Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Keberuntungan itu Ada (Closed)

Status
Please reply by conversation.
Post 5

Dua hari setelah Vina ikut tinggal bersamaku kondisi rumahku masih tetap berjalan seperti biasa. Sepupu dari keluarga Ayahku yang bernama lengkap Vina nur khasani itu ternyata lulus tes wawancara dan juga tes psikologinya. Tentu saja aku ikut gembira mendengarnya. Dia juga ditawari untuk menempati kantor yang ada di kotaku, kebetulan juga lokasinya dekat dengan tempat kerjaku. Hanya saja untuk benar-benar di terima kerja dia masih harus mengikuti MCU yang jadwalnya kalau tidak salah minggu depan.

Aku sudah memberi saran pada Vina untuk menunda waktu pulangnya sambil menunggu hari tes MCU minggu depan. Dia pun setuju pada usulku. Itu artinya dia akan tinggal di rumahku sampai minggu depan. Aku rasa yang ikut gembira dengan keputusannya itu bukan cuma aku, tapi Angga juga pasti gembira mendengarnya. Bagaimana tidak senang, tiap malam dia ditemani tidur sama Vina di kamarnya.

Pagi itu aku tengah bersiap berangkat kerja. Kemeja biru dan celana bahan warna hitam sudah rapi membalut tubuhku. Sebenarnya hari itu aku diwajibkan untuk memakai dasi juga, tapi aku sengaja melepasnya dan akan aku pakai ketika sudah berada di kantor. Begitulah biasanya dan tak ada yang pernah mempermasalahkannya.

Sewaktu aku duduk di ruang tamu sambil menikmati kopi, munculah Vina dari dalam kamar Angga. Rupanya dia baru bangun dari tidurnya. Wajahnya masih kusut dan rambutnya masih terlihat acak-acakan. Tapi itu tak menghalangi kecantikan alami yang terpancar dari wajahnya.

“Itu susunya kok dipegangi terus kenapa emang?”

“Aduhh.. sakit mas, agak linu gimana gitu..” balasnya sambil duduk di sebelahku.

“Angga terlalu kuat pegangnya mungkin? Hehehe...”

“Iya mungkin.. kalo sudah tidur dia malah semakin kuat ngeremesnya mas.. gini deh jadinya” Vina masih terus memegangi bulatan payudaranya.

“Ya kamu bilangin Angga dong Vin, ntar malah bengkak lagi”

“Ihh.. ga tau mas.. tapi pas dia pegang itu enak banget sih..”

“Iya dong.. apalagi pas dipelintir putingnya, ya kan? Hehehe..”

“Ahh.. mas Aryo mulai mesum deh...”

Aku dan Vina semakin dekat saja, obrolan kami semakin terbuka satu dengan lainnya. Pagi itu dia masih memakai kaos putih dan celana dalam saja untuk menutupi tubuhnya. Aku rasa memang Vina ini semakin nyaman berada diantara keluargaku.

“Mbak Tika kemana mas?”

“Tuhh.. lagi belanja di tukang sayur depan” tunjukku pada gerobak di seberang jalan.

“Ohh.. iya dah..”

“Eh bangunin si Angga, suruh dia bantu masak di dapur.. aku mau berangkat sekarang Vin”

“Iya mas.. ati-ati di jalan”

***

Sore hari setelah jam pulang kerja, sales temanku yang bernama Nina itu kembali menemuiku. Alasannya masih sama, ingin menemui Budi yang juga atasan langsungnya itu. Aku jadi penasaran, bukannya dia tahu kalau Budi sedang ke luar kota, tapi kenapa dia tetap datang kemari. Singkat cerita akhirnya aku dan Nina pulang bareng. Kuantar dia ke rumahnya yang berada di sebuah kompleks perumahan subsidi pemerintah.

“Masuk dulu mas Aryo.. aku mau minta bantuan dikit”

“Apa sih Nin? Udah sore ini”

“Masuk dulu... kita cerita di dalam” ujarnya.

Mau tak mau aku akhirnya menuruti kemauan Nina. Akupun masuk ke dalam rumanya. Sekilas kulihat rumah itu sangat sederhana. Rumah tipe 36 yang belum tersentuh renovasi sedikitpun. Kondisi di dalamnya juga tak kalah parah menurutku. Banyak barang berserakan tertata tak rapi. Bahkan kulihat ada tumpukan baju di atas kursi. Entah itu baju kotor atau baju bersih aku tak mau tahu.

Nina itu dari segi wajah memang cantik. Tubuhnya pun tidak mengecewakan. Apalagi buah dadanya juga terlihat menonjol dan montok. Pinggangnya ramping dengan bulatan bokong yang membusung tapi tidak terlalu besar. Memang Nina sudah pernah punya suami tapi belum pernah melahirkan. Tentu saja bentuk badannya masih terjaga.

“Duhh.. rumah kok berantakan banget sih Nin, kayak kapal pecah”

“Iya mas, wajar kan emang yang tinggal disini janda” balasnya duduk di depanku lalu membuka dua kancing kemeja putihnya.

“Ya mau janda apa perawan kan tetep bisa ngatur rumahnya dong Nin..”

“Ah bawel juga lu mas.. udah mirip ibu-ibu nawar cabe di pasar” balasnya sewot.

“Hahaha... emang gitu yah? eh, kamu tadi minta bantuan apa sih Nin?”

“Itu, kran di kamar mandi bocor pas di lobangnya mas.. ngalir terus kalo kran utamanya ga dimatiin”

“Ohh, ya harus diganti dong Nin.. ga bisa diperbaiki itu sih”

“Iya itu.. aku udah beliin barangnya, trus udah pinjem kunci inggris sama tetangga, nungguin yang mo bantuin aja mas”

“Emang Budi ga mau bantuin kamu?” pancingku kemudian.

“Ahhh.. bantuin apa, dia kalo kesini malah cuma mau enaknya aja mas”

“Wahh.. berarti kamu beneran kasih dia yang enak-enak dong Nin?”

“Udah tau nanya lagi” semakin dia emosi semakin nampak cantik wajah Nina ternyata.

“Yaudah sini biar aku yang ganti..”

“Bentar mas aku mandi dulu.. udah ga tahan nih gerah banget”

Nina pun lalu masuk ke dalam kamarnya. Sejenak aku tunggu dia di ruang tamu sambil menulis pesan pada istriku kalau aku ada perlu sedikit dengan temanku. Sambil menulis pesan aku sempat melirik ke arah pintu kamar Nina yang dibiarkan terbuka. Entah mungkin apa itu kode supaya aku bisa masuk, tapi aku tak terpancing, mau gimanapun aku gak mau terlibat skandal dengan teman seperusahaan.

“Bentar ya mas.. abis ini tolong diperbaiki ya mas Aryo yang ganteng” ucap Nina ketika keluar lagi dari kamarnya. Kali ini dia sudah tinggal melilitkan handuk di tubuhnya.

“Iyaa.. gapapa aku tunggu disini” balasku.

Karena rumahnya itu tipe 36 dengan kamar mandi di dalam, jadinya aku bisa mendengar suara gemericik air dari kamar mandi dengan jelas. Posisiku duduk memang membelakangi kamar mandi tentunya. Aku masih terus menunggu kemunculan Nina lagi.

“Ahhh.. mas.. tolong mas... ehh.. ini tolong dong..” tiba-tiba terdengar teriakan minta tolong dari dalam kamar mandi.

Aku yang tengah duduk santai langsung loncat dan menyeruak masuk ke dalam kamar mandi.

“Mas.. tolongin ini bentar.. airnya muncrat kemana-mana mas”

Begitu aku masu ke dalam kamar mandi, kutemui Nina sudah memakai handuk untuk menutupi tubuhnya. Hanya saja handuk itu basah semua karena kran yang mengisi bak mandi sudah patah dan lepas dari lobang saluran airnya. Jadilah air menyembur kencang menyiram tubuh Nina yang rupanya sudah selesai mandi.

“Kok bisa sih Niin? Aduhh... pegangin dulu biar airnya gak keluar deras” pintaku.

Nina yang agak panik langsung menutupi lobang bekas kran tadi dengan kedua tangannya. Sementara itu aku coba melihat potongan kran yang lepas tadi. Mungkin karena handuk yang dipakai Nina jadi berat karena basah, kain itu lepas begitu saja dari tubuh Nina. Tanpa bisa dilawan akhirnya Nina terpaksa berdiri bugil di depanku sementara kedua tangannya masih berusaha menutupi lobang kran.

“Ahhhh..!! gimana sih ini mas? Jeritnya.

“Udah kamu diam aja dulu disitu, aku pergi tutup kran utamanya”

Aku langsung pergi ke belakang melihat apa ada tandon air apa tidak, ternyata memang ada. Akupun dengan cepat menutup kran utama yang masuk ke dalam rumah. Setelah selesai aku buru-buru kembali ke dalam kamar mandi.

“Duhh.. kan jadi gini deh..” ucap Nina tanpa berusaha menutupi ketelanjangannya.

“Udah kamu keluar aja, biar aku yang urus disini” pintaku.

Nina lalu dengan santai mengambil handuknya yang terjatuh lalu berjalan keluar dari kamar mandi. Untuk sesaat lamanya aku bisa melihat gundukan daging kenyal di dadanya. Memang ukurannya lumayan besar, tapi puting susunya sudah agak kecoklatan dan membesar. Pasti bagian itu sering ada yang ngerjain pikirku.

“Eh mas Aryo.. mendingan buka aja bajunya, ntar malah basah ga bisa pulang lho mas..” ucap Nina yang rupanya masih berdiri di belakangku. Tubuhnya masih polos tanpa tertutupi apa-apa.

“Iya Nin, bentar kalo gitu..”

Akupun langsung membuka pakaianku dan meninggalkan sebuah celana dalam saja yang menutupi tubuhku. Tentunya mata Nina bisa melihat tonjolan batang penisku di balik celana dalam yang aku pakai. Aku cuek saja pada situasi yang ada, aku terus berusaha memasang kran baru pada lobang air yang lama. Agak susah memang karena masih ada bekas potongan kran yang lama tak bisa keluar.

“Ada obeng gak Nin?”

“Ada.. ada mas.. bentar aku ambilin”

Nina pergi ke belakang lalu kembali membawa sebuah obeng minus. Aku lalu menggunakan obeng itu untuk mencongkel bekas kran yang lama dari lobang saluran air. Lama kelamaan potongan kran yang lama bisa aku keluarkan dan akhirnya bersih semuanya.

“Nahhh.. gini kan bisa dipasang yang baru” gumamku.

Tanpa menunggu lama aku pun langsung memasang kran yang baru, tentunya aku lapisi dengan selotip putih lebih dulu.

“Coba Nin kamu putar lagi kran yang dari tandon air” pintaku.

“Iya mas..”

Begitu Nina membuka saluran air yang masuk ke rumah, tiba-tiba dari pangkal kran yang aku pasang tadi menyembur air dengan kencang. Semburan itu membuat tubuhku basah seketika karena aku sedikit panik tadi.

“Nin.. matikan dulu Nin..!!” teriakku.

Begitu Nina mematikan lagi air yang masuk ke dalam rumah, aku langsung membenarkan posisi kran yang baru. Ternyata aku memasangnya agak miring, jadi kran yang baru itu tidak masuk dengan sempurna.

“Coba lagi Nin!!”

Kali ini tak ada lagi semburan air yang terjadi. Aku jadi tenang dan lega melihatnya. Kucoba membuka kran yang baru itu dan ternyata berfungsi dengan sempurna. Akupun lanjut membereskan barang-barang dan alat yang kupakai tadi dan membawanya keluar dari dalam kamar mandi.

“Udah bisa mas?”

“Udah kok.. udah bisa itu..” ucapku sambil menyeka mukaku dengan tangan.

“Syukurlah mas.. hihihi.. emang mas Aryo lelaki andalan deh”

“Hehe.. cuma gitu aja kok Nin, gampang itu” balasku.

Sambil kami bicara seperti itu tubuh Nina masih dia biarkan terbuka begitu saja. Perempuan cantik nan montok itu masih berdiri di depanku dengan telanjang bulat. Aku berusaha tenang dan tak terpancing. Bisa saja itu sebagai usahanya untuk menjebakku.

“Loh, kok basah mas? Aku gak punya cd laki-laki lho mas..”

“Gapapa Nin.. ntar aku pakai aja, basah dikit aja gak masalah” balasku tenang.

“Ya jangan dong, gini aja.. sebagai rasa terimakasihku.. biar aku keringin pake setrika.. udah sini lepas aja mas” tawarnya.

“gapapa Nin.. gap.. ehh.. apaan sih?”

Tanpa menunggu persetujuanku Nina lalu jongkok di depanku dan tangannya berusaha menurunkan celana dalamku. Aku yang terkejut dan bingung harus bagaimana akhirnya terlambat bereaksi. Nina kin sudah berhasil memelorotkan celana dalamku sebatas mata kaki.

“Ugh, gede banget sih.. bikin ngiler aja ning otong” gumam Nina, tapi aku bisa mendengarnya.

“Kenapa sih Nin?”

“Hihihi.. gapapa mas, sini.. lepasin aja.. ga usah malu-malu”

Aku melangkah mundur untuk menghindari tangan Nina, tapi itu sia-sia karena di belakangku ternyata tembok kamar mandi. Jadilah akhirnya aku bersandar di tembok dengan Nina jongkok di depanku persis seperti macan kelaparan mendapat mangsa. Kurang ajar juga nih cewe, pikirku.

“Nin.. ga usah Nin.. gapapa..”

“Udah.. ga usah nolak mas.. sini.. mumpung mas Aryo lagi di rumahku”

“Jangan ahh.. gak baik gini ini, ntar dilihat tetangga malah repot kita”

“Sudah pokoknya kali ini mas Aryo harus nurut, atau aku akan teriak diperkosa sama mas Aryo.. apa mau gitu aja?”

“Ya.. yaa.. janganlah Nin..”

“Makanya jangan nolak... ahh.. gimana sih cowo satu ini susah banget dapetinnya”

Ini aku yang memperkosa apa dia yang perkosa aku yah? kok tiba-tiba aku jadi yang terancam di sini. Tanpa aku bisa berbuat banyak akhirnya Nina dengan pelan memegang kelaminku lalu mengulumnya.

“Emmhhh.... ahh.. emmmhh.. ahh.. gede punya kamu mas.. ahh.. emmmhhh”

Nina bagai mendapat sesuatu yang mengenyangkan baginya. Penisku dia jilat, dia kulum, dia sedot dan dia kocok semaunya. Lama kelamaan tentu saja batang penisku semakin tegak mengeras di bawah sana. Nina yang tahu penisku telah tegang dengan sempurna lalu melepaskan kulumannya.

“Sekarang mas Aryo duduk disitu!” tunjuknya pada sebuah kursi sofa. Aku sudah tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.

“Ehh.. iya Nin.. iya”

Akupun mengikuti kemauannya untuk duduk di kursi sofa ruang tamunya. Pada posisiku begini tentu saja kami bisa dilihat dari luar rumah. Kebetulan pintu rumah itu masih terbuka lebar dan Nina tak sedikitpun ingin menutupnya. Mungkin dia sengaja membukanya supaya aku tak bisa berbuat banyak.

“Udah mas.. jangan ngelawan terus.. gak enak ntar”

Nina yang sudah naik libidonya langsung duduk di pangkuanku. Dia kemudian pelan-pelan mengarahkan ujung kemaluanku dalam posisi berada tepat di celah memeknya. Aku sungguh berada dalam dilema, satu sisi aku telah berselingkuh di belakang istriku, satu sisi lainnya aku memang ingin merasakan bagaimana rasa memek Nina. Ternyata pilihanku jatuh pada kemungkinan ke dua, kubiarkan saja penisku menerobos liang senggama Nina.

“Huaaahhhh..!!!” jerit Nina saat penisku masuk lebih dalam pada liang senggamanya.

“Ahhhh... anget Nin.. uhh...” desahku berikutnya.

“Mangkanya mas Aryo jangan jual mahal terus.. sama-sama enak kok ga mau”

Nina sudah benar-benar duduk di pangkuanku dengan celah memeknya menjepit batang kemaluanku. Kulit pantatnya dan kulit pahaku telah menempel dengan ketat tanpa jarak sedikitpun. Kini aku telah resmi berzinah, ngentot dengan wanita lain selain istriku sendiri. Memang rasanya enak banget, campuran sensasi rasa bersalah dan juga takut ketahuan membuat birahiku semakin memuncak.

“Goyang dong Nin.. masak cuma diem aja” pintaku.

“Hihihi.. tuhh kan.. aku juga bilang apa”

Nina kemudian pelan menggoyangkan pinggulnya maju mundur. Batangku langsung terasa seperti di pijit dengan jepitan daging lembut dan hangat berlendir. Aku yang sudah kepalang tanggung langsung menyambar puting susu Nina dengan mulutku. Kuhisap dan kujilati puting susunya dengan rakus. Seakan baru kali itu aku mendapat susu dari perempuan.

“Ahhhh... ini.. ahh.. enak banget mass.. ahh.. gak rugi gua pancing lu dari tadi”

“Emmhhh.. ahhh.. tetek lu enak juga Nin.. ahh... bisa kenyang aku” balasku.

“Lanjutin mas.. ahh.. makan tetekku... uhhh..”

Mendengar kata-katanya itu aku hanya bisa tersenyum sambil mengarahkan tanganku untuk memegang payudara sebelah kiri yang sama montoknya. Otomatis aku sekarang meremas sekaligus menjilati kedua payudaranya.

“Ahhh… kontolmu manteb juga mas.. uhhh... lebih enak daripada punya mas Budi yang sering masuk ke sini" racaunya.

Nina kemudian menggerakkan tubuhnya naik turun dan bergoyang-goyang. Gerakannya seperti penari ular yang sedang memamerkan lekuk tubuhnya pada penontonnya. Aku jadi semakin horny dibuatnya.

“Aaaah.. ahh.. ahh.. aahhh.. ahhh" hanya desah itu yang keluar dari mulut Nina.

Dia kemudian mendekatkan wajahnya ke wajahku dan menciumku. Sambil memagut lidah dengan panas, aku pun masih meremas-remas payudara Nina dengan kedua tanganku. Tiba-tiba saja Nina mempercepat gerakannya dan untuk sesaat tubuhnya mengejang dan bergetar. Ternyata dia sudah orgasme duluan.

“Aahhhhhh.. nyampeeee!!!” teriaknya tanpa tertahan. Aku malah melihat ke luar rumah, aku takut ada yang mendengar teriakannya tadi.

“Sssttt... pintunya masih kebuka Nin.. jangan keras-keras” larangku kemudian.

“Haaahhh.. aku ga peduli mas.. kontol mas Aryo bener-bener enak .. aku sampai keluar secepat ini" kata dia.

“Hehehe.. paling juga Budi yang ga bisa muasin kamu Nin...” ejekku.

“Ahhh... ga tau mas.. huhhhh.. ssshhh... kita pindah posisi mas.. genjot aku sekarang”
Nina tanpa disuruh pun langsung turun dari pangkuanku. Sekarang dia berada di atas lantai dengan posisi menungging. Aku yang di belakangnya masih sempat mengagumi bentuk tubuh Nina. Apalagi bongkahan pantatnya yang montok itu terlihat menggoda untuk dinikmati.

“Doggy yuk mas” katanya sambil menoleh ke belakang ke arahku.

“Oke siap.. ini dia Nin”

“Aaaaakh.. aaakkh… mas Aryo.. ahhh... enaakkk.." teriak Nina lagi saat penisku kembali menerobos liang senggamanya.

Aku pun kembali menggerakkan tubuhku maju mundur dari tempo lambat sampai cepat, sampai tubuh Nina ikut terdorong-dorong ke depan. Memek Nina terus kukocok dengan penisku. Luberan cairan orgasmenya tadi mulai nampak di bibir Vaginanya. Cairan itu kini jadi putih dan kental berbusa.

Plopp!!

“Ahhhh.. kok dicabut sih mas?? Udah.. bentar lagi... ahh.. sialan kamu mas” rengek Nina begitu aku cabut penisku tiba-tiba.

“Bentar Nin.. aku ambil Hpku dulu”

“Buat apa sih?”

Aku langsung menyambar Hp milikku yang tergeletak di atas meja. Kupilih aplikasi kamera lalu kuarahkan sorotnya merekam wajah Nina.

“Biar aman semuanya.. sekarang kamu bilang kalo kamu yang pancing aku, bukan aku yang perkosa kamu.. ayo cepet bilang!” suruhku padanya.

“Gakk.. mas Aryo nakal” balasnya.

“Hehehe.. ayo bilang kamu yang nakal.. atau kita udahan aja” ancamku.

“Ehh jangan dong mas.. ahhh.. nanggung banget nih”

“Makanya ayo bilang cepet!” paksaku.

“Hihihi.. iya deh mas, aku yang nakal udah godain mas Aryo” ucapnya dengan mimik centilnya.

“Dasar perek kamu yah!”

“Iya bener aku perek.. memekku gatel terus.. makanya aku godain mas Aryo”

“Sekarang bilang kalo kamu siap dikeluarin dari perusahaan kalo kamu sebarin kejadian ini.. ayo cepet!” suruhku lagi.

“Eh, iya.. aku janji.. aku sumpah gak bakalan nyebarin kejadian ini pada siapapun, kalo sampai ada yang tau aku siap dikeluarin dari kerjaan” ucapnya masih dengan wajah binalnya.

“Hehehe... lonte pinter kamu.. sekarang kamu baring aja, mau kan aku tusuk lagi memek kamu?”

“Hihihi.. ya mau dong mas.. masih becek nih memek aku” Nina sengaja melebarkan kedua kakinya lalu memamerkan belahan vaginanya di depan kamera Hpku.

Kuletakkan kembali Hpku di atas meja. Kini kita ganti posisi lagi, sekarang Nina tiduran di atas lantai rumahnya. Kurentangkan kedua kakinya dan kumasukkan lagi penisku ke lubang memeknya.

“Ahhhh.... yessss.. terus mass... yang kenceng... aaahhh”

Kutahan kedua pahanya dengan tanganku lalu kupompa vaginanya dengan penisku dalam tempo cepat. Nina terus-terusan menjerit-jerit dalam kenikmatannya. Aku tak peduli lagi mau orang lain melihat kita atau mendengar jeritannya. Aku hanya fokus terus memompa penisku keluar masuk vagina perempuan binal itu.

“Keluaaarrrrr...!!!”

Nina kembali memekik saat gelombang orgasmenya datang untuk yang kedua kali. Aku tak peduli. Kupercepat kocokanku karena aku merasa sebentar lagi mencapai puncaknya. Semakin lama rasa gatal di pangkal penisku semakin terasa dan akhirnya aku tak sanggup lagi menahan laju spermaku.

“Aahhhhh.. shitt!!” kucabut penisku dari dalam vagina Nina.

Crott.. crottt... croottt...

Kukocok penisku di atas perut Nina. Hamburan spermaku langsung jatuh mengenai dada dan perut sintal milik perempuan cantik teman kerjaku itu. Aku terus mengocok penisku dengan tangan dan kuhentikan ketika sudah tak ada lagi cairan yang keluar dari ujung penisku.

“Ahhhh.. ahh.. ahhh.. mass.. kok dikeluarin sih? aahh... padahal aku pengen banget itu masuk di memekku” protesnya kemudian sambil menata nafas.

“Gakk.. aku tau kamu lagi subur Nin.. bahaya kalo keluar di dalam.. bisa hamil ntar kamunya”

“Hihihi.. mas Aryo kok tau sih? yaudah deh mas.. gapaapa.. ini aja udah enak kok, bisa puas aku keluar sampe dua kali”

“udah yah... jangan minta lagi.. kalo masih belum puas minta aja sama Budi”

Aku kemudian berdiri lalu masuk ke dalam kamar mandi meninggalkan Nina yang masih tergeletak telanjang di atas lantai. Kubersihkan diriku secukupnya lalu kembali kukenakan semua pakaianku tanpa tertinggal satupun, termasuk celana dalamku yang basah tadi. Aku ingin sampai di rumah seakan memang baru saja pulang dari kantor.

***

Pukul 8 malam aku tiba di rumahku. Suasana rumahku tumben sepi. Tak kulihat adanya Vina atau Angga yang biasanya mereka duduk berdua di dapur sambil ngobrol sesuatu yang remeh. Itupun sudah membuat mereka bisa tertawa bersama.

Aku juga tak melihat keberadaan istriku di dalam kamar. Karena biasanya kalau sudah jam 8 malam ke atas dia sudah berbaring di tempat tidur. Mungkin itu karena kebiasaannya hidup di desa yang setelah maghrib sudah tak ada apa-apa yang bisa dikerjakan lagi.

Begitu aku melewati kamar Angga, aku mendengar suara cekikikan dan jerit tertahan. Aku kira itu suara Vina sedang ngobrol atau sedang dikerjai buah dadanya oleh Angga. Akupun berlalu dan menuju dapur untuk menaruh baju dan celanaku di dalam mesin cuci. Tak lupa kulepas juga celana dalamku yang sudah basah dari rumah Nina tadi. Setelahnya aku hanya membelitkan selembar handuk di pinggang untuk menutupi tubuh telanjangku.

Dengan santai aku mulai membuat segelas kopi yang kurasa akan nikmat untuk menemaniku malam ini. Pikiranku masih saja merasa bersalah pada istriku. Aku sudah meghianatinya, aku sudah berzinah dengan perempuan lain. Meski semuanya gara-gara godaan Nina tapi aku memang ikut menikmatinya. Rasa nikmat itulah yang sekarang menghantuiku.

“Ehh.. mas Aryo!” pekik Vina yang keluar dari kamarnya.

“Apaan sih Vin? Bikin kaget aja” aku menoleh ke arahnya.

Kini Vina tengah berdiri bugil tak jauh dari tempatku. Entah kenapa dia berpenampilan begitu. Apa dia sudah ikut-ikutan seperti istriku dan Angga juga? mungkin saja begitu.

“Aa.. aa... Aku kira ga ada orang lain di rumah” ucap Vina salah tingkah sambil menutupi dada dan kemaluannya dengan telapak tangan.

“Iya aku baru aja datang kok Vin.. mau kemana sih kamu?”

“Ke.. ke kamar mandi mas”

“Yaudah.. cepetan ntar malah ngompol lho”

Vina langsung masuk ke dalam kamar mandi dengan cepat. Mungkin dia gugup karena aku telah melihatnya telanjang bulat, padahal buatku sih biasa saja. Toh aku juga gak bakal berbuat macam-macam padanya. Akupun kembali menikmati hangatanya kopi yang baru saja aku buat sendiri.

“Duhh mas.. jangan cerita ke siapa-siapa yah!” ucap Vina begitu keluar lagi dari kamar mandi. Kedua tangannya masih tetap menutupi dada dan pangkal pahanya.

“Udah deh Vin.. kalo ga nyaman mending kamu pake baju aja, atau masuk kamar trus tidur sana”

“Hihihi... gapapa ya mas aku kek gini? Mas Aryo ga marah kan?” ucapnya memastikan.

“Ya terserah kamu sih, kalo aku santai aja... ngapain marah?” balasku sok cuek, padahal seneng banget melihat tubuhnya yang putih bening itu tak tertutupi apa-apa.

“Siap..” tangan Vina menghormat, jadilah kedua susunya terbuka sekarang.

“Sini.. ngobrol sini aja”

Rupanya Vina sudah berani apa adanya denganku. Dia seperti mendapat keberanian duduk di depanku meski tubuhnya tak tertutup apa-apa. Mungkin hanya di rumahku saja dia mendapat waktu untuk bebas terbuka seperti itu. Atau bisa jadi Vina ini punya watak binal juga.

“Mbak Tika mana Vin? Kok gak keliatan”

“Itu.. yang ada di kamar Angga itu mbak Tika mas” ujarnya.

“Ohhh... yaudah kalo gitu, mas pikir dia lagi keluar ada acara sama ibu-ibu tetangga lagi”

“Gakk.. tadi abis Angga pijitin tetekku, trus mbak Tika gantian masuk ke kamar adiknya” Vina sudah mulai santai di depanku. Kedua tangannya sudah lepas dari daerah sensitifnya.

“Iya gapapa”

“Mas Aryo ga cemburu? Gak curiga gitu? Mas gak marah?” tanya Vina menatap wajahku coba menangkap ekspresiku.

“Enggak lah.. ngapain marah.. cemburu sih harus.. tapi sekarang udah enggak”

“Masak gak curiga mbak Tika ada maen sama adiknya sendiri?” Vina masih terus penasaran pada reaksiku.

“Gak lah Vin.. curiga juga buat apa? Aku memang bebasin istriku sama adiknya.. mau ngapain juga terserah mereka..”

“Yang jelas Vin... tentunya mereka bisa tahu dimana batasan antara adik dan kakaknya, karena selama ini aku tahu kalau Tika itu bisa menjaga perasaan suaminya” imbuhku memberi penjelasan pada Vina.

“iihhh.. hebat banget sih kamu mas.. jadi pengen punya suami kayak mas Aryo ini” ucap Vina sambil menatapku dengan wajah gemesnya.

“Gak lah Vin.. gak mau aku?”

“Lahh.. emang kenapa mas? Apa yang kurang pada diriku?” tanya Vina dengan mimik kocaknya menirukan adegan sinetron.

“Hehehe.. lama-lama beneran aku cium kamu ntar..”

“Cium aja mas.. jangan ragu..” Vina menyodorkan pipi kanannya.

Cuphhh.. !!

“Udah kan.. beneran aku cium kamu, hehehe....”

“Hihihi.. makasih mas ku yang ganteng”

“Eh bentar Vin.. kok kamu sekarang udah berani ga pake apa-apa gitu sih? aku beneran gak nyangka lho Vin”

“Hihihi.. iya mas.. ngeliat mbak Tika sama Angga kek bebas gitu.. boleh dong aku ikutan coba.. eh ternyata emang nyaman banget mas..”

“Kamu kalo dirumah apa juga gini ya Vin? Ahh.. jangan boong deh kamu..”

“Mas Aryo benar banget”

“Yaelah Vin.. kirain cupu.. eh malah ternyata Suhu.. hahahaha..”

Aku kemudian berdiri, lalu melangkah menjauhi Vina. Tujuanku sebenarnya cuma ingin tahu apa yang tengah istriku dan Angga lakukan di dalam kamar.

“Ehh.. mau kemana mas? Belum habis nih kopinya”

“Bentar mau liat kamarnya Angga”

Aku mendekati pintu kamar Angga. Dari dalam kamar itu masih terdengat jerit tertahan dan suara kecipak ciuman. Aku lalu mendapati sebuah celah di pintu yang bisa aku gunakan untuk mengintip apa yang terjadi di dalam sana.

“Hihihii...”

“Mbakk... mas Aryo nanti marah gak ya?”

“Gak.. dia gak bakal marah kok.. terusin aja dek”

Suara mereka semakin terdengar jelas di telingaku. Aku sudah bersiap melihat hal yang buruk sekalipun. Hatiku sudah aku siapkan jauh-jauh hari sebelumnya. Namun sampai saat ini terbukti akulah yang tak bisa menjaga kesucian cinta.

“Iyaahhh.. enak banget Ngga.. uuhh...” desahan istriku tiba-tiba terdengar jelas.

Aku lalu mengintip dari balik pintu. Lampu kamar yang masih menyala terang membuatku bisa melihat ke dalam kamar semakin jelas. Kulihat di dalam sana istriku tengah berada di atas tubuh Angga. Mereka sudah sama-sama telanjang bulat tentunya. Dari gerakan dada istriku, bisa kupastikan kalau payudaranya sedang dihisap-hisap oleh mulut adiknya. Dengan posisi menggantung begitu pasti membuat Angga semakin mudah menikmatinya.

“Dekk... masukin dikit aja gapapa” suara istriku mengagetkanku.

Buru-buru kuperhatikan bongkahan pantat istriku yang bergoyang di atas pangkal paha Angga. Dia menggoyangkan pinggulnya naik turun, seakan sedang menstimulasi penis Angga untuk terus mencapai ukuran maksimalnya. Aku hanya sedikit salah sangka, rupanya batang penis Angga masih belum masuk, kemaluannya ternyata sedang di gesek-gesek oleh permukaan vagina istriku.

“Aahhh... mbak Tika jangan kencang-kencang dong.. sakit lho..” ucap Angga memperingatkan kakaknya.

“uhhh.. iya Ngga.. udah gatel banget memeknya mbak.. aahh... jadi pengen...”

Aku menahan nafas melihat kelakuan mereka. Aku rasa istriku sudah naik birahinya. Kalau sudah begitu biasanya istriku akan melakukan apa saja untuk memuasi nafsunya. Pernah satu ketika aku memergoki istriku tengah menusukkan botol deodoran milikku untuk mengocok memeknya. Kini yang ada hanya batang penis adiknya, apa mungkin dia akan gelap mata lalu coba memuasi dirinya dengan penis adik kandungnya itu.

“Aduhh.. mbakk.. ini enak banget” desah Angga kemudian.

“Iya dek.. ah.. mbak juga enak ini” balas istriku dengan terus menggoyangkan pinggulnya naik turun mengelus penis Angga dengan permukaan vaginanya.

Tiba-tiba aku merasa ada orang lain di sampingku. Aku terkejut dan hampir saja berteriak sebelum akhirnya kusadari kalau yang ada di dekatku ternyata Vina.

“Ehhh!!”

“Apa mas?”

“Sssstt... jangan ganggu mereka” ucapku sambil menempelkan jari telunjuk di depan mulutku.

Aku lanjut mengintip lagi kejadian di dalam kamar Angga. Rupanya sampai detik ini mereka berdua masih mempertahankan posisi semula. Istriku masih di atas tubuh Angga dan pinggulnya bergoyang berusaha mencari kenkmatan meski hanya dari gesekan kelamin mereka.

Saking fokusnya aku pada pemandangan di dalam kamar, aku baru sadar ternyata Vina telah berhasil melepas handuk yang menutupi pinggangku ke bawah. Jadilah aku dan Vina sama-sama berdiri di depan pintu kamar Angga dalam kondisi sama-sama telanjang bulat. Entahlah, aku sudah tak bisa berpikiran apa-apa lagi.

“Kok dilepas sih Vin?” bisikku di telinganya.

“Gapapa mas.. aku pengen liat punya mas Aryo.. tuh.. tuhh.. udah tegang tuh” Vina melirik ke arah kemaluanku.

“Ahh kamu ini.. udah biarin aja..”

“Pegang ya mas?”

“Serah kamu aja deh Vin..”

Aku kembali melihat ke dalam kamar Angga. Kusaksikan mereka masih belum merubah posisinya. Sedangkan di bawah sana jari-jari lentik milik Vina sudah berhasil membelai-belai batang penisku yang tegak mengeras. Yah, aku memang horni melihat Angga dan istriku saling memberi rasa nikmat meski hanya sebatas gesek-menggesek saja.

“Uuhh.. enak kan dek?”

“Iya mbak.. besok lagi ya mbak.. ahh..”

“Iya dek.. tiap hari begini.. emhh.. gapapa kok” balas istriku dengan suara serak menggoda.

Aku masih saja melihat istriku menggoyangkan pinggulnya naik turun agar memberi gesekan pada penis Angga. Tapi yang aku tidak sadari ternyata batang penis Angga sudah tak telihat lagi. Sial, aku kecolongan. Apa mungkin penis Angga sekarang sudah benar-benar masuk ke dalam liang vagina istriku. Konsentrasiku terpecah kala merasakan penisku tiba-tiba becek dan hangat.

“Vinaa.. ngapain kamu? Duhhh.. anak ini” ucapku berbisik.

“Hehmmmh.. hihi...”

Kulihat ke bawah, ternyata Vina sedang jongkok sambil mulutnya mengulum kepala penisku lalu mengeluar-masukkan dengan gerakan pelan. Dobel kagetnya aku sekarang ini. Seharian ini sudah dua orang perempuan yang berhasil mengulum kejantananku. Sepertinya keberuntungan itu memang ada padaku.

“Udahh.. jangan berisik kamu..”

“Gapapa kan mas?” aku hanya mengangguk membalasnya.

Kembali ku alihkan pandanganku pada celah di pintu. Mataku kembali menangkap apa yang tengah terjadi di dalam sana. Posisi istriku masih berada di atas tubuh Angga, tapi kini badannya tegak sedangkan pinggulnya terus bergoyang. Aku ingat kalau itu adalah posisi kesukaan istriku kalau dia sudah merasa mau orgasme.

“Aduhhh.. enak banget mbak... ahhh.. teruss.. teruss..” racau Angga dengan jelasnya.

Desahan Angga membuat istriku semakin semangat untuk menggoyangkan pinggulnya. Aku benar-benar tak bisa melihat apakah penis Angga berada di dalam vagina istriku atau tidak. Aku belum berani menyimpulkan kalau mereka sudah ngentot beneran sebelum aku melihatnya dengan mataku sendiri. Bisa saja aku menyangka mereka ngentot padahal kenyataannya cuma digesek-gesek saja.

Kembali aku berpikir tentang diriku. Apakah sudah benar diriku ini. Tadi aku ngentot dengan Nina dan sekarang gantian Vina sedang mengulum penisku. Apakah adil bagi istriku kalau aku melarang mereka menikmati suasana. Mungkin aku harus merelakan kalau mereka benar-benar sedang bersetubuh sekarang ini. Aku harus menebus rasa bersalah yang sekarang berkecamuk di dadaku

“Emmhhh.. mas.... sluurrrppp...ahh.. kuat banget mas Aryo ini” bisik Vina dari bawah.

“Kenapa lagi Vin?”

“Gak keluar-keluar sih.. capek aku”

“Hehe.. emang aku anak abg? baru dijilat aja udah ngecrot..”

“Hihihi.. bener juga yah.. oke deh aku lanjutin”

Tanpa peduli apa yang aku lakukan, Vina terus mengulum penisku dengan rakusnya. Dari gerakan dan rasanya aku yakin kalau Vina itu sudah pernah melakukannya sebelumnya. Gerakannya terarah dan jepitan bibirnya terasa enak banget. Mungkin benar jam terbangnya mengoral penis laki-laki sudah tinggi.

Di dalam sana, kulihat istriku sudah terbaring lemas di atas tubuh adik laki-lakinya. Ketika kuperhatikan belahan pantatnya, dadaku seakan berhenti berdetak seketika. Tampak olehku batang penis Angga keluar dari dalam liang vagina istriku, kakak kandungnya sendiri. keluarnya penis Angga diikuti dengan melelehnya cairan putih kental dari lobang kemaluan istriku. Sungguh perbuatan bejat, amat bejat apa yang sudah mereka lakukan.

“Sial! Aku bener-bener kecolongan kali ini” gumamku kesal.

“Apaan sih mas?”

“Gapapa.. yuk kita pindah aja.. kamu masih mau ngemut kontol mas gak Vin?”

“Hihihi.. mau dong mas...”

“Yaudah kita masuk ke kamar kamu aja” ajakku pada Vina.

“Waahh.. ayok deh mas.. ntar gantian punyaku bikin enak juga yah mas”

“Siyaaappp”

***

Bersambung lagi ya Gaes ^_^
Suhu, boleh pesan kasih gambar dong.. pengen tau gimana mukanya tika
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd