Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

FANTASY Innocent Seductress

Mari kita lanjutkan pengalaman Cindy dalam menjadi binal. Selamat membaca tulisan ini..


Cerita sebelumnya,
“Cklekkk…” secepat kilat aku menutupkan dan mengunci pintu kamarku , aku bersandar pada daun pintu kamarku yang terkunci rapat, jantungku berdetak dengan kencang “dig dugg.diggg duggg diggg dugggg…” Perlahan-lahan tubuhku merosot turun, aku meringkuk sambil memeluk kedua lututku. Aku benar-benar ketakutan dengan apa yang baru saja kulakukan bersama seorang tukang ojek yang tentu saja statusnya jauh sekali dibawahku. Sayup-sayup aku mendengar suara seseorang membuka dan menutupkan pintu pagar rumahku.


Third Ecounter: Joystick and Arousing Slimey


Cindy

Satu hari dapat kulewati, dua hari, tiga hari, empat hari, lima hari, enam hari, tujuh hari berhasil kuredam gairah ini, kepalaku sering terasa pening dengan detak jantung yang tidak beraturan, aku juga terus menolak keinginan Mang Udin namun tekad mang Udin seakan tidak pernah merasa habis untuk mengajakku kembali menikmati sebuah sensasi kemesuman, hampir setiap hari ia membisikiku dengan kata-kata cabul dan menatapku dengan tatapan mesumnya, disaatku pulang sekolah ia sering sengaja pura-pura membetulkan celana tepat di batang kemaluannya dari kejauhan sambil melihat kearahku, ia terus mengincarku dan mencari-cari kesempatan.

Seperti yang terjadi hari Sabtu itu, di sebuah tempat yang sepi, saat aku berjalan pulang setelah berkegiatan ekskul karena papahku ternyata tidak bisa menjemput sesuai janjinya, tiba-tiba mang Udin sengaja mencegatku dengan motornya hingga aku terpojok, aku tercekat, aku menelan ludah. Dari atas jok motornya mang Udin mengeluarkan sesuatu, benda itu seharusnya tidak boleh terlihat di tempat terbuka yang sangat riskan bagiku dan dirinya, ahhh, benda itu begitu besar dan panjang, jantungku berdetak kencang sambil menatap batangan di selangkangan Mang Udin .

“Mang Udin , apa-apaan sihh…!!, nanti ada yang liatt gimana…!!” ucapku gugup dan menahan marah karena tindakannya sudah keterlaluan.

“tolong mamang neng, rasanya kepala Mang Udin sudah mau pecah…, Kepala ini rasanya pusing sekali neng…, ayo Naik neng….” katanya sambil mengocok-ngocok batang penisnya.

Karena aku tetap terdiam, Ia segera turun dari atas jok motornya dengan kontolnya yang tetap menggantung bebas dan memaksaku untuk naik ke atas motornya untuk mengantarku pulang. Ditariknya kedua tanganku ke depan, tentunya bukan untuk berpegangan, tapi untuk memain-mainkan batang penisnya. Di atas motor, dengan tanganku menggenggam penisnya, aku termenung, aku sering mengalami gejala yang sama dengan Mang Udin , kepala pusing seperti mau pecah, gelisah, resah, seolah-olah ingin berteriak keras-keras untuk melepaskan semua beban berat yang menggunung didadaku, motor mang Udin melaju dengan cepat kemudian berhenti di depan rumahku, dengan cepat ku lepas genggaman kedua tanganku pada penisnya.

“turun Neng.. “ dia menyuruhku turun dari motornya.

“tapi mang…, “ aku masih berusaha menolak ajakannya.

“tolong neng…, sekali ini sajaaa, mamang benar-benar sudah nggak tahan..” paksanya.

Mang Udin memohon kepadaku dengan tatapan mata yang memelas, aku menundukkan wajahku dalam-dalam, tak tahu harus bagaimana. Setelah merantai roda belakang pada pohon sebrang rumahku ia mengekoriku dari belakang hingga masuk ke dalam rumah dan mendorongku hingga terjengkang di atas kursi sofa panjang di ruang tamu. Ohhhh….ia memelorotkan celana pendek dan celana dalamnya sekaligus, dengan santai Mang Udin memperlihatkan batangnya untukku sambil menggoyang-goyangkannya, ia bahkan menawarkan untuk menyentuh benda itu kepadaku yang sedang menatap batang miliknya.



“penasaran mau megang ya neng??” tanyanya usil.

“ehh.., nggak usah mang…makasih.., “ aku berusaha menolak dengan ketus, tapi mataku tidak bisa berpaling dari kontolnya yang kini bergoyang naik turun dimainkan tangannya.

“ayooo, pegang.., nihhh kontol Mang Udin buat Neng Cindy…” mang Udin memajukan pinggulnya, sehingga kini penisnya makin dekat ke wajahku, sekilas aku bisa mencium bau khas penisnya.

“seremm mang..” aku bergidik melihat besar penisnya dan melihat ujung penisnya menggenang lendir.

“lho.., koq serem ?? “ kata mang Udin bingung.

“yaaa…,abis gede mang…takut megangnya… “ rajukku.

“yeee.., justru yang gede-gede yang mantap…ayoo dipegang…” katanya sambil tetap memaju-majukan penisnya hingga hampir mengenai wajah ku yang mulus.

Akhirnya dengan memberanikan diri kuulurkan tangan kananku untuk menyentuh batang panjang di selangkangan Mang Udin . Nafasnya semakin memburu saat telapak tanganku mengelus-ngelus batang kemaluan miliknya yang hangat berkedutan seperti hidup.

“dikocok neng… “ pinta mang Udin.

“glukk.. glukk ceglukkk…” Beberapa kali aku menelan ludah, kuberanikan diriku untuk menggenggam batangnya, saking besarnya, telapak tanganku tidak sanggup untuk menggenggam penuh batang besar itu, kuremas dan kutekan batangnya ke bawah kemudian kutarik batang mang Udin ke atas kemudian kutekan lagi, begitulah gerakan tanganku yang semakin lancar mengocok-ngocok batang kemaluan Mang Udin . Aroma khas itu semakin kuat tercium oleh hidungku, kuhirup dalam-dalam nafasku aroma itu. Anehh…rasa pusingku di kepalaku hilang, apakah mang Udin mengalami hal yang sama, terbebas dari rasa pusingnya.

“Masih pusing ga mang ??” tanyaku malu.

“Enggak…, kepala Mang Udin sudah agak baikan.., “ ucapnya tanpa melihatku.



Kami berpindah posisi, kini ia duduk bersandar dengan santai di sofa, kedua kakinya mengangkang lebar, sedangkan aku yang tadi duduk di sofa kini posisiku bersujud diantara kedua kakinya yang terbuka lebar, tangan kananku mengusap-ngusap lututnya kemudian merayapi paha Mang Udin. Kutatap dua buah zakarnya, ujung jari tangan kiriku menyentuh buah sebelah kiri, dengan menggunakan jari telunjuk dan jempol aku mencoba mencapit bola itu, ada sesuatu yang keras seperti biji salak.

“Auhhh…” mang Udin berteriak mengaduh.

“e-eh.., sakit ya mang ??“ tanyaku polos. Aku buru-buru melepaskan capitanku,rupanya aku terlalu keras mencapit bijinya.

“ngilu Cindy Sayanggg…” ujarnya sambil menjepit hidungku dengan jarinya.

aku hanya tersenyum sambil kemudian mencoba mengelus kepala kemaluannya, kugenggam dan kukocok-kocok batang kemaluan Mang Udin dengan agak kuat, ada lelehan cairan berwarna putih bening yang meleleh dari mulut penisnya.



"Mang Udin jorok, masa malah pipis?" Kataku sambil menyentuh cairan lendir putih bening tersebut dengan ujung jari telunjuk kananku. Mang Udin tidak menjawabku, ia hanya melihatku dengan gemas dan tak percaya sekaligus mupeng saat ku masukkan telunjukku yang berlumuran lendir precum nya kedalam mulutku. Tak ada rasanya, tapi baunya amis.

"Neng…langsung aja atuh dari kontol mang Udin, coba jilat ujung kontol Mang Udin, dijamin lebih enak." Sambil tangannya memegang bagian belakang kepalaku, memaksaku mencoba penisnya.

“degg..degg…..degg…degg…!!” Detakan jantungku semakin menghebat rasanya seperti ada yang menggedor-gedor dadaku dari dalam, aku memejamkan kedua mataku. Kurasakan ujung penis Mang Udin sudah menempel dibibirku, dengan tangannya dia mengarahkan ujung penisnya menggesek-gesek bibirku. Kini bibirku terasa licin terolesi lendir precum Mang Udin, bau penis dan precum semakin menyeruak ke hidungku. Tak cukup sampai disitu, kini tangan kirinya memegangi kepalaku, tangan kanannya menggesek-gesekkan dan menekan-nekan penisnya ke wajahku, kadang dia juga menampar-namparkan batang penis besarnya ke dahiku, hidungku, pipiku, daguku, dan tentu saja bibirku yang masih terkatup rapat. Tiba-tiba mang Udin berkata, "Halo neng Cindy yang cantik, kenalan dulu ya sama si Jagur, kontol mang Udin yang bakal bikin neng Cindy keenakan.!! Hak..hak..hak..hak…!!".

"Ih Mang Udin apaan sih…. Udah ah.. muka aku jadi bau nih gara-gara mang Udin." Kataku risih sambil memundurkan kepalaku ke belakang mencoba menghindari penisnya.

"Yeh…neng Cindy.. namanya juga kenalan, harus gitu neng…" balas mang Udin. Tangan kirinya memegang pundakku lalu turun meremas-remas payudara kananku, dan tangan kanannya mengelus-elus rambutku, lalu ikut merayap turun ke telingaku sambil menggelitik telingaku. Jempolnya bermain-main dibibirku yang sudah licin oleh lendirnya sendiri, lalu jempolnya menyeruak masuk mengolesi gigiku yang rapih.
Aku sudah terbakar oleh nafsu birahiku sendiri, kubuka cakupan gigiku, menyambut jempolnya yang belepotan lendir precum nya. Ku jilat, ku emuti jempolnya hingga bersih, ku mainkan jempolnya dengan lidahku seperti sedang mengemut lolipop. Merasa puas, kini jempolnya menahan gigi bawahku agar mulutku tetap terbuka, jari telunjuknya masuk ke dalam mulutku dan mencapit lidahku keluar dari mulutku.

"Tahan lidahnya neng." Katanya seraya mengarahkan kembali penisnya ke lidahku. Dioleskan-oleskan kepala penisnya ke lidahku, sambil mendorong-dorongkannya ke bibirku, menabrak gigiku dan bibir atas bagian dalam. Cukup lama mang Udin melakukannya, seperti hendak melegalkan kemenangannya menjadikan gadis muda Chinese sebagai alat pemuasnya.
Setelah puas, kedua pipiku ditekan oleh mang Udin agar membuka mulutku untuk memasukkan sosis besar yang terasa asin dan berbau amis itu. Dengan sedikit kesulitan ku buka mulutku lebar-lebar rahangku untuk menerima penisnya. Kututupkan mulutku saat benda itu sudah di dalam, bibirku gemetar saat menjepit batang Mang Udin. Untuk beberapa saat aku hanya terdiam dengan sebatang penis besar yang tertancap di dalam mulutku, kurang lebih 5 menit kemudian kugunakan ujung lidahku untuk mengail-ngail ujung penis Mang Udin. Ada sebuah sensasi tersendiri saat aku mendengar suara desahan dan erangan Mang Udin , aku semakin sering mengail ujung penisnya dengan lidahku.

“emmmhh…nyemmmmhhh..ceepkkk…ceeppkkk .. mmmhhhh…”

Kuhisap-hisap batang mang Udin , lidahku semakin berani bergerak memutari kepala penisnya yang berendam air liur di dalam mulutku. Aroma khas itu semakin mengasikkan untukku, bau alat kelamin mang Udin membuatku semakin lupa diri, melupakan siapa aku, siapa dia, pokoknya melupakan segalanya.

“hisappp terusss, yang kuat…arrrgghh..Cindyyyyy…” erangnya keenakan. Aku tidak mempedulikan saat ia menjambak rambutku, yang ada hanyalah nafsu untuk menghisap kuat-kuat batang besar itu, kuhisap kuat-kuat hingga Mang Udin mengerang keenakan. Tiba-tiba mang Udin menggenjot mulutku, dia memompa penisnya dalam-dalam sampai menyodok-nyodok tenggorokanku, aku mencengkeram pahanya, berharap mang Udin melepaskan penisnya dari mulutku, tapi benda besar dan panjang itu malah berkedutan di dalam mulutku, aihh..??

"Crrttt…..crrttt….crttt!!!! Enak neng Cindy arrrgghhhhh……." Mang Udin mengejang memuntahkan seluruh pejunya dalm rongga mulutku. Apa ini? rasanya ada cairan panas yang mirip dengan jus lidah buaya mengisi rongga mulutku dan ada yang masuk ke tenggorokanku, lalu berangsur-angsur batang besar itu mengkerut dan terkulai lemah dalam mulutku.

“ploooppp…..glek…glekkk…uhukk.. uhuekkkk…., uhukkkkk…, uhukkk, huekkk…” penis mang Udin terlepas dari mulutku, aku terbatuk sambil memuntahkan cairan mani Mang Udin yang tersisa di mulutku, karena lebih banyak yang masuk ke tenggorokanku. Ia tersenyum lebar, terlihat puas sekali setelah berhasil membuat seorang gadis chinese yang cantik menekan pejunya. Mang Udin menyelipkan tangannya ke ketiak ku lalu meraih tubuhku untuk duduk di atas pangkuannya dalam posisi saling berhadapan. Jarinya menyeka lelehan sperma di bibir dan daguku, cairan sperma yang bau dan kental itu menempel di jari telunjuknya.

“duh neng Cindy, ckckck, sampe belepotan gini…, nih aaaaaaa…” Aku menggelengkan kepalaku ke kanan dan kiri saat jarinya yang berlumuran sperma mengejar mulutku. Kugelengkan kepalaku sambil kembali terbatuk dan berdehem, ia ingin agar aku menjilati sisa sperma yang menempel di jari telunjuknya.

“nggak mau ah, eneg, amis pula Mang!” tolakku.

“bukan eneg, Neng Cindy belum biasa aja nelen peju mamang, tar kalau sudah biasa juga malah ketagihan loh…,” bujuknya.

“idih.. boro-boro ketagihan.., jijik yang ada Mang.…” ujarku bersikeras menolak. Tapi apa dayaku, tangannya menekan kedua pipiku agar mulutku terbuka.

"Aw…aw….awww…mmmmmmhhhhh cpokk…cpokk…" jarinya masuk ke dalam mulutku, terpaksa ku kulum jarinya yang berlumuran peju. Dirasa bersih, aku mengeluarkan jarinya.
 
Halo suhu semprot, kali ini ada sedikit cerita dari Selina, mamah Cindy yang akan dibagikan. Selamat membaca tulisan!

Selina Side Story

Yah, kalian sudah kenal Cindy anak bungsuku yang cantik dan seksi yang kini sudah mengenal dan merasakan Peju pria dewasa. Tenang, aku ini mamahnya, gerak-geriknya selalu ada dalam pantauan ku, diam-diam aku juga memasang cctv tersembunyi di setiap sudut rumah, sehingga aku bisa melihat apa saja yang anakku lakukan bila aku pergi. Apakah aku marah? Tentu tidak, justru malah senang Cindy bisa mengenal Penis tanpa harus kuarahkan seperti kakaknya dulu. Hihihi.
Pastinya Cindy sudah menceritakan sedikit informasi tentang aku. Perkenalkan, namaku Selina, istri dari Antoni sekaligus Ibu dari 2 gadis cantik yang kini sudah beranjak dewasa. Seperti yang sudah diceritakan oleh Cindy bahwa latar belakangku yang seorang model dewasa, maka kalian sudah pasti menyangkakan bahwa hidupku tidak jauh dari hal-hal yang menyerempet selangkangan. Itu benar dan tentu aku tidak akan pernah menyangkalnya. Bagaimana tidak, diumurku yang masih 17 aku sudah menimang anak perempuan, gadis kecil malaikatku yang kucintai. Akan kuceritakan sedikit kisah hidupku pada cerita kali ini dan bagaimana caraku membesarkan Jevelyn, anak pertamaku di cerita lainnya

Kisah Masa Laluku



Aku anak semata wayang kedua orangtuaku, aku tumbuh dengan ekonomi yang termasuk berkelimpahan untuk ukuran sebuah kota kecil bernama Cirebon, menjadikan aku anak yang manja. Semua berubah saat aku menginjak smp, usaha toko ayahku bangkrut, ibuku yang seorang ibu rumah tangga tanpa pemasukan apapun membuat ekonomi keluarga ku hancur. Keadaan ini membuat kedua orangtuaku harus merelakan ku untuk dititipkan pada pamanku yang ekonominya mapan di Bandung. Aku yang masih SMP, ditambah gaya hidup manjaku sebelumnya membuatku menjadi anak yang cuma bisa merepotkan dimata pamanku. Walau pamanku kaya, tapi dia pelitnya luar biasa, "mau makan? Ngepel dulu lu, cuci baju gua juga, enak aja cuma numpang hidup di rumah gua, kalo bukan karena kakak gua itu ibu lu, mana mau gua Nerima lu disini!" Hardiknya keras saat ku ingin sarapan di pagi hari. Pamanku sendiri bernama Andre, memiliki keluarga yang lengkap, istrinya cantik dan anak laki-laki semata wayangnya yang masih berumur 10 tahun kala itu juga baik, bahkan sering ku ajak main dan ku ajari. Usahanya dibidang pemotretan juga maju


Menginjak SMA hidupku makin suram saat ku dengar kabar bahwa ayahku membunuh ibuku lalu ia sendiri bunuh diri karena merasa gagal mengembalikan keadaan ekonomi, yang ada malah menambah hutang. Saat itu aku mengurung diri meratapi nasibku hingga 3 hari lamanya. Aku sadar, aku tidak bisa terus begini, keluargaku boleh hancur, tapi aku tidak mau berlarut-larut dalam kesedihan ini. Entah kenapa pamanku yang edan itu tidak bereaksi saat aku mengurung diri di kamar, dia tidak memarahiku karena tidak bekerja, tapi juga tidak mengkhawatirkan aku. Positif thinking ku dia memahami kesedihanku, yang aku tidak tahu saat itu, bahwa dia selalu melihat gerak-gerikku melalui cctv tersembunyi di kamarku, jadi dia tahu pasti bahwa aku tidak bunuh diri. Ternyata dia memang edan, berarti selama aku tinggal dia selalu melihat apa yang aku lakukan di dalam kamarku, aku tidak punya privasi!


Saat akhirnya aku keluar kamar, pamanku tiba-tiba memanggilku, dengan suara lantangnya.


"Lina, sini!" Serunya memanggilku.


"Duduk disana lu." Lanjutnya sambil menunjuk sofa didepannya karena melihatku hanya berdiri mematung didepannya.


"Sekarang lu mau gimana? Lu punya orangtua udah mati, baba lu ****** pake bunuh Cici gua lagi." Kulihat kesedihan dibalik kata-katanya yang terkesan tidak berperikemanusiaan.


"Maafin baba aku om Andre. Lina juga bingung mau gimana lagi sekarang. Menurut om Andre aku mesti gimana?" Mataku kini berkaca-kaca.


"Lu udah gede, udah SMA, mikirlah sendiri pake otak. Masa gua harus ikut mikirin juga, ****** lu ya, hidup lu gua juga yang harus ikut mikirin." Ucapnya dingin.


Bibiku muncul dari kamarnya, dia sudah rapih dan cantik siap mengantar Fendo sekolah ke SMP barunya.


"Pah, ayo berangkat, udah siap nih." Ajak Bibi Christin.


"Sayang berangkat duluan aja ya, gua mau ngobrol empat mata ma ni anak dulu. Nanti langsung nyusul ke kantor" Balasnya pada istrinya.


"Oh yaudah kalo gitu. Jangan keras-keras sama Lina ya" Ujarnya singkat sedikit menasihati suaminya.


"Lina, semangat ya!" Bibi memberi gestur tangan semangat sambil tersenyum. Sedikit membuatku menjadi lebih kuat. Akhirnya bibi dan Fendo pergi duluan.

Pamanku berjalan mengiringi kepergian istri dan anaknya yang pergi menggunakan mobil dan menutup pintu pagar rumah. Sedangkan aku masih terduduk diam. Pamanku kembali duduk didepanku, menghempaskan pantatnya dengan cepat.


"Jadi, gimana? Lu belum mikir kedepannya mau gimana? Masa lu mau seumur hidup numpang di rumah gua? Ngerepotin orang lain?" Kata-katanya memang pedas, tapi membuatku berpikir realistis.


"Gini aja, lu mau ga jadi model? Gua liat-liat bodi lu bagus, pasti laku nih jadi model." Ucapnya tanpa tedeng aling.



Kata-kata pamanku membuat ku takut. Reflek aku tertunduk dan memeluk dadaku sendiri. Aku sadar bahwa memang payudaraku tergolong besar untuk gadis seusiaku, anugerah yang diturunkan oleh ibuku ini memang kadang membuatku risih, tapi juga suatu kebanggaan tersendiri karena menjadikanku objek perhatian lebih dari laki-laki di sekolahku dibanding teman-teman Perempuanku yang lain.


"Maksud om gimana?" Kataku lirih menahan tangis yang ku tak bisa tahan.


"Eh emang ni anak ****** kaya babanya. Lu pikir gua mau jual lu apa!? Pake mau nangis segala lagi!" Hardiknya keras melihatku yang sudah sesenggukan sambil menghapus air mataku yang sudah mulai jatuh.


"Gua kan usahanya poto-poto. Kalo lu mau dapet duit dari bodi bagus lu itu gua bisa bantu kenalin ke temen gua biar lu bisa jadi model terus bisa dapet duit dari kerja lu sendiri." Ujarnya melunak melihatku yang semakin sering menghapus air mata.


Akupun mengangguk tanda setuju pada omku atas usulannya. Memang ku akui otakku tidak lah cemerlang, nilai ku bukan yang paling bagus, dan jadi model adalah keputusan paling masuk akal untuk sekarang ini.


"Sekarang lu ke kamar mandi, cuci muka, biar lu ga nangis lagi. Terus ganti baju pake yang bagus rapih, mau gua Poto buat portofolio lu." Katanya sambil beranjak dari sofa menuju kamarnya.


"Buruan gih sana! Lelet bener jadi orang! Gua mau nyiapin kamera gua, 15 menit gua tunggu di ruang tamu." Teriaknya dari dalam kamar.


Dibalik wataknya yang keras ternyata om ku baik, dia membuatkan aku portofolio untuk menawarkan ku pada teman-temannya untuk menjadikan ku model. Tidak butuh waktu lama aku mendapat panggilan photoshoot pertamaku untuk produk pakaian clothing store yang ramai menjamur di Bandung kala itu. Aku ingat sekali bayarannya hanya 300ribu, dan itu membuatku bahagia sekali walau tak seberapa.

Beberapa bulan setelahnya aku mendapat panggilan photoshoot lagi, kali ini dari produk baju tidur dan lingerie milik teman tanteku. Pengalaman pertamaku di foto menggunakan lingerie membuatku risih, bagaimana tidak, ada beberapa kameramen laki-laki yang memotoku, sementara aku memakai lingerie berbahan sutra tipis putih menerawang. Payudaraku terlihat bebas meskipun putingku ditutupi nipple pad dan bagian bawah tubuhku hanya ditutupi celana dalam sutra putih yang menutupi vaginaku saja, bongkahan pantatku terekspos bebas. Ku lihat beberapa kali kameramen membetulkan celananya saat sesi foto. Ternyata memamerkan tubuhku membuatku senang dan bangga, melihat bagaimana lelaki menelan ludah dan horny melihatku dalam balutan lingerie, bahkan ada yang ijin ke toilet sampai beberapa kali. Sejak saat itu juga panggilan photoshoot untuk produk lingerie dan swimsuit datang silih berganti untuk beberapa tahun ke depan. Aku senang saja karena dari photoshoot lingerie dan swimsuit aku mendapat upah yang besar, jutaan sekali sesi pemotretan. Saat itu untungnya internet belum seperti saat ini, jadi temanku dan sekolahku tidak tahu menahu mengenaiku yang kini menjadi model lingerie.


Beranjak di tahun terakhirku bersekolah di SMA aku mendapat tawaran pemotretan di luar negeri, Hongkong tepatnya. Pemotretan majalah dewasa dengan konsep pasangan suami istri. Pamanku sendiri yang saat itu menjadi manajerku menjelaskan padaku persyaratan untuk sesi pemotretan ini.


"Jadi untuk pemotretan ini lu mesti mau di Poto telanjang, tanpa nipple pad, cuma vagina lu yang bakal dipakein c-string." Tandasnya.


C-String

"Dan jangan lupa, lu bakal di Poto bareng model cowok yang bakal telanjang juga. Kira-kira lu sanggup ga?" Tanyanya menekan ku.


"Bahaya ga om? Aku ga bakal diapa2in kan disana ntar?" Aku sedikit ragu untuk tawaran photoshoot ini.


"Lu tenang aja, gua udah tanyain dan pastiin kalo ini bukan akal-akalan. Majalahnya juga ada dan punya nama. Gua juga dibolehin buat dampingin lu dan ngeliat langsung sesi pemotretan selama lu disana." Pamanku meyakinkan.


"Bayaran nya bisa buat lu beli mobil cash loh ini!" Tambahnya menggiurkan.


Dengan iming-iming bayaran yang menggiurkan, aku akhirnya berangkat menuju Hongkong bersama pamanku untuk pemotretan majalah dewasa ini. Kami berangkat saat usia ku genap 17, disaat anak lain merayakan ulang tahunnya besar-besaran dan mewah, aku harus mencari uang dengan menjadi model majalah dewasa. Setelah mengurus perijinan -pamanku mengakali agar aku 18 tahun- selama 2 hari, akhirnya tibalah hari aku melakukan photoshoot. Lawan modelku seorang bule ganteng maskulin dengan badannya yang kekar dan macho. Wanita mana yang tidak melongo dibuatnya.

Sesi pertama kami masih memakai pakaian lengkap, tubuh sexy ku dibalut dress mini berpotongan dada rendah, mengekspos dadaku yang besar, sedangkan Bryan -nama model lawanku- menggunakan tuxedo. Kami saling peluk, saling menyentuh lekuk tubuh masing-masing. Ada rasa risih karena banyak pasang mata yang melihat kami, tapi sebagai model profesional tentu aku harus menekan rasa itu. Bryan juga profesional, dia tidak melakukan apapun diluar arahan fotografer, membuatku makin rileks.


Sesi 2

Sesi kedua aku lagi-lagi harus menggunakan lingerie, kali ini berwarna hitam menerawang, payudaraku terlihat jelas dan putingku dengan aerola yang cukup lebar menantang setiap mata lelaki yang melihatnya. Kali ini ada 7 orang di ruang pemotretan, aku sendiri, Bryan, 2 fotografer laki-laki, 1 orang videografer, pamanku dan 1 orang perempuan yang mengurus make up, wardrobe sekaligus asisten fotografer sekaligus juga penerjemah. Di sesi 2 dan seterusnya photoshoot kami direkam. Berbagai pose yang mengundang syahwat kami lakukan berdua, berpelukan, saling cium dada dan leher layaknya pasutri.


Sesi 3

Sesi ketiga, sesi yang paling berat, dengan jengah ku buka lingerie ku, karena kami benar-benar harus terlihat telanjang. Seperti yang sudah disebutkan bahwa aku hanya memakai c-string untuk menutup vaginaku sedangkan dadaku yang besar menggelayut bebas. Sesi ini kami sudah saling rileks, setiap pose kami lakukan sesexy dan sepanas yang kami bisa. Bryan sudah tak memakai apa-apa jadi penisnya yang besar dan berjembut tipis menggesek tubuhku baik sengaja maupun tidak sengaja. Secara alami seorang pria, cairan precumnya sudah merembes, membasahi ujung penisnya, mengharuskan asisten fotografer untuk mengelap bagian tubuhku yang terkena cairan itu. Tentu saja kondisi ini membuat siapapun horny bila merasakan dan melihat langsung sesi ini. Ku perhatikan semua pria disini, termasuk pamanku sudah beberapa kali terlihat membetulkan celananya, terlihat gelisah menahan nafsunya. Sudah 5 jam berlalu tanpa terasa saat sesi 3 ini berlangsung. Tiba-tiba ponsel pamanku berbunyi mengagetkan kami semua. Pamanku memohon maaf sambil menjauhi kami untuk menerima telepon. Ku lihat dia sangat serius menjawab panggilan tersebut sambil sesekali melihatku. Setelah selesai menerima panggilan, ia menghampiri asisten fotografer yang sekaligus penerjemah dan berbisik-bisik padanya. Asisten penerjemah kemudian menghampiri fotografer utama, dia membisikkan sesuatu padanya. Fotografer utama pun berkata-kata dalam bahasa Mandarin yang tak ku mengerti pada yang lain. Lalu asisten fotografer berjalan ke arahku bersama pamanku dan berkata,


"Boleh ikuti saya? Saya ingin berbincang sebentar dengan anda dan manajer anda." Katanya dalam bahasa Indonesia baku. Aku melihat pamanku dengan wajah bingung, pamanku pun menghampiri.


"Baiklah, ayo kalau begitu." Jawabku setelah melihat pamanku mengangguk setuju.


Kami dibawa ke kamar sebelah, kamar hotel tempat pemotretan memang memiliki pintu yang menghubungkan dengan kamar sebelah. Aku berjalan sambil tangan kananku menahan payudaraku agar tidak terlalu bergelayutan, pamanku berjalan disampingku, ku lihat ekor matanya memperhatikan bongkahan payudaraku.

"Siapa pula yang bisa menahan untuk tidak melihat payudaraku yang besar ini, pamanku apalagi." Pikirku bangga.

Sampai di kamar sebelah kami dipersilahkan duduk, disana sudah duduk seorang pria paruh baya yang akhirnya ku tahu dia adalah pemilik majalah dewasa.


"Saudari Selina, dan manajer Antoni, saya disini akan menjelaskan maksud dan tujuan Mr. Chang mengundang anda berdua kemari." Tegasnya.


"Jadi, bos kami ingin memberi 2 tawaran lebih kepada anda berdua bila berkenan.

  1. Selina melanjutkan pemotretan ini pada sesi ke 4 diluar kesepakatan senilai 200juta dengan syarat melakukan senggama dengan Bryan dan diabadikan dengan foto.
  2. Tetap melakukan senggama dengan Bryan dan diabadikan dalam foto dan video dan juga disaksikan langsung oleh bos kami. Untuk tawaran ini kami akan menambah 300juta lagi dari tawaran pertama.
Foto dan video pada sesi tambahan ini kami jamin hanya akan menjadi koleksi pribadi dari Mr. Chang dan tidak akan pernah kami sebar luaskan."


"Mr. Chang tidak memaksa anda, Selina, untuk menerima tawaran tersebut, artinya walaupun anda menolak pun anda tetap akan mendapatkan pembayaran sesuai dengan kesepakatan awal dengan manajer anda. Jadi bagaimana menurut anda berdua?" Asisten fotografer menyelesaikan bicaranya dengan nada yang datar.


Terkaget-kaget aku mendengarnya. "Gila, aku diminta membuat film porno kalau begini maksudnya!!" Teriakku dalam hati.

Aku menoleh pada pamanku, ku lihat raut wajahnya tidak kalah kaget denganku, aku tidak tahu apa yang dia pikirkan mendengar tawaran itu, karena dengan kata lain dia menjual keponakannya sendiri.


"Om gimana ini om???" Tanyaku sambil menggoyang-goyangkan lengannya. Ia tersadar dari kagetnya.


"Boleh kami minta waktu untuk berdiskusi?" Om ku menjawab sang asisten.


"Silahkan, anda berdua boleh menggunakan kamar yang tersedia untuk berdiskusi dahulu." Jawab sang asisten.


Kami pun segera menuju kamar dan berdiskusi mengenai tawaran ini.


"Om gatau mesti gimana Lin, semua terserah Lina, yang pasti keputusan ada di tangan Lina." Dia memulai diskusi.


"Lina masih perawan om, lagian masa om tega ngejual aku?" Jawabku panik.


"Lu serius masih perawan? Gila lu, bisa ya anak jaman sekarang punya bodi bagus kerjaanya model sexy masih perawan." Lagi-lagi dia blak-blakan berkata.


"Bentar, maksud lu apaan blok!? Gua kan ga nyuruh lu buat Nerima tawaran, kenapa jadi seakan-akan gua maksa lu buat ngewe tu si Bryan!? Bangsat juga lu Ama om sendiri." Tukasnya.


"Ii..iya ga gitu om, jadi gimana dong???" Aku semakin bingung.


"Sekarang gini aja, realistis deh, itu uang gede banget, resikonya juga minim, ntar gua minta bikin perjanjian bermaterai buat ngejamin hasil foto dan video nya ga disebar. Gimana? Itu juga kalo lu mau sih."


Aku pusing, dipikir-pikir emang uang yang didapat juga besar banget, bisa buat beli rumah, ga ngerepotin lagi keluarga om Andre, disisi lain aku akan kehilangan keperawanan ku oleh orang yg tidak kukenal, disaksikan pula secara langsung oleh orang lain dan pamanku sendiri. Pikiranku semakin berkecamuk.


"Hmmm…bisa ga om naikin bayarannya? Aku perawan loh om." Ujarku malu.


"Nih anak udah kaya lonte aja pake naikin harga, ya udah ntar coba gua tawar ya."


"Tapi intinya lu udah mau ngewe Ama orang dan direkam atas kesadaran sendiri ya, gua gamau ntar dituduh jual ponakannya sendiri loh ya!!" Serunya meyakinkanku.


"Iya om, aku udah yakin, aku gamau ngerepotin om lagi habis ini." Balasku meyakinkan om Andre.


Kami pun keluar kamar dan omku mengajukan penawaran untuk menaikkan bayaran karena keperawananku. Akhirnya disepakati bayaranku dengan nilai yang fantastis. Setelah menandatangani kontrak dan perjanjian kami akhirnya menuju tempat pemotretan dan melanjutkan sesi ke 4.


Aku tidak akan menceritakan bagaimana proses sesi ke 4 ini, tapi intinya akhirnya aku hamil dan melahirkan Jevelyn, anakku yang pertama dari sperma Bryan. Itulah sebabnya mengapa bila kalian lihat, Jevelyn dan Cindy tidak ada kemiripan. Jevelyn punya DNA bule didirinya, makanya hidungnya mancung dan tubuh tinggi.

Untuk menutupi aibku, oleh pamanku aku dijodohkan dengan temannya yang fotografer juga, Antoni namanya. Dia mau menerimaku apa adanya dengan beberapa syarat. Dan dari situ mulailah kehidupan keluarga ku yang unik.


Sekian sepenggal kisahku. Semoga kalian suka.
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd