Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAT In Too Deep (NO SARA)

Apakah perlu ditambah bumbu-bumbu incest di cerita ini atau tidak?


  • Total voters
    537
  • Poll closed .
Kagak tau die istrinya juga udeh dikentot
-Close to Home-

Hani


=====

"Jadi... Elu yang selama ini..." Ucapku yang akhirnya mulai mengepalkan tanganku.

"Gimana? Udah tau siapa pelakunya?" Tanyanya sinis tersenyum kepadaku.

Mendengar ucapannya, pikiranku menjadi makin kacau. Aku tidak menduga kalau ternyata menjadi seperti ini. Aku sudah mencari kemana-mana untuk menemukan petunjuk, padahal pelakunya berada di dalam rumah yang sama begitu dekat denganku dan Hani.

Lagi-lagi, emosi menguasai pikiranku, dan inner demon-ku kembali terbebaskan dari belenggunya. Arya pun juga ikut mengepalkan tangannya dan dengan cepat Arya mengayunkan pukulannya.

Namun, aku lebih cepat, dan aku langsung menarik hoodienya dan melempar tubuhnya hingga dia terhempas melewati tangga hingga ke lantai dasar, dan punggungnya mendarat di sebuah rak

*BRUKK...*

"ARGHHH..." teriaknya kesakitan.

Aku tidak berhenti, dan selagi Arya masih belum fokus, aku langsung berlari menuruni beberapa anak tangga, dan aku langsung memanfaatkan ketinggian ini untuk melancarkan dropkick-ku di dadanya. Seranganku pun menghasilkan daya yang cukup kuat, bahkan kekuatannya membuat keretakan di rak yang terdorong oleh tubuh Arya.

*KRAKK....*

Akupun juga terjatuh, dan aku mendarat di punggungku. Namun, aku sudah tidak merasakan sakit sama sekali, emosi ini telah membutakanku dan melumpuhkan rasa sakitku, dan aku bisa langsung bangkit untuk kembali menghajar Arya.

Namun, Arya juga bisa langsung bangkit melawanku, dan baru ketika aku berdiri, Arya langsung meluncurkan berbagai gaya pukulan yang cukup menunjukkan kelihaiannya dalam berkelahi. Tapi sudah terlihat jelas, aku jauh lebih lincah, dan baru sebentar aku bisa memahami ritme penyerangannya.

Arya pun melancarkan pukulan lurus mengarah ke kepalaku, namun aku yang sudah mengantisipasinya pun dengan mudah bisa menghindar, dan dengan memanfaatkan momentum dari pergerakan Arya, aku menarik lengannya hingga Arya terpelanting dan terhempas ke meja kecil di belakang kami hingga meja itu hancur.

*KRAKKK...*

"AKHHH... BANGSAT!!!..." Teriaknya terlihat begitu menderita.

Sudah jelas Arya pasti merasa sakit yang mendalam di punggungnya. Setelah terhempas ke sebuah rak, terdorong ke rak hingga raknya patah, dan sekarang Arya terhempas kencang mematahkan meja kecil ini.

Aku sudah kesetanan, dan di posisi Arya yang sedang menyandar ke sofa ini, aku langsung membabi buta menyerangi Arya yang tidak dapat berkutik.

*BUGG... BUGGG... BUGGG..*

Berbagai tendangan dan injakanku mengenai hampir seluruh bagian atas tubuhnya, dari badan, kaki, hingga kepalanya. Arya pun juga terlihat sudah bercucuran darah, namun tak ada sedikitpun rasa iba yang kurasakan di dalam diriku.

Berbagai serangan sudah kulancarkan, namun Arya masih terlihat sadar. Akupun sudah puas menendangi tubuhnya yang tidak berdaya, dan aku langsung mengangkat tubuhnya dan memojokkannya ke tembok.

"JADI ELU YANG SELAMA INI JADI DALANG DIBALIK INI SEMUA, HAH?!" Tanyaku begitu kencang.

"Hhhh... Hhhh... Kenapa??... Lu kaget??... Lu bahkan bisa keliling dunia buat nyari siapa... Tapi lu nggak sadar... Kalo pelakunya ada di deket lu selama ini.... Hhhh... Hhhh..." Ucapnya terengah-engah.

"LU NYADAR APA YANG UDAH LU LAKUIN, HAH?! LU BUNUH ORANG YANG UDAH LU MANFAATIN, LU TEROR SEMUA KELUARGA GUA, DAN BAHKAN TEGA MERKOSA KAKAK LU SENDIRI, CUMA DEMI NGEBUAT GUA SENGSARA?!?" teriakku tak terkontrol.

"Hhhh... Hhhh... Apapun... Demi bisa ngebuat lu sengsara... Sama kayak apa yang gua rasain...." Jawabnya, yang benar-benar membuatku gila.

Hanya untuk membuatku sengsara, Arya bahkan tak sungkan untuk membunuh, meneror, dan bahkan memerkosa dan menyakiti Hani, kakaknya sendiri, baik fisik maupun psikologisnya.

"ARYA!! GUA NGGAK PEDULI KALO LU PUNYA DENDAM APAPUN KE GUA, ATAU BAHKAN LU PENGEN GUA MATI PUN GUA NGGAK PEDULI!!" teriakku begitu kencang tepat di depan wajahnya.

"TAPI MAU GIMANA JUGA, HANI ITU KAKAK LU, YA!! HANI YANG UDAH MENDERITA TIGA BULAN DIPENUHIN RASA TAKUT KALAU PELAKUNYA BAKAL NYAKITIN ABBI, UMMI, GUA, DAN BAHKAN LU JUGA, DAN TERNYATA ELU YANG UDAH NGEBIKIN KAKAK LU SENDIRI DIHANTUIN SAMA KETAKUTAN, YA!!" lanjutku.

"Hhhh... Hhhh... Justru kalian lah... Target utama gua... Gua muak... Ngeliat lu yang bisa terus bahagia sama kak Hani... Gua muak ngeliat Ummi yang terus naro perhatiannya ke kalian berdua... Gua muak... Ngeliat lu bisa makin ngebuat keluarga gua makin jauh dari gua..." Jelasnya membuatku makin naik pitam.

"TAPI APA LU PIKIR DENGAN NGELAKUIN INI SEMUA, KELUARGA LU BAKAL NGEDEKET KE LU LAGI?!?" tanyaku.

"LU GILA, YA!! NGGAK NYANGKA GUA LU TERNYATA BISA SEGILA INI!!" lanjutku, dan baru ketika aku ingin memukulnya lagi, tiba-tiba terdengar pintu terbuka dengan kencang, dan ketika aku melihat kearah asal suara itu, aku melihat Abbi yang sedang memegang kapak bergagang panjang bersama Ummi yang masih mengenakan mukenanya.

*BRAKKK!!...*

"ADA APA INI?!?" teriak Abbi bertanya kepadaku, dan terlihat Abbi begitu terkejut melihat kami berdua.

"BAYU, ARYA, KALIAN NGAPAIN?! NGAPAIN KALIAN BERANTEM MALEM-MALEM GINI?! KENAPA BANYAK PERABOTAN YANG HANCUR?!" tanyanya penuh kebingungan.

"Bi, liat ini, Bi" Ucapku sembari melempar spycam yang masih kupegang daritadi ke Abbi dan langsung Abbi tangkap.

"Loh, ini kan spycam" Ucapnya memerhatikan spycam yang dia pegang.

"Aku nemu spycam itu di kantong hoodie Arya, aku ngambil ini, tepat setelah aku ngeliat Arya ngelakuin sesuatu tepat di depan kamar Hani" Jelasku, dan terlihat Abbi dan Ummi begitu terkejut seolah tak percaya.

"Abbi paham kan pembicaraan aku ngarah kemana?!" Tanyaku tak melepaskan genggamanku di hoodie Arya.

Ummi pun juga terlihat begitu marah, wajahnya sangat merah, dan Ummi langsung melampiaskan emosinya.

"ARYA!! KAMU TEGA NGELAKUIN INI SEMUA KE KAKAK KAMU?!" tanya Ummi berteriak, namun tidak Arya jawab.

"JAWAB ITU NYOKAP LU NGOMONG, BANGSAT!!" teriakku ke Arya, namun alih-alih menjawab, Arya malah menyundul kepalaku cukup kencang hingga aku sedikit terpental ke belakang.

Akhirnya akupun melepaskan genggamanku, dan aku langsung menaruh tanganku di kepalaku yang baru saja disundul Arya, dan mengusap bagian yang kurasa sakit meski tidak terasa begitu sakit.

Abbi dan Ummi pun berlari, dan Abbi dan Ummi langsung menuju kepadaku, memastikan apa aku baik-baik saja.

"Bayu, kamu nggak kenapa-napa, kan?!" Tanya Ummi yang kemudian menggenggam wajahku memerhatikan apa ada luka.

"Nggak kenapa-napa, Mi, nggak sakit, kok" Jawabku, namun tiba-tiba perhatian kami bertiga kembali tertuju ke Arya yang tiba-tiba berteriak.

"LU LIAT KAN PAKE MATA LU SENDIRI, BAY?!?" teriak Arya mengagetkan kami.

"LU LIAT KAN ABBI SAMA UMMI LARI KE SIAPA?! MEREKA LARI KE ELU, YANG CUMA SEBAGAI PACAR DARI KAK HANI!!" Lanjutnya berteriak.

"LU LIAT, BAY, GUA YANG ANAK KANDUNGNYA, MEREKA NGGAK PEDULI SAMA GUA!! MEREKA BAHKAN NGGAK PEDULI NGELIAT GUA YANG BABAK BELUR BEGINI!!" lanjutnya, dan seketika aku kembali ingin menghajarnya, namun Ummi dan Abbi langsung menahanku.

"MEREKA LEBIH KHAWATIR SAMA LU, KARENA ELU ADALAH SEGALANYA DARI YANG MEREKA MAU SEBAGAI ANAKNYA!!" Teriaknya.

Akupun terus berusaha untuk lepas dari tahanan Ummi dan Abbi, namun mereka terus menahanku.

"GUA MUAK NGELIAT INI SEMUA!! GUA BENCI SAMA LU, GUA BENCI NGELIAT KAK HANI YANG SELALU DAPET DUKUNGAN DARI ABBI, GUA BENCI NGELIAT UMMI YANG TERUS NARO PERHATIANNYA KE KAK HANI," teriaknya, dan tiba-tiba, Abbi melepaskan tahanannya dan berusaha mendekati Arya, namun Arya belum selesai bicara.

"GUA JUGA BENCI SAMA ABBI YANG SELALU NGELAKUIN APAPUN DEMI KALIAN BISA GAPAI CITA-CITA KALIAN, TAPI NOLAK IMPIAN GUA MENTAH-MENTAH DAN NGEBUANG GUA KE SEKOLAH MILITER YANG JELAS DILUAR KEMAMPUAN GUA!!" lanjutnya berteriak yang seketika membuat Abbi menghentikan langkahnya.

"LU NGGAK TAU KAN BERAPA YANG ABBI KELUARIN DEMI GUA BISA MASUK KE SEKOLAH MILITER SAMA KAMPUS GUA?! SEMUANYA ABBI LAKUIN KARENA ABBI MALU GUA NGGAK SE SEMPURNA KAK HANI DAN ELU DI MATA DIA!!!" lanjutnya, dan berhubung hanya Ummi yang menahanku sekarang, aku bisa langsung lepas dan aku langsung berlari ke Arya untuk kembali menghajarnya, namun....

"Bayu, stop" Tahan Abbi sembari menggenggam lenganku menghentikan langkahku.

Tentu saja perlakuan Abbi sekarang membuatku bingung. Namun tatapannya begitu tajam kepadaku hingga membuatku diam membatu.

"Arya, apa semua yang diucapkan Bayu ini benar?" Tanyanya ke Arya dengan masih melihat kearahku, namun Arya tidak menjawab.

"Jadi... Kamu melakukan semua ini... Kamu sampai tega menyakiti kakak kamu sendiri... Hanya karena kamu merasa kamu sudah Abbi buang??... Begitu??..." Lanjutnya, namun lagi-lagi, Arya terdiam.

"22 tahun... Abbi mendidik kamu... Sudah cukup bagi Abbi buat tahu kalau kamu tidak bohong... Terlihat dari keheningan kamu..." Ucapnya, membuat Ummi benar-benar terkejut.

Abbi pun tiba-tiba tersenyum kepadaku, dan Abbi menepuk-nepuk bahuku.

"Biar Abbi yang menyelesaikan ini, oke?" Ucapnya kepadaku, dan setelah itu, dengan masih menggenggam kapak itu, Abbi berjalan mendekati ke Arya.

Kini Abbi sudah berhadapan dengan Arya, dan Ummi kembali mendekatiku dan langsung menggenggam tanganku.

"Aku udah kehilangan semuanya, Bi, aku udah siap kalo Abbi yang bakal selesain ini" Ucapnya pelan, dan Arya langsung memejamkan matanya selagi Abbi mengangkat tangan kanannya yang masih menggenggam kapak itu.

Tentu saja hal ini membuat Ummi ketakutan setengah mati, dan terasa Ummi bergetar hebat melihat Abbi yang sudah siap mengambil nyawa anaknya sendiri.

"ABBII!!!!!" teriak Ummi begitu ketakutan dengan apa yang akan terjadi.

"Abbi! Abbi yakin Abbi ingin ngelakuin ini?!" Tanyaku yang entah kenapa juga begitu khawatir.

Aku memang benci dengan Arya setelah mengetahui apa yang dia lakukan. Tapi ini sudah terlalu jauh, terlebih juga aku ingin Arya mempertanggungjawabkan apa yang sudah dia perbuat.

"Ayo, Bi, finish the job, Abbi udah punya Bayu yang bisa ngegantiin aku, kok" Ucapnya masih memejamkan matanya.

Mendengar ucapan Arya, Abbi pun langsung meninggikan posisi tangannya untuk mengambil ancang-ancang, dan Abbi akan menyelesaikan semua ini dengan mengambil nyawa anaknya sendiri.

Ummi bahkan tidak kuat melihat ini, dan Ummi mendekapkan wajahnya ke lenganku, sementara aku perlahan berjalan mendekati Abbi meski aku berusaha untuk tidak melihat.

Satu ayunan memang tidak bisa menyelesaikan pekerjaan, tapi efeknya akan lebih buruk karena pada akhirnya korban tebasan tersebut akan merasakan kematiannya mendekat secara perlahan, dan dengan ketinggian dari lengan dan momentum yang dapat dihasilkan, kapak itu tidak akan menebas, oleh karena itulah aku berusaha mendekat ke Abbi.

Namun...

*Prangg... Pranggg... Prangg...*

Abbi menjatuhkan kapaknya, dan baru ketika Arya terlihat ingin membuka matanya karena terkejut, Abbi langsung memeluk Arya yang masih terdiam kaku. Ummi pun juga terlihat sama terkejutnya sepertiku, namun terlihat juga kelegaan di wajah Ummi mengetahui apa yang kami pikirkan ternyata salah.

"Maafkan Abbi ya, nak" Ucap Abbi begitu lembut, dan setelah itu Abbi mendekapkan wajahnya ke bahu Arya yang lebih tinggi darinya.

"Maafkan Abbi, yang sudah membuat kamu berasa seperti terbuang, ini semua salah Abbi" Lanjutnya, dan perlahan, terdengar isakan yang menandakan Abbi menangis.

"Hiksss... Hiksss... Maafkan Abbi nak... Maafkan Abbi yang selalu menghalangi kamu menggapai cita-cita kamu... Hiksss... Hiksss..." Lanjutnya, dan perlahan, Arya yang terdiam kaku pun mulai membalas pelukannya.

"Hiksss... Hiksss... Kamu belum kehilangan segalanya nak... Kamu masih punya Abbi... Ummi... Kak Hani... Kami semua masih sayang sama kamu kok... Sudah... Hentikan semua ini, oke??...." Ucap Abbi, dan tiba-tiba, raut wajah Arya berubah.

"Abbi... Kenapa??... Abbi udah punya Bayu... Yang jauh lebih membanggakan... Lebih sukses..." Ucap Arya.

"Hikss... Hiksss... Kehadiran Bayu di keluarga kita... Bukan sebagai pengganti kamu... Bayu hanya menjadi addition di keluarga kecil kita nak..." Jelas Abbi sesenggukan.

"Mau bagaimanapun juga... Kamu tetap anak Abbi... Anak bungsu Abbi... Anak yang akan menjaga Abbi dan Ummi hingga Abbi tua nanti..." Lanjutnya, dan perlahan, raut wajah Arya perlahan makin berubah, dan tak lama kemudian, Arya juga tak kuasa menahan tangisnya.

Ummi pun juga sama, aku melihat Ummi yang kini juga sudah bergelimang air mata. Ummi pun juga langsung berlari menghampiri mereka berdua dan ikut berpelukan, meninggalkanku yang masih terdiam.

Namun, tiba-tiba lamunanku terpecahkan, karena tiba-tiba, pintu depan terbuka, dan terlihat mang Ucup sedang memasuki rumah.

"Anu... Punten... Saya teh tadi denger suara gaduh... Aya naon, yak?" Tanyanya sembari membuka pintu.

"Cup... Tolong bawa Bayu keluar dulu ya..." Ucap Abbi yang masih memeluk Arya.

Mang Ucup pun mengangguk paham, dan mang Ucup langsung berjalan menghampiriku.

"Ayo mas Bayu, kita keluar dulu" Ajaknya, dan aku hanya mengiyakan, meski aku masih sangat bingung dengan apa yang sebenarnya sedang terjadi.

Mang Ucup pun langsung membawaku ke teras, dan mang Ucup langsung mengajakku duduk di anak tangga teras ini.

"Tadi teh, mas Bayu berantem sama Arya, ato gimana, mas?" Tanya mang Ucup.

"Iya mang... Ternyata... Arya dalang dari kejadian ini semua..." Jelasku.

"Hah? Mas Bayu teh yang bener ini?" Tanya mang Ucup tak percaya.

"Iya mang... Saya ngeliat dia lagi mau naro spycam di kamar Hani tadi, dan dia juga ngasih tau tadi apa tujuan dia ngelakuin ini semua..." Jelasku, dan mang Ucup pun mengangguk paham.

Mang Ucup pun langsung berjalan meninggalkanku, dan dia beranjak menuju ke pos satpamnya. Tak lama kemudian, mang Ucup kembali kepadaku membawa sebungkus rokok dan juga koreknya, dan setelah itu mang Ucup kembali duduk disampingku.

Setelah mang Ucup duduk pun, mang Ucup mengeluarkan sebatang rokok dan langsung membakarnya. Setelah rokoknya menyala pun, mang Ucup menawarkan rokoknya kepadaku.

"Mau ngerokok, mas Bayu?" Tanyanya.

"Nggak mang, nggak usah, makasih" Tolakku.

Begitu banyak hal sedang terjadi di kepalaku. Aku tidak bisa berhenti memikirkan apa yang sudah terjadi. Aku sudah banyak melakukan hal-hal tak pantas untuk mencari sebutir pun informasi mengenai kejadian ini, dan ternyata pelaku dari semua informasi yang kucari adalah adik dari pacarku sendiri.

Rasanya kepalaku ingin pecah ketika aku kembali memikirkan ini. Apalagi ketika aku kembali memikirkan apa tujuan Arya melakukan ini semua.

Arya... Hanya ingin diakui dan diperlakukan dengan sama seperti Hani. Arya sudah dikuasai dengan kebencian yang mendalam. Bahkan dia tega melakukan ini semua, hanya karena dia tidak terima melihat Hani yang diperlakukan dengan spesial.

Meski rasanya aku sudah lega Abbi yang ingin menangani semua ini, rasanya masih ada sedikit kejanggalan di dalam diriku. Meski kini pelakunya telah diketahui, aku masih jauh dari kata puas.

Apa yang Arya lakukan kepadaku, keluargaku, bahkan Hani, dengan apa yang baru saja kulakukan tadi, rasanya masih tidak sebanding.

Akupun melihat sekitar, dan aku melihat mang Ucup yang masih memegang koreknya, dan dalam sekejap, aku tahu apa yang harus kulakukan.

"Mang Ucup, boleh minjem koreknya, mang?" Tanyaku.

"Buat apa, mas Bayu?" Balik tanyanya.

"Udah kasih dulu aja"

Mang Ucup pun menurut, dan dia langsung menyerahkan koreknya. Tepat setelah aku mengambil korek gas itu, aku kembali masuk kedalam.

"Mas Bayu, mau ngapain, mas?!" Tanya mang Ucup, namun tak kujawab.

Akupun terus berjalan masuk kedalam, dan aku melihat Abbi, Ummi, dan Arya yang masih berada di posisi yang sama, dan aku langsung memfokuskan penglihatanku ke kapak panjang yang masih tergeletak di lantai.

Kapak itu pasti akan berguna, dan dengan cepat aku langsung berjalan menghampiri kapak itu, dan baru ketika aku menggenggam kapak itu, mereka bertiga langsung melihat kearahku.

"Bayu, mau kamu apakan kapak itu?!" Tanya Abbi, namun perhatianku tertuju kepada Arya.

"Arya," Panggilku.

"What goes around, comes back around, remember?" Tanyaku, dan Arya pun langsung paham dengan apa yang kumaksud.

"Bay, stop, Bay!!" Ucap Abbi yang juga sepertinya tahu apa yang akan kulakukan, namun lagi-lagi, emosiku melumpuhkan semua perasaanku, dan aku langsung beranjak ke kamar Arya membawa kapak dan korek ini.

Aku langsung melihat sekeliling dari kamar Arya. Kamar ini dikelilingi oleh berbagai barang-barang mewah, meja yang diisi dengan tiga monitor komputer dengan TV diatasnya, dan sebuah rak yang dipenuhi dengan beberapa piagam dan piala.

Aku tidak peduli berapa jumlah harga dari semua barang-barang disini, dan dengan sekuat tenaga, aku mengayunkan kapak ini mengincar meja belajarnya terlebih dahulu.

*KRAKKK...*

Ayunanku pun menembus kayunya cukup dalam, namun aku bisa kembali mencabut kapak itu, dan setelah itu, aku kembali mengayunkan kapak ini, namun sekarang aku mengincar monitor komputernya, dan kuhancurkan ketiganya.

*KRAKKK... KRAKKK... KRAKKKK...*

Masih belum puas, aku mengayunkan kapak ini lagi ke TV, dan dengan mudah aku bisa nenghancurkan TV itu.

TV itu pun akhirnya terjatuh menimpa monitornya, dan dengan membabibuta, aku menghancurkan semua yang ada di depanku.

*KRAKKK... KRAKKK... KRAKKK... KRAKKKK...*

Akhirnya, perlakuanku ini pun mengundang perhatian Arya, Abbi, dan Ummi, dan tak lama kemudian, mereka bertiga sudah menyusulku masuk kedalam kamar Arya.

"Gimana, Ya?! What goes around, comes back around, kan?!" Tanyaku yang menyadari keberadaannya.

Dengan keberadaan mereka disini, hal ini tidak membuatku ingin berhenti, dan malah aku menjadi makin semangat, karena Arya bisa melihat dengan kedua matanya sendiri aku membalas apa yang dia lakukan ke rumahku yang membuat Mamah dihantui oleh ketakutan yang mendalam.

Aku benar-benar menggila dalam sensasi ini, dan aku menghancurkan seluruh barang yang ada di dalam kamar Arya. Kasur, lemari, kursi belajar, rak buku, semuanya kuhancurkan.

*KRAKKK... KRAKKK... KRAKKK... KRAKKKK...*

Setelah puas, aku langsung menoleh ke belakangku, dan perhatianku langsung kutuju ke berbagai piala dan piagam yang ditaruh diatas sebuah rak.

"Bayy..." Ucap Abbi yang sepertinya ingin menenangkanku.

Namun, ucapan Abbi tidak kugubris sama sekali, dan aku mulai mengambil ancang-ancang untuk mengayun.

"BAYU, UDAH, ANJING!! LU MASIH BELOM PUAS, HAH?!?" teriak Arya begitu frustasi melihat kebanggaannya akan hancur berkeping-keping.

Teriakan Arya bahkan tidak membuatku lebih tenang, yang ada malah aku menjadi semakin yakin untuk menghancurkannya. Arya tidak pantas untuk memiliki semua ini.

Dengan sekuat tenaga pun, aku langsung mengayunkan kapaknya menghancuri salah satu piala terbesarnya.

*KRAKKK...*

Setelah itu, aku kembali mengayunkan kapak ini mengenai piala-piala yang lainnya hingga tak ada yang tersisa. Aksiku ini sepertinya begitu gila, yang bahkan membuat Abbi dan Ummi tidak berani untuk menghentikanku.

Kini, semua perabotan yang ada di kamar ini sudah binasa, dan setelah itu, aku langsung menjatuhkan kapaknya dan mengeluarkan korek yang daritadi kutaruh di dalam kantung.

Akupun langsung mengambil salah satu pakaian yang tadi tercecer di lantai, dan aku mulai menyalakan korekku untuk membakar kain ini sebagai awalan untuk membakar seluruh barang yang baru saja kuhancurkan.

Namun baru ketika aku ingin membakar kain ini, tiba-tiba ada yang menahan tanganku dari belakang. Akupun terkejut, dan setelah menoleh ke belakang, aku melihat Abbi.

"Abbi..."

"Bayu... Sudah... Jangan dilanjutkan..." Ucap Abbi pelan.

"Kalau kamu terus melakukan ini hanya demi kepuasan kamu... Kamu nggak akan pernah puas sama sekali..." Lanjutnya, dan kemudian, Abbi perlahan beranjak mengambil kapaknya dan mengambil korek yang kugenggam.

"Udah, ayo ikut Abbi dulu, kita tenangin diri kamu dulu, oke?" Ajaknya, dan meski tak kujawab, Abbi menuntunku pergi meninggalkan Ummi dan Arya.

Pikiranku sekarang benar-benar kosong, dan aku sudah pasrah mengikuti kemanapun Abbi akan membawaku. Abbi terus menuntunku, dan Abbi membawaku menaiki tangga dan berjalan ke salah satu kamar yang berada di atas.

Kamar Hani.

"Ayo, kita coba masuk" Ajak Abbi, dan seketika aku tersadar.

Bagaimana kalau Hani mendengar itu semua?

Aku benar-benar bimbang, dan Abbi yang menyadarinya pun langsung menepuk-nepuk pundakku.

"Abbi paham kamu pasti takut kalau Hani mungkin mendengar semuanya, tapi kita juga perlu memastikannya, Bay" Ucap Abbi menyemangati, dan Abbi pun mengarahkan tanganku untuk membuka pintu.

Dengan rasa penuh khawatir, aku mendorong pintu ini hingga terbuka sepenuhnya. Aku begitu takut kalau Hani mungkin akan kembali depresi mengetahui adiknya sendiri lah yang sudah melakukan ini semua, dan dilatarbelakangi oleh kecemburuannya terhadap Hani yang selalu diperlakukan spesial.

Akupun langsung melihat kearah kasur Hani, dan ternyata Hani masih tertidur, bahkan posisinya belum berubah sama sekali.

Abbi pun kemudian mengajakku untuk menghampiri Hani, dan dengan berat, aku mulai melangkah. Perlahan kami makin mendekat, dan perlahan terlihat wajah Hani yang masih tertidur nyenyak. Mungkin ini semua juga dipengaruhi oleh musik yang kusetel tadi.

Aku terus memerhatikan wajahnya yang begitu manis selama dia tertidur dengan nyaman, dan akupun langsung duduk di sampingnya mengusap-usap kepalanya.

"Hani pules, Bi" Ucapku pelan supaya tidak membangunkan Hani.

"Yah, kamu juga sudah berhubungan dengannya selama lebih dari 5 tahun, nak, pasti kamu juga paham kalau Hani benar-benar susah bangun jika kondisinya masih sangat nyaman" Jelasnya pelan.

Aku terus memerhatikan wajahnya, melihat wajahnya yang tak berdosa ini membuatku kembali merasa teriris mengingat apa yang sudah dia lalui. Tak terasa juga, aku meneteskan air mataku, memikirkan bagaimana reaksinya kalau dia tahu adiknya sendiri, adik yang sangat dia sayangi, yang telah melakukan semua ini.

"Nggak apa-apa, nak, lepaskan saja tangisan kamu" Ucap Abbi menepuk pundakku yang menyadari aku mulai menangis.

"Aku... Cuma nggak bisa ngebayangin... Betapa hancurnya Hani kalo tau... Arya yang udah ngelakuin ini semua..." Balasku terbata-bata, dan Abbi pun makin keras menggenggam bahuku.

"Sudah, Bay, ayo kita pindah, kita lanjuti obrolannya di tempat lain" Ucapnya, dan sebelum aku beranjak pergi, aku menemukan hapeku yang masih tergeletak di lantai.

Akupun langsung mengambil hapeku, dan sebelum aku beranjak pergi, aku kembali mengelus-elus kepala Hani, dan perlahan, aku mulai mendekatkan kepalaku, dan aku mengecup keningnya.

*Ccupphh...*

Setelah aku mengecup keningnya pun, aku langsung berdiri dan beranjak menyusul Abbi yang sudah menungguku di depan pintu, dan kami kemudian beranjak menuju ke sebuah balkon yang menghadap ke halaman belakang rumah ini.

Kami tidak melakukan apa-apa, hanya melihat pemandangan tembok yang berada di depan kami, dan kami juga menaruh kedua tangan kami di besi pembatas ini.

Cukup lama kami terdiam hening, sebelum akhirnya, Abbi mulai berbicara.

"Nak"

"Iya, Bi?"

"Sudah sejauh apa hubungan kamu dengan anak sulung Abbi?" Tanyanya, yang seketika membuat bulu kudukku berdiri.

Bagaimana ini? Aku sudah tahu Abbi pasti bermaksud untuk bertanya tentang apa yang sudah kami lakukan selama kami berhubungan, apa aku jujur saja?

"Kenapa Abbi tiba-tiba nanya begitu?" Tanyaku yang tetap berusaha tenang.

"Yah, Abbi juga tadi melihat kamu mencium kening anak Abbi sebelum kita keluar, Abbi juga ingin tahu saja, apalagi juga kalian sering berduaan di kamar" Jelas Abbi, dan mendengar jawabannya, rasanya makin berat bagiku untuk menjawab.

"Bayu, kamu jujur yah, sama Abbi" Kembali ucapnya lembut sembari menggenggam lenganku, yang membuatku akhirnya terpaksa untuk menceritakan semua.

"Yah, aku juga udah nggak bisa boong di kondisi kayak begini, Bi," Jawabku memulai.

"Kita... Udah pernah ngelakuin 'itu', Bi" Lanjutku yang terlihat membuat Abbi terkejut.

"Sex?"

"Iya, Bi" Ucapku gemetar.

"Apa kamu... Memaksa anak Abbi untuk mau melakukan 'itu'?" Kembali tanyanya.

"Nggak, Bi, kita berdua mikir kita udah sama-sama siap malem itu, dan the rest is history" Jelasku yang membuat Abbi kemudian melamun.

"Apa Abbi marah setelah tau apa yang udah kita lakuin?" Tanyaku.

"Yah, mau Abbi marah pun, semuanya sudah terjadi, kan? Abbi marah pun, itu nggak akan membalikkan waktu, kan?" Jelas Abbi.

"Terus apa ada sesuatu yang ngebikin Abbi ingin tanyain itu ke aku?" Tanyaku.

"Yah, ada sih, Abbi cuma berfikir, melihat Hani yang terlihat sangat menempel sama kamu, mungkin Hani benar-benar terpukul dengan kejadian ini karena Hani harus menyerahkan 'mahkota' nya kepada orang yang tidak dia sayangi," Jelasnya.

"Namun, mendengar jawaban kamu, Abbi kembali berfikir, Hani pasti akan jauh lebih terpukul jika skenarionya seperti itu," Lanjut Abbi.

"Apalagi, kalau dia tahu, kalau adiknya sendiri yang sudah tega melakukan itu semua" Sambungnya.

"Hani nggak boleh tau tentang kejadian ini, Bi"

"Iya, Abbi juga sepemikiran dengan kamu, kok" Jawabnya setuju denganku.

Kami pun kembali terdiam, dan selagi terdiam, aku membuka hapeku yang sedari tadi masih kupegang, dan aku melihat notifikasi Rama mengirimkanku sebuah foto.

Akupun langsung membuka notifikasi itu, dan aku langsung memerhatikan foto yang Rama kirim. Foto itu hanya sebuah screenshot yang menunjukkan percakapan Rama dengan Rafael yang juga mengirimkan screenshot chat-nya.

Chat yang dikirim oleh Rafael juga masih terlihat dengan jelas, dan aku langsung membacanya. Isi pesannya hanya menunjukkan seseorang dengan nama akun yang misterius mengajak Rafael untuk ikut bersekongkol dengannya untuk mencelakaiku, namun dia tolak.

-------

"Btw ram, lu unjukin ini ke bayu ya" Pesan Rafael.

"Kenapa lu tolak tuh orang ngajak lu?" Balas Rama.

"Ya gua emang benci sama Bayu, tapi gua masih punya integrity buat ngalahin dia pake cara yang baek2 aja" Jawab Rafael melalui pesan teks.

-------


Arya juga ternyata mengajak Rafael untuk melakukan rencana ini. Ternyata sebenci itu dia kepadaku sampai dia berusaha untuk bersekongkol dengan orang-orang yang pernah bermasalah denganku juga.

Akupun langsung memberikan hapeku ke Abbi. Abbi perlu melihat ini juga.

"Bi, coba liat ini, Bi" Ucapku sembari menyerahkan hapeku.

Abbi pun langsung mengambilnya, dan Abbi membacanya dengan seksama.

"Dia ngajak salah satu musuh lama aku juga buat ngejalanin rencana dia" Jelasku, dan setelah Abbi selesai membacanya, Abbi mengembalikan hapeku.

"Mungkin sekarang aku juga perlu hubungin mas Surya, nggak perlu repot-repot nyari lagi, kita udah nemu pelakunya" Ucapku, namun tidak Abbi balas, Abbi masih melamun yang terlihat Abbi sedang memikirkan sesuatu.

"Bi" Ucapku memecahkan lamunannya.

"Astagfirullah, iya, Bay?" Tanyanya setelah terkejut.

"Aku perlu hubungin mas Surya terkait masalah ini, apa Abbi ingin ketemu sama mas Surya?" Tanyaku ke Abbi, namun lagi-lagi, Abbi kembali terdiam.

"Mungkin Arya juga akan dihukum lama di penjara karena semua ini, Bi" Jelasku.

Lagi-lagi, ucapanku tidak dijawab. Abbi sepertinya masih memikirkan sesuatu. Namun aku juga tidak ingin mengganggunya, pasti kejadian ini benar-benar mengguncangkan hati Abbi.

Namun, tak lama kemudian, akhirnya Abbi mulai membuka mulut.

"Bay..." Ucapnya yang sudah berhenti melamun.

"Kenapa, Bi?"

"Bilang ke teman kamu, Surya, Abbi ingin bertemu dengan dia" Jawab Abbi, dan mendengar jawab Abbi akupun langsung membuka hapeku.

Namun selagi aku membuka hapeku, Abbi kembali mengatakan sesuatu.

"Bilang ke temanmu, tutup saja kasus ini, biar Abbi yang menangani semuanya" Ucap Abbi, dan seketika membuatku kembali terdiam.

"Apa maksud Abbi?" Tanyaku, namun, perlahan aku mulai paham dengan maksud Abbi.

"Jadi... Abbi ingin Arya dilepas? Atas apa yang udah Arya lakukan?" Kembali tanyaku.

"Ini semua salah Abbi, Bay," Jawabnya.

"Arya sudah menjadi seperti ini, semua karena Abbi," Lanjut Abbi yang langsung membuatku menunda sangkalanku.

"Abbi melakukan semua ini tanpa memberi alasan kepada Arya yang menyebabkan dia menjadi merasa terbuang oleh keluarganya sendiri" Jelasnya.

"Maksud Abbi?"

"Abbi nggak mendukung impiannya untuk menjadi pemain basket, karena kondisi fisik Arya yang kurang mendukung untuk bermain di level profesional" Ucap Abbi menjelaskan.

"Arya juga begitu marah dengan Abbi, karena Abbi memberangkatkan kamu pergi kerja di Inggris, sementara Abbi sangat sungkan untuk melakukan hal yang sama ke Arya dengan alasan yang sama," Lanjutnya.

"Arya pasti tidak akan bisa kuat jika harus berhadapan dengan atlit-atlit lain, yang juga akan membahayakan dirinya sendiri" Ucap Abbi, yang membuatku sedikit merasa relate dengan apa yang Arya rasakan.

Aku juga memang dilarang oleh Ayah untuk menjadi pemain sepakbola dengan alasan yang sama, namun Ayah tidak menghalangiku untuk bekerja di bidang manajemen.

"Tapi, itu bukan berarti kalau Abbi menyerah" Jelas Abbi yang belum selesai berbicara.

"Ada alasan kenapa Abbi memasukkan Arya ke sekolah semi-militer, karena dengan itu Arya juga akan bisa membangun kondisi fisiknya disana" Lanjutnya.

"Abbi hanya ingin Arya bisa membuktikan kalau dia mempunyai dedikasi yang tinggi dengan impiannya, namun Abbi salah tidak memberitahukan hal ini kepadanya dari awal" Ucapnya yang terdengar berat.

"Lulus SMA pun Abbi juga memasukkan Arya ke salah satu kampus terbaik di negara ini, dengan harapan jika Arya menyerah dengan impiannya, Arya masih bisa mendapatkan edukasi terbaik, namun hatinya masih dipenuhi oleh dendam sehingga Arya terus berpikir bahwa Abbi membuangnya untuk kuliah di luar kota" Jelas Abbi mengakhiri penjelasannya.

"Jadi maksud Abbi, Abbi nggak ingin Arya nggak dihukum karena ini semua salah Abbi, gitu?" Tanyaku.

"Oooh, nggak kok, mau bagaimanapun juga, Arya akan tetap Abbi hukum, tapi dibawah arahan hukuman Abbi" Jelasnya.

"Bi, tapi yang udah Arya lakuin ini udah jauh dari kata masuk akal, Bi, Arya pantes untuk ditahan atas apa yang udah dia lakuin" Bantahku.

"Apalagi juga Arya ngelakuin ini semua cuma karena dia punya rasa dendam--" Lanjutku, namun Abbi langsung memotong ucapanku.

"Nah, Bayu, coba sekarang kamu bercermin dulu, apa kamu juga tidak termotivasi oleh rasa dendam kamu untuk membawa Arya ke penjara?" Potong Abbi membuatku terdiam.

"Kalau kamu memenjarakan Arya, Arya akan kembali dipenuhi oleh rasa dendam, yang dimana akan dia lampiaskan setelah dia terbebaskan, dendam itu juga bisa berpindah ke anak kamu nanti, dan anak kamu akan membalaskan dendam kamu ke Arya, dan mungkin nanti entah mungkin sahabatnya Arya akan membalaskan dendamnya ke anak kamu, dengan begitu, garis dendam ini tidak akan pernah berakhir" Jelas Abbi, dan setelah itu, Abbi kembali menepuk-nepuk pundakku.

"Nah, oleh karena itu, Abbi hanya ingin memastikan garis dendam itu akan terputus disini, dan Abbi yakin, dibawah naungan Abbi, garis dendam itu akhirnya akan berhenti di Arya" Ucapnya sembari menepuk-nepuk pundakku.

"Terus gimana caranya Abbi nutupin ini dari Hani?"

"Abbi punya cara, kok, intinya kamu tidak perlu khawatir, lagipula awal permasalahan ini merupakan masalah internal keluarga" Jelasnya.

Kami pun kembali terdiam, dan selagi kami terdiam, aku terus memikirkan apa yang baru saja Abbi katakan. Abbi benar-benar berhati mulia. Bahkan di dalam kondisi seperti ini pun, Abbi masih bisa memaafkan anaknya yang benar-benar sudah kelewat batas, dan juga kutahu pasti, saat ini Abbi pasti sedang merasakan beban yang sangat berat, terlihat dari omongannya.

Melihat Abbi yang seperti ini juga, aku menjadi paham darimana Hani bisa memiliki hati yang begitu pemaaf, dan aku juga sedikit paham betapa beratnya beban yang menimpa Arya sehingga dirinya bisa menjadi sebelok ini, bukan berarti aku juga membenarkan seluruh perilakunya.

Singkat cerita, Abbi pun mengangkat tangannya yang sedari tadi berada di bahuku, dan Abbi juga beranjak pergi menjauhiku.

"Ayo, nak, sudah malam, kamu juga perlu istirahat" Ucap Abbi mengajakku pergi.

"Ohiya, Bi... Masalah yang antara aku sama Hani tadi..." Ucapku yang ingin meminta maaf kepadanya, namun Abbi kembali memotong ucapanku.

"It's okay, Bay, kamu nggak perlu merasa bersalah, semuanya sudah berlalu, kan?" Ucap Abbi kembali menepuk-nepuk pundakku.

"Lagipula... Abbi juga sudah mempercayakan Hani ke kamu sepenuhnya... Abbi sudah siap kalau kamu yang akan menggantikan Abbi menjaga anak Abbi" Lanjutnya yang benar-benar menyentuh hatiku, dan tiba-tiba Abbi memelukku.

Aku benar-benar terkejut dengan apa yang baru saja Abbi ucapkan. Rasa senang, rasa bangga, dan rasa kebingungan ini membuatku terdiam tak tahu harus berbuat apa.

"Terimakasih banyak ya, nak, untuk semua yang sudah kamu lakukan untuk menjaga anak Abbi" Ucapnya dibalik peluknya.

Abbi pun kemudian melepaskan pelukannya, dan setelah itu Abbi kembali mengajakku untuk beranjak pergi dari sini.

"Ayo, nak, sudah waktunya untuk kamu pulang" Ucap Abbi.

"Iya, Bi, kalau gitu aku juga pamit, ya" Jawabku, dan aku langsung menghampiri Abbi dan menyalimi tangannya.

"Assalamualaikum, Bi"

"Waalaikumsalam, kak" Ucapnya yang lagi-lagi membuatku kembali dipenuhi oleh rasa yang bercampur aduk ini setelah Abbi memanggilku 'kak'.

Tapi aku tidak mengomentari ucapan itu, aku sudah tahu Abbi mengucapkan itu karena Abbi sering memanggil Hani dengan panggilan 'kakak', yang menandakan aku juga kini sudah dianggap sebagai anggota keluarganya.

Akupun kemudian beranjak turun ke lantai bawah, dan aku baru menyadari ternyata perkelahianku tadi benar-benar merusak banyak barang yang terdapat di sekitar tempat kami berkelahi tadi. Aku juga sudah tidak melihat adanya Ummi dan Arya disini, mungkin mereka sudah pindah ke tempat lain.

Akupun langsung beranjak ke mobilku, dan aku langsung mengendarainya menuju ke hotel yang sudah kuinapkan selama periode-periode sulit ini.

Setelah sampai di hotel pun, dengan masih mengenakan seluruh pakaian yang dari pagi tadi kukenakan, aku langsung merebahkan diriku di kasur.

Hari ini merupakan hari yang sangat melelahkan, banyak hal yang sudah terjadi hari ini dari aku baru membuka mataku untuk memulai hari. Karena kelelahan ini juga, tak butuh waktu lama bagiku untuk bisa tertidur, dan akhirnya, ini merupakan malam pertama dimana aku bisa tertidur dengan tenang.

-To be Continued-
 
Wahh kamprett masih banyak chapter kah huuu, jadi penasaran siapa dalang dibalik semua ini, apa mungkin orangnya sama dengan seorang yang telah memperkosa bela dulu?
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd