.

"Ya tergantung sih. Gimana orangnya"

"Tergantung gimana?"

"Kalo situasinya kaya tadi, ya langsung tancep aja. Kan berabe kalo kelamaan. Nggak lucu kan kegep warga lagi bugil bersama. Mana selangkangannya nyatu lagi. Lagi ngapain coba. Hahahaha" jawabku

"Lagi ngerendem pentungan sakti, raden senggol modot. Hahaha"

"Ha, apa tuh?"

"Ya yang kakak gesekin di bokong ini. Kalo disenggol cewek, melar"

"Oh, hahahaha" lucu juga kelakarnya.

"Kak" tegurnya lirih.

Tanganku tak lagi bisa untuk lebih sabar. Tanpa permisi aku gerakkan keatas menuju gundukan yang sedari tadi membayang. Belum sempat aku menjamahnya. Mataku terlalu tertarik dengan gundukan di selangkangannya tadi. Dan sekarang aku ingin menjamahnya.

"Kenapa sih cowok suka banget sama toked? Selalu aja jadi sasaran" tanyanya saat payudaranya aku jamah.

"Ya kan cowok nggak punya, makanya penasaran"

"Emmhh... Kalo bokong kan dia punya, kenapa masih suka colek - colek punya cewek?"

"Ya susah kali ngeliat bokong sendiri. Kalo ngeliat bokong lain kan gampang"

"Hahaha... Emmhhh... Tokedku kecil ya kak?" Tanyanya dambil membusungkan dada. Tangannya dia sangkutkan di tengkukku.

"Cup... ceppp... Sedeng sih. Serasi sama tubuh rara" jawabku diplomatis. Tapi memang benar sih, tidak besar, tapi tidak kecil. Yang penting kan kenyal, putingnya kecil, dan yang berbeda, modelnya mengacung.

"Eehhh... Kaakk... Enak... Ssstt" desahannya mulai keluar.

Pinggulnya mulai bergoyang, menggesek penisku yang sudah tegang maksimal. Terasa empuk dan hangat, membuat penisku semakin gatal. Rasanya bakal teramat nikmat kalau langsung aku hajar tanpa ampun. Tapi melihat wajah keenakan rara, aku jadi ingin lebih bermain-main. Sejenak aku lirik tas selempang di kiriku. Aku tersenyum kecil mengetahui benda itu aku letakkan di posisi yang tepat.

"Kak... Kakak nggak mau dienakin?" Goda rara.

"Siapa yang nggak mau ra?" Jawabku.

"Berani nggak bugil di deket kaca depan? Gordennya dibuka" tantang

"Terus kalo udah bugil, aku dikasih apa?"

"Semuanya kak"

"Semuanya tu apa aja?"

"Sepong, entod memek, sama bonus kak, kalo masih kuat"

"Wow, apa tuh bonusnya?"

"Lihat nanti. Berani nggak?"

"Siapa takut. Sini aku bugilin rara dulu"

"Aww... Kak aldi curang"

Dia menggelinjang waktu aku lucuti kaos panjangnya. Terpampanglah sepasang payudara yang baru aku kerjai. Tak mau kalah, dia langsung balik kanan dan gantian melucuti kaosku. Sempat dia gesek-gesekkan pentil payudaranya ke pentil dadaku. Rasanya geli-geli hangat. Sekalian aku peluk dia. Dia memekik kaget tapi terus tertawa. Tak ada lagi penghalang diantara kita. Aku sempatkan mencium bibirnya. Dia malah keasyikan dan terus melumat bibirku. Lidahnya berusaha mendominasi silatan lidahku. Tangannya seolah tak mau berpisah dengan pusakaku. Selalu lekat dan memberikan rangsangan nikmat. Dia menggelosor ke bawah sambil menyapukan lidahnya. Leherku menjadi sasaran pertamanya. Berlanjut ke dadaku. Hampir tak ada bagian yang luput dari jajahan lidahnya. Aku sampai menggelinjang menahan geli daat putingku dijilat dan diemut bibirnya. Tangannya ikut meraba bagian belakang tubuhku. Sedekali dia menggunakan kuku-kukunya untuk memberikan sensasi galak. Perut dan pusarku menjadi sasaran selanjutnya. Gelinya minta ampun. Sampai-dampai harus kau tahan kepalanya karena perutku tak tahan lagi. Di belakangku, tangan rara sudah mulai masuk menelusup ke balik celans kolorku. Perlahan dia tarik turun celanaku sekalian dengan sempakku. Perlahan pula, kepala penisku mulai terlihat mengintip dari balik karet celana.

"TUING"

"AWW"

Rara memekik terkejut saat penisku tiba-tiba memukul wajahnya. Dia tertawa geli dengan kejadian itu. Ternyata baginya, ini pertama kalinya dia terkena pukulan penis. Sesaat kemudian, dia terpana melihat bentuk penisku yang berurat dan lumayan besar. Ya, meskipun buat aku itu standar.

"Eits, nanti dulu. Tantangannya kan di depan kaca" cegahku saat dia hendak mencium penisku. Aku menarik dia agar berdiri. Rara hanya bisa menurut. Gantian aku melakukan hal yang sama padanya.

"Eehhh... Kaakk... "

Dia melenguh lagi. Seperti dia yang bermain di dadaku, aku juga memsinkan lidahku memutari kedua payudaranya. Kubuat menjadi angka delapan. Semakin kecil, semakin kecil,

"KAAAAKKK"

rara tersentak saat merasakan pentilnya aku lahap tanpa peringatan. Lebih dari itu, sebelah lagi putingnya aku pilin dengan jari. Di bawah, aku aku telusupkan jari tengahku ke belahan vaginanya. Aku lakukan itu serentak.

"Kakaaaaakk..... Udaaahh... Kan rara mau puasin kakaaaakk... Oooohhh" pintanya. Ya sudah, tapi aku tak menggubris.

"AAWW... Mau ngapain kak?" Lanjutnya.

Dia bingung saat aku merubah posisinya. Aku putar dia sembilan puluh derajad ke kiri, ke arah pintu masuk. Lalu aku angkat kaki kirinya, dan aku letakkan di meja wastafel.

"KAAAAAKKK.... AH AH AH AH... EEEMMHHH"

aku emut lagi pentil kanannya. Pentil kirinya aku coba gapai dengan tangan kiriku. Agak susah memang tapi masih bisa aku jangkau. Dan tangan kananku. Tanpa basa-basi, langsung aku telusupkan masuk ke dalam leggingnya. Jari tengah aku loloskan menelusuri belahan vaginanya, jsri telunjuk dan jari manis aku tugaskan memainkan kedua bibir tembem vagina itu.

"Kakak... Kakak... Kakak... "

Dia hanya bisa pasrah menerima serangan kenikmatan yang datang bertubi-tubi. Tubuhnya hanya bisa menggelayut di tubuhku. Kepalanya mendongak, mengekspresikan kenikmatan yang semakin menjadi. Sesekali rambutku di jambaknya, saat kenikmatan dari tanganku terlalu tinggi untuk dia rasakan.

"Oohhh... Kakak jahaat... Tubuh rara diapain kaaaakkk... Ah ah ah ah... Kobel lagi kak... Kobel lagi... Memek memek memek... Itil... Iya itil itil itil... Iya aduuuh... Kaaak"

Aku suka mendengar lenguhannya. Kata-kata vulgar semakin lancar dia ucapkan. Dan aku aku betah sekali berlama-lama memainkan vaginanya. Terasa penuh di telapak tangan. Payudaranya mulai basar dengan air liurku.

"Kakak kakak kakak.... Rara nyampe lagi kaaak...... Awas pejuh kaaahhh"

"SRROOOTTT..."

"Wow" gumamku dalam hati.

"KONTOL KAMU KAAAAKKK"

"Serrr... Serrr"

"Aaaahhhh... Ooohhh... Eehhhmmm"

Kali ini ada yang berbeda. Dia bisa squirt ternyata. Entah apa yang berbeda kali ini dengan yang tadi di mobil. Lendir birahinya bisa lompat sampai menembus celananya. Tampak tercecer di lantai. Kuturunkan perlahan kakinya dari meja wastafel. Dia bersandar di sana, dengan senyum penuh kenikmatan. Sekalian, sku lucuti celana leggingnya.

"AAWW... geli kaak... Aku baru aja orgasme"

Dia memekik saat aku menyeruput lendir di vaginanya. Kepalaku dia tahan dengan kedua tangannya. Aku tertawa kecil dan mengalah. Memang benar sih, cewek kalau baru saja orgasme memang merasa geli kalau diberikan sentuhan.

"Jorok ih kak, masa lendirku dijilati sih?" Protes rara saat aku menjilati lendir di celana leghingnya.

"Enak tahu, lebih enak lagi langsung dari sumbernya" jawabku

"Dasar muka memek, sukanya nyempil di selangkangan nih berarti" ledeknya.

"Cowok mana yang suka nyempil di selangkangan cewek? Di dudukin juga pada mau. Itu fantasi kebanyakan cowok tahu" kilahku.

"Dasar muka memek. Ke kamar yuk" ajaknya.

"Hayu" jawabku.

Dia berjalan lebih dahulu. Kuperhatikan tubuh rara dari tampak belakang. Bersih, belum ada cacat luka, dan bokongnya itu. Apakah bonus yang dia maksud itu, anal? Wow, semoga saja. Berani bayar lebih aku kalau dia mau aku anal. Apalagi kalau analnya masih perawan. Sebesar tadi juga aku berani bayar.

"Kakak duduk sini" pinta rara.

Dia sudah menyiapkan sebuah kursi lipat yang tadi tergantung di dinding. Gorden penutup dinding kaca juga sudah dia sibakkan. Banyak lalu-lalang orang di bawah sana. Tapi sepertinya tidak ada yang menyadari apa yang terjadi di lantai empat ini.

"Rebahan kak, dan ngangkang" pintanya lagi.

Kuletakkan tas slempangku di meja kecil. Ada dus laci di bawah meja itu. Ada remot tivi tergeletak di dekat terminal listrik. Aku ambil remot itu dan menyalakan tivi. Rara tersenyum melihatku menyalakan tivi. Baru aku duduk, agak rebahan, dan mengangkangkan kaki. Rara masuk diantara kedua pahaku. Tanpa minta ijin lagi, dia langsung mengenggam batang penisku.

"Cuh"

Dia meludahi penisku. Beberapa kali dia ulangi sampai penisku basah kuyup dengan ludahnya. Dia ratakan ludah itu dengan tangannya. Tangan kanannya cukup lihai memberikan rangsangan. Kocokan naik turun dikombinasikan dengan putaran bolak-balik. Tangan kirinya memberikan rangsangan pada kepala penisku. Rasa nikmat beserta geli kian menyeruak.

"Ssshhh... Raaa" desahku.

"Enak kak?" Tanyanya menggoda. Lirikan matanya dan senyum nakalnya cukup bisa menjadi buster.

"Enak.... Siapa ngajarin ngocok, ra?" Komentarku. Rara tersenyum.

"Mantanku kak. Dia suka dikocok begini. Buat dia berasa jadi raja" jawabnya.

"Raja ngentod" celetukku

"Hahaha... Iya kayaknya"

Rara lanjut memanjakan penisku. Dia berpindah dari depanku ke ranjang di samping kiriku. Dia rebahkan penisku merapat ke perut, dia urut perlahan dari arah pangkal ke ujung. Terasa sedikit tekanan dia berikan. Kanan, kiri, kanan, kiri. Bergantian beberapa kali dia urut penisku. Selanjutnya dia selipkan kedua tangannya ke bawah batang penis dan kantong pelirku. Tangan kanannya diantara penis dan perutku, tangan kirinya diantara kantong peler dan bokongku. Dia gerakkan keduanya mendekat, hibgga terlihat kantong pelerku mendekat dengan batang penisku. Setelah cukup dekat, dia buat lingkaran dengan jarinya seolah ingin menggenggam keduanya. Lalu dia urut menjauh, seapnjang batang penisku, dan sampai kantong pelerku terlepas dari genggamannya. Dua kali dia lakukan itu pada penisku. Aku mulai merasa rileks. Mataku terpejam menikmati pijatan khusus kelamin ini. Aku tak melihat apa yang terjadi, tapi aku bisa merasakannya. Batang penisku dia majukan, menjauh dari perutku. Tangan kirinya menggenggam setengah penisku bagian atas, sampai kepala penisku. Tangan kanannya memberikan kocokan pelan sepanjang setengah penisku bagian bawah. Kuhitung ada tujuh kali dia memberikanku kocokan ringan.

"Cuh... Cuh" dia meludahi penisku lagi.

Dia ratakan lagi, namun kali ini tangan kirinya dis balik menghadap ke bawah. Kurasakan kepala penisku mendapat pijatan sedikit lebih kuat. Dia kocok lagi sebagaimana sebelumnya. Sepuluh kali dia berikan itu. Dilanjut urutan dari pangkal ke ujung seperti di awal.

"Emh... Sssttt"

Aku mendesah keenakan saat rara merubah gerakannya. Jemari kirinya dia letakkan di kepals penisku, seperti hendak membuka tutup botol. Telspak kanannya dia letakkan di batang penisku. Dan dia gerakkan seirama naik-turun. Terasa geli di kepala penisku saat merasakan ada lima jari berseluncur turun sampai kepentok telapak tangan, dan naik sampai jemari itu bertemu nyaris di lubang kencing. Kuhitung, tujuh kali lagi dia mengocok penisku. Dia rubah lagi posisi tangannya. Dia buat bentuk lingkaran dengan jempol dan jari telunjuk kiri. Dia tambatkan di pangkal penisku. Kulit penisku tertarik ke bawah. Dia gunakan telunjuk dan jempol kanannya untuk membuat kocokan di kepala penisku. Lagi-lagi rasa geli bercampur nikmat membuatku mendesah. Dengan kelima jarinya, dia urut ringan penisku dsri tengah ke ujung, setelah tujuh kali kocokan ringan. Kali ini aku kelepasan tak menghitung berapa kali urutannya.
Selepas itu jemari kirinya meremas ringan kantong pelerku, lanjut menggenggam pangkal penisku. Dan tangan kanannya menggenggam setengah keatas. Ada yang berbeda, dia meningkatkan ritme kocokannya. Aku sampai mengelinjang antara geli dan nikmat. Jemari kirinya ikut bergerak mengurut setengah penisku bagian bawah hingga ke pangkal. Aku menggeliat merasakan semakin intens kenikmatan yang dia berikan padaku. Belum aku sempat menyesuaikan diri dengan rangsangan intens ini, dia memberikan sesuatu yang lebih. Kedua telapak tangannya dia satukan, dengan batang penisku di tengahnya. Dia gerakkan naik turun tak kalah cepatnya. Membuat tekanannya lebih tinggi. Artinya itu juga lebih nikmat kurasakan. Semskin lama tekanan pijatan kedua telapak tangan itu semakin kuat dan nikmat. Kali ini sampai empat belas kali dia kocok penisku. Artinya dua kali hitungan biasa.

Dia pisahkan kedus telapak tangannya. Hanya telapak kanannya dia pakai mengocok. Sedangkan yang kiri meremasi kantong pelerku. Kepala penisku kembali mendapat sentuhan. Puncak helm baja itu dia elus-elus drngan telapak tangan beberapa kali. Dibuatnya lingkaran lagi dengan jempol dan telunjuk kanan. Dia gerakkan turun sampai tengah. Sedang jemari kirinya menahan pangkal. Dengan jempol saja dia mengelusi bagian depan penisku. Hanya beberapa kali saja aku sudsh menggelinjang. Belum lagi dia tambah dengan kocokan cepat. Tak kuasa rasanya aku bertahan lebih lama.

"KAAAAAK"

rara terpekik kaget saat aku tiba-tiba bangkit dari dudukku. Aku langsung berdiri diatas kursi yang tadi aku duduki. Kaki kananku aku pijakkan di pinggiran ranjang, tempat rara duduk.

"EEEMM... OUUUKKK"

Aku sodorkan penisku ke depan mulutnya. Tanpa menunggu dia berkomentar, aku pegang kepalanya. Aku tarik mendekat ke kepala penisku, lalu aku dorong penisku maju. Campuran antara terkejut dan ingin protes, membuat mulutnya terbuka. Blunder, dia justru membukakan ruang untukku menelusupkan penisku. Hanya satu dorongan, dan penisku sukses bersarang di mulutnya. Rasa basah dan hangat menyelimuti sekujur tongkat pusakaku.

"Ouk ouk ouk ouk"

Aku pompakan penisku maju-mundur. Langsung dalam tempo sedang. Meski dempat gelagapan, tapi ternyata rara bisa menangani penisku. Dia membiarkanku menggenjot mulutnya sedemikian rupa.

"Ouk ouk ouk ouk ooookkkkkkk.... Koookkkhh.... Aahhh"

Diapun ternyata mampu menelan palkonku. Sempat aku melayang merasakan sensasi deepthroath tadi. Ada air mata mengalir, tapi dia tidak menangis. Dia malah tersenyum nakal padaku.

"Ooohhh... Uuuhhh... Yeeess... Raaa"

Hanya beberapa detik dia ambil nafas, kini malah dia yang memulai. Dia tarik pantatku dengan kedus tangannya. Dan mulutnya lebar dia buka, mempersilakan selangkanganku untuk masuk. Sedotannya terasa membetot sekujur batangku. Saat aku tarik mundur, rasanya ada yang menahanku, dan menarikku kembali ke depan. Begitu terus ssmpai beberapa menit kemudian.

"KAAAAKKK"

Lagi-lagi rara terkejut dengan tingkahku. Puas merasakan sedotan mulutnya, aku dorong dia hingga terlentang di kasur. Aku posisikan dia membujur. Aku angkat kedua kakinya ke udara, dan aku ganjal pantatnya dengan bantal.

"SLEEEPPP"

"AAAAHHH... "

"EEEHHHH"

Cukup sekali sodok, amblas semua penisku di liang senggamanya. Mssih legit, masih peret, tapi licin dan lancar. Artinya memang dia sudah terbiasa dengan penis gede. Sejenak aku terlens dengan kenikmatan ini.

"AH AH AH AH... KAK KAK KAK KAK"

"Plok plok plok plok"

Hanya sesaat saja aku terlena. Selanjutnya aku mulai mengejar kenikmatan yang lebih tinggi. Kedua kaki rara aku sankutkan di pundakku, dan aku membuat posisi push up. Aku hujamkan sekuat-kuatnya penisku tanpa ampun. Rara mengerang-erang tak karuan. Dia tak malu-malu lagi mengekspresikan kenikmatan di selangkangannya.

"KAAAKKK.... JA... NGAN... KU... AT... KU...AT... OH OH OH OH... "

"PLAK PLAK PLOK PLOK"

"Khen... Nha... Pa... Sa...yang... Hmmmfff?" Tanyaku tanpa mengurangi power genjotanku.

"EHN... NHAK... KHAAKK... AH AH AH AH" jawabnya

"Eemmmhhhh... Cupp.. sluurrpp" ku pagut bibirnya

"EEMMHH... SLURRPP... EMH EMH EMH EMH"

"PLOK PLOK PLOK PLOK"

Ku genjot terus tanpa mempedulikan erangan rara. Kusedot lagi bibirnya, membuatnya megap-megap seperti kehabisan udara. Pentil susunya pun tak luput dari jajahan mulutku. Bergantian aku emut kanan dan kiri. Dia hanya bisa meremas-remas sprei putih penutup kasur.

"Kakak kakak kakak"

"Kenapa sayang"

"Memek memek memek rara... Memek rara... Mau meledak kaakkk"

"PLAK PLAK PLAK PLAK"

"PEJUH KONTOL... MALAH DIKENCENGI... " rutuk rara. Aku tidak peduli. Kutambahin lagi malah.

"Aduh aduh aduh..... PEJUH... KONTOL JEMBUTAN... PELEEEEEEEEERRRRR"

"Seeeerrrrr... "

"AAAAAAHHH... KAKAAAAAAKKK"

"Seeeerrrr.... Seeerrr"

Kubenamkan sedalam-dalamnya batang penisku. Kutahan dia di sana tanpa bergerak. Sangat terasa sedotan vaginanya dari arah dalam. Sesaat kemudian terasa ada semburah hangat seiring kedutan-kedutan kuat. Sungguh nikmat rasanya empotan si rara. Lendir birahinya meluber keluar. Meleleh melewati sela-sela penis dan dinding vaginanya. Lebih dar semenitan rara merasakan gelombang orgasmenya. Matanya sempat membeliak, hanya terlihat putihnya saja. Sekarang matanya terpejam. Dadanya naik turun dengan teratur. Perlahan aku melepaskan diri dari tubuhnya. Dia tersentak melihatku menjauh. Tapi langsung tersenyum melihatku tersenyum. Aku turun dari ranjang, mengambil air mineral yang ada di atas meja. Kutawarkan dia sebotol, tapi dia menolak. Tampaknya dia masih malas bergerak. Kenikmatan barusan rasanya cukup menguras tenaga. Aku membiarkannya istirahat sejenak. Aku berjalan kearah dinding kaca. Saat aku melihat ke bawah, kudapati seorang wanita melihat ke arahku. Dia ternganga melihatku telanjang bulat tanpa sehelai benang pun. Dia dampai menutup mulutnya dengan telapak tangan. Aku tersenyum geli dengan sikap wanita itu. Seorang anak kecil menegurnya, dan wanita itu langsung menggendongnya. Mama muda tampaknya. Sekali lagi dia menatap ke arahku. Kuberikan salam hormat dari sini. Dia geleng-geleng kepala lalu pergi menjauh.

"Kenapa kak, ada yang liat apa?" Tanya rara. Aku balik kanan sambil tersenyum

"Iya, mama muda" jawabku masih tersenyum geli.

"Terus dia gimana?"

"Ya terperangah. Tapi nggak tahu apa karena bugilku apa... "

"Kontolnya?" Sahut rara

"Hahaha... Itu"

"Rara yakin, pasti karena kontolnya. Abis, gaceng begini. Punya suaminya kecil kali. Hahaha"

"Hahaha... Kali"

"Sini kak" ajak rara. Dia merubah haluan, jadi memunggungiku. Tapi dia geser pantatnya mendekati pinggir kasur.

"Geli nggak ra?" Tanyaku memastikan.

"Coba dulu kak" jawabnya. Dia mengangkat kepalanya dan melihat ke arahku. Tangan kirinya dia jadikan sandaran.

"PLAK"

"AAAAHH"

Aku tampar pelan bokongnya yang menungging itu. Dia melenguh pendek. Suaranya semakin menggugah birahi yang sempat menurun. Vaginanya terlihat semakin tembem saat terjepit kedua pahanya. Belahannya hanya menyisakan sebuah garis kecil saja. Seperti vagina gadis perawan.

"SLLLLEEEEEEPPPP"

"AAAAAHHHHH"

Dengan kaki kanan berpijak di kasur, aku menusukkan penisku. Perlahan tapi pasti, kubelah liang impian para lelaki itu. Kita melenguh bersamaan. Nikmatnya jepitan rara kembali terasa.

"Ah ah ah ah ah"

Aku langsung goyangkan pinggulku maju-mundur. Pelan-pelan dulu sambil tes ombak, apakah vagina rara sudah siap digempur atau belum. Payudaranya terguncang indah, menyegarkan pandangan mata.

"Kencengan kak... Genjot sesukamu... Nikmatin tubuhku kak... Puasin kontol kakak" celetuk rara. Wow, memdapat lampu hijau, aku tak butuh komentar lagi.
"PLAK PLAK PLAK PLAK"

"Yes yes yes.... Oohhh... Kakak tahu banget sih rara pengen di grepe... Enak tahu kak, dientot sambil digrepe tokednya.... Ah ah ah ah"

"Rara suka dikasarin ya, hmm?"

"Ah ah ah ah... Suka kak... Kontol kakak perkasa... Bisa ngentotin kasar memek rara... Ah ah ah"

"Emang mantanmu nggak bisa kasar?"

"Ah ah ah ah... Enggak... Emh emh emh... Lemah dia kak... Kata dia memek rara sempit banget... Terlalu nikmat kalo buat kasar... Cepet croot... "

"Emang enak sih ra... Masih peret dan legit memek kamu"

"Ah ah ah ah... Berarti kakak sering gonta-ganti cewek ya. Makanya tahan ngadepin memek peret?" Todongnya

"Oh oh oh... Mantan-mantanku memeknya masih pada perawan. Aku yang jebolin. Peret semua ra" jawabku

"Wow... Gila, kakak dapet perawan terus... Emh emh emh... Menang banyak nih kakak. Ini juga baru sekarang memek rara digenjot kontol gede"

"What?"

"Iya, kontol mantan rara kalah gemuk dari kontol kakak. Uh uh uh... "

"Ah ah ah ah... Pantesan... Ngegrip banget ra... Ssshhh"

"Puas puasin kaak..... Entod yang kenceng... Ah ah ah ah... "

"PLOK PLOK PLOK PLOK"

aku genjot terus dengan tenaga penuh. Rasanya selangkanganku tak mau kenikmatan ini berakhir. Sesekali rara ikut bergoyang mengimbangi goyanganku.

"Kak... "

"Iya"

"Sejam dientod begini rara bisa pingsan kak" jawabnya

"Kok bisa?"

"Kakak nggak kira-kira ngentotnya... Beneran ngumbar... Birahi... Ini sih"

"Kan... Emang... Lagi... Ngumbar... Birahi... Ra"

"Pentilku pentilku pentilku"

"PLOK PLOK PLOK PLOK"

"Iya tariikkk... KONTOL JAHAT... RARA MUNCRAAAAATTT"

"Seerrrr"

"AAAAAHHHHH"

"Seeerrrr"

lagi lagi rara mendapatkan orgasmenya. Hanya sepuluh menit, dan hanya satu gaya. Ya sudahlah, aku malah senang. Ada rasa bangga tersendiri bisa membuat lawan mainku orgasme lebih dari satu kali. Aku benamkan penisku sedalam-dalamnya. Dan kubiarkan rara menikmati orgasme ke duanya. Kulepas pelan-pelan penisku saat getaran tubuh rara mulai mereda. Lumayan capek juga dua ronde menggenjot selsngkangan si driver muda nan semok ini. Aku rebahan di tengah-tengah kasur. Kulihat rara masih memejamkan matanya. Aku tersenyum sendiri. Lebih cantik kalau sedang menikmati orgasme begini. Polos, tanpa sehelai benang pun. Sekilas bayangan ayu melintas di pikiranku. Ah, mengapa dia muncul?

"Kak" sebuah suara membuyarkan anganku.

"Ya"

"Kok ngeliatin rara sambil bengong gitu? Inget mantan ya?" Godanya.

"Hahaha, mantan. Enggak. Kepikiran aja gimana kalo rara jadi istriku"

"Dih, halu... Baru kenal juga. Hahaha"

"Namanya juga selintas lewat di pikiran, ra"

"Hahahaha... Makasih ya kak. Rara jadi tersanjung nih"

"Yee... Malah tersanjung. Sinetron kali"

"Hahaha... Kakak kuat banget sih. Sepuluh menit belum crot juga. Kalo rara jari istri kak aldi, alamat pingsan tiap malam"

"Hahaha... Ya masa sampe pingsan"

"Ya abisnya, seumur-umur belum pernah ngompol sampe empat kali kak, baru ini. Dapet sekali juga untung"

"Duh, jangan gitu ah, ngomongnya"

"Ngomong-ngomong, butuh berapa ronde lagi kak?"

"Emang kenapa?"

"Lemes kak... Kan rara harus nyetir. Lagian udah siang. Nggak takut telat?" Jawabnya. Benar juga sih.

"Ya udah, beberes yuk" ajakku.

"Ih, kan kakak belum keluar" tolaknya

"Ya nggak papa"

"Ya nggak gitu lah kak, kan kakak kasih uang ke rara buat muasin kakak. Kalo kakak nggak puas, berarti rara gagal. Besok-besok rara nggak diorder lagi deh online nya"

"Hahaha... Kejauhan mikirnya"

"Udah, gini aja kak. Rara beneran harus kasih bonus deh biar cepet muncrat ini kontol"

"Apa tuh?" Tanyaku penasaran. Dia tidak menjawab, tapi malah nungging.

"Ini kak. Doyan nggak?" Tanyanya.

"Wow. Serius?" Tanyaku tak percaya. Dia menggunakan telunjuk kanannya untuk menunjuk bonus yang dia maksud. Ya, anus alias anal.

"Kakak suka anal nggak?"

"Ya siapa yang nggak suka ra? Tapi beneran?"

"Cuman ini yang aku punya kak"

"Sakit lho ra"

"Tenang, rara udah pernah kok. Diambil nggak nih bonusnya?"

"Ya pastinya dong" jawabku. Aku langsung bangkit dari rebahanku. Aku bersimpuh di belakang rara.

"Cuh" aku ludahi bibir anusnya.

"Ahh"

rara mendesah saat jariku menyentuh kerutannya. Aku ratakan air liurku agar licin. Beberapa kali aku putar - putarkan jariku di sana. Bokong rara bergoyang ke kanan dan ke kiri.

"Ra" panggilku

"Ya... AAAHHHH... KAAKK"

aku langsung menusukkan penisku. Sumpah, jauh lebih ketat dsripada vaginanya. Bakalan ketagihan kayaknya sama anus dia. Seperti biasa, aku diamkan dulu agar otot-otot anusnya terbiasa dengan benda asing di dalamnya.

"AAAAHHH.... MMMHHH"

dia melenguh lagi. Ludahku cukup membantu melancarkan penetrasiku. Setengah penisku amblas di dalam anusnya. Bagi yang pernah merasakan anal, pasti tahu bagaimana rasanya. Manis asem asin, rame rasanya.

"KAAAAAKKKK"

amblas sudah penisku. Semuanya tertanam dengan nikmat di lubang yang sangat rapat. Kontraksi ototnya terasa membetot di sapanjang batang pusakaku. Seperti mantanku kalau lagi gemes aku godain, dia suka membetot penisku. Hanya ini jauh lebih nikmat.

"Ra" panggilku setelah beberapa saat.

"Emm?" Responnya.

"Aku genjot ya. Udah di pangkal nih. Bool rara ngebetot banget"

"Haha... Iya kak. Puas-puasin deh. Rara siap" jawabnya.

"Aaahhh.... Sssttt"

rasanya luar biasa. Aku sampai harus menahan diri saking nikmatnya. Kalau tidak, bisa jebol sebelum genjot.

"Ah.... Ah..... Ah" rara mulai melenguh. Tangannya dia selipkan ke bawah mengucek vaginanya.

"Ah ah ah ah ah ah ah"

aku mempercepat genjotanku. Rasa nikmat ini seperti mengumpul menjadi satum dan perlahan bergerak dari pangkal menuju ujungnya. Tak lagi aku peduli dengan rasa yang diterima rara. Aku hanya peduli dengan kenikmatanku sendiri.

"Oh oh oh oh... Gila gila gila... Jangan diempot gitu ra... " Komentarku.

"Plok plok plok plok"

"Rara rara rara... Malah diempot... Oh... Aduh... "

"PLAK" aku tampar bokong semoknya

"AAAHH" dia memekik manja.

"Dasar bandel, dibilang jangan diempot malah diempot"

"Biarin. Biar cepet muncrat"

"Apa?"

"Biar cepet muncrat... Hehehe... Pejuhin rara kak... Pejuhin rara"

"Pejuhin dimananya ra?"

"Di anus aja kak, biar kakak muncak enaknya"

"Iya iya iya... Oh oh oh"

"Nih kak aku kasih"

"Gilaaaa..... Kencengin lagi empotannya raa"

"Nih kak"

"NYUUUT"

"JEMBUUUUUUTTTTTT"

"CROOOOTTTT"

"LONTHEEEEE.... "

"CROOOTTT"

"Ra... Jembut, kamu raaa... Ooohhhh"

jebol sudah pertahananku kali ini. Sungguh luar biasa, orgasme dengan jepitan otot-otot anus, yang mungkin sudah pada tahu fungsi utamanya buat apa. Otot yang begitu kuat, menjepit, meremas dengan tenaga penuh di sekujur penis. Spermaku saja rasanya lama baru sampai ujung. Membuat orgasme kali ini terasa beberapa mili detik lebih lama dari biasaya.

"PLOP"

"AWWW"

"BRUUKK"

Cukup untuk membuatku ambruk lemas tak berdaya. Hanya bisa tersenyum saat mataku beradu pandang dengan rara. Dia hanya tertawa melihatku tergeletak. Ada rasa bangga terpancar dari wajahnya. Tak henti hentinya dia tersenyum. Sudah tepar begini masih diberikan bonus tambahan. Penisku dia kulum sampai kinclong. Tak ada lagi bekas spermaku. Bahkan sperma yang berceceran di kasur, dia seka dengan jari, lalu dia lahap sampai habis. Tak peduli kalau sperma itu keluar dari lubang pantatnya. Terakhir, rara berbaring di depanku. Mengelus kepalaku seolah-olah aku adalah pacarnya. Beberapa kali dia mendaratkan ciuman di bibir dan keningku. Dan pandanganku meredup, meredup, meredup, dan gelap.

"Eh, kak, udah bangun" sebuah suara menyambutku. Entah berapa lama aku tertidur.

"Udah mandi ra?" Tanyaku seraya bangun.

"Udah kak. Tinggal empat puluh lima menit lagi lho"

"Oh ya?" Responku agak terkejut. Benar, memang kurang empat puluh lima menit. Segera saja aku mandi. Hanya butuh beberapa menit saja.

"Cek out nih?" Tanya rara memastikan.

"Iya. Yuk" ajakku.

"Oke"

aku dan rara pun berjalan meninggalkan kamar. Tak perlu waktu lama untuk check in, dan pergi melanjutkan perjalanan.

"Ini ra, buat kamu" kataku. Rara yang sedang menyertir menoleh padaku.

"Buat apa kak?" Tanyanya bingung

"Kan tadi aku bilang mau kasih lagi" jawabku.

"Oh, nggak usah kak. Rara seneng kok bisa enak-enak sama kakak. Apalagi, rara dibikin enak empat kali"

"Jadi ini?"

"Simpan aja kak. Udah cukup yang segepok tadi" tolaknya.

"Oke, makasih ya"

"Nanti rara langsung pamit aja ya kak. Atau, kakak ada perlu lagi sama rara?"

"Ketagihan aku ra" jawabku iseng.

"Ha?"

"Hahaha... Bercanda. Iya nggak papa. Aku bawa mobil om ini"

"Oke"

Aku masih sempat meremas payudara rara. Dia hanya tertawa dengan tingkahku. Malah aku ditawari selangkangannya. Ya tidak aku sia-siakan. Aku elus vagina tembem itu. Terimakasih atas kenikmatan yang kamu berikan. Sampai di depan bandara tanganku masih bermain di sana. Dan aku tahu, ini saatnya berpisah.

"Hati - hati kak aldi"

"Kamu juga rara"

"Daaa"

Sejenak kuperhatikan laju mobilnya, sampai hilang dari pandangan. Setelah itu, Aku langsung balik kanan, mencari lokasi om iwan. Tidak di bandara memang, masih di luarnya. Dan benar, tak jauh dari posisiku, terlihat barisan mobil-mobil sport eropa. Ke sanalah aku menuju.

"Buat kalian yang tertarik dengan video kali ini, tahu kan apa yang harus dilakukan. Berbagi itu indah gaess, dan nggak bikin miskin. Apresiasi kalian, semangat buat aku. Mighty dragon, out"
 
Terakhir diubah:
Puas membaca cerita nih..hehe
Moga dpt driver gini juga :adek:
 
Gilaaaa.... keren bet ceritanya Suhu!

Kayaknya bakal ada lgi ya?
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd