Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG INNOCENCE LOST

PART 2


Di bawah pengaruh alkohol, Dewi terus berjalan dengan langkah sempoyongan menuju sofa yang tadi ia tinggalkan. Davin menyambut Dewi dengan memapah gadis itu dan mendudukannya di sofa. Dewi pun akhirnya duduk di samping Davin dan berusaha untuk rileks, ia menyandarkan punggungnya di sandaran sofa. Davin sempat menanyakan keadaan Dewi dan dijawab oleh Dewi dengan baik-baik saja. Saat itu Dewi tidak melihat lagi kedua teman Davin, rupanya mereka sudah berbaur dengan gadis-gadis lain di pesta ini.

“Aku lihat kamu dari atas. Apa yang kamu kerjakan di sana?” Tanya Davin sambil memberikan gelas berisi wine kepada Dewi.

“Aku mencari temanku dan ternyata mereka …” Dewi tidak sanggup meneruskan ucapannya. Dewi malah menyesap minumannya.

“Mereka sedang asik dengan urusannya sendiri dan kita tidak berhak mengganggu mereka.” Ucap Davin lemah lembut. Tiba-tiba tangan kiri Davin melingkari pinggang Dewi dan menariknya agar lebih rapat.

“Ya, aku tahu … Tapi …” Jawab Dewi tidak tentang karena telunjuk Davin sudah menempel di bibirnya.

“Ssssstt … Gak perlu dibahas lagi.” Ucap Davin.

Sejurus kemudian mata mereka saling beradu menatap dan tatapan mereka saling mengunci. Dewi menatap Davin dengan perasaan yang sangat aneh. Ada perasaan mendamba yang menggulung-gulung dalam dadanya. Tubuh Dewi mendamba sentuhan panas dari tangan lelaki yang sedang merangkul pinggangnya. Perlahan jarak wajah mereka menepis, dan keadaan menjadi tidak terkendali ketika jarak wajah mereka pun begitu dekat, bahkan hembusan nafas keduanya saling menerpa wajah mereka masing-masing.

Entah siapa yang memulai, kini bibir keduanya sudah tertaut. Saling menyesap dan saling melumat bibir lawannya dengan dalam, penuh dengan gairah. Suara kecipak basah samar-samar mulai terdengar akibat pergulatan lidah dua insan yang sama-sama tengah dilanda nafsu. Bibir Dewi terasa nyaman dalam ciuman ini dan gadis itu melupakan segalanya. Dewi lupa merasa malu karena dia mencium seorang pria di tengah pesta. Dia hanya menyadari sensasi nikmat di bibirnya sendiri. Aneh rasanya merasakan lidah seorang pria bergerak melawan lidahnya sendiri, tetapi semakin lama lidah Davin menguasai rongga mulutnya, semakin Dewi menyukainya.

Tiba-tiba Davin melepas ciumannya dan pada saat yang sama Dewi merasa kecewa karena dirinya masih ingin menikmati ciuman mereka. Sedetik kemudian, Davin menarik Dewi menuju tangga. Entah kenapa, Dewi merasa tidak memiliki daya upaya untuk menolak tarikan Davin. Dewi pun sebenarnya heran, ia merasa dirinya seperti terseret arus dan ia pasrah saja tanpa melawan. Kegamangan semakin nyata tatkala Davin membawanya ke sebuah kamar tidur di lantai dua rumah megah ini.

Pikiran sehat Dewi sudah memperingati gadis itu yang seharusnya tidak membiarkan Davin menyeretnya ke kamar tidur seperti ini. Namun, hasrat dalam diri Dewi terus bergejolak dan terlalu kuat untuk dilawan. Dewi tak dapat menahan lagi mendidihnya hormon kewanitaan di seluruh ujung syarafnya. Terlebih saat Davin mencium bibirnya lagi, lengan Dewi bergerak dengan sendirinya, melingkari leher Davin untuk menarik kepalanya ke bawah. Sementara itu, lengan Davin melingkari pinggangnya sehingga Dewi bisa merasakan tubuh pria tampan itu yang menggairahkan.

Akhirnya Dewi membuat keputusan. Dia berhasil masuk ke perguruan tinggi tanpa kehilangan keperawanannya, dan dia sudah sangat muak menunggu untuk mendapatkan pria yang sempurna untuk menyerahkan keperawanannya seolah-olah itu adalah sebuah kado. Dan sudah tiba waktunya untuk bergabung dengan seluruh dunia serta mengambil keuntungan dari revolusi seksual. Dewi merasa siap kehilangan selaput dara yang menurutnya sangat merepotkan dan bergabung dengan orang 'normal' lainnya. Setelah itu, dia akan siap untuk berkencan dengan pria-pria dan melompat dari tempat tidur satu ke tempat tidur lainnya seperti semua teman-temannya lakukan.

Davin melangkah mundur dan meraih tangan Dewi, menariknya ke arah tempat tidur dan mengajaknya duduk di tepi tempat tidur. Davin mencium Dewi lagi, lembut, mengangkat kaki Dewi ke atas kasur dan meletakkan bantal lembut di bawah kepalanya. Perlahan Davin mulai melepaskan pakaian Dewi satu persatu hingga benar-benar telanjang. Dewi tampak seperti bidadari tanpa sayap. Davin mengisi tangannya dengan payudara Dewi, menyukai kelembutan kedua payudara di telapak tangannya.

Dewi seorang perawan, menggelinjang merasakan antara bernafsu dan kengerian pada setiap sentuhan Davin. Tangan Davin mengirimkan sensasi baru yang berlomba di dalam tubuhnya. Dewi tidak pernah bertelanjang sebelumnya dengan seorang pria. Tapi ada sesuatu tentang cara Davin menyentuh dan menatapnya yang membuat hatinya berdegup. Mungkin itu disebabkan karena Dewi berencana untuk tidur dengannya. Tidak ada bagian yang dilarang untuk dipegang, Dewi menginginkan semuanya. Dewi menyandarkan kepalanya di bantal lembut dan memungkinkan Davin untuk memimpin. Davin membuka seluruh pakaiannya lalu merangkak naik di samping Dewi, anggun, seperti kucing hutan, dan berbaring di sampingnya, telanjang.

Beberapa menit lagi, aku akan selesai dengan omong kosong keperawanan.” Dewi berkata dalam hati sambil memejamkan matanya erat, rasa takut lebih membanjir daripada hasratnya, menunggu langkah Davin berikutnya.

“Lihatlah aku!” Kata Davin pelan. Dewi terjebak dalam tatapan emas kecokelatan mata Davin, memperhatikan panjangnya bulu mata Davin dan dia bisa melihat di pipinya. Jari-jari Dewi menyusuri kekerasan tulang pipi Davin, dan ia mengusap telapak tangannya di wajah Davin, menyukai gelitik bulu-bulu kecil yang tumbuh di wajah Davin. Dewi bertanya-tanya bagaimana rasanya bulu-bulu itu menyentuh bibirnya, dan Dewi mengangkat kepalanya untuk mencari tahu. Aroma tubuh Davin tercium di hidung Dewi, liar dan panas, seperti kayu manis dan cendana, serta jantan.

Davin memutar kepalanya dan mencium gadis itu lagi. Bibir sedikit terbuka, mereka menghembuskan napas masing-masing, lambat, manis, memabukkan. Ujung lidahnya membelai bibir Dewi dan gadis itu mendesah sebelumnya dengan takut-takut menjulurkan lidahnya sendiri untuk menyentuh lidah Davin, terpaut dalam tarian, rumit nan erotis. Dewi menggeliat, merasa rentan ketika kedua belah kakinya terbuka dan terjepit diantara paha berotot. Davin pun meraih payudara Dewi lagi dan mulai meremas lembut keduanya. Dewi semakin menggelinjangkan tubuhnya dan kelembaban semakin terasa di bagian bawahnya. Dewi mulai merasa ada titik tempat basah di bawah tempat tidur. Ketika Davin meniupkan udara dingin di putingnya yang menegang. Darah Dewi mengalir deras melalui pembuluh darahnya, dan gadis itu merasa begitu hidup. Dewi hampir lupa bahwa dia bukan wanita nakal seperti yang saat ini dia tunjukkan kepada Davin.

Davin membasuh putingnya dengan lidah panasnya, satu per satu, sambil mencubit ringan puting lainnya dengan ujung jarinya. Jari-jari Dewi tersangkut di rambut Davin, kepala Dewi terlemparkan kembali ke bantal dan matanya memejam rapat. Davin menjilat perlahan, mengambil setiap detik yang terasa lama untuk membuat setiap lingkaran di sekitar putingnya, dan kepasrahan manis menunggu di setiap bagian dari area yang disentuh oleh Davin dengan lidah kasarnya hampir melebihi dari apa yang bisa Dewi tanggung. Tiba-tiba, Davin mundur dan mendongak ke arahnya dari bawah bulu matanya, membakar diri Dewi dengan tatapannya, sebelum menjatuhkan kepalanya kembali dan menghisap puting Dewi ke dalam mulutnya, menggigit-gigit ringan, cukup untuk memberi sedikit rasa sakit dan kenikmatan yang berbaur, yang membuat Dewi mengerang.

Davin tidak bisa menunggu lebih lama lagi untuk bercinta dengan vagina indah Dewi. Davin pun meraih paket foil di meja samping tempat tidur dan merobeknya hingga terbuka dengan giginya, dan memasang kondom keereksinya. Davin kemudian merangkak dan memposisikan tubuhnya di atas tubuh bugil Dewi. Dewi lebih dari sekedar baik. Gadis itu benar-benar terpesona pada semua kejadian ini. Tapi dia merasa sedikit takut saat merasakan kepala penis Davin yang besar dan bulat mendesak masuk ke vaginanya. Davin menggumamkan kata tidak jelas di leher Dewi dan Dewi membuka matanya saat Davin mengangkat kepalanya. Davin ingin melihat wajah Dewi, dan Dewi tidak yakin dia adalah seorang aktris yang cukup baik untuk menyembunyikan ketakutan dan antisipasinya dari pengalaman pertama ini.

Dewi merasa vaginanya meregang saat Davin mendorong masuk, mendorong selaput penghalang yang Davin tidak tahu ada di sana. Tapi Dewi tahu dan ia merasakan sakit yang menyengat tajam dan tersentak saat Davin menerobos selaput yang menghalanginya memasuki tubuh Dewi. Davin yang tak sadar terus memompakan penisnya berulang-ulang ke dalam vagina Dewi. Davin menatap Dewi dengan mata emasnya, kuning seperti mata kucing, dan Dewi terhipnotis. Berselang beberapa menit, rasa sakit berlalu, digantikan oleh sengatan tajam kenikmatan, dan Dewi melingkarkan kakinya di seputar pinggang Davin, dan memeluk leher Davin; dan membawanya dalam pengalaman terindah seumur hidupnya. Dewi menutup matanya untuk beberapa detik, merasakan semuanya, membawa Davin semakin dalam, dan ketika ia membukanya lagi, Dewi melihat Davin menatap dirinya dalam pandangan horor.

“Dewi, ya Tuhan, kau tidak, itu … Kau masih perawan, kan?” Sungguh Davin terkejut dan tak percaya.

"Ya," suara Dewi begitu rendah bahkan Dewi sendiri nyaris tak bisa mendengarnya. Tapi sia-sia untuk menyangkal apa yang mereka berdua tahu kebenarannya. Davin membeku, hanya setengah ereksinya berada di dalam tubuh Dewi, tetapi vagina Dewi dengan ketat menahannya di sana.

“Lalu kenapa?” Pertanyaan terkejut keluar dari mulut Davin. Dewi tak menjawab malah mengangkat pinggulnya dan merasakan kejantanan Davin meluncur lebih dalam.

“Setubuhi aku, Davin ... Bercinta sekarang, berbicara nanti, karena aku tidak tertarik untuk bercakap-cakap saat ini.” Ucap Dewi.

Dan rupanya Davin tak ada masalah untuk mengikuti instruksi Dewi. Pria itu mendorong ke depan dan membenamkan dirinya ke semakin dalam, menyentuh inti kewanitaan Dewi. Dewi telah menunggu begitu lama untuk merasakan ledakan kebahagian dari seorang pria mengisi dirinya dengan kejantanannya dan ini melebihi dari apa yang pernah ia harapkan. Dewi tidak pernah membayangkan bahwa itu akan terasa begitu menyenangkan, dan dia ingin merasakan penis Davin bergerak di dalam dirinya lebih dari apa pun.

Sejenak Davin merasa tersanjung. Ia tidak percaya mendapatkan seorang perawan pada kencan semalam. Tapi ketika Dewi menahan kejantanan Davin di tempat, menyambutnya, Davin tidak mampu berpikir lebih jauh selain betapa luar biasa rasanya ketika menggerakkan kemaluannya yang panjang dan membesar ke dalam vagina Dewi yang ketat dan panas. Davin tidak bisa menahan diri, tidak bisa berhenti.

Pertanyaan Davin dapat dijawab nanti, saat ini semua yang Davin inginkan adalah gesekan yang cepat mengirim dirinya ke tempat-tempat yang tak pernah ia kunjungi sebelumnya. Kenikmatan luar biasa Davin rasakan ketika Dewi meremas ereksinya dengan vaginanya yang rapat. Davin ingin berhenti, ingin mencari tahu mengapa Dewi menyerahkan keperawanannya dalam kencan satu malam ini, tetapi tubuhnya menolak pikiran Davin ketika ia mencobanya. Tubuh pria itu menuntutnya melanjutkan hujaman demi hujaman. Dewi memohon Davin untuk lebih cepat, memeluk erat-erat Davin dan menyambut setiap dorongan Davin ke dalam dirinya. Kenyataannya, Davin sangat bernafsu ketika ia tahu ia adalah pria pertama Dewi.

“Ayo datanglah untukku, Dewi … Kau bisa melakukan itu kan, sayang?” Davin mencoba untuk mempertahankan ritme untuk terus menghujam sampai Dewi menemukan pembebasannya sebelum Davin menumpahkan benihnya, tetapi Dewi belum benar-benar merasakannya, dan itu adalah pertempuran tertinggi bagi Davin untuk bisa menahan dirinya lebih lama. Davin yang ingin memberikan pengalaman pertama yang indah untuk Dewi, terus berusaha menahan pelepasannya dan usaha pria itu tidak sia-sia.

“Dewi … Apa kau sudah hampir orgasme?” Davin bertanya.

Jawaban Dewi berupa raungan panjang dan serangkaian cengkraman kontraksi di bagian yang memegang ketat kemaluan pria di atasnya. Sementara itu, Davin mendorong dengan kuat ke tepi orgasme, bolanya terasa mengetat dan menembakkan cairan panas dari ujung kemaluannya, mereka berdua terhentak dan menggeliat sampai kepuasan tak berujung memudar, perlahan kembali, meninggalkan dirinya bersentuhan kulit ke kulit dengan Dewi, wanita terseksi yang pernah Davin kenal.

Davin berguling ke samping, tidak ingin menghancurkan Dewi yang berada di bawahnya dengan berat badannya yang jauh lebih besar, dan melalui matanya yang setengah tertutup, mengecek tubuh Dewi yang dipenuhi keringat. Kulit Dewi yang berwarna kuning langsat tertangkap cahaya lampu dan Davin mengangkat tangannya untuk menelusuri lengkungan besar dari payudara yang penuh, hanya menyentuh tepian putingnya yang berwana pink dan memerhatikan puncak putingnya. Davin menangkup seluruh payudaranya, begitu lembut, begitu feminim dan membiarkan tangannya menuruni perut Dewi, perutnya yang sedikit membulat memancarkan sensualitas. Nafas Davin telah melambat mendekati normal, dan Davin harus bertanya.

“Kenapa kau melakukan ini?” Tanya Davin lemah lembut.

“Apa perlu aku jawab?” Dewi malah balik bertanya.

“Kalau tidak keberatan …” Jawab Davin pelan.

“Kamu telah membuatku bebas dari belenggu yang selama ini mengekangku. Terima kasih, Davin.” Lirih Dewi.

Davin tercenung tidak mengerti pola pikir gadis yang baru saja melepaskan keperawanannya. Boleh dikata, gadis ini sengaja merobek selaput daranya sendiri demi kebebasan. Tiba-tiba, Davin meluncur ke tepi tempat tidur dan mengulurkan tangannya.

“Tidakkah kamu ingin mandi bersamaku, Dewi?” Kata Davin sambil melengkungkan alisnya dengan seringai jahat pada bibir sensualnya. Dewi tersenyum kembali.

Dan mereka pun mandi bersama, saling membasuh, menyabuni, mengusap dan meremas. Tak lama, mereka pun selesai mandi lalu memakai pakaian mereka kembali, Davin keluar kamar lebih dulu meninggalkan Dewi. Dewi masih mematut dirinya di depan cermin usai berdandan cantik. Dewi tersenyum dan merasa sangat lega karena dirinya terlepas dari kekangan diri. Ia kini bisa menjalani kebebasan tanpa keterikatan. Setelah merasa siap, Dewi segera keluar kamar dan bergabung kembali ke dalam pesta di lantai satu rumah megah ini.

###

Keesokan Harinya …

Dewi tampak menggeliat di atas tempat tidur dengan menutup dirinya dengan selimut panjang. Tapi tak lama Dewi harus bangun karena ibunya memberitahukan kalau ada seorang pemuda yang datang ke rumah. Rasa kantuk yang masih menggandrunginya, ia lenyapkan, dan bergegas menuju kamar mandi. Gadis itu pun mandi kilat lalu berpakaian dan tak lupa menggunakan parfum. Setelah selesai, Dewi melangkah keluar kamar menuju ruang tamu. Dewi memicingkan mata saat melihat Davin duduk di sofa ruang tamu yang sedang asik ngobrol dengan ibunya.

“Ka…Kamu???” Ucap Dewi dengan suara yang agak kurang enak didengar.

“Sorry … Aku datang pada waktu yang kurang tepat.” Kata Davin sambil berdiri dan sedikit membungkukan badannya ke arah Dewi.

“Nah … Silahkan dilanjut dengan Dewi.” Ujar Ningsih sambil berdiri lalu berjalan meninggalkan ruang tamu.

Dewi duduk di seberang Davin dengan muka yang agak kesal. Dewi kurang senang dengan kedatangan Davin siang ini. Masalahnya, Dewi takut kejadian semalam diketahui ibunya. Jika saja ibunya tahu kalau ia pergi ke pesta bersama Heni, tentu ibunya akan marah. Dewi melirik wajah Davin yang dihiasi senyuman, sambil memikirkan bagaimana caranya untuk ‘mengusir’ pemuda ini secepatnya.

“Aku ke sini karena aku tidak bisa melupakanmu sejak malam tadi.” Davin tampak begitu santai tetapi Dewi bisa melihat ada kegugupan di suaranya.

“Hhhhmm … Anggap saja kejadian semalam adalah kecerobohanku. Jadi kamu gak perlu merasa bersalah. Dan lebih baik kamu melupakanku, gak perlu diingat-ingat lagi.” Kata Dewi lugas dan tegas.

“Dewi … Aku ke sini memang untuk meminta maaf. Tapi, aku rasa kamu tidak memerlukan maafku. Sungguh, aku heran dengan dirimu.” Ucap Davin sambil melongo ke arah Dewi.

“Sudahlah … Jangan didramatisir. Bukankah kamu sering melakukannya sebelum bersamaku?” Ungkap Dewi sedikit ketus.

“Beberapa kali dan mereka tidak sepertimu.” Jawab Davin.

“Ketahuilah … Aku memang menginginkannya. Dan kamu adalah orang yang telah membantu untuk merealisasikan keinginanku itu. Sekali lagi, aku ucapkan terima kasih.” Ujar Dewi pelan.

“Sama-sama … Semalam kamu katakan karena kamu ingin bebas. Aku langsung berpikiran kalau kamu ingin bebas bercinta dengan siapa saja yang kamu kehendaki. Tolong koreksi kalau aku salah.” Kata Davin dengan suara pelan.

“Ya …” Jawab Dewi singkat sambil menganggukan kepala.

“Kalau begitu kita sama … Sama-sama menginginkan kebebasan bercinta. Apakah kita bisa mengulanginya lagi seperti tadi malam?” Ucap Davin bercanda.

“Mungkin ya … Mungkin tidak … Untuk saat ini, kamu tidak ada dalam list-ku.” Jawab Dewi membalas candaan Davin.

Davin pun tertawa terbahak-bahak. Akhirnya mereka terlibat obrolan yang sangat panjang hingga Dewi lupa dengan tujuannya yaitu mengusir Davin dari rumahnya. Perlahan tapi pasti tercipta atmosfir hangat dan keakraban yang natural. Mereka bercanda layaknya teman akrab. Pada saat itu, Dewi merasa Davin adalah pria yang pandai membawa suasana. Guyonannya tidak pernah kering, selalu membuat tertawa dan sangat elegan. Diam-diam Dewi menyukai perangai Davin yang humble.

“Wi … Ngomong-ngomong ibumu cantik juga ya … Kalau boleh aku bandingkan, kamu kalah satu level sama dia.” Kata Davin.

“Sialan … Cantikan aku dong!” Kata Dewi sambil cemberut.

“Kalau menilai ingin objektif, harus penilaian orang lain bukan penilaian diri sendiri.” Kelakar Davin yang semakin membuat Dewi cemberut. Tapi Dewi memang harus mengakui kalau ibunya lebih cantik dari dirinya.

“Ibuku pada masa mudanya seorang model.” Jujur Dewi.

“Pantas …” Gumam Davin sembari manggut-manggut. “Kalau ayahmu?” Lanjut Davin dengan sebuah pertanyaan.

“Ayahku seorang tentara angkatan udara … Beliau sudah meninggal dua tahun yang lalu karena kecelakaan pesawatnya.” Jawab Dewi pelan. Raut mukanya mendadak sedih.

“Oh … Sorry …” Ujar Davin tak enak hati.

“It’s ok … Itu masa lalu.” Dewi pun berusaha tegar. Ia tersenyum untuk membalas raut ceria dari wajah Davin.

“He he he … Kayaknya ibumu perlu teman, Wi … Apakah aku boleh menemaninya?” Canda Davin.

“Awas ya!!! Jangan ganggu ibuku!!!” Suara Dewi agak meninggi sambil mengepalkan tinju ke arah Davin.

“He he he … Galak amat …? Kasian loh ibumu itu … Kamu gak pernah ngasih saran untuk menikah lagi?” Kini Davin agak serius dan dijawab dengan gelengan kepala. “Ibumu masih muda, aku yakin beliau masih memerlukan pendamping. Paling nggak beliau butuh bersenang-senang.” Lanjut Davin dengan senyum mesumnya.

“Ihk … Dasar …!” Ketus Dewi. Tapi, memang tidak ada yang salah dengan ucapan Davin itu. Dewi merasa kasihan pada ibunya yang belum bisa melupakan mendiang ayahnya, sehingga melupakan kesenangannya sendiri.

Beberapa menit kemudian, Davin pun pamit pergi dari rumah Dewi. Setelah mengantar Davin sampai pintu gerbang, Dewi langsung kembali masuk ke dalam rumahnya. Gadis itu mendapati ibunya duduk di kursi rotan teras belakang sedang asik memandangi bunga-bunga hias. Dewi langsung duduk di samping ibunya sambil memeluk manja kepada ibunya.

“Temanmu sudah pulang?” Tanya Ningsih dengan suara datar.

“Baru saja …” Jawab Dewi.

“Dia ganteng juga.” Ucap Ningsih. Tiba-tiba kerongkongan Dewi seperti tercekat ketika mendengar pujian itu. Suatu keajaiban dunia saat ibunya memuji laki-laki yang datang ke rumah ini. Biasanya ia marah dan ngomel.

“Mama suka sama dia?” Tanya Dewi menyelidik. Dewi bisa menangkap kalau ucapan ibunya itu sangat tulus dan bermakna kalau ia mengaguminya.

“Ya secara lahiriah … Menurut mama, dia pantas menjadi pacarmu.” Ungkap Ningsih. Benar-benar ini merupakan kejadian langka. Sangat jarang bahkan hampir tidak pernah ibunya mengagumi pria lain selain mendiang ayahnya.

“Dia bukan tipe aku walau orangnya memang baik dan enak diajak bicara.” Kata Dewi mengelak.

“Sayang lo kalau kamu cuekin …!” Ujar Ningsih yang semakin membuat Dewi yakin kalau ibunya mempunyai perasaan kepada Davin.

“Hhhhmm … Bagaimana kalau dia buat mama saja.” Ucapan itu keluar begitu saja dari mulut Dewi, mungkin perkataan yang kurang layak.

“Ih … Mana bisa? Mana mau dia sama mama?” Walaupun menyangkal namun ucapan ningsih tersembunyi sebuah harapan.

“Bisa ma … Asalkan mama mau mencobanya.” Dewi berusaha memberikan semangat.

“Mencoba?” Ningsih menatap mata anak gadisnya lekat-lekat. Dan dari tatapan mata itu Dewi bisa melihat kalau ibunya mempunyai suatu pengharapan.

“Ya, mencoba … Aku sangat yakin kalau mama dan Davin bisa menjalin hubungan. Tadi Davin memuji mama kalau mama cantik dan kecantikan mama melebihiku.” Ucap Dewi sedikit memprovokasi membuat mata Ningsih semakin terbelalak.

“Benarkah?” Ningsih memandang Dewi tak percaya namun tampak bahagia. Dewi pun menganggukan kepala sebagai jawaban. “Tapi …” Lanjut Ningsih tetapi segera dipotong Dewi.

“Jangan banyak tapi dan tapi … Sudah saatnya mama mencoba move on. Aku sangat yakin kalau Davin bisa membuat mama bahagia. Aku ingin mama bersenang-senang sekarang juga. Aku tidak ingin melihat lagi mama merenung sendirian dan bersedih.” Tegas Dewi menggebu-gebu.

“Apakah Davin punya pacar?” Tanya Ningsih yang masih terlihat ragu.

“Dia belum punya pacar, ma …” Jawab Dewi sekenanya. “Bagaimana kalau dia kita undang makan malam di sini?” Lanjut Dewi dan Ningsih hanya tersenyum dan menganggukan kepala.

Setelah sekian lama pintu hati ibunya tertutup rapat, dan kini Dewi sungguh bahagia karena pada akhirnya pintu rapat itu terbuka. Dewi berpikir kalau ‘mengumpankan’ ibunya kepada Davin adalah sebuah kesalahan, namun Dewi merasa ini adalah kesempatan emas untuk mengubah perangai dan sikap ibunya. Dewi berharap ibunya akan mendapat kesenangan dan setelah itu akan lebih terbuka dengan konsep hidup bebas yang Dewi agung-agungkan.

Bersambung
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd