Vina ....Sex After Sport
Suatu hari libur pagi-pagi Ibu Vina sudah menelponku, menyuruhku datang ke rumahnya. Aku menurut saja karena kupikir ia pasti disuruh Pak Ivan untuk memanggilku. Sampai di sana ternyata Pak Ivan kemarin sore berangkat ke Jakarta mengantarkan anaknya yang bungsu untuk mendaftar ke sebuah sekolah di Jakarta. Ibu Vina mengenakan celana pendek biru di atas lutut dengan kaus putih yang panjang dan longgar menutupi celana pendeknya sehingga sepertinya ia tidak mengenakan apa-apa di bagian bawah tubuhnya. BH hitam membayang di balik kausnya. Aku sempat heran dan berpikir tidak biasanya ia mengenakan pakaian dalam berwarna gelap. Pahanya yang terlihat gempal, kencang dan mulus membuat gairahku mulai meninggi.
Ibu Vina mengajakku mengobrol di teras dimana Pak Ivan dan kami biasa berbincang. Aku mengenakan kemeja dan celana panjang. Keadaan teras rumahnya agak terlindung dari pandangan orang yang lewat, karena tertutup tanaman hias merambat yang tumbuh lebat sampai ke atap teras. Secara tidak sengaja ia mengatakan bahwa Pak Ivan seorang duda dua anak ketika menikahinya. Aku kemudian berpikir pantas saja wajah kedua anaknya yang besar tidak mirip dengannya. Hanya wajah anaknya yang bungsu yang memang terlihat mirip dengannya. Ia merasa kesepian dengan kepergian anaknya ke Jakarta.
Setelah ngobrol kesana kemari Ibu Vina akhirnya mengajakku main tenis meja. Kami bersama-sama memasang meja tenis di garasi setelah mengeluarkan mobilnya. Karena tidak menyangka akan diajak untuk berolahraga, maka ketika bermain tenis meja aku tetap mengenakan kemeja. Ibu Vina memang hobby olahraga. Di ruangan lainnya kulihat beberapa perlengkapan fitness. Ibu Vina sangat bersemangat bermain tenis meja dan ia memang menguasai beberapa cabang olahraga, terutama yang menggunakan bola, sementara aku hanya sekedar bisa. Akhirnya aku kalah 3-0 dalam permainan itu. Bukannya aku mengalah tetapi meskipun sudah mengerahkan seluruh kemampuanku aku tidak bisa mengalahkannya.
Peluh bercucuran dari tubuh kami. Kubuka kancing kemejaku sehingga terlihat bulu dadaku. Beberapa kali matanya tertangkap melirik ke arah dadaku. Aku mencari koran bekas untuk mengipasi tubuhku agar keringat lebih cepat kering. Melihat hal itu ia mengulurkan selembar handuk kecil kepadaku. Ibu Vina kembali duduk di teras sambil mengipasi lehernya dengan telapak tangannya. Kausnya yang basah dengan keringat menempel di tubuhnya dan mencetak bentuk dadanya yang membusung kencang.
Aku meminta ijin untuk menggunakan kamar mandi di ruang tengah.
"Kalau mau mandi ada handuk bersih di dalam kamar mandi," katanya. Tadinya aku hanya ingin mencuci muka, membasahi tubuh bagian atas dan ketiakku saja. Tetapi akhirnya aku mandi. Setelah mandi, aku merasa lebih segar.
Ketika keluar dari kamar mandi Ibu Vina duduk di sofa sambil menonton TV. Kaki kanannya ditumpangkan ke kaki kirinya sehingga semakin memperlihatkan pahanya yang putih mulus dan kencang. Aku duduk di sebelahnya. Ia mempermainkan remote, mencari acara yang bagus, tetapi kelihatannya tidak ada acara yang cocok di hatinya. Ketika aku akan meraih sebuah majalah di atas meja kecil iapun juga bergerak akan mengambil majalah tersebut. Tangannya justru menangkap pergelangan tanganku. Ia memandangku sambil tersipu, pipinya yang merona semakin membuatnya tampak cantik. Aku memandangnya dan kami saling menatap. Ia tidak melepaskan pegangan pada tanganku malahan justru mengusap bulu-bulu tanganku yang tumbuh jarang. Aku mencoba menarik tanganku tetapi ditahannya. Aku mulai terangsang dengan sikapnya sambil mencoba mengetahui keinginannya. Kupegang jarinya dan kuremas, ia membalasnya dengan lembut. Akhirnya aku memberanikan diri, tanganku melingkar di bahunya dan kurengkuh dia dalam pelukanku. Wajahnya menempel di dadaku yang terbuka di bagian atasnya. Pipinya yang halus bergesekan dengan bulu dadaku. Aku menikmatinya dan kubiarkan saja, Ibu Vina kelihatannya juga tidak berusaha melepaskan pelukannya, justru tangannya malah melingkar di pinggangku.
Ibu Vina mengangkat mukanya memandang ke mukaku. Tinggi badannya tidak berbeda jauh dengan tinggi badanku, paling hanya selisih lima senti saja. Tangannya terasa kencang mengunci pinggangku semakin erat. Perlahan-lahan ia mendekatkan mukanya ke mukaku, semakin lama semakin dekat dan akhirnya bibirnya terbuka di depan mukaku. Aku memalingkan mukaku. Nafasnya kurasakan hangat menyapu pipiku.
Akhirnya bibirnya yang terbuka tadi sampai ke pipiku. Ia mengecup pipiku sekejap. Aku terkejut dan kembali memutar wajahku sehingga berhadapan dengannya. Dengan cepat bibirnya kemudian menyambar bibirku. Aku yang masih belum sadar sepenuhnya atas keadaan ini menjadi gelagapan.
"Mmmppffh....Bu...."
Aku tidak segera membalas ciumannya, Ibu Vina melepaskan ciuman pada bibirku. Ia memandangku dan mengangguk kecil.
Aku terdiam, perlahan tangannya memegang tanganku dan kemudian meremasnya lembut. Dadaku bergetar dengan kepala tertunduk ditambah perasaan dan pikiran yang berkecamuk bercampur aduk menjadi satu. Wangi lembut terhembus halus menerpa, ketika wajahnya mendekat ke mukaku dan sekali lagi dikecupnya pipiku tipis, lembut sekali, nafas hangat berhembus halus ke pipi seiring dengan lepasnya kecupan.
Kuberanikan untuk mengangkat wajahku dan menatap ke arahnya, ia tersenyum hangat dan menggerakkan perlahan wajahnya ke arahku, mendekat, semakin dekat hingga terasa nafasnya berhembus hangat, matanya menatap lembut dan bibirnya merekah merah dan basah, membuat jantungku seperti terhenti dan nafasku memburu membuat seluruh tubuhku menjadi lumpuh, tangannya dilingkarkan di pundakku dan kamipun bertatapan sangat dekat. Bau keringat di tubuhnya justru membuat gairahku semakin menggelegak. Matanya menatap sayu tak berkedip dan bibir yang ranum itu bergerak mendekat menyentuh lembut bibirku, terasa hangat dan basah, indah sekali. Tangannya menarikku berdiri. Perlahan lidahnya menjelajah bibir dan mulutku, mengulum dan menghisap, mencari lidahku. Aku mulai menggerakkan lidahku menyambut lidahnya bermain, saling melilit dan berpagutan. Kurasakan kehangatan gairah dari bibirnya yang menyedot bibirku dengan ganas.
Ia memiringkan kepala agar lebih leluasa memainkan mulutnya dan kulahap bibir yang indah ini. Mula-mula bibirnya terasa keras dan kaku, namun kemudian berangsur menjadi lembut dan lemas. Mata yang sipit itu terpejam disertai tangan yang membelai kepalaku, mengusap rambut dan bergeser perlahan ke arah punggung dan ke pinggulku, mengelus dan meremas lembut. Ibu Vina menggerakan badannya dan perlahan tangannya menggeser ke arah kemaluanku. Antara terkejut dan rasa nikmat bercampur menjadi satu jadi kubiarkan saja. Ibu Vina semakin berani, dia mulai membuka kancing celanaku dan memasukan tangannya ke balik celana dalamku.
Tangan yang halus itu mulai meremas penisku yang telah mulai membesar dan mengeras, terasa tangannya yang hangat mengelus pelan, menggeser dan meremas gemas biji pelir yang terselip di antara selangkanganku, nafasku semakin memburu tajam, menghembus bagian pipinya yang memerah. Tangan yang satunya meraih tanganku yang hanya merangkul di lehernya. Saat itu aku memang sengaja berlaku pasif karena menunggu inisiatifnya terlebuh dahulu. Tangan itu membimbing tanganku perlahan ke payudaranya yang tertutup kaus yang masih basah oleh keringat. Kunikmati rasa empuk dari balik kaus tipis itu. Tanganku meremas payudara Ibu Vina yang besar dan padat berisi dengan perlahan. Putingnya mulai terasa menonjol di balik BHnya. Kuremas bongkahan payudaranya dari luar kausnya, kemudian kujepit putingnya dengan ujung telunjuk dan ibu jari dan mulai kupilin lembut Ibu Vina menggelinjang kegelian, sesekali desahannya terdengar lembut.
Sejenak pelukannnya dilepaskan dari leherku dan badannya dicondongkan perlahan ke badanku membuat kami terdorong terduduk di sofa tanpa melepaskan ciuman. Badannya dalam pangkuanku dengan posisi miring dan tangan kanannya yang mulus mulai dilingkarkan kembali di leherku. Tangannya menyusup di balik kemejaku dan mulai mengusap dadaku. Telapak tangannya digeserkan ke atas sambil menarik bulu dadaku dengan lembut dan ujung jari telunjuknya meraih puting dadaku, memainkannya dan memutar-mutar puting dengan sentuhan lembut jarinya.
"Aakh..", aku mengerang kegelian dan mendesah tanpa sadar, "Oohh..".
Muka Ibu Vina semakin merona merah ketika merasakan nafas birahi yang memburu pada diriku, dia melepas ciumannya dan mengangkat sedikit kepalanya dengan muka yang memerah penuh gairah dihiasi senyum tipis dari bibir yang indah merekah menatap sendu mataku, tangannya ditarik keluar dari dalam baju dan melepas kancing yang tersisa kemudian membukanya. Tanganku kugerakkan untuk membantu usahanya ke atas, dengan cepat kemejaku terlepas. Ibu Vina meraihnya dan melemparkan ke lantai, matanya menatap lekat ke dadaku, terlihat berbinar melihat lekuk-lekuk bidang tubuhku yang dihiasi dengan bulu dada. Ia menggeserkan kepalanya ke dadaku dan bibirnya yang basah mengecup lembut puting yang mengeras karena rabaan ujung jarinya. Ia mengulumnya dan lalu lidahnya dimainkan memutar pinggiran puting, gigi depan yang putih rata menggigit-gigit perlahan dan menghisapnya.
Nafasku tertahan lemah disertai badan yang menekuk menahan geli, "Aakhh..".
Tangan Ibu Vina dengan lincah kembali menjarah celana dalamku dan meraih penisku yang sedang membesar, memanjang, mengeras dan siap untuk memuaskannya. Mulai timbul keinginan yang mendorong diriku untuk lebih aktif, aku mulai menggeser pelukanku dan turun sedikit kepundaknya, meraih sisi bawah kausnya, menyingkapkan sedikit demi sedikit ke atas sehingga payudaranya yang masih tertutup BH hitam kini tepat di depan mukaku. Tanganku mulai meraba merambah dari punggung ke pinggang yang licin mulus dengan elusan perlahan. Kuusap tangannya yang sedang menggerayangi celana-dalamku, menyela diantaranya dan kuusap perlahan payudaranya dari luar BH-nya. Kuremas lembut, dengan putingnya kujepit disela jari telunjuk dan tengah, sesekali kedua jari itu kuapitkan perlahan, ditarik sedikit kearah luar dan ketiga jari lainnya memijit-mijit buah dada dengan lembut.
"Hhmm.. aahh.. aeehhmm..".
Ibu Vina mengaduh dan mendesah lirih, sambil sesekali lidahnya dijulurkan berputar-putar ke ujung putingku yang basah karena jilatannya. Pijatan tanganku semakin menjadi. Kemudian ku pegang puting yang menegang panjang dengan kedua jariku dan memutar memelintir kearah berlawanan berulang-ulang.
"Aahh.. aakhh.. eehhmm..", desah Ibu Vina kembali terdengar dengan mata sedikit tertutup penuh kenikmatan, terasa nafasnya mulai memburu teratur berhembus hangat ke dada.
Ia melepaskan diri dari pelukanku dan menarik tanganku. Dalam posisi berdiri kulepaskan kausnya. Tangannya bergerak ke punggungnya. Aku tahu ia akan membuka pengait BH-nya. Kutahan tangannya.
"Biar saja Bu. Biar aku nanti yang membukanya,' bisikku sambil mengulum telinganya. Ketika ia mendongakkan kepalanya, kutarik rambutnya ke belakang dan lehernya yang putih dan jenjang kukecup dan kujilati dan kugelitik dengan lidahku berkali-kali.
Ia sedikit merenggangkan badannya dari badanku. Tubuhnya digeser sedikit menjauh dari tubuhku, tangannya menarik ritsluiting celanaku yang kancingnya sudah terbuka dari tadi, jari-jarinya dengan lincah menjepit pangkal atas celana dan menurunkan sampai ke lutut, aku membantu dengan menggerak-gerakkan kedua kakiku secara berlawanan, celana panjangku dengan cepat merosot dan terlepas terhempas ke lantai. Kini kami tinggal mengenalan pakaian dalam saja. BH dan celana dalamnya berwarna hitam berpadu dengan kulitnya yang putih mulus. BH-nya seakan-akan tidak cukup memuat buah dadanya sehingga dapat kulihat lingkaran kemerahan di sekitar putingnya. Celananya dari bahan sutra transparan sehingga padang rumput hitam dan lembah di bawah perutnya terihat membayang.
Tangan yang lentik itu mengelus lembut bagian luar celana dalamku dan penisku yang mengeras tersembul dari dalamnya, berdenyut merontak seakan hendak meledak. Jari tangannya menarik turun bagian depan celana dalamku. Penisku tersembul keluar, berdiri, sedikit memiring ke arah perut. Kepala penisku yang besar licin mengkilap bak jamur yang hendak mekar. Nafasku memburu ketika tangannya masuk ke balik celana dalamku, meraih penisku, menggenggamnya dan memijit perlahan. Tangannya digesekkan cepat berulang-ulang membuat permukaan kulit telapak tangannya bergesekan dengan kepala penis, aku melenguh kaget, terasa ngilu dan geli bercampur, sambil bereaksi cepat menahan gerakannya dan membiarkan tangannya mengelus lembut bagian kepala penis. Jari-jemarinya lincah mengapit leher penis dan memijit cepat seperti bergetar.
"Akhh.. aduuh.. Bu... enaakhh..".
Penisku berdenyut keras seiring pijatan lembut jari-jemarinya. Aku melenguh mengaduh, mendesah keenakan tanpa memperdulikan apa-apa lagi. Tanganku meraih pinggulnya, sesekali kuusap lembut pinggul indah itu. Tangannya mengelus terbalik sehingga ujung kukunya menyentuh permukaan batang penisku, menimbulkan rasa geli dan nikmat seperti digaruk lembut. Tangannya terus mengelus perlahan dari leher penis hingga pangkal penis dan memutar-mutar biji penis, meremas-remas, dan kembali mengeluskan kuku jemarinya bergerak perlahan ke arah kepala penis. Mulutnya menyusuri bibir, leher dan dadaku. Lidahnya menjilati bulu dada dan putingku berkali-kali. Aku hanya bisa mendesah menahan kenikmatan yang timbul.
Aku menggelinjang untuk kesekian kalinya penuh kenikmatan. Sepertinya Ibu Vina ahli sekali dalam hal yang satu ini. Jemari itu kemudian menggenggam dan meremas penisku, jemari teratasnya mengapit leher penis menjepit lembut dan digetarkan, tangannya dinaik-turunkan pelan-berulang, terasa penisku berdenyut semakin hebat, jantungku berpacu cepat memompa keras ke kepala, muka memerah, otot-otot di dahi meregang merangsang syaraf sehingga menimbulkan kenikmatan yang luar biasa indahnya. Ia melepaskan kembali remasannya dan menutupkan celana dalamku. Meskipun demikian kepala penisku tidak dapat tersimpan sempurna sehingga masih kelihatan tersembul keluar dari celana dalam.
Ia tidak sabar lagi.
"Ayo kita ke kamar saja........!" bisiknya.
Sambil tetap berpelukan kami begeser perlahan ke arah kamar depan. Kulepas pelukanku dan bergerak berputar ke belakangnya. Dari belakang kembali kupeluk tubuhnya. Tanganku yang mendekap dadanya dipegangnya erat. Badan dan payudaranya sungguh amat keras. Kucium harum rambut wanita ini. Kugigit tengkuknya, hingga badannya meronta pelan. Aku sudah yakin kini Ibu Vina sudah takluk dalam cengkeraman gairahku.
Badannya semakin menghangat. Bibir dan hidungku makin lincah menelusuri tengkuk dan lehernya. Ibu Vina makin menggelinjang apalagi waktu tanganku meremas buah dadanya yang masih tertutup BHnya dari belakang. Kuletakkan mukaku dibahunya dan kusapukan napasku di telinganya. Ibu Vina menjerit kecil menahan geli tapi kemudian mendesah. Ia mempererat pegangan tangannya di tanganku.
Aku memeluknya dari belakang sambil berjalan ke arah kamar depan. Tangannya bergerak ke belakang dan meremas isi celanaku yang semakin terasa memberontak. Setelah masuk ke dalam kamar dilepaskannya tanganku, ia menarikku dan kembali memelukku berhadapan. Kulihat sebuah ranjang yang besar telah menanti kami.
Tanpa menutup pintu kamar, Ibu Vina mendorongku ke ranjang besar tersebut. Dengan berpelukan kami berdua langsung terbaring di atas ranjang.
"Puaskan aku......," rintih Ibu Vina sambil memejamkan matanya.
Rintihannya terhenti waktu bibirku memagut bibirnya yang merekah. Lidahku menerobos ke mulutnya dan menggelitik lidahnya. Ibu Vina menggeliat dan membalas ciumanku dengan meliukkan lidahnya yang langsung kuisap. Tanganku kembali menari di atas permukaan BH-nya. Kuremas dadanya, kurasakan puting payudaranya sangat keras. Jariku terus menjalar mulai dari dada, perut terus ke bawah hingga pangkal pahanya. Ibu Vina makin menggeliat kegelian. Lidahku sudah beraksi di lubang telinganya dan gigiku menggigit daun telinganya.
Aku menurunkan kepalaku ke arah perut dan mulai mencium serta menggigit pinggulnya. Ia mendongakkan kepalanya dan berdesis lirih. Selama kami bercumbu dari mulutnya hanya keluar desisan dan desah tertahan sambil sesekali gigi atasnya menggigit bibir bawahnya.
Aku berlutut dan meneruskan aksi tanganku ke betisnya, sementara bibirku masih bergerilya di sekitar lutut dan pahanya. Ia merentangkan kedua kakinya dan bergetar meliuk-liuk. Kucium paha bagian dalamnya dan kugigit kecil. Ia makin meliukkan badannya, namun suaranya tidak terdengar. Hanya napasnya yang semakin memburu.
Pada saat ia sedang menggeliat, kuhentikan ciuman di lutut dan pahanya. Aku menindih tubuhnya. Kuusap pantat dan pinggulnya. Kembali ia berdesis pelan. Tubuhnya memang padat dan kencang. Lekukan pinggangnya indah, dan pangkal buah dadanya yang putih nampak bulat segar dengan areal di sekitar puting berwarna coklat kemerahan.
Dengan cepat langsung kusapukan bibirku ke lehernya dan kutarik pelan-pelan ke bawah sambil menciumi dan menjilati leher mulusnya. Ibu Vina semakin merapatkan tubuhnya ke dadaku, sehingga dadanya yang padat menekan keras dadaku. Bau tubuhnya dengan sedikit aroma parfum yang lembut makin menambah nafsuku.
Ia mengusap dadaku yang bidang dengan bulu dada yang lebat dan kemudian putingku dimainkan dengan jarinya. Kucium bibirnya, ia membalas dengan lembut. Lumatanku mulai berubah menjadi lumatan ganas. Ia melepaskan ciumanku.
Ia menatap mataku dan berbisik, "Aku mau kita lakukan dengan perlahan saja To.... Kita masih punya banyak waktu. Aku mau bermain dengan lembut!".
"Eehhhhngng, ....." Ia mendesah ketika kujilati lehernya. Kulihat ia melirik bayangan kami di cermin dinding yang besar.
Ibu Vina bergerak ke samping mendorongku dan kemudian menindih tubuhku. Tanganku bergerak ke punggungnya membuka pengait BHnya. Kususuri bahunya dan kulepas tali BHnya dengan perlahan bergantian. Kini dadanya terbuka polos di hadapanku. Buah dadanya besar dan kencang menggantung di atasku. Putingnya berwarna coklat kemerahan dan sangat keras. Digesek-gesekkannya putingnya ke bulu dadaku.
Ibu Vina mendorong lidahnya jauh ke dalam rongga mulutku kemudian memainkan lidahku dengan menggelitik dan memilinnya. Aku hanya sekedar mengimbangi. Kubiarkan saja Ibu Vina yang mengatur irama permainan. Sesekali gantian lidahku yang mendorong lidahnya dan kedua tangan kananku memilin kedua puting serta meremas payudaranya.
Ibu Vina menggerakkan tubuhnya ke bagian atas tubuhku sehingga payudaranya tepat berada di depan mukaku. Segera kulumat payudaranya dengan mulutku. Putingnya kuisap pelan dan kujilati.
"Aaachhhh, Anto .... terus..Anto ...teruskan".
Ia masih saja mendesah dengan volume suara kecil dan terkendali.
Penisku semakin mengeras. Kusedot payudaranya sehingga sebagian masuk ke dalam mulutku kuhisap lembut, putingnya kujilat dan kumainkan dengan lidahku. Dadanya mulai merona merah bergerak kembang kempis dengan cepat, detak jantungnya juga meningkat, pertanda nafsunya mulai naik. Napasnya berat dan terputus-putus.
Tangannya menyusup di balik celana dalamku, kemudian mengelus, meremas dan mengocoknya dengan lembut. Pantatku kunaikkan dan dengan sekali tarikan, maka celana dalamku sudah terlepas. Kini aku sudah dalam keadaan polos tanpa selembar benang.
Bibirnya mengarah ke leherku, mengecup, menjilatinya kemudian menggigit daun telingaku. Napasnya dihembuskannya ke dalam lubang telingaku. Kini dia mulai menjilati putingku dan tangannya mengusap bulu dadaku sampai ke pinggangku. Aku semakin terangsang. Kugigit bibir bawahku untuk menahan rasa nikmat ini. Kupeluk pinggangnya erat-erat.
Tangannya kemudian bergerak membuka celana dalamnya sendiri dan melemparkannya begitu saja ke lantai. Tangan kiriku ditariknya dan dibawa ke celah antara dua pahanya. Kulihat ke bawah rambut kemaluannya, sebenarnya lebat tetapi dipotong rapi. Sementara ibu jariku mengusap dan membuka bibir vaginanya, maka jari tengahku masuk sekitar satu ruas ke dalam lubang guanya. Kuusap dan kutekan bagian depan dinding vaginanya dan jariku sudah menemukan sebuah tonjolan daging seperti kacang.
Setiap kali aku memberikan tekanan dan kemudian mengusapnya Ibu Vina mendesis
"Hssshh......... Aaaauh ......engghhk"
Ia melepaskan tanganku dari selangkangannya. Mulutnya bergerak ke bawah, menyusuri dada dan perutku. Tangannya masih mempermainkan penisku, bibirnya terus bergerak menyusuri perut dan pinggangku, semakin ke bawah. Ia memandang sebentar kepala penisku yang lebih besar dari batangnya kemudian mengusap cairan bening yang mulai keluar dari lubang penisku dengan ibu jarinya. Kepala penisku yang sudah kemerahan nampak semakin merah dan berkilat.