Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Kecubung Wulung

dhul gembez

Semprot Kecil
Daftar
27 Apr 2013
Post
90
Like diterima
285
Bimabet
Selamat Pagi sedulur semproter sekalian, tepangaken (perkenalkan), Nubie, sebut ajha dhul gembez. Akan menyajikan cerita kopasan yang menurut nyubie menarik tapi kayaknya belom masuk sini. Kalo memang ada yang merasa keberatan saya nulis kopasan di sini, bisa mohon admin untuk menghapus. Untuk frekuensi update gak bisa ajeg, ane cuma kuli dan updatenya di warnet, kaya sekarang, di pinggiran kota Sleman, Mohon maaf kalo berantakan dan remuk redam.

Chapter SATU sampai ENAM di halaman ini Masbro


=================================================================

SATU

Menik menuruni tebing menuju sungai tempat para perempuan mandi. Tumi teman sebaya Menik mengikuti dari belakang. Di tangan masing - masing menenteng gayung berisi sabun, dental, sikat gigi dan sampo. Hari menjelang sore. Di atas persawahan burung - burung terbang rendah menuju tempat hinggap untuk tidur. Sekumpulan burung kuntul ramai berceloteh mencari tempat tidur di pucuk - pucuk bambu. Ratusan burung pipit kembali ke sarang. Udara gunung sejuk. Angin bertiup menerpa tubuh Menik dan melambai - lambaikan rambutnya yang tergerai. Tumi mendorong -dorong tubuh Menik agar langkahnya dipercepat. Tumi ingin segera sampai di kedung. Tumi ingin segera ikut bercanda tawa dengan perempuan - perempuan lainnya disana.
Di sungai ramai para perempuan tua muda berkecipak air kedung yang bening, bersih dan dingin. Dengan batu halus sebesar kepal para perempuan telanjang saling bergantian menggosok punggung. Mereka tidak malu - malu duduk di bebatuan pinggir kedung. Ada yang seenak kangkang. Ada yang nungging. Ada juga yang rebahan sambil menggosok - gosok dadanya dengan batu halus. Batu halus adalah alat yang biasa digunakan untuk menggosok tubuh agar dekil keringat di tubuh terlepas. Semua memiliki batu halus. Yang membuat ramai kedung adalah ketika mereka saling menggosok pungung. Mereka membuat lingkaran dan saling menggosok pungung. Di sinilah banyak terjadi canda tawa ria karena omongan mereka tentang tabiat lakinya. Ada juga yang nakal memegang - megang milik orang yang sedang digosoknya. Bahkan tidak jarang mereka saling remas payudara sambil meledakan tawa renyah. Ada juga yang nekat mengelus milik orang yang di depannya dan menyebabkan yang dielus kaget dan segera mengatupkan pahanya sambil menjerit senang.

Tumi berjalan mendahuli Menik. Sesampai di kedung langsung melepasi pakiannya dan segera terjun di kedung menyebabkan air berjibur memercik keluar kedung. "Dasar Tumi. Tuh pakaianku kena cipratan air !" Teriak perempuan setengah baya yang sedang menggosok - gosok pahanya dengan batu halus. Tumi yang dikata - katai hanya tertawa lepas dan segera membawa tubuhnya yang tanpa penutup ke tepi kedung mengambil sambun dan batu halus. Sambil berdiri tanpa malu - malu Tumi segera menyambuni tubuhnya. Tak luput dadanya dan selangkangannya digosoknya dengan sabun.
Dari berdiri Tumi kemudian jongkok dan mengambil batu halus dan menggosok tubuhnya sambil sesekali meringis ketika tepat di tengah selangkangannya tersentuh sabun. " Ayo Nik, segera nyebur ke air !" Teriak Tumi sambil terus menggosok tubuhnya. Menik tak menanggapi Tumi. Dengan kalemnya ia melepas baju atasnya. Nampak dadanya ada gunung kembar kencang, menjorok ke depan. Angin yang datang menerpa - nerpa rambutnya dan sesekali rambutnya menutup - nutup dadanya. Tanpa melepas rok bawahnya Menik masuk ke kedung dan menenggelamkan tubuhnya. Muncul lagi dan segera ke tepi kedung untuk menyambuni tubuhnya. " Nik mbok sekali - sekali kamu mandi rok bawahnya dilepas. Kayak aku dan yang lain - lain. Kenapa pa ta kok dak pernah dilepas rok bawahnya ?" Celoteh Tumi kepada teman akrabnya yang memang tak pernah melepas rok bawahnya ketika mandi. Yang dicelotehi begitu tenang saja. Tak menanggapi sedikitpun.
" Malu ya Nik ? Malu kalau dilihat rambutnya yang lebat item berintik ya ?" Goda Tumi. Menik tetap tak menghiraukan ocehan Tumi. Tangannya malah asyik mengelus - elus payudaranya dan menggosok - gosoknya dan sesekali membasahinya dengan air dan sabun. Sehingga payudaranya menjadi licin mudah digosok berputar - putar. Dengan sabun Menik membersihkan selangkangannya pula. Dan ketika Menik membuka - buka rok bawahnya yang basah menempel paha ia mencoba membelakangi Tumi. Tumi yang tahu kebiasaan Menik kembali nyelutuk : " Ih .... sama -sama perawan saja kok malu ta Nik ....Nik ... !" Tumi meluncurkan kalimatnya sambil berdiri dan memperlihatkan punyanya kepada Menik yang mebelakanginya. " Ni .... aku tidak malu punyaku kau lihat. Ni..... rambutku juga lebat kan ? Nik ...lihat ni... punyaku mlenuk kan ?" Tumi mengahkiri kalimatnya dengan tertawa menggoda Menik. Menik hanya melirik punya Tumi yang memang berambut lebat, mlenuk dan sedikit tampak belahannya. Diam - Diam Menik mengagumi lekuk - lekuk tubuh milik Tumi. Paydaranya begitu indah menempel di dadanya. Puting kecil memerah ranum. Kencang dan tegak. Tidak beda jauh dengan apa yang dipunyainya. Hanya saja milik Menik payudaranya sedikit lebih kecil. Namum Menik memiliki kelebihan di pantat. Pantat Menik lebih gempal dari pada pantat Tumi.

Tumi gadis bawel. Banyak omong. Suka mengolok - olok, tetapi hatinya lembut. Tak mudah tersinggung. Suka bergurau. Tumi perawan polos yang tidak suka menutup - nutupi perasaannya. Suka bilang suka, tidak bilang tidak. Tidak ada putih dikatakan hitam oleh Tumi. Selain itu Tumi memang gadis yang tidak suka menyembunyikan apa yang ada di pikirannya dan apa yang menempel di tubuhnya. Seperti gadis desa yang lainnya Tumi lugu, polos dan jujur. Cuma saja Tumi punya kelebihan yaitu suka ceplas - ceplos. Kalau sudah ngomong semua bisa terbeber.

Kedung berangsur sepi. Para perempuan yang selesai mandi pada meninggalkan kedung. Tinggal Menik dan Tumi yang masih berada di kedung. Matahari sudah tidak lagi nampak karena terhalang gunung. Udara semakin dingin. Suasana kedung menjadi sepi dan mulai gelap. Bergantian Menik dan Tumi saling menggosok punggung. Seperti biasanya Tumi nakal. Ketika ia sedang memperoleh giliran menggosok punggung Menik, Tumi langsung memeluk Menik dari belakang dan menempelkan dadanya kemudian menggosok - gosokkan di punggung Menik dan menggoyang - goyangkannya. Dengan begitu Tumi memperoleh rasa yang enak di payudaranya. Sebaliknya Menik yang punggungnya terasa disodok - sodok dan digosok - gosok daging kenyal, punggungnya merasakan kehangatan. Kalau sudah begitu Menik biasanya langsung tangannya mencari - cari yang ada di selangkangan Tumi. Dan Tumipun segera memasangkan selangkangannya untuk diraba tangan Menik. Ketika tangan Menik sampai, Tumi mulai meringis dan tawanya yang nyekikik tertahan - tahan karena tangan Menikpun mulai nakal. Ketika tangan Tumi mau membalas meraba punya Menik, dengan cepat Menik pasti menepis tangan Tumi. " Punyaku saja boleh kau raba, kenapa punyamu dak boleh aku penggang ta Nik ? Belum pernah lho Nik aku lihat punyamu. Mbok tak lihat sekali saja Nik !" Tumi merajuk agar Menik mau memperlihatkan punyanya. Kalau sudah begitu Menik pasti segera menyebur ke air. Seperti biasanya yang seperti ini hanya berlangsung sesaat. Kemudian kedua kembali menyeburkan diri di kedung dan menyelesaikan mandinya.

Hari masih belum siang. Menik tidak ke sawah. Keculai pekerjaan memanen kacang sudah selesai, Menik merasakan badannya sangat capai ketika kemarin seharian di sawah memanen kacang. Menik bisa bermalas - malas sebelum tugas rumah untuk menyiapkan hidangan makan siang dikerjakannya. Semua anggota keluarganya pergi ke sawah. Bapaknya, dan kakaknya. Ia mengeluarkan kertas yang terselip di tumpukan bajunya di keranjang di dekat tempat tidurnya. Dibacanya lagi surat dari Gono. Sudah berkali - kali satu -satunya surat dari Gono ini dibacanya. Tetapi Menik selalu mengulangi membacanya ketika ia kangen dengan kekasihnya yang pergi ke kota untuk bekerja. Diahkir suratnya Gono menuliskan Nik aku akan segera pulang kalau uang sudah terkumpul banyak. Aku segera akan melamarmu. Jangan tergoda oleh rayuan lelaki lain, ya ! Jangan mau kalau didekati sama Gudel ya ! Gudel itu suka sama kamu. Tetapi kamu sudah pacarku lho Nik. Sabar ya Nik ... ya .... dari kekasihmu Gono.
Dengan membaca surat itu kerinduan Menik terhadap Gono bisa sedikit terobati. Pada saat - saat tidak banyak pekerjaan, Menik sangat merindukan Gono. Gono yang sangat perhatian terhadap dirinya. Gono yang selalu membuat perasaannya gembira. Gono yang ketika mencium pipinya selalu dengan kelembutan dan mulutnya selalu berbisik : Nik .... kamu cantik banget ... "
Menik dan Gono sepasang remaja yang saling jatuh cinta. Remaja sedusun yang mula - mula tak ada hati. Tidak ada perasaan saling mencinta. Tidak ada perlakuan saling memperhatikan. Mereka bergaul biasa. Dimana mereka bertemu, hanya canda ria saja yang terjadi. Di sawah ketika Gono merumput dan Menik bekerja di sawahnya mereka hanya saling menyapa. Saling tersenyum, saling menggoda, tetapi tidak ada yang spesial di hati mereka. Sampai pada suatu malam ketika di desa ada keramaian berupa kegiatan tradisi desa. Setiap kali hasil panen berlimpah, desa mengadakan keramaian sebagai ujub ucapan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.
Malam itu desa menjadi sangat semarak. Lampu penerangan dimana - mana berbinar terang. Orang - orang berjualan aneka jajanan dan aneka barang tumpah ruah di desa. Para penjual barang dan jajanan tahu kalau orang desa lagi banyak duit. Mereka akan membelanjakannya dengan senang hati. Berbagai baju, celana, sandal dan alat - alat bertani dijajakan pada malam itu. Tontonan berupa Jatilan, dan totonan lain semacam digelar.
Gono, Menik, Tumi, Gudel, Mindi, Menur, Wuni, Ginem, Waru dan perjaka dan perawan desa lainnya sibuk mengatur keramaian. Mereka para remaja yang gesit menangani kepanityaan. Mereka mengganti para orang tua yang selayaknya sudah harus didudukan sebagai orang - orang yang dimuliakan dan dimanjakan pada saat - saat seperti ini.
Keramaian berahkir setelah lewat tengah malam. Suasana menjadi sepi, dingin, dan hanya tinggal lampu - lampu yang sebagian masih berbinar. Rembulan yang menggantung di langit barat mulai tampak pucat. Suasana desa malam itu kembali menjadi tamaram.
" Nik ayo aku antar pulang !" Gono menyapa Menik yang lagi sibuk membereskan alat makan. Kebetulan arah jalan Gono memang searah dengan Menik. " Ya ... kang sebenatar ! Lima menit biar alat - alat ini beres dulu !" Menik melihat Gono berdiri di dekatnya. " Ya betul Nik ! Kamu bareng kang Gono saja ! Sudah sana tinggal saja pekerjaannya nanti aku yang bereskan !" Sela Tumi yang memang rumah tinggalnya tidak sejauh rumah Menik dari pusat keramaian. " Kang Waru sudah bersedia mengantar aku pulang kok Nik ! Sudah sana kamu duluan !" Sambung Tumi dengan nada yang sangat iklas.
Semakin jauh dari pusat keramain suasana menjadi semakin gelap. Jalan hanya diterangi rembulan pucat dan lampu - lampu kecil panjeran yang dipasang di teras - teras rumah sederhana. Gono dan Menik berjalan beriring. Menik berjalan di depan Gono mengikuti dibelakangnya. Tepat di jalan turunan Menik terpeleset. Jalan yang berupa tanah liat sangat licin. Beberapa hari sebelumnya turun hujan. Dan jalan belum sempat kering. Menik yang ditangannya menenteng berupa bungkusan makanan sisa hidangan di keramaian kehilangan keseimbangan, terhuyung dan jatuh. Kakinya keseleo. Menik benar - benar tidak bisa bangun dari posisi jatuh terduduknya. Pergelangan kakinya terasa sangat sakit. Gono cepat - cepat meraih tangan Menik untuk ditarik agar Menik berdiri. Tetapi Menik tidak mampu berdiri dan hanya mampu merintih kesakitan. " Tolong aku kang, kakiku keseleo. Sakit sekali. Aku tak bisa berdiri ". Ucap Menik sambil meringis kesakitan. Gono lalu memeluk badan Menik dan mencoba mengangkat agar Menik berdiri. Pada saat memeluk dan mencoba mengangkat badan Menik inilah tangan Gono tak urung menyentuh payudara Menik. Begitu mengkal. Kencang dan terasa hangatnya karena Menik mengenakan baju yang tipis. Menik ahkirnya bisa berdiri tetapi tetap harus ditopang. Menik terpincang - pincang. Menik dengan ditopang gono berjalan - terpincang dan sangat lambat. Sesekali berhenti dan meringis kesakitan. " Kalau caranya begini suk pagi nyampe rumah, Nik " Keluh Gono. " Kamu harus aku gendong saja " sambung Gono. " Sini ayo aku gendong saja !" Berkata begitu Gono langsung jongkok di depa Menik berdiri. Tidak ada cara lain untuk bisa segera sampai ke rumah selain harus digendong Gono. Maka tanpa pikir panjang Menik segera menempelkan tubuhnya di punggung Gono. Gono mengangkatnya. Menik yang tubuhnya ramping terasa ringan di gendongan Gono. Apalagi Gono sudah terbiasa mengangkat beban berat ketika membawa hasil merumput. Gono berjalan cepat. Menik terguncang - guncang digendongan Gono. Malam yang dingin tak dirasakan Gono. Karena di punggungnya ada tubuh Menik. Gono begitu merasakan payudara Menik menekan punggungnya. Kedua tangan Gono yang menyangga kedua paha Menik juga merasakan hangatnya tubuh menik. Selain itu Gono juga merasakan halusnya kulit paha gadis yang sedang digendongnya ini. Sebaliknya Menik yang ada di gendongan Gono juga merasakan hangatnya tubuh Gono. Payudaranya yang terjepit antara dadanya dan punggung gono terasa geli karena terguncang dan tergesek - gesek punggung Gono. Belum lagi kedua pahanya yang dicengkeram tangan Gono. Terasa sedikit sakit tetapi geli nikmat. " Kuat kang gendong aku sampai ke rumah ?" Menik berbisik di telingan Gono. " Kuat !" Jawab Gono sambil merasakan hangatnya napas Menik yang terasa di telinganya. Karena jalan yang memang tidak rata dan licin maka sebentar - sebentar Gono membenahi gendongannya karena Menik akan melorot saja dari punggung Gono. Pada saat membenahi gendongan inilah tidak sengaja tangan Gono menyentuh yang ada diselangkang Menik. Gono kaget. Tak Mengira tangannya bakal menyentuh milik Menik. Gono merasakan sesuatu yang menonjol di selangkangan Menik. Empuk - empuk kenyal. Cepat - cepat Gono segera menjauhkan tangannya dari empuk - empuk kenyal ini. Menik tak bereaksi. Ia tahu kalau Gono tidak sengaja menyentuh miliknya. Aneh ada rasa yang sangat tidak diketahui oleh Menik. Rasa yang tiba - tiba muncul ini malah ingin dirasakan lagi. Dalam benaknya ingin tangan Gono tidak senganja menyentuhnhya lagi. Keinginannya untuk miliknya tersentuh lagi membuat Menik melemaskan badan sehingga selalu akan melorot dari punggung Gono. Tak ayal Gono terus berulang - ulang memperbaiki gendongannya. Tetapi tangan Gono tak berubah posisi. Selalu hanya di paha dekat lutut. Menik belum berhasil. Menik mencoba memelorotkan badannya dan gono dengan cekatan memperbaiki gendongannya. Karena Menik ketika melorot agak mengatupkan pahanya makan tangan Gono tak urung jadi mendekati pangkal paha dekat selangkangan Menik. Pada posisi begini mau - tidak mau tangan Gono kembali menyentuh punya Menik. Karena melorotnya Menik cukup kebawah maka Gono menaikkannya tubuh Menik ke punggungnya menjadi susah. Tak urung tangan Gono cukup lama menyentuh milik Menik. Bahkan Gono secara tidak sengaja menjadi menekan - nekan milik Menik sebelum posisi gendongannya kembali ke posisi yang baik. " Ngantuk ya Nik ? Jangan ngatuk lah ! Nanti melorot terus !" Gono mengingatkan Menik. Menik tak menjawab. Ia masih merasakan sensasi ketika miliknya cukup lama tersentuh tangan Gono bahkan secara tidak sengaja merasa ditekan - tekan. Bukan laki - laki kalau Gono juga tidak merasakan apa - apa ketika tangannya cukup lama di selangkangan Menik. Gono menjadi deg - degan. Jantungnya berdegup. dan nafasnya sengal tertahan. Kejantanannya yang tersembunyi di balik celananya menggeliat. Gono membayangkan yang empuk - empuk kenyal di selangkangan Menik. Gono menjadi ingin menyentuhnya. Tetapi ia tidak berani melakukannya. Bukankah tadi hanya tidak sengaja ? Bagaimana kalau disengaja. Pikiran Gono jadi kacau. Tuntutan pikirannya untuk menyentuh lagi milik Menik tak tertahankan. Nekat Gono mendekatkan posisi tangannya ke pangkal paha Menik sambil pura - pura membenahi gendongan. Tangan Gono telah penuh menyentuh milik Menik. Empuk - empuk, kenyal dan hangat dirasakan tangan Gono. Jantungnya semakin berdegup. Nafasnya semakin tersengal. Miliknya yang ada di dalam celana semakin kaku. Sementara itu Menik yang miliknya telah dikuasai tangan Gono malah pura - pura tertidur di punggung Gono. Menik sangat menikmati tangan Gono. Tiba - tiba ada sesuatu yang luar biasa dirasakan di miliknya. Rasanya ingin pipis tapi tidak. Tetapi tiba - tiba terasa ada yang ingin mengalir keluar dari dalam miliknya. Dan rasa itu luar biasa enaknya. Menik tak mungkin membiarkan rasa itu hilang. Semakin lama semakin enak dan rasanya mau pecah. Dan tiba - tiba menik menggelinjang dan seperti berontak. Menik tak kuasa menahan rasa nikmatnya. Ketika menggelinjang inilah tangan Gono Menjadi kuat menekan milik Menik dan menjadikan milik Menik tambah tak karuan rasanya. Tak ayal tangan Gono menjadi basah oleh cairan milik Menik. Menik tersadar. Gono tersadar. Untung saja telah sampai di depan rumah Menik.

Sejak malam itu. Antara Menik dan Gono menjadi saling suka. Saling cinta. Saling sayang dan saling mengasihi. Menik menemukan lelaki yang selalu memberikan kasih sayang. Menik menemukan pria yang bisa membuat hatinya bergetar. Menik menemukan pemuda yang selalu membuat jantungnya berdegup ketika saling menatap mata. Menik menemukan orang yang bisa sebagai tempat berkeluh, bermanja dan bercengkerama. Menik menemukan pejantan yang benar - benar jantan yang bisa membuat keperempuannya berarti. Betapa tidak, hari - hari yang dilaluinya bersama Gono selalu membuatnya senang. Dikala siang matahari seakan bersinar lebih terang dari sebelumnya. Dimalam hari rembulan seakan menjadi lebih bercahaya dari saat sebelum hari - hari dijalani bersama Gono. Angin dingin yang mengalir ke lembah - lembah yang dipenuhi cemara semakin menancapi kulit dan semakin tajam terasa menusuk - nusuk setiap inci kulitnya. Setiap kali malam tiba dan rembulan bulat muncul diantara cemara - cemara Menik menunggu kedatangan Gono yang pasti akan mengajaknya ke lembah cemara. Disana Menik akan merasakan pelukan Gono yang mampu mengusir rasa dingin angin gunung yang kadang membawa kabut. Disaat -saat Gono memeluknya ini, Menik selalu ingin lebih dari sekedar dipeluk. Ia ingin dielus, diraba, dan digerayangi setiap inci lekuk tubuhnya. Menik selalu membantu - bantu dengan geliatan - geliatan atau dengan gerakan - gerakan tubuh lainnya yang membuat tangan Gono menyentuh bagian bagian tubuhnya yang sensitif dan enak ketika tersentuh. Setiap kali sudah begini Gonopun tanggap terhadap keinginan Menik. Tangannya segera menyusup ke balik baju hangat Menik. Tangannya segera menemukan buah dada menik. Dan dengan lembut kemudian diremasnya berganti - ganti. Ketika Menik menggelinjang dan menyediakan mulutnya untuk dicium Gono tidak menyianyiakannya. Ciuman Gono yang begitu melumat membuat Menik semakin menggelinjang. Dan dengan sengaja Menik membuka - buka selangkangannya dengan merenggangkan pahanya. Gerakan - gerakan kakinya disengaja agar rok bawahnya tersingkap ke pangkal paha sehingga miliknya yang sengaja tidak dikenakan celana dalam mudah ditelusuri tangan Gono. Ketika tangan Gono telah sampai disana dan mengelus - elusnya, menekan - nekannya, dan jarinya mulai mengilik, tangan Menikpun telah berada di dalam sarung Gono dan menemukan kejantanan Gono yang begitu kaku dan tidak ditutup celana. Menik menggenggamnya. Dan setiap kali di miliknya ada rasa enak yang berlebih, genggaman tangan Menik menjadi lebih kuat dan membuat Gono berjingkat dan menghentikan cumannya di bibir. Menik tahu Gono agak kesakitan di kejantanannya ketika genggamannya dikuatkan. Maka Menik lalu mengendorkannya dan membuat gerakan tangannya menjadi meremas halus dan memelintir lembut dengan gerakan naik turun. Memperoleh perlakuan demikian kejantanan Gono menjadi semakin kaku saja. Tangan Menik yang lembut dan basah keringat menjadi licin di kejantanan Gono. Kenikmatan yang semakin lama semakin menjadi membuat Gono semakin menyerang milik Menik dengan jarinya. Kalau sudah begitu Menik menjadi tidak tahan. Ia segera merapatkan pahanya dan mengangkat - angkat pantatnya agar jari Gono lebih menancap di miliknya. Mulut Gono yang terus menyedot - nyedot lehernya menyebabkan puncak kenikmatan Menik menjadi - jadi. Sesaat kemudian seperti biasanya Menik kemudian terkulai dan terengah - engah. Gantian Gono Segera berjongkok diantara paha Menik yang telah dikangkangkan. Tangan Kiri mengangkat pantat Menik dan tangan kanan memegangi kejantanannya lalu ujungnya digesek - gesekan di permukan milik Menik yang belahannya terbuka. Tidak lama Gono berbuat begitu seperti biasanya ia langsung melenguh dan memuncratkan cairan kenikmatannya ke permukaan milik Menik.
Begitulah hari - hari yang menyenangkan dan membahagiakan serta malam - malam yang menikmatkan dilalui Menik bersama Gono sampai pada satu hari Gono berpamitan untuk bekerja di kota agar bisa segera mengumpulkan uang.
Hanya selembar kertas yang berisi tulisan Gonolah yang bisa mengobati rindunya kepada kekasihnya itu. Menik berharap Gono segera bisa mengumpulkan uang dan pulang dusun untuk melamarnya. Sejak satu -satunya surat diterima, berbulan - bulan kemudian tidak lagi ada kabar dari Gono. Menik sempat berpikir Gono sudah melupakannya. Keraguan terhadap janji yang pernah diucapkan Gonopun sering sekali mengganggu pikirannya. Jangan - jangan kekasihnya itu telah tertambat hatinya pada wanita lain di kota. Di kota banyak gadis cantik. Mungkin Gono telah melupakannya, yang hanya gadis gunung yang tidak pandai berdandan. Gadis dusun yang tidak pernah memakai wewangian. Tidak seperti gadis kota yang pandai berhias dan selalu wangi. jika berpikir itu keraguan Menik Gono akan menepati janjinya menjadi semakin pudar.
Gudel yang sejak lama menaruh hati terhadap Menik rupanya akan memperoleh kesempatan. Gudel mendengar dari Tumi kalau kepercayaan Menik terhadap janji Gono semakin memudar. Gudel menjadi semakin berani mendekati Menik. Gudel terus mencari tahu tentang Gono lewat Tumi. Kepada Tumilah Gono selalu ingin tahu perkembangan suasana hati Menik. Kemanapun Menik pergi Gudel selalu ingin tahu. Apa yang sedang dikerjakan Menik Gudelpun ingin mengetahuinya. Lewat Tumi Gudel ingin benar - benar tahu kalau Menik sudah bisa melupakan Gono.
Gudel sudah selalu membayangkan bisa memeluk Menik. Terutama jika malam sepi dan hanya sendirian, Gudel tak sanggup untuk tidak membayangkan Menik berada di dalam pelukannya. Meraba - raba tubuh Menik. Menggerayangi milik Menik. Meremas - remas payudaranya. Mencium bibirnya. dan mengelus - elus pahanya. Kadang - kadang membayangkannya bercumbu dengan Menik Gudel kebablasan. Dibayangkannya Menik telah ditindihnya. Dan selangkangan Menik telah dibukanya. Dan ia yang sudah berada diantara selangkangannya segera menusukkan kejantanannya di milik Menik. Jika bayangan telah sampai kesitu Gudel langsung memegang kelelakiannya dan segera melenguh - lenguh memanggil nama Menik.
Begitulah Gudel. Jika ia melihat Menik yang dirasakannya menjadi sangat bernafsu. Bukan perasaan sayang. Bukan perasaan akan mencintai. Tetapi birahinya yang muncul duluan. Ia melihat Menik sebagai gadis dusun yang cantik. Yang menggemaskan. Yang akan membuat birahinya terlampiaskan. Di dalam pikiran Gudel kalau ia bisa memperistri Menik pasti akan selalu terpuaskan birahinya. Menik yang cantik. Menik yang pantatnya gempal. Menik yang payudaranya membuat rok atasnya membusung di dadanya. Menik yang berkulit bersih dan berkaki panjang, tinggi semampai. Menik yang pasti akan melenguh - lenguh, dan menggelinjang kalau sedang ditindihnya.

Gudel begitu bersemangat untuk bisa segera dekat dengan Menik. Berbagai cara dipikirkan untuk bisa mendekatinya. Tetapi rasanya Gudel belum menemukan cara yang tepat untuk bisa dekat dengan Menik. Walaupun Gudel sangat ingin segera dekat dengan Menik, ia tidak ingin kemauannya yang menggebu ini diketahui Menik. Sekalipun ia sebenarnya laki - laki berangasan, tetapi terhadap Menik ia harus hati - hati. Jangan - jangan nanti Menik sakit hati, selamanya dirinya tidak akan bisa mendekatinya. Cara yang jitu belum ditemukan Gudel. Gudel hanya bisa memikirkan cara. Setiap kali ia sudah memutuskan satu cara, lagi - lagi Gudel berpikir ulang dan ahkirnya cara itu tidak jadi dipraktikan. Ia takut salah di depan Menik. Gudel sangat takut Menik tersinggung yang justru bisa membuat Menik tidak menerimanya. Satu hari Gudel bermaksud meminta tolong Tumi untuk menyampaikan maksudnya, kalau dirinya ingin dekat dengan Menik. Maksud inipun diurungkan. Gudel takut nantinya Menik menganggap dirinya tidak jantan. Gudel menjadi judeg. Rasanya sulit sekali mencari alasan agar bisa berada didekat Menik. Pernah juga terpikirkan di benak Gudel untuk mengirim secarik kertas berisi tulisan pernyataan ingin dekat. Setiap kali surat ditulis rasanya kalimatnya salah. Jangan - jangan nanti malah ditertawakan Menik. Setiap kali sudah selesai menulis dipandanginya tulisannya. Tulisan yang jelek dan tidak rapi. Gudel sangat maklum tidak bisa menulis rapi. Bangku sekolah yang bisa dinikmatinya hanya sampai di kelas lima. Teman - teman sedesa dan sebayanyapun hanya sekolah sampai di kelas enam. Tidak ada yang sampai ke tingkat lanjutan. Kecuali sekolah begitu jauh, juga biaya yang tidak memungkinkan. Hanya anak - anak pak Lurah dan pak bayan saja yang bisa ke sekolah lanjutan. Itupun kadang - kadang putus di tengah jalan. Menik, Tumi, Ginem, Menur, Sarjah dan lain - lainnya malah hanya selesai di kelas empat. Mereka keburu diminta orang - orang tuanya untuk membantu di sawah. Rasanya asal sudah bisa sedikit membaca dan sedikit bisa menulis, cukup. Hasil panen menjadi lebih penting dari pada bisa menulis baik dan rapi. Para orang tua juga pada takut menyekolahkan anak - anaknya di kota. Mereka takut terhadap pengalaman yang sudah. Anak yang sekolah di kota pada umumnya kehilangan jati dirinya sebagai orang desa. Mereka tidak lagi mau menanam sayuran dan palawija. Mereka tidak lagi mau kena lumpur liat. Mereka menjadi sombong. Mereka tidak lagi mau merumput untuk memberi makan sapi - sapinya. Mereka menuntut sapinya dijual dan dibelikan motor. Mereka menuntut sawahnya digadaikan saja untuk biaya mencari pekerjaan di kota. Sawah ladang yang terbentang tidak lagi menjadi harapan. Mereka lebih ingin yang gemerlap di kota. Mereka berpikir ilmunya yang diperoleh di kota tak bisa dimanfaatkan di desanya. Kehidupan yang ayem, tentrem, makmur, sejahtera dan damai di desanya tak lagi menarik. Hingar - bingar dan berbinarnya kota lebih menarik perhatiannya. Gudel, Gono, Waru, Damar, Manggar, Tumi, Ginem, Sarjah, Menik dan lain - lainnya adalah korban pemikiran orang tuannya dan juga korban ulah para pendahulunya yang ketika setelah selesai sekolah di kota kehilangan jati dirinya sebagai orang desa yang lugu, polos, jujur, dan menyukai gotong royong, ketenteraman dan kedamian serta kehidupan yang sederhana.
Keinginan Gudel untuk mendekati Menik belum juga kesampaian. Gudel menjadi sering termenung dan melamun. Karena seringnya melamun sampai - sampai tangannya tergores sabit ketika merumput. Bahkan ketika berjalan di pematang sawah Gudel terpeleset jatuh masuk parit. Tidur tidak nyenyak, makan tidak terasa enak. Yang ada di pikirannya hanya Menik dan Menik. Menik yang segera akan diajaknya masuk ke hutan di atas desa yang sepi. Menik yang akan segera digumulinya. Menik yang akan diminta memegangi punyanya yang besar dan panjang. Menik yang akan menerima muntahan birahinya.

Di sisi lain Tumi yang sebenarnya menaruh hati, malah luput dari perhatiannya. Tumi yang ketika ketemu dirinya selalu membusung - busungkan dada agar buah dadanya lebih tampak menggunung dan menaik - naikkan pantatnya agar lebih tampak menarik, tidak pernah terlihat oleh matanya. Gudel tidak tahu kalau Tumi menyukainya. Tumi yang ketika berkesempatan duduk di dekatnya selalu menaik - naikkan roknya agar pahanya nampak dan bisa dilihat, tak dihiraukannya. Bahkan pada suatu saat ketika Gudel sedang merumput di sawah Tumi sengaja mendekatinya dan ia pura - pura jatuh terpeleset agar ditolong dan dijamah - jamah oleh Gudel, malah menjadi bahan tertawaan Gudel.

Sebenarnya Tumi tidak kalah cantik dengan Menik. Malahan Tumi berpostur lebih gempal daripada Menik. Dari cara bergaul Tumi lebih terbuka dan lebih gampang diajak bicara. Menik cenderung banyak diam dan tidak banyak mengumbar senyum. Tumi cerewet, suka tertawa terbahak, dan sangat murah senyum. Tumi kalau berjalan tidak pernah menunduk. Matanya selalu kemana - mana. Apalagi kalau ada sekumpulan pemuda yang lagi nongkrong - nongkrong Tumi tidak segan - segan nimbrung dan dengan sikapnya yang centhil mencoba menggoda. Dimana ada Tumi disitulah terjadi gurauan - gurauan yang membangkitkan birahi.

Tumi menyukai Gudel karena Gudel suka terbuka seperti dirinya. Di mata Tumi Gudel sangat jantan. Sifat laki - lakinya sangat menonjol. Cenderung kasar dan keras. Disamping itu postur tubuh Gudel yang tinggi besar sangat seksi di mata Tumi. Di benak Tumi Gudel akan memperlakukannya dengan sangat agresif ketika sedang berpacaran. Tumi tidak menyukai lelaki yang halus, klemat - klemet dan lelet. Satu saat Tumi membayangkan Gudel yang meremas - remas payudaranya dengan tangannya yang kokoh kuat. Menciumi bibirnya sampai ia gelagapan. Memeluknya kuat - kuat dan menggosok - gosokkan kelakiannya yang besar panjang. Dan mempermainkan miliknya dengan cara yang membabi buta. Tumi suka diperlakukan demikian. Pernah juga terbayangkan indahnya diperkosa oleh Gudel. Tumi tahu Gudel yang berangasan pasti akan bisa sangat menyenangkan dirinya.

Satu hari ketika dirinya pasti akan ketemu Gudel di sawah, karena hari itu Gudel sedang diminta membantu bekerja di sawahnya, Tumi sengaja mengenakan pakaian yang kekecilan. Sehingga payudaranya nampak menonjol dan belahan dadanya bisa dilihat, dan karena roknya pendek pasti pahanya akan selalu nampak. Kalau ia membungkuk nanti di depan Gudel, Gudel pasti akan melihat pantatnya dan melihat celana dalamnya. Harapannya Gudel akan terangsang dan menjadikan Gudel memperhatikannya. Dan satu saat Gudel akan mencarinya, mengajaknya ke hutan dan disana akan terjadi paduan kasih yang diharapkannya. Dan ahkirnya Gudel akan melamarnya. Sayang hari itu kejadian tidak seperti yang diharapkan Tumi. Gudel bekerja tanpa memperhatikan Tumi yang selalu di dekatnya membantu - bantu Gudel. Tingkah polah Tumi tidak menarik perhatian Gudel. Malah ketika Gudel melihat Tumi yang duduk kangkang dihadapannya sambil menyajikan makanan kiriman, Gudel sambil tersenyum menyampaikan kalimat olok - oloknya : " Tum ... tu celana dalammu kelihatan. Dak malu pa saya lihat !" Kemudian Gudel tertawa lepas sambil tetap melototi sesuatu yang mlenuk di selangkang Tumi. " Dasar laki - laki kalau sudah ngeliat tak berkedip ! " Balas Tumi pura - pura memberengut tetapi tetap membiarkan selangkangannya terbebas dari rok yang seharusnya menutupinya. Tumi terus tetap sibuk menuangkan air teh, menciduk nasi, dan menata lauk di pematang sawah dengan tetap membiarkan selangkangan nampak. Tumi nekat berbuat demikian karena sejak tadi polah tingkahnya selalu tak menarik perhatian Gudel. Sementara itu sambil menyulut sebatang rokok Gudel tetap memelototi yang sengaja ditampakkan Tumi. " Kedip kang ... tu nanti mata kang Gudel tribilen lho kalau natap terus !" Kata Tumi sambil menatap mata Gudel. Gudel terbahak. Tumi sempat melirik ke celana kolor Gudel. Disana ada yang membusung. Dalam hati Tumi berjingkrak. " Kena kau kang Gudel ... besuk atau lusa kau pasti akan mengajakku ke hutan !".

Yang ditunggu Tumi tidak pernah hadir. Gudel tidak pernah menghampirinya. Gudel tidak pernah datang ke dirinya untuk mengajak ke hutan. Tumi sangat kecewa. Tetapi rasa sukanya terhadap Gudel tidak padam. Tidak surut. Tumi berpikir mungkin belum saatnya Gudel mengajak dirinya ke hutan. Suatu saat nanti siapa tahu. Tidak pernah terpikirkan oleh Tumi kalau Gudel sebenarnya menyukai Menik. Hatinya telah tertambat di Menik yang sudah dipacari Gono. Tumi tidak menyadari itu.

Tumi merencanakan memasang jerat. Tumi bertekat mendapatkan Gudel. Walaupun harus dengan melaksanakan cara - cara yang tidak umum. Tumi sangat berhasrat dipacari Gudel. Dengan cara yang seperti apapun ia harus mendapatkan Gudel. Pemuda lain sudah tidak terlihat di mata Tumi. Gudel menjadi satu - satunya idamannya. Jangankan melihat, baru mengingat saja jantung sudah berdesir. Kalau sedang berhadapan dengan Gudel Tumi merasakan seluruh kulitnya merinding. Debar jantung menjadi meningkat. Gudel sangat menarik perhatiannya. Sebenarnya sudah sejak lama Tumi menaruh hati. Tetapi baru ahkir - ahkir seiring dengan kedewasaannya bertambah Tumi menjadi semakin menggebu. Di benaknya Gudel adalah pria yang akan mampu memberikan segala - galanya. Bertubuh kekar pasti akan suka bekerja keras. Sawah ladangnya yang berlebih akan ada orang yang bisa membantu menggarapnya. Walaupun tingkah polahnya berangasan sebenarnya Gudel baik hati. Suka membantu orang yang membutuhkan pertolongan. Tidak congkak. Hanya saja Gudel memang suka bicara keras, ceplas - ceplos, tidak suka menutup - nutupi. Dan kalau sudah ngomong tidak terkontrol. Tidak jarang bahkan sering sekali jika sedang berkumpul dengan yang lain - lain suka ngomong jorok. Kalau sudah ngomongkan perempuan tidak ada yang ketinggalan milik perempuan diomongkan. Seperti biasanya kalau sudah begitu Gudel terbahak - bahak keras. Kalau sedang bersama perawan - perawan tangannya tidak bisa berhenti bergerak. Ada saja yang dilakukannya. Menjawil, memegang hidung, tak jarang nekat menyenggol buah dada perawan yang di dekatnya. Kalau sedang kumpul - kumpul, banyak teman perawannya menjerit dan memaki - maki lantaran tangan Gudel yang sering nekat. Gudel yang dimaki - maki biasanya hanya terbahak dan ngeloyor pergi. Aneh justru tingkah polah Gudel yang seperti itulah yang amat disukai Tumi.
Tumi menulis surat yang isinya mengajak Gudel pergi ke hutan. Tumi tidak malu - malu lagi. Sebagai perempuan seharusnya dia menunggu. Tetapi justru ia yang agresif. Tumi sudah bosan melakukan godaan - godaan terhadap Gudel. Godaan - godaannya tidak pernah mendapat tanggapan. Tingkah polahnya selalu luput dari perhatian Gudel. Padahal Tumi tahu kalau sifat Gudel yang berangasan pasti mudah digoda. Tetapi terhadap godaan - godaan yang dilakukannya Gudel acuh saja. Tumi menjadi bingung. Padahal rasa sukanya terhadap Gudel rasanya suda tidak terbendung.

Gudel menerima secarik kertas tanpa amplop dari seorang anak kecil. Gudel mengerinyitkan dahinya setelah membaca satu kalimat yang ada di kertas itu. Kang yuk kita hutan ! Anak kecil pengantar surat mau segera lari meninggalkan Gudel. Cepat - cepat Gudel meraih tangannya. " Tunggu !" Gudel segera masuk rumah. Dengan pensil ditulisnya kalimat di bawah kalimat yang di tulis Tumi. Mau, besuk siang ya, Tum ! Gudel memberikan kembali secarik kertas dari Tumi. " Berikan lagi ini kepada mbakyumu !"

Tumi sangat girang menerima jawaban dari Gudel. Rencananya menjerat Gudel bakal terlaksana. Pagi - pagi ia akan mandi air kembang. Agar Gudel terangsang oleh bau badannya yang wangi. Rok terbaik akan dikenakan. Bukan hanya rok yang terbaik tetapi rok yang longgar. Dengan mengenakan rok longgar Tumi berharap Gudel tidak akan sulit merogoh - rogoh apa yang ada di balik roknya. Tumi sengaja tidak akan pakai kutang. Maksud Tumi agar nanti tidak ribet melepaskannya kala tangan Gudel merogoh kesana. Tumi juga tidak akan mengenakan celana dalam. Dengan begitu Gudel tidak akan susah - susah memelorotkannya. Besuk siang Gudel pasti akan seru menggelutinya. Guguran bungan cemara yang mereka pakai alas untuk tiduran di tengah hutan cemara pasti akan berhamburan oleh polah Gudel dalam menggumulinya. Gudel pasti akan sangat gemas dengan tubuhnya. Tumi membayangkan pasti besuk Gudel akan mengejaknya bicara yang jorok - jorok, lalu mencoba merangkulnya. Tumi akan pura - pura menghindar. Dan Gudel akan terus merangsek. Ahkirnya Tumi dalam pelukan Gudel. Mula - mula Gudel pasti akan menciumi bibirnya. Dan tangannya pasti tidak tahan untuk menggerayangi tubuhnya. Serangan birikutnya sambil menciumi bibir dan lehernya tangan Gudel pasti akan sampai di buah dadanya dan meremas - remas dengan gemasnya karena Gudel sudah dipenuhi nafsu birahinya. Saat itu pasti napas Gudel sudah ngos - ngosan dan pikirannya sudah tidak terkendali. Gudel pasti akan segera melepas celananya dan akan segera menindihnya. Dan Gudel pasti akan segera memegangi pahanya dan memelorotkan celana dalamnya. Tetapi ketika tangan Gudel tahu kalau miliknya tidak ditutupi celana dalam pasti tindakan Gudel berikutnya akan mengangkangkan pahannya dan mengarahkan yang telah mencuat kaku ke miliknya. Dengan begitu Gudel pasti terjerat.

Tumi sudah berketetapan kalau besuk siang keperawanannya akan diserahkan ke Gudel. Dan selanjutnya Tumi berharap dirinya akan hamil. Kemudian Gudel dimintanya bertanggung jawab. ahkirnya cita - cita Tumi memiliki Gudel akan kesampaian. Gudel akan menjadi suaminya. Tumi akan selalu mencintainya. Tumi akan selalu melayaninya. Gudel akan menjadi ayah dari anak - anaknya. Gudel akan menjadi teman hidupnya selama - lamanya.

Esuknya siang yang ditunggu tiba. Tumi yang wangi.Tumi yang mengenakan rok terbaiknya dan rok longgarnya serta Tumi yang tidak mengenakan kutang dan celana dalam telah menunggu Gudel di teras rumahnya. Tumi menunggu Gudel datang. Tumi begitu gelisah. Setengah jam telah lewat dari siang yang seharusnya, Gudel belum datang. Sesekali Tumi melihat ke jalan di depan rumahnya dan melongok. Belum juga tampak Gudel berjalan ke arah rumahnya. Tiba - tiba terdengar di telinga Tumi suara gendong. Gendong adalah kentongan sebesar kerbau yang ditempatkan di rumah pak kadus dibunyikan orang sebanyak dua belas kali. Dan dibunyikan berulang - ulang. Tumi tahu kalau gendong yang dipukul demikian adalah tandanya di dusun ada orang meninggal. Tumi bertanya - tanya siapa gerangan yang meninggal dunia ? Sebentar kemudian jalanan menjadi ramai. Banyak orang keluar rumah ingin menyakinkan siapa yang hari itu meninggal. Ada juga orang - orang yang setengah berlari menuju sumber suara gendong. Mereka ingin menanyakan siapa yang siang ini meninggal.

Tumi kecewa. Mengapa ada orang meninggal siang ini. Siang ketika ia sebenarnya akan berkencan dengan Gudel. Siang dimana ia akan menjerat Gudel agar ia bisa memiliki Gudel. Siang dimana ia akan merasakan kenikmatan sebagai perempuan yang dicumbui lelaki. Apalagi dicumbui lelaki berangasan. Pasti akan sangat enak dinikmati. Akan datangkah Gudel ? Pasti tidak. Karena sebagai pemuda pasti akan lebih mementingkan berada di tempat orang yang sedang kesusahan. Kalaupun Gudel datang pantaskah sedang ada kesusahan ia dan Gudel justru malah pergi ke hutan menikmati cumbuan dan gumulan ? Tumi kecewa. Tetapi kekecewaannya ditindihnya dengan nalar warasnya. Toh masih ada waktu lain.

Orang di jalanan ramai berbincang. Ternyata yang meninggal di siang ini adalah Nyi Ramang. Mendengar yang meninggal ternyata Nyi Ramang, Tumi tidak lagi ingat Gudel. Tidak lagi ingat akan rencana menjerat Gudel. Ia harus segera ke rumah Menik. Menik pasti lagi menangis karena ditinggal mati neneknya. Menik pasti sedang bingung. Ia harus membantunya. Maka segera Tumi masuk rumah. Dikenakannya celana dalam dan kutang yang sejak tadi tidak dikenakan agar memudahkan Gudel menjangkau miliknya. Tumi segera meninggalkan rumah menuju rumah Menik.

Ketika Tumi tiba, di rumah Menik telah banyak orang melayat. Para pemuda dusun sibuk. Termasuk Gudel. " Maaf Tum, terpaksa kita urung ke hutan " Kata Gudel setelah ada kesempatan berdekatan dengan Tumi disela - sela kesimbukannya sebagai pemuda yang membantu ini itu demi lancarnya urusan mayat. " Dak apa - apa kang, toh masih ada waktu lain " Jawab Tumi sambil berlalu dari hadapan Gudel karena ia harus meronce kembang yang akan dikalungkan di kerenda mayat.

Semakin siang pelayat semakin banyak. Ratusan bahkan ribuan orang berdatangan. Mereka pada membawa barang bawaan berupa keperluan dapur. Bahkan terlihat beberapa orang datang menuntun sapi, kerbau, dan kambing untuk disumbangkan dan disembelih. Bagi orang - orang yang telah pernah ditolong Nyi Ramang, apalagi kalau orang kaya barang bawaan yang disumbangkan kelewat banyak. Rumah Menik yang berhalaman luas tidak juga bisa menampung banyaknya pelayat. Pelayat meluber ke jalan, ke rumah - rumah tetangga dan ada yang terpaksa duduk sekenanya dimana ada tempat untuk duduk.
Nyi Ramang meninggal dalam usia 112 tahun. Hampir sepanjang hidupnya diabdikannya bagi siapa saja yang butuh pertolongan darinya. Dalam memberikan pertolongan Nyi Ramang tidak pernah pilih - pilih. Siapa saja yang butuh pertolongannya sebisa mungkin dilayani. Tidak yang kaya, tidak yang miskin mereka memperoleh pelayanan yang sama. Nyi Ramang dikenal sebagai perempuan sakti.


Nyi Ramang bak dokter di kota. Bahkan lebih dari dokter. Penyakit apapun dapat diobati oleh Nyi Ramang. Orang sedusun, bahkan sedesa, bahkan pula sampai ke tetangga desa, semua berobat ke Nyi Ramang. Tidak pria, tidak wanita, anak - anak sampai orang tua jompopun dibawa ke Nyi Ramang. Nyi Ramang memiliki kelebihan dari orang - orang pada umumnya. Tidak hanya mereka yang sakit, yang mempunyai masalah keluarga, sampai pada masalah - masalah yang ruwet sekalipun bisa diberikan jalan keluar oleh Nyi Ramang. Nyi Ramang kemudian dikenal sebagai dukun sakti.


Telah ratusan, bahkan ribuan orang telah ditolong oleh Nyi Ramang. Nyi Ramang berhenti memberikan pertolongan sejak benar - benar Nyi Ramang sudah tidak bisa bangun dari tempat tidur karena usia. Dua tahun sejak hari meninggalnya ini, Nyi Ramang hanya tergeletak tidak berdaya di tempat tidur. badannya tinggal tulang dan kulit yang membalutnya. Banyak orang kecewa karena tidak bisa lagi berobat, atau minta pertolongan Nyi Ramang. Orang bertanya - tanya mengapa tidak ada yang mewarisi ilmu Nyi Ramang. Pak Pedut satu - satunya anak Nyi Ramang mengaku tidak memperoleh warisan ilmu dari mboknya. Kliwon anak pak Pedut, yang juga cucu Nyi Ramang juga mengaku tidak memperoleh apa - apa dari neneknya. Apalagi menik yang lugu dan baru menginjak dewasa pasti juga tidak mewarisi ilmu neneknya. Orang menduga - duga, mungkin saja nanti kalau Nyi Ramang sudah meninggal dunia pak pedut baru akan menjalankan apa yang dilakukan Nyi Ramang. Pak Pedutlah orang yang patut mewarisi ilmu Nyi Ramang. Nyi Ramang pasti sudah mewariskan ilmunya kepada anaknya. Tidak mungkin jika tidak. Hanya saja pak Pedut belum berani berbuat ketika Nyi Ramang masih ada. Satu hari datang orang meminta pertolongan dan memaksa - maksa agar pak Pedut mau mengobati sakitnya. Pak Pedut hanya kebingungan. Orang tidak percaya kalau pak Pedut tidak bisa melakukan seperti apa yang dilakukan Nyi Ramang. Warga dusun, bahkan seluruh warga desa dan orang - orang yang tahu siapa pak Pedut sangat mengharapkan pak Pedut bisa menggantikan Nyi Ramang. Jika tidak warga akan menemukan kesulitan jika menderita sakit dan menemui berbagai masalah. Sejak Nyi Ramang berhenti mengobati dan menolong orang karena usianya yang sudah sangat lanjut, orang terus meminta dan mendukung agar pak Pedut segera bisa menggantikan Nyi Ramang. Pak pedut hanya terdiam, bingung dan galau. Tidak jarang pula orang menemui Kliwon anak pak Pedut cucu Nyi Ramang. Orang juga menduga - duga Kliwonlah yang mewarisi ilmu neneknya. Banyak orang meminta Kliwon agar mengobati orang sakit yang datang. Seperti ayahnya Kliwon hanya bingung dan takut. Karena memang dirinya tidak bisa melakukan seperti yang dilakukan neneknya. Tidak luput Menikpun banyak ditanya teman - temannya dan para perempuan dusun. Menik hanya bisa diam. Apa yang harus dilakukannya ? Jawaban apa pula yang mesti disampaikan kepada para penanya ? Kalau sudah begitu Menik hanya bisa tertunduk dan menitikan air mata. Setelah melihat itu barulah mereka berhenti bertanya. Tetapi pada kesempatan lain orang lagi - lagi mengganggu Menik dengan pertanyaan - pertanyaan yang sama.


Menjelang matahari tenggelam jasad Nyi Ramang dimakamkan. Ratusan pelayat mengiring jasadnya sampai ke kubur di atas bukit kecil di belakang dusun.

Hari kesepuluh kematian Nyi Ramang, tamu - tamu pelayat mulai sepi. Tinggal satu dua saja yang datang melayat. Hari sibuk yang dialami keluarga Menik sudah sangat berkurang. Di rumah juga sudah tidak lagi banyak orang membantu. Karena memang sudah tidak lagi banyak pekerjaan seperti hari - hari sebelumnya yang harus menyuguhi tamu - tamu yang datang. Menyiapkan hidangan, bahkan juga menyiapkan makanan bawaan untuk si tamu yang datang membawa sumbangan berupa barang atau hewan. Hanya Gudel dan Yu Jumprit yang masih setia membantu di rumah Menik. Yu Jumprit memang masih ada hubungan darah dengan keluarga Menik. Jadi yu Jumprit masih akan terus membantu keluarga Menik, sampai benar - benar nanti keluarga Menik tidak lagi repot. Yu Jumprit sudah lama menjanda dan tidak memiliki anak. Hidup sendiri di rumah bagi yu Jumprit terasa sepi. Setelah kematian Nyi Ramang yu Jumprit kepikiran ingin tinggal saja di rumah Menik daripada di rumah sepi sendiri. Kepikiran juga di benak yu Jumprit, siapa tahu pak Pedut yang telah lama ditinggal mati mboknya Menik akan menyukainya dan mengajaknya hidup sebagai suami isteri.

Lain lagi dengan Gudel. Gudel ingin berjasa di depan Menik. Gudel tak menghitung waktu. Pagi, siang, sore, malam tidak mengenal lelah ada saja yang dikerjakan demi meringankan keluarga Menik. Terutama pekerjaan mengambil air dari sumber. Dari hari pertama meninggalnya Nyi Ramang sampai hari kesepuluh Gudellah yang selalu memikul bumbung - bumbung air dari sumber dibawa ke rumah. Untuk mengambil air dari sumber tidaklah gampang. Harus turun tebing, melewati jalan licin berbatu dan jaraknya cukup jauh dari rumah Menik. Gudel ingin berjasa. Dan jasanya ingin diketahui Menik. Gudel sangat berharap Menik menganggapnya sebagai pemuda yang bertanggung jawab. Pemuda yang tahu akan kerepotan orang lain. Gudel berharap Menik mengaguminya. Dan satu saat nanti Gudel akan bisa mendekati Menik dengan mudah.
 
Terakhir diubah:
DUA

Gelap mulai menyelimuti dusun. Kabut mulai turun. Udara basah menjadi sangat dingin. Gudel berselimutkan sarung duduk di teras rumah Menik. " Duduk di dalam saja kang. Di luar dingin banget ". Sapa Menik sambil membuka pintu. Menik tahu kalau Gudel sedang duduk di teras. " Sudah disini saja Nik. Dak apa - apa. Aku dak kedinginan kok ". Jawab Gudel sambil tetap menikmati asap rokoknya. " Terima kasih banget ya kang. Kang Gudel bantu keluargaku terus. Malah kang Gudel sampai hari ini dak pulang rumah " Menik duduk di samping gudel. Gudel jadi deg - degan. " Ah ... dak usah dipikirkan, Nik. Aku senang kok bisa membantu ". Jawab Gudel sambil melirik Menik yang duduk di dekatnya. Menik mengenakan baju hangat. Rambutnya di tali kebelakang dengan karet. Telapak kakinya mengenakan sandal jepit. Sampai di atas lutut kaki Menik tidak tertutup. Gudel sempat juga melirik kaki Menik yang panjang dan berkulit bersih. " Terus yang ngurus sawah sapa kang ? Ini sudah sepuluh hari kang Gudel membantu disini ". Kata Menik sambil menggoyang - goyangkan kakinya. Sehingga roknya yang sebatas di atas lutut bergerak - gerak ke atas. Gudel menjadi tidak segera menjawab pertanyaan Menik karena jantungnya berdesir ketika matanya tertumbuk paha menik yang sedikit nampak lantaran roknya bergerak - gerak karena kaki Menik bergoyang. Lampu teras rumah yang hanya temaram membuat mata Gudel tak begitu kentara ketika menatap paha Menik. " Jagung tinggal panen kok Nik. Jadi tidak butuh perawatan ". Ahkirnya Gudel menjawab sambil napasnya tertahan karena deg - degannya semakin menjadi. Gudel yang biasanya berangasan terhadap siapa saja, dengan Menik Gudel tidak berani melakukannya. Satu ketika, ketika Ginem duduk seenaknya di depannya sehingga celana dalamnya nampak oleh Gudel, dengan nekat Gudel menjulurkan tangannya dan sampai ke milik Ginem. Ginem memaki - maki. Gudel terbahak - bahak. " Dingin kang, dan aku ngantuk mau tidur. Kang Gudel tidur di dalam saja. Jangan tidur di luar, dingin kang. Nanti kang Gudel masuk angin " Menik berdiri dan meninggalkan Gudel masuk rumah. Gudel hanya bisa berdiam dan matanya mengikuti menik sampai pintu ditutup lagi. Hati Gudel berbungan - bunga. Ternyata Menik mengetahui jasanya. Dan kata - kata terahkir yang diucapkan Menik " Nanti kang Gudel masuk angin " diterjemahkan oleh Gudel sebagai ungkapan rasa sayang Menik kepada dirinya. Gudel sangat senang. Gudel menjadi tidak ingat kalau Menik adalah pacar Gono. Gono yang sekarang sedang bekerja di kota. Gono yang tidak hadir pada saat kematian nenek Menik.

Malam hampir mendekati tengah malam. Gudel benar - benar kedinginan. melewati pintu samping Gudel berjalan ke arah dapur. Ia akan menghangatkan tubuhnya di depan api tungku. Di dapur hanya ada yu Jumprit. Dan pasti yu Jumpri sudah tidur. " Kedinginan ya Del ?" Sapa yu Jumprit yang ternyata masih sibuk di depan tungku. " Belum tidur ta yu ?" Gudel balik bertanya. " Ni...masih manasi daging sapi. Sayang kalau besuk basi. Ni...masih banyak banget. Kamu makan lagi saja Del. Tu nasinya juga baru aku angetkan ". Kata yu Jumprit sambil sibuk. " Oh ya itu kamu saya buatkan wedang jahe " Sambung yu Jumprit menunjuk wedang jahe yang ada di amben tempat dia tidur. " Sana di minum biar anget !" Tanpa menjawab omongan yu Jumprit Gudel langsung menuju amben dimana ada wedang jahe dan jadah bakar. Langsung saja Gudel menyerutup wedang jahe dan sambil tangannya menyambar jadah bakar. Ketika sedang enak - enaknya menikmati wedang jahe dan jadah bakar matanya yang sedari tadi tidak memperhatikan yu Jumprit menjadi terpasak mengarahkan pandangannya ke yu Jumprit karena yu Jumprit bertanya " Kurang manis dak wedangnya Del ?" Dan pada saat itu jantung Gudel berdesir keras. Matanya menyaksikan yu Jumprit yang berjongkok di depan tungku, dasternya yang kombor tidak terkenakan semestinya, tidak menutupi selangkangannya. Milik yu jumprit yang tidak ditutpi celana dalam, yang mlenuk berambut lebat dengan diterangi api tungku sangat jelas terlihat oleh mata Gudel. Yu Jumprit selamanya tidak suka mengenakan celana dalam. Karena jongkoknya yu Jumprit aga kangkang menjadikan belahan milik yu Jumprit sedikit menganga. Karena mata yu Jumprit ke arah kayu - kayu yang sedang dibenahi masuk ke tungku menjadikan Gudel leluasa menatap milik yu Jumprit. Tak ayal kelelakian Gudel menggeliat dan mendesak - desak celana kolornya. Dan cepat menjadi kaku. Gudel terangsang. Gudel sangat kaget ketika tiba - tiba mata yu Jumprit memandangnya. Padahal ia sedang berhenti berkegiatan makan jadah dan matanya sedang menatap ke selangkangan yu Jumprit. " Habiskan saja jadahnya Del. Dari pada besuk dak kemakan !" Kata Yu Jumprit sambil tersenyum tetapi tidak merobah posisi jongkoknya. Sehingga selangkangannya tetap terbuka. " Ya yu tak habiskan ". Jawab Gudel sambil tergagap tapi matanya tidak kepingin ganti pandangan. Yu Jumprit kembali sibuk dengan kayu di tungku. Mata Gudel semakin membelalak menikmati pemandangan indah di selangkangan yu Jumprit yang membuka - buka karena yu Jumprit bergerak - gerak kadang membungkuk, kadang memajukan pantatnya. Milik Gudel menjadi sangat kaku.

Yu jumprit bangun dari jongkok di depan tungku, berjalan ke arah kamar mandi. Sebentar kemudian keluar lagi dan menuju tempat dimana Gudel sedang duduk menikmati jadah yang sulit tertelan oleh kerongkongannya karena pemandangan tadi.

Hari belum terlalu siang. Matahari hangat menyentuh tubuh. Gudel baru saja menumpahkan air dari bumbung - bumbung yang diambil dari belik ke gentong di dapur di rumah Menik. Menik melihat Gudel dengan perasaan senang. Menik merasa sangat terbantu dengan keberadaan Gudel yang selalu berada di rumahnya sejak neneknya meninggal. " Kang gentong sudah penuh. Kang Gudel istirahat. ini sudah tak buatkan minum teh kental kang ". Kata Menik sambil sibuk menyiapkan teh untuk Gudel. Gudel duduk di amben dapur. Menik mendekat dengan teh dan pisang goreng di nampan. " Kang ini pisang gorengnya panas ". Kata Menik sambil menempatkan pantatnya di amben juga. Gudel menyerutup teh panas. Dan tangan kanannya meraih pisang goreng. " Nik ... ini sudah hari kesebelas sejak nenekmu meninggal. Tamu - tamu sudah tidak lagi banyak. Aku nanti mau pulang. Besuk kalau kamu butuh aku, panggil saja ". Gudel mengunyah pisang goreng dengan lahapnya." Kang aku sangat berterima kasih atas bantuan kang Gudel. Kang Gudel baik sekali terhadap keluargaku. Kalau dak ada kang Gudel gentong - gentong itu kering jadinya ". Menik juga ikut menikmati pisang gorengannya. Matanya sambil menatap Gudel dengan perasaan senang. " Ah ... ya endak ta Nik. Kalau aku dak ada ya mungkin orang lain yang ngerjakan ". Gudel menelan pisang dan segera mangambil lagi pisang goreng di piring. " Enak ta pisangnya. Kang Gudel lapar ya ? Makan ya kang tak siapkan ". Kata Menik sambil terus menatap Gudel. Ganteng juga kang Gudel ini. Tubuhnya tinggi besar. Badannya tampak kokoh. Melayang juga pikiran Menik ke Gono yang di kota. Gono berperawakan tidak begitu besar dan tinggi. Dari segi phisik Gono kalah besar dengan Gudel. Ah .... aku kok jadi membandingkan antara kang Gono dan Kang Gudel. Jangan aku dak boleh membanding - bandingkan mereka. Tetapi pikiran Menik malah melayang ke saat - saat sebelum Gono bekerja di kota. Gono yang sering memeluknya. Mencium bibirnya. Meraba dan meremas payudaranya. Gono yang satu saat mengajaknya ke hutan. Dan disana Gono sempat mengajaknya bercinta. Tetapi Menik menolaknya. Gono yang setiap kali akan mencoba meraba miliknya selalu tangannya ditepiskan. Karena Menik tidak ingin Gono meraba - raba dan mengelus - elus miliknya. Gono yang selalu kecewa karena keinginannya meraba yang ada diselangkangannya selalu ditolaknya. Tetapi Gono tidak pernah marah. " Dak Nik. Aku dak lapar ". Jawab Gudel menyadarkan lamunan Menik. Lamunan Menik menjadi buyar. " Nik ..... gimana Gono ? Sering beri kabar ?" Tanya gudel. Menik kaget juga. Mengapa tiba - tiba Gudel menanyakan soal Gono. Apa Gudel tahu baru saja ia melamunkan Gono ? " Dak kang. Kang Gono sudah lama banget dak ada kabar ". Jawab Menik menampakkan kekecewaannya. " Kamu dak kabari Gono kalau nenekmu meninggal ? " Tanya Gudel lagi sambil terus mengunyah pisang goreng. " Lha alamat kang Gono kerja saja aku dak tau. Gimana kasih kabarnya, kang !" Menik rada meberengut. Gudel tahu kalau Menik sebenarnya kecewa dengan Gono yang sudah lama tidak ada kabar. Hati Menik pasti sedang bolong. Pikir Gudel. Ini kesempatan. Siapa tahu maksud hatinya mendekati Menik segera akan kesampaian. Gudel ingin menyampaikan perasaan hatinya. Tetapi ragu. Jangan - jangan nanti ucapannya akan merusak kedekatannya dengan Menik. Gudel merasa belum cukup berjasa terhadap keluarga Menik. Ia akan terus membuat jasa terhadap keluarga Menik, sampai satu saat nanti Menik benar - benar berhutang budi pada dirinya, dan yang lebih penting lagi Menik semakin mengaguminya.
Gudel berdiri dari duduk dan segera mengambil beberapa pakaiannya yang tergantung di paku - paku tiang dapur. " Ni..... pakaianku kotor semua. Mau saya cuci ". Kata gudel sambil megulung - gulung beberapa kaos dan sarung yang nampak kumal. " Aku cucikan saja kang. Nanti sore aku mau ke kedung ". Menik mencoba merebut sarung dan kaos - kaos di tangan Gudel. Gudel berkelit. Dan langsung ngeloyor pergi. " Aku pulang Nik. Nanti malam aku tidak tidur sini !" Gudel terus berlalu. Gudel tidak ingin jasanya membantu keluarga Menik cepat - cepat dibalas. Kalau pakain - pakiannya dicucikan Menik, berarti sudah sedikit jasanya terbalas. Gudel tidak ingin itu. Ia ingin terus menanamkan jasa, yang pada satu saat jasanya akan dibalas dengan cinta Menik.
Menik memandangi kepergian Gudel sampai tubuh Gudel ditelan gerumbul tanaman ditepi jalan. Menik tidak habis pikir. Gudel yang biasanya berangasan dan suka berolok - olok. Tetapi kali ini begitu baik di hadapannya. Membantu keluarganya dengan sangat bertanggung jawab. Ketika banyak tamu pelayat Gudellah yang selalu ada. Semua pekerjaan berat, Gudellah yang mengerjakannya. Gudel sangat membantu.
Menik teringat ketika hari ketujuh neneknya meninggal. Peringatan hari ketujuh neneknya meninggal sangat merepotkan. banyak sekali pekerjaan dapur yang mesti diselesaikan. Malam itu sudah larut. Gudel melepas lelah di amben dapur sambil merokok. Menik mendekati. " Kang ini dari bapak. Kata Bapak untuk kang Gudel yang telah bekerja berat membantu pekerjaan keluargaku ". Menik mengansurkan beberapa lembaran uang pecahan lima puluh ribuan. Gudel tersenyum sambil menatap mata Menik. " Aku tidak mengharapkan itu, Nik. Uang aku sudah punya. Simpan saja untukmu ". Jawab Gudel sambil merebahkan dirinya di amben dan memejamkan mata tanpa lagi memperhatikan Menik yang berdiri di dekatnya.
Gudel sudah pulang. Berarti untuk keperluan dapur Kliwon kakaknyalah yang kembali harus mengambil air di sumber. Dan gentong - gentong air itu tidak selau penuh. Berbeda ketika Gudel yang mengisinya. Kliwon kakaknya tak bakalan mengisi gentong - gentong itu hingga penuh. Di dapur tidak ada lagi laki - laki. Tidak ada lagi yang membawakan kayu bakar. Tidak ada lagi orang yang membantu ketika malam malam ia butuh sesuatu. Di dapur hanya tinggal yu Jumprit. Yu Jumprit yang hanya bisa memasak dan menjerang air. Yu Jumprit yang tidak bisa mengerjakan pekerjaan kasar dan berat. Tiba perasaan Menik menjadi sepi. Mulai malam nanti Gudel tidak lagi ada di dapurnya.
Selama sepuluh siang sepuluh malam Gudel di matanya. Gudel yang selalu mencuri pandang pada dirinya. Menik tahu kalau Gudel sangat sering memperhatikannya. Bahkan Menik menjadi sangat bangga ketika Gudel menatapnya lama - lama. Gudel selalu berada di dekatnya. Membantu apa yang menjadi pekerjaannya. Bahkan ketika barang berat akan diangkatnya, Gudel segera mendekatinya dan melarang dirinya mengangkat yang berat- berat. Gudel yang berangsan. Gudel yang setiap kali dekat dengan perempuan tangannya tak bisa diam dan pasti mencari peluang untuk bisa memegangi apa saja milik perempuan yang ada di dekatnya. Tetapi Menik merasakan Gudel yang tidak berangasan. Malahan Menik merasakan Gudel yang perhatian. Gudel yang lembut. Gudel yang mencoba menghindar bersinggungan dengan tubuhnya. Menik tidak habis pikir kenapa Gudel kali ini tidak berangasan terhadap dirinya. Menik teringat satu saat dulu Gudel pernah berangasan terhadap dirinya. Ketika ia pulang mandi dari kedung Gudel tiba - tiba mengikuti dari belakang dan sambil berlari mencubit bokongnya dan tertawa terbahak - bahak. Tetapi kali ini sebenarnya Gudel memperoleh banyak kesempatan jika akan berangasan terhadap dirinya. Betapa tidak, Gudel selalu dekat dengan dirinya. Gudel sangat sering berduaan dengan dirinya di dapur, di ruang tengah, bahkan malam - malam di rumah Menik Gudel selalu bertemu Menik. Tetapi Gudel justru bersikap lembut dan sangat sopan terhadap dirinya. Bahkan ketika tubuhnya akan bersinggungan Gudel mencoba menghindar.

Karena sikap - sikap Gudel selama sepuluh hari di rumahnya ini membuat Menik menaruh simpati terhadap Gudel. Menik menjadi sedikit melupakan Gono yang pernah mencumbunya. Gono yang pernah memberikan kenikmatan tubuhnya. Gono yang setiap malam menemaninya di keremangan cahaya. Gono yang sangat suka mengelus rambutnya dan kemudian mengelus bagian tubuh lainnya. Dan ketika malam telah begitu dingin Gono pasti mendekapnya dan tangannya masuk di balik rok dimana disana ada buah dadanya. Dan Gono mengelusnya, meremasnya, sambil menciumi pipinya, lehernya, dan paling ahkir berlama - lama menciumi bibirnya. Dan ketikan tangan Gono mulai merogoh selangkang Menik menolak. Pikiran Menik melayang ke Gudel yang baru saja pulang dari rumahnya. Dan membuatnya tiba - tiba sepi. Gudel kelihatan begitu gagah. Begitu kuat. Ketika pundaknya ada pikulan yang di ujung - ujung pikulan tergantung bumbung - bumbung air, badan Gudel begitu berotot. Lengan Gudel begitu tampak kuat dan kokoh. Tangan besar. Jari - jarinya tangan kelihatan besar - besar dan kuat. Tidak terasa Menik dan tidak disadari Menik membayangkan Gudel memeluknya dengan kuat. Tangannya yang kokoh dan jari - jarinya yang besar - besar meremas buah dadanya. Tubuh Menik yang kecil bila dibanding tubuh Gudel pasti akan tenggelam di pelukan Gudel. Dan tubuhnya pasti akan dilumat - lumat oleh Gudel yang tinggi besar. Dan dirinya pasti tidak kuasa menahan nikmatnya dicumbu Gudel. Menik merinding dan tiba - tiba merasa malu pada diri sendiri karena di selangkangan ada rasa - rasa yang geli gatal seperti ada yang meleleh di miliknya.


Di dapur yu Jumprit sendirian. Seluruh badannya terasa capai. Yu Jumprit duduk di amben dapur yang hanya diterangi lampu menyala redup. Malam begitu dingin. Yu Jumprit memijit - mijit kakinya sendiri. Mulai dari telapak kaki pelan - pelan naik ke atas. Ketika tangannya sampai di paha, yu Jumprit menyingkapkan kain yang menutupi pahanya. Kalau ada orang di dekatnya pasti akan bisa melihat seluruh paha yu Jumprit sampai ke pangkal pahanya. Dan akan bisa melihat milik yu Jumprit yang tidak bercelana dalam. Dan ketika yu Jumprit mencoba menggeliat - geliat ketika tangannya harus memijit bagian belakang pahanya, orang yang di dekatnya pasti akan melihat milik yu Jumprit. Karena merasa sendiri maka yu Jumprit tidak ambil pusing. Kainnya yang menutup pahanya semakin naik saja seiring ia ingin memijit pangkal pahanya. Yu Jumprit tidak tahu kalau ulahnya ini diperhatikan pak Pedut dari dalam kamar pak Pedut yang dihubungkan dengan jendela ke arah dapur. Pak Pedut tidak mengedipkan matanya. Bahkan juga membeliak - beliakkan matanya agar bisa melihat semakin jelas. Lampu yang hanya temaram membuat pandangan tidak begitu jelas. walaupun begitu pak Pedut tetap bisa melihat. Dan karena memang tidak begitu terlihat jelas justru pak Pedut memperjelas pandangan matanya dengan mereka - reka di pikirannya. Sehingga justru seolah - olah pak Pedut melihat dengan jelas apa yang semakin ingin dilihatnya.
Yu Jumprit yang masih saudara jauh pak Pedut ini sudah cukup lama menjanda. Suami meninggal saat mencoba membuat sumur. Suami mati lemas di kedalaman galian sumur yang sudah mencapai dua puluh lima meter.
Dan sumur itu tidak pernah mengeluarkan air. Orang sedusun kembali putus asa dan tidak akan lagi - lagi mencoba membuat sumur. Mereka kemudian berpikir bagaiman caranya bisa menaikkan air dari sumber ke dusun, supaya orang - orang tidak sangat repot memikul bumbung dari sumber. Yu Jumprit menjanda tanpa anak. Ia hidup sendiri mengerjakan sawah - sawah suaminya. Yu Jumprit berparas cantik. Hanya karena tidak terawat, dan kulit putihnya menjadi kemerahan karena selalu diterpa sinar matahari, maka yu Jumprit tampak lebih tua dari usia sebenarnya yang baru tiga puluh lima tahun. Yu Jumprit yang berperawakan sintal dan banyak melakukan pekerjaan berat ini tubuhnya menjadi tampak padat.

Pak Pedut tiba - tiba sangat terkejut. Dan matanya semakin membeliak. Pak pedut melihat yu Jumprit menyingkapkan kainnya semakin tinggi. Kalau hanya ingin memijit pangkal paha kenapa harus menaikkan kain begitu tinggi sampai ke batas pusar ? Apa yang diinginkan pak Pedut menjadi kenyataan. Ia menjadi bisa melihat milik yu Jumprit dengan jelas. Secara kebetulan duduk yu Jumprit mengadap jendela dimana di balik jendela itu ada pak pedut yang semakin deg - degan. Yu Jumprit berhenti memijit pangkal pahanya, dan tangannya beralih ke miliknya dan mengelus - elusnya. Tangan kiri yu Jumprit menyangga tubuhnya dan tangan kanannya berada di kemaluannya. Telapak tangannya mulai mengelus naik turun. Lututnya ditekuk ke atas dan selangkangannya dibuka lebar - lebar. Jari tengah yu Jumprit mulai mencari - cari dan menenkan - nekan diantara bibir kemaluannya. sesekali wajah yu Jumprit menengadah dan mulutnya meringis dan mendesah. Pak Pedut tahu kalau yu Jumprit sedang mencari kenikmatan. Yu Jumprit sedang melepaskan rasa kaku dibadannya dengan cara mencari kepuasan dengan tangannya. Menyaksikan itu milik pak Pedut menggeliat - geliat dan menjadi sangat kaku. Pak Pedut ingin membuka jendelanya lebar - lebar agar ia bisa lebih jelas melihat apa yang sedang dilakukan yu Jumprit. Pak pedut tidak melakukannya, takut jendela berderit dan didengar yu Jumprit. Justru yang dilakukan pak Pedut kemudian adalah memelorotkan celana kolornya dan tangan segera memegangi miliknya yang kaku dan terasa pegal serta ujungnya terasa begitu membengkak. Pak Pedut menggenggam miliknya dan genggamannya bergerak maju mundur. Pak Pedut mendapatkan kenikmatan di kelelakiannya. Ingin rasanya pak Pedut melompati jendela dan mendekati yu Jumprit. Dan pak Pedut menggantikan tangan yu Jumprit dengan tangannya. Pak Pedut kemudia memeluk yu Jumprit, menciumi pipinya, lehernya dan bibirnya sambil jari - jarinya terus bergerak diantara bibir kemaluan yu Jumprit yang semakin membuka lebar dan basah. Yu Jumprit yang dibuat demikian pasti tidak tahan. Yu Jumprit akan terus mendesah dan menggeliat. Yang dilakukan kemudian oleh pak Pedut merebahkan yu Jumprit, mengangkangkan lebar - lebar selangkannya dan segera menindihnya sambil menancapkan kelelakiannya di milik yu Jumprit dan segera menggoyangnya. Lamunan pak Pedut yang demikian membuat tangannya yang menggenggam mentimunnya menjadi bergerak semakin cepat. Dan ahkirnya sarung basah oleh muntahan cairan nikmatnya. Pak Padut berteriak tertahan merasakan kenikmatan di mentimunnya yang sedang klimak. Sementara itu matanya tetap keluar jendela melihat yu Jumprit yang badanya bergetar dan kakinya merapat - rapatkan selangkangan sementara jari - jarinya menjadi terjepit kedua pahanya. Yu jumprit menggelinjang dan mulut yu Jumprit mendesah keras sampai di telinga pak Pedut. Payudara yu Jumprit jadi menyembul - nyembul keluar dari kain kebayanya yang kancing bajunya sejak dari tadi sengaja memang tidak dikancingkan.

Peringatan hari keempat puluh meninggalnya Nyi Ramang berlangsung sampai larut malam. Digelar doa - doa untuk arwah Nyi Ramang. Semua yang hadir mendoakan agar arwah Nyi Ramang memperoleh jalan yang terang, tidak tersesat - sesat. Ratusan orang mulai pada berpamitan untuk pulang ke rumah masing - masing ketika malam mulai sangat dingin dan kabut embun mulai membasahi tanah.
Gudel kembali sibuk. Bersama Kliwon dan Menik Gudel beres - beres gelas, piring dan lain - lain yang tadi dipergunakan untuk jamuan makan, menggulung kembali tikar yang dipakai duduk para tamu, serta menutup pintu dan jendela rumah yang tadi terbuka lebar - lebar. " Kang dak usah pulang, tidur sini saja ". Kata Menik kepada Gudel yang sedang sibuk menumpuk piring kotor di dapur. Belum sempat Gudel menjawab permintaan Menik, yu Jumprit mendahului komentar : " Lha iya ta Del. Sebentar lagi pagi. Dah tidur di amben dapur ini saja. Anget ". Gudel tidak menjawab permintaan Menik dan juga tidak bereaksi terahadap komentar yu Jumprit. Gudel tetap sibuk. Tidak dimintapun oleh Menik, gudel akan tidur di rumah Menik. Gudel sangat berharap, selesai beres - beres bisa duduk - duduk dengan Menik. Gudel sudah merencanakan akan menyatakan kesukaaannya terhadap Menik. Gudel berharap Menik mau diajak ngomong - ngomong saat malam semakin sepi. Apapun jawaban Menik nanti Gudel sudah bertekat mau mengatakannya. Pekerjaan beres - beres selesai. Menik dan yu Jumpritlah yang masih tetap sibuk mencuci gelas dan piring kotor. Gudel menunggu Menik selesai dengan pekerjaannya sambil duduk di amben dapur dan menikmati hangatnya wedang jahe dan wajik ketan. Wedang jahe buatan yu Jumprit sangat terasa hangatnya. Jadah dan wajik buatan yu Jumprit juga sangat terasa gurihnya. Beberapa potong wajik dan jadah telah dilahap Gudel sambil sesekali dibarengi mengisap rokoknya. Melihat pekerjaan Menik sudah beres Gudel bangkit dari duduk dan berjalan ke arah pintu keluar. Gudel sengaja membuka pintu dan menimbulkan suara. Maksud Gudel agar didengar Menik kalau ia membuka pintu. " Mau kemana kang ?" Teriak Menik dari tempat mencuci piring. Gudel tidak menjawab. Ia merasa berhasil menarik perhatian Menik. Gudel tidak menutup pintu dan segera duduk di lincak di teras rumah. Cahaya rembulan yang menimpa kabut tampak redup dan kekuning - kuningan. Di luar rumah sepi. Binatang malam sudah berhenti berbunyi. Dinginnya udara membuat binatang malam kembali ke sarang dan liang - liang mereka tinggal. Setelah beberapa lama menunggu sambil menikmati asap rokok yang terasa sangat nikmat diisap pada kedinginan malam, yang diharapkan Gudel terkabul. Menik keluar dan menyapanya. " Dak dingin pa kang ? Belum ngantuk ya ? " Sapa Menik sambil ikut duduk di lincak. Tubuh Menik sudah dibalut baju hangat dan selimut. " Duduk di dalam saja yuk kang ! Di luar dingin ". Kata Menik lagi. Jantung Gudel berdegup. Tubuhnya bergetar. Lidahnhya kelu. Maksud hatinya ingin segera mulutnya berkata - kata tentang keinginannya menyatakan rasa sukanya kepada Menik. Tetapi mulutnya justru terkunci susah di ajak kerjasama. Pikirannya ragu - ragu. Jangan - jangan apa yang ingin dinyatakan kepada Menik ini akan ditolak mentah - mentah. Alangkah malunya. Jangan - jangan Menik akan berprasangka kalau selama ini ia membantu keluarga Menik karena akan mencoba mendekati Menik. Padahal benar begitu. Gudel yang berangasan di depan Menik ternyata menjadi laki - laki yang susah bisa berkata - kata. Keraguannya akan apa yang akan dinyatakannya kepada Menik menjadikan Gudel semakin bisu. Di dalam pikirannya berkecamuk antara ya dan tidak. Ya berani mengutarakan isi hatinya atau sama sekali tidak berani. Suasana menjadi begitu hening. Hanya derit lincak bambu yang memecah kesunyian ketika Gudel sesekali membenahi posisi duduknya. Hati Gudel sangat berontak agar mulutnya segera berucap. tetapi lagi - lagi mulutnya susah dibuka. Lidahnya terasa kelu dan kerongkongan terasa tersekat. Justru Meniklah yang membuka mulut memecah keheningan : " Kang Gono kok dak kabar - kabar ya kang ". Menik membetulkan selimutnya yang melorot dan memperbaiki posisi duduknya merapat ke tubuh Gudel. " Dingin ya kang ." Mata Menik melirik ke wajah Gudel yang karena gelap Menik tidak bisa melihat raut muka Gudel yang sedang mencerminkan kegaluan hatinya. " Gono sudah lupa sama kamu. Dia sudah dapat ganti perawan kota yang wangi !" Sekenanya saja jawaban yang keluar dari mulut Gudel. " Ah apa iya kang ? Kang Gono sudah kencantol perawan kota ?" Tanya Menik seolah ingin meyakinkan pernyataan Gudel yang sekenanya itu. " Siapa tahu ? " Kembali Gudel berucap sekenanya. " Bisa juga ya kang. Perawan kota kan cantik - cantik ya kang ? Kalau begitu kang Gono jangan - jangan benar- benar sudah melupakan aku ya kang. Kalau kang Gono ternyata sudah melupakan aku ya lebih baik aku sama kang Gudel saja ya kang ! " Menik nerocos tidak terkontrol yang memang didorong oleh hatinya yang sebenarnya telah menaruh simpati terhadap Gudel. Kalimat menik yang yang terahkir yang baru saja diucapkan Menik membuat Gudel kaget setengah mati. Menik menginginkannya. Tiba - tiba hati Gudel menjadi berbinar. Semua menjadi terasa ringan dan tidak ada hambatan. Begitu juga mulutnya dan lidahnya tidak lagi kelu dan tersekat. " Nik sebenarnya aku sangat menyukai kamu " Kata Gudel lirih sambil menatap mata Menik yang secara kebetulan sedang menatapnya juga. Menik hanya terdiam sambil menatap mata Gudel yang dikegelapan sehingga tidak begitu kentara sorot matanya. Melihat Menik terdiam dan terlongo kaget, tangan Gudel segera meraih tubuh Menik dan dipeluknya kuat. Belum juga Menik tersadar terhadap apa yang dikatakan Gudel, wajah Gudel telah persis di depan wajahnya dan tiba - tiba bibir Gudel telah berada di bibirnya. Menik merasakan kehangatan pelukan Gudel yang bertubuh besar. Dan bibirnya terasa begitu begetar oleh ciuman Gudel yang tiba - tiba. Menik merasakan ada rasa hangat, tenteram dan bahagia di hatinya, maka tidak sadar ciuman Gudel dibalasnya dengan cara menggerakkan bibirnya di bibir Gudel sambil mencoba menjulur - julurkan lidahnya. Mendapat sambutan dari Menik Gudel menjadi semakin berani. Dan secara reflek tangannya mencari - cari dada Menik. Menik yang sudah menjadi lupa dan karena juga rasa nikmat di bibirnya malah mencoba memberi kesempatan untuk tangan Gudel sampai di payudaranya. Dan meremas gemas. Tidak terasa Menik telah berada di pangkuan Gudel. Suara derit lincak karena ulah mereka tidak terdengar di telinga mereka tetapi terdengar sangat keras di telinga yu Jumprit yang berada di dapur. Gudel dan Menik sedang dimabuk nikmat cinta. Dengan berjinjit - jinjit yu Jumprit ingin tahu apa yang sedang terjadi di lincak yang terus berderit. Yu Jumprit mencoba melongok dari pintu. Apa yang diduga yu Jumprit benar. Gudel dan Menik sedang bercumbu. Dengan kaki tetap berjinjit - jinjit yu Jumprit segera kembali ke dapur. Pikiran yu Jumprit menjadi tak karuan. Yu Jumprit menjadi bingung. Tubuhnya menggigil dan sangat terangsang. Yu Jumprit kembali jongkok di depan tungku. Gudel semakin lupa. Tangannya sudah mulai kemana - mana. Sebaliknya menik sangat menikmati tangan besar Gudel yang ada di payudaranya. Tetapi ketika tangan Gudel menyentuh paha, Menik menjadi sangat kaget dan tersadar dengan apa yang sedang dilakukannya. Dengan cepat dan kuat tiba - tiba Menik meronta dan melepaskan diri dari pelukan Gudel dan segera lari masuk rumah meninggalkan Gudel yang tidak habis pikir.
Yu Jumprit yang melihat Menik lari - lari kecil melewati dapur dan langsung masuk rumah induk sambil membetul - betulkan letak baju di bagian dadanya, hanya melongo. Kemudian tersenyum geli. Sejurus kemudian Gudel memasuki dapur. Menutup pintu dan segera merebahkan dirinya di amben dapur dan terus diawasi oleh mata yu Jumprit.
 
Terakhir diubah:
TIGA

Di rumah juragan Gogor Plencing dan Tobil telah siap menunggu perintah juragannya. Plencing dan Tobil adalah pembantu setia dari juragan Gogor. Mereka berdua hidup dari pemberian juragan Gogor yang kadang melimpah ruah kalau tugas mereka berhasil membuat juragan Gogor puas. Walaupun keduanya sangat sering menerima dampratan dari juragan Gogor, tetapi keduanya tetap setia dan selalu tunduk kepada juragannya. Tak lain karena uang juragannya yang selalu dengan sangat mudah mengucur kepada keduanya.
" Kali ini ini kita mau dapat tugas apa ya kang ? " Karena ucapannya ini rokok yang di bibir Plencing bergerak - gerak. Menjadi kebiasaan Plencing kalau ngomong rokok di bibir tak perlu berganti tempat di jari. Tobil yang ditanya diam tak bereaksi. Mulutnya tetap mengunyah kimpul goreng dan sesekali menyerutup wedang teh kental manis yang disuguhkan Liyem pembantu juragan Gogor. " Jangan - jangan tugas berat ya kang ? " Kembali Plencing membuat rokok di bibirnya bergerak - gerak dan abu rokok diujung rokok rontok jatuh mengotori celananya dan cepat - cepat tangannya mengibas - ngibas agar abu tidak mengotori celananya melainkan terbang kemana - mana. Termasuk terbang ke kimpul goreng di meja. Kembali Tobil tidak ambil pusing terhadap luncuran kalimat dari bibir Plencing. Mulutnya malah jadi memberengut karena abu rokok yang menimpa kimpul goreng di meja.
Liyem kembali ke ruang tamu dimana Plencing dan Tobil sedang berada. Ditangannya ada sepiring kimpul goreng yang masih berasap. " Lho kok dah ditambah ta Yem. Lha yang ini saja belum habis kok ! " Kembali rokok di bibir Plencing bergertar - getar dan menebarkan abu. " Di dapur masih banyak kang, dak usah kawatir. Dah abiskan saja ! " Liyem menanggapi omongan Plencing. " Juragan belum bangun ya Yem ? " Kali ini Plencing mengambil rokok di bibirnya dengan jepitan jarinya dan meletakkannya di asbak. " Sudah ... tu baru mandi. Tadi malam Juragan pulang malam sekali dari rumah isteri mudanya ." Liyem memberi penjelasan kepada Plencing yang sedang memasukkan sebongkah kimpul goreng di mulut. Plencing manggut - manggut tanda mengerti terhadap penjelasan Liyem.
Juragan Gogor tidak tinggal bersama isteri tua maupun dengan isteri mudanya. Melainkan ia tinggal di rumah lainnya yang setiap harinya hanya ditemani Liyem pembantu setianya serta para pekerjanya. Isteri tua bersama anak - anaknya tinggal di rumah besar. Isteri mudanya dibuatkan rumah yang tidak begitu besar dan berjauhan dengan rumah isteri tuanya. Di antara rumah isteri tua dan rumah isteri mudanya ia dirikan rumah untuk tinggal dan untuk mengendalikan semua pekerjaannya.
Juragan Gogor adalah pengepul hasil bumi para petani dimana ia tinggal. Hasil bumi apapun dari petani ia beli. Kemudian setelah terkumpul ia kirim ke kota. Juragan Gogor adalah juragan kaya. Salah satu juragan dari banyak juragan yang ada. Diantara juragan - juragan yang ada, juragan Gogor terkenal paling obral membeli dan menjual. Semua hasil petani dibelinya dengan harga yang pantas. Juragan Gogor mengambil sedikit untung dari para petani, tetapi mendapat banyak barang, karena petani lebih senang ke juragan Gogor yang membeli dengan harga yang baik dari pada ke lain juragan yang umumnya pelit.
" Pagi - pagi tadi bangun tidur juragan minta dipijit pinggangnya. Katanya pinggulnya pegal Karena kerja keras semalam ". Berucap begitu Liyem sambil tersenyum dan menatap mata Tobil yang mulutnya terus tanpa henti mengunyah kimpul goreng. Liyem yang selama ini menaruh hati sama Tobil, mencoba memancing reaksi Tobil terhadap ucapannya ini. Liyem berharap Tobil bertanya, ya kamu terus mijitin juragan ya Yem ? Liyem ingin Tobil cemburu. Tetapi tak sedikitpun ada tanggapan dari Tobil. Melirik dirinyapun Tobil tidak melakukannya. Malah Plencinglah yang sambil mucu - mucu karena di mulut penuh kimpul goreng menanggapi Liyem : " Ya kamu terus mijitin juragan ya Yem ? " Yang ditanya begitu dengan kenesnya menjawab sambil memperhatikan raut muka Tobil. Liyem berharap Tobil cemburu. " Lha iya ta kang. Masak aku menolak. Setelah tak pijitin dan tak elus - elus juragan tidur lagi Kang. Trus tadi bangun minta disiapkan air anget. Tu sekarang lagi mandi. Tunggu saja ya kang. Paling sebentar lagi selesai ". Liyem berucap sambil terus memperhatikan wajah Tobil. Setelah itu ngeloyor lagi menuju dapur dengan langkah yang dibuat - buat agar pantatnya kelihatan tungging. Harapannya dilihat Tobil dan Tobil tertarik. Dan satu saat nanti Tobil akan mendekatinya. Mengajaknya ke hutan. Dan di hutan dirinya akan menikmati cumbuan Tobil yang selama ini hanya ada dibayangannya saja.
Plencing dan Tobil buru - buru memperbaiki posisi duduknya begitu melihat juragan gogor berjalan mendekati tempat dimana ia duduk. Plencing dan Tobil buru - buru menelan kimpul goreng yang masih ada di mulut dan menggelontornya dengan teh kental manis dan segera mengusap - usap membersihkan mulutnya. Melihat dua pembantu setianya geragapan, juragan Gogor hanya tersentum dan berkata ringan : " Halah dak usah rikuh pekewuh, teruskan saja makan kimpulnya. Ayo dimakan lagi ". Berkata begitu juragan Gogor langsung duduk di hadapan Plencing dan Tobil sambil dari mulutnya terus mengepul asap rokok yang disedot dengan pipa gading gajah. " Ada tugas baru untuk kamu berdua. Tugas ini pasti tidak mudah. Tetapi kamu berdua harus berhasil ". Juragan Gogor mulai kalimat seriusnya. Tobil dan Plencing masing - masing saling berpandangan dan mengerinyitkan dahi. " Selidiki ! Dan cari titik terang ! Kepada siapa Nyi Ramang mewariskan jimatnya. Jangan terlalu kentara kalau kalian ingin menyelidiki itu. Terserah kamu berdua mau mulai dari mana. Dan dari siapa ". Juragan Gogor ambil napas panjang, kemudian menghisap pipa gading gajahnya dan menghempaskan asap tebal dari mulut sambil menerawang. Tobil dan Plencing masih mengerinyitkan dahi sambil terus menetap juragannya. " Ini sudah saatnya. Karena kematian Nyi Ramang sudah diperingati empat puluh harinya. Rupanya sudah tidak ada saru sikunya. Kita tahu kalau kesaktian Nyi Ramang itu ada pada jimatnya yang berupa batu akik Kecubung Wulung. Aku mengira kalau batu akik Kecubung Wulung itu oleh Nyi Ramang diwariskan ke pak Pedut anak satu - satunya. Tugas kamu berdua harus sudah bisa menemukan titik terang sebelum peringatan hari ke seratus meninggalnya Nyi Ramang diperingati ". Panjang lebar juragan Gogor memberi instruksi kepada kedua pembantunya. Tobil dan Plencing tahu akan tugasnya. Berat. Tidak mudah. Bukan seperti tugas - tugas yang lain yang pernah diperintahkan juragannya. Tugas yang sering dilakukan Tobil dan Plencing hanya mencari gadis perawan yang mau dibayar untuk dinikmati kesegaran tubuhnya oleh juragannya. Juragan Gogor sangat suka gadis perawan. Tidak pandang rupa, tidak pandang kemolekan tubuh. Yang penting perawan. Berapapun dibayar oleh juragan Gogor. Juragan Gogor yakin semakin banyak menyetubuhi gadis perawan ia akan semakin awet muda. Tobil dan Plencing merasa tugasnya kali ini sangat berbeda. Mereka berdua bingung. Belum pernah tugas sepertini dilakukannya. " Lalu kalau sudah ketemu titik terangnya, gan ?" Tobil membuka mulut. " Segera kalian laporkan kepadaku. Atau kamu bisa iming - imingi mereka dengan uang. Batu bertuah itu harus segera di tanganku. Berapapun mereka minta ganti uang, sanggupi ! Mengerti ! " Juragan Gogor tegas dengan perintahnya. " Siap menjalankan tugas, gan ! Kapan kami mulai ? " Plencing serius menjawab tantangan tugas yang diberikan juragannya. Dan Tobil mengiyakan dengan anggukan kepala sambil menatap mata juragannya. " Jangan tunda sampai besuk. Segera setelah keluar dari rumah ini kamu berdua harus segera melaksanakannya. Ingat jangan sampai terlewat dari peringatan seratus hari meninggalnya Nyi Ramang !" Juragan Gogor kembali menghisap pipanya sambil memperhatikan keseriusan kedua anak buahnya yang sangat setia menjalankan tugas - tugasnya. " Oh ya, .... aku masih sangat ingin Tumi. Dekati Tumi. Tawari dia uang. Berapapun. Aku sudah tidak sabar ingin menidurinya !" Juragan Gogor memberi tugas Plencing dan Tobil mendekati Tumi tetap terus dilaksanakan. " Siap gan ! " Serentak Plencing dan Tobil menjawab instruksi juragannya yang sangat royal ini.
Juragan Gogor membayangkan tubuh Tumi yang sintal. Padat berisi. Payudaranya yang besar. Bokongnya yang begitu sintal dan nungging. Sudah banyak perawan disetubuhi juragan Gogor. Tetapi Tumi begitu menarik perhatiannya. Ah ... seandainya satu saat malam tubuh telanjang Tumi di hadapannya. Akan segera diterkam dengan gemuruhnya keinginan.


Tobil dan Plencing melaksanakan strategi yang telah direncanakan. Sasaran pertama yang akan didekati mereka adalah pak Pedut. Seperti kata juragannya, pak Pedutlah orang yang pertama - tama mungkin diwarisi jimat Nyi Ramang itu.
Lampu di ruang tamu di rumah pak Pedut menyala terang. Malam baru saja datang. Di langit ada rembulan separo menggantung di atas gunung. Dinginnya udara belum begitu menusuk tulang. Pak Pedut menerima kedatangan Tobil dan Plencing. " Sampai hari ini aku sendiri juga bingung dan tidak mengerti, Bil ". Pak Pedut menjawab pertanyaan Tobil dan Plencing tentang keberadaan jimat Nyi Ramang yang sebelumnya tadi Tobil dan Plencing telah menyusun kalimat berputar - putar, termasuk menanyakan kalau nanti ada orang sakit siapa yang bisa menggantikan Nyi ramang, agar mereka berdua tidak terlalu tampak campur tangan terhadap urusan rumah tangga pak Pedut. " Dari dulu sampai saat ajal mau menjemput, simbok belum pernah pesan apapun kepada saya. Saya ini anaknya. Bahkan anak satu - satunya. Tetapi kenapa simbok tidak pernah bicara tentang jimat itu kepada saya ". Pak Pedut melanjutkan kalimatnya. Plencing dan Tobil mencoba melihat sorot mata pak Pedut. Jangan - jangan disana ada cerminan kebohongan. " Sumpah mati, aku tidak diwarisi benda itu, Cing !" Tegas pak Pedut kepada Tobil dan Plencing yang lalu saling pandang dan saling bertanya dalam hati. Benarkah pak Pedut tidak diwarisi jimat itu ? Benarkah pak Pedut Jujur seperti yang dicerminkan sorot matanya. Plencing dan Tobil ragu. " Mestinya ya kang Pedut ta yang harus dapat warisan jimat itu ". Kalimat Plencing meluncur sebagai akibat luapan keraguannya terhadap kejujuran pak Pedut. " Ya mestinya begitu, Cing. Tapi kenyataannya ? Mungkin saja simbok tidak memercayai aku. Sehingga simbok takut mewariskan jimat itu kepada aku ". Kata pak Pedut agak terbata - bata. Kalimat pak Pedut yang diucapkan dengan terbata - bata seolah - olah pak Pedut protes terhadap adanya ketidak adilan yang dilakukan Nyi Ramang terhadap dirinya, diterjemahkan oleh Plencing dan Tobil sebagai kalimat kejujuran pak Pedut. Tetapi kalau diingat selama ini pak Pedut adalah orang yang baik, orang yang terpandang, walaupun tidak kaya harta, dan juga pak Pedutlah satu - satunya orang terdekat Nyi Ramang selain Kliwon dan Menik, padahal juga pak Pedutlah yang selama ini merawat Nyi Ramang, mustahil jika jimat itu oleh Nyi Ramang diwariskan kepada orang lain. Kembali Tobil dan Plencing lagi - lagi benaknya dipenuhi keraguan.
Yu Jumprit datang membawa nampan yang di atasnya ada wedang jahe panas dan songkong rebus bertabur kelapa muda parut. " Ooo .... dik Plencing sama dik Tobil ta ini. Saya kira tamu agung dari mana ". Kata yu Jumprit menyapa Tobil dan Plencing. " Ya kalau tamu agung tak bakalan disuguhi singkong rebus ta yu,....yu... !" Jawab Tobil sambil tertawa lepas. Ketika Yu Jumprit membungkuk meletakkan gelas - gelas berisi wedang jahe dan sepiring singkong rebus bertabur parutan kelapa muda, mata Tobil dan mata Plencing mendapat suguhan dada yu Jumprit. Dada yu Jumprit yang tidak mengenakan kutang, dan kainnya melonggar di bagian dada membuat payudaranya menggelantung ketika membungkuk. Payudara yang tidak kecil tetapi tidak tergolong besar. Payudara yang masih tampak kencang dan kenyal. Payudara yang putingnya belum pernah disedot bayi, karena yu Jumprit janda kembang. Tobil dan Plencing tidak sadar terus memelototi dada yu Jumprit. Dalam khayalnya Tobil memeluk yu Jumprit, menciumi pipinya, dan tangannya ada di dada yu Jumprit dan meremas gemas payudara yang menggelantung seperti buah pepaya. Sedangkan dalam khayalan plencing, dirinya sedang menghisap - hisap puting merah buah dada yu jumprit. Dipangkunya yu Jumprit, dan dibukanya kain yang menutup dadanya, dan Plencing segera membungkuk dan menciumi dan menghisap - hisap buah dada yu Jumprit. Mereka berdua tersadar dari khlayalan dan kaget ketika yu Jumprit selesai membungkuk dan menawarkan minum : " Ayo diminum dik ! Tu singkongnya gurih banget !" Begitu yu Jumprit terus berlalu. Tobil dan Plencing membenahi posisi duduknya karena milik mereka menggeliat bangun.
" Sekarang aku ganti bertanya sama dik Tobil dan dik Plencing, kenapa kamu berdua menanyakan jimat milik simbok itu ? Kok perhatian benar kamu dik ?" Kalimat ini muncul dari pak Pedut membuat Tobil dan Plencing kaget. Tetapi Plencing segera menemukan jawaban bohongnya : " Ya ... ya ... aku dan kang Tobil ini kan peduli ta kang Pedut. Selama ini orang desa kita sangat tertolong oleh jimat itu, kang. Lha kalau terus jimat itu tidak diketahui siapa pemiliknya, terus nanti kepada siapa orang desa ini minta tolong jika menderita sakit ". Tobil manggut - manggut mengiyakan jawaban bohong Plencing dan ia pun menyambung : " Benar lho kang, selama ini Nyi Ramang itu sangat dibutuhkan orang sedesa. Bahkan orang - orang di luar desa ini juga tidak sedikit yang datang. Sejak Nyi Ramang sakit tua dan tidak lagi mau menolong orang, orang desa kita sudah pada kelabakan. Lha kalau tidak ada penerusnya terus gimana kang. Desa kita ini jauh dari kota. Banyak orang miskin. Terus gimana kalau ada orang sakit. Siapa yang mau menolong ". Plencing ganti manggut - manggut mengiyakan pernyataan Tobil dan segera juga menyambung kalimat Tobil : " Saya dan kang Tobil ini kesini ketemu dengan kang Pedut tak lain diutus juragan Gogor. Beberapa hari ini juragan Gogor sering pusing - pusing kepala. Bahkan kalau kumat juragan Gogor sampai pingsan, kang. Jurugan Gogor sebenarnya mau datang minta tolong sama kang Pedut. Karena juragan Gogor memastikan jimat itu ada di tangan kang Pedut. Jadi kang pedutlah yang dikira oleh juragan Gogor dapat menolong mengobati pusing - pusingnya ". Plencing berbohong lagi dan diiyakan oleh manggut - manggutnya kepala Tobil. Mendengar kalimat - kalimat Tobil dan Plencing yang begitu serius menyatakan maksudnya pak Pedut hanya bisa mengerinyitkan dahi. Dan kemudian menyerutup wedang jahe dan segera pula menikmati singkong bertabur parutan kelapa muda : " Ayo diminum dan wah... singkongnya benar - benar gurih. Jumprit memang pinter buat makanan enak. Ayo dimakan mumpung masih anget ". Tobil dan Plencingpun tidak menyia - nyiakan tawaran pak Pedut.
Di dapur terdengar Menik dan yu Jumprit tertawa lepas. Yu Jumprit sedang mengolok - olok Menik yang terus banyak membicarakan Gudel. Yu Jumprit tahu kalau Menik lagi kasmaran.


Tumi tahu kalau Gudel lagi ada di kedainya mbok Semi. Tumi segera bersolek dengan membedaki wajahnya dan mengoles gincu di bibirnya. Gincu yang dibelinya di kota saat ia berkesempatan ke kota untuk membeli kalung emas. Setiap kali hasil panennya berlebih, Tumi menabungn uangnya dengan cara dibelikan emas. Dari sedikit demi sedikit ahkirnya terkumpul banyak juga. Menjadi kesukaan Tumi mengumpul emas. Ia sangat suka dengan emas. Kalau sudah berbicara tentang emas, Tumilah jagonya. Tumi mau kerja keras dan melakukan apapun demi emas. Dikenakannya kain yang menurutnya paling membuatnya terlihat cantik dan bergegas ke kedainya mbok Semi.
Gudel lagi menikmati wedang serbat panas. Wedang serbatnya mbok Semi tiada duanya. Mbok Semi sangat pinter meramu wedang serbat. Sehari saja mbok Semi tidak membuka kedainya orang - orang sudah pada merasa kangen akan wedang serbatnya. Wedang serbat terbuat dari rebusan daun serai dengan gula kelapa dan rempah - rempah lain yang membuat hangat badan bila diminum apalagi diminum saat masih panas. Wedang serbat mampu mengusir rasa dingin badan. Begitu wedang serbat masuk ke perut segera menjalar rasa hangat di sekujur badan dan membuat badan terasa segar pulih dari rasa lesu dan pegal - pegal karena kerja di sawah. Gudel terus menyerutup wedang serbat panas. Bibirnya tak henti - hentinya meniup wedang agar segera dingin. Mulutnya juga terus dijejali pisang goreng panas. Kedai belum begitu ramai, kecuali karena belum terlalu sore, gerimis menghalangi orang untuk datang ke kedai. Kedai mbok Semi akan ramai menjelang petang ketika udara dingin mulai turun bersama kabut malam. Saat - saat seperti itulah orang menjadi sangat butuh kehangatan. Wedang serbat mbok Semilah yang menjadi obatnya.
Tumi tiba dan langsung duduk merapat di samping Gudel. Tumi memperoleh kesempatan baik. Kedai sepi. Hanya ada Gudel. " Kebetulan Tum kamu datang. Ni Tempa benguk kesukaanmu lagi tak goreng ". Mbok Semi menyambut kedatangan Tumi. " Ya mak. Wedangnya separo saja. Tempe benguknya digoreng kering, mak ". Tumi menanggapi sambutan mbok Semi yang memang selalu grapyak dengan pelanggan. Tumi meraba perut Gudel sambil tertawa : " Sudah kemasukan pisang goreng berapa potong, kang ? " Gudel tertawa juga dan tangannya segera memasukkan pisang goreng di mulutnya dan segera meraba perut Tumi. " Kok kecil perutmu Tum. Lapar ya ?". Tangan Gudel yang sedang meraba perut oleh Tumi segera ditangkap dan dipelorotkan ke arah paha Tumi. Gudel mencengkeram paha Tumi dengan kuat. Dan tangan Gudel tidak berhenti disitu. Dengan cepat tangan Gudel bergerak ke pangkal paha Tumi. Dan sempat menyentuh milik Tumi. Sifat Gudel yang berangasa yang disukai Tumi muncul. Tumi menjerit tertahan. Takut didengar mbok Semi. " Jangan edan kang. Ini di kedai !" Gudel melepas cengkeraman dan tertawa lepas sambil memperhatikan wajah Tumi. Tumi yang bermata bulat. Berhidung tidak pesek. Dan bibirnya dipoles tipis gincu merah. " Kang kapan jadi ke hutan ? Kata kang Gudel kalau sudah lepas hari keempatpuluh peringatan meninggalnya Nyi Ramang. Ini sudah lewat lho kang. Besuk siang ya, kang !" Kata Tumi berbisik di telinga Gudel. Gudel menoleh ke wajah Tumi yang sangat dekat dengan wajahnya. Dan membuat Gudel dengan sangat cepat berkesempatan menempelkan hidungnya di pipi Tumi. " Mbantu ya mbantu kang, mosok siang malam terus - terusan di rumah Menik. Pemuda lain lain kan tidak begitu !" Menik melanjutkan kalimatnya dengan mencoba manja dan pura - pura memberengut. " Ya ... ya besuk siang ". Jawab Gudel yang membuat Tumi lega. Dan Tumi segera beringsut dari posisi duduknya yang merapat ke Tubuh Gudel. " Wah kalian ini cocok lho kalau menjadi suami isteri ". Kata mbok Semi sambil meletakan gelas wedang serbat di meja di depan Tumi. " Mana tempe benguknya, mak ?" Tumi pura - pura tidak mendengar omongan mbok Semi yang sebenarnya membuat dirinya tersipu dan membuat hatinya berbunga - bunga. Dalam hatinya berkata juga. Memang dirinya cocok menjadi isteri Gudel. Sudah lama Tumi menginginkan Gudel jadi pacarnya. Sejak kedewasaannya merambat di tubuhnya Gudellah yang selalu menjadi obyek khayalnya. Diam - diam Tumi menyukai Gudel. Tetapi selalu saja Tumi belum memperoleh kesempatan baik untuk menyatakan kesukaannya. Dimana ada kesempatan bertemu dengan Gudel selalu saja ia tidak bisa menampakkan sikapnya yang menyukai Gudel. Tumi juga mengerti kalau Gudel tidak tertarik akan dirinya. Maka Tumi terus saja melakukan dengan cara mencuri perhatian Gudel. Gudel sepertinya bersikap sama terhadap siapa saja. Berangasan. Suka jahil. Dan tertawa lepas. Juga terhadap dirinya. Gudel nampak tidak ada sikap khusus. " Kang Gudel tidak menyukai Menik kan Kang ?" Tiba - tiba Tumi mengungkap tentang Menik. Mendengar Tumi berkata begitu Gudel tertawa lepas. " Kang Menik itu kan sudah ada yang punya ta kang ?" Tumi memang ada rasa cemburu terhadap Menik. Tumi curiga dengan sikap Gudel yang terus menerus berada di rumah Menik. Membantu keluarga Menik yang sedang repot dengan peringatan - peringatan meninggalnya Nyi Ramang. Tumi heran mengapa Gudel tidak seperti pemuda lainnya dalam membantu keluarga Menik. Jangan - jangan Gudel yang disukainya hatinya malah kepada Menik. Tetapi perasaan itu segera ditepisnya sendiri. Gudel sudah bersedia menemaninya ke hutan. Gudel pasti akan terperangkap oleh cintanya. Mendengar kalimat terahkir dari Tumi Gudel sekali lagi hanya tertawa lepas. " Besuk siang tak tanggu di depan rumah ya kang ! Aku mau bawa makanan agar kita bisa berlama - lama di hutan ". Kata Tumi sambil berdiri bermaksud segera meninggal kedai. " Ya.... ya... Tum ! Sudah sana pulang ! Aku yang bayar ! Tu tempenya dibungkus dibawa pulang !" Gudel memegangi tangan Tumi. " Mak tempe benguknya dibungkus mak ! Biar dibawa Tumi !" Gudel setengah berteriak ke mbok Semi yang sibuk dengan penggorengan. " Dak usah mak, lain kali saja aku tak keseni lagi !" Berkata begitu Tumi langsung keluar dan meninggalkan Gudel yang masih di kedai.
Yang sebenarnya Gudel tahu kalau Tumi menyukainya sudah sejak lama. Tetapi dirinya tidak pernah tertarik dengan Tumi. Tumi yang bawel. Tumi yang terlalu terbuka dengan setiap pria. Tumi yang kalau bicara selalu saja keras dan kemayu bukan gadis yang diimpikannya. Hatinya malah sudah tertambat pada diri Menik. Sekarang hanya rasa kasihan saja yang ada di hati Gudel terhadap Tumi. Tumi begitu menyukainya. Gudel tidak tega Tumi sakit hati lantaran ia menolak cintanya. Gudel sudah bertekat akan memenuhi permintaan Tumi pergi ke hutan. Gudel tahu hutan yang di ujung desa adalah tempat muda dan mudi desa untuk memadu kasih. Mereka yang saling mencinta akan pergi ke hutan. Dan beberapa kali mereka pergi ke hutan tak lama kemudian mereka akan menikah. Mengingat itu Gudel bingung juga. Hatinya telah dicuri Menik. Tetapi ia merasa kasihan terhadap Tumi. Lalu apa yang akan dilakukannya besuk di hutan bersama Tumi ? Hutan adalah tempat bercumbu ketika orang dimabuk cinta. Di hutan besuk pasti Tumi akan merajuk. Gudel tahu sifat Tumi yang sangat mudah terbuka. Tetapi Tumi juga bukan gadis sembarangan. Satu kenyataan Waru yang berulangkali mengajak Tumi ke hutan tidak pernah kesampaian. Tumi bukan gadis yang gampangan. Gudel bingung. Ia sudah terlanjur berucap bersedia diajak ke hutan. Gudel ingat Menik. Menik yang telah pernah menerima cumbuannya. Walaupun Menik belum putus dengan Gono. Gudel bingung.


Tumi menunggu Gudel di depan rumah seperti yang dijanjikannya kemarin. Ia sudah siap untuk pergi ke hutan bersama Gudel. Seperti ketika pernah mengajak Gudel ke hutan tetapi urung karena halangan Nyi Ramang meninggal, Tumi kali ini juga telah mendandani dirinya. Rok yang dikenakannya longgar. Karena Tumi bermaksud agar Gudel tidak kesulitan ketika nanti di hutan Gudel mencari - cari miliknya. Kutang dan celana dalam juga tidak dikenakan. Kembali keinginan Tumi untuk menjerat Gudel akan dilaksanakan. Tubuhnya sejak pagi telah dirawatnya. Ia telah mandi air mawar. Bagian - bagian yang akan diraba dan diciumi Gudel sudah digosok dengan pandan wangi dan rendaman air cendana. Tumi wangi. Tumi gelisah menunggu kedatangan Gudel. Kali ini ia sangat berharap tidak lagi ada peristiwa penting yang bisa menghalanginya untuk pergi ke hutan bersama Gudel.
Tumi terkesiap Gudel datang tiba - tiba. Rupanya Gudel datang tidak melewati jalan umum, melainkan melalui jalan lewat belakang rumah Tumi. Sehingga Tumi yang selalu melongok ke jalan tidak melihat ada tanda - tanda Gudel datang. " Kok lewat belakang, ta kang ? " Tanya Tumi sambil tersenyum menampakkan sebaris giginya yang telah digosok dengan arang sehingga nampak putih mengkilat bersih. " Berangkat sekarang ? " Belum sempat ada jawaban dari Gudel Tumi bertanya lagi. Tumi menatap mata Gudel dan mengamati tubuh Gudel yang besar tinggi mengenakan kaos dan celana sebatas lutut. " Tunggu apa ! Ayo ! " Gudel segera menggamit tangan Tumi.
Matahari yang di tempat lain akan dirasakan pancarannya begitu panas, di tempat Tumi dan Gudel berjalan menuju hutan hanya terasa hangat. Kecuali udara gunung yang memang dingin, juga sinar matahari banyak terhalang oleh pucuk - pucuk cemara di lereng - lereng. Sayup - sayup tembang yang dilantunkan orang yang sedang merumput terdengar syahdu. Sesyahdu perasaan Tumi yang sedang bergelayut ditangan Gudel menaiki dan menuruni tebing untuk sampai di hutan. Hati Tumi berbunga - bunga. Harapannya bisa bersama dengan Gudel pria idamannya bisa kesampaian. Bagi Tumi rumput ilalang yang tumbuh subur di tepian jalan setapak menyebarkan wanginya cinta. Desis angin yang bertiup diantara cemara bagai alunan tembang yang sangat indah dialunkan seorang pesinden. Kembang - kembang rumputan yang biasanya tercium langu menjadi wangian yang sangat sedap terhirup di hidung Tumi. Semua yang didengar dan dilihat Tumi semuanya indah. Tumi sangat berbahagia.
Lain perasaan yang dirasakan Gudel. Gudel teringat Menik. Gudel teringat ketika malam - malam mencumbu Menik. Menik yang telah sangat lama diperhatikannya. Menik yang membuatnya selalu bersemangat bekerja. Menik yang selalu dimimpikan pada setiap tidurnya. Gudel merasakan yang bergelayut di tangan kokohnya bukan Tumi, melainkan Menik. Setiap kali Tumi tubuhnya gontai karena jalan setapak yang licin, Gudel meraih dan menangkap tubuh Tumi yang sintal, tetapi di dalam khayalnya Meniklah yang sedang ditolongnya.
Tumi semakin manja dirangkulan Gudel yang ketat. Dan Tumi selalu berpura - pura tubuhnya gontai agar segara ditangkap Gudel. Dan Tumi mencoba memasang - masangkan dadanya agar tersentuh tangan Gudel. " Jalannya licin ya, kang !" Tumi berucap manja dirangkulan Gudel. Dan Gudel hanya mendehem menanggapi kemanjaan Tumi. Tumi tidak tahu kalau Gudel tidak memiliki perasaan cinta terhadap dirinya. Tumi tidak tahu kalau Gudel mau bersama dirinya ke hutan karena hanya rasa kasihan saja. Tumi juga tidak tahu kalau yang ada dipikiran pria pujaannya ini hanya Menik, Menik dan Menik.
Setelah sedikit menurini tebing, mereka sampai di tempat lapang yang dilindungi gerumbul. Hutan terasanya sangat sejuk. Tumi menggelar kain di atas runtuhan kembang cemara yang tebal menumpuk. Runtuhan kembang cemara akan menjadi kasur yang empuk. Tumi dan Gudel menikmati bekal yang mereka bawa dari rumah. Wedang jeruk dan tempe benguk goreng yang dibeli Tumi di kedai mbok Semi. " Kenapa ta kang Gudel sedari tadi kok dak banyak bicara ? Biasanya banyak tawa dan canda ? " Menik menguak sepi hutan dengan kalimat. " Ah ... dak ada apa - apa Tum. Cuma aku capai saja. Kemarin seharian di sawah mendangir jagung ". Jawab Gudel berbohong untuk menutupi perasaannya yang sebenarnya. Yang sebenarnya Gudel tidak merasa senang berada di Hutan bersama Tumi. " Kang .... aku menyukai kang Gudel sudah sejak lama lho, kang ?" Tumi terus terang menyatakan isi hatinya yang selama ini dipendam. " Aku ingin dipacari kang Gudel. Dan satu saat nanti aku ingin dilamar kang Gudel ". Lanjut Tumi lirih. Tetapi di telinga Gudel terdengar menderu. Gudel tak menyangka Tumi akan menyatakan cintanya. Tumi yang biasanya kenes kemayu tiba - tiba tampak lembut. Gudel menjadi semakin kasihan. Gudel bisa merasakan cinta Tumi tulus. Tumi sangat ingin menjadi pacarnya dan dikelak hari ingin diperistrinya. Gudel melihat keteduhan sorot mata Tumi. Semula Gudel mengira Tumi mengajaknya ke hutan hanya sekedar akan bersenang - senang. Gudel mengira Tumi yang selalu kenes, menthel, dan kemayu, hanya ingin menggodanya. Gudel Tahu kalau Tumi menyukainya. Tetapi tidak tiba - tiba seserius ini. " Kang aku menyintai kang Gudel. Aku ingin kang Gudel mengimbangi cintaku. Kok diam saja, ta kang ? Mbok ngomong !" Tumi menggeser duduknya dan menempel di tubuh Gudel. Gudel hanya mendengus. Ingatannya ke Menik. Kenapa yang menempel di tubuhnya bukan Menik yang disukainya. Seandainya yang ada didekatnya ini Menik, dia segera akan memeluknya dan merebahkannya dan segera akan menggumulinya. " Kang ..". Tumi merangkulkan kedua tangannya di leher Gudel. Wajahnya menjadi sangat dekat di wajah Gudel. Gudel bisa merasakan hangatnya napas Tumi yang agak tersengal. Gudel menatap dalam mata Tumi. Disana ada keteduhan cinta dan nafsu yang membara. Gudel bingung. Belum sempat memikirkan kebingungnya Gudel kaget, tiba - tiba bibir Tumi telah lekat di bibirnya. Tumi membuka bibirnya dan sedikit menjulurkan lidahnya. Gudel merasakan kehangatan dan kebasahan bibir Tumi yang wangi. Gudel merasakan seperti ketika malam itu merasakan bibir Menik. Hangat, lembut, basah dan wangi. Sebagai laki - laki, Gudel menjadi tidak tahan. Gudel membayangkan bibir yang menempel di bibirnya adalah bibir Menik. Maka dengan sigap disambutnya ciuman Tumi dengan kesungguhan cintanya kepada Menik. Gudel dan Tumi telah memulai melampiaskan hasratnya. Tidak terasa mereka telah rebah. Napas mereka telah menderu dan saling mendisis. Tangan Gudel telah berada di payudara Tumi. Tangan kokoh Gudel dengan jari - jari tangan yang panjang dan besar meremas payudara Tumi dengan lembut tetapi kuat. Tumi terus menggelinjang dan menyedia - menyediakan payudara untuk terus di remas pria pujaannya. Tumi belum pernah merasakan rabaan di payudaranya kecuali oleh tangannya sendiri ketika malam sepi dan dirinya sedang ingat Gudel. Gudellah lelaki pertama yang menjamah buah dadanya. Tumi merasakan nikmat di dadanya. Rada kasarnya tangan Gudel memperlakukan payudaranya dirasakan bagai sedang terbang melayang di atas awan. Kaki Tumi yang terus bergerak membuat rok longgarnya telah sangat menyingkap ke atas pangkal pahanya. Seluruh kakinya menjadi tidak tertutup rok longgarnya. Gudel menjadi lupa diri. Dengus napasnya sudah seperti banteng marah. Ia melepas ciuman di bibir Tumi wajahnya melorot ke bawah berganti mencium dan menghisah - hisap buah dada Tumi. Yang ada di benak Gudel yang sedang dicumbunya ini adalah Menik. Tumi mendesis keras ketika buah dadanya basah hangat dan sangat geli oleh bibir Gudel yang berpacu berganti - ganti menghisap menyedot dua buah dada Tumi. Puting susunya yang masih kecil tetapi telah menyadi kaku dan menonjol seiring dengan nafsu birahinya digigit - gigit kecil gigi Gudel. Tumi tidak sanggup menahan nikmatnya. Ia terus mendesis menggelinjang dan memeluk erat Tubuh Gudel yang besar. Gudel yang telah juga dirambati nafsu birahinya menjadi lupa dan muncul sifat berangasannya. kelelakiannya telah mengembang kuat dan mendesak celananya. Apalagi setelah tangan Tumi dengan sengaja menyentuh - nyentuhnya. Antara sadar dan tidak Tumi ingin Gudel segera mengeluarkan kelakiannya. Tumi merasakan ciuman dan hisapan mulut Gudel di buah dadanya telah menjalar di kemaluannya. Tumi merasakan ada sesuatu yang membasahi miliknya. Tumi ingin segera tangan Gudel menyentuh miliknya. Tumi terus menyedia - menyediakan miliknya agar teraba oleh tangan Gudel yang telah sampai di pusarnya. Dengan satu gerakan mengangkat perut Tumi berhasil memelorotkan tangan Gudel ke selangkannya dan menyentuh miliknya. Sebaliknya antara sadar dan tidak Gudel terkejut. Ternyata milik Tumi tidak ditutupi celana dalam. Reflek jari Gudel telah mengelus dan menekan milik Tumi yang basah. Kembali dalam khayalnya apa yang sedang dipegangnya, yang empuk, hangat dan basah, terbuka, licin, dan di atasnya ada bulu - bulu yang juga tersentuh jarinya adalah milik Menik. Maka dengan sigap Gudel melepas celana dan kelelakiannya mendongak bebas menyenggol paha Tumi yang terus bergerak. Tumi merasakan ada sesuatu yang hangat kaku menyenggol pahanya. Tumi tahu, itu milik Gudel yang sudah bebas dari celana pria yang dicintainya. Gudel menjadi semakin lupa diri. Sambil terus berganti - ganti menciumi bibir, leher dan payudara Tumi, Gudel merubah posisinya dan telah berada di atas tubuh Tumi. Tumi juga sudah menyediakan dengan membuka kedua pahanya lebar - lebar. Dan pinggul Gudel telah berada di antara pahanya. Gudel yang birahinya sudah tak tertolong lagi terus menyodok - nyodokkan kelelakiannya dan menemukan milik Tumi yang belahannya sudah membuka. Sedetik ujung mentimun besar milik Gudel menempel di bibir basah milik Tumi Gudel kuat mendorongnya .... bleees ....mentimun Gudel amblas di kemaluan perawan milik Tumi. Tumi menjerit keras karena ada rasa sakit tetapi sebentar kemudian mendesah, melenguh, dan tubuhnya menggelinjang dipelukan kuat tangan Gudel. Gudel terus menindih dan memasuk keluarkan mentimun besarnya di milik Tumi. Mereka bergumul, mendesah, melenguh, dan menderukan napas - napas birahinya. Sampai ahkirnya keduanya menjeritkan kenikmatan dan saling meronta tidak karuan lantaran ada rasah nikmat yang tidak tertahankan yang mereka rasakan.
Angin hutan berdisis menggoyangkan pucuk - pucuk cemara. Suara dedaunan yang gemerisik saling bersentuhan mulai bisa mengalahkan suara napas Tumi dan Gudel yang mulai luruh. Keduanya terletang lemas di atas kain yang digelar di reruntuh kembang cemara.
 
Terakhir diubah:
EMPAT

Halimun mulai menyelimuti pedusunan. Udara dingin mulai merambat dan menerobos celah - celah dinding bambu setiap rumah. Orang mulai menghangatkan diri dengan menyelimuti badan dengan kain yang tebal, atau dengan membuat api di dapur sambil menjerang air. Atau memilih tidur dan melipat tubuh sekecil mungkin untuk menahan dingin. Jika keadaan sudah begini dingin orang malas keluar rumah. Kalau tidak karena didesak keperluan yang penting lebih baik berada di rumah beristirahat melepas kepenatan setelah seharian berada di sawah.
Lain dengan Juragan Rase. Niatnya untuk menemui pak Pedut tidak terhalang oleh dinginnya malam. Juragan Rase, juragan muda dan kaya. Satu - satunya juragan di dusun yang melakukan jual beli sapi dan hewan ternak lainnya. Kesuksesan juragan Rase adalah karena saran, nasehat dan pertolongan Nyi Ramang. Nyi Ramanglah yang selalu menyemangatinya agar Rase tidak putus asa ketika menamui rintangan. Satu hari Rase sudah kehilangan semangatnya berdagang hewan. Karena kurang pengalamannya Rase menderita rugi yang membuat modalnya hampir ludes. Rase datang menangis ke Nyi ramang. Nyi Ramang banyak memberi petuah dan diahkiri dengan mengguyurkan air sesiwur di kepala Rase. Sejak itu Rase selalu untung, tidak menemui banyak rintangan dan sukses.
Sebelum menjadi juragan, Rase adalah pemuda kebanyakan. Pemuda biasa yang tidak memiliki kelebihan kepribadian maupun kelebihan kekayaan. Rase bahkan bisa digolongkan pemuda yang tidak beruntung. Keluarganya tidak banyak memiliki sawah dan ladang. Kehidupan kesehariannya hanya sebagai buruh, menjual jasa tenaga untuk membantu orang lain mengolah sawah ladangnya. Hanya saja Rase bukan pemuda yang lemah. Bukan pula pemuda yang suka bermalasan. Keinginannya menjadi orang kaya memacu semangatnya untuk tidak segan - segan mengerjakan apapun asal mendapat upah yang bisa dikumpulkan yang direncanakan untuk modal berdagang. Rase tidak mudah putus asa dan tidak mudah menyerah.
Melewati jalan berbatu yang tidak rata Juragan Rase berjalan cepat menuju rumah pak Pedut. Juragan Rase bertekat menanyakan keberadaan jimat Nyi Ramang. Sudah sejak lama, mulai dari Nyi Ramang sakit karena tua dan tidak mau lagi menerima tamu yang akan minta tolong seolah jimat itu hilang tidak bertuan. Juraga Rase amat memercayai kalau kesuksesannya itupun karena jimat itu. Juraga Rase masih sangat ingat ketika Nyi Ramang memasukkan jimat itu di air sesiwur dan kemudian air itu diguyurkan di kepalanya. Dan sejak saat itu usaha dagang yang dilakukannya tidak pernah merugi. Dulu juragan Rase pernah sangat dekat dengan Nyi Ramang karena seringnya Rase datang menemui Nyi Ramang. Bahkan saat Nyi Ramang tamu, Raselah yang banyak membantu Nyi Ramang menyediakan ini dan itu. Bahkan Rase boleh dibilang pernah menjadi cantriknya Nyi Ramang. Maka tidak mustahil jika Rase pernah melihat jimat itu. Jimat itu berupa batu akik kecubung wulung sebesar biji kacang. Juragan Rase ingin merawat jimat itu jika ternyata pak Pedut dan anak - anaknya tidak bersedia ketempatan jimat itu. Juraga Rase ketika itu bahkan pernah menimang jimat itu ketika Nyi Ramang memintanya agar memasuk keluarkan jimat itu di gelas - gelas berisi air putih yang ditunggu para tamu untuk diminumkan.


Di rumah pak Pedut lagi menunggui yu Jumprit yang sedang menjerang air sambil menghangatkan badan di depan tungku. Sejak menyaksikan yu Jumprit mencari nikmat untuk diri sendiri tempo malam yang lalu, pak Pedut sangat tertarik dengan yu Jumprit. Yu Jumprit di rumah pak Pedut karena membantu kerepotan keluarga pak Pedut dengan adanya meninggalnya Nyi Ramang. Yu jumprit terpaksa tertahan tidak bisa pulang kerumah sendiri lantaran kerepotan malah semakin banyak datang, lain lagi sejak itu pak Pedut selalu menghalangi dengan berbagai alasan agar yu Jumprit tetap tinggal. " Kalau airnya sudah mendidih buat saja wedang jahe, Jum ". Pak Pedut terus menatap yu Jumprit. Yu Jumprit di mata pak Pedut semakin cantik saja. Tubuhnya yang berkulit bersih tertimpa cahaya api tungku tampak agak kemerahan. Di mata pak Pedut yu Jumprit menjadi tampak bercahaya. Yu Jumprit yang selalu slebor sekenanya saja jika mengenakan kain, menjadikan bagian - bagian tubuhnya yang seharus rapat ditutupi malah menjadi sering terbuka. Di depan tungku yang diterangi api paha yu Jumprit sangat menggoda pak Pedut. Yu Jumprit yang tidak suka mengenakan celana dalam dan berjongkok di depan tungku dan sesekali ketika kainnya tersingkap membuat mata pak Pedut terpincing - pincing agar bisa semakin jelas melihat milik yu Jumprit yang ada di selangkangannya. Pak Pedut yang sudah sangat lama tidak melakukan hubungan badan dengan wanita lantaran isterinya meninggal karena jatuh dari tebing sedalam puluhan meter ketika pulang dari ladang menggendong hasil panen sayurannya, nafsu birahinya menggelagak menyaksikan polah yu Jumprit di depan tungku. Rupanya yu Jumprit tahu kalau pak pedut sedang mengawasinya. Maka yu Jumprit dengan sengaja menggoda pak pedut dengan berjongkok dan membuka - buka pahanya sehingga selangkannya bisa tertimpan cahaya api tungku. Yu Jumprit tahu pasti kalau pak Pedut menginginkannya. Pada hari - hari belakangan ini pak Pedut sangat perhatian terhadap dirinya. Bahkan pada beberapa malam yang lalu pak Pedut telah menyatakan niatnya kalau pak Pedut akan segera menikahinya sebelum sampai pada peringatan seratus hari meninggalnya Nyi Ramang. Maka yu Jumprit menjadi tidak pelit - pelit lagi menampakkan miliknya kepada pak Pedut.
Yu Jumprit selesai membuat wedang jahe. " Cepet bawa sini Jum, wedang jahenya ". Pak Pedut tak sabar. Bukan wedang jahenya sebenarnya yang diinginkan pak Pedut. Melainkan yu Jumprit yang diinginkannya segera mendekatinya yang sedang duduk di amben dapur. Yu Jumprit mendekati pak Pedut membawa wedang jahe. Yu Jumprit sengaja duduk di amben di sisi dekat pak Pedut. Yu Jumprit tahu apa yang diinginkan pak Pedut. Disamping itu yu Jumprit yang sudah sangat lama menjanda juga sudah sangat kangen diraba - raba tangan lelaki. Sekali saja pak pedut menyerutup wedang jahe dan segera mematikan rokoknya di asbak segera tangannya meraih yu Jumprit agar yu Jumprit jatuh dipelukannya. " Jum ... ". Napas pak pedut tersengal. Yu jumprit telah direbahkan di amben. " Kang Pedut ... ". Napas yu Jumprit juga memburu. Yu Jumprit pasrah dan rela. Toh beberapa hari kedepan pak Pedut akan menikahinya. Pak pedut sudah sangat tak sabar. Tangannya segera menelusup ke dada Yu Jumprit. Dan hidung pak Pedut tidak henti - hentinya berganti - ganti digosok - gosokan dan pipi dan leher yu Jumprit. Pak pedut tidak mengenal enaknya bibir beradu dengan bibir. Pak pedut tidak tahu itu. Ia orang desa polos tidak berpengalaman. Tahunya pipi, leher, buah dada, puting susu, dan empuk - empuk basah yang ada di selangkangan perempuan. Pak Pedut yang sudah sejak siang memang merencanakan untuk menggauli yu Jumprit hanya mengenakan kain sarung saja. Ia sengaja tidak menutupi pantatnya dengan celana kolornya. Maka ketika menindih yu Jumprit, membuat yu Jumprit merasakan pahanya tersodok terung besar, kaku dan hangat. Tangan pak Pedut telah berhasil melepas kain jarik yu Jumprit, yang oleh yu Jumprit sengaja dipasang kendor, karena yu jumprit tahu kalau pak Pedut menginginkannya. Tangan pak Pedut sudah berada di selangkangan yu Jumprit. Yu Jumprit melenguh. Dan semakin membuka pahanya dan menekuk lututnya ke atas. Dengan demikian tangan pak pedut menjadi sangat leluasa mengelus - elus miliknya dan menekan - nekankan jarinya di belahan miliknya yang mulai membasah karena nafsu gairahnya. Tangan Yu Jumprit juga tidak kalah sigap segera menggenggam terung besar pak Pedut yang sudah sangat kaku.


Juragan Rase sampai di depan rumah pak Pedut. Melihat dari dapur masih terlihat ada cahaya api yang menerobos dari celah - celah dinding bambu, maka juragan Rase ingin mengetuk pintu dapur saja. Karena pasti di dapur masih ada orang yang terjaga. Karena juga ketika dulu ia masih belum juragan, memasuki rumah pak Pedut juga mesti lewat pintu dapur. Pintu dapur memang tidak terpasang sempurna sehingga ada celah cukup lebar. Cahaya dari situ menerobos cukup terang. Juragan Rase ingin tahu siapa yang masih terjaga di dapur, maka ia menempelkan matanya dan mencoba melihat ke dalam. Juragan Rase sangat terkejut. Jantungnya tiba - tiba berdegup keras. Kakinya terasa bergetar dan seolah tak sanggup menahan tubuhnya. Matanya yang mengintip melihat pak Pedut di atas tubuh yu Jumprit sedang menggerakkan pantatnya maju mundur. Kaki yu Jumprit yang kangkang bergerak - gerak dan sesekali mengejang. Pantat pak pedut yang berada di antara kedua paha yu Jumprit bergerak semakin cepat. Telinga Juragan Rase bisa sangat mendengar desahan yu Jumprit. Juragan Rase tidak tahan. Kecuali itu ia juga tidak tega mengganggu orang yang sedang menikmati indahnya malam. Maka ia memutuskan untuk mengurungkan niatnya menjumpai pak Pedut. Juragan Rese ngeloyor pergi dengan hati - hati agar tidak didengar, dan cepat - cepat kembali ke jalan berbatu meninggalkan rumah pak pedut.
 
Terakhir diubah:
opo ikie..:huh: opo ikie... ketok e koq apiek:matabelo: tak woco dishek yo, cak...
:kopi::baca:
wahh langsung digeberr poll
rpm tinggi.....duh sambil maem dechh
laperrr:ngiler:


ohhwalahh:genit: yukJum...yukJum... Ncen kawit jaman smp kowe seng paling ayu dewe..:D gak salah yen kudu nganu awakmu yuk...:bata:
 
Terakhir diubah:
gw dukung gudel. ..lanjut del
Tapi sayangnya kisah Gudel menggantung di akhir, padahal di awal Gudel diceritain dengan menggebu gebu.

Mungkin Gudel abis tenaga kayaknya setelah nikah sama Tumi.

Keren emang cerita ini.
:beer:
 
LIMA

Malam berikutnya juragan Rase sengaja mendatangi rumah pak Pedut lebih awal. Juragan Rase kawatir kalau datang seperti kemarin malam, siisi rumah sudah pada tidur, sehingga ia takut akan mengganggu pak Pedut jika - jika malam ini juga sedang bersama yu Jumprit lagi.
" Ada perlu penting, mas Rase ? " Kata sambutan pak Pedut kepada juragan Rase setelah duduk di kursi rotan. Pak Pedut terpaksa menambah kata mas untuk menyebut juragan Rase. Kecuali untuk menghormati orang kaya, juga karena Rase dulu dengan Rase sekarang memang sudah berbeda. Dulu pak Pedut untuk memanggil Rase tidak perlu ada tambahan mas. " Ah tidak lik ... hanya kepingin ngobrol saja sama lik Pedut. Sudah lama kan kita tidak ngobrol - ngobrol ? " Juragan Rase menjawab sambutan pak Pedut. " Lha iya ta ... sejak kamu jadi juragan, trus kamu jadi lupa aku ". Pak Pedut sambil tertawa lebar. " Ah ... ya tidak ta lik. Cuma saja memang sejak Nyi Ramang sakit kemudian meninggal aku jarang datang. Pertama aku tidak tega melihat Nyi Ramang tergeletak lemah, kedua aku memang sibuk berdagang, lik ". Jawab juragan Rase yang dibuat - buat. " Sudahlah dak apa - apa. Oh ... ya... terima kasih bantuanmu. Dua ekor sapi bantuanmu sudah disembelih kemarin pada peringatan hari keempatpuluh meninggalnya simbok ". Pak Pedut renyah dan sangat familier menerima juragan Rase. Kecuali pak Pedut sudah sangat dekat dengan Rase, juga karena memang Rase dulu banyak membantu Nyi Ramang mengobati orang ketika Nyi Ramang masih bugar. Bahkan dulu hari - harinya Rase habis di rumah pak Pedut. "Begini lik, kedatanganku ke sini dak lain dan dak bukan cuma mau tanya sama lik Pedut. Itu jimat Nyi Ramang apa sudah dirawat baik - baik sama lik Pedut ? Aku cuma kawatir lik Pedut menyia - nyiakan jimat itu. Banyak orang sudah pada bertanya - tanya lho lik. Sebagai pengganti Nyi Ramang sekarang siapa. Sekarang banyak warga yang bingung. Kepada siapa mau minta tolong. Kalau kemarin - kemarin ketika Nyi Ramang sakit tua, orang - orang pada maklum. Tetapi sekarang mereka pada bertanya. Kapan lik Pedut mau menggantikan Nyi Ramang menolong orang ". Panjang juragan Rase kepada pak Pedut. Pak Pedut Mengerinyitkan dahi kemudian menatap Juragan Rase yang terdiam menunggu jawaban. Pak Pedut terdiam. Kemudian malah menyulut rokok. Dan menghempaskan asap ke langit - langit rumah. Pak Pedut harus berkata apa kepada Juragan Rase. " Lho kok malah legok - legok seperti orang bingung ta lik ? " Juragan Rase berganti yang menatap pak Pedut. Juragan Rase sangat ingin pak Pedut segera menggantikan Nyi Ramang. Tetapi kalau pak Pedut tidak bisa melakukan itu juragan Rase merasa bisa dan mau menggantikan Nyi Ramang. Ia sudah sangat tahu bagaimana harus memperlakukan jimat Nyi Ramang. Bahkan juragan Rase pernah diberitahu Nyi Ramang bagaimana cara memperlakukan dan merawat jimat itu. Juragan Rase merasa pantas memiliki jimat itu. Selain ia lebih tahu tentang jimat itu dari pada orang lain, juga ia sangat ingin merawat jimat itu sebaik - baiknya karena jimat itu telah pula menjadikannya juragan kaya. Juragan Rase sangat memercayai apa yang dikatakan hatinya. Jimat itu telah membantu memperlancar ia memperoleh untung.
Menik membawa teh dan tempe goreng. " Belum tidur ? " Juragan Rase menyapa Menik yang meletakkan gelas teh dan sepiring tempe goreng di depannya. " Belum, kang. Kang Rase sehat ? " Menik menjawab sapaan Juragan Rase sambil tersenyum. Sesaat Juragan rase terkesiap. Matanya menatap Menik yang begitu tampak cantik. Menik adalah biasa di matanya. Sejak Menik kecil sampai Menik dewasa tidak lepas dari pengamatan matanya. Tidak ada apa - apanya. Tetapi mengapa tiba - tiba kini hatinya berdesir melihat Menik ada di hadapannya. Apa karena Menik mengenakan kain yang sedikit kekecilan sehingga lekuk tubuhnya menggoda keperjakaannya ? Apa tangan Menik yang kelihatan lembut ketika menyodorkan teh ? Atau apakah mata Menik yang bulat, dan senyumannya yang ramah ? Tidak ! bukan itu. Ada rasa yang aneh di hati juragan Rase. " Diminum, kang. Tempenya panas lho kang. Aku yang goreng. Sudah lama ta dak makan tempe gorengku ? " Menik sangat familier. Karena juragan Rase memang bukan orang yang asing bagi Menik. Dulu ketika Nyi Ramang masih sehat dan masih mau menolong orang, Raselah yang selalu membantunya. Dan Menik pulalah yang juga selalu bersama Rase membantu Nyi Ramang. Aneh. Di telinga Juragan Rase suara Menik tiba - tiba terdengar begitu merdu. Mendayu menusuk hatinya. " Ya ayo diminum mas Rase ! Jangan dibiarkan dingin !" Pak Pedut menimpali kalimat Menik. Tangan pak Pedut menyambar tempe goreng dan memasukkan ke dalam mulut sambil berdiri. " Nik temani Juragan Rase. Kalian mengobrolah. Aku kebelakang dulu " Berkata begitu pak Pedut terus berlalu dari ruang tamu. Tinggal Menik dan juragan Rase yang ada.
Lampu yang tidak begitu terang justru membuat wajah Menik tampak lebih ayu. Jantung juragan Rase menjadi tambah deg - degan melihat wajah Menik di bawah lampu yang temaram. Menik yang sesekali menggerakkan kakinya, dan pahanya dibuat tumpang tindih, dan roknya yang agak kependekan menjadikan pahanya, bahkan hampir - hampir sebagian pantatnya nampak di mata juragan Rase. " Ayo ta kang, dimakan tempenya " Menik menawarkan goreng tempenya sambil mengangkat piring mendekatkan ke tangan juragan Rase. Menik yang menjadi sedikit membungkuk membuat buah belahan buah dadanya terlihat di mata juragan Rase. Jantung juragan Rase menjadi semakin berdegup. Juragan Rase mengambil septong tempe dan mencoba mengunyahnya tetepi menjadi sulit menelannya. Kerongkongannya menjadi tersekat oleh degup jantungnya. Juragan Rase yang selalu sibuk berdagang hewan memang tidak pernah sempat berpikir tentang wanita. Yang ada dipikirannya hanya uang untung dan bagaimana cara menjadi lebih untung. Wanita belum terlintas di alam pikirnya. Tetapi tiba - tiba kini Menik membuatnya bergetar. " Kang Rase, mesti sudah pacaran ya kang ? Sama perawan mana, kang ? Kang rase kan banyak duit. Wanita mana yang tidak tertarik sama kang Rase. Lagian kang Rase kan ganteng !" Menik membuka pembicaraan dengan cara menggoda juragan Rase. Juragan Rase tak bisa menjawab godaan Menik. Malah kerongkongannya tersedak. Buru - buru juragan Rase menyerutup teh yang masih hangat - hangat rada panas, membuat bibirnya kepanasan. " Alon - alon saja kang, makannya, dak usah ke susu. Santai saja. Aku mau kok diajak ngobrol sampai malam ". Lagi - lagi Menik menggoda Rase.
Pikiran Rase melayang jauh. Seandainya Menik ini bisa diajaknya pacaran. pasti dirinya akan sangat senang. Rase membayangkan bisa memeluk Menik. Mencium pipinya yang merona. Mengelus rambutnya yang sebahu. Dan mengecup bibirnya yang merekah merah. Menik yang telah bertumbuh semakin dewasa dan kemudaannya yang begitu ranum membuat Rase sadar kalau Menik ternyata sangat menarik. Sangat menggoda keperjakaannya. Tidak disadari kelelelakian Rase menggeliat. Jantungnya yang berdegup dan perasaannya yang bergetar malah membuat Rase semakin tak bisa bicara.
" Lha kok diam ta kang, mbok ngomong !" Menik sambil tersenyum dan tangannya menyodok lengan juragan Rase. Rase yang dulu sangat sering bersentuhan dengan Menik dan tidak pernah ada rasa apa - apa, kini lengannya disentuh tangan Menik, rasanya seperti kena getaran. Getaran yang merambah ke perasaannya dan turun di kelelakiannya dan menyebabkan semakin menggeliat dan mengencang. Juragan Rase bingung. Malu kalau ketahuan dirinya sangat tergoda. " Nik, dah malam, aku tak pulang dulu. Besuk malam saja aku kesini lagi ". Berkata begitu Rase bangun dari duduk dan melangkah menuju pintu sambil menyembunyikan kelelakiannya yang jika tidak tertutup celana agak ketat pasti sudah mencuat. " Lho kang gimana ta, lha pamit bapak !" Menik juga berdiri membuntuti Rase. " Pamitkan saja. Besuk malam aku kesini lagi !" Juragan Rase membuka pintu tanpa menoleh lagi ke wajah Menik. Rase takut celana bagian depannya yang melembung diketahui Menik.
Juragan Rase yang datang ke pak Pedut dengan tujuan untuk mengetahui keberadaan batu Kecubung Wulung jimat Nyi Ramang, pulang dengan tidak membawa hasil. Pikirannya malah berubah menjadi mikir Menik.



Warga desa sudah sangat gelisah. Pembicaraan antar mereka mulai menyimpang. Mereka sudah mulai menuduh pak Pedut sebagai orang yang tidak berbudi baik. Mereka sudah secara terang - terangan mengata - ngatai pak Pedut sebagai orang yang tidak mau menolong warga. Pak Pedut telah kehilangan rasa kasihan terhadap warga. Bahkan banyak orang menuduh pak Pedut telah menjual jimat Nyi Ramang. Sungguh tega pak Pedut terhadap warga yang sangat membutuhkan pertolongan.
Sejak Nyi Ramang sakit tua sampai dengan ajalnya tiba, warga desa amat menderita. Mereka harus berjalan berkilo - kilo meter untuk mengobatkan sakitnya ke puskesmas di perbatasan kota dan desa. Sudah begitu penyakitnya tidak kunjung sembuh. Banyak diantara warga yang meninggal dunia lantaran sakitnya menjadi tambah parah lantara harus ditandu jauh ke puskesmas. Belum lagi pelayanan yang lama dan bertele - tele membuat mereka stres. Lain ketika Nyi Ramang masih sehat. Mereka yang sakit hanya perlu datang ke Nyi Ramang dan sepulang dari Nyi Ramang mereka kembali bugar.
Harapan warga sepeninggal Nyi Ramang pak Pedutlah yang menggantikannya. Tetapi kenyataan sampai dengan peringatan kematian Nyi Ramang pada hari keempatpuluhpun, tidak ada tanda - tanda pak Pedut membuka pintu bagi orang - orang yang membutuhkan pertolongan.
Di sawah, di warung - warung, di kedainya mbok Semi, dan setiap ada segerombol warga topik pembicaraan mereka adalah pak Pedut yang telah melupakan warga desa. Pembicaraan hangat terus terdengar dimana - mana. Pak Pedut sudah tidak layak lagi disebut sebagai warga yang baik. Pak Pedut telah berubah menjadi jahat. Berkembang dari mulut ke mulut pak Pedut telah menjual jimat berupa batu akik Kecubung Wulung kepada orang kaya entah dari mana. Pak Pedut mencoba memperkaya diri dengan menjual jimat itu. Pasti jimat itu dijual dengan sangat mahal.
Warga desa berangsur - angsur pada menjauhi keluarga pak Pedut. Ketika pak Pedut menggotong - royongkan mencangkuli sawahnya, tidak banyak warga yang mau bergotong - royong. Sudah menjadi tradisi di desa siapa saja yang sedang butuh menggarap sawahnya orang datang membantu. Mereka tidak perlu diupah. Mereka bergotong - royong saling bergantian membantu. Karena warga telah merasa dilupakan pak Pedut mereka mulai tidak suka dengan pak Pedut. Mereka memercayai isu yang berkembang. pak Pedut tidak lagi mengasihi sesama warga. Pak Pedut telah mempersulit warga dengan menjual jimat yang ditinggalkan Nyi Ramang. Pak Pedut telah lebih memilih uang dari pada persaudaraan.
Semakin hari semakin santer saja orang membicarakan kejelekan pak Pedut. Banyak warga yang telah sangat gelisah dan jengkel. Kejengkelan warga terhadap pak Pedut dilampiaskan dengan tidak bersedia bergotong royong di sawah pak Pedut, bahkan secara terang terangan banyak warga yang tidak lagi mau bertegur sapa dengan pak Pedut.

Di sisi lain juragan Gogor yang sangat ingin memiliki jimat Nyi Ramang itu menjadi sangat kecewa dan marah mendengar pak Pedut telah menjual jimat peninggalan Nyi Ramang. Juragan Gogor yang baru menyelidiki keberadaan jimat itu lewat Tobil dan Plencing pembantu setianya menjadi sangat jengkel dan benci kepada pak Pedut. Kenapa jimat itu sampai dijual keluar. Padahal berapapun harganya juragan Gogor akan membayarnya. Hanya saja juragan Gogor masih perlu hati - hati untuk mengungkapkan maksudnya mau membeli jimat itu. Ia tidak gegabah dan tidak mau membuat pak Pedut tersinggung. Tetapi nyatanya malah pak Pedut begitu nekat menjual jimat itu kepada orang lain. Tahu begitu kemarin - kemarin ia tidak perlu basa - basi terhadap pak Pedut. Pak Pedut yang dianggapnya punya nurani ternyata tidak berbudi dan jauh dari pekerti baik.

" Kamu berdua telah selidiki sampai dimana kebenaran jimat itu telah dijual, Bil dan kamu Plencing ! Juragan mana membeli jimat itu. Juragan siapa ... ha ...? " Dengan nada marah juragan gogor menanya Tobil dan Plencing yang sedang bersamanya. Tobil dan Pelncing hanya tertunduk. Takut menatap mata juragannya yang pasti sedang melotot. " Gimana kamu itu ! Percuma aku menggaji kalian, kalau kerjanya tidak becus !" Tobil dan Plencing semakin ciut hatinya mendengar kalimat juragannya keras dan lantang membentak. " Kenapa kalian bisa seterlambat ini ! Sekarang selidiki siapa dan dari mana juragan yang membeli jimat itu. Cari sampai ketemu ! Berapapun harganya akau akan menebus jimat itu ! Ngerti kalian !" Tobil dan plencing semakin dalam menunduk dan lirih mereka menjawab bentakkan juragannya :" Siap juragan saya dan kang Tobil akan bekerja keras ". Juragan Gogor menyulut rokok untuk meredakan rasa amarahnya. " Awas kalau kalian sampai tidak segera laporan tentang juragan yang membeli jimat itu ! Bulan depan kalian tidak akan dapat gaji ! Tapi sebaliknya kalian bisa segera temukan juragan itu, gaji kalian aku lipatkan !" Juragan Gogor menghempaskan asap rokoknya ke wajah Tobil dan Plencing. Tobil dan Plencing tersedak - sedak karena begitu banyak asap rokok mengenai wajah dan tersedot hibungnya yang tidak siap. Keduanya merasa sangat takut, tetapi ada secercah harapan akan dilipatkan gajinya kalau bisa menemukan juragan yang membeli jimat Nyi Ramang yang dijual pak Pedut itu. Secercah harapan gaji akan dilipatkan membuat Plencing bergembira dan membuat suasana hatinya tenang, membuat rasa takutnya terhadap juragannya yang sedang marah berangsur berkurang. Dan Plencing akan mengingatkan juragannya tentang Tumi. Plencing memercayai jika juragannya diingatkan tentang Tumi pasti marahnya segera akan reda. Plencing sangat tahu jika juragannya ini diajak bicara tentang wanita cantik pasti akan senang dan dan lupa akan segalanya. " Maaf, gan..... e... lalu ... lalu ... tentang Tumi kami harus bagaimana ?" Plencing takut - takut. Benar dugaan Plencing. Begitu nama Tumi disebut juragannya tertawa lebar.

Mendengar nama Tumi juragan gogor pikirannya melayang dan menerawang. Tumi yang ranum. Tumi yang buah dadanya besar. Tumi yang pantatnya nungging. Tumi yang kenes. Tumi gadis perawan yang belum bisa dijamahnya.
Di khayalnya Tumi akan dibuatnya kelabakan. Akan dibuatnya menjadi ketagihan. Tumi pasti akan ketagihan jika sudah merasakan mentimunnya yang besar panjang dan gagah perkasa. Tumi akan diperawaninya dan akan terus dagaulinya. Keinginannya untuk menindih Tumi sangat lain dengan keinginannya ketika pernah menggauli perawan - perawan sebelumnya.
Juragan Gogor selalu kesampain terhadap yang diinginkannya. Belasan gadis desa telah bisa digaulinya. Plencing dan Tobillah yang selalu mencarikannya. Wajah dan bentuk tubuh tidak menjadi ukuran. Yang penting kemaluannya masih perawan. Berapapun diminta juragan Gogor bersedia membayar. Juragan Gogor sangat keranjingan terhadap kemaluan perawan. Setiap perawan yang berhasil dibelinya selalu digauli berulang - ulang. Biasanya juragan Gogor akan berhenti menggauli setelah Tobil dan Plencing telah menyediakan perawan berikutnya.
Tumi bergitu menarik. Yang sudah - sudah tidak secantik Tumi. Yang sudah - sudah hanya perawan miskin yang butuh bisa hidup layak. Karena dengan mau dijadikan gundiknya berarti bisa membeli sawah. Bisa punya banyak perhiasan emas. Bisa berlimpah uang. Dan bisa mengangkat ekonomi keluarga. Rata - rata tidak cantik. Tidak seperti Tumi yang bibirnya selalu membasah. Kulitnya yang bersih dan berpenampilan sangat menarik dan menggiurkan. Alam pikirannya terus melayang. Tumi yang telah telanjang, terlentang di hadapannya. Diraihnya dan dipeluknya. Payudaranya yang kencang diremasnya. Bibirnya yang merah membasah disedot - sedotnya dan tangannya terus menggosok milik Tumi yang basah, hangat, lebat berambut yang ada diselangkanngannya. Dikhayalnya Tumi mendesah, melenguh, menggelinjang dan membuat birahi menjadi semakin menggebu.
" Gimana, gan ?" Plencing menyadarkan lamunan juragannya. Juragan Gogor tergagap dan menjawab sekenannya : " Ya... ya...Tumi..... Tumi harus ... harus... !" Sambil ribut tangannya menyapu - nyapu celananya yang kena abu rokoknya yang lama tidak diisapnya dan api rokoknya membuatnya kaget karena panas di jari lantaran sudah memendek.


Tumi kecewa. Peristiwa di hutan bersama Gudel tidak membuatnya hamil. Berarti rencana menjerat Gudel perjaka yang dicintainya agar segera menjadi suaminya gagal. Kembali Tumi harus mengatur siasat agar Gudel menggaulinya lagi. Ia harus hamil. Kalau tidak Gudel yang amat dicintainya akan lepas. Tumi tahu kalau Gudel sedang didera kesulitan. Ayah Gudel akan menjual sebagian sawahnya untuk diberikan saudara sekandung Gudel yang sudah berkeluarga dan tinggal jauh di tempat lain. Saudara sekandung Gudel butuh modal usaha. Satu - satunya yang bisa ditoleh adalah sawah milik ayahnya. Gudel tidak ingin sebagian sawah ayahnya lepas. Maka ia harus mencari uang untuk menutup keperluannya saudara ini. Tetapi caranya bagaimana. Uang tabungan hasil panennya tidak bakal cukup. Tumi tahu itu. Maka Tumi akan meminjamkan tabungannya yang berupa emas kepada Gudel. Dengan demikian Gudel akan berhutang budi dan berhutang uang pada dirinya. Gudel akan dijerat dengan siasat ini. Tumi harus berhasil. Kalau tidak cintanya pada Gudel hanya akan menggantung di awang - awang.

Hari masih belum siang. Matahari hangat dan belum mampu menguapkan embun yang masih menempel di rerumputan. Tumi sedikit berhias. Membedaki wajahnya dan sedikit memoles bibirnya agar tampak lebih memerah. Ia berniat menjumpai Gudel di sawah. Pagi begini Gudel pasti sedang berada di sawah. Tumi berharap di sawah tidak ada banyak orang. Kebetulan gotong - royong menggarap sawahnya Gudel sudah selesai. Gudel pasti agak senggang dan di sawah hanya menengok tanaman yang beberapa hari sebelumnya ditanam. Tumi sengaja mengenakan rok yang tinggi di atas lutut. Ia berharap nanti kalau ia duduk di pematang sawah atau berjongkok Gudel akan dapat melihat pahanya dan bahkan bisa melihat celana dalamnya yang dibaliknya ada miliknya yang sedikit menggunung. Tumi juga sengaja tidak berkutang dan mengenakan baju atas yang agak transparan. Payudaranya yang pernah diremas - remas Gudel di hutan tempo hari agar bisa nampak di mata kekasihnya. Tumi berharap Gudel akan terangsang. Dan akan mengajaknya bersembunyi di balik semak - semak dan mencumbunya.

Tumi berjalan di pematang sawah. Di tangannya tertenteng tas kresek berisi wedang serbat dan kimpul goreng yang dibeli di kedai mbok Semi. Di kejauhan terlihat Gudel sedang membenahi tanaman cabai yang roboh karena angin. Tumi mempercepat jalannya. " Istirahat dulu kang, ini aku bawakan wedang serbat dan kimpul goreng ". Tumi duduk di pematang sawah dan meletakkan barang bawaan. Sengaja Tumi duduk agak membuka kedua pahanya. Ia berharap Gudel melihat selangkangannya. Gudel mendekat dan berjongkok di hadapan Tumi. Dengan demikian mata Gudel dapat dengan jelas melihat apa yang ada di selangkangan Tumi. Daging yang sedikit membusung dan tertutup celana dalam. Milik Tumi yang beberapa tempo hari yang telah lalu telah diperawaninya di hutan. Gudel menjadi tidak malu - malu lagi melihat punya Tumi. Sebaliknya Tumi juga tidak malu - malu lagi miliknya ditatap Gudel. Toh masing - masing telah merasakan dan mengetahuinya. D eg -degan juga Gudel melihat milik Tumi. Tumi pura - pura tidak tahun anunya sedang diperhatikan Gudel. Malah tumi sengaja membuka - buka pahanya. Agar mata Gudel tidak lagi terhalangan pandangannya. Sifat berangasan Gudel meuncul. Rasanya Gudel ingin memegang milik Tumi yang belahannya tampak tergaris di celana dalamnya. Tetapi niatnya tidak dilaksanakan, ia takut nanti Tumi salah paham. Maka hanya sesekali diliriknya. Berganti - ganti menatap wajah Tumi yang pagi ini tampak berbinar dan cantik. " Kang sawah jadi dijual ?" Tanya Tumi membuka pembicaraan sambil mengulurkan wedang serbat ke tangan Gudel. " Lha gimana lagi Tum. Habis aku tidak bisa memenuhi kebutuhan kakangku. Tabunganku tidak bakalan cukup memenuhi permintaannya ". Jawab Gudel sambil mengunyah kimpul goreng. " Aku punya sedikit kang, pakai saja. Nanti mas - masanku tak jualnya " Tumi mengutarakan tawarannya. Gudel kaget. Tidak disangka Tumi akan membantunya. Gudel terdiam. Pikirannya melayang. Kenapa Tumi mau membantunya. Apakah Tumi telah menganggap dirinya pacarnya lantaran ia telah menggauli Tumi di hutan tempo hari. Gudel bingung. Yang ditawarkan Tumi sungguh diperlukan. Tetapi jika diterima dirinya akan berhutang budi dengan Tumi. Gudel tahu kalau Tumi menyukai dirinya. Pasti Tumi nantinya akan menuntutnya untuk terus bersamanya. Lantas bagaimana dengan Menik yang disukainya. Apakah dirinya akan melupakan Menik. Padahal Menik telah memberi sambutan. Kenyataannya Menik telah juga mau dicumbunya. Gudel bingung. Antara terdesak kebutuhan dan akibat yang akan dideritanya. Gudel ahkirnya mengambil keputusan menerima tawaran Tumi. Toh nanti ia akan bisa membayar hutangnya. Tumi tidak harus dipacarinya. " Bagaimana kang ? kang Gudel setuju ?" Tumi menegaskan. " Ya Tum terima kasih. Tetapi nampaknya tabungan kita tetap akan kurang ". Jawab Gudel lemah dan ragu - ragu. " Jangan kawatir kang, nanti aku carikan tambahannya. Kang Guno kan bisa diminta sabar. Kalau sebagian sudah diberikan, nanti yang lainnya menyusul. Saya kira kang Guno mau menerima ". Tumi cermah. Gudel terkesima oleh kebaikan Tumi. " Kalau kang Gudel sudah setuju, besuk temani aku ke kota untuk jual mas - masan, kang ". Tumi melanjutkan kalimatnya. " Lalu kekurangannya nanti gimana ya Tum kalau kang Guno minta ". Gudel mencari penegasan dari Tumi. Bingung juga Tumi menjawab pertanyaan ini. Karena Tumi sadar kalau yang dipunyai juga hanya mas - masan perhiasannya. Akan dirinya mencari utangan demi Gudel. Tumi tidak ambil pusing. Apapun akan dilakukan untuk pria yang disukainya ini. " Sudah itu tidak usah dibicarakan dulu. Mudah - mudahan nanti ada ". Jawab Tumi membesarkan hati Gudel. Gudel lega. Beban beratnya serasa hilang dan menjadi sangat ringan. Karena pikirannya tidak lagi berbeban Gudel menjadi senang. Rasa gembiranya membuat matanya menjadi ringan melihat punya Tumi yang sengaja diperlihat. Sambil menyerutup wedang serbat dan mengunyah kimpul, mata gudel tidak lepas berganti - ganti melihat dada Tumi, selangkangan dan wajah Tumi yang dimatanya tampak lebih cantik dari biasanya. Tidak terasa mentimun Gudel menggeliat dan menyodok celana kombornya. Tumi tahu Gudel masuk ke jeratnya. Gudel terangsang. Tumi melihat celana bagian depan Gudel menggelembung tersodok mentimun Gudel yang mendongak. " Tu ... celana kang Gudel menggelembung. Pingin ya kang ?" Tumi nekat menggoda Gudel. Gudel berdiri dan melongok ke kiri ke kanan. Persawahan tampak sepi.
Gudel tidak bisa tahan godaan Tumi. Tangan Tumi segara digamitnya dan ditariknya menuju gerumbul di tepi sawah. Direbahkan Tumi di atas rumputan dan segera dicumbunya. Mula - mula bibirnya yang dilahabnya. Tangannya terus menelusur ke lekuk - lekuk tubuh Tumi. Tumi sudah tak ingat apa - apa lagi yang ada hanya rasa menang dan nikmat di tubuhnya yang telah ditindih pria yang dicintainya. Ketika tangan Gudel mencoba memelorotkan celana dalamnya Tumi mengangkat - angkat pantatnya membantu agar celana dalam bisa cepat lepas dan tangan Tumi telah menggenggam mentimun Gudel yang telah sangat membesar. Setelah berhasil mencopot celana dalam Tumi, dengan sigap Gudel memelorotkan celana sendiri. Tumi Telah mengangkangkan pahanya lebar - lebar sampai - sampai belahan miliknya juga menjadi terbuka siap untuk disodok dan dihujami mentimun kekasihnya yang sangat kaku. Gudel yang sudah berada di atas Tumi dan sudah tidak lagi bercelana menempel - nempelkan mentimunnya di permukaan milik Tumi yang membasah. Gudel terus menyerang bibir, leher dan payudara Tumi berganti dengan mulutnya. Tumi hanya bisa meronta dan menggelinjang nikmat. Kemaluannya yang terus dengan sengaja oleh Gudel disentuh - sentuh mentimunnya membuat Tumi tidak tahan. " Kang ... masukkan ... kang...masukkan ... aku sudah dak tahan " Tetapi Gudel sengaja mempermainkan Tumi. Tumi yang sudah sangat tidak tahan kemaluannya agar segera ditusuk punya Gudel, memaju - majukan pantatnya. Tetapi kita pantat Tumi maju. Gudel memundurkan pantatnya. Tumi menjadi semakin kelabakan. Tidak kurang akal tangan Tumi segera meraih Pantat Gudel. Begitu Gudel menempelkan mentimunnya dibibir kemaluan Tumi, dengan kuat tangan Tumi menekan kebawah pantat Gudel. Tumi berhasil, mentimun Gudel melesak masuk di punyanya Tumi. " Auuuughhh.... " Tumi mendesah nikmat. Serasa kemaluannya dipenuhi benda hangat menekan kekiri kekanan dan menekan bagian kedalaman miliknya. Sebentar saja Tumi sudah tidak bisa membendung rasa nikmat puncaknya. Kedua kakinya dilingkarkan di pinggul Gudel dan pantatnya bergoyang - goyang mencari tambahan kenikmatan sambil menjerit - njerit tertahan : " Adduuuuh ...kang enak....ennaaaaakk.... kang..... aku....aaaaaugggghh.... !" Tumi terus menggelinjang. Sementara itu Gudel semakin memacu mentimunnya keluar masuk semakin cepat di kemaluan Tumi yang berkali - kali mencapai puncak. Mentimun Gudel yang terus menerus dicengkeram dan serasa disedot - sedot kemaluan Tumi ahkirnya juga tidak tahan. Gudel bersiap menyemprotkan cairan lelakinya. Tangan Gudel memeluk tubuh Tumi kuat. Mulutnya dibibir Tumi. Disodokannya mentimunnya di kedalaman kemaluan Tumi dengan kuat penuh tenaga dan seeeerrrrr ... ! mani gudel tertumpah di dalam kemaluan Tumi. Gudel menjerit tertahan. " Tuuuuum... !" Tumi yang merasakan kedalaman kemaluannya diguyur cairan kental hangat dan kleler - kleler kembali tidak kuasa membendung kenikmatannya. " Kaaaaaang .... !" Kakinya menendang - nendang dan menggosok - gosok rerumputan. Sampai - sampai rumput pada terlepas dari tanah.


Pak Blengur kesurupan. Pak Blengur menari - nari sambil nembang, diselingi tertawa keras - keras di tengah kuburan desa . Kuburan yang hanya terletak di belakang dusun memudahkan suara aneh pak Blengur didengar warga. Mula - mula warga tidak peduli dengan suara pak Blengur. Karena memang pak Blengur suka nembang. Tetapi tembangan pak Blengur biasanya runtut, enak didengar dan tidak keras - keras. Kali ini tembang - tembang yang dilantunkan pak Blengur tidak runtut, keras sekali, sumbang, dan diselingi tertawa keras - keras dan ada pula kata - kata tidak senonoh. Warga yang rumahnya hanya dibatasi beberapa petak sawah dengan kuburan mulai curiga dengan suara pak Blengur. Suara pak Blengur yang tidak biasanya. Beberapa orang keluar rumah dan mereka berjalan ke arah kuburan. Mata mereka pada melotot terkesiap dan pikiran mereka tidak bisa menduga apa yang sedang terjadi. Pak Blengur sedang menari - nari dan melompat - lompat dari satu batu nisan ke batu nisan yang lainnya. Suara keras pak Blengur yang berupa tembang - tembang ngawur seperti bukan suara pak Blengur. Suaranya keras, parau dan menggeram. Matanya melotot merah, lidahnya dijulur - julurkan keluar dari mulut dan gerakan - gerakan tariannya seperti gerak raksasa marah. Tertawanya keras menggelegar. Jelas - jelas itu bukan suara asli pak Blengur.

Sore yang cerah dengan angin yang semilir menebarkan wanginya kembang keningkir berubah menjadi sore yang gegap gempita. Semua warga pada berlarian ke kuburan. Semuanya terkejut menyaksikan pak Blengur yang menari - nari dan melantunkan tembang yang tidak karuan. Laki - laki perempuan tumplek bleg datang ke kuburan. Mereka sangat merasa kasihan terhadap pak Blengur. Mengapa pak Blengur tiba - tiba kesurupan.
Pak Blengur adalah juru kunci kuburan. Hidupnya diabdikan kepada seluruh warga untuk merawat kubur leluhurnya. Karena pengabdiannya yang total kepada warga untuk mengurus kuburan, sampai - sampai pak Blengur tidak pernah peduli pada dirinya sendiri. Pak Blengur tidak sempat berkeluarga. Hari - harinya habis dikuburan. Tempat tinggalnya pun di kuburan. Warga membangunkan rumah sederhana di komplek pekuburan untuk pak Blengur. Dia hidup atas uluran tangan seluruh warga. Pak Blengur tidak pernah kekurangan sandang pangan. Dengan tulus dan bermurah warga memberi pada pak Blengur. Pak Blengur bahagia dengan pekerjaannya.
Juragan Gogor yang ikut rame - rame datang ke kuburan, diikuti Plencing dan tobil mendekati pak Blengur yang terus menari, menggeram dan berteriak tidak karuan. Dengan juragan Gogor mencoba menenangkan pak Blengur : " Blengur ! Ada apa kamu jadi begini " Juragan Gogor berjalan mendekati pak Blengur. " Jangan mendekat kamu Gogor ! Ha....ha.....ha....ha..... kalau kamu mendekat lagi akan kubunuh kamu !" Pak Blengur yang biasanya sangat menghormati juragan Gogor dan selalu menyapa juragan Gogor dengan sebutan juragan, menyebut juragan Gogor dengan sebutan tanpa kata juragan dan sangat kasar menyapa. Tiba pak Blengur mengeluarkan pisau besar dari balik bajunya dan diangkat - angkat. Pelncing dan tobil yang ada di belakang juragan Gogor langsung berbalik dan lari ke kerumunan orang di pinggir kuburan. Plencing dan Tobil sangat ketakutan. Juragan Gogorpun surut mundur. Takut ancaman pak Blengur menjadi kenyataan. Pak Blengur terus berteriak. " Aku minta sesaji ! Ha.....ha.....ha.... Sediakan dua ingkung ayam jantan ! Ha....ha....ha.... Aku ingin makan nasi tumpeng yang besar. Malam nanti aku harus berpesta ! Ha.....ha......ha......Ikung dan nasi tumpeng .... ha..ha....ha...Kalau tidak segera ada seluruh desa akan aku obrak - abrik ... ha....ha....ha....! Akan kubakar semua rumah. Akan kubunuh kalian semua ! Ha.....ha.....ha....ha.... !" Pak Blengur mengacung - acungkan pisau besarnya yang mata pisau tampak begitu tajam. Tanpa dikomando beberapa orang terutama para perempuan segera bergegas meninggalkan kuburan. Mereka bermaksud segera bisa membuat sesaji yang diminta pak Blengur. Para lelaki dan para pemuda berjaga - jaga di pintu kuburan. Mereka berjaga - jaga agar pak Blengur tidak meninggalkan kuburan dan masuk dusun. Mereka berpikir kalau pak Blengur masuk dusun bisa menjadi semakin geger dan berbahaya. Orang yang sedang kesurupan bisa berbuat nekat apa saja. Para pemuda menyiapka tambang. Kalau - kalau pak Blengur berniat meninggalkan kuburan mereka akan menangkapnya dan merangketnya. Warga juga bergegas membuat alat pasungan. Mereka berniat juga memasung pak Blengur. Pak Blengur semakin keras saja teriakan dan geramannya diselingi dengan tembang - tembang yang oleh warga tidak diketahui artinya.
Menjelang matahari terbenam sesaji yang diminta pak Blengur dibawa ke kuburan. Nasi tumpeng besar dan dua ingkung ayam jantan. Warga meletakkan nasi tumpeng dan dua ekor ayam jantan yang sudah jadi ingkung di dekat pak Blengur yang terus tanpa lelah menari dan mulutnya tak berhenti berceloteh. Melihat sesaji sudah disajikan pak Blengur berhenti menari dan menggeram. Didekatinya sesaji dan pak Blengur lalu dengan lahabnya berpesta. Bagai orang yang sangat kelaparan pak Blengur menyatap sesaji. Warga menyaksikannya dengan penuh keheranan. Dengan cepat nasi tumpeng besar dan dua ingkung habis dilahap pak Blengur. Yang menyaksikan hanya tertegun dan berdecak. Mahkhluk apa merasuki jasad pak Blengur sehingga menjadi demikian. Habis menyantap sesaji pak Blengur ambruk di atas batu nisan dan mendengkur keras. Warga masih bertahan dan berkerumun di depan pintu kuburan.
Rembulan yang hanya nampak sepotong semakin meninggi. Malam semakin dingin. Pak Blengur terus mendengkur. Orang - orang percaya pak Blengur sangat kelelahan. Mereka percaya pula kalau mahkhluk halus yang merasuki pak Blengur telah lepas karena telah puas dengan sesaji. Mereka mulai satu - satu meninggalkan kuburan. Udara dingin yang menusuk tulang sangat memberi hasrat orang - orang untuk pulang. Suana kuburan kembali sepi. Tak satupun orang yang tinggal. Hanya suara dengkur pak Blengur yang terdengar semakin pelan.
Pak Blengur tiba - tiba terbangun dari tidur lelapnya. Kembali matanya terbelalak. Berdiri dan berjalan meninggalkan kuburan. Malam yang begitu dingin membuat warga memilih berada di dalam rumah dan tidur. Suasana sangat sepi. Hanya gesekan - gesekan dedaunan yang terdengar. Pak Blengur berjalan ke arah kedai mbok Semi.
Mbok Semi masih terjaga. Sibuk dengan dagangan yang belum sempat terjual karena sore tadi warga geger dan tidak ada yang sempat ke kedainya mbok Semi. Betapa terkejutnya mbok Semi, tidak diketahui melalui pintu masuk mana, tiba - tiba pak Blengur telah berada di dalam kedainya. Rasanya semua pintu kedai telah ditutup rapat dan dikancing. Tetapi kena apa pak Blengur tiba - tiba tanpa suara telah berada di kedainya. " Minum .... minum .... beri aku minum.... semi ... !" Suara pak Blengur parau. Gemetaran takut mbok Semi mengambilkan menuangkan wedang serbat panas untuk pak Blengur. Mbok Semi mulutnya bagai terkunci tidak bisa bersuara. Mbok Semi takut, ngeri bercampur heran. Mengapa pak Blengur memanggilnya tanpa sebutan yu. Biasanya pak Blengur menyapanya dengan sebutan yu Semi. Mbok Semi hanya bisa diam dan seluruh tubuhnya gemetar. Sehabis menenggak habis minuman panas semangkuk pak Blengur berdiri mendekati mbok semi yang berdiri kaku dengan mata tidak berkedip memandangi pak Blengur. Mbok Semi yang didekati pak Blengur tidak bisa berbuat apa kecuali pasrah dan sangat ketakutan. Mulut bagai disumbat kapas segunung. Napasnya sesak. Lidahnya ngilu. Sarasa mau mati. Pak Blengur tiba - tiba memeluk tubuh mbok Semi dengan lembut dan membisikkan kalimat yang belum pernah didengar mbok Semi. " Semi ...aku kangen kamu .... Mi .... " Mbok Semi kaget setengah mati dengar kalimat itu lembut ditelinganya. Perasaannya begitu tertusuk. Mbok Semi menjadi terlena. Pak Blengur membimbing mbok Semi ke tempat tidur yang biasanya dipakai istirahat mbok Semi di kala capai. Yang digandeng tidak bisa menolak. Mbok Semi menurut saja dirembah ke tempat tidur oleh pak Blengur. Sambil merebahkan mbok Semi pak Blengur berulang - ulang mengucapkan kalimat dengan nada yang sangat mendayu di telinga mbok Semi. " Semi ....aku kangen kamu ....Mi... " Ada getaran jiwa yang sangat meluluhkan perasaan mbok Semi. Ketika pak Blengur mulai melucuti kain yang menempel di tubuhnya, mbok Semi tidak berontak. Justru ia malah membantu - bantu agar kainnya segera bisa terlepas dari tubuhnya. Ketika tangan pak Blengur dengan lembut menyentuh dan mengusap - usap kulitnya yang tidak lagi ditutupi kain, tubuhnya serasa tersengat hangatnya matahari pagi. Mbok Semi benar - benar kaget ketika tiba - tiba payudaranya yang telah jatuh kembali menggunung. Kulitnya yang disana - sini sudah berkeriput mengencang dan padat. Mbok semi tidak percaya ketika tangannya mencoba meraba kulit dan payudaranya. Mimpikah aku ? Digigitnya bibirnya sendiri. terasa sakit. Aku tidak bermimpi. Mengapa aku ini ? Pak Blengur yang juga telah telanjang segera menindih tubuh mbok Semi. Mbok Semi yang terus menatap pak Blengur berangsur - ansur tidak lagi melihat wajah pak Blengur, melainkan melihat wajah seorang pria tampan, gagah, berotot sedang menindih tubuhnya yang sintal padat. Mbok Semi merasakan bibirnya dikulum, payudaranya diremas - remas. Mbok Semi merasakan kenikmatan yang belum pernah dirasakan sebelumnya. Kedua pahanya yang mengangkang ditengahnya telah ditempati pinggul pak Blengur. Antara sadar dan tidak sadar mbok semi mencuri meraba milikny yang ada diselangkangan. Begitu menggunung dan kencang. Mengapa begini. Ia sangat tahu kalau miliknya yang ada diselangkangnya sudah mengempis, kering dan tidak berisi. Mengapa sekarang menggunung, berisi, hangat, dan basah. Pak Blengur memeluk erat tubuh mbok Semi sambil terus berganti - ganti menciumi bibir dan leher mbok Semi. Mbok Semi mendesah, melenguh, menggelinjang dan dengan erat pula memeluk tubuh yang ada di atas tubuh telanjangnya. Bau wangi kembang seteman tercium di hidung mbok Semi membuatnya semakin terlena. Tiba - tiba mbok Semi merasa tubuhnya telah menyatu dengan tubuh pak Blengur setelah miliknya yang ada diselangkannya terasa ada yang menyodoknya dan menembus masuk ke kedalaman. Mbok Semi serasa melayang dilangit yang penuh dengan taburan bintang. Suluruh tubuhnya bergetar. Ada perasaan senang dan bahagia di hatinya. Geli kenikmatan merasuki suluruh bagian tubuhnya. Mbok Semi terus mendesah dan menggelinjang penuh kenikmatan. Pak Blengur semakin ganas berbuat. Bunyi ranjang bambu semakin lama derit - deritannya semakin keras. Kedai mbok Semi yang memang terpencil dari rumah - rumah warga tidak memungkinkan jeritan desah mbok Semi didengar orang. Tiba - tiba pak Blengur menggeram keras dan menghujamkan dalam - dalam mentimun besarnya di kedalaman milik mbok Semi dan yang dirasakan mbok Semi ada sesuatu yang mengguyur miliknya. Hangat, membuat semakin geli nikmat dan tak terhankan nikmatnya. Mbok Semi tidak lagi kuat menahan rasa. Kakinya menjejak - jejak sehingga pantatnya terangkat - angkat dan mulutnya menjerit tertahan karena ada rasa yang luar biasa di kemaluannya, diseluruh tubuhnya, dan di alam pikirnya. Pak Blengur dan mbok Semi menggoyangkan ranjang bambu dengan sangat keras. Keduanya sama - sama mengejang. Dan sejurus kemudian mereka lunglai terlentang di atas ranjang bambu. Yang terdengar hanya napas - napas mereka yang masih memburu.
Mbok Semi tidak bisa bangun dari posisi terlentangnya. Tubuhnya begitu lemas. Lunglai bagaikan tidak berotot dan bertulang. Hanya matanya yang bisa terus menatap pemuda tampan, gagah dan berotot sedang mengenakan pakaiannya lagi. " Terima kasih Semi.... aku pulang... kangenku sudah terlampiaskan .... Semi....." Pemuda tampan di mata mbok Semi berlalu. Terdengar di telinga mbok Semi pintu berderit. Ada rasa tidak rela orang ini meninggalkannya. Ingin rasanya mbok semi berkata agar jangan pergi. Ingin rasanya Mbok Semi menggamit tangan kekar itu agar tidak pergi dari kedainya.



Menjelang matahari merekah di ufuk timur, dan udara masih sangat dirasakan dinginnya, mbok Semi terjaga dari lelapnya. Didapatinya dirinya masih telanjang. Hanya kain selimut yang menempel menutupi tubuhnya. Mbok Semi meraba payudaranya. Kembali jatuh dan kisut. Dirabanya pula pahanya. Kulitnya keriput dan dagingnya tiada gempal. Mbok Semi tidak habis pikir. Kenapa tadi malam suluruh tubuhnya kembali menjadi muda. Mengapa sekarang kembali lagi tubuhnya seperti semula. Kulit mengeriput, kasar, dan otot - ototnya menonjol. Lalu apa yang terjadi malam tadi. Malam yang begitu membuatnya sangat nikmat. Malam yang dirasakan seolah dirinya seperti gadis belia. Lalu siapakah yang tadi malam menyetubuhinya dengan penuh birahi itu. Pak Blengur ? Lalu mengapa dirinya melihat yang memeluknya dan membuat dirinya nikmat luar biasa adalah pemuda tampan yang sangat perkasa ? Tiba - tiba terbersit rasa rindu kepada pemuda perkasa yang tadi malam membuatnya melayang - layang. Aku tidak bermimpi. Tadi malam sungguh nyata. Mbok Semi lalu meraba selangkangannya. Disana masih tertinggal lelehan mani yang membasahi bibir kemaluannya. Ini nyata. Bukan mimpi. Kerinduan mbok Semi kepada pemuda tampan di tubuh pak Blengur menjadi - jadi.

Menjelang siang kembali dusun geger. Dari arah persawahan terdengar ada suara perempuan berterik - teriak minta tolong. Teriakan minta tolong sangat keras sampai - sampai menimbulkan gema di tebing hutan. Warga yang kebetulan lagi ada di sawah kaget dan mencoba mencari tahu ada apa gerangan. Mereka pada menghentikan pekerjaannya dan melongok - longok ke arah sumber suara. Tingginya tanaman jagung menghalangi padangan mereka. Ada beberapa orang yang mencoba memanjat pohon turi agar bisa melihat kearah sumber teriakan. Betapa kagetnya mereka dengan apa yang disaksikannya. Parinten sedang dikejar - kejar pak Blengur. Parinten berlari di pematang sawah dan pak Blengur ada di belakangnya. Parinten gadis perawan sebaya Menik, Tumi, Sarinti, Damini, Ramini dan lain - lainnya. Parinten termasuk perawan kembang desa. Banyak perjaka menyukai Parinten karena kecantikannya dan sifat suka manjanya. Parinten terus berlari, tetapi langkah lari pak Blengur tanpak lebih cepat dan lebih gesit. Gontai lari Parinten dan ahkirnya terjerembab. Parinten segera ditubruk pak Blengur. Pak Blengur yang hanya mengenakan celana kolor tanpa baju segera menelantangkan Parinten di antara tanaman jagung. Dengan kasar pak Blengur merobek kain yang dikenakan Parinten di bagian dada, sehingga buah dada parinten yang besar menyembul keluar. Sementara tubuhnya menindih tubuh Parinten, pak Blengur kesetanan meremas - remas dan menciumi buah dada Parinten. Parinten yang kelelahan dan napasnya tersengal - sengal hanya bisa meronta - ronta tanpa tenaga. Pak Blengur semakin kesetanan. Dirobeknya kain bagian bawah yang dikenakan Parinten. Paha putih Parinten terbuka dan celana dalamnya yang warna merah menyala ditarik - tarik pak Blengur. Orang - orang yang sudah pada sampai di lokasi dimana Parinten sedang diperdaya pak Blengur sejenak pada tertegun. Tidak segera tahu apa yang harus segera diperbuat. Mereka takut karena tergeletak di dekat pak Blengur gobang yang tampak sangat tajam. Gobang adalah pisau besar yang sering digunakan untuk merajang tembakau. Orang - orang segera mengepung pak Blengur yang terus tiada henti berusaha memelorotkan celana dalam Parinten. Sementara itu Parinten terus mencoba mempertahankan agar celana dalamnya tidak berhasil dipelorotkan pak Blengur. " Sadar kang Blengur.... ! ....Sadar....!" Orang - orang mencoba mengingatkan pak Blengur. " Lik Blengur .....eling....lik....eling ...jangan seperti itu !" Orang - orang tidak berani mendekat. Mereka tetap mengambil jarak. Beberapa orang mencoba menimpuk punggung pak Blengur dengan bongkahan tanah. Warga yang datang mengepung semakin banyak. Tidak ketinggalan para pemuda mereka bersiaga untuk segera menangkap pak Blengur. Merasa punggungnya ditimpuk bongkahan tanah, pak Blengur marah. Pak Blengur menghentikan kegiatannya memperdaya Parinten. Tangannya mengambil gobang dan mengacungkan ke arah warga yang mengepung. " Ayo .... siapa.... berani melawan aku ... akan aku cincang - cincang sampai jadi debu ... ayo ... sapa ?!" Orang surut mundur untuk mengambil jarak semakin menjauh. Parinten yang lepas dari perdayaan pak Blengur segera bangkit dan lari berlindung di kerumunan warga yang mengepung pak Blengur. Parinten hanya bisa menangis sambil membetulkan kainnya yang telah disana - sini robek - robek.
Warga melihat mata pak Blengur merah melotot. Lidahnya dijulur - julurkan dari mulut. Pak Blengur menari - nari dan melantunkan tembang yang tidak bernada dan bersyair runtut. Sambil terus mengayun - ayunkan gobangnya. Orang - orang yang didekati pak Blengur surut mundur. Sementara yang tidak didekati mencoba maju. Orang - orang telah sepakat meringkus pak Blengur. Gerakan - gerakan pak Blengur semakin menjadi - jadi. berbagai jurus pencak silat diperagakan. " Ayo sapa berani..... ayo ....maju.....akan kubabat lehernya. Ayo.... sapa .... !" Ngeri campur takut warga menyaksikan ulah pak Blengur. " Aku minta sesaji lagi .... ha....ha....ha.... sesaji .... aku ..minta sejaji.... ha...ha....ha.... !" Pak Blengur menggeram - geram. " Sejaji apa lagi Lik .... !" Teriak Gudel. " Ha.....ha....ha.....aku minta .....ha....ha....ha.... Menik ... Menik.....aku minta .... Menik nanti malam diantar ke keburan..... ha..ha....ha.... aku... ha...ha...ha.... aku .... akan menyetubuhi Menik.... ha....ha....ha... perawan ...Menik....Menik.... Meniiiiiiiikkk ....ha.... ha....ha...! Aku ingin perawan Menik ! ha...ha...ha... pasti sangat enak...ha...ha...ha.... he....dengarkan ! aku ingin Menik ....Menik yang cantik...Menik yang pantatnya.....ha....ha....ha... Kalau nanti malam kalian tidak membawa Menik ke kuburan .....ha...ha...ha.... kalian akan kubunuh ...semuanya....semuanya....ha....ha....ha.....!" Warga hanya bisa saling pandang dan saling bertanya. Menik diinginkan pak Blengur yang kesurupan.
Melihat pak Blengur sudah sangat membahayakan, Gudel bersama dengan para pemuda yang lain berniat meringkus pak Blengur. Pak Blengur harus dipasung. Dengan dipimpin Gudel para pemuda surut mundur dari mengepung pak Blengur, kemudian bergerombol merencanakan menangkap pak Blengur.
Pak Blengur yang kesehariannya lugu, sederhana, dan selalu menghormati siapa saja, menjadi pak Blengur yang tampak kuat, perkasa, dan menakutkan. Warga hanya bisa menduga - duga setan apa merasuki tubuh pak Blengur. Ketika Nyi Ramang masih ada, orang kesurupan bukan merupakan masalah. Dengan sekali semprotan ludah Nyi Ramang, setan yang merasuk di tubuh orang segera lepas dan tidak berani lagi mengganggu.
Beberapa perempuan datang membawa nasi tumpeng dan ingkung ayam. Para lelaki segera meletakka nasi tumpeng dan ingkung ayam di pematang. " Kang Blengur ! Makan dulu kang !" Teriak salah satu warga sambil menunjuk - nunjuk sesaji yang diletakkan di pematang sawah. Pak Blengur berhenti berjingkrak - jingkrak dan memelototi nasi tumpeng. " Minggir kalian aku akan makan....ha....ha...ha.... !" Seperti raksasa yang sedang berjalan pak Blengur mendekati nasi Tumpung. Warga yang mengepung surut mundur. Pak Blengur mulai makan. Cara makan pak Blengur terlihat sangat rakus dan bagai orang yang sudah sangat kelaparan. Sampai - sampai pipi dan hampir seluruh mukanya gobres nasi. Sehabis makan dan mengokop air kembang di panci pak Blengur ambruk. Tidak lama kemudian dengkuran kerasnya terdengar. Pak Blengur tertidur. Gudel bersama para pemuda melancarkan aksinya dengan hati - hati. Didekatinya tubuh pak Blengur. Gobang yang sudah tidak lagi dipegang tangan pak Blengur segera diambil. Dengan cepat pak blengur diringkus, diikat dengan tali yang biasanya untuk mengikat kerbau galak. tangan dan lehernya dipasung. Pak Blengur masih tetap mendengkur. Warga beramai - ramai menggotong tubuh pak Blengur ke dusun. Mereka bermaksud membawa ke rumah pak Pedut. Sebagai pewarisnya Nyi Ramang pak Pedut harus mau menyembuhkan pak Blengur dari kesurupannya.
Sesampai di halaman rumah pak Pedut, pak Blengur terjaga dari tidurnya. Ia mengamuk dan marah - marah. Tetapi Gudel dan para pemuda kuat - kuat mencengkeram pak Blengur. Pak Blengur yang sudah terpasung dan kaki tangannya telah kuat ditali hanya bisa meronta - ronta. Pak Pedut yang berdiri di teras rumah menyaksikan apa yang sedang terjadi di halaman rumahnya hanya bisa kebingungan. Pikirannya melayang ke mboknya. Nyi Ramang. Sendainya mboknya masih ada. Ini bukan masalah besar. " Sudah saatnya kang Pedut ! Sudah saatnya ! Ayo Kang keluarkan jimat itu dan sembuhkan kang Blengur !" Warga terus meneriaki pak Pedut agar segera berbuat. " Iya kang kenapa eman - eman ! Ayo kang Kang Blengur ini sudah sangat membahayakan !" Teriak yang lain. " Kenapa kang Pedut kejam terhadap kami, kang ! Mengapa kang Pedut tidak mau berbuat seperti Nyi Ramang ! Padahal kang Pedut ta yang diwarisi jimat itu ? Ayo kang jangan kejam !" Teriak seorang perempuan sambil menangis.
Pak Pedut berdiri terpaku. Berat sekali rasa yang disandangnya. Warga telah menuduhnya menjual jimat peninggal Nyi Ramang. Warga telah mengisukan ia memperkaya diri dengan menjual jimat itu. Kini warga datang membawa pak Blengur yang kesurupan. Pak Pedut tidak bisa bersuara. Pikirannya sangat kacau.
Pak Blengur mulai mengoceh. " Menik .....Menik..... aku minta Menik ....aku ingin meniduri Menik .... bawa ...Menik nanti malam ke kuburan .... ha....ha....ha....! Hai .... pak Pedut ....aku ingin Menik anakmu nanti malam melayaniku ....ha....ha....ha.....!" Suara pak Blengur besar parau dan mulai serak - serak karena sejak tadi terus berteriak. " Menik ....aku ingin perawanmu..... ha....ha....ha.... !" Pak Blengur terus meronta. Tetapi karena pasungan, tali yang mengikatnya, dan para pemuda yang pada memeganginya maka pak rontaan pak Blengur tidak berarti. " Menik .....Menik.....Meniiiiiiikkk .....dimana kamu .... aku ingin melihat wajahmu ....Menik.......!" Pak Blengur terus berteriak.

Menik tidak berani keluar rumah. Ia gelisah di dapur bersama yu Jumprit. Sebentar duduk, sebenatar berdiri. Menik sangat kebingungan. Pikirannya melayang ke neneknya. Nyi Ramang. Kalau masih ada neneknya ia tidak akan segelisah ini. Ia bisa berlindung kepada neneknya. Menik mulai menangis. Yu Jumprit hanya bisa duduk dan ketakutan sambil memandangi Menik dan mulutnya terkunci. Tiba - tiba dari wajah kebingungannya, kegelisahannya, dan ketakutannya wajah Menik berubah menjadi memerah marah. Menik menjadi geram. Rasanya Menik ingin keluar dari dapur dan menghabisi pak Blengur dengan pisau dapur. Menik sangat marah. Ia merasa dilecehkan. Dirinya hanya akan dijadikan sesaji dan tubuh perawannya akan dinikmati pak Blengur. Menik sangat marah dan merasa sangat terhina. Setan apa menghinggapi pak Blengur. " Yu tolong ambilkan air segayung. Dan sediakan ember. Bawa kesini !" Perintah Menik kepada yu Jumprit dengan nada marah. Yu Jumprit bergegas menyediakan yang diminta Menik. Menik segera berdiri mengakang di atas ember. Kemudian yang dilakukan Menik mengguyur - guyurkan air di selangkangannya sambil pula menggosok - gosok selangkangannya seperti orang sedang cebok. Air yang dipakai mengguyur selangkangannya terkucur ke dalam ember yang dikangkanginya. " Guyurkan air ini di kepala pak Blengur, yu !" Perintah Menik masih dengan nada marah. Yu Jumprit yang diperintah malah melongo. " Cepat yu, tunggu apa !" Menik membentak yu Jumprit. Melihat mata merah Menik yang melotot dan wajahnya menjadi semakin cantik namun seram yu Jumprit takut. Segera diambil ember di antara kaki Menik yang masih kangkang, Yu jumprit bergegas keluar dari dapur menuju kerumunan orang di halaman rumah. Yu Jumprit segera mendekati pak Blengur yang sedang terus meronta sambil menyebut - nyebut nama Menik. Orang - orang hanya bisa melongo melihat yu Jumprit mendekati pak Blengur. Tapa ba tanpa bi tanpa bu tanpa ba bi bu yu jumprit langsung mengguyurkan air dalam ember ke wajah pak Blengur. Pak Blengur menjerit keras " Matiiiiii akuuuu !" Sebentar tubuhnya meronta. Dan tak lama kemudian roboh. Lemas lunglai. Pak Blengur ambruk terlentang dengan mata terpejam tiada daya.
 
Terakhir diubah:
ENAM

Sore menjelang matahari tergelincir ke arah barat, angin semilir menggoyangkan pucuk - pucuk cemara dan menebarkan wanginya kembang - kembang yang mekar di semak belukar, para perempuan di kedung ramai membicarakan yu Jumprit yang bisa menyembuhkan pak Blengur dari kesurupannya. Para perempuan termasuk para perawannya, tidak ketinggalan Tumi, Parinten, Sarinti, dan yang lainnya menceburkan tubuh telanjangnya di kedung. Dari mulut mereka tidak henti - hentinya membicarakan yu Jumprit. Yu Jumprit menjadi topik pembicaraan hangat. Sepeninggal Nyi Ramang ternyata yu Jumpritlah menjadi sakti. Mereka mulai menduga - duga kalau yu Jumpritlah yang telah mewarisi jimat Nyi Ramang. Sabil menyambuni payudaranya yang ranum Parinten ikut juga berceloteh : " Ini ... pentilku masih terasa sakit sampai sekarang diremas pak Blengur. Untung orang - orang segera datang, kalau tidak apa jadinya aku !" Parinten berkata begitu seperti orang memberi pengumuman. Tumi menimpali dengan guruan disertai dengan gaya centilnya. " Tapi enak kan .. pentilmu diremas - remas !" Yang ada di kedung ramai pada tertawa. Suana menjadi meriah. Seperti hari - hari biasanya kedung tempat para perempuan ngerumpi, bercengkerama, dan bergembira menghilangkang kepenatan kerja di sawah sambil mandi selalu ramai dengan ocehan - ocehan ringan. Para perempuan saling menggosok punggung, saling menyabuni. Tidak jarang pula ada yang nakal iseng. Mereka saling meraba buah dada dan yang ada di selangkangan. Dan mereka kalau sudah begitu hanya bisa meringis dan cekikikan. Tiba - tiba orang jadi menghentikan pembicaraannya tentang yu Jumprit ketika mereka melihat Menik datang. Tanpa menoleh kekiri kekanan Menik langsung menceburkan tubuhnya di kedung dengan tanpa melepas kaiannya. Melihat Menik sudah menceburkan tubuhnya di air, Tumi segera seperti biasanya menggoda Menik yang mencebur ke air tanpa mau telanjang seperti perempuan - perempuan yang lain. " Sekali - sekali telanjang Nik. Malu kelihatan pepekmu, ya ! Kita kan sama - sama perempuan !" Tumi berenang mendekati Menik. Dan Langsung memeluk Menik dan meremas - remas payu dara Menik yang tetap tertutup kain. " Ah ...sudah.... sudah.... aku mau sabunan !" Menik melapaskan diri dari godaan Tumi. Tumi naik dari air dan segera menyabuni tubuhnya.
Para perempuan terutama perawan - perawan sebaya Menik pada heran. Mengapa Menik tidak mau mandi telanjang. Padahal tak satu perempuanpun yang tidak menelanjangi diri di kedung. Dulu Menik juga selalu mandi telanjang di kedung. Tetapi kenapa sekarang tidak mau. Menik tidak mau telanjang di kedungpun ahkirnya menjadi topik pembicaraan hangat. Mengapa Menik tidak seperti perawan yang lainnya. Apakah ada sesuatu di pepek Menik, sehingga malu pepeknya dilihat sesama perempuan. Apakah mungkin Menik sedang mengajari teman - temannya agar kalau mandi tidak telanjang ? atau mungkin Menik malu pepeknya dilihat orang karena ada keanehan di pepeknya ? Orang hanya bisa menduga duga. Dan menncoba mencari alsan yang masuk akal mengapa Menik tidak mau mandi telanjang di kedung. Teman - teman Menik tidak menganggap Menik istimewa. Tetapi malah menganggap Menik sebagai perempuan yang aneh. Berbeda dengan yang lainnya. Menik tidak ambil pusing terhadap gunjingan. Pokoknya ia tidak mau mandi telanjang di kedung.
Melihat sabahatnya naik dari air untuk sabunan Tumi juga segara naik. Tumi yang telanjang nekat saja terus berdiri di hadapan Menik yang sedang menyabuni tubuhnya. Melihat Tumi nekat Menikpun lalu nakal. Dengan sigap punya Tumi disodok pakai sabun. " Ih.... nakal....!" Teriak Tumi sambil merapatkan pahanya. Tumi merebut sabun Menik dan segera untuk menyabuni tubuhnya sendiri. " Sabunmu wangi amat, Nik ! Beli dimana ?" Tumi menggoda Menik. Yang digoda diam saja dan terus merogoh payu dara dan menggosok - gosoknya sendiri. Habis sabunan Tumi mendorong tubuh Menik sehingga kecubur lagi di kedung. Tumi segera terjun ke air juga dan memeluk tubuh Menik sambil mencoba merogoh - rogoh selangkang Menik. " Jangan Tum ... Jangan Tum.... Jangan...!" Menik Mencoba menghindar, tetapi Tumi terus nekat. Menik tahu kalau Tumi sudah begitu pasti ingin dibalasnya. Kalau belum dibalas pasti Tumi terus akan menggodanya. Maka Menik segera berbalik menyerang selangkang Tumi. Dan sempat jari Menik menerobos ke milik Tumi. " Edan ....edan.....kamu edan... !" Teriak Tumi sambil meringis enak dan menjauh dari Menik. Dari pinggira edung Sarinti yang sedang mengeringkan tubuh dengan handuk ikut juga menggoda Tumi " Hayo .... sama - sama perempuan kok saling raba .... enak ya Tum !" Yang digoda begitu malah ngakak tertawa. Parinten yang berdiri di samping Sarinti mendorong punggung Sarinti : " Sana ikut raba - rabaan !" Parinten ngakak. Sarinti bersama handuknya tercebur lagi di kedung. Tumi tidak melewatkan kesempatan. Dikejarnya Sarinti dan segera didekapnya dari belakang. Punggung sarinti merasakan hangatnya tonjolan daging empuk punya Tumi. Tumi tanpa ampun langsung meluncurkan tangannya ke arah selangkangan Sarinti. Dan langsung nekat mengobok - obok punya Sarinti. " edan.....aduh...edaaaaan.... aaaahhh... Tum... jangan edan....kamu...ah....aduh.... !" Sarinti meronta tapi malah ingin terus. Sarinti yang dibuat begitu ingin membalas. Sarinti membalikkan badannya dan berhadapan dengan Tumi. Tumi tetep terus memeluk Sarinti. Payu dara mereka jadi saling bentur dan saling menempel. Sarinti merasakan geli, hangat nikmat. Tumi yang menerima balasan pepeknya juga diraba dan ditekan - tekan tangan Sarinti malah mencoba mengangkang agar jari sarinti leluasa mengilik. " Edan juga kamu ....Sar...... iiiiihhhh ....edan.... aaduh...jangan ...Sar...edaaaaaaaannnn...aaaahhh !" Tumi pura - pura menolak tetapi terus menyediakan miliknya untuk dikilik Sarinti. Mereka sesaat tenggelam di air kedung, dan ketika muncul kembali wajah - wajah mereka tampak memerah dan napas mereka memburu. Dari pinggir kedung, Parinten, Damini, Riyem dan lainnya tertawa ngakak. Begitu juga Tumi dan Sarinti juga ikut ngakak. Sementara Menik cuma senyum - senyum. " Dah diteruskan besuk enaknya !" Teriak Damini. Yang disambut dengan lagi - lagi ngakak oleh siisi kedung. Suasana kedung jadi semarak.


Juragan Gogor mengalihkan perhatiannya ke yu Jumprit. Juragan Gogor percaya kalau yang mewarisi jimat Nyi Ramang yang berujud batu akik kecubung wulung itu adalah yu Jumprit. Dibuktikan dengan telah berhasilnya yu Jumprit menyembuhkan pak Blengur dari kesurupannya. Juragan Gogor akan mendekati Yu Jumprit, agar yu Jumprit mau menukar jimat itu dengan uang. Ia akan menyediakan uang berapapun yang diminta yu Jumprit. Juragan Gogor yang semula juga termakan isu kalau jimat itu telah dijual oleh pak Pedut kepada seorang juragan kaya kini tidak lagi lagi percaya dengan rumor itu. Apa yang disangkakan warga kalau pak Pedut telah kejam kepada warga dengan menjual jimat warisan Nyi Ramang tidak terbukti. Karena ternyata jimat itu masih ada dan diwarisi oleh yu Jumprit. " Cing dan kamu Tobil segera cari cara. Dekati yu Jumprit. Segera tawarkan uang sebanyak - banyaknya. Jimat itu harus segera bisa beralih ke tanganku !" Juragan Gogor sambil memelototi kedua pembantu setianya. " Siap juragan !" Jawab Plencing dan Tobil serempak. " Jangan terlalu lama jimat itu di tangan yu Jumprit. Sebab nanti kalau lama - lama di tangan yu Jumprit, dan semakin banyak orang datang ke yu Jumprit untuk minta ditolong, akan lebih sulit jimat itu lepas dari tangan yu Jumprit " Juragan Gogor ceramah. " Siap juragan kami mengerti " Jawab Tobil dengan manggut - manggutkan kepala. Plencing juga ikut manggut - manggut. " Lalu bagaimana dengan Tumi, Juragan ?" Tobil mengingatkan juragannya tentang Tumi. " Bodoh amat kalian ini. Kalian kan bisa sambil menyelam minum air. Sambil mendekati yu Jumprit. Sambil pula kamu dekati Tumi. Sebenarnya aku sudah sangat ingin meniduri Tumi. Dah dua pekerjaan ini harus segera kamu lakukan. Jimat itu segera didapat, dan aku juga harus segera bisa bersama Tumi !" Juragan Gogor semangat sambil merogoh saku dan melempar lembaran - lembaran uang di atas meja. Tobil dan Plencing berebut memunguti lembaran uang yang terserak di meja.

Tobil dan Plencing segera mengatur strategi untuk bertemu dangan yu Jumprit dan Tumi sambil menikmati wedang serbat dan goreng tempe di kedainya mbok Semi. " Mana kang yang lebih dulu kita temui. Yu Jumprit apa Tumi ?" Plencing usul. " Yu Jumprit dulu saja, cing. Yu Jumprit lebih penting " Jawab Tobil mantap. " Kalau menurut aku tidak kang. Kita ke Tumi dulu. Kalau nanti kita bisa merayu Tumi pasti juragan kita akan sangat senang. Dan juragan kita akan terlena. Mungkin lalu lupa dengan jimat. Dengan itu kita bisa punya waktu untuk merayu yu Jumprit. Yu Jumprit pasti tidak gampang di ajak bicara lho, kang " Kilah Plencing masuk akal. " Aku setuju Cing, lalu kapan ? " Tobil menyerutup wedang serbat yang panas. " Ya nanti malam saja ta kang. Kelihatannya Tumi sedang senggang kok. Kemarin aku lihat Tumi cuma duduk - duduk saja di rumah. Ia sekarang sedang jarang pergi ke sawah karena lahannya baru di cangkuli untuk tanam kubis " Plencing memeberi penjelasan pada Tobil. " Kok bicaranya bisik - bisik to Cing dan kamu tobil, rahasia ya ? " Sapa mbok Semi menggoda pelanggan yang setiap hari pasti datang ini. " Hus..... dak ada rahasia rahasiaan, mbok ! Dan berapa aku pisang empat, kamu berapa kang tempe dan pisangnya ". Plencing mengansurkan lembaran uang ke mbok Semi. " Yang kecilan saja Cing, mosok uangnya gedi banget ." Mbok semi menerima pecahan uang yang jarang diterimanya. " Ambil saja kembaliannya, mbok. besuk kalau kesini kan tidak perlu bayar !" Plencing dengan sombongnya lalu bergegas meninggalkan kedai dan mbok Semi yang melongo.

Udara malam terasa hangat karena mendung menggelayut di atas gunung. Karena malam baru saja tiba dan udara tidak dingin, Tumi duduk - duduk di lincak bambu yang ada di teras rumah. Di bawah lampu yang menyala tidak terlalu terang Tumi menikmati cemilan. Harapannya Gudel lewat di depan rumah. Atau mungkin Gudel akan sengaja datang mengunjunginya. Yang muncul beberapa saat kemudian bukan Gudel. Melainkan Tobil dan Plencing. Yang langkah - langkahnya nampak gagah. " Lagi apa Tum. Kok berada di luar ?" Sapa Tobil. Dasar Tumi maka jawabannyapun seenaknya. " Ya lagi nunggu sampean - sampean itu, kang. Endak ...kang di dalam rumah gerah. Etung ..etung ... di luar, siapa tahu ada perjaka lewat, kan bisa diajak, anget - anget ta kang ." Tumi tertawa lepas. " Lha saya dan kang Tobil ini kan juga perjaka ta Tum. Yo anget - angetan !" Plencing menggoda Tumi sambil tertawa juga. " Ah kang Tobil dan kan Plencing kan perjaka tua. Kenapa ta kang Tobil sama kang Plencing ini kok tidak berani nikahan ?" Tobil dan Plencing mendapat jawaban dari Tumi yang membuat mereka tersipu malu. Tobil dan Plencing memang perjaka yang sudah kelewat umur. Disebabkan pengabdian totalnya kepada juragan Gogor membuat Tobil dan Plencing kurang memperhatikan dirinya sendiri. " Jangan - jangan kang Tobil dan kang Plencing ini banci ya ?" Tumi semakin menghantam Tobil dan Plencing sambil ngakak. Tobil dan Plencing semakin tersipu. Untung saja Plencing bisa menanggapi kalimat Tumi : " Lho aku sama kang Tobil ini kalau belum ada wanita yang kayak bidadari, dak niat Tum.. " Plencing menyombongkan diri. Mendengar Plencing sombong Tumi semakin menghatam : " Ya karena tidak ada perawan yang mau saja ta kang ." Lagi - lagi Tumi tertawa lepas. Tobil dan Plencing tidak lagi punya kalimat untuk menanggapi ledekan Tumi. Maka Tobil dan Plencing hanya mengikuti Tumi tertawa. " Ada apa kang kok menghampiri aku ?" Tumi serius. " Ah endak Tum ... cuma mampir saja. Kebetulan kamu berada di luar rumah. Sapa tahu nanti dapat teh panas ." Jawab Tobil bohong. " Ah ....yang bener . Kalau memang ada maksud katakan saja kang. Tumben lho kang Tobil dan kang Plencing ini walau cuma mampir ." Tumi mendesak Tobil dan Plencing. Tobil dan Plencing jadi kelimpungan. Apa yang harus dikatakan selanjutnya. Ahkirnya tanpa basa - basi lagi Plencing terus terang : " Yang bener gini Tum. Aku dan kang Tobil kesini ini disuruh juragan Gogor. Juragan Gogor ingin ketemu sama kamu. Juragan Gogor mau minta pendapatmu. Isteri keduanya minta dibelikan liotin berlian. Tapi isterinya tidak mau diajak ke kota. Juragan Gogor bingung. Seperti apa berlian yang disukai wanita itu. Jadi Juragan Gogor mau minta pendapatmu. Kerana juragan Gogor tahu lho Tum kalau kamu suka pinter milih - milih perhiasan ." Plencing mengeluarkan jurus merayunya. Tobil menimpali dengan kalimat yang tak kalah jitunya : " Bener Tum. Aku juga heran. Mengapa kamu yang dipilih juragan Gogor untuk diminta pendapatnya. Itu berarti di mata juragan Gogor kamu itu orang hebat, Tum. Iya kan ?" Tumi hanya bisa mengerinyitkan dahi. Tumi merasa tersanjung. " Ah kang Tobil dan kang Plencing ini ada - ada saja ." Tumi agak tersipu malu. " Juragan Gogor itu orang terpandang. Kaya raya. Mengapa aku ta kang ?" Tumi ragu. " lha itu Tum. Tandanya Juragan Gogor sangat menghargai kamu . " Plencing menambah rayuannya. Tumi merasa bangga. Juragan Gogor menghargainya. Siapa warga tak bangga bila diajak bicara juragan kaya. Bahkan kini dirinya akan diminta pendapatnya. Tumi tiba - tiba merasa dirinya menjadi orang yang begitu penting. " Lalu kapan kang Juragan Gogor mau ketemu aku ?" Tannya Tumi serius. Hati Tobil dan Plencing berjingkrak. Tumi telah kena rayuan dan jeratannya. " Ya sebaiknya segera Tum. Nanti aku kabari. Aku mau sampaikan dulu ke juragan Gogor kalau kamu bersedia. Nanti Juragan Gogor pasti ingin segera. Karena isteri keduanya dah rewel terus segera minta dibelikan berlian ." Plencing bohong. " Oh iya Tum. Kemarin lusa Gudel datang ke rumah Juragan Gogor mau pinjam uang. Katanya mau digunakan untuk nutup sawahnya yang mau dijual bapaknya." Mendengar penuturan Plencing yang ini Tumi sangat kaget. Bukankah semua perhiasan emasnya telah dipinjamkan kepada Gudel. Apa ternyata masih kurang ? Kenapa Gudel tidak membicarakan dengannya ? Tumi Gundah. Tumi galau. Perasaan bangganya akan diminta pendapatnya oleh juragan Gogor tentang berlian, tertindih oleh perasaan kacaunya memikirkan Gudel.
Tobil dan Plencing sekilas memperhatikan wajah Tumi yang tiba - tiba jadi muram. Tobil dan Plencing juga sudah mendengar selentingan kalau Tumi menyukai Gudel. Bahkan Tobil dan Plencing juga mengetahui kalau Tumi dan Gudel pernah ke hutan berdua. Maka Tobil dan Plencingpun mengabari Tumi tentang Gudel yang datang ke Juragan Gogor mau pinjan uang. Melihat wajah Tumi jadi muram Plencing dan Tobil menyesal mengapa mengatakan itu. Dari pada melihat wajah Tumi yang muram dan takut Tumi akan berubah pikiran, maka Plencing dan Tobil segera berpamitan. " Ya dah Tum aku pulang dulu. besuk segera aku kabari kapan kamu bisa diterima juragan Gogor. " Plencing dan Tobil berdiri dan meninggalkan Tumi sendiri di lincak. Tumi tidak menjawab karena pikirannya sedang melayang ke Gudel.

Mendung yang bergelayut di atas gunung hilang terbawa angin. Udara menjadi begitu dingin. Di kamar Tumi menutupi tubuhnya dengan selimut tebal. Pikirannya terus teringat Gudel. Kenapa kang Gudel mau meminjam uang ke juragan Gogor. Jangan - jangan nanti sawahnya malah hilang karena tidak bisa mengembalikan uang pinjaman kepada juragan Gogor. Juragan Gogor terkenal sebagai orang kaya yang suka menjerat orang yang sedang terjepit masalah. Biasanya juragan Gogor menggadai sawah orang dengan memberikan batas waktu yang pendek. Dengan maksud orang akan sulit mengembalikan pinjaman uangnya dan ahkirnya sawahnya dimiliki juragan Gogor. Juragan Gogor bukan renternir, tetapi kalau ada orang pinjam uang kepadanya pasti dijerat dengan tenggat waktu pengembalian yang pendek. Yang ahkirnya orang susah untuk dapat segera mengembalikan pinjamannya. Tumi takut hal itu juga akan terjadi menimpa Gudel kekasihnya. Tumi sangat gelisah. Matanya tidak mau terpejam. Rasanya menjadi tidak kantuk. Ingatannya pada Gudel campur baur antara sedih, kacau, gelisah, galau, tumpang tindih dengan rasa rindunya dengan kekasihnya itu. Kekasihnya yang telah penah membuatnya bahagia di hutan. Kekasihnya yang telah pernah membuatnya memperoleh kenikmatan ketika bercinta di rumah. Kekasihnya yang amat diharapkan bisa menghamilinya. Tumi memang berharap bisa hamil dari hasil persetubuhannya yang kedua kalinya dengan Gudel. Tetapi tanda - tanda dirinya hamil belum ada. Tumi harap - harap cemas jangan - jangan hubungan keduanya juga tidak membuah hasil. Dari dalam selimut dirabanya perutnya. Masih tetep tipis. Tangannya terus melorot ke bawah dan meraba - raba miliknya. Tumi yang kalau tidur selalu melepas celana dalamnya bisa menyentuh miliknya sendiri. Drasakan hangat. Tiba - tiba di alam pikirnya miliknya sedang diraba Gudel. Tumi menjadi terangsang. Tangan dan jarinya menjadi terus bermain di miliknya sendiri. Sesaat kemudian tidak sadar Tumi mendesah. Dan miliknya menjadi basah. Sehabis itu seluruh tubuhnya terasa enak dan lemas. Dan perasaannya kembali tenteram. Tumi tertidur.


Tumi menemui Gudel. Siang tengah hari. Gudel sedang istirahat di bawah kerindangan pohon nangka di sawah. Tumi datang membawa teh dan makanan. Sengaja Tumi menemui Gudel. Tumi harus menemui Gudel. Tumi harus segera mengingatkan kekasihnya ini akan adanya jeratan oleh juragan Gogor. " Kang Gudel ini gimana ta ? Kalau pinjam uang di juragan Gogor tu pasti nantinya susah. Sawah yang tergadai ahkirnya hilang dimiliki juragan Gogor ." Tumi membuka pembicaraan setelah Gudel mereguk teh dan makan makanan yang dibawa Tumi. " Habis gimana Tum. Ternyata tabunganku ditambah dengan hasil penjualan emas yang kamu pinjamkan ke aku ternyata belum cukup ." jawab Gudel sambil terus menikmati makanan. " Ya kakangmu itu suruh bersabar dikit ta kang. Masak semua harus diadakan. Kalau kurangnya tidak banyak, nanti aku coba bilang bapak sama simbok. Kelihatannya bapak sama simbok punya tabungan, kang. " Tumi kembali menawarkan pinjaman kepada kekasihnya ini. " Ya aku malu ta Tum. Emasmu sudah saya pinjam, masak tabungan bapakmu dan mbokmu aku pinjam juga. " Kalimat Gudel diucapkan dengan nada sedih. " Dak usah malu kang. Aku tulus kok kang, membantu kang Gudel." Tumi membesarkan hati Gudel.
Gudel sangat tahu kalau meminjam uang ke juragan Gogor dengan cara menggadai sawah, pasti sawahnya akan hilang, karena juragan Gogor pasti akan memberi tenggang waktu untuk melunasi pinjamannya sangat pendek. Uang dari mana untuk mengembalikan uang yang dipinjam dari juragan Gogor. Hasil panen tidak bakalan cukup. Sepuluh kali panenpun belum tentu cukup untuk mengembalikan pinjaman. Padahal kakaknya yang butuh uang untuk modal usaha tidak bisa diajak bicara. Ngertinya harus ada. Kalau tidak segera dicukupi pilihannya adalah sawah dijual saja. Kalau sawah dijual lalu apa yang akan dikerjakan Gudel dan keluarganya.
" Gimana ya Tum. Aku bingung dan susah ." Nampak Gudel susah menelan jadah yang dibawa Tumi. " Dak usah susah dan usah bingung kang. Percaya aku. Aku akan merayu simbok dan bapak agar mau meminjamkan uangnya." Sekali lagi Tumi membesarkan hati perjaka pujaannya ini. " Pokoknya jangan pinjam uang sama juraga Gogor, titik." Tumi tegas. " Ya kalau gitu aku manut kamu saja, Tum." Kalimat pasrah Gudel diucapkan dengan nada lemas.
Gudel yang sudah dua kali menggauli Tumi menjadi semakin tahu kalau Tumi benar - benar menginginkannya dirinya menjadi pacarnya. Tidak hanya sekedar pacar Tumi pasti mengingkan lebih dari itu. Kalau tidak mengapa Tumi mau berkorban membantu dirinya sejauh ini. Tumi pasti punya rencana yang jauh kedepan. Lalu bagaimana dengan hatinya yang saat ini masih terus tertambat di diri Menik ? Dengan Tumi dirinya tidak ada rasa yang istimewa. Biasa - biasa saja. Bahkan ketika menggauli Tumi dibayangkannya yang sedang dicumbu adalah Menik.
Melihat wajah Gudel yang mulai tenteram, tidak lagi bingung mikir kebutuhannya, Tumi mulai merajuk. Tumi menempelkan tubuhnya di bahu Gudel yang besar kekar. Seperti biasanya kalau Tumi dekat Gudel, selalu mengatur strategi agar Gudel terangsang. Sambil menyandarkan tubuhnya di bahu Gudel, Tumi sedikit mengangkat - angkat pahanya dengan maksud agar rok bawahnya tersingkap dan Gudel akan melihat pahanya yang terbuka.
Gudel tahu yang diinginkan Tumi. Apalagi Tumi baru saja mengatakan kalau akan lagi - lagi membantu dirinya, maka Gudel menyambut keinginan Tumi. Diraihnya tubuh Tumi sehingga berada di pelukannya.
Siang tengah hari biasanya orang - orang di sawah pulang. Kecuali untuk istirahat mereka juga perlu mengisi perut. Mereka akan berangkat ke sawah lagi kalau matahari mulai miring ke barat. Sawah menjadi sepi orang.
Gudel membimbing Tumi ke gerumbul semak yang rimbun. Beralaskan rumput Tumi terlentang kangkang di bawah tubuh Gudel yang sudah berhasil memelorotkan celana dalam Tumi. Gudel langsung menciumi buah dada Tumi yang sudah menyembul dari kainnya, karena Tumi sudah membukanya. Dari buah dada ganas Gudel beralih menciumi bibir, leher, dan menggigit - gigit kecil daun telingan Tumi. Tumi hanya bisa menjejak - jekakan tumit kakinya karena menahan rasa, sampai - sampai rerumputan di tumit Tumi tercabut dan tanah tergerong. Mulutnya tidak berhenti mendesah bagai orang mengigau. Tangan Tumi terus memegang erat mentimun Gudel yang masih berada di dalam celana kolor. " Kang .... aku sudah ... dak ...tahan ...kang.... ayo ... kang ...ayo !" Desah Tumi tertahan - tahan diantara napasnya yang memburu. Sebaliknya Gudel ingin Tumi kelabakan lebih dulu. Dengan begitu Tumi pasti nanti akan cepat sampai. Tangan Gudel yang sudah berada di selangkang Tumi, menemukan milik Tumi yang sudah begitu membasah. Dengan lembut Gudel dengan kedua jarinya membuka bibir milik Tumi dan jari tengahnya ditekankan di tengah - tengah dan di gesek - gesekkan halus. Tumi menggelinjang hebat. Ternyata jari Gudel membuatnya sampai. Mulut Tumi tidak bisa melenguh karena tersumpal bibir Gudel yang terus menjulurkan lidah dan bermain di rongga mulut. Terbeliak - beliak mata Tumi mengekpresikan kenikmatannya. Gudel sangat senang melihat Tumi demikian. Gudel percaya Tumi akan semakin merindukannya. Dan akan semakin menyukainya. Gudel percaya Tumi pasti akan membantu kesulitannya. "Eeehhhggg ...... Eeehgg .... eeehhgg.......eeehhgg....!" Tumi hanya bisa begitu dan terus mengangkat - angkat pantatnya. Gudel memelorotkan celana kolornya dan segera mengarahkan mentimunnya ke milik Tumi yang sudah sangat menunggu untuk dihunjam. Gudel yang sudah tidak ingat lagi siapa yang ada di bawahnya Menik apa Tumi langsung menyodokkan mentimunnya. Bibir Tumi yang terlepas dari sumpalan bibir Gudel menjerit tertahan. Dan Tidak ada yang bisa dilakukan kecuali memejamkan matanya dan menggeleng - gelengkan kepalanya seraya tangannya mencoba mencari - cari pegangan. Sementara itu Gudel terus memacu mentimunnya keluar masuk di milik Tumi dan khayalnya Meniklah yang sedang digaulinya. Wajah Tumi yang terus menampakkan ekpresi kenikmatan dilihat sebagai wajah cantik Menik yang sedang menerima gelora cintanya. Desahan dan rintihan Tumi didengarkan sebagai lenguhan Menik yang merdu membuat Gudel semakin sayang. Geliatan nikmat Tumi dirasakan sebagai geliatan Menik dan membuat birahinya menjadi semakin bertambah - tambah. Tidak lama kemudian Gudel terpekik. Hampir saja mulut Gudel menyebut nama Menik. Tumi mengejang. Mereka sampai bersama - sama. Dan membuat semak belukan menjadi ikut bergoyang - goyang.
Setiap kali sehabis melakukan dengan Tumi ada perasaan menyesal di hati Gudel. Sepertinya dirinya telah mengkhianati Menik. Gudel merasa berdosa. Merasa membohongi Menik. Lalu apa yang akan dilakukan Menik jika Menik tahu. Rasa cintanya kepada Menik rasa sesal Gudel begitu dalam. Sejak malam itu ketika ia secara tidak sengaja bisa mencumbu Menik, cinta Gudel kepada Menik begitu dalam. Rasa sayang dan cintanya kepada Menik memenuhi seluruh ruang hatinya. Rasanya tidak tersisa untuk Tumi. Lalu atas dasar apa yang baru saja dilakukannya dengan Tumi.
Angin semilir mengalir menggoyangkan kembang - kembang jagung yang mulai mekar. Wanginya daun kemangi dan daun adas begitu membuat segar udara persawahan. Diikuti langkah Gudel Tumi berjalan di atas pematang sawah. Hati Tumi sangat berbunga - bunga bisa berduaan dengan pria yang dipujanya. Yang dicintainya dan disayanginya. Tumi sangat berharap apa yang baru saja dilakukannya dengan Gudel akan membuatnya hamil. Tumi tahu hanya dengan dirinya hamil, maka Gudel akan bisa dimilikinya. Ia sangat takut kehilangan Gudel. Apapun akan dilakukannya untuk dapat memiliki Gudel dan bersanding selamanya dengannya.


Gerimis jatuh membasahi tanah. Rembulan separo redup tertutup mendung tipis. Udara malam tidak begitu ingin tetapi terasa atis karena gerimis yang jatuh. Suara cengkerik dan walang kerik menghiasi malam yang baru saja tiba. Mbok Semi menutup kedainya. Mbok Semi tahu orang tidak bakalan datang di kedainya karena gerimis menghalangi. Sejak malam itu pak Blengur yang kesurupan mendatanginya dan membuat dirinya begitu terkesan oleh apa yang diperbuat pak Blengur atas dirinya, mbok Semi selalu gelisah. Ingatannya terus kepada pak Blengur. Kejadian bagai mimpi di malam itu tidak bisa dilupakan oleh mbok Semi. Dirinya yang sudah tidak bisa dianggap muda lagi, bahkan sudah boleh disebut nenek - nenek, tiba - tiba di hatinya tumbuh rasa menyukai pak Blengur. Ada rasa indah mengalir di hatinya. Ada rasa rindu yang sangat mengganggu kalbunya. Ada perasaan syahdu di sanubarinya. Mbok Semi gundah, gelisah, dan resah. Keinginannya untuk bertemu dengan pak Blengur dan mengulangi kejadian malam itu begitu menggebu. Mbok Semi sudah tidak lagi kuat menahan rasa yang beberapa hari belakangan terus menggodanya. Perasaan rindunya kepada pak Blengur. Perasaan hatinya yang tiba - tiba ingin dekat dengan pak Blengur. Niatnya untuk menemui pak Blengur tidak lagi terbendung.
Sambil menenteng secerek wedang serbat panas, beberapa bungkus pisang goreng, tempe goreng dan jadah, mbok Semi berjalan melingkar menghindari rumah - rumah melewati tepi kali di pinggir persawahan menuju ke keburan di belakang dusun. Gerimis yang sudah mulai menghilang, mendung tipis yang hilang tersapu angin dan cahaya rembulan separo membuat langkah mbok Semi yang melawati jalan yang tidak biasanya menjadi mudah. Semakin dekat dengan kuburan dimana ada rumah kecil tempat tinggal pak Blengur jantung mbok Semi semakin berdegup. Ibarat anak remaja yang akan bertemu dangan kekasih yang dirindukannya, jantung mbok semi berdegup dan perasaan malu dan ragu - ragunya muncul saling tindih dengan perasaan ingin bertemunya dengan orang yang membuatnya selalu resah, gelisah dan gundah.
Kuburan sangat sepi. Namanya saja kuburan. Siang hari saja jarang orang datang. Apalagi malam. Ada cahaya lampu minyak menerobos keluar melalui celah dinding bambu rumah pak Blengur. Lirih pak Blengur melantung tembang Dandang Gula Mas Kumambang masuk ditelingan mbok Semi. Itu menandakan pak Blengur masih terjaga. Tembang yang begitu mendayu menusuk perasaan mbok Semi yang lagi jatuh cinta. Mbok Semi tidak segera mengetuk pintu rumah. Didengar dan dinikmatinya tembang yang dilantunkan pak Blengur.
Pak Blengur yang ketika mudanya adalah pemain kethoprak dan merdu suarannya banyak dikagumi orang, dimana dan saat mana sedang senggang pasti melantunkan tembang. Pak Blengur tidak pernah hidup berumah tangga. Perasaan patah hatinya membuatnya tidak ingin lagi bersama dengan wanita manapun. Ketika muda pak Blengur mencintai seorang pesinden dalam satu robongan kethopraknya. Cintanya kepada pesinden Miranti yang cantik ternyata bertepuk sebelah tangan. Satu saat pak Blengur muda menyatakan cintanya kepada Miranti yang sangat digandrunginya, memperoleh jawaban kalau Miranti tidak menaruh rasa pada Blengur. Dan cintanya telah tertambat pada seorang Dalang Wayang Kondang dari desa jauh. Miranti memang mudah bergaul. Baik terhadap siapa saja. Jarang Miranti menolak ajakan siapa saja. Guroannya renyah. Celoteh omongannya ringan. Miranti sangat menyenangkan. Rupanya Blengur salah mengerti dengan apa yang dilakukan Miranti. Blengur pernah membelikan kain untuk Miranti. Diterima dengan senang. Blengur pernah menggamit tangan Miranti di satu malam saat pentas kethoprak. Miranti tidak menolak. Miranti bahkan tersenyum sangat cantik. Blengur pernah merangkul Miranti ketika Miranti mau naik tangga dan kainnya mebuat ribet dan menyebabkan pipi Blengur dan pipi Miranti beradu. Saat itu Miranti juga tersenyum sangat cantik. Blengur mengira Miranti juga menyukainya. Blengur terluka. Luka hati yang diderita Blengur sangat dalam dan sangat menyakitkan. Blengur bersumpah tidak akan hidup berdampingan dengan wanita kalau tidak dengan Miranti. Miranti dipersunting Dalang Wayang Kondang dan dibawa pergi jauh. Blengur semakin terluka.
Pak Blengur telah menyelesaikan tembangnya. Mbok Semi mengetuk pintu rumah pak Blengur. Rumah kecil yang sebetulnya belum layak disebut rumah. Rumah seorang Juru Kunci kuburan. Keputusasaanya tidak bisa bersanding dengan Miranti Blengur memilih menyepi. Ia banyak berada di kuburan. Tidur, makan, dan apa saja dilakukan di kuburan. Blengur tidak mau bekerja. Blengur tidak mau bergaul dengan warga. Warga ahkirnya kasihan terhadap Blengur. Oleh warga Blengur diminta untuk jadi juru kunci kuburan. Blengur bersedia dan warga bergotong royong membangunkan rumah untuk Blengur. Apapun kebutuhan hidup Blengur warga yang mencukupi. Mendengar pintu diketuk orang pak Blengur sangat kaget. Tidak biasanya malam - malam begini ada orang datang mengetuk pintunya. Pak Blengur membuka pintu. Tanpa disuruh mbok Semi segera masuk ke rumah dan tubuhnya menyenggol tubuh pak Blengur karena sempitnya pintu. Tanpa disuruh pula mbok Semi langsung duduk di amben. Satu - satunya tempat duduk dan tempat tidur yang ada di rumah pak Blengur ini. Dengan disaksikan pak Blengur yang berdiri keheranan mbok Semi sibuk mengeluarkan bungkusan pisang goreng, tempe goreng dan jadah juga menuangkan wedang serbat ke gelas yang juga dibawa oleh mbok Semi dari kedai. " Duduk sini dik Blengur, ini wedang serbatnya panas. tempe dan pisangnya juga masih anget. Jadahnya buatanku kemarin. Gurih sekali lho dik ." Mbok Semi tanpa basa - basi langsung menawarkan makanan dan minuman bawaannya ke pak Blengur yang berdiri kaku terpaku, termangu dan bingung. Di Benak pak Blengur benarkah ini mbok Semi. Jangan - jangan mbok Semi jadi - jadian. Rasanya belum tentu setahun sekali ada orang malam - malam datang mengunjunginya. Ini tiba - tiba ada orang mengunjunginya malam - malam, perempuan lagi. Pak Blengur masih ragu apa betul ini mbok Semi sungguhan. Bukan mbok Semi jelmaan demit atau setan yang mencoba mengganggunya. Dipandanginnya tubuh mbok Semi dari ujung rambut sampai ujung kaki. Melihat kaki mbok Semi yang ternyata menapak di tanah, pak Blengur lega. Berarti ini mbok Semi sungguhan. Kalau ini mbok Semi jadian pasti kakinya tidak menapak di tanah. " Sudah sini. Ayo duduk. Kita ngobrol sambil minum. Aku bukan demit, dik Blengur ." Mbok Semi lagi - lagi meminta agar pak Blengur segera duduk. Perlahan pak Blengur duduk di amben tempat tidur yang juga berfungsi sebagai tempat duduk jika ada orang datang. Pak Blengur meraih gelas dan diminumnya wedang serbat panas. Ada rasa hangat mengalir di tubuhnya. " Kurang manis dak dik wedangnya ?" Mbok Semi membuka percakapan setelah melihat pak Blengur tenteram. " Dak Yu ... malah kemanisan ." Pak Blengur mengambil sepotong pisang goreng dan memasukkannya di mulutnya. " Dik .... kamu ingat dak ta ... waktu dik Blengur kata orang sedang kesurupan, malam - malam dik Blengur mendatangi aku di kedai. Malam itu dik Blengur menyetubuhi aku. Tapi anehnya ketika dik Blengur menguliti tubuhku dari kain yang menempel dan dik Blengur menyentuh - nyentuh seluruh lekuk tubuhku, aka merasa, malah tidak hanya merasa dik, tapi sungguhan, tubuhku menjadi remaja lagi. Dan yang kurasakan malam itu aku bagai perawan yang sedang bercumbu dengan perjaka tampan. " Mbok Semi bertutur tentang kejadian malam itu tanpa basa - basi. Mbok Semi bukan tipe orang yang suka berputar - putar dan membuat kalimat - kalimat panjang untuk menyampaikan maksudnya. Mbok Semi lebih suka terus terang dan cepat sampai tujuan. Pak Blengur yang baru saja menelan habis pisang goreng dan tangannya berganti maraih tempe goreng dan akan segera memasukkan di mulut terhenti, karena penuturan mbok Semi. Pak Blengur kaget. " Ingat ta dik, kejadian malam itu ?" Mbok Semi mengharap pak Blengur ingat. " Yu ... aku tidak ingat. Dan aku tidak mengerti dengan apa yang yu Semi ceritakan ini." Pak Blengur lagi - lagi memandangi mbok Semi dengan penuh keheranan. " Aduh dik, lha dik Blengur itu melakukan. Dan mendengus - dengus di atas tubuhku, kok dak ingat ta dik ?" Mbok Semi mencoba menggugah ingatan pak Blengur. " Yu ... sungguh yu .....aku tidak ingat dan tidak mengerti dengan apa yang yu Semi katakan ini." Pak Blengur meletakkan tempe goreng yang sedang dipegangnya dan tidak jadi dimaksukkan ke mulut, karena tiba - tiba mulutnya kelu. Pak Blengur benar - benar tidak ingat kejadian malam itu. Ia tidak merasa pernah bersama mbok Semi. Pak Blengur bingung. Datang ke kedainya mbok Semi siang - siang saja tidak pernah. Ini aneh mbok Semi mengatakan dirinya datang malam - malam dan berhubungan badan dengan mbok Semi. Mendengar jawaban dan pernyataan pak Blengur yang tidak ingat peristiwa malam itu mbok Semi kecewa. Pikirannya melayang ke kejadian malam itu. Tubuhnya yang digerayangi pak Blengur. Rasa nikmat luar biasa yang dirasakan. Dan melayang - layangnya rasa tidak mudah dilupakan. " Lalu maksud yu Semi menemui saya malam - malam begini apa yu ?" Pak Blengur memecah kesunyian karena masing - masing diam dan sibuk oleh pikiran masing - masing pula. " Aku ingin dik Blengur mengulangi kejadian malam itu. Aku sangat rindu dengan apa yang dilakukan dik Blengur malam itu. Sungguh, dik !" Mbok Semi menatap pak Blengur dengan penuh harap. Pak Blengur hanya bisa melongo.
Mbok Semi yang datang ke pak Blengur dengan penuh hasrat tidak lagi peduli. Ia bahkan lupa akan jati dirinya yang sebenarnya sudah boleh disebut nenek. Keinginannya merasakan seperti apa yang dirasakan malam itu membuatnya tidak sungkan - sungkan dan tidak malu - malu lagi. Mbok Semi beranjak dari duduk dan berdiri di hadapan pak Blengur. Dilepasnya kain yang menutup bagian tubuh bawahnya. Mbok semi setengah telanjang. Diterangi lampu minyak yang menyala redup mata pak Blengur masih bisa melihat pusar mbok Semi dan kebawah lagi pak Blengur melihat gundukan kecil yang ditutup rambut - rambut keriting hitam legam. Mbok Sami walaupun sudah cukup usia rambutnya tidak segera beruban. Melihat itu jantung pak blengur tergetar juga. Mbok Semi semakin mendekat ke posisi pak Blengur duduk. Dan merapat. Pak Blengur yang sangat jarang menyaksikan pemandangan yang demikian deg - degan juga. Dan deg - degan semakin bertambah ketikan mbok Semi menempelkan bagian bawah yang telah telanjang ke tubuh pak Blengur. " Ayo dik diraba. Jangan malu - malu. Aku bersedia kok, dik ." Mbok Semi semakin mendekatkan miliknya ke tangan pak Blengur. Pak Blengur yang terus deg - degan tertarik juga untuk meraba. Hormon laki - lakinya tiba - tiba memenuhi saraf otaknya. Napas pak Blengur memburu. Pak Blengur nekat menarik tubuh mbok Semi dan jatuh dipangkuannya. Pak Blengur beraksi. Meraba seluruh bagian milik mbok Semi yang terbuka. Mbok Semi semakin nekat dilepasnya kain yang menutup bagian atas tubuhnya. Payudara yang jatuh nampak di mata pak Blengur. Payudara yang telah jatuh tetapi tetap menggunung karena tubuh mbok Semi segar dan cenderung gemuk berisi. Pak Blengur yang sangat jarang mendapat kesempatan seperti ini menjadi kesetanan. Pak Blengur juga segera melucuti pakaiannya dan tidak berapa lama kemudian pak Blengur dan Mbok Semi telah bergumul di amben.
Mbok Semi merasakan enak, nikmat, tetapi tidak seenak dan senikmat malam itu ketika bergumul dengan pak Blengur yang kesurupann. Mbok Semi juga tidak mengalami perubahan phisik seperti malam itu yang tiba - tiba tubuhnya kembali muda. Tetapi mbok Semi tetap bisa melepas kerinduannya dengan pak Blengur.



Semakin santer saja kabar tentang yu Jumprit bisa menyembuhkan pak Blengur yang kesurupan. Warga telah percaya jimat Nyi Ramang tidak hilang. Tidak dijual oleh pak Pedut. Nama pak Pedut yang telah menjadi buruk di pikiran warga menjadi pulih. Warga kembali baik bersikap terhadap pak Pedut. Ternyata Nyi Ramang sangat bijak. Mewariskan jimatnya kepada yu Jumprit. Dari hari ke hari kabar terus menyebar kemana - mana.
Hari masih pagi. Di rumah Pedut datang beberapa orang dari desa tetangga. Mereka datang untuk bertemu dengan yu Jumprit agar mendapat pertolongan disembuhkan dari derita sakitnya. Bahkan ada juga yang datang dengan ditandu karena parahnya sakit sehingga tidak bisa berjalan.
Yu Jumprit kebingungan. Apa yang harus ia lakukan terhadap orang - orang yang datang minta pertolongannya. Yu Jumprit tidak merasa bisa. Ia tidak menyembuhkan pak Blengur dari kesurupannya. Waktu itu dirinya hanya diminta Menik mengguyurkan air yang telah dipakai mencuci selangkangan Menik. Yu Jumprit amat gelisah. Pak Pedut yang menemui orang - orang di ruang tamu terdengar membicarakan yu Jumprit. Terdengar satu kalimat yang semakin membingungkan dan menggelisahkan yu Jumprit. " Mohon sabar ya, Yu Jumprit lagi buat teh. Sebentar lagi pasti akan segera menemui." Pak Pedut mengucapkan kalimat ini dengan nada yang seolah - olah yu Jumpritlah sang penolong sejati.
Yu Jumprit yang gelisah menjadi semakin gundah mendengar kalimat pak Pedut ini. Berarti ia harus menolong orang - orang itu. Lalu apa modal yang akan digunakan untuk menolong. Ia tidak memiliki apa - apa. Tidak memiliki kebisaan apa - apa. Orang telah salah menilai. Orang telah salah mengabarkan dirinya mampu menyembuhkan orang kesurupan. Orang telah salah menduga. Ia tidak mewarisi jimat Nyi Ramang. Di dapur yu Jumprit berlambat - lambat membuat teh, sambil terus berpikir bagaimana menanggapi orang - orang yang datang itu. Menik yang juga sedang menikmati sarapan pagi di dapur terlihat santai, tenang dan geli melihat sikap yu Jumprit yang terus tampak menderita gudah dan resah. Selesai membuat teh yu Jumprit membawanya ke ruang tamu dimana ada orang - orang yang sedang menunggu dirinya. Alangkah terkejutnya yu Jumprit ketika sampai di ruang tamu. Orang - orang segera beranjak dari duduk di kursi dan segera duduk di lantai sambil tampak membungkuk - bungkuk memberi hormat kepada yu Jumprit. Yu Jumprit menjadi kikuk. Belum pernah rasanya ia mendapat penghormatan dari orang seperti ini. Yu Jumprit memang sangat tahu cara orang - orang menghormat Nyi Ramang yang seperti dilakukan orang - orang ini kepadanya. Tetapi dirinya toh bukan Nyi Ramang. Orang telah salah. Yu Jumprit meminta agar orang - orang itu kembali duduk di kursi. Tetapi tidak ada yang berani. Mereka tetap duduk di lantai. Yu Jumprit segera meninggalkan orang - orang kembali ke dapur. Kegelisahannya, kegundahannya, dan keresahannya serta ketakutannya terhadap dirinya sendiri membuat Yu Jumprit tiba - tiba terduduk di amben dapur dan menangis tersedu. Menik yang tetap dengan santai menikmati sarapannya dengan lauk sambal tempe tersenyum menyaksikan polah tingkah yu Yumprit. " Kenapa menangis yu ?" Menik menyelesaikan sarapannya dan membawa piring kotor ke pinggir sumur di dalam dapur. " Kamu !" Yu Jumprit membentak Menik dengan nada kesal. " Lho kok aku yu. Salah apa aku ." Sanggah Menik dengan tetap sambil tersenyum. " Lha iya ... kalau aku kemarin dulu tidak kamu suruh mengguyurkan air di muka pak Blengur yang kesurupan, mana mungkin orang pada mencari aku. Lha sekarang gimana ?" Nada jengkel yu Jumprit tumpah kepada Menik. Yang dijengkeli malah semakin melebarkan senyumannya. " Sekarang aku harus gimana , Nik !" Yu Jumprit menahan tangisnya dan menutupi mukanya dengan kedua telapak tangannya. " Ya terserah yu Jumprit mau apa. Kalau aku yang senang - senang saja karena orang - orang itu datang pada membawa barang bawaan ." Menik tertawa. " Jangan edan kamu, Nik. Aku ini sungguh bingung !" Yu Jumprit terisak. " Gampang yu ..... beri saja mereka air. Suruh mereka minum." Kata Menik santai. " Lha kalau mereka tidak pada sembuh ?" Yu Jumprit melototi Menik. Yang dipelototi tersenyum lebar dan sorot matanya menampakkan rasa kasihan kepada yu Jumprit. " Lha kalau tidak sembuh kan mereka tidak bakal kesini lagi. Dan Yu Jumprit akan dikabar - kabarkan kalau tidak bisa menyembuhkan orang sakit. Dan kemarin itu barangkali cuma kebetulan saja yu Jumprit bisa menyembuhkan pak Blengur. Beres kan Yu . " Menik dengan gaya seorang guru menasehati yu Jumprit. Mendengar penuturan Menik yu Jumprit ayem. Betul juga. Ketemu nalar juga. Kalau orang - orang itu tidak pada sembuh, pasti akan segera tersiar kalau dirinya tidak mewarisi jimat Nyi Ramang. " Setuju Nik .... setuju....cocok......!" Yu Jumprit berbinar. Dan senyumannya mengembang di bibirnya yang merah.
Menik segera masuk ke kamar mandi di samping sumur. Mengambil ember dan dikangkanginya. Menik segera mengguyur - guyurkan air di selangkangannya. Dan air yang diguyurkan di selangkangannya terkucur masuk ke ember. Yu Jumprit tidak tahu apa yang dilakukan Menik. Tahu yu Jumprit Menik membantunya mengambilkan air yang bersih dan bening. Keluar dari kamar mandi Menik kembali mendekati yu Jumprit. " Ni ...yu ...airnya. Tuangkan di gelas - gelas dan berikan kepada orang - orang itu agar diminum." Begitu Menik langsung berlalu masuk ke rumah induk dan membaringkan diri di amben ruang tidurnya.
Di ruang tamu segera ada kegaduhan. Mereka yang sakit langsung sembuh. Yang lumpuh tidak bisa berjalan mencoba berdiri dan bisa berdiri walaupun tampak belum kuat. Yang sakitnya tidak begitu parah langsung merasakan bandannya enteng. Air dalam gelas - gelas tuntas diminum orang - orang yang datang. Pak Pedut yang masih menemani orang - orang di ruang tamu ikut bersuka cita karena kesembuhan mereka. Yu Jumprit tidak tahan berlama - lama menyaksikan kegaduhan orang - orang yang juga mencoba bersujud - sujud di kakinya sambil mengucapkan terima kasih. Yu Jumprit segera meninggalkan orang - orang yang sedang bersuka cita. Yu Jumprit segera bergegas mencari Menik. " Nik .....Nik....mereka sembuh Nik.... ayo lihat mereka Nik ....!" Yu Jumprit menggoyang - goyangkan tubuh Menik yang terbaring. Menik tidak menanggapi. Dibalikkan tubuhnya menjadi tengkurap dan dengan bantal segera menutupi kepalanya.

Pak Pedut keluar kamar dan melangkah ke dapur. Melewati kamar Kliwon kakak Menik, sudah terdengar dengkurnya. Kamar Menik telah ditutup rapat - rapat. Di dapur Pak Pedut segera mendekati yu Jumprit yang sedang menyulaki amben. Nampaknya Yu Jumprit juga sudah ngantuk dan akan segera berangkat tidur. " Jum .... kamu tidur di kamarku saja. Disini dingin. Ayo Jum .. !" Kata pak Pedut sambil meletakkan pantatnya di amben dapur dimana ada yu Jumprit. " Enak tidur di dapur kok kang. Bisa bangun pagi - pagi. Lagian kalau pas tidak begitu ngantuk bisa nyambi - nyambi kerjaan , kang." Yu Jumprit menjawab ajakan pak Pedut tetap sambil terus kelut - kelut amben. " Kamu itu sudah sangat banyak berjasa kepada keluargaku ini, masak aku tega kamu tetap tidur di dapur. Apalagi ternyata sekarang kamulah yang bisa menolong orang - orang yang perlu bantuan. Dan ternyata pula kamulah yang oleh simbok dipercaya memegang jimat itu. Rasanya tidak pantas kalau kamu terus hanya di dapur, Jum. Toh juga sebentar lagi kamu menjadi isteriku." Kalimat pak Pedut panjang. Yu Jumprit hanya bisa diam. Pikirannya kembali kacau seperti tadi siang. Ternyata pak Pedutpu seperti orang - orang di luar sana, mengira dirinya memporeleh warisan jimat dari Nyi Ramang. " Jum, mungkin simbok itu sudah bisa memperkirakan kalau aku bakal memperistri kamu, jadi jimat yang sangat penting itu pun diwariskan ke kamu. Jum .... lalu kapan simbok memberikan jimat itu ke kamu, Jum ?" Kalimat terahkir yang berupa pertanyaan tentang jimat membuat yu Jumprit semakin kacau. Jawaban apa yang mesti disampaikan kepada pak Pedut. Karena yu Jumprit tidak menjawab dan tetap sibuk dengan amben tempat tidurnya, pak Pedut melanjutkan kalimatnya : " Mulai malam ini aku tidak lagi menganggap dirimu pembantu keluargaku. Kamu adalah isteriku dan kamu anggota keluargaku. Menjadi mboknya Kliwon dan Menik. Walaupun kita belum ada layang resmi yang menyatakan kita sebagai suami isteri, tetapi kita kan sudah tinggal serumah. Dan Kita malah pernah berhubungan layaknya suami isteri. Kliwon dan Menikpun juga sudah setuju kalau kamu bakal menggantikan mboknya. Apalagi Jum. Maka sudah selayaknya kamu tidur di kamarku." Kembali kalimat pak Pedut panjang. Yu Jumprit tetap diam. Yu Jumprit menghentikan kegiatannya membersihkan amben dan duduk dihadapan pak Pedut. Matanya tampak berkaca - kaca. Yu Jumprit terharu oleh pernyataan - pernyataan pak Pedut. Yu Jumprit menitikkan air mata. " Lho kok malah nangis ta, Jum." Pak Pedut menatap mata yu Jumprit. Ada rasa kasihan dan rasa sayang di hati pak Pedut kepada yu Jumprit. Diraihnya tubuh yu Jumprit agar jatuh dipeluknya. Yu Jumprit berada di pelukan pak Pedut. Dengan punggung telapak tangannya pak Pedut mengusap air mata yu Jumprit. Kemudian mendongaknya wajah yu Jumprit. Diciumnya pipi yu Jumprit dengan lembut dan penuh perasaan cinta dan kasih. Dari pipi mulut dan hidung pak Pedut beralih ke bibir Yu Jumprit. Yu Jumprit yang juga menyukai pak Pedut dan walaupun belum pernah dengan mulutnya atau anggukan kepalanya ia menyatakan bersedia diperistri pak Pedut, tetapi dihatinya ia sudah sangat ingin segera terwujud pak Pedut mencari layang resmi yang menyatakan dirinya dan pak Pedut syah sebagai suami - isteri. Ciuman pak Pedut yang sampai dimulutya disambutnya dengan membuka mulutnya sehingga bibir pak Pedut langsung mengena di bibirnya. Sebentar saja kemudian yu Jumprit telah merasa dipagut - pagut pak Pedut. Dari bibir pak Pedut meneruskan ke leher Yu Jumprit. Dan melorot juga ke buah dada yu Jumprit yang telah berhasil kancing baju bagian dada dibuka. Pak Pedut dan yu Jumprit melupakan apa yang baru saja dibicarakan. Napas - napas berahi telah menderu. Mereka tidak lagi ingat dirinya ada dimana dan sedang melakukan apa. Yang ada hanya cinta mereka yang berpadu, bersatu, dan membuat irama derit amben dapur semakin lama semakin keras terdengar di telinga Menik yang di kamarnya belum benar - benar tertidur.
 
Terakhir diubah:
Tambah mantab nih..cuma kurang ah uh oh nya dibanyakin lg..he.mhe..
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd