Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Karma.Masa Lalu

suhu karakter kokom bukan ibunya jalu hu
kok jd sambung sama agus
 
Masih banyak tugas Ujang yg belum tuntas, terutama alih generasi ke satria atau eko..

Menunggu sampai akhir..
 
Menambah rasa penasaran ane, cerita yang luar biasa. Setia menunggu update. Lanjutkan suhu
 
Chapter 43

"Aa, bangun....!" Jalu terbangun dengan keringat dingin yang membasahi seluruh tubuhnya, AC di ruangan seolah tidak berarti. Jalu membenamkan wajahnya di dada Lilis seperti anak kecil yang mencari perlindungan kepada ibunya.

Mimpi ini lagi, mimpi yang selalu sama yang sering datang sejak kematian Mang Karta. Berulang kali Lilis selalu menganjurkannya untuk berkonsultasai dengan seorang psikiater agar mimpi itu tidak selalu membayanginya dan Jalu selalu menolaknya dengan tegas. Dia belum gila sehingga tidak membutuhkan seorang psikiater.

"Mimpi itu lagi?" tanya Lilis sudah sangat hafal dengan mimpi buruk yang sering dialami Jalu. Hanya ada tiga orang yang hafal dengan mimpi yang selalu dialami Jalu, mereka adalah tiga isrinya.

Jalu tersenyum setelah pikirannya kembali tenang, dipeluknya Lilis dengan penuh cinta. Cinta yang telah mengikat mereka sejak mereka menikah. Diciuminya rambut Lilis yang lebat dan lurus, rambut yang halus sehalus sutera. Hening, tidak ada yang bersuara. Mereka hanyut dalam pikiran mereka. Pikiran yang sama.

"Aa harus berusaha menerima keadaan bahwa kematian Mang Karta adalah sebuh kecelakaan..!" kata Lilis menatap wajah Jalu yang terlihat lebih tenang, walau dia tahu ketenangan itu hanya terlihat semu, jauh di dalam hatinya tersimpan penyesalan yang tidak akan pernah hilang. Penyesalan yang terus menghantuinya hingga saat ini.

"Ya, itu memang sebuah kecelakaan, kecelakaan yang sudah direncanakan." jawab Jalu tersenyum pahit. Tidak seharusnya Mang Karta menjadikan dirinya sebagai jaln kematiannya. Tidak pernahkah dia berpikir sebelum melakukannya telah menimbulkan luka yang sangat dalam dan tidak tersembuhkan.

"Aa...!" Lilis menatap Jalu, kenapa selalu itu jawaban yang keluar dari bibir suaminya. Kenapa Jalu tidak pernah memaafkan kesalahan yang jelas jelas bukan kesalahannya. Semuanya sudah jelas, Mang Karta sudah merencanakannya.

"Kenapa kamu berusaha menarik Satria ke dalam urusan, kita?" tanya Jalu mengalihkan topik pembicaraan mereka. Dia mendapatkan kabar, ada seseorang yang berusaha menyeret Satria ke dalam pusaran bisnisnya, itu artinya ke dalam konflik yang sedang terjadi. Konflik yang penuh tipu daya dan menghalkan segala macam cara yang paling kotor sekalipun. Dan orang yang bisa melakukan hal itu adalah Lilis, dia akan menggunakan segala macam cara untuk melindunginya dan orang orang terdekatnya. Jalu sudah sangat hafal dengan hal tersebut.

"Kalau bukan kita yang merangkulnya akan ada pihak lain yang merangkulnya untuk menghadapi kita. A Ujang tentu tidak mau menghadapi Satria sebagai lawan? Anak itu masih labil, dia akan dengan mudah terprovokasi oleh hal yang belum dia pahami. Apa lagi dia sangat membenci ayahnya." kata Lilis tenang, dia melakukan semuanya dengan perhitungan matang. Termasuk merangkul Satria demi menyelamatkan semuanya.

Mendengar bahwa Satria sangat membenci ayahnya, Jalu tertunduk gelisah, seperti ada sembilu yang mengiris iris hatinya dan meninggalkan luka yang sangat dalam. Kalau saja Satria tahu bahwa dia tidak pernah menelantarkannya. Ibunya yang membawanya pergi menjauh darinya.

"Aku tidak pernah menelantarkannya, Lastri yang membawanya pergi dariku.." kata Jalu memandang ke luar jendela, ada sebuah taman yang tertata rapi oleh tangan yang terampil. Taman yang dibuat untuk menenangkan hatinya saat gelisah, tapi taman itu sudah tidak lagi mampu menenteramkan hatinya.

"Lilis tahu, Lastri yang membawa anak itu pergi menjauh dari kita. Apa yang dilakulan Lastri saat itu salah, tapi keadaan yang membuatnya melakukan hal itu. Kita ikut terlibat di dalamnya. Kita yang membuat Lastri begitu, terutama Lilis. Lilis orang yang paling bersalah dalam kasus ini, karena Lilis tidak pernah menduga Lastri hamil." jawab Lilis berusaha mengambil alih rasa bersalah Jalu. Dia tidak mau orang yang dicintainya semakin terpuruk.

"Aku tidak ingin anak itu terlibat di dunia yang kita geluti, seharusnya dia menjauh dan hidup normal seperti orang kebanyakan....!" kata Jalu dengan suara lemah. Tapi sepertinya hal itu akan sangat sulit dihindari. Banyak pihak yang ingin menghancurkannya dan cara untuk menghancurkan lawan adalah menggunakan kelemahannya, Satria adalah kelemahannya saat ini. Kelemahan yang tiba tiba saja muncul di luar kendalimya. Jalu menarik nafas panjang. Lilis benar, satu satunya cara adalah menarik Satria sebagai pihaknya, bukan hanya untuk memperkuat posisinya, tapi untuk melindungi anak itu.

"Lalu, apa rencanamu?" tanya Jalu menatap Lilis, dia begitu bergantung dengan kecerdasan Lilis terutama pada situasi sekarang. Pada situasi di mana dia tidak mampu berpikir jernih, Lilis adalah harapan satu satunya.

**********



"Deal....!" kata Wulan mengulurkan tangan mengajak Syifa bersalaman. Sorot matany menatap tajam Syifa, berusaha membuat gadis itu tunduk atas semua keinginannya.

Syifa menatap Wulan ragu ragu sebelum ahirnya menyambutnya.

"Dengan syarat..!" kata Syifa, inilah pertahanan terahirnya agar tidak semakin terperosok ke lembah nista. Dia tidak mau menjadi pelacur untuk orang yang dicintainya.

"Apa?" tanya Wulan dengan senyum penuh kemenangan, keiinginannya akan segera tercapai, melihat Satria berhubungan sex dengan gadis cantik yang berada di hadapannya, dan untuk memenuhi keinginannya, dia akan memenuhi syarat yang diajukan Syifa, apapun syaratnya.

"Apa saratmu?" tanya Wulan tidak sabar menunggu jawaban dari Syifa yang menarapnya lembut, tatapan mata yang membuatnya gelisah. Entah apa yang sedang dipikirkan Syifa, sarat apa yang akan diajukan gadis ini.

"Aku tidak mau dibayar...!" jawab Syifa tegas, dia tidak mau jadi pelacur untuk Satria. Dia akan melayani Satria dengan sepenuh hati dan cinta. Seperti saat pertama kali dia menyerahkan keperawanannya yang membuat hidupnya berubah 180 derajat.

Syarat yang diluar perkiraan Wulan, syarat yang menurut Wulan sangat berat, dia menginginkan Syifa melayani Satria sebagai seorang pelacur bukan melayaninya dengan perasaan. Ini justru menjadi pukulan telak buatnya, egonya terluka. Tidak seharusnya Syifa mengajukan sarat itu, apa lagi setahu dia Syifa dari keluarga sederhana.

"Kenapa kamu menolak bayaran? Aku tahu kamu biasa menerima uang setiap kali berhubungan sex dan aku adalah klienmu, rasanya tidak mungkin aku tidak membayarmu...!" kata Wulan menatap Syifa, berusaha menyelami pikirannya.

"Itu saratku, terserah kamu mau terima atau tidak..!" jawab Syifa yang berhasil menemukan harga dirinya sehingga dia bisa menjungkir balikkan keadaan. Sekarang justru Syifa yang berhasil mengendalikan keadaan, susuatu yang sangat di luar perkiraan Wulan.

"Baik, aku setuju untuk tidak membayarmu.." jawab Wulan, keiinginannya untuk melihat Satria berhubungan sex dengan gadis cantik yang berada di hadapannya lebih besar, mengalahkan keangkuhannya. Kecerdasannya tidak mampu digunakan, atau memang dia tidak secerdas Lilis sehingga dengan mudah Syifa membalikkan keadaan.

"Kapan kamu ingin melihatku berhubungan sex dengan, suamimu?" tanya Syifa dengan suara bergetar. Kata suamimu sangat menyakitkan, seharusnya Satria menjadi miliknya, bukan menjadi milik orang lain. Tapi nasib berkata lain, Wulan berhasil mendapatkan Satria. Sementara Syifa yang sudah memendam perasaannya sekian lama, hanya bisa memendam penyesalannya.

"Malam ini aku, ingin kita bertiga bermalam di tempat ini." jawab Wulan, keiinginannya audah tidak terbendung lagi, dia ingin segera melihat saat saat yang hanya ada dalam imajinasinya.

"Jangan malam ini, belum genap tujuh hari ayahku meninggal dan di rumah masih mengadakan tahlil." jawab Syifa keberatan. Ibunya masih membutuhkan kehadirannya melewati masa masa sulit ini, lagi pula apa kata tetangga nanti.

"Aku ingin melakukannya sekarang...!" kata Wulan berusaha memaksakan kehendaknya, setelah pukulan balik Syifa membuatnya tersungkur. Dia harus merebut kembali kemenangan yang seharusnya menjadi miliknya. Kemenangan yang tidak boleh lepas dari tangannya. Kedudukannya tidak boleh goyah.

"Aku mohon, aku tidak bisa melakukannya malam ini. Apakah kamu pernah merasakan saat ditinggal mati orang tuamu?" tanya Syifa kembali menohok hati Wulan, tentu saja dia pernah mengalaminya. Bukan hanya ayahnya saja yang mati, bahkan ibunya juga. Kedua orang tuanya mati dalam waktu bersamaan dalam sebuah kecelakaan beberapa tahun silam.

"Baiklah.... Aku akan mengatur ulang pertemuan kita, tunggu kabar dariku." jawab Wulan mengalah, dia tidak bisa mengabaikan situasi yang sedang dihadapi Syifa. Dia pernah mengalami situasi yang sama seperti yang sedang dialami, Syifa.

***********

Satria terpaku melihat tubuh polos Dina, sebuah tawaran yang sangat sulit ditolak, keindahan tubuh Dina yang menjadi idaman setiap pria normal. Keindahan ini kini terpampang jelas dihadapannya, mengajaknya untuk mengayuh birahi. Satria bangkit mengikuti naluri hewannya yang terpancing, dihampirinya Dina dengan tangan terulur meraih payudar indah yang menempel kencang tidak ada tanda tanda mengendur.

"Kamu setuju dengan tawaranku?" tanya Dina sambil menepiskan tangan Satria yang akan meraba payudaranya. Dia tidak akan membiarkan Satria sebelum menyatakan kesanggupan dan janjinya. Miliknya yang paling berharga dipertaruhkan untuk menyingkirkan wanita yang sudah membuat ibunya menderita menjadi istri ke tiga dan jarang mendapatkan perhatian penuh.

"Baik, aku akan membantumu menemukan Bu Lilis, kalau benar benar masih hidup. Aku janji." jawab Satria yang tidak mampu lagi menahan gairahnya untuk merasakan kenikmatan jepitan memek Dina yang menurut pengakuannya masih perawan. Seumur hidup dia baru sekali merasakan memek perawan Syifa, kenikmatannya masih terbayang jelas dan kini ada wanita yang tidak kalah cantik dengan Syifa menawarinya keperawanan. Kesempatan yang tidak akan datang kembali. Dia akan menjadi pria paling tolol apa bila menolaknya.

Dina tersenyum mendengar janji Satria, dua keinginannya akan segera tercapai, menemukan Lilis dan membalas perbuatan ayahnya dengan menyerahkan keperawanannya ke Satria yang diyakininya sebagai kakak satu ayah. Pembalasan yang akan sangat menyakitkan buat ayahnya melihat ke dua anaknya berhubungan sex hingga hamil dan melahirkan. Dina tersenyum, pembalasan akan segera dimulai, pikirnya.

Swharusnya, ayahnya tidak mengabaikan ibunya begitu saja, seharusnya sebagai istri termuda ibunya lebih mendapatkan perhatian dan kasih sayang. Tapi pada kenyataannya, ayahnya sangat jarang datang, dia lebih sering bersama istri pertama dan kedyanya, seolah ibunya hanyalah tempat menyalurkan hasrat sexual. Tempat membuang pejuh, setelah terkuras habis ayahnya akan kembali pupang ke rumag istri pertama dan keduanya yang tinggal dalam satu rumah.

Pembalasan sudah dimulai, Dina menarik kaos yang dipakai Satria melepaskan dari tubuh atletis pemuda yang sempat mencuri hatinya, dicampakkannya kaos Satria ke lantai sebagai barang yang tidak berguna dan tidak diperlukan untuk saat ini. Dina terpaku melihat tubuh atletis Satria, dadanya yang bidang terlihat berotot. Otot yang terbentuk oleh kerja keras bukan otot yang terbentuk oleh latihan. Otot yang terbentuk secara alami mempunyai daya tarik tersendiri, daya tarik yang semakin menaikkan gairah Dina.

Dina melupakan rasa malunya, tangannya melingkar di leher Satria, menariknya mendekati wajahnya. Dina segera melumat bibir Satria, melumatnya dengan perasaan cinta yang kembali muncul. Dia tidak bisa mengabaikan hatinya yang masih mencintai Satria, bukan cinta seorang adik kepada kakak lelakinya. Ciuman yang mendapatkan respon yang tidak kalah panas dari Satria. Dina menumpahkan semua perasaan yang selama tersimpan rapat, tertumpah lewat ciuman panas diiringi nafsu birahi yang membakar jiwanya.

Dina memejamkan mata saat tangan Satria meremas payudaranya yang belum pernah tersentuh, payudara seorang perawan di Era milenium adalah hal yang sangat langka dan seharusnya tetap dipertahankan hingga jenjang pernikahan. Tetapi kebencian sudah membutakan akal sehat Dina, keperawanannya dijadikan alat untuk membalas kebenciannya.

"Tetek kamu kenceng amat, belom pernah dipegang ya?" bisik Satria, kekenyalan payudara Dina mengingatkannya dengan payudara milik Ecih dan Kokom. Payudara yang jarang tersentuh dan bahkan mungkin belom pernah tersentuhdilakukannya.

"Baru kamu yang menyentuhnya, jangan ingkari janjimu atau kuhancurkan rumah tanggamu." kata Dina mengingatkan bahwa dia tidak akan ragu melakukan apapun yang ingin dilakukannya.

"Aku tidak.pernah ingkar janji, hal yang selama ini ibuku ajarkan..?" jawab Satria yang sudah tidak mampu mengendalikan dirinya lagi, bayang bayang Syifa dan Wulan lenyap tidak berbekas.

Dina memegang pundak Satria saat pria itu menggendongnya, tubuh mereka bersentuhan membuat jantung Dina berdegup kencang. Ini adalah pengalaman pertamanya seorang pria dengan bebas menggendong tubuh polosnya dan meletakkannya di atas ranjang empuk. Dina memejamkan matanya, keberaniannya hilang dalam sekejap saat Satria menatapnya liar, mata pria yang sedang diamuk birahi.

Apa yang sedang dilakukannya? Menyerahkan miliknua yang paling berharga ke lelaki yang diyakininya sebagai saudara seayah, kakaknya sendiri walau mereka tidak lahir dari rahim yang sama. Tapi mereka berasal dari benih yang sama, benih yang ditaburkan oleh ayahnya. Dina menjadi panik saat tangan dan Lidah Satria mulai mempermainkan payudaranya dengan bernafsu.

"Jangannnnn, hentikannnn....!" Dina berusaha mencegah Satria yang tenggelam pada kehangatan payudaranya yang harum, tapi suara jeritannya, hanya bergema di rongga dada. Bibir terkatup tidak mampu mengucapkan satu katapun, tubuhnya mengejang tidak mampu digerakkan.

"Payudaramu indah sekali...!" bisik Satria di telinganya. Dina tidak berani menatap wajah Satria, matanya terpejam.

"Ini salah, ini salah...!" jerit Dina,jeritan yang tidak bisa diucapkannya. Jeritan yang hanya bergema di relung hati dan pikirannya.

Kepanikannya semakin menjadi saat Lidah Satria menyusuri perutnya yang sensitif tiba tiba menjadi mati rasa. Dina memberanikan diri membuka matanya, Tuha apa yang sedang dilakukan oleh Satria? Kenapa kakinya mengangkang lebar dan wajah kakak lelaki yang sempat diimpikannya tenggelam di selangkangannya.

"Sattttttt..,.!" ahirnya Dina bisa berteriak memanggil Satria. Dina terkejut setelah menyadari Satria sedang menjilati memeknya, rasa geli yang bercampur nikmat menghilangkan mati rasanya. Rasa geli dan nikmat yang terasa asing dan baru sekarang dirasakannya.

Dina merasa kehilangan kendali atas tubuhnya akibat pertentangan batin dan rasa nikmat yang melumpuhkan kesadarannya. Dina menjambak rambut Satria yang semakin terbenam di selangkangannya menghirup aroma memeknya yang dia sendiri tidak tahu seperti apa. Ini tidak boleh terjadi, kesadarannya berusaha menolak rasa nikmat yang datang semakin menggila. Kesadarannya harus kalah oleh kebenciannya dan rasa sakit hatinya, terlebih kebenciannya bersekutu dengan rasa nikmat yang membawanya ke dimwnsi asing yang mengaliri setiap pembuluh darahnya.

"Ampunnnnnn...!" Dina menjerit saat orgasme pertama berhasil menghempaskan kesadarannya. Orgasme yang sering didengar dari teman temannya yang bangga sudah merasakan kenikmatan terlarang.

"Enak, Din?" tanya Satria berbisik di telinganya. Tanpa sadar, Dina mengangguk di sela sela dengus nafasnya yang saling berkejaran.

"Sekarang, ya ?" tanya Satria yang berada di atas tubuhnya. Dina menatap Satria, tidak mengerti dengan maksud pria ini.

"Apanya yang sekarang?" tanya Dina, balik bertanya. Dina merasakan ada sesuatu yang bergerak menggosok memeknya, gesekan yang kembali menimbulkan rasa nikmat. Memeknya terasa semakin basah oleh lendir yang terus menerus keluar dari memeknya.

"Perwanmu, aku ambil..!" jawb Satria pelan.

Wulan mengernyitkan dahinya, ada benda asing yang berusaha memasuki memeknya diiringi rasa sakit yang teramat sangat. Apakah itu artinya kontol Satria yang berusaha memasuki memeknya? Dina panik. Sejak kapan Satria membuka celananya sehingga sekarang kontol Satria sedang berusaha merobek selaput daranya.

"Aduh, sakitttt... Ampunnnn berhenti...!" jerit Dina berusaha mendorong tubuh Satria dari atas tubuhnya sekuat tenaga. Usaha yang sia sia, tenaganya tidak sekuat yang disangkanya. Tubuh Satria tidak bergeming sedikitpun, pinggulnya justru semakin turun, mendorong kontolnya semakin dalam memasuki memeknya. Dina menggerakkan pinggulnya berusaha melepaskan memeknya dari sodokan kontol Satria, tapi gerakkannya justru ke atas sehingga kontol Satria justru semakin menusuk memeknya.

"Sssttt, sakitnya sebentar, setelah itu enak...!" kata Satria pelan, kontolnya semakin dalam memasuki memek Dina, dia tidak mau melewati kesempatan yang tidak akan datang dua kali. Sekarang, atau tidak sama sekali. Atau justru orang lain yang akan mendapatkan keperawanan Dina.

"Jangan diterussssss....!" Dina melotot saat kontol Satria berhasil merobek selaput daranya, terbenam hingga dasarnya diiringi rasa sakit yang membuatnya menangis. Mahkota kesuciannya kini tinggal kenanngan. Kenangan yang tidak akan pernah kembali dimilikinya kecuali operasi selaput dara yang bisa mengembalikan selaput daranya, tapi tidak akan pernah bisa mengembalikkan keperawanannya.

"Sakit...!" tanya Satria sambil mengusap air mata yang mengalir di sisi ke dua matanya. Bahkan ada sebagian air mata yang membasahi telinganya.

Dina tidak menjawab, semuanya sudah terjadi seperti keinginannya, kenapa dia harus menyesalinya setelah keperawanannya terenggut? Ini adalah pilihannya. Perlahan matanya terbuka menatap Satria yang iba dengan penderitaaannya. Dina ingin menunjukkan keteguhan hatinya dalam mengambil keputusan, ingin menunjukkan kepada Satria, bahwa dia tidak menyesali keperawanannya yang hilang. Karena keperawanannya adalah alat untuk membalas sakit hatinya ke Lilis dan memberi ayahnya pelajaran.

"Terusin...!" kata Dina lemah, memeknya mulai terbiasa dengan kehadiran kontol Satria yang entah sebesar apa, sehingga rasa sakit di memeknya begitu hebat. Bahkan kontol Satria seperti menyentuh mulut rahimnya, atau itu hanya perasaannya saja.

"Apanya yang diterusin?" tanya Satria heran. Dia tidak mengerti apa yang dimaksud Dina. Jelas jelas Dina menangis kesakitan.

"Ngentotnya....!" jawab Dina pelan, otot otot memeknya menegang menunggu apa yang akan dilakukan Satria.

"Och....!" jawab Satria, reflek pinggulnya terangkat perlahan. Gila, jepitan memek Dina begitu kencang mencengkeram kontolnya.

"Aduhhhhh perihhhh, pelan pelan...!" kata Dina lemah. Memeknya terasa perih saat kontol Satria terangkat. Dina menahan air matanya agar tidak kembali keluar dari matanya yang jernih.

"Ini sudah pelan, kamu aja yang terlalu tegang, jadi otot otot di memek kamu ikutan tegang..!" jawab Satria dengan kalimat diplomatisnya. Menurut buku yang dibacanya, saat wanita dalam keadaan tegang saat berhubungan sex, otot otot di memeknya akan ikut tegang sehingga menimbulkan rasa sakit karena kurangnya pelumas di memeknya. Entah benar atau tidak, setidaknya inilah satu satunya cara yang diketahuinya untuk menenangkan Dina.

Dina tidak menjawab, hal itupun sudah diketahuinya sebagai sebuah teori yang sudah sering dibacanya, tapi teori kadang tidak sejalan dengan.prakteknya. Tapi tidak ada salahnya mencoba membuat pikirannya dileks, Dina segera melumat bibir Satria untuk menghilangkan ketegangannya. Dilumatnya bibir Satria dengan perasaan yang pernah dirasakannya, rasa cinta yang begitu menggelora. Dina berusaha kembali memunculkan perasaan itu agar ketegangannya hilang.

Usahanya tidak sia sia, berciuman dengan Dina menjadi obat mujarab menghilangkan rasa sakit saat kontol Satria bergerak dalam memeknya. Bahkan Dina mulai merasakan perasaan yang sangat aneh oleh gerakan kontol Satria yang terus menerus pada memeknya. Rasa nikmat yang membuatnya ingin merintih, berteriak saat rasa nikmat itu terus menerus datang.

"Ochhhh kok jadi, gini?" tanya Dina pada dirinya sendiri. Rasa nikmta pada memeknya seakan menguasai jiwa dan pikirannya.

"Apanya yang jadi gini ?" gida Satria yang sudah mengerti apa yang sedang dirasakan oleh Dina. Wajah Dina tidak bisa menyembunyikan apa yang sedang dirasakannya, wajah wanita yang sedang menikmati sodokan demi sodokan kontolnya.

"Gak apa apa, ahhhhh...!" jawab Dina diiringi desah kenikmatan yang tidak mampu lagi ditahannya. Matanya terpejam berusaha menikmati gerakkan kontol Satria pada memeknya. Dina tidak mau melewati momen itu walau hanya sedetik.

"Apanya yang jadi, gini?" tanya Satria lagi sambil mencabut kontolnya dari memek Dina, untuk mengetahui respon Dina.

"Jangan dicabutttt....!" seru Dina sambil menarik pinggang Satria agar kontolnya kembali terbenam di lobang memeknya yang sudah menjadi sangat basah oleh cairan birahi.

"Apanya yang jangan dicabut?" Satria seperti menemukan mainan baru, kontolnya hanya di keluar masukkan sebatas kepalanya saja membuat Dina menaikkan pinggulnya, berusaha menelan kontol Satria.

"Kontolnya....!" jawab Dina jengkel, rasa malunya sudah hilang tidak berbekas. Rasa nikmat akibat sodokan kontol Satria pada memeknya, sudah menghapus rasa malunya.

"Ennak, gak?" tanya Satria kembali menghujamkan kontolnya ke lobang memek Dina yang menyambutnya dengan bahagia.

Senikmat inikah ngentot? Pantas saja teman temannya tidak pernah menyesali keperawanannya yang hilang. Mereka bahkan bangga menjadi penganut sex bebas, karena rasa nikmat ini sangatlah luar biasa.

"Ennnnak, banget..." jawab Dina jujur, dia sudah tidak mau membohongi dirinya sendiri bahwa dia sangat menikmati sodokan kontol Satria. Tiba tiba Dina merasa seluruh tubunya dialiri rasa nikmat yang sangat dahsyat, rasa nikmat yang membuat sekujur tubuhnya menegang.

"Mamah........!"Desy dientot kakak sendiri...... Ayah, lihat dua anakmu sedang ngentot..!" seru Dina, tanpa sadar dia mengatakan rahasia yang tidak diketahui oleh Satria.

********

Desy memegang golok peninggalan ayahnya, golok yang selalu dijaga dan dirawatnya tersimpan di ruang kerja. Hampir setiap malam sebelum tidur, Desy selalu menyempatkan diri memandangi dan mengusapnya. Hanya inilah satu satunya peninggalan ayahnya yang masih dirawatnya. Golok ini pula yang akan menghabisi orang yang sudah membunuh ayahnya. Perlahan, Desy mencabut golok dari sarungnya.

"Yah, sebentar golok ini akan mandi darah, darah orang yang sudah membunuhmu. Desy janji, waktunya tidak akan lama lagi. Tepat pada hari kematian ayah, golok ini akan basah oleh darah orang itu." kata Desy, suaranya pasti akan membuat takut setiap orang yang kebetulan mendengarnya.

Bersambung
 
Kaya film tahun 90an, tayang seminggu sekali:coli:

G bisa kejar tayang hu biar cpet kelar:p:cim:
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd