Halo suhu semprot, kali ini ada sedikit cerita dari Selina, mamah Cindy yang akan dibagikan. Selamat membaca tulisan!
Selina Side Story
Yah, kalian sudah kenal Cindy anak bungsuku yang cantik dan seksi yang kini sudah mengenal dan merasakan Peju pria dewasa. Tenang, aku ini mamahnya, gerak-geriknya selalu ada dalam pantauan ku, diam-diam aku juga memasang cctv tersembunyi di setiap sudut rumah, sehingga aku bisa melihat apa saja yang anakku lakukan bila aku pergi. Apakah aku marah? Tentu tidak, justru malah senang Cindy bisa mengenal Penis tanpa harus kuarahkan seperti kakaknya dulu. Hihihi.
Pastinya Cindy sudah menceritakan sedikit informasi tentang aku. Perkenalkan, namaku Selina, istri dari Antoni sekaligus Ibu dari 2 gadis cantik yang kini sudah beranjak dewasa. Seperti yang sudah diceritakan oleh Cindy bahwa latar belakangku yang seorang model dewasa, maka kalian sudah pasti menyangkakan bahwa hidupku tidak jauh dari hal-hal yang menyerempet selangkangan. Itu benar dan tentu aku tidak akan pernah menyangkalnya. Bagaimana tidak, diumurku yang masih 17 aku sudah menimang anak perempuan, gadis kecil malaikatku yang kucintai. Akan kuceritakan sedikit kisah hidupku pada cerita kali ini dan bagaimana caraku membesarkan Jevelyn, anak pertamaku di cerita lainnya
Kisah Masa Laluku
Aku anak semata wayang kedua orangtuaku, aku tumbuh dengan ekonomi yang termasuk berkelimpahan untuk ukuran sebuah kota kecil bernama Cirebon, menjadikan aku anak yang manja. Semua berubah saat aku menginjak smp, usaha toko ayahku bangkrut, ibuku yang seorang ibu rumah tangga tanpa pemasukan apapun membuat ekonomi keluarga ku hancur. Keadaan ini membuat kedua orangtuaku harus merelakan ku untuk dititipkan pada pamanku yang ekonominya mapan di Bandung. Aku yang masih SMP, ditambah gaya hidup manjaku sebelumnya membuatku menjadi anak yang cuma bisa merepotkan dimata pamanku. Walau pamanku kaya, tapi dia pelitnya luar biasa, "mau makan? Ngepel dulu lu, cuci baju gua juga, enak aja cuma numpang hidup di rumah gua, kalo bukan karena kakak gua itu ibu lu, mana mau gua Nerima lu disini!" Hardiknya keras saat ku ingin sarapan di pagi hari. Pamanku sendiri bernama Andre, memiliki keluarga yang lengkap, istrinya cantik dan anak laki-laki semata wayangnya yang masih berumur 10 tahun kala itu juga baik, bahkan sering ku ajak main dan ku ajari. Usahanya dibidang pemotretan juga maju
Menginjak SMA hidupku makin suram saat ku dengar kabar bahwa ayahku membunuh ibuku lalu ia sendiri bunuh diri karena merasa gagal mengembalikan keadaan ekonomi, yang ada malah menambah hutang. Saat itu aku mengurung diri meratapi nasibku hingga 3 hari lamanya. Aku sadar, aku tidak bisa terus begini, keluargaku boleh hancur, tapi aku tidak mau berlarut-larut dalam kesedihan ini. Entah kenapa pamanku yang edan itu tidak bereaksi saat aku mengurung diri di kamar, dia tidak memarahiku karena tidak bekerja, tapi juga tidak mengkhawatirkan aku. Positif thinking ku dia memahami kesedihanku, yang aku tidak tahu saat itu, bahwa dia selalu melihat gerak-gerikku melalui cctv tersembunyi di kamarku, jadi dia tahu pasti bahwa aku tidak bunuh diri. Ternyata dia memang edan, berarti selama aku tinggal dia selalu melihat apa yang aku lakukan di dalam kamarku, aku tidak punya privasi!
Saat akhirnya aku keluar kamar, pamanku tiba-tiba memanggilku, dengan suara lantangnya.
"Lina, sini!" Serunya memanggilku.
"Duduk disana lu." Lanjutnya sambil menunjuk sofa didepannya karena melihatku hanya berdiri mematung didepannya.
"Sekarang lu mau gimana? Lu punya orangtua udah mati, baba lu ****** pake bunuh Cici gua lagi." Kulihat kesedihan dibalik kata-katanya yang terkesan tidak berperikemanusiaan.
"Maafin baba aku om Andre. Lina juga bingung mau gimana lagi sekarang. Menurut om Andre aku mesti gimana?" Mataku kini berkaca-kaca.
"Lu udah gede, udah SMA, mikirlah sendiri pake otak. Masa gua harus ikut mikirin juga, ****** lu ya, hidup lu gua juga yang harus ikut mikirin." Ucapnya dingin.
Bibiku muncul dari kamarnya, dia sudah rapih dan cantik siap mengantar Fendo sekolah ke SMP barunya.
"Pah, ayo berangkat, udah siap nih." Ajak Bibi Christin.
"Sayang berangkat duluan aja ya, gua mau ngobrol empat mata ma ni anak dulu. Nanti langsung nyusul ke kantor" Balasnya pada istrinya.
"Oh yaudah kalo gitu. Jangan keras-keras sama Lina ya" Ujarnya singkat sedikit menasihati suaminya.
"Lina, semangat ya!" Bibi memberi gestur tangan semangat sambil tersenyum. Sedikit membuatku menjadi lebih kuat. Akhirnya bibi dan Fendo pergi duluan.
Pamanku berjalan mengiringi kepergian istri dan anaknya yang pergi menggunakan mobil dan menutup pintu pagar rumah. Sedangkan aku masih terduduk diam. Pamanku kembali duduk didepanku, menghempaskan pantatnya dengan cepat.
"Jadi, gimana? Lu belum mikir kedepannya mau gimana? Masa lu mau seumur hidup numpang di rumah gua? Ngerepotin orang lain?" Kata-katanya memang pedas, tapi membuatku berpikir realistis.
"Gini aja, lu mau ga jadi model? Gua liat-liat bodi lu bagus, pasti laku nih jadi model." Ucapnya tanpa tedeng aling.
Kata-kata pamanku membuat ku takut. Reflek aku tertunduk dan memeluk dadaku sendiri. Aku sadar bahwa memang payudaraku tergolong besar untuk gadis seusiaku, anugerah yang diturunkan oleh ibuku ini memang kadang membuatku risih, tapi juga suatu kebanggaan tersendiri karena menjadikanku objek perhatian lebih dari laki-laki di sekolahku dibanding teman-teman Perempuanku yang lain.
"Maksud om gimana?" Kataku lirih menahan tangis yang ku tak bisa tahan.
"Eh emang ni anak ****** kaya babanya. Lu pikir gua mau jual lu apa!? Pake mau nangis segala lagi!" Hardiknya keras melihatku yang sudah sesenggukan sambil menghapus air mataku yang sudah mulai jatuh.
"Gua kan usahanya poto-poto. Kalo lu mau dapet duit dari bodi bagus lu itu gua bisa bantu kenalin ke temen gua biar lu bisa jadi model terus bisa dapet duit dari kerja lu sendiri." Ujarnya melunak melihatku yang semakin sering menghapus air mata.
Akupun mengangguk tanda setuju pada omku atas usulannya. Memang ku akui otakku tidak lah cemerlang, nilai ku bukan yang paling bagus, dan jadi model adalah keputusan paling masuk akal untuk sekarang ini.
"Sekarang lu ke kamar mandi, cuci muka, biar lu ga nangis lagi. Terus ganti baju pake yang bagus rapih, mau gua Poto buat portofolio lu." Katanya sambil beranjak dari sofa menuju kamarnya.
"Buruan gih sana! Lelet bener jadi orang! Gua mau nyiapin kamera gua, 15 menit gua tunggu di ruang tamu." Teriaknya dari dalam kamar.
Dibalik wataknya yang keras ternyata om ku baik, dia membuatkan aku portofolio untuk menawarkan ku pada teman-temannya untuk menjadikan ku model. Tidak butuh waktu lama aku mendapat panggilan photoshoot pertamaku untuk produk pakaian clothing store yang ramai menjamur di Bandung kala itu. Aku ingat sekali bayarannya hanya 300ribu, dan itu membuatku bahagia sekali walau tak seberapa.
Beberapa bulan setelahnya aku mendapat panggilan photoshoot lagi, kali ini dari produk baju tidur dan lingerie milik teman tanteku. Pengalaman pertamaku di foto menggunakan lingerie membuatku risih, bagaimana tidak, ada beberapa kameramen laki-laki yang memotoku, sementara aku memakai lingerie berbahan sutra tipis putih menerawang. Payudaraku terlihat bebas meskipun putingku ditutupi nipple pad dan bagian bawah tubuhku hanya ditutupi celana dalam sutra putih yang menutupi vaginaku saja, bongkahan pantatku terekspos bebas. Ku lihat beberapa kali kameramen membetulkan celananya saat sesi foto. Ternyata memamerkan tubuhku membuatku senang dan bangga, melihat bagaimana lelaki menelan ludah dan horny melihatku dalam balutan lingerie, bahkan ada yang ijin ke toilet sampai beberapa kali. Sejak saat itu juga panggilan photoshoot untuk produk lingerie dan swimsuit datang silih berganti untuk beberapa tahun ke depan. Aku senang saja karena dari photoshoot lingerie dan swimsuit aku mendapat upah yang besar, jutaan sekali sesi pemotretan. Saat itu untungnya internet belum seperti saat ini, jadi temanku dan sekolahku tidak tahu menahu mengenaiku yang kini menjadi model lingerie.
Beranjak di tahun terakhirku bersekolah di SMA aku mendapat tawaran pemotretan di luar negeri, Hongkong tepatnya. Pemotretan majalah dewasa dengan konsep pasangan suami istri. Pamanku sendiri yang saat itu menjadi manajerku menjelaskan padaku persyaratan untuk sesi pemotretan ini.
"Jadi untuk pemotretan ini lu mesti mau di Poto telanjang, tanpa nipple pad, cuma vagina lu yang bakal dipakein c-string." Tandasnya.
C-String
"Dan jangan lupa, lu bakal di Poto bareng model cowok yang bakal telanjang juga. Kira-kira lu sanggup ga?" Tanyanya menekan ku.
"Bahaya ga om? Aku ga bakal diapa2in kan disana ntar?" Aku sedikit ragu untuk tawaran photoshoot ini.
"Lu tenang aja, gua udah tanyain dan pastiin kalo ini bukan akal-akalan. Majalahnya juga ada dan punya nama. Gua juga dibolehin buat dampingin lu dan ngeliat langsung sesi pemotretan selama lu disana." Pamanku meyakinkan.
"Bayaran nya bisa buat lu beli mobil cash loh ini!" Tambahnya menggiurkan.
Dengan iming-iming bayaran yang menggiurkan, aku akhirnya berangkat menuju Hongkong bersama pamanku untuk pemotretan majalah dewasa ini. Kami berangkat saat usia ku genap 17, disaat anak lain merayakan ulang tahunnya besar-besaran dan mewah, aku harus mencari uang dengan menjadi model majalah dewasa. Setelah mengurus perijinan -pamanku mengakali agar aku 18 tahun- selama 2 hari, akhirnya tibalah hari aku melakukan photoshoot. Lawan modelku seorang bule ganteng maskulin dengan badannya yang kekar dan macho. Wanita mana yang tidak melongo dibuatnya.
Sesi pertama kami masih memakai pakaian lengkap, tubuh sexy ku dibalut dress mini berpotongan dada rendah, mengekspos dadaku yang besar, sedangkan Bryan -nama model lawanku- menggunakan tuxedo. Kami saling peluk, saling menyentuh lekuk tubuh masing-masing. Ada rasa risih karena banyak pasang mata yang melihat kami, tapi sebagai model profesional tentu aku harus menekan rasa itu. Bryan juga profesional, dia tidak melakukan apapun diluar arahan fotografer, membuatku makin rileks.
Sesi 2
Sesi kedua aku lagi-lagi harus menggunakan lingerie, kali ini berwarna hitam menerawang, payudaraku terlihat jelas dan putingku dengan aerola yang cukup lebar menantang setiap mata lelaki yang melihatnya. Kali ini ada 7 orang di ruang pemotretan, aku sendiri, Bryan, 2 fotografer laki-laki, 1 orang videografer, pamanku dan 1 orang perempuan yang mengurus make up, wardrobe sekaligus asisten fotografer sekaligus juga penerjemah. Di sesi 2 dan seterusnya photoshoot kami direkam. Berbagai pose yang mengundang syahwat kami lakukan berdua, berpelukan, saling cium dada dan leher layaknya pasutri.
Sesi 3
Sesi ketiga, sesi yang paling berat, dengan jengah ku buka lingerie ku, karena kami benar-benar harus terlihat telanjang. Seperti yang sudah disebutkan bahwa aku hanya memakai c-string untuk menutup vaginaku sedangkan dadaku yang besar menggelayut bebas. Sesi ini kami sudah saling rileks, setiap pose kami lakukan sesexy dan sepanas yang kami bisa. Bryan sudah tak memakai apa-apa jadi penisnya yang besar dan berjembut tipis menggesek tubuhku baik sengaja maupun tidak sengaja. Secara alami seorang pria, cairan precumnya sudah merembes, membasahi ujung penisnya, mengharuskan asisten fotografer untuk mengelap bagian tubuhku yang terkena cairan itu. Tentu saja kondisi ini membuat siapapun horny bila merasakan dan melihat langsung sesi ini. Ku perhatikan semua pria disini, termasuk pamanku sudah beberapa kali terlihat membetulkan celananya, terlihat gelisah menahan nafsunya. Sudah 5 jam berlalu tanpa terasa saat sesi 3 ini berlangsung. Tiba-tiba ponsel pamanku berbunyi mengagetkan kami semua. Pamanku memohon maaf sambil menjauhi kami untuk menerima telepon. Ku lihat dia sangat serius menjawab panggilan tersebut sambil sesekali melihatku. Setelah selesai menerima panggilan, ia menghampiri asisten fotografer yang sekaligus penerjemah dan berbisik-bisik padanya. Asisten penerjemah kemudian menghampiri fotografer utama, dia membisikkan sesuatu padanya. Fotografer utama pun berkata-kata dalam bahasa Mandarin yang tak ku mengerti pada yang lain. Lalu asisten fotografer berjalan ke arahku bersama pamanku dan berkata,
"Boleh ikuti saya? Saya ingin berbincang sebentar dengan anda dan manajer anda." Katanya dalam bahasa Indonesia baku. Aku melihat pamanku dengan wajah bingung, pamanku pun menghampiri.
"Baiklah, ayo kalau begitu." Jawabku setelah melihat pamanku mengangguk setuju.
Kami dibawa ke kamar sebelah, kamar hotel tempat pemotretan memang memiliki pintu yang menghubungkan dengan kamar sebelah. Aku berjalan sambil tangan kananku menahan payudaraku agar tidak terlalu bergelayutan, pamanku berjalan disampingku, ku lihat ekor matanya memperhatikan bongkahan payudaraku.
"Siapa pula yang bisa menahan untuk tidak melihat payudaraku yang besar ini, pamanku apalagi." Pikirku bangga.
Sampai di kamar sebelah kami dipersilahkan duduk, disana sudah duduk seorang pria paruh baya yang akhirnya ku tahu dia adalah pemilik majalah dewasa.
"Saudari Selina, dan manajer Antoni, saya disini akan menjelaskan maksud dan tujuan Mr. Chang mengundang anda berdua kemari." Tegasnya.
"Jadi, bos kami ingin memberi 2 tawaran lebih kepada anda berdua bila berkenan.
- Selina melanjutkan pemotretan ini pada sesi ke 4 diluar kesepakatan senilai 200juta dengan syarat melakukan senggama dengan Bryan dan diabadikan dengan foto.
- Tetap melakukan senggama dengan Bryan dan diabadikan dalam foto dan video dan juga disaksikan langsung oleh bos kami. Untuk tawaran ini kami akan menambah 300juta lagi dari tawaran pertama.
Foto dan video pada sesi tambahan ini kami jamin hanya akan menjadi koleksi pribadi dari Mr. Chang dan tidak akan pernah kami sebar luaskan."
"Mr. Chang tidak memaksa anda, Selina, untuk menerima tawaran tersebut, artinya walaupun anda menolak pun anda tetap akan mendapatkan pembayaran sesuai dengan kesepakatan awal dengan manajer anda. Jadi bagaimana menurut anda berdua?" Asisten fotografer menyelesaikan bicaranya dengan nada yang datar.
Terkaget-kaget aku mendengarnya. "Gila, aku diminta membuat film porno kalau begini maksudnya!!" Teriakku dalam hati.
Aku menoleh pada pamanku, ku lihat raut wajahnya tidak kalah kaget denganku, aku tidak tahu apa yang dia pikirkan mendengar tawaran itu, karena dengan kata lain dia menjual keponakannya sendiri.
"Om gimana ini om???" Tanyaku sambil menggoyang-goyangkan lengannya. Ia tersadar dari kagetnya.
"Boleh kami minta waktu untuk berdiskusi?" Om ku menjawab sang asisten.
"Silahkan, anda berdua boleh menggunakan kamar yang tersedia untuk berdiskusi dahulu." Jawab sang asisten.
Kami pun segera menuju kamar dan berdiskusi mengenai tawaran ini.
"Om gatau mesti gimana Lin, semua terserah Lina, yang pasti keputusan ada di tangan Lina." Dia memulai diskusi.
"Lina masih perawan om, lagian masa om tega ngejual aku?" Jawabku panik.
"Lu serius masih perawan? Gila lu, bisa ya anak jaman sekarang punya bodi bagus kerjaanya model sexy masih perawan." Lagi-lagi dia blak-blakan berkata.
"Bentar, maksud lu apaan blok!? Gua kan ga nyuruh lu buat Nerima tawaran, kenapa jadi seakan-akan gua maksa lu buat ngewe tu si Bryan!? Bangsat juga lu Ama om sendiri." Tukasnya.
"Ii..iya ga gitu om, jadi gimana dong???" Aku semakin bingung.
"Sekarang gini aja, realistis deh, itu uang gede banget, resikonya juga minim, ntar gua minta bikin perjanjian bermaterai buat ngejamin hasil foto dan video nya ga disebar. Gimana? Itu juga kalo lu mau sih."
Aku pusing, dipikir-pikir emang uang yang didapat juga besar banget, bisa buat beli rumah, ga ngerepotin lagi keluarga om Andre, disisi lain aku akan kehilangan keperawanan ku oleh orang yg tidak kukenal, disaksikan pula secara langsung oleh orang lain dan pamanku sendiri. Pikiranku semakin berkecamuk.
"Hmmm…bisa ga om naikin bayarannya? Aku perawan loh om." Ujarku malu.
"Nih anak udah kaya lonte aja pake naikin harga, ya udah ntar coba gua tawar ya."
"Tapi intinya lu udah mau ngewe Ama orang dan direkam atas kesadaran sendiri ya, gua gamau ntar dituduh jual ponakannya sendiri loh ya!!" Serunya meyakinkanku.
"Iya om, aku udah yakin, aku gamau ngerepotin om lagi habis ini." Balasku meyakinkan om Andre.
Kami pun keluar kamar dan omku mengajukan penawaran untuk menaikkan bayaran karena keperawananku. Akhirnya disepakati bayaranku dengan nilai yang fantastis. Setelah menandatangani kontrak dan perjanjian kami akhirnya menuju tempat pemotretan dan melanjutkan sesi ke 4.
Aku tidak akan menceritakan bagaimana proses sesi ke 4 ini, tapi intinya akhirnya aku hamil dan melahirkan Jevelyn, anakku yang pertama dari sperma Bryan. Itulah sebabnya mengapa bila kalian lihat, Jevelyn dan Cindy tidak ada kemiripan. Jevelyn punya DNA bule didirinya, makanya hidungnya mancung dan tubuh tinggi.
Untuk menutupi aibku, oleh pamanku aku dijodohkan dengan temannya yang fotografer juga, Antoni namanya. Dia mau menerimaku apa adanya dengan beberapa syarat. Dan dari situ mulailah kehidupan keluarga ku yang unik.
Sekian sepenggal kisahku. Semoga kalian suka.