Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Ino, Sebuah Penyesalan (Perselingkuhan 3)

Pemcobel

Adik Semprot
Daftar
25 Jun 2014
Post
120
Like diterima
11
Bimabet
Mohon pindah tempat ya...


Awal sebuah Petualangan Ino

Ino termangu, menyaksikan Garuda Indonesia itu melesat membelah angkasa. Ada perasaan haru dan kangen yang berlebih disitu.
”selamat jalan sayang...” lirihnya pelan.
Ya, hari ini Indri kembali ke Belanda, mungkin enam bulan ke depan baru kembali lagi. Memang Indri tinggal memasuki tahapan penulisan thesis. Ino melangkah meninggalkan ruang tunggu bandara, berjalan perlahan menuju tempat parkir Nissan Picanto-nya. Rencanyanya ia mau langsung ke kantor saja, tadi dia sudah izin mengantar isterinya itu pada bosnya. Sepanjang jalan menuju kantor Ino terlihat kurang bersemangat. Beda sekali saat tiga minggu lalu saat menjemput Indri di bandara ini. Terbayang percintaan dahsyat mereka selama tiga minggu ini.

Dering ponsel di dashboardnya membuyarkan bayangan percintaannya itu. Dilihatnya nama yang terpampang di layar itu, Ivo.
”Ya, Cinnn, ono opo? Sambut Ino, ia memang sudah biasa memanggil rekannya itu dengan panggilan yang lagi in saat ini, yaitu Cyin..
”No, Udah take off pesawat ”penjagamu” itu? Jam berapa nyampe di kantor? Lagi dimana?” cecarnya.
”bentar lagi nyampe, paling 10 menit lagi, ini lagi di jalanan Cinn...”
”hmmm...gimana ya, ada tugas mendadak, kita bedua sama tim A ditugaskan ke Bandung sekarang...”
”Hari ini? Walah mendadak banget sih, piye sih boss...”
”Yah mana gue tahu. katanya kita perlu menata ulang kantor kita disana. Ya udah deh, lo ke kantor bentar, jemput gua terus antar gue pulang. Gua juga mo siap2 neh...eh lupa pesawat kita jam 2 siang, masih ada waktu 4 jam la buat beres2 rumah....tutttt” telfon itu dimatiin...
”Yah...sialan si Ivo..” Ino mengomel sendiri.

Lima belas menit kemudian, Ivo sudah duduk di sebelah Ino, menuju rumah Ivo. Ditengah perjalanan mereka singgah ke salah satu mini market retail yang cukup terkenal di Indonesia. Ivo membeli beberapa keperluan rumahnya dan beberapa jajanan buat ngemil di jalan nanti.
”pantes wae, kamu berisi kayak gini Vo,” sindir Ino. Tubuh Ivo memang agak berisi,walaupun jauh dari kata gendut. Masih proposional. Ino pun sering sesekali melirik tubuh Ivo kalau sedang bekerja di kantor. Montok, apalagi pantatnya yang bulat menggoda. Yang paling dia suka adalah lengan mulus putih berisi Ivo, ingin sekali ia menggigitnya. Tiba-tiba jantungnya berdegub kencang. Seperti semuanya menjadi terbuka. Dirinya akan pergi bersama Ivo untuk beberapa hari ke depan, dan saat ini ia sedang menuju rumah Ivo. Darahnya berdesir. Ada sesuatu yang terpendam kini naik ke permukaan.

Sepanjang menuju rumah Ivo, Ino terdiam, pikirannya melayang. Kerinduannya pada Indri tiba-tiba beralih kepada jiwa nakalnya lagi. Ia melirik Ivo, sesaat matanya tertuju pada paha Ivo yang gagal tertutupi secara sempurna oleh roknya yang memang dua jari di atas lutut itu, sehingga dalam posisi duduk, mau tak mau, rok itu terangkat lebih tinggi. Ia tersenyum sendiri.
”Kenapa elo ?” tanya Ivo heran.
”Gakkkk...” elak Ino.
”Eh Vo, habis dari sini aku langsung pulang dulu ya, nyiapin barang-barangku dulu, nanti jam 11an, elo jemput aku lagi, sekalian kita ke Bandara, gimana?
”oke boss diriku ngikut aje deh,” sambut Ivo sambil tersenyum. Ia melirik jamnya, sudah menunjuk pukul 10.15 menit.

Sejenak kemudian mereka tiba di rumah Ivo. Ivo membuka kunci pagar rumahnya dan membiarkan mobil Ino masuk di garasinya, karena kalau di parkir di jalan akan menutup sebagaian jalan kompleksnya, sekalian juga kalo Ino mau memutar balik nanti. Ino membantu membawakan barang belanjaan Ivo. Rumah itu sepi sesepi kompleksnya. Suami Ivo masih di Jepang, bekerja di sebuah perusahaan komputer. Rumah Ivo tertata rapi, bersih dan yang pasti harum dan segar. Maklum hanya dia sendiri yang menghuni rumah itu. Ivo memang belum memiliki keturunan.

”Vo, ini bawaan mo ditaruh dimana...” teriak Ino,
”Dimana aja, No.” sahut Ivo dari kamar mandi, rupanya begitu masuk rumah ia kebelet pipis langsung lari ke kamar mandi belakang, yang biasa dipakai oleh tamu kalau sedang berkunjung di rumah itu.

Sesaat kemudian Ino melintas melewai kamar mandi dimana Ivo berteriak tadi, ia menunju ke dapur. Ino sudah hapal tata ruang rumah Ivo, karena ia sudah sering main ke rumah ini. Karena haus, ia membuka kulkas dan mengambil air mineral, dan menuangkannya ke cangkir yang barusan ia ambil di atas rak piring Ivo. Saat ia berbalik, tiba-tiba ia menabrak sesuatu....air minumnya berhamburan, tumpah.

”Ya, ampun Vo, bilang-bilang dong, kalau ada di belakang gue...” kata Ino terkejut, air minumnya menumpah di baju kerja Ivo yang baru saja keluar dari kamar mandi menuju dapur. Alhasil baju itu basah dan menempel di bagian atas tubuh Ivo yang menonjol.
”hihihih...Maaf deh boss,” Ivo tersipu melihat sebagian air yang juga menciprat ke bagian celana Ino.
Namun bukan itu yang membuat pipinya merah, waktu ”bertabrakan” tadi tangannya sempat menyenggol batang kemaluan Ino. Dadanya berdesir hebat. Benda keras kenyal itu sudah lama tak dirasakannya. Sementara Ino sendiri di tengah umpatannya, jantung berdegub kencang, toked Ivo sempat pula tertekan lengannya. Ia menjadi horny, gila pikirnya kok semua menjadi serba kebetulan seperti ini. Kenapa setan men-setting semua ini, tanyanya dalam hati.

”hahahahah....” tiba-tiba Ino tertawa geli sendiri.
”Kenapa elo No?” tanya Ivo.
”Gak...cuma” jawab Ino
”Cuma apa?”
”Cuma, buka baju elo yang basah tu, gua gak enak liatnya,” senyum genit Ino
”Yeee...maunya, mo liat gue gak pake baju?” balas Ivo
”Ya ilaa...gue kan cuma bilang ganti baju, bukan minta elo buka baju di depan gua, tapi kalo elo rela, gua mah suka-suka aja..” canda Ino
”Huuuuuu....maunya, gak cape apa?, habis bertempur sama Indri semalaman...” timpal Ivo
”Lho, kok tau...,”
”Tau aja lah...beneran kan cape” goda Ivo
”Lumayan cape juga sih...” sahut Ino sambil mencolek lengan Ivo cepat.

Mereka berdua tertawa, dan seakan tak mengalami apa-apa, secepatnya berusaha melupakan kejadian sesaat tadi. Padahal mereka merasakan sesuatu yang berdenyut di dada dan di kemaluan mereka, terutama Ino. Ia meneguk sisa airnya. Walaupun suka bercanda, bahkan menyerempet-nyerempet ke hal kenikmatan ragawi itu, namun Ino tak pernah melakukan hal yang berlebihan pada teman kantornya ini. Mereka sudah berteman lama, lebih lama dari usia pernikahan Ino dengan Indri dan sebelum suami Ivo berangkat ke Jepang. Mereka sepertinya saling menghormati dan saling menghargai satu sama lainnya.

Namun kali ini entah kenapa Ino merasakan sesuatu yang berbeda. Ia ingin sekali bercinta dengan Ivo. Ivo sendiri tidaklah kalah kelas dari isterinya. Wajahnya manis imut. Kulitnya putih bersih. Tingginya sekitar 160 cm, lebih pendek dari Indri yang 165 cm. Tokednya, selintas dari luar, bagus. Bayangan Ino, toked ini bulat membusung padat. Tadi ia sudah merasakan kepadatan toked itu. Betis dan paha Ivo sangat proporsional. Mungkin kalau ia lebih dulu kenal dengan Ivo, mungkin sudah menjadi TO-nya.

Sementara Ivo, pun sebenarnya sejak mengenal Ino lebih dekat, merasakan ada kehangatan luas dan feeling kejantanan yang tebal milik Ino. Ia bisa membuktikan dari tata cara Indri selama ini. Wanita itu begitu puas dengan Ino. Sekelumit rasa siriknya, ketika selama tiga minggu ini, ia tidak bisa berkeluh kesah bercerita lama dengan Ino, sebab waktu temannya ini sudah tersedot habis untuk melayani Indri. Dan saat malam yang dingin menusuk, di kamarnya Ivo sering membayangkan pergumulan mesra mereka berdua, yang membuatnya semakin tersiksa dan melampiaskannya dengan memungut dildo kesayangannya dan phone sex dengan suaminya. Itupun kalau Johan, suaminya tak kelelahan bekerja. Ivo sendiri tak mau bermain api dengan yang lain, selain beresiko dan tak bisa dipercaya, ia sendiri sepertinya hanya berharap pada satu pria, yaitu Ino. Sesaat mereka sama-sama tertegun, sampai akhirnya, Ivo meminta tolong Ino untuk mengambilkan kopernya yang berada di atas lemari di kamarnya.

”Kamar Ivo...” jantung Ino kembali berdegup...
”ohh...setannn, apalagi ini...” jeritnya dalam hati. Selama ini Ino memang belum pernah masuk kamar Ivo. Ino menganggap kamar tidur adalah wilayah yang sangat pribadi. So kesempatan masuk ke kamar Ivo, merupakan sinyal tersendiri kah? Aduh Ino menghayal kegilaan apa yang akan ia lakukan bersama Ivo di kamar itu.

”Hoi !!!..dimintai tolong malah bengong...” Ivo membuyarkan hayalan Ino.

Ino cengengesan saja. Lalu mengikuti langkah Ivo memasuki kamarnya. Dari belakang tubuh Ivo bergoyang lembut, bokong indah Ivo bagai tangan bidari melambai memanggil dan mengasapi birahinya. Ino mengusap wajahnya sendiri. Menahan semua gemuruh di dadanya, menahan kontolnya yang mulai berdenyut.

”ini cuma hanya hayalanku saja,’ teriaknya dalam hati mencoba membunuh gelombang nafsunya.

Namun sejuk hawa penyejuk ruangan dan semerbak wangi kamar Ivo, bukanlah hayalan. Itu nyata, kelembutan wangi ini begitu menggoda, aroma orange blossom yang berpadu dengan dinginnya AC kamar memang membuat libido meningkat cepat. Rupanya Ivo menggunakan wewangian ini di kamarnya. Indri sendiri lebih suka wewangian clove atau cardamon, yang ia percaya mampu memompa energi seksualnya ke tingkat tertinggi.

”Hmmm kamu suka orange blossom ya?” ujar Ino akhirnya.
”Hehehe...iya. Enak banget, kamu suka...” balik bertanya Ivo.
”Sukaa, itu kan bagus buat kamar suami isteri, katanya sih bisa buat libido naik ya” jelas Ino.
”Mungkin juga,” bales Ivo singkat. Ia merasa melayang mendengar kata ”libido naik”. Aduh, Ivo merasa denyutan di dadanya meningkat lagi.

”Eh, eh.. eit....” Tiba-tiba Ino hampir terjatuh dari kursi saat mengambil koper. Koper itu ia tahan di atas kepalanya. Badannya terhuyung ke depan. Untung ia tertahan tubuh Ivo sehingga tak jadi terjerumus, dan sekali lagi, Ino menyentuh toked Ivo, namun kali ini bukan tangannya, tapi dadanya.

”Yah...kena deh,” tanpa sadar Ino berseloroh..
”Uuu, maunya kamu....” jawab Ivo sambil terkekeh dan mencubit dada Ino. Ino tergial ”Ampun... Jangan Vo...geli tau...” teriaknya. Ino memang paling gak tahan dicubit di bagian pinggang atau dadanya.
”Hahaha...gitu aja geli, gimana kalo....” balas Ivo menyetop kata-katanya. Selintas tadi ia sempat merasakan dada kencang yang menompang bahu lebar milik Ino, menekan tokednya, sedikit menggesek putingnya.
”Kalo...apa?” balas Ino cepat.
”Gak ah..***k jadi....sini kopernya,” Ivo membebaskan dirinya dari pertanyaan Ino. Untung Ino tidak ngotot mengejarnya. Karena tadi sebenarnya Ivo ingin mengatakan ”apalagi kalau dihisapi..hihihihi.” Ivo tersenyum sendiri di tengah rasa putus asa yang aneh.
”Udahan nih?, ada lagi yang mo saya angkat-angkat atau banting-bating?” Tanya Ino berseloroh.
”Hmmm kayaknya udah deh,” ujar Ivo, sambil menyambar koper dan meletakannya di sisi kanan ranjangnya.
”Eh. No, bukannya kalo ke bandara itu sejalur sama rumah elo. Gimana kalo elo tungguin aku kelar beresin perlengkapanku, terus baru kita ke rumah kamu, kan itu sekali jalan, dari pada elo pulang dulu, terus balik lagi kesini, kan ribet, piye boss?” Usul Ivo.
”Hmmmm....iya ya. Boleh lah, terus aku ngapain dong disini..ini baru pukul 10.40.” rengek manja Ino dibuat-buat. Ivo tersenyum geli
”Udah, bobo sana..elo ngantuk kan, pastinya itu” ujar Ivo sambil menunjuk kasur Comforta-nya. Ia tersenyum genit.
”Boleh kah?,” Tanya Ino, dadanya berdegub untuk kesekian kali, mendengar kata ’bobo’. Memang Ino terlihat ngantuk, semalaman ia bercinta gila-gilaan dengan Indri. Percintaan perpisahaan, hehehe. Tiba-tiba kontolnya berdenyut aneh.
”Yo, wis, terserah kamulah, tapi menurut aku nih, lebih baik disini, kapan lagi elo tidur di atas kasur gue, jarang-jarangkan...” kata-kata itu meluncur saja dari mulut Ivo.
”Hehehe... iya juga sih.... yo wis...” Ino merebahkan tubuhnya di sisi kiri kasur empuk itu.

Sisi kiri ranjang Ivo, menghadap ke pintu kamar mandi pribadi di kamar itu. Sejenak, Ia sempat melirik Ivo yang tengah memberesi pakaiannya. Wanita ini semakin terlihat menggoda saja. Apalagi Ivo sudah mengganti baju kerjanya dengan pakaian kesukaannya, baju tanpa lengan. Lengan putih itu membuat Ino pusing. Apalagi di tambah dada montok Ivo yang menyembul sedikit, mengintip diantara lengan itu.
”Aih pasukan iblis dan setan tengah mengerubungiku..” bisik Ino dalam hatinya. Namun semua itu kalah oleh rasa kantuk Ino, yang membiusnya. Ia tak mampu menghadapinya. Tak lebih dari 5 menit ia tertidur, terlelap bagai bayi. Ivo Tersenyum melihat rekan kerjanya itu. Entah ia merasakan sesuatu, melihat wajah itu. Mungkin rasa senasib, ditinggal pasangan masing-masing dan LDR, membuatnya merasakan empati.
”Ah, lupakan semua, let if flows..” ujarnya dalam hati mencoba membantah kebutuhan alami kewanitaannya.

Kopernya sudah siap, tinggal mandi dan makan siang. Ino masih terlelap. Ivo memutuskan untuk menyiapkan makan siang, memanaskan lauk yang siap sekali santap. Ivo mempersiapkan semua sendiri. Ia tak memakai tenaga pembantu. Santap siang sudah siap, Ivo lalu memutuskan untuk mandi saja, pukul sudah menunjukkan angka 11.15. Ino masih terlelap di kamarnya. Ivo memutuskan untuk menggunakan kamar mandi di kamar tidurnya saja. Toh Ino masih terpulas. Lagian, kalo dia mandi di kamar mandi luar cukup repot karena peralatan mandinya semua berada di kamar mandi di kamar tidurnya dan yang pasti di kamar mandi belakang tidak ada bath up nya...hehehe

Sesaat kemudian Ivo sudah berendam di bath up kamar mandinya. Tubuh padat berisi itu, tertelan rendaman air hangat beraroma bunga mawar. Ivo memang sangat suka berendam paling tidak setengah sampe satu jam ia berendam... Ia memejamkan matanya menikmati kehangatan air di tubuhnya. Lima belas menit kemudian, ia mendengar suara Ino. Rupanya Ino sudah bangun. Spontan ia berteriak..
”No, kalo elo mo makan, ambil aja di meja makan, sudah siap...”
”Eh... iya... lho lagi mandi ya?” bales Ino, sambil ngulet,,,,uah enak sekali tubuhnya, terasa segar, ia tidur lelap hampir satu jam.
”Yoi. lho kalo mo sekalian mandi, pakai aja kamar mandi belakang...”
”Oke deh....” teriak Ino. Lalu tiba-tiba dengan iseng ia bertanya
”Eh, Vo, kalo gue mandi bareng disini saja gimana, hahahaha”
”Aih..enak di elo-nya...” bales Ivo terkekeh.
Ino akhirnya bergerak ke dapur, perutnya laper banget. Dari pagi tadi ia baru sempat makan sepotong roti dan secangkir susu. Ia menuju meja makan, di bawah tudung saji, ia melihat tempe goreng, sambel terasi dan sayur katu bening. Wah ini makanan kesukaanku. ”Tau saja nih orang,” ujarnya senyum-senyum sendiri. Sepuluh menit kemudian ia telah selesai makan. Lima menit selanjutnya ia berniat mandi, biar tidak repot lagi di rumahnya, tinggal beresin koper, langsung cabut ke Bandara S*B.

Saat masuk ke kamar mandi, Ino teringat, ia gak punya handuk. Ino yang sudah bertelanjang dada itu berniat mencari handuk di kamar Ivo. Tapi, percuma gak bakal ketemu deh...
”Vo, elo betah amat di kamar mandi, ngapain sih?” tanyanya.
”Mau tau aje,” bales Ivo
”Bukannya gitu, gue mau mandi neh, tapi gak ada handuk... dimana handuk yang bisa gue pake...” teriaknya lagi
”Yah, Lo cari di lemari tempat koper tadi, pintu yang sebelah kanan sekali,” Ivo memberi petunjuk. Ino pun mencari-cari, tapi gak ketemu, yang terlihat malah kotak dildo, isinya gak ada....hehehe. Ino tersenyum geli.
”Gak ada Cyinnn...”
”Yo, wis, aku cariin, tapi elo keluar kamar dulu,”
”Ngapain keluar...”
”Akunya mo keluar, Inoooo...lo mo liat gue bugil ya” teriak Ivo, dadanya bedegup kencang, karena terangsang kalimatnya sendiri.

Tak lama kemudian pintu kamar mandi terbuka, Ivo keluar dengan hanya berbalut handuk yang hanya menutup sebagian pantat dan dadanya saja, akibatnya buah dada putih halus yang montok itu menyembul. Handuk itu kekecilan, karena itu ia harus memeganginya dengan tangan kirinya, biar tak melorot. Tubuh Ivo masih mengkilat karena air yang masih melekat. Ivo sedikit terkejut karena Ino ternyata hanya berdiri di dekat pintu masuk kamar, tapi tidak keluar beneran dari kamar. Otomatis mata Ino menikmati tubuh montok nan mulus rekannya itu.
”Yeee... dimintai tolong keluar malah melotot gitu...” Ivo pura-pura marah. Karena sebenarnya ia cukup tertegun melihat dada bidang nan keras milik Ino, yang tadi sempat menekan tokednya.
”Hehehe, maaf Cyin...” ujar Ino cengengesan. Nafas Ino tersentak dan jantungnya berdegub lebihkeras. Setan dan iblis menari-nari lagi.
”Ayo, No kapan lagi... ini kesempatan, lagian Ivo, sepertinya tak akan menolak...” rayu setan dan iblis bergantian.
”Nih, handuknya...”
Ivo menjulurkan tangannya, tadinya ia ingin melemparkan handuk itu ke kasurnya saja, tapi entah kenapa, ia urungkan niatnya itu. Ino mendekat, menuju tubuh basah itu. Setan dan iblis kembali berlonjak-lonjak...”ayo Ino, hajar...” teriak mereka ramai-ramai. Ino bergerak mengambil handuk itu, jarak semakin dekat, hanya satu lengan saja. Ino gemetar menahan nafsunya. Karena semua semakin terbuka lebar, tanpa ada penghalang lagi. Ia mengambil handuk itu, perlahan. Sementara Ivo, dalam keinginannya dan empatinya merasakan sesuatu merasuk di dadanya, di dalam kamar mandi tadi ia sempat berkhayal dicumbui oleh rekannya itu, yang membuatnya horny sendiri. Dan Ino, kini berada dihadapannya dengan telanjang dada dan dia sendiri, tubuhnya hanya tertutup handuk belaka!!.

”No...Vo” mereka berbarengan memanggil nama masig-masing.

Ino mendekatkan tubuhnya. Handuk untuk Ino masih dalam genggaman mereka berdua, belum terlepaskan. Ivo tak berusaha untuk mundur. Situasi yang ’sesuatu banget”. Entah kenapa Ivo menginginkan sesuatu yang sulit ia ungkapkan. Hanya dengan satu tindakan saja, semua bisa berubah arah menjadi sebuah amukan asmara yang panas dan gila. Ino pun dalam hormatnya kepada Ivo, dan keraguan tindaknya mengharapkan juga sesuatu yang tak terungkapkan pula. Detik berikutnya, Ino menundukkan kepalanya mencoba menggapai bibir Ivo. Ivo sadar dan mengetahui itu, ia pun dapat mengira arah semua gerak Ino, ia tidak membantah atau menolak. Rupaya setan sudah memenangi dirinya. Gejolak di dadanya hanya dibatasi handuk yang memilit tubuh gemetar menahan gairah itu belaka.

Ino pun mulai buta, mungkin hasratnya itu tumbuh karena dia merasa mereka sama dalam kondisi ”ditinggalkan”. Ego kelelakiannya memuncak, ia melupakan dahsyatnya percintaan semalam bersama Indri. Di matanya saat ini, ada wanita dewasa bertubuh putih montok mulus, yang juga menginginkannya juga. Bibir Ino semakin mendekat, ke wajah Ivo, namun sesaat bibir itu tiba-tiba berbelok ke arah telinga kanan Ivo. Ia membisikan sesuatu.

”Kamu tau akhir semua ini akan kemana Vo?” tanyanya menyakinkan diri. Ia tak mau menyakiti teman yang sudah hampir tiga tahun ini menjadikan dirinya sebagai tumpahan keluh kesahnya itu. Ivo tak menjawab. Ino menyimpulkan itu berarti ”ya”. Maka, perlahan tapi pasti Ino menempelkan pipi kirinya ke pipi kanan Ivo, bergerak halus menyusuri sebelum akhirnya berhenti di tepi bibir Ivo. Ivo menahan nafas, matanya terpejam. Menikmati gesekan pipi dan ujung sisi bibir Ino di pipinya. Ia tegang sekali, laksana kali pertama ia menerima kecupan dari seorang laki-laki. Ia sedikit tersengal. Ia sendiri sudah sangat ingin merasakan bibir gagah Ino menyentuh bibirnya, hanya rasa ”tengsin” sedikit saja yang tersisa, yang membuatnya tidak menarik Ino, dan menghisapi bibir rekan kerjanya itu.

Sesaat kemudian, dengan penuh perasaan Ino mengecup bibir itu pelan sekali, penuh rasa hormat. Bibir itu kenyal lembut. Halus sekali. Sedikit berbeda dengan bibir Indri. Ino melepaskan kecupan ringkas itu. Menarik kepalanya sedikit memastikan Ivo telah menerimanya. Satu kecupan lembut lagi ia daratkan di bibir bawah Ivo. Ivo bagaikan melayang....semua terjadi. Aroma orange blossom menjadi kipas yang membuat api asmara terlarang ini semakin membesar tak tertahan dan membesar...

Rasa tengsin Ivo tiba-tiba lenyap seketika di akhir kecupan ketiga Ino. Ivo mulai berani membalas, meski dengan irama yang masih lambat dan teratur. Mereka menikmati kecupan yang mulai berubah perlahan menjadi sedotan dan hisapan itu. Bibir Ino bagaikan ditarik masuk kedalam lipatan bibir Ivo, kala wanita itu menghisap bibirnya. Mereka berpagutan tiada henti, melepaskan semua hasrat terpendam yang selama ini mereka tahan dan malu untuk diakui. Semua bebas dan lepas, termasuk gengaman handuk di tangan Ivo, sementara handuk di tubuh Ivo semakin sulit dijaganya. Karena tangannya sudah tak tahan ingin memegang lengan keras dan pipi Ino.

Pilihan yang sulit, jika ia melepas handuknya maka ia akan segera bugil di hadapan Ino. Ah...Ivo tak perduli... ia lepaskan tangannya pada handuknya.... Tangan Ivo bergerak meraih tubuh telanjang itu, merapatkan tubuhnya. Ino mendengus, saat tubuh mereka berdekapan, lidah dan bibir mereka berpilin. Saling jilat dan hisap. Nafas mereka mulai tersengal karena hisapan tiada henti dan berganti-ganti itu. Toked Ivo kembali bersentuhan dengan dada keras Ivo, kali ini tanpa penghalang apapun! puting toked Ivo segera mengeras akibat bergesekan dengan dada Ino. Nafsu itu mulai menggelung syaraf dan pembuluh darahnya.

Ino masih sabar memainkan bibir dan lidahnya pada bibir Ivo. Ia begitu menikmatinya. Ino belum berniat memindahkan bibirnya ke area tubuh lain milik Ivo. Baginya bibir itu memberikan sensasi tersendiri, tidak tipis, tidak pula terlalu tebal. Hangat dan lincah. Hanya tangannya mulai bergerak, turun dan mengusapi dan meremas pantat kejal Ivo. Di lain pihak, beda halnya dengan Ivo, ia sudah sangat ingin bibir Ino menjelajahi tubuh halusnya. Tubuh halus nan mulus yang selalu dirawat di spa terbaik di kotanya itu, begitu haus sentuhan tangan dan bibir laki-laki. Ivo menginginkannya, namun ia masih ragu meminta. Bagaimanapun ia masih bisa menjaga untuk tidak mengemis pada Ino.

Namun demikian Ivo tak tahan, untuk menyamakan skor, tubuh Ino harus bugil juga pikirnya. Maka tangannya pun bergerak menuju gesper dan melepasi kaitan celana kerja Ino, karena kainnya berbahan katun mudah saja celana itu melongsor dari pinggang Ino. Tinggal cd ala boxer milik Ino yang menggantung disana, dengan tak sabar Ivo pun melorotkannya, sembari menurunkan cd Ino dengan tangannya Ivo menciumi dada dan perut Ivo, sampai akhrinya ia berhenti tepat di depan kontol Ino, yang mulai begerak-gerak naik.
”Ouhnnn No,” ujarnya pelan begitu melihat barang milik berharga lelaki itu. Sudah lama ia tak melihat benda semacam itu. Tak sabar ia memegang dan meremas kontol Ino, Ino tergial.
”Aku kangen dengan benda ini, No” desis Ivo. Sesaat ia ingin mengulum benda itu, tapi Ivo menarik tubuh Ivo ke atas, mengurungkan niat Ivo. Kembali, mereka berciuman dahsyat. Hisapan Ino dan Ivo bagai vacuum penyedot debu. Hanya kepandaian mereka memainkan irama dan nafas yang menjadikan ciuman itu berayum lembut. Sesekali Ino menggerakan bibirnya melumati leher dan pundak Ivo.

Entah siapa yang bergerak duluan, mereka kini bergulingan di atas kasur Ivo. Ino berusaha mengecupi dan menghisapi buah dada Ivo yang membusung. Sementara tangannya bergerilya menyusuri toked, perut dan mengusap pantat montok itu. Ivo menggeliat kesana kemari. Permainan yang tak direncanakan ini, memabukkannya. Ia lupa masih isteri sah suaminya, Sundono.
”Auch,,,,” teriaknya tertahan kala jari Ino menyentuh klitorisnya dan lidah Ino memilin puting susunya. Tak tahan lagi, Ivo meremasi lagi kontol Ino, Posisinya yang berada di bawah memudahkannya meraih kontol itu, sembari menikmati hisapan dan jilatan lidah dan usapan tangan Ino di setiap bagian tubuhnya. Bagi Ino semua itu indah. Tak lupa keinginannya untuk menggigit lengan putih Ivo ia lampiaskan. Ivo tergial...
”Hadueh....emms” desahnya.
”No, gak usah lama-lama, aku sudah gak tahan...” rintih Ivo.

Ino tersenyum, wanita ini memang sudah benar-benar kehausan. Sementara api nafsunya sudah sangat membara. Ino harus bertanggung jawab mematikan api itu dengan air suci dari kontolnya...
”Kamu memang siap dan rela, Vo” pertanyaan konyol Ino di telinga Ivo
”Inooo...kamu gila, aku sudah begini masih ditanya...”
Ivo mendorong tubuh Ino, sehingga tubuh itu terlentang. Ino terkejut mengira Ivo marah, namun sedetik kemudian, ia sudah ditindih tubuh hangat nan mulus itu. Sejenak kemudian ia merasakan lembut jemari Ivo sudah kembali membelai kontolnya, dan entah bagaiaman Ivo sudah memposisikan dirinya mengangkangi Ino. Kepala kontol Ino yang sudah mengeras itu, diarahkannya ke mulut memeknya.

”Kamu emang sudah gak tahan ya, Vo” ledeknya. Ivo terkekeh
”Kepalang basah No, kamu suka juga kan,...” jawab Ivo penuh nafsu.

Lalu perlahan tapi pasti ia mulai menekan memeknya ke bawah, mencoba agar kontol Ivo membelah dan membobol memeknya. Agak sulit, walaupun memek Ivo sudah basah sekali. Sesaat sebelum memek Ivo menelan kontol keras Ino, tiba-tiba saja, entah apa sebabnya, tiang besi untuk gantungan jaket di sisi ranjang terjatuh. Hempasannya menimpa meja hias Ivo yang berada diujung kaki ranjangnya.
”Pranggg,,,,,,” kaca meja itu berantakan. Sontak sejoli yang tengah mabuk bercinta itu, terlonjak kaget dan menghentikan ”kegiatan” mereka. Mereka saling memandang, entah kenapa ada perasaan apa, dengan tiba-tiba mereka menjadi ragu untuk melanjutkan kenikmatan ragawi ini. Mereka tertegun sesaat. Kepala kontol Ino masih dan hanya menempel di mulut memek Ivo. Kekagetan itu sentak membuat kontol Ino melemah dan di saat bersamaan tensi nafsu Ivo menurut cepat.

”No, aku memang memang menginginkannya, tapi ini gila ya....”
”Gak papa Vo, mungkin kita belum saatnya...iya kita memang gila” mereka tertawa.
”Kamu gak marah kan?” tanya Ivo, di bawahnya, kontol Ino mulai melemah.
”Gak lah, Vo... kamar dan ranjangmu mungkin belum siap ya, melihat tubuh pemiliknya ditiduri lelaki yang belum mereka kenal,” selorohnya, mereka tertawa lagi.
”Iya kali ya... harusnya minta izin dulu...Makasih, No, kamu memang temen gua yang paling paham...” Ivo membanting tubuhnya ke samping Ino. Dadanya turun naik. Ino menyaksikan tubuh mulus itu, penuh nafsu. Ia ingin menghajar tubuh itu, tapi rasa hormat dan kedewasaannya menahannya. Lagian kalo dia memaksa, statusnya menjadi perkosaan dong....Setan yang sedari tadi sudah menabuh genderang dan menari-nari bubar dengan sendirinya.
”Yang gua takut, elo nya yang nanggung,” Ino tulus menyelidik.
”Gak, ah....iya sih...” jawab Ivo lemes, ia menarik bed covernya, menutup tubuh telanjangnya.
”Tapi, Vo, paling gak kita sudah tahu satu sama lain kan?” ujar Ino sambil menarik handuknya tadi menutupi bagian bawah tubuhnya. Kontolnya sudah kembali lembek.
”Ya, paling gak itu....” balas Ivo tersenyum. Terus terang ia cukup senang, ternyata keinginannya ternyata sama dengan yang dirasakan oleh Ino. Selama ini memang Ino, cukup bisa menahan diri untuk memasuki alam liarnya menjadi nyata. Ino memang menjadi objek hayalannya. Wajar sih, bagi perempuan manapun yang pernah merasakan memeknya dimasuki kontol, pastinya merindukan untuk mengulangi dan merasakan lagi benda kejal keras itu. Berpetualang dengan Ino, bagi Ivo merupakan kenyamanan tersendiri tanpa harus takut dengan rasa was-was dan tuntutan berlebihan. Dan entah kenapa ia yakin Ivo mampu membuatnya melayang jauh menembus awan orgasme tingkat tertinggi.

Kini, mereka berdua terdiam, berpikir bahwa masih ada harapan ke depan, bagi mereka untuk menuntaskan gairah duniawi itu. Mereka tertawa lagi, merasakan suatu, ya cukup aneh dan lucu, mereka bisa menahan diri, sementara kenikmatan itu sudah mereka rasakan sebegitu sudah jauhnya. Dalam keheningan itu, tiba-tiba dering ponsel Ivo berbunyi,
”Iya, Jok, ada apa?...apa?, dipercepat? jam berapa..jam satu, ya ampun....” Ivo segera mematikan ponselnya dan terlonjak.
”Pesawat kita dipercepat satu jam No....”
”Gila...berarti satu jam lagi dong.” jawab Ino. Lalu bagai kesetanan tanpa diperintah, mereka berhamburan ke kamar mandi (masing-masing). Ada untungnya tiang gantungan baju tadi terjatuh, kalau tidak mereka bisa terlambat. Lima belas menit kemudian mereka sudah meluncur ke rumah Ino. Ivo sendiri memakai make up di dalam mobil Ino. Tepat pukul 12.50. Mereka sampai di Bandara. Panggilan penumpang menuju Bandung pun terdengar.

.............................

Kaki Ino baru saja masuk di gedung Bandara HS, Bandung, ketika ponselnya berdering. Sebuah SMS masuk...
”Kakak, ke Bandung gak bilang-bilang....” rangkaian kalimat isi SMS itu. Ino kaget, ini SMS dari Yuyun. Yuyun memang sudah selesai magang di kantornya, sekitar sebulan lalu. Sejak pergumulan terakhir mereka di kontrakan Yuyun, seminggu sebelum Indri tiba dari Belanda , mereka memang belum juga melakukan komunikasi. Yuyun dan Ino memang sudah sepakat, hubungan mereka tak lebih dari sekedar hubungan singkat, tanpa tuntuan apa-apa. Ino sendiri agak menyesal, Yuyun begitu tulus melepas barang paling berharga miliknya untuk ia nikmati. Gadis manis itu, sebenarnya memiliki aura tersendiri, selain memiliki perawakan indah, ia rajin dan pintar. Ino yakin Yuyun bakal sukses meraih cita-citanya.

”Aduh maaf Yun, eh kamu tau dari mana Kakak ke Bandung,” Ino membalas SMS Yuyun. Ia sudah berada di ruang tunggu di bagage claim, yang semakin penuh oleh penumpang.
”Yeee... ada deh, pokoknya.” bales Yuyun
”Ya deh maaf, gak bilang-bilang, soalnya mendadak,”
”oooo... iya ini Yuyun lagi kantor Kakak..”
”Ngapain?”
”Nganterin laporan, sekaligus mo minta rekomendasi, Yuyun diterima magang lagi di Jepang, jadi butuh rekomendasi dari tempat magang di kantor Kakak juga...”
”Haduh selamat deh Yun, bener kan kata Kakak, kamu itu pinter...”
”Hehehehe....” bales Yuyun, sambil tersenyum.
”Kakak kalo ke Bandung sempatkan maen ke Sor**g dong, disana ada Kakak-ku. Ntar aku kontak dia” SSM Yuyun lagi.
”Gak janji ya, ntar kalo sempet, oke ntar kita ngobrol lagi ya” Bales Ino, Ia memasukan ponselnya ke saku celananya, dan segera menyambar kopernya yang diantarkan oleh Andi, staf tim A yang ikut ke Bandung. Mereka menuju parkiran, disana sudah menunggu dua orang satu cewek dan satu cowok, sepertinya staf kantor cabang di Kota Bandung.
”Pak Ino dan Ibu Ivone?” tanya mereka ramah. Ino dan Ivo mengangguk.
”Ya...”
”Kami yang menjemput Pak, silahkan Pak, ” mereka membuka pintu mobil, sekalian memindahkan koper kapi ke bagasi. Akhirnya mereka berenam melaju meninggalkan Bandara.
”Bapak, Ibu, menginapnya di mess kita saja kan? semua sudah disiapkan,” kata si cewek, yang dari name tagnya bernama Yulia.
”Iya, kantor pusat memerintahkan seperti itu juga kok,” sahut Ivo.

Kurang lebih setengah jam, mereka tiba di Mess. Waktu sudah menunjukkan pukul 3 sore lebih. Mess terlihat sepi, karena memang mess ini dipersiapkan untuk para tamu, atau pegawai pusat yang datang ke Bandung. Bangunan utama adalah gedung dua lantai, masing-masing lantai ada 10 kamar. Ada pula gedung tambahan, yang letaknya berhadapan dengan bangunan utama. Gedung ini hanya terdiri dari empat kamar khusus, yang diperuntukan bagi tamu atau para pejabat perusahaan,. Dua gedung ini dipisahkan oleh taman dan kolam yang cukup luas, sehingga aktivitas di gedung tambahan, selintas tak akan diketahui oleh orang yang menginap di gedung utama. Mess ini cukup enak ditinggali, selain hijau dan sejuk, jaraknya cukup jauh dari jalan besar, sehingga kalau ingin istirahat sangat cocok, jauh dari hiruk pikuk Kota Bandung.

Ino dan Ivo ditempatkan di gedung tambahan, kamar mereka bersebelahan, dan ada connecting doornya.
”hmmm....apa pula ini,” ujar Ino tersenyum, kontolnya berdenyut lagi, mengetahui dia dan Ivo di kamar bersebelahan dan ditempatkan terpisah dengan tim Joko, yang ditempatkan di gedung utama.
Ino melirik Ivo, mereka mengangkat alis berbarengan sambil tersenyum. Sebelum masuk ke kamar masing-masing, mereka diingatkan oleh timnya Joko, bahwa pertemuan dengan staf perusahaan akan dimulai jam 08.30 malam. Joko menambahkan, ia dan timnya akan segera tempat pertemuan untuk mensetting tempat dan bahan pertemuan. Ino setuju dan sepakat bertemu setengah jam sebelum pertemuan di mulai.
”selamat istirahat Pak, sampai nanti malam” ujar Joko, sembari meninggalkan kamar Ino.
”Makasih, Jok, oke sampe ketemua” balas Ino.

Selepas Joko pergi, ino langsung masuk kamar dan menghempaskan tubuhnya di ranjang. Kasurnya empuk, lembut dan pegasnya mantap.
”hmmm....mantap untuk,....” Ino membayangkan Ivo di bawah tubuhnya tergial-gial. Kontolnya berdenyut. Apalagi sepanjang perjalanan, di dalam pesawat, ia yang duduk bersebelahan dengan Ivo, harus mampu berjuang menahan rasa penasaran ’pergumulan yang terputus itu”. Sialnya, karena buru-buru mereka mendapatkan tempat duduk di kelas ekonomi, dan bersebelahan dengan tim Joko. Otomatis, mereka harus jaim sepanjang satu jam perjalanan itu. Satu jam dalam pesawat yang terasa lama menyiksa.

Di kamar sebelah, Ivo langsung melepasi kostumnya, meninggalkan cd dan bhnya saja. Tubuh itu memang mempesona, toked kencang bulat mulus, bokong tegas, menantang jemari laki-laki normal untuk meremasnya. Ivo menuju kamar mandi, membasuh mukanya dan membersihkan sisa make-up. Ia terlihat manis tanpa make-up. Bibir sedang itu merekah merah. Ia memandangi tubuhnya di depan cermin. Ia tersenyum, dadanya bergetar, teringat tadi bibirnya dihisap Ino. Ia ingin mengulanginya. Ia ingin meminta, tapi entah kenapa ia menjadi ragu dan malu, bak perawan di malam pertama perkawinannya. Ditengah kegalauannya ia melangkah menuju connecting door, dan membuka pintu itu. Pintu itu ternganga. Hanya bagian Ino, yang masih tertutup. Ia termangu ingin sekali mengetuk pintu itu.

Disebelah Ino, menekan nomor telefon, mencoba menghubungi Ivo. Dibanding Ivo, Ino, setelah kejadian itu justru semakin berani dan bernafsu menyetubuhi rekannya itu. Baginya, perempuan itu telah memberikan sinyal yang sangat luas dan besar untuk saling memberikan kenikmatan. Ia tak peduli itu hanya nafsunya. Toh, Ivo pun, sebenarnya juga menyalakan nafsunya sendiri. Wanita itu pun sudah ”rela” dinikmati oleh dirinya.
”gayung bersambut,,,,tunggu apalagi...” setan membisiki Ino.

”Ya, hallo.....” Ivo setengah terkejut mendengar dering telefon dan langsung mengangkatnya.
”Hallo....Vo, Ino nih...”
”Eh... ada apa boss” Ivo mencoba menahan dirinya ketika tahu telefon itu dari kamar sebelah, laki-laki yang kontolnya nyaris tertelan memeknya tadi siang.
”hmmm,.....” Ino terdiam sejenak, Ivo sabar menunggu, namun selintas ia mendengar dengus nafas tertahan dari seberang.
”Vo, mo jalan gak?” tiba-tiba kalimat itu yang keluar dari mulut Ino, padahal tadi ia sudah merencanakan untuk ke kamar Ivo, pura-pura menanyakan rencana pertemuan dengan staf perusahaan malam nanti. Ivo kecewa mendengar pertanyaan itu. Ia berharap Ino mengatakan sesuatu yang lebih ”penting”.
”Males, ah, cape. Aku mo tidur-tiduran saja,” jawabnya
”hmmm....beneran? sebenarnya aku juga males jalan,’ balas Ino.lalu ia terpikir sesuatu
”hmmm, Vo kamu bawa kopi luwak gak?” tambah Ino.
”Bawa. Mo aku anterin?” tawarnya. Tanpa menunggu persetujuan Ino lagi, Ivo menuju connecting door, dan mengetuk pintu itu. Ivo merasa ia punya kesempatan tanpa harus ”kehilangan muka” untuk membuka pintu itu. Di sebelah Ino terlonjak gembira. Ia membuka pintu itu. Ivo sudah berdiri dengan tangan memegang sebungkus kopi luwak sachet.

........................................

mohon komen dan ijo, sebagai penyemangat untuk menuliskan inspirasi
tengkyu
 
Ini Guru... lanjutannya...
........................................

30 menit kemudian...
Perlahan tapi pasti memek Ivo terbelah, dan mulai menelan dengan hangat dan kesat kontol Ino. Ino merasakan otot memek yang kejal, hangat dan basah. Sungguh nikmat. Memek ini memang masih "asli" hanya berapa kali saja –dalam setahun-- dilewati kontol suaminya, dan tentu saja jepitannya masih mantap, karena belum pernah melahirkan.
"Ohhhhhhh...". leguh Ivo matanya terpejam, bibir mengatup.... kepalanya mendongak.

Sementara Ino tergial geli di bawah hujaman Ivo. Satu hentak terakhir membuat kontol Ino tertelan habis. Jembi keriting indah milik Ivo bertemu dengan bulu kasar milik Ino. Ivo menghempaskan tangannya dan tubuhnya ke depan. Ia merasakan tubuhnya melayang.
Memeknya berkedut menjepit kontol Ivo. Ribuan keresahan dan rasa penasaran Ivo melayang jauh. Ivo ingin mengoyang panggulnya tapi Ivo merasa tak kuat, hanya beberapa kali menggoyang akhirnya ia memohon...
"Plis, No...aku sudah gak kuat..." suara lemah dan mata sayu itu membuat Ino merasa tertantang dan bangga.
Ia lalu membalik tubuh montok kencang itu, hingga Ivo terlentang, selintas Ino melihat toked rekannya itu membusung, sedetik kemudian ia membentangkan paha muluh itu. Mengarahkan kontolnya yang mengacung keras ke mulut memek yang sudah melelehkan cairan hangat. Ivo terdiam, jantung bedetak kencang, nafasnya seakan berhenti menanti, kontol Ivo yang berurat itu menembus memeknya. Terasa begitu lama penantian itu. Memeknya terasa semakin gatal, ingin digesek-gosok kontol Ino.
",,,,No," leguhnya sambil menarik pantat Ino. Ia benar-benar tak sabar, permainan yang terputus tadi siang, membuatnya gusar. Memeknya seakan selalu gatal dan basah, membuatnya resah. Sebaliknya Ino pun tak kalah penasarannya. Apalagi, saat ini, mereka sudah saling paham dan mengerti, tak ada halangan lagi. Tinggal mengarungi kenikmatan ini sepuasnya tanpa batas. Kenikmatan ragawai yang seakan-akan telah disetting sedemikian rupa oleh tangan-tangan tak terlihat. Ino tak mengerti dan tak mau mengerti, ia ikuti saja settingan itu.

Ino memompa dengan kecepatan datar, memainkan tusukan 9 pendek satu panjang. Dengan pola ini, membuat Ivo gila, karena ia merasa dipermainkan oleh Ino. Kontol itu seakan-akan hanya menggesek mulut depan memeknya saja. Kenikmatan itu mengayun-ayun. Namun karena ia memang sudah sangat ingin dimasuki, perlahan tapi pasti kenikmatan itu menggumpal, apalagi ayunan teratur pendek-pendek pajang itu membuatnya kehausan menanti tusukan panjang kontol Ino datang lagi.

"ouhhh,,,akhsss...hfssss...." Ivo tergial, kala kontol itu menembus pajang hingga ke pangkal bijinya. Dan lagi ia harus menunggu tusukan pendek 9 kali sebelum tusukan panjang ya ia tunggu-tunggu menikam habis lubang memeknya. Memek itu berkedut.

"Ayohhhhh...No...ehmmmmsss..." Ivo kembali meleguh.
"emhsnnn, auch...akh.." Ivo mulai meracau, tubuhnya seakan mengiggil menerima hentakan kontol berayun lembut itu. Dalam kondisi normal mungkin hentakan itu mungkin biasa saja, tapi memeknya sudah lama tak dilintasi kontol, sehingga sedikit saja gesekan membuat Ivo meregang. Memek semakin basah.

"Sabar, manis...." ujar Ino yang memanggil Ivo dengan sebutan Manis.

Ivo tersenyum disela-sela helaahan nafasnya yang tertahan. Sudah lebih dari 10 kali pola 9 pendek satu pajang itu dimainkan Ino. Ivo sepertinya sudah tak tahan lagi. Gelombang kenikmatan menembus batas kenikmatan yang mampu ia tahan. Ia memekik kecang, tubuhnya mengejang, nafasnya tertahan. Ivo orgasme vaginal yang pertama. Tadi ia sudah mengalami orgasme klitoral yang dahsyat, kala Ivo memainkan lidahnya di memeknya dan mejilati, mengulum dan menghisap klitorisnya. Ino membiarkan jiwa dan raga rekan kerjanya itu menikmati pelepasan dahaga nafsu seksualnya itu. Memek Ivo berkedut-kedut, sehingga terasa menggigit kontol Ino. Perempuan itu sudah bersimbah keringat, membuat tubuhnya mengkilat indah. Matanya semakin sayu. Ia terlihat lelah. Nafsunya yang membucah tadi telah pecah berkeping-keping, kepuasan klitoral dan vaginal tadi membuatnya benar-benar lelah. Penantian panjang 11 bulan sejak terakhir kontol suaminya memasukinya, terbayarkan.

"Manis..." desah Ino, diteliga Ivo. Kontol kerasnya masih terdiam di dalam liang surgawi Ivo.
"Ya, gagahku..." Ivo tertawa kecil memanggil Ino gagah. Ino ikut tertawa.
"Kenapa? Suka digagahi ya," Ino menjerit, karena pinggangnya dicubit Ivo.
"yee...gitu aja geli,"
"Kan udah dibilang...ihhh" Ino tergial-gial karena Ivo terus menggelitik pigangnya, kontolnya nyaris lepas dari lubang memek itu. Ivo kegelian sendiri karena gesekan itu. Memeknya menjadi sangat sensitif.
"Ihhh, udahan dong, geliiii. Gua perkosa juga nih," ancam Ino.
"terus kita ini lagi ngapain dong....hihihi,,," Ivo tertawa geli. Mereka berderai. Ino merasakan jepitan memek Ivo menguat saat tertawa.
"lagi ngentot....hahahaha." mereka berderai lagi.
"udah ah, ketawa terus, masih mau gak neh?" Ino mendengus
"yee...masih lah... enak soalnya..." Ivo malu-malu berujar. Ia memang harus jujur, kontol Ino memang mampu membuatnya tersengal-sengal. Padahal Ino belum mengeluarkan semua kemampuannya. Pantes saja Indri, begitu bahagia pikirnya.

"Ayoh, Gagah, gagahin aku lagi..." Ivo merayu
"Kenapa manis, kontolku enak ya?" jawab Ino

Ivo tak menjawab, sebagai gantinya ia meraih kepala Ino, dan segera melahap bibir Ino, mereka saling hisap dan memilin lidah mereka. Ivo sudah mendapatkan kembali gairahnya. Ia ingin mendapatkan orgasme lagi. Memeknya berusaha memijat kontol keras yang masih nyaman bersemayam tanpa bergerak sedikitpun. Namun klitoris Ivo tergesek pangkal kontol Ino. Membuat ia meliuk keenakan..
"ehmmm..." leguhnya ditengah hisapan bibir Ino. Sementara ia merasakan tangan Ino mengusap-usap dadanya yang sudah mengeras lagi putingnya. Ia memindahkan mulutna mengecup lembut puting itu, sejenak kemudian kecupan itu berubah jilatan dan hisapan, membuat Ivo menggeliat kegelian
"ouchhh, No...." desah Ivo. Tangannya merengku pantat Ino, menekan jari-jarinya disana. Ino mengangkat pantatnya, yang otomatis mengeluarkan kontolnya dari lubang memek Ivo.
"ihhh,,,," Ivo mendesis kegelian di atas ranjang kamar Ivo.

.......... bersambung....
 
terima kasih masukan dan semangatnya...
siap dilanjutkan... sekarang lagi hunting di Bandung...
 
Lagi enak" :konak: eh ada iklan kopi luwak N̲̅ÿ̲̣̣̣̥ª. Jadi. :ngupil: dulu deh ane. :D V good cerita N̲̅ÿ̲̣̣̣̥ª. Lancrotkan suhuuu ditunggu lanjutan nya
 
mantaab suhu...
ditunggu lanjutannya...
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd