Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Kisah Diana

Bimabet
Syukur nubi sampai pada agan dan suhu yang mau memberi arahan pada nubi, dan smua jawaban yang nubi berikan bukanlah tindakan pembenaran atas diri nubi, itu hanyalah replik yang siapa tahu akan mendapat penjelasan yang lebih detil lagi.
Nubi sangat berharap agan dan suhu berkenan menyimak tulisan nubi, lalu memberi arahan perbaikan pada nubi.

Semua arahan suhu sangat bermanfaat buat nubi.

:ampun: :ampun:
 
Walaupun ini real n bukan fiksi harusnya ente bisa nggambarin n ushakan ktika menulis s olah2 ente yang ngalamin biar pndalam dan bhasanya bisa tersmpaikan k pembaca smuanya....
Mungkin certanya real tpi klo di bumbui dengan sdkit fiksi dan d kemas dengan baik cerita ente paste top...
Tapi ane salut buat kbranian ente bikin cerita g kaya ane...
 
Walaupun ini real n bukan fiksi harusnya ente bisa nggambarin n ushakan ktika menulis s olah2 ente yang ngalamin biar pndalam dan bhasanya bisa tersmpaikan k pembaca smuanya....
Mungkin certanya real tpi klo di bumbui dengan sdkit fiksi dan d kemas dengan baik cerita ente paste top...
Tapi ane salut buat kbranian ente bikin cerita g kaya ane...

:jempol: nubi salut sama agan... Yang kayak gini tuh yang nubi harapkan. :suhu:

Thank's atas arahannya :ampun: :ampun:
 
sticky 3 hari kedepan.. :beer:

lain kali jangan salah kamar waktu posting cerita bradaaa... :bata:

Nubi benar-benar seorang Nubitol Sejati, sampe posting cerita pun salah kamar, makasih sudah di moved ke cerbung,

Maafkan atasnya :ampun: :ampun: :ampun: :suhu: :suhu:
 
Aku membuka mataku ketika silaunya sinar matahari pagi yang menerobos masuk melalui jendela kamar yang terbuka menyoroti wajahku. Kuregangkan tubuhku, tulangku berderak seperti patah ketika tanganku ku luruskan dan kuangkat keatas. Rasa kantuk masih tersisa.
Dengan malas aku bangkit dari tempat tidur, lalu melangkah ke kamar mandi. Kubiarkan sprei, bantal dan selimut yang masih berantakan.

Dikamar mandi aku langsung membuka seluruh pakaianku dan menggantungkannya di atas gantungan yang hanya terbuat dari bilah kayu yang dipaku di balik pintu. Kuguyur tubuhku dengan air. Dingin sangat. Air Manado memang sangat dingin, bahkan hingga jam sembilan pagi pun airnya maih terasa dingin. Mungkin karena daerah ini berada di atas ketinggian, diatas bukit-bukit dengan pohon-pohon yang masih dibiarkan tumbuh.
Ah, aku bukanlah ahli fisika atau biologi atau apa saja yang tahu tentang soal pengaruh cuaca, iklim atau suhu suatu daerah, dan memang bukan keahlianku mengomentari masalah itu.
Ku guyur tubuhku dengan air, meski awalnya dingin tetapi lama kelamaan terasa nyaman juga dikulit . mungkin kulitku sudah berhasil beradaptasi dengan rangsangan dingin dari luar.
“heh ...”
Kugosok tubuhku dengan sabun, lalu membilasnya hingga bersih, dan mengakhirinya dengan guyuran air beberapa kali keseluruh tubuhku.
Sejam kemudian (kira-kira segitulah lamanya) aku keluar kamar mandi, tak ada handuk atau kain yang aku pakai mengeringkan tubuh, aku tak punya handuk atau apa saja yang bisa kupakai untuk mengeringkan tubuh. Maklumlah, aku hanya numpang tinggal di kosan temanku, teman yang aku kenal ketika aku kebingungan mau melangkahkan kaki ke mana, mau tinggal dimana dan mau minta tolong pada siapa..., akh mulai lagi aku flash back. Stop.

Kupatut-patut diriku depan cermin yang hanya berukuran kecil. Satu-satunya cermin yang ada dalam kamar ini, dan mungkin yang ada dalam kos kosan ini. Kupandangi tubuh telanjangku, mencermati semua lekuknya. Ada sedikit rasa bangga dalam hatiku dengan tubuh ini. Tanpa berkeinginan memuji diri sendiri aku sangat bersyukur diberi keindahan tubuh yang sangat lumayan bagus. Tubuh inilah yang telah membuat para lelaki itu tanpa kasihan menikmatinya.

“Tok...Tok...Tok...” terdengar ketukan di pintu kamar.
“Siapa “ tanyaku.
“Aku, Rangga...” terdengar jawaban. Aku kelabakan. Dengan panik kucari apa saja yang bisa menutupi tubuh telanjangku. Langsung ku raih selimut yang masih teronggok kusut diatas ranjang lalu kulilitkan ke tubuhku sekenanya.

“Masuklah, tak dikunci”

Kak Rangga melangkah masuk setelah membuka pintu kamar yang tak dikunci. Ditangannya nampak bungkusan dalam tas kresek.

“nih, aku bawain nasi goreng. Kamu lapar kan ?” ucapnya santai sambil meletakkan bungkusan itu diatas meja.

“udah mandi ya. Wangi banget” ucapnya. Aku tersenyum menanggapi ucapan basa-basi itu.
“Ya udah, aku keluar sebentar. Nasi gorengnya dimakan ya ?”
Aku mengangguk. Kak Rangga keluar kamar lalu menutup pintu dari luar.

Sesungguhnya ada sedikit keinginan melintas dipikiranku. Ingin rasanya aku membiarkan tubuhku telanjang di depan Kak Rangga, menikmati ekspresi nakal di wajahnya. Namun sayang dia cepat keluar dari kamar.
Ah, Kak Rangga. Pria penolongku ketika aku kebingungan hendak minta tolong pada siapa saat pertama kalinya aku menginjakkan kakiku di Kota Manado. Bukankah tak apalah jika aku memberikan sedikit “balas budi” buatnya dengan memberikan tubuhku untuk dinikmatinya ? Ah, Dia terlalu sopan padaku, tak pernah sekalipun dia berlaku tak senonoh, setiap kali aku mencoba menggodanya dengan hal-hal yang agak “nakal”, matanya selalu dialihkan ke tempat lain, tak pernah mau memandang aktivitas nakalku. Aku cukup salut dengan pria satu ini, mungkinkah dia tak pernah tertarik dengan tubuhku ? padahal setiap malam aku tidur seranjang dengannya......

Hadeh, kenapa pula aku memikirkan hal ini ?

Masih dengan berbalut selimut, aku duduk di atas ranjang. Ku tumpahkan sedikit lotion ke telapak tangan lalu membalurkannya ke kaki dan lenganku.

“Tok...Tok...Tok...” terdengar lagi ketukan di pintu kamar. Siapa lagi ini ? apa Kak Rangga lagi ?
Aku tersenyum nakal. Mungkin ini saatnya aku memberi hadiah itu...

Aku bangkit dari tempat tidur dan berdiri, kujinjitkan jari-jari kaki sejenak di lantai kamar yang kasar itu, sejenak kemudian ku berjalan ke pintu, membukanya dengan senyum tersungging dibibir. Didepan pintu Kak Rangga berdiri sambil membawa sebotol Aqua, aku tersenyun nakal dan menikmati ekspresi kaget dan malu di wajah Kak Rangga.

“Lho, kok bengong aja ? cepetan masuk..”

Kak Rangga seperti tersadar dari lamunannya, aku menarik tangannya masuk ke dalam kamar.

Dengan santai aku berdiri, tubuhku hampir tak dibalut apa-apa, kecuali selimut yang sengaja kulingkarkan dileherku saja, hingga bagian tubuhku yang lain terekspos bebas. Mata Kak Rangga memandang panik, tak disadarinya dia membuka tutup botol Aqua dan meminumnya yang kurasa semestinya itu akan diserahkannya padaku.

“Itu bukan untukku...?” tanyaku sambil tersenyum.

“Eh..iya...,” nampak Kak Rangga makin gugup “aku belikan lagi ya ?”

“Ga usah, Kak” aku menahan tangannya ketika dia hendak berbalik keluar kamar.

“Kak Rangga disini aja, aku ga ingin sendirian”

Wajah protes nampak tersirat dari raut wajahnya yang pas-pasan. Hehehe, memang pas-pasanlah, Kak Rangga bukanlah seorang pria tampan dan bertubuh atletis. Dia pria biasa yang tak punya kelebihan dalam hal face dan fisik. Namun dia memiliki banyak hal yang membuatku kagum padanya, diluar dari face dan fisik tentunya. Stop. Kembali lagi ke inti persoalan....

Rangga memandangku tak berkedip, kulirik sebentar wajahnya yang tegang. Ini pertama kali aku melakukan live show didepannya, biasanya dia langsung pergi keluar kamar ketika aku hendak ganti pakaian. Tapi kali ini, sepertinya dia ingin menikmatinya... mungkin saja.

Kak Rangga menuangkan kembali air dalam botol aqua ke dalam mulutnya, mungkin untuk menghilangkan kegugupan, hihihhihi.
Pemandangan didepan matanya yang ku hidangkan pasti sungguh sangat menggugah hasratnya. Seperti tak sanggup melihat live show didepan matanya, Kak Rangga mengalihkan pandangannya ke tempat lain, aku tersenyum senang, kulihat dari gerakan tubuhnya yang menggambarkan bahasa tubuh yang sedang terangsang berat, dia pasti membayangan tubuh bugilku yang terus merongrongnya saat dia mempertahankan ketenangannya.

Ku ambil botol Aqua ditangannya sambil mengedipkan mata, mulutnya menganga seolah-olah seribu kata yang tak sanggup keluar telah menyempitkan ruang pernafasan di paru-parunya.
Aku tersenyum, lebih tepatnya menyeringai. “Yes...!” bisikku pelan tak terdengar di telinga Rangga. Aku akan rela diperlakukan seperti apa saja kali ini olehnya, dan aku mesti dengan rela memberikan semua ini untuknya, bukan hanya sekedar balas budi, tapi juga melepaskan hasrat yang terpendam dalam hatiku, rasa berupa kebinalan yang telah ditancapkan begitu kuat oleh pria-pria yang telah menikmati tubuhku. Ya, meskipun aku seperti diperkosa oleh mereka ataupun mereka memanfaatkan kepolosanku untuk menikmati tubuhku, tapi kini rasa itu semakin membuncah berubah menjadi semacam kebutuhan akan kenikmatan seks yang selalu menuntut untuk dilampiaskan dalam diriku.
Mendadak, Rangga memelukku. Meskipun sudah menduga hal ini akan terjadi, tapi rasa terkejut melihat Rangga yang tanpa aba-aba memelukku. Dia menghujami bibirku dengan ganas disertai erangan liarnya.
Ditariknya rambutku ke belakang dengan kasar, Aku berusaha menahan teriakanku, bagaimanapun, aku menginginkan ini, dan resiko apapun harus kuterima sebagai konsekwensinya.
Aku tahu, Rangga memiliki sisi lain dalam dirinya, sejak kali pertama aku mengenalnya, aku sudah menduga hal itu. Hanya saja, apa yang aku lakukan kini atas dasar pemenuhan diri serta “balas budi” untuknya, sementara mungkin bagi dia ini adalah bagian dari sisi gelapnya. Dari iblis yang terpendam jauh di dalam dirinya. Dan kini, Iblis itu sedang merasukinya saat ini. Iblis itu sedang merubah pria yang selama ini aku kenal sopan dan gentlemen ini menjadi tak terkendali.
Aku tak peduli, aku hanya peduli pada perasaan bahwa kami membutuhkan ini. Itu saja.
Rangga mendorongku mundur sehingga tubuhku terhempas jatuh terlentang diatas ranjang. Selimut yang merupakan satu-satunya kain yang tadi menempel ditubuhku sudah jatuh sejak tadi, menyebabkan belahan vaginaku tak tertutupi lagi. Aku tak peduli, kutatap Rangga yang masih terengah-engah berdiri ditepi ranjang dengan pakaian yang masih lengkap dengan matanya menatap tak berkedip ke belahan vaginaku.
“Kau masih yakin ingin melanjutkan ini ?” tanyanya pelan mempertanyakan keyakinanku.
Aku mengangguk lemah. “Lanjutkan Kak, aku menginginkan ini...” kataku dengan nafas memburu. Yang aku butuhkan sekarang adalah Rangga bertindak lebih jauh.
Segera Rangga naik keatas ranjang, menindihku. Diturunkannya celana jeans ketat yang dipakainya dengan terburu-buru. Diangkatnya tubuhku, lalu membuka resleting celananya, kemudian dalam satu hentakan dia membenamkan penisnya yang keras di dalam liang kewanitaanku. Semua dilakukannya sangat terburu-buru, tanpa foreplay, tanpa diawali sentuhan.

“Kau menginginkan ini kan?” Rangga berkata disela-sela pompaan dan pagutan bibirnya.
Aku melenguh, “Ya, Kak.”
“Kau merasa nyaman ?”
Rangga meremas payudaraku dengan sangat kuat, memelintir puingnya, Aku meringis pelan.
“Ya.”
“Ya, apa?”
“Aku nyaman, aku menginginkannya, aku menikmatinya”
Rangga tersenyum. Gerakannya dibawah sana semakin liar. Pompaannya semakin tak teratur ritmenya, namun mulai menimbulkan rasa nikmat secara perlahan-lahan.
Awalnya Rangga hanya membenamkan saja penisnya dalam liang vaginaku, tak membuat gerakan memompa, tapi kemudian ketika dia mulai menggenjot vaginaku, gerakannya tak terkendali.
plok...plok...plok...
Suara pertemuan selangkangan kami terdengar. Aku masih saja belum sepenuhnya “on”. Mungkin karena Rangga yang langsung menghajarku tanpa foreplay.
Aku menjerit kecil, saat tangan kanan Rangga meremas lagi payudaraku. Sodokannya semakin kuat, membuat air mata terbentuk di sudut mataku. Rangga terus menggenjot vaginaku dengan penisnya yang cukup besar, seakan-akan tak ada lagi waktu buat kami untuk mengulanginya. Dalam, cepat, dan kasar....
Sesaat kemudian Rangga menegang, tubuhnya mengejang matanya terbeliak, giginya gemeretak. Beberapa detik kemudian, saat vaginaku semakin kuat mencengkeram penisnya, Rangga mengerang, pelukannya pada tubuhku menjadi ketat, dia mengigit leherku, meninggalkan bekas merah disana.
Crott...Crottt...
Semburan sperma terasa hangat memenuhi liang vaginaku. Terdengar suara “plop” saat Rangga menabut penisnya, Aku melenguh dan tersenyum.
Aku belum orgasme, dan aku tak mempermasalahkan itu. Toh aku hanya ingin memberi hadiah sebagai “balas budi” padanya.
Aku berbaring terlentang di atas ranjang dengan tubuh yang masih bugil dan cairan sperma yang masih meleleh keluar dari belahan vaginaku. Tanpa kusadar, aku menitikkan air mata dan menahan isakanku. Aku begitu puas telah memberi hadiah pada Rangga. Aku tidak peduli jika akhirnya aku hamil olehnya, aku tidak keberatan menerima sisi kasarnya. Aku menangis bukan karena sedih, melainkan karena perasaan lega, lega telah memberikan dengan ikhlas tubuhku padanya.
Ini bukan pertama kalinya aku ditiduri pria, dan selama itu pula aku tak pernah merasa selega ini. Aku seperti menyukai ini, sangat menyukainya bagaimanapun.
Aku tidak peduli dengan tanggapan dunia, aku tak peduli dengan aturan-aturan “munafik” dalam kehidupan dunia. Aku telah bersama Kak Rangga yang telah memberi semuanya padaku, perhatian, kepanikannya ketika aku pergi dari kosannya tanpa pamit,dan semuanya yang tak pernah ku rasakan dalam hidupku. Ya, semua hal yang mengharuskan aku tidak keberatan menanggung penderitaan bersamanya. Karena aku butuh apapun lagi dari kehidupan ini, kecuali perhatian dan kasih sayang seperti yang iberi oleh Kak Rangga. Cukup kalimat sederhana, AKU MEMBUTUHKAN KASIH SAYANG YANG TULUS, itu saja yang aku perlukan.
 
Mohn maaf, updatenya singkat dan mungkin feelnya kurang, tulisan ini asli tulisan Diana, nubi hanya menyalinnya ke thread ini tanpa mengubahnya sedikitpun. Maaf jika agak berantakan. :ampun:
 
Mohn maaf, updatenya singkat dan mungkin feelnya kurang, tulisan ini asli tulisan Diana, nubi hanya menyalinnya ke thread ini tanpa mengubahnya sedikitpun. Maaf jika agak berantakan. :ampun:

nah itu dia ente minta ijin dlu ama yang bersangkutan biar bisa diubah dkit2 jadi biar dapet feelnya....
cerita semnarik ini sayang klo g dikemas dengan bagus malah kurang greget....
jadi menurut saran ane minta izin dlu trus ente kembangin tuh cerita pasti :jempol:
 
nah itu dia ente minta ijin dlu ama yang bersangkutan biar bisa diubah dkit2 jadi biar dapet feelnya....
cerita semnarik ini sayang klo g dikemas dengan bagus malah kurang greget....
jadi menurut saran ane minta izin dlu trus ente kembangin tuh cerita pasti :jempol:

Thank's gan atas sarannya. Kedepan ane akan usahakan lebih baik lagi. Ane tunggu terus saran dan masukan agan.
 
:beer:
ane ucapin Selamat!
cerita ente telah di
persilahkan masuk
oleh modRed di ruang
Cerita Bersambung..​
:kk:
disinilah tempat yang cocok sebagai sarana belajar menulis, berdiskusi dan mengembangkan kwalitas karya tulisan ente..:thumbup:thumbup
Karena, lalulintas post komen, tip, saran bahkan kritik dari sang bakat menulis banyak bertebaran di sub forum ini.
Dengan semangat belajar dan berusaha
akan semakin baik karena terbiasa.
Semoga tertuangnya kisah Diana
Mampu memberi makna

:semangat::semangat:
 
Mohn maaf, updatenya singkat dan mungkin feelnya kurang, tulisan ini asli tulisan Diana, nubi hanya menyalinnya ke thread ini tanpa mengubahnya sedikitpun. Maaf jika agak berantakan. :ampun:

ubah sedikit ditambah bumbu2 biar lbh kena feel-nya gan.
aku yakin diana mengijinkan. selama tidak lari dari inti cerita asli diana.
congrat dah masuk ke cerbung
tetap semangat dampingi diana. arahkan ke hal positif dalam kehidupan ini.
maaf k terlalu banyak salah kata
 
:beer:
ane ucapin Selamat!
cerita ente telah di
persilahkan masuk
oleh modRed di ruang
Cerita Bersambung..​
:kk:
disinilah tempat yang cocok sebagai sarana belajar menulis, berdiskusi dan mengembangkan kwalitas karya tulisan ente..:thumbup:thumbup
Karena, lalulintas post komen, tip, saran bahkan kritik dari sang bakat menulis banyak bertebaran di sub forum ini.
Dengan semangat belajar dan berusaha
akan semakin baik karena terbiasa.
Semoga tertuangnya kisah Diana
Mampu memberi makna

:semangat::semangat:
M
Makasih dah mampir dan berkenan memberi arahan serta masukan terlebih supportnya. :ampun:
 
ubah sedikit ditambah bumbu2 biar lbh kena feel-nya gan.
aku yakin diana mengijinkan. selama tidak lari dari inti cerita asli diana.
congrat dah masuk ke cerbung
tetap semangat dampingi diana. arahkan ke hal positif dalam kehidupan ini.
maaf k terlalu banyak salah kata

Moga nubi akan lebih baik dengan arahan dari suhu smua :ampun:
 
Sudah berapa lama aku tinggal bareng Kak Rangga di Kos-kosan ini, aku telah lupa dan aku tak pernah menghitungnya. Sejak kejadian beberapa hari lalu, dimana aku dan Kak Rangga melakukan hubungan badan, aku dan Kak Rangga makin dekat. Setiap malam tiur sabil berpelukan, berciuman dan saling raba bahkan Kak Rangga selalu menggerayangi payudara dan selangkanganku, namun hanya sampai sebatas itu. Kami tak lagi melaukan hubungan badan.

“Kejadian kemaren itu adalah kekhilafan yang sangat besar. Aku sangat tak berprikemanusiaan telah berbuat hal itu padamu “

Begitulah ucapan yang keluar dari mulut Kak Rangga kala aku memancingnya agar berbuat lebih lagi padaku.

Rasa kagum dalam hatiku semakin besar pada Kak Rangga. Ternyata ditengah glamournya Kota Kecil seperti Manado ini, masih ada seorang pria seperti dia, meskipun dia mengakui bahwa dia bukanlah seorang pria suci yang belum menyentuh wanita.
Seandainyapun dia menginginkan persetubuhan itu diulang lagi, dilakukan terus menerus, aku pasti akan mau. Setiap malam aku pasti akan melayaninya dengan sepenuh jiwaku.

Beberapa hari lalu, aku pergi dari kos-kosan Kak Rangga. Aku berusaha mencari seorang kenalanku yang katanya tinggal di Minahasa. Om Refli namanya. Dia adalah mantan Satpam pada perusahaan tempat aku kerja dulu. Berbekal alamat yang diberi Wanona padaku, aku mencarinya, dan aku berhasil menemukan alamatnya.

Om Refli seorang pria asal Sangihe. Bertubuh tegap, tinggi dengan otot-tot yang kekar. Dia di PHK Perusahaan karena saat itu ada pengurangan tenaga kerja. Akhirnya Om Refli pulang ke kampungnya, sebulan kemudian dia diterima bekerja sebagai Sekuriti di Bank BRI Manado.

Dirumahnya yang sederhana Om Refli tinggal bersama isterinya. Mereka belum mempunyai anak. Perkawinannya yang sudah terjalin selama 6 tahun belum membuahkan hasil seorang belahan jiwa. Aku sangat disayangi Om Refli dan Tante Theresia. Mereka sudah menganggapku seperti anak kandung.

Namun kejadian beberapa hari yang lalu telah merubah segalanya. Om Refli yang kadang bila ingin bermanja aku panggil dengan “Papa Refli” telah berbuat hal yang tidak senonoh padaku.
Saat Tante Theresia tak ada di rumah karena harus ke Sangihe, Om Refli mendatangiku saat aku sedang berbaring di kamar. Aku tak menaruh prasangka yang buruk saat Om Refli membelai rambutku dan mencium keningku. Namun perasaan was-was dan takut mulai menghinggapiku saat ciuman Om Refli mulai menjalar ke leherku. Sebuah Dilema bagiku. Aku ingin marah dan meronta melepaskkan diri dari perlakuan Om Rafli, tapi aku ragu, mungknkah Om Refli akan tega mencabuliku ? Ah, biarlah. Mungkin ini hanya sekedar ciuman kasih sayang meskipun sudah menjalar hingga ke lehr.

Tapi...., ternyata dugaanku salah ! Tangan Om Refli tiba-tiba menyusup masuk dengan cepat ke balik baju yang kupakai, menyeruak cepat ke balik BH dan meremas payudaraku. Dengan segera aku menghentakkan tangan Om Refli yang kekar itu, tapi sia-sia, terlalu kuat.

“Om...Jangan...! “

“Maafkan Om, Diana. Om tak tahan. Om sudah lama tak merasakan ini...” ucap Om Refli memelas sambil menatapku

“Tapi aku bukan isteri Om. Aku Diana Om. Sadarlah... “ Aku mencoba menyadarkan Om Refli. Namun tetaplah sia-sia.

“Om tahu, Diana. Tolonglah Om. Sudah lama Om tidak dilayani oleh Tantemu. Tolonglah Diana “Om Refli memelas. Wajahnya terlihat tegang dengan mimik penuh permohonan.

“Tapi ini salah, Om...” masih ku coba menyadarkan Om Refli.

“Sekali lagi Om minta tolong, Diana. Om memohon padamu, Diana. Tolonglah Om “

“Tidak Om ! Diana tak mau ini terjai. Diana telah menganggap Om adalah orang tua Diana. Tolong jangan rusak perasaan hormat Diana pada Om” Aku mulai emosi. Ku hentakkan sekuat tenaga tangan Om Refli. Berhasil.

“Diana !, Om terpaksa harus menggunakan kekerasan agar kau mau menuruti keinginan Om. “ Om Refli nampak mulai gusar dengan segala penolakanku. Melihat perubahan sikap Om Refli aku jadi ngeri, takut luar biasa takut.
Air mata mulai mengucur dari mataku. Aku menangis ketakutan. Namun Om Refli tak peduli. Iblis telah merasukinya, segala kelembutan dan kasih sayang yang selama ini kurasakan darinya sirna sudah berganti kebrutalan.
Dengan penuh nafsu Om Refli mnindihku, melucuti seluruh pakaianku lalu mengangkangkan kakiku dan melesakkan penis besarnya ke dalam liang vaginaku.
Tak ada rasa nikmat sedikitpun yang kurasakan. Yang ada hanyalah perasaan dilecehkan, dianggap benda mati yang tak berharga dan ribuan perasaan yang dengan cepat membunuh rasa dalam hatiku, rasa yang nyaman karena ingin berlindung.

Dengusan nafas, erangan, goyangan, dan genjotan Om Refli, semua membuat aku muak dan benci sebenci-bencinya. Aku diam saja saat Om Refli menggenjotku hingga selesai dengan semprotan sperma dalam vaginaku.

Selesai melepas hasratnya, Om Refli meninggalkanku tergeletak ditepi ranjang. Aku bangkit, memakai pakaianku dan segera keluar dari rumah jahannam itu.
Aku tak ingin berlama-lama di rumah ini. Aku ingin pergi, pergi sejauh-jauhnya. Aku baru menyadari bahwa tak ada yang tulus, tak ada yang benar-benar ingin melindungiku dan menyayangiku sepenuh hatinya di dunia ini.

Dengan lesu aku melangkah tanpa tujuan. Tak kupedulikan Om Refli yang terus menahanku. Permohonan maafnya bagai gelegar petir yang malah menakutkanku. Aku tak bisa menerima maafnya yang penuh dengan kemunafikan ! Tak bisa !
Aku terus berjalan, tak menentu arah. Betapa berat beban yang ku tanggung, terlalu keras hidup ini harus ku jalani. Kedamaian..., kemana perginya ? kenapa dia selalu menjauh dariku ? airmataku terus meleleh. Terbayang wajah Bapak dan Ibu yang telah tiada. Nasib.....

Kakiku terasa berat melangkah, mataku terasa nanar memandang, otakku kosong, tak ada gunanya lagi aku hidup jika terus-terusan menanggung beban yang teramat berat kutanggung ini. Dalam kehampaan itu, aku melangkah gontai menyusuri jalanan yang mulai ramai dengan kenderaan. Aku tak peduli dengan suara klakson mobil yang berbunyi keras berturut-turut, aku tak peduli dengan makian sopir-sopir yang nyaris menabrakku....

Tiba-tiba mataku terasa gelap, seberkas cahaya putih menerpa wajahku, dan aku tak tahu lagi aku dimana dan bagaimana.....
------------------------------------------------------
------------------------------------------------------

Lambat laun kesadaranku mulai pulih. Cahaya terang mulai menyorotiku. Perlahan kubuka mataku, dan... oh..., aku sedang terbaring dalam kamar, diatas ranjang yang sepertinya tak asing lagi bagiku. Sebuah belaian lembut menerpa kulit wajahku...

“Diana.... “ sebuah suara lembut yang sangat familiar terdengar

“Kamu sudah siuman ? kamu kenapa sayang ?”

“Oh..., Kak Rangga ? “

Kak Rangga tersenyum penuh kekhawatiran. Aku menatapnya lekat-lekat. Tak tahan kurengkuh pundaknya lalu menangis sepuas-puasnya.

Kak Rangga terus memelukku, nyaman rasanya, ada keamaian disana....

“Kau membuatku panik, Diana. Kamu kemana aja. Pergi kok tak bilang-bilang...”

“Maafkan aku, Kak Rangga...”

“Ga apa-apa. Yang penting sekarang kamu selamat. Tadi aku melihat orang berkerumun, ketika aku dekati ternyata kamu...”

Kak Rangga memang sangat perhatian padaku. Mungkin untuk menjaga perasaanku atau tak ingin menguak luka yang bikin aku depresi maka Kak Rangga tak menanyakan apa penyebab aku begitu.
Aku menceritakan semua yang kualami padanya. Hanya padanya, hanya dia yang bisa kupercayai di dunia ini. Hingga kini, tak pernah dia mengkhianati kepercayaanku itu.

Aku berjanji, akan hidup bersama dia, akan menanggung beban dan derita bersama dia. Selamanya.

Semoga saja akan begitu selamanya..............

THE END
 
Demikianlah Kisah Diana ini nubi posting, semoga para suhu berkenan membacanya.

Nubi berharap keadaan Diana akan terus membaik, kepercayaan dirinya akan kembali, dan terlebih semangat hidupnya...

Kisah ini lama tak di update bukan karena sengaja. Tapi karena Diana menginginkan seperti itu dan ditulis seperti itu tanpa ditambah atau dikurangi.

Terima kasih atas segala support, simpati dan empatinya.

:ampun: :ampun: :ampun:
 
Nubi tak mengharapkan pujian dan sanjungan pada tulisan ini, juga tak berharap kekaguman, termasuk cendol, Nubi tak berharap untuk mendapatkan semua itu.
Nubi hanya ingin satu hal..., supportnya. Itu saja sudah cukup.
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Sumber tak mau lagi menceritakan kisah masa lalunya.

Mohon maaf jika tak bisa menyelesaikannya dengan sempurna

:ampun: :Peace:
 
Bimabet
aduh gimana ya gw harus bilang nih tentang cerita nih sedih,kasihan,dan iba ,walau gw ga terlalu suka ganre pemerkosaan dan kekerasan tetapi salut buat bang rangga yang buat mata gw berkaca2 ......
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd