Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAT In Too Deep (NO SARA)

Apakah perlu ditambah bumbu-bumbu incest di cerita ini atau tidak?


  • Total voters
    537
  • Poll closed .
-Dammit-

And it's happened once again
I'll turn to a friend
Someone that understands sees through the master plan
But everybody's gone and I've been here for too long to face this on my own
Well I guess this is growing up

(Blink-182: Dammit)


Sudah seminggu semenjak aku putus dengan Hani, dan lagu ini terus menemaniku selama periode waktu menyedihkan ini. Tidak ada yang bisa kulakukan untuk memperbaiki semuanya. Di malam saat kami putus, aku berusaha untuk menghubungi Hani namun ternyata seluruh sosial mediaku sudah dia blokir. Aku juga sudah meminta tolong dengan Bella untuk membantuku berbicara dengan Hani, namun ketika aku menanyakan kabarnya, Bella mengabarkan kalau Hani juga sedang menangis kencang di kamarnya, jadi sepertinya Hani tidak bisa diganggu untuk sementara waktu.

Berita keputusanku dengan Hani pun langsung tersebar luas, dan tentu saja banyak yang emosi denganku. Bella, kak Liya, Sindy, Adi, Rama, semuanya marah kepadaku. Terlebih lagi Ummi yang langsung meneleponku dan memaki-makiku. Namun aku langsung menjelaskan tentang apa yang sebenarnya terjadi, dan semuanya pun juga memaklumi, meski Ummi memerlukan waktu yang lebih panjang untuk ditenangkan.

Selain itu, Andre juga bercerita kepadaku bahwa di hari kami putus, Hani mendapat beberapa sindiran dan makian dari anak-anak fakultasnya, karena aku yang saat itu masih menjadi pacarnya memukuli 'golden boy' mereka, sehingga karena mereka tidak bisa menyerangku, Hani lah yang menjadi incaran. Jadi mungkin Hani memutusiku untuk kebaikannya juga. Namun tetap saja hal itu tidak membuatku tenang karena pertama: mas Farhan kini bisa lebih leluasa untuk mendekati Hani, dan kedua: aku tidak bisa menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Yahh jadi beginilah kehidupanku selama seminggu ini, kehidupan yang sangat menyedihkan.

-----
(Back to current timeline)

"Bayu? Bayu? Bayu??" Panggil pak Jarwo yang memecahkan lamunanku, sepertinya aku melamun cukup lama.

"Hah? Oh, iya kenapa, pak?" Jawabku gelagapan, aku lupa kalau aku sedang berada di dalam kelas.

"Kamu lagi kurang fit ya, sepertinya?" Tanyanya.

"Nggak kok, pak, nggak" Bantahku, namun tiba-tiba Sindy memotong perkataanku.

"Iya pak, dia lagi kurang sehat akhir-akhir ini" Ucapnya, dan pak Jarwo pun langsung memegang keningku.

"Hmm, iya nih, suhu badan kamu juga sepertinya lagi tinggi, yaudah kalo gitu kamu istirahat dulu dirumah ya, Sindy bisa nganterin nak Bayu dulu kan?" Perintahnya.

"Tapi pak..." Jawabku, namun Sindy kembali menyanggah.

"Udah Bay, repot kalo kamu nularin sekelas" Ucapnya yang membuat sekelas tertawa, dan akhirnya aku terpaksa harus pulang.

"Sin apaan, si? Aku masih kuat belajar kok" Protesku.

"Udah, nggak usah nggak jelas dulu, jelas-jelas fokus kamu lagi entah dimana sekarang" Jelasnya sambil terus menuntunku.

"Udah eh Sin gausah nuntunin, dikira aku orang tua kali" Candaku dan Sindy tertawa sebelum akhirnya melepas tanganku.

Singkat cerita, kini kami sudah keluar dari gedung fakultas, dan aku langsung berpamitan dengan Sindy.

"Udah, Sin, sampe sini aja" Ucapku.

"Beneran nggak mau aku anter pulang?"

"Dikata, aku nggak kenapa-napaa buset, aku lagi ada pikiran ajaa" Jawabku.

"Mikirin Hani, ya?" Tanyanya, dan aku hanya mengangguk pelan, dan tiba-tiba Sindy menggenggam kedua tanganku.

"Bay, udah seminggu kuliah kamu berantakan gara-gara mikirin Hani, kamu mau sampe kapan kayak gini?" Tanyanya.

"Sampe aku bisa ngelurusin semua masalah ini" Jawabku singkat.

"Kalo dia tetep nggak mau balikan?"

"Persetan, yang penting masalahnya lurus dulu, urusan balikan belakangan aja" Balasku, dan akhirnya Sindy juga menyerah.

"Yaudah lah terserah kamu kalo gitu, Bay. Tapi inget kamu juga harus mikirin kuliah sama kesehatan kamu, Bay. Jangan lupa nanti jam 5 kita masih harus ngoreksi laporan" Ingatnya, dan aku hanya mengangguk, setelah itu akupun berpamitan dengan Sindy dan aku langsung menuju ke motorku dan beranjak pulang.

Lagi-lagi pikiranku melayang kemana-mana saat aku mengendarai motorku ini. Melewati jalan ini, aku malah menjadi mengingat memori-memoriku bersama Hani ketika kami pulang bersama. Isi pikiranku selalu menuju ke Hani akhir-akhir ini. Sudah beberapa cara aku lakukan untuk melupakan itu semua, namun semua cara itu tidak berhasil. Mungkin memang karena aku masih kesal karena aku masih harus meluruskan semua ini.

Baru saja aku melewati pintu keluar kampus, aku melihat seorang perempuan yang sedang berjalan masuk kedalam kampus kami, dengan wajah murung dan sedih pula. Awalnya aku tidak memperdulikannya, namun ketika makin kuperhatikan, akhirnya aku mengenali siapa perempuan itu.

"Hani?"

Melihat Hani yang berada di pinggir jalan, aku tadinya berniat untuk langsung menepi, tapi entah kenapa, aku tidak bisa. Bahkan ketika aku ingin memanggilnya, rasanya mulutku masih sangat susah untuk terbuka. What's going on with me?

Karena aku memelankan motorku, Hani pun yang tadinya tidak memerhatikanku langsung mengalihkan pandangannya kepadaku, dan makin terlihat wajah sedihnya seolah dia sedang memikirkan sesuatu. Kami bertatapan, dan tiba-tiba, Hani tersenyum melihatku sambil melambai kecil, namun masih terlihat kesedihannya dibalik senyuman itu, dan tidak ada yang bisa kulakukan selain tersenyum balik, dan kami berlalu.

Tak terasa, keluar air mataku. Tangisan? Tidak, mungkin hanya debu. Aku kan sedang tidak pakai helm, jadi wajar kalau terkena debu. Tapi semakin aku menyusuri jalan ini, air mata ini makin deras mengalir. Damn, I'm crying?

"Where the fuck did it all go wrong?" Ucapku dalam hati.

Singkat cerita, kini aku sudah sampai di kontrakanku. Aku langsung memasukkan kunci, namun ada yang aneh. Kenapa seperti ada yang mencolok kunci dari balik pintu? Kan yang lain sedang kuliah. Aku mencoba mendorong pintunya, dan ternyata tidak dikunci. Apakah sudah ada yang pulang?

Aku langsung berjalan masuk ke kamarku, namun sebelum aku masuk. Kulihat seisi rumah sudah rapih, dan juga tercium wangi. Pasti ada seseorang yang membersihkan. Aku juga melihat di meja makan sudah ada makanan khas rumahan yang masih hangat. Aku yang mulai takut pun langsung mengambil sapu untuk senjata, namun tiba-tiba terdengar suara pintu terbuka dari kamarku.

"Loh kak? Udah pulang?" Terdengar suara itu dari balik pintu, dan ternyata orang itu adalah....

"Mamahh?!" Ucapku kaget dan aku langsung berlari memeluk Mamah erat.

"Haloo sayang, kaget yaa Mamah tiba-tiba kesini?" Tanyanya, dan aku hanya mengangguk, kemudian aku dan Mamah masuk ke dalam kamarku.

"Mamah kok tiba-tiba banget kesininya?"

"Ayah lagi ada urusan kerja di kota Pahlawan, tadinya mau mampir kesini berdua, cuma Ayah tiba-tiba ada rapat lagi terus besok pagi harus ke Seribu Pura" Jelas Mamah.

"Terus tadi Mamah bikin status Whats*pp lagi di kota Pahlawan, Hani langsung ngabarin Mamah katanya kamu lagi nge-down akhir-akhir ini, jadinya Mamah panik terus langsung kesini naik travel" Lanjutnya yang membuatku bingung.

Hani yang mengabari Mamah?

"Beneran Hani yang ngabarin, Mah?" Tanyaku.

"Loh kan dia pacar kamu, ya wajar lah" Jawabnya singkat.

"Umm... Tapi..."

"Tapi kenapa, kak?"

"Aku sama Hani... Putus Mah..." Ucapku, dan langsung terlihat raut wajah shock di mukanya.

"Hah? Kok bisa?" Tanya Mamah heran.

"Jadi ada kating yang lagi deket sama Hani, terus aku ngomong sama katingnya buat ngejauhin Hani, akhirnya karena dia nggak terima dia kayak mau nyerang aku diem-dien gitu, tapi ujungnya malah dia yang kalah" Jelasku.

"Terus karena katingnya anak emas di fakultas Hani, dia juga pinter play victim, akhirnya dia cerita ke Hani kalo aku yang mukulin dia duluan, terus karena dia pacar aku anak-anak fakultasnya juga sering ngehina-hina dia, akhirnya Hani mutusin aku" Lanjutku.

"Jadi Hani mutusin kamu karena kamu mukulin kating dia?" Tanyanya, dan aku hanya mengangguk.

"Kamu yakin?"

"Loh emang apa lagi, Mah?"

"Gimana kalo sebenernya Hani juga terpaksa mutusin kamu?"

"Yah nggak tau deh, Mah, kalo mikirin gituan malah makin nge-down aku. Aku cuma mau ngelurusin semuanya dari kemaren cuma nggak bisa-bisa" Jelasku.

"Hani masih sayang sama kamu kok, Bay" Ucap Mamah yang membuatku bingung.

"Kalo Hani udah nggak sayang sama kamu, pasti Bella juga kena imbasnya, kan? Pasti dia juga udah diusir dari apartemennya dong? Terus dengan tadi Hani nelpon Mamah nangis-nangis, Mamah yakin sih dia mungkin punya alasan lain buat mutusin kamu" Lanjutnya.

"Udah lah, Mah. Stop ngomong-ngomong kaya gitu, aku mau denger perkataan itu dari mulutnya sendiri" Ucapku kesal, dan Mamah hanya tertawa kemudian Mamah membuka jaket jas yang dia kenakan, memperlihatkan payudaranya yang besar menonjol.

Mamah keluar dari kamarku, sementara aku langsung membuka celanaku dan merebahkan diriku di kasur. Pikiranku tentang Hani membuatku sering menjadi lemas dan tidak bersemangat. Aku hanya ingin meluruskan ini semua, supaya hatiku bisa kembali lega. Namun sepertinya sudah sulit untuk meluruskannya dalam waktu dekat.

Akhirnya Mamah kembali ke dalam kamarku, membawa sepiring penuh makanan, dan Mamah langsung duduk di sampingku.

"Ini makan dulu, kak. Bahaya kalo kamu sakit"

"Nanti dulu, Mah"

"Nanti kalo kamu sakit Hani malah makin khawatir loh"

"Bukann tadi aku sama kak Liya sama Sindy udah makan di kampus"

"Noh kan udah nyari cewek baru lagi" Ledek Mamah, dan akhirnya Mamah menaruh makanku di meja belajarku sebelum akhirnya Mamah merebahkan dirinya disampingku.

Mamah langsung mengelus-elus rambutku, dan akupun akhirnya menjadi menempel dan menjadikan lengan Mamah sebagai bantal. Tentu saja di posisi begini, payudara Mamah berada tepat di samping kepalaku.

"Masa karena Hani aja kamu sampe se nge-down ini, kak?" Tanya Mamah sambil mengelus-elus kepalaku.

"Aku cuma pengen ngelurusin semuanya, Mah" Jawabku dan Mamah pun akhirnya hanya tersenyum sambil terus mengelus-elus rambutku.

Wajahku bersampingan dengan payudara Mamah yang terlihat sangat menonjol dibalik mansetnya. Entah kenapa, tiba-tiba muncul kembali gairahku untuk bermain dengan kedua semangka, mungkin karena memang sudah seminggu ini aku sudah tidak diberi jatah.

"Mamah"

"Kenapa, kak?"

"Aku haus deh" Ucapku.

"Ooooh, mau Mamah ambilin minum?" Tanyanya.

"Mau minum susu, Mah"

"Kamu nyetok susu di kulkas?"

"Bukann bukan susu itu" Jawabku, dan aku langsung memindahkan pandanganku ke kedua payudaranya, dan Mamah pun langsung menyadarinya.

"Oalahh hahahaha, bisa ajaa kamu modusnya bilang aus" Tawanya, dan Mamah pun langsung mengangkat tubuhnya.

Mamah tanpa lama-lama langsung mengangkat mansetnya hingga sampai menunjukkan BH nya, dan Mamah juga langsung mencabut BH nya hingga kini kedua payudaranya bergelayutan bebas.

"Nihh buat anak Mamah yang bandel"

Tanpa berpikir panjang pun, aku langsung menggarap kedua semangka Mamah, dan terdengar suara Mamah menjerit pelan.

"Ummmhh..."

Ketika mulutku bermain di salah satu payudaranya, tanganku bermain di salah satu payudaranya dan kupelintir-pelintir putingnya. Putingnya kujilat-jilati dan kadang kuhisap kencang-kencang.

"Ummhhh... Kakkk...."

Entah kenapa, aku menjadi sangat bernafsu. Biasanya tidak pernah aku se agresif ini. Namun ketika aku ingin berhenti, rasanya aku malah menjadi makin bernafsu. Kini mulutku bergantian memainkan kedua payudaranya.

"Ummhh... Kakakk... Agresiff bangettt... "

Ucapan Mamah kuhiraukan, dan aku makin liar menjilat-jilati kedua payudaranya serta meremasnya keras-keras hingga Mamah juga mulai terbawa suasana.

"Ummhhh.... Ahhhh.... Kakakkk.... Bandeelll...."

Tangan Mamah pun kini juga mulai bergerak. Awalnya Mamah hanya mengelus-elus rambutku makin agresif, namun perlahan-lahan tangan Mamah juga bergerak menuruni punggungku.

"Slrrp... Slrppp... Tetek Mamah gede banget sihh... Slrpp... Slrrpp..." Ucapku dikala aku menjilati payudaranya.

"Ummhh... Iyaaa... Kamuu sukaa yangg gede-gedee kann??... Ahhh..." Jawabnya diselingi desahan.

Aku tidak menjawab perkataan Mamah, dan aku terus menjilati kedua payudara Mamah dengan buas, dan tangan Mamah tiba-tiba hinggap di kontolku yang masih tertutupi celana jins.

"Ummhh... Inii kasiann burungg kamuu... Sakitt entarr... Uhhh... Keluarinn duluuu...." Suruh Mamah, dan aku langsung membuka sleting dan kancing celanaku, serta menurunkan celana dan celana dalamku hingga kontolku sudah bebas, dan setelah itu aku langsung menggenggam tangan Mamah menuntunnya untuk mengocok kontolku.

"Ummhh... Burungg kamuu jugaa gedee kakkk... Gemukk jugaaa...." Ucapnya sembari mengocok kontolku.

Melihat Mamah mengocok kontolku, aku jadi terpancing untuk memainkan memek Mamah dari luar celana kulotnya. Akupun langsung menurunkan satu tanganku menuju selangkangan Mamah dan langsung menggesek-gesek memeknya dari luar.

"AHHH... Kakkk... Tangannyaa bandell yaaa... Ummhh..." Desahnya yang mulai meliuk-liuk keenakan.

Aneh, Mamah tidak marah ketika kugenggam selangkangannya. Namun aku tidak terlalu memikirkannya, masa aku menolak apa yang sudah disuguhi?

Setelah cukup lama kami berada di posisi ini, aku memutuskan untuk diam-diam menurunkan celana kulot Mamah beserta celana celana dalamnya. Tetap saja, tidak ada perlawanan dari Mamah jadi aku memutuskan untuk menurunkan celananya sepenuhnya.

Hal pertama yang kulihat, memeknya sudah cukup basah, dan jembutnya terlihat sangat lebat. Tanpa berpikir panjang, akupun langsung melepas kulumanku di payudaranya, dan aku langsung memindahkan posisiku menjadi diatas Mamah, dan aku langsung membuka paha Mamah lebar-lebar.

Aku sudah tidak memikirkan apa-apa lagi, dan aku langsung berniat untuk memasukkan kontolku ke memek Mamah. Namun, tiba-tiba Mamah langsung menahanku hingga membuatku panik setengah mati.

"Kenapa, Mah?" Tanyaku gugup.

"Sekali ini aja, ya" Jawabnya dengan senyuman keibuannya, dan aku kemudian tersenyum sambil berusaha memasukkan kontolku ke memeknya.

"Jangan kasar-kasar ya, kak" Pintanya, dan setelah posisi kontolku sudah pas, aku langsung menghentakkan kontolku dalam-dalam.

"AHHHH... Kakakkk... Kan udah Mamahh bilangg..." Protesnya, namun aku menghiraukannya dan memulai genjotan pelanku.

"Ummhh... Burungg kamuu gedee bangett kakk... Ahhh..." Desahnya.

Sambil menggenjot memeknya juga, aku tidak berhenti memainkan payudara besarnya ini. Rasanya seperti magnet.

"Ummhh... Gede bangett si inii Mahh...."

"Ahhh... Iyaahhh... Burungg kamuu jugaaa..."

Akupun langsung mempercepat genjotanku di memek Mamah hingga Mamah menjadi makin keenakan.

"AHHHH... KAKKK... TERUSSS..."

"Hhhh... Hhhh... Gimana Mahh?? Enakk kann??"

"Ummhhh... Ennakkk kakk.... Terusinnn..."

Akupun menuruti permintaan Mamah dan langsung menggenjot memek Mamah menjadi secepat yang kubisa, dan Mamah mulai menjerit-jerit keenakan.

"AHHH... IYAHH KAKK... TERUSSS... AHHH... KAKK KAMU BELAJARR DARI MANA SIHHH.... UMMHHH..." Jeritnya keenakan.

"Hhhh... Hhh... Kepoo..."

"Ummhh... Anakk Mamahh udahh bandell yaaa... Ahhh teruss kakkk..."

Aku kembali menggenjot Mamah, dan sepertinya Mamah akan mencapai orgasmenya.

"Ummhh... Kakkk... Mamahh udahh mau sampeee..."

"Hhhh... Hhhh... Iyaa Mahh... Akuu jugaa... Gantii gayaa Mahh..." Jawabku, dan aku langsung mencabut kontolku dari memeknya.

Mamah pun langsung merubah posisinya menjadi menungging menampilkan pantatnya yang cukup besar juga.

"Hhhh... Hhhh... Buruann kakk... Keburu temenn kamuu pulangg..." Pintanya, dan aku langsung kembali memasukkan kontolku ke memeknya yang masih lumayan sempit.

"UMMMHHH..."

Tanpa berpikir panjang, aku langsung menghujam cepat memek Mamah sedalam-dalamnya.

"Ummmhh... Dalemm bangett... Teruss kakkk...."

Aku mempercepat genjotanku, dan untuk menambahkan kenikmatan di Mamah, aku juga memainkan payudaranya dari belakang.

"AHHHH... KAKKK... TERUSSSS.... UMMMHH... KAKKKK... MAMAHHH.... MAMAHH KELUARRRR.... AHHHHHH" Lenguhnya, dan akhirnya Mamah mencapai orgasmenya.

Aku menghiraukan orgasme Mamah dan aku terus menggenjot memeknya, dan Mamah juga menjadi sangat lemas, dan cairan orgasmenya berceceran.

"Uhhh... Kakk... Sabarr.... Mamah napass duluu..." Ucapnya lirih, namun kuhiraukan.

Aku tidak berhenti nenggenjot memeknya, dan sambil menggenjot aku juga meremas-remas pantatnya yang sangat jiggly dan terkadang kutampar-tampar juga.

*Plakk...*

"Ummhh... kakk... Bandelll..." Ucapnya ketika aku tampar pantatnya.

Setelah cukup lama aku mengentoti Mamah di posisi ini, akhirnya pejuku akan segera keluar.

"Hhh... Hhhh... Mahh akuu dikitt lagii keluarr..." Ucapku.

"Ahhh... Iyaa kakk... Ummhh... Barengann yaaa... Ayoo semangatt entotinn Mamahh..." Ucapnya yang membuatku terheran.

Ketika aku mendengar Mamah mengatakan 'entot', tiba-tiba seperti muncul tenaga ekstra bagiku untuk mempercepat genjotanku, dan Mamah pun sampai sangat lemas kuentoti dari belakang hingga tumpuan di sikunya sudah tidak ada.

"Ummhhh... kakkk... Ayooo terusss...dikitt lagii..."

"Hhhh... Hhh... Iyaa Mahhh..."

Aku kembali meremas-remas payudaranya, dan akhirnya Mamah mencapai orgasme keduanya.

"Ummhh... Iyahh kakk... Remess yangg kencenggg... Uhhh... Mamahh sampee lagii... AHHHH..." Jeritnya ketika mencapai orgasme.

Pejuku juga sudah diujung tanduk, dan aku juga langsung menghujamkan kontolku dalam-dalam dan aku ejakulasi di dalam memeknya.

"Uhhh..." Lenguhku ketika aku mencapai orgasme.

Setelah beberapa kali semprotan, aku mencabut kontolku dari memek Mamah, dan langsung terlihat cairan kenikmatan kami langsung mengalir keluar dari memek Mamah. Mamah pun langsung menjatuhkan dirinya di kasur dan menelentangkan dirinya, dan aku langsung mendekatkan kontolku ke wajah Mamah meminta Mamah untuk menjilati kontolku.

"Ihh apaan sihh kakk??" Ucapnya jijik.

"Bersihin, Mah" Jawabku, dan alih-alih Mamah membuka mulutnya, Mamah langsung menggenggam kain jilbabnya dan membersihkan kontolku.

"Bukan bersihin gitu sih, Mah, maksud aku pake mulut" Ucapku.

"Hih nggak ada, gausah banyak request kamu" Jawabnya sebal dan setelah kontolku bersih, aku langsung merebahkan diriku di samping Mamah.

"Mamah nggak takut jilbabnya kotor?" Tanyaku.

"Ngga kok, kak. Mamah bawa baju ganti, buat jaga-jaga kalo hal ini kejadian beneran" Jawabnya dengan tatapan meledek, dan aku hanya tertawa mendengarnya.

"Kak"

"Kenapa, Mah?"

"Gimana, masih pusing, nggak?" Tanyanya, jadi itu alasannya membolehkanku.

"Udah sedikit rileks sih, Mah. Tapi kalo boleh lagi bisa lebih rileks pasti hehe" Jawabku, namun Mamah tidak tertawa mendengar candaanku.

"Kak, janji ya ini yang terakhir kalinya" Ucapnya.

"Yah kenapa, Mah?"

"Yee masa gitu aja nggak tau, kita udah kelewatan banget kak, udah nggak boleh lagi besok-besok, okey?" Jawabnya.

"Mamah nggak enak kalo nanti kita terus-terus begini, akhirnya Mamah terus merasa bersalah sama Ayah, kakak paham, kan?" Lanjutnya, dan aku hanya mengangguk.

"Janji sama Mamah ya kak kalo ini yang pertama dan terakhir" Ucapnya.

"Iyaa Mahh"

"Nahh gitu dongg anak pinter Mamahh" Jawabnya tersenyum, dan setelah itu Mamah tertidur sementara aku memakan makananku yang tadi sudah disiapkan Mamah tadi.

-----
(Sorenya)

Mamah sudah rapi, dan begitupula juga aku. Mamah mau bertemu dengan Bella, sementara aku masih harus kembali ke kampus untuk mengecek laporan praktikanku bersama Sindy.

"Kak, Mamah berangkat dulu ya, kamu bener nggak mau ikut?" Tanyanya.

"Mau, Mah. Cuma kan aku masih harus ngoreksi laporan" Jawabku kecewa, dan terlihat raut kecewa di wajah Mamah juga.

"Yaudah kalo gitu kak, paling nanti kalo urusan kerja Ayah selesai kita nanti kesini lagi, okeh?"

"Iya Mah, have fun ya" Jawabku dan setelah itu Mamah berangkat, dan aku juga langsung berangkat ke kampus

Di perjalanan, kupikir dari pergumulanku dengan Mamah aku bisa melepas semua kepusingan yang ada di kepalaku, namun ternyata pergumulan itu sepertinya hanya mengambil sebagian kecil dari kepusinganku karena sampai saat ini aku masih merasa berat di kepalaku. Sampai-sampai aku nyaris menabrak salah satu pengendara motor juga di jalan. Sepertinya seks tidak bisa juga menghilangkan ini semua. Selain itu, sepertinya aku mulai menyadari kalau mungkin ini karma bagiku karena aku sudah bermain dengan perempuan selain Hani, yaa mungkin aku pantas menerimanya. Oleh karena itu aku ingin kembali membangun boundaries bagiku untuk tidak bermain dengan perempuan selain pasanganku.

Singkat cerita, aku sudah sampai di kampus, dan aku langsung memarkirkan motorku sebelum beranjak ke kantin terlebih dahulu. Di saat aku memesan minuman, tiba-tiba ada yang menepuk punggungku.

"Bay" sapanya yang membuatku kaget, dan aku langsung berbalik badan dan melihat kak Liya bersama pria yang tak kukenal.

"Yaampun, kak Liya, sama..." Jawabku berusaha menanyakan nama orang itu.

"Surya, Bay. Mas yakin pasti Liya pernah cerita tentang Mas ke kamu" Jelasnya, dan aku hanya mengangguk.

"Ini, Bay. Mas Surya katanya mau nanyain tentang kejadian kamu sama mas Farhan yang itu" Ucap kak Liya.

"Buat?"

"Mungkin Mas bisa bantu juga secara hukum, jadi Liya juga udah megang video barang bukti kejadian itu, cuma kurang cukup buat dijadiin barang bukti" Jelas mas Surya kepadaku.

"Hhhhhh Pasti kak Liya yang minta tolong sama mas Surya, ya?" Tanyaku kesal, dan terlihat kak Liya kaget mendengar perkataanku.

"Loh emang kenapa, Bay? Kan bisa lebih cepet kalo kayak gitu" Jawabnya.

"Nggak kak, nggak gitu. Mungkin iya bisa lebih cepet, cuma kalo ujung-ujungnya juga Hani malah makin benci sama aku gimana?" Jelasku.

"Tapi Bay..." Jawab kak Liya yang langsung kupotong.

"Please kak, aku hargain tawaran bantuan kakak dan Mas, tapi ini kebih ke masalah yang perlu aku urusin sendiri" Potongku, dan dengan berat hati mas Surya dan kak Liya mengiyakan.

"Oke kalau gitu, tapi kalo kamu perlu bantuan, Mas bisa bantu kok, Bay. Itung-itung buat imbalan jagain Liya dari Rizky" Ucap mas Surya.

"Iya, mas. Paling aku cuma mau minta tolong video yang kak Liya kirim coba ditelaah bagian di merge sama cut nya dibagian mana aja, itu doang sih kak" Jawabku menjelaskan, dan mas Surya langsung mengiyakan.

"Oke kalau gitu, Bay. Nanti kalo udah selesai langsung aku kasih ke Hani aja ya" Ucap kak Liya.

"Iyaa, makasih ya kak Liya, mas Surya"

"Iyaa sama-sama, Bay. Yaudah kalo gitu Mad pulang ya, sayang" Ucap mas Farhan ke kak Liya, dan setelah berpamitan aku juga langsung bergegas menuju ke laboratorium dan aku langsung melihat ada Sindy disana.

"Darimana ajaa?? Buruann nanti kemaleman ngoreksinyaa" Suruhnya, dan aku langsung bergegas mengoreksi laporan praktikanku.

-----

Sudah sekitar dua jam kami mengoreksi laporan-laporan ini. Aku dan Sindy memang sangat teliti dalam mengecek laporan bahkan sampai ke ejaan dan cara penulisan juga kuperhatikan semua, dan kami juga selalu membandingkan laporan praktikan-praktikan kami just in case ada yang mencontek antar kelompok, sehingga akhirnya akan sangat lama mengoreksi laporan mereka.

Laporan Bella sengaja kutaruh di paling akhir, dan seperti biasa Bella selalu menjadi anak dengan laporan yang paling rapih dan tebal. Isi laporannya juga selalu berbobot dan tidak banyak keluar dari konteks, sehingga Bella selalu mendapat nilai laporan mingguan yang tinggi. Namun ketika aku membaca bagian kritik dan saran, Bella tidak menuliskan kritik dan saran pada praktikum minggu lalu. Isinya hanya bertuliskan:

"Kak, kakak harus kuat. Kakak nggak boleh terus-terusan nge-down, okey? Akhir-akhir ini kondisi kakak keliatan lagi nggak baik, tolong kak kakak juga harus jaga kesehatan kakak, bahaya kalo kakak sakit, kan kakak lagi sibuk juga, okey? Semangat kak, aku yakin kakak kuat kok, Aku sayang kakak"

Mood-ku yang tadinya masih biasa saja tiba-tiba kembali menjadi tidak baik setelah membaca tulisan Bella itu. Akupun langsung membuka ke halaman berikutnya untuk melihat daftar pustakanya, setelah itu lampiran, dan ketika aku melihat lampirannya, kulihat seperti ada secarik kertas yang menyelip diantara kedua halaman itu, dan aku langsung mengambilnya.

"Apaan, nih?" Ucapku.

"Lah gatau, itu keselip kali Bay, enak banget kamu udah laporan terakhir, ini aku masih lumayan banyak" Jawab Sindy yang membuatku tertawa, dan ketika aku membalik secarik kertas itu, aku melihat ada tulisan di kertasnya, dan langsung kubaca.

"Jangan lupa jaga kesehatan kamu ya, Bay, aku nggak mau kalo kamu sampe sakit, okey? -Hani" Isi dari tulisan tersebut.

Perasaanku kembali bercampur aduk. Untuk apa Hani menulis ini? Bukannya dia sangat marah kepadaku waktu itu? Namun setiap aku kembali memikirkan ini, rasa sedih di hatiku makin membesar dan kepalaku juga ikut makin pusing. Akupun langsung menilai laporan Bella dan menaruhnya di tumpukan laporan yang sudah kukoreksi, dan setelah itu aku langsung menaruh kepalaku diatas kedua tanganku di meja.

"Kamu kenapa lagii, Bay??" Tanya Sindy.

"Aaaa nggak tauu, pusingg" Jawabku asal, dan kulihat Sindy langsung menghentikan koreksinya dan berjalan menujuku.

"Ini apa?" Jawab Sindy menunjuk kearah secarik kertas yang masih kupegang, dan tiba-tiba Sindy langsung mengambilnya paksa.

"Sin udah ahh siniinn" Pintaku, namun dihiraukan Sindy, dan langsung dia baca tulisan di kertas tersebut.

"Noh, Bay, Hani aja juga khawatir kamu begini, gimana sih?" Ucap Sindy setelah dia membaca tulisannya.

"Sok tau bet" Jawabku asal, dan Sindy langsung menarik kursi dan duduk disampingku.

"Udahh, Bay. Kamu jangan mikirin ini teruss, semester masih panjang" Ucapnya sambil mengelus-elus punggungku.

"Susah, Sin. Selalu aja di pikiran aku saat ini aku cuma pengen dateng ke dia, jelasin semuanya, dan yang penting dia tau dulu apa yang sebenernya terjadi" Jawabku.

"Dia pernah bilang ke aku kalo dia nggak mau aku ngejauh dari dia kalo kita kenapa-napa entar, cuma buktinya apa? Malah dia yang ngejauhin aku" Lanjutku yang membuat Sindy terdiam.

"Aku cuma pengen jelasin ke dia doang, aku belom mikirin sampe balikan lagi, meski aku masih berharap banget kita balikan, fuck kenapa aku jadi kayak sadboi gini, sumpah pusing deh" Ucapku, dan Sindy terus mengelus-elus punggungku.

Sindy tidak menjawab perkataanku, namun tangannya tidak berhenti mengelus punggungku.Terdapat keheningan yang cukup lama di dalam ruangan ini, dan kami tidak berubah dari posisi kami ini. Namun tiba-tiba, tangan Sindy menuruni punggungku, melewati pinggangku hingga akhirnya berhenti di pahaku.

"Ngapain, Sin?" Tanyaku, namun tidak dijawab.

Tangan Sindy pun perlahan mulai kembali bergerak, dan gerakan itu menuju kearah selangkanganku.

"Sinn..." Ucapku pelan.

"Ssstt...." Desisnya, dan dia langsung menutup mulutku dengan jari telunjuknya menyuruhku diam.

Tangan Sindy hinggap di sleting celanaku, dan tanpa berpikir panjang Sindy langsung membuka sleting celanaku dan membuka kancing celanaku. Sindy pun juga langsung menurunkan celanaku dan tangannya langsung hinggap di kontolku yang masih tertutup celana dalam, dan kontolku langsung mengeras.

Tanpa berpikir panjang, Sindy langsung mengeluarkan kontolku yang mulai mengeras, dan aku langsung menatap mata Sindy.

"Sin, ngapain?" Tanyaku.

"Udah diem aja" Jawabnya, dan Sindy langsung menurunkan kepalanya dan mulai menyepong kontolku.

"Ssshh... Sinn..."

Sindy langsung menaik-turunkan kepalanya, dan Sindy juga memainkan lidahnya didalam kulumannya.

"Urrgh... Sinn... Udahh..." Ucapku ke Sindy menyuruhnya berhenti.

"Chlokhh... Chlokhh... Udahh diemm... Chlokhh... Chlokhh..." Jawabnya disela-sela sepongannya.

Sindy lanjut menyepong kontolku, dan sambil menyepong kontolku, Sindy membuka kancing kemeja jas lab dan kancing kemejanya hingga terlihat BH nya. Selain itu, tangan Sindy mengambil tanganku dan langsung mengarahkannya ke kedua payudaranya. Tentu saja aku langsung menarik tanganku, namun Sindy menahan.

"Chlokhh... Chlokhh... Udahh nikmatin dulu... Chlokhh..." Ucapnya.

"Ngacoo kamuu, nggak enakk sama Adii" Jawabku.

"Chlokhh... Chlokhh... Udahh gausah mikirin Adi, nikmatin aja dulu, katanya pusing" Ucapnya sambil mengocok kontolku.

"Ya nggak gini juga kali caranya Sin" Jawabku dan kulihat Sindy tersenyum sebelum kembali menyepong kontolku.

Sudah kurang lebih 10 menit Sindy menyepong kontolku dan rasanya aku sudah akan keluar.

"Sinn akuu udah mauu keluarr..."

"Chlokhh... Chlokhh... Iyaa... Mundurann Bayy aku pegel sambil beginii..." Jawabnya, dan setelah aku memundurkan kursiku, Sindy berlutut di depanku dan setelah itu dia membuka BH nya.

"Buruann udah malem" Ucapku mengingatkan, dan Sindy langsung kembali menyepong kontolku.

Tanganku pun kini tidak diam dan sembari aku disepong Sindy, aku remas-remas payudaranya.

"Tetek kamu gede juga ya ternyata Sin" Ucapku, dan kulihat Sindy seperti tertawa sambil terus mengulum kontolku.

Wah, ternyata Sindy juga sangat lihai dalam menyepong kontol. Apakah ini juga ajaran dari Adi? Tapi rasanya tidak mungkin, jam terbang Adi sepertinya juga jauh lebih rendah dariku. Sepertinya Sindy belajar dari orang lain.

Akhirnya, pejuku sudah berada di ujung tanduk, dan aku langsung memberitahu Sindy.

"Sinn aku dikit lagi keluarrr" Ucapku, dan Sindy langsung mempercepat gerakannya.

"Chlokhh... Chlokhh... Chlokhh..."

Tak butuh waktu lama bagi Sindy untuk mengeluarkan pejuku, dan akhirnya aku mengalami ejakulasi.

"Sinn aku keluarr..." Ucapku, dan Sindy tiba-tiba mencabut kulumannya dan akhirnya pejuku mengenai sekujur wajahnya serta pashminanya.

"Uhhh..." Lenguhku ketika aku ejakulasi.

Setelah kontolku berhentu menyemburkan peju, Sindy langsung menjilati kontolku hingga bersih, dan setelah kontolku bersih, Sindy membuka jas labnya dan mengelap mukanya menggunakan itu.

"Sinn gila kan kita masih praktikum besok, kok kamu ngelapnya make itu?" Tanyaku heran.

"Santai kali, aku punya jas cadangan" Jawabnya sambil beberes.

"Ini kamu jago nyepong diajarin Adi atau siapa?" Ledekku sambil memasukkan kontolku kedalam celana.

"Kepo"

"Berarti bukan"

"Sok tau bangettt"

"Berarti fix bukann hahahaha" Kembali ledekku, dan kulihat Sindy terlihat sangat sebal dan wajahnya memerah, dan setelah kami selesai beberes, kami berdua langsung pergi keluar meninggalkan laboratorium.

-To Be Continued-
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd