Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAT In Too Deep (NO SARA)

Apakah perlu ditambah bumbu-bumbu incest di cerita ini atau tidak?


  • Total voters
    537
  • Poll closed .
Bimabet
Setelah maraton baca 2 hari..

Jadi pengen ketawa sih ngeliat karakter Bayu yg gampang emosian...
Berantem gak jago, tp nantangin duluan wkwkwkwk.. Menang juga babak belur...

Ah sudahlah, manut aja deh sama penulisnya.... Wkwkwkwk...

Semoga lancar terus ya hu...
 
kok gw malah curiga bella sndiri yg jdi pelakunya, dia cemburu liat kakaknya sma hani wkwk
 
kok gw malah curiga bella sndiri yg jdi pelakunya, dia cemburu liat kakaknya sma hani wkwk
1. Kalau melihat Dari siapa Yang ingin Balas dendam kemungkinan terbesarnya Yaitu si Rafael Karena Kan tidak Ada kabar Yang menyatakan Kalau adiknya sukses menjadi pemain sepakbola,
2. Arya adiknya Hani, dia tidak suka Karena orang Tua nya lebih memperhatikan Bayu Dan Hani kemungkinan dia pelakunya
3. Derrick kemungkinan dia mau Balas dendam Karena dia telah di usir oleh orang tuanya gara gara Kasus Bella
4. Bule psychopath, Yang tidak terima Karena Di kalahkan oleh Bayu Di final sepakbola.
5. Bella Dan Andre, Bella mungkin saja sakit hati Karena dia pernah suka Sama Farhan tapi Farhan sukanya Sama Hani begitu Pula dengan Andre apalagi Ada pesan Among Us Dan juga bisa jadi orang itu Ada disekitar Bayu
6. Plot Twist: kemungkinan mereka semua Yang memiliki dendam dengan Bayu bergabung untuk menghancurkan Bayu.
 
Apa mungkin in semua ulah Dari Salah satu orang tua Bayu/Hani Karena tidak setuju dengan hubungan mereka
 
-Among Us-

Hani


Sofi


Ina


=====

"Rafael siapa?" Tanya mas Farhan kebingungan.

"Panjang ceritanya mas, intinya gara-gara kalah lawan aku di final turnamen SMA, dia gagal dapet kontrak, dan dia waktu itu ngancem aku kalo saya ngegagalin adeknya juga" Jelasku

"Nah, pasti dia kan pelakunya kalo gitu?" Tanya Sofi.

"Aduh, Bay, banyak banget masalah kamu kayaknya, ya" Ledek mas Farhan membuat Sofi dan mas Surya tertawa.

"Yaudah kalo gitu, sekarang kita mau gimana? Apa kita datengin orangnya?" Ujar Sofi.

"Boleh, deh, seingetku juga dia punya kafe di kota asal aku, mumpung masih siang mending kita kesana aja" Ajakku.

"Boleh deh kalau begitu, yasudah kalian berangkat sekarang, biar saya menunggu teman saya disini" Ucap mas Surya.

Kami semua sudah sepakat, dan kami langsung memasuki mobil kami masing-masing. Namun, ketika aku baru mau masuk kedalam mobilku, mas Surya langsung menggenggam tanganku.

"Bay"

"Iya, mas?"

"Ingat, jangan kelewat batas, sudah tidak ada saya yang bisa ngelindungi kamu saat kamu ketemu dengan orangnya" Ingatnya.

"Nggak usah berharap banyak, mas, mas nggak perlu kaget kalo nama aku bakal terpampang dimana-mana--" Jawabku asal, namun mas Surya kembali menarik tanganku lebih kencang.

"Bayu, saya serius, jangan main-main" Gertaknya.

"Apa mas pikir aku main-main saat ini? Udah lepasin, mas" Kembali jawabku asal, dan aku langsung menarik tanganku membuat genggamannya lepas.

Singkat cerita, aku langsung bergegas masuk kedalam mobilku, dan meninggalkan mas Surya sendiri disini, kami berangkat. Perjalanannya juga tidak begitu panjang, berhubung tidak macet, dan untuk mengarahkanku ke kafe milik Rafael, aku mengajak Rama yang juga mengajak Adi dan pacar rama, Ina.

"The time has come, I'll fucking ice you, you fucker"

-----

Kini kami sudah sampai di kafe milik Rama. Aku langsung memarkirkan mobilku tepat di depan kafenya, sementara mas Farhan dan Sofi memarkirkannya agak jauh dari sini.

Akupun langsung memasuki kafenya, dan aku langsung melihat Rama, Ina, dan Adi sedang mengobrol di dekat kasir.

"Nah, akhirnya dateng juga, mau minum apa lu, Bay?" Tanya Rama ketika aku menarik kursi.

"Nggak, nggak usah, Ram, mending langsung berangkat aja" Ajakku.

"Bay buset dah, liat apa kopi gua belom abis" Protes Adi.

"Tau lu buru-buru banget si, Bay, udah bentar yak gua ngurusin gelas kotor dulu" Lanjut Rama, dan setelah itu Rama beranjak keluar.

Ini mas Farhan kemana? Kok dia belum masuk kedalam juga? Entah kenapa, kembali muncul kekhawatiran dalam diriku kalau mas Farhan sebenarnya benar berbohong dan dia melarikan diri, namun ketika aku melihat keluar, aku melihat Sofi baru membuka pintu mobilnya, menandakan kecurigaanku salah.

"Kak Bayu kenapa? Kok kayak gelisah banget?" Tanya Ina memecahkan lamunanku.

"Hah? Ohhh, nggak kenapa-napa kok, Na, gua lagi kepikiran sesuatu aja" Jawabku tanpa menceritakan kenapa.

Aku sengaja tidak menceritakannya ke mereka lebih dulu. Melihat reaksi mas Surya melihat mas Farhan saja sudah seperti itu, apalagi Rama yang nyaris kehilangan penglihatannya oleh kelakuan mas Farhan dulu.

"Oh iya by the way kak, lu harus liat ini, kak" Balas Ina, dan dia menyerahkan hapenya kepadaku menunjukkan artikel.

Artikel itu berjudul "BAYU AJI DIRGANTARA TERLIHAT MEMUKULI APARAT DI DALAM KAFE", dan baru ketika aku membaca judulnya saja, emosiku kembali terpancing. Namun, ketika aku melihat isinya, kini mereka sedikit lebih transaparan dengan apa yang terjadi, sehingga banyak komentar-komentar pembaca yang memihakku.

" Ya lagian ngatain pacar orang lonte, emang dia tau apa yang sebenernya terjadi?" Ucap salah seorang di kolom komentar.

Meski banyak yang memihakku, rasanya cepat atau lambat aku juga akan kena imbasnya. Setelah selesai membaca artikel ini pun, aku langsung menyerahkan hapenya ke Ina.

"Kok lu bisa sih kak ampe mukulin polisi gitu?" Tanya Ina heran.

"Hah? Lu mukulin mas Surya?" Sambung Adi.

"Bukan, Di, temennya, coba baca aja artikelnya, nih" Jawabku mengambil kembali hape Ina dan menyerahkannya ke Adi.

"Gua juga nggak tau, Na, tadi gua udah emosi banget juga pas dia bilang Hani 'lonte', lepas gua" Lanjutku menjawab pertanyaan Ina.

"Aduh, bisa dipenjara lu kalo kaya gini, kak" Balas Ina.

"Yah, yaudah lah, lagian juga..." Ucapku yang kemudian terpotong, karena aku mendengar keributan diluar.

"Eh itu kenapa?" Tanya Adi, dan karena banyak yang melihat pun aku dan Adi langsung berlari keluar.

Setelah melewati kerumunan pun, akhirnya terjawab sudah apa yang membuat keramaian ini, Rama dan mas Farhan sedang berkelahi.

"Lah Bay itu mas Farhan, kan?!" Tanya Adi menunjukkan kalau emosinya juga tersulut, dan dia segera bergegas ingin terlibat dalam perkelahian itu, namun langsung kutahan.

"Udah, Di, biar gua yang urus" Tahanku, dan aku langsung berlari memisahkan Rama dari mas Farhan.

"BAY, LEPASIN GUA BANGSAT!! LU NGGAK LIAT ITU ADA SI ANJING YANG PERNAH NYELAKAIN KITA?!" teriak Rama.

"Ram, santai, Ram!! Dia sama gua kesini!" Ucapku sembari menahan Rama yang masih meronta, dan dia langsung terkejut mendengar ucapanku.

"Hah?! Jadi lu sekarang sekongkolan sama dia?!" Balasnya.

"Udah, Ram, panjang ceritanya, justru sengaja gua nggak cerita ke lu, gua tau reaksi lu bakal kaya gini" Jelasku.

"Lu denger ya ucapan dia, bangsat! Gua juga ogah kalo gua harus ketemu lu lagi!" Teriak mas Farhan yang masih ditahan Sofi, dan tentu saja ucapannya makin menyulut emosi Rama, namun akhirnya aku dan Adi bisa menenangkan Rama.

"Gimana, udah puas lu, Ram?" Tanyaku.

"Kalo bukan karena pengen nyari pelaku Hani, abis tuh si bangsat, Bay" Balas Rama.

"Udah, udah, mending kita jalan sekarang kalo gitu, oke?" Ajakku, dan setelah memastikan semuanya aman, aku membawa Adi, Rama dan Ina ke mobilku.

Kami langsung berangkat ke kafe milik Rafael yang berada cukup dekat dari sini. Sepanjang perjalanan pun, tidak ada sepatah kata keluar dari kami berempat. Aku juga tidak dalam mood untuk mengobrol, fokusku sudah kutujukan ke menghajar Rafael.

"Bay, itu kafenya" Ucap Rama menunjuk kearah salah satu kafe yang cukup ramai, dan aku langsung mengarahkan mobilku kesana.

"By the way, tadi mas Surya ngingetin gua, kalo gua nggak boleh kelewat batas," Ucapku.

"Gua nggak mau maksa kalian buat ikut gua juga, tapi kalo nanti gua kelewat batas, lakuin apa yang menurut kalian bener" Lanjutku mengingatkan, dan Rama dan Adi terdiam paham.

Aku langsung memarkirkan mobilku, dan aku langsung melihat orang yang kami cari sedang berada di kafenya sedang mengobrol dengan seseorang yang kuduga temannya.

Look at him, tertawa puas seperti tidak ada yang terjadi. Melihatnya hidup seperti tidak membawa beban atas apa yang sudah dia lakukan, rasanya membuatku ingin muntah.

Emosiku tak terbendung lagi, dan aku langsung menyiapkan apa yang harus kugunakan. Dengan semangat 45, aku langsung beranjak keluar dari mobilku bersama Rama, Adi, dan Ina, dan aku langsung berteriak memanggil namanya.

"RAFAELL!!!!" teriakku begitu kencang yang bahkan mengejutkan Rama dan Adi.

Teriakanku pun mengambil perhatiannya, dan setelah dia menengok kearahku, aku bisa merasakan amarahnya yang juga ikut tersulut dan dia juga ikut berdiri menghampiriku.

Langkah kami terus bertambah cepat semakin kami mendekati, dan setelah kami berhadapan, kami langsung beradu dahi seperti pemain bola yang sedang berseteru. Entahlah, mungkin ini sudah ada di dalam naluri kami.

"Mau apa lu kesini, bangsat?! Mau nyari masalah lu?!" Tanyanya agresif.

"Ooooh, nggak, justru ada masalah yang perlu kita selesain disini" Jawabku dingin.

"Hah? Mana kontrak dari Chelsea? Gua nggak ngeliat apa-apa di tangan lu" Balasnya sarkas yang menunjukkan dia masih emosi dengan kejadian itu.

"Even better, gua bawa ini" Jawabku, dan aku langsung membuka hapeku menunjukkan foto Hani yang sudah kusiapkan tadi.

"Lu tau kan ini siapa?!"

"Jelas gua tau, pacar dari seorang Bayu Aji Dirgantara, perempuan dari skandal yang lagi naik daun," Jawabnya denga nada lantang, dan setelah itu, Rafael langsung memindahkan kepalanya tepat disamping telingaku.

"Let me tell you something, coli sampe pagi gua nonton video itu, nggak nyangka gua cewek lu bisa se-ngacengin itu" Bisiknya, dan layaknya banteng melihat warna merah, emosiku langsung terpancing.

Aku langsung menyundul kencang kepalanya, dan sesaat setelah aku melakukan itu, seluruh orang yang bersama dengan Rafael langsung mendatangiku.

Namun aku tidak gentar, dan tak ada sedikitpun rasa takut yang kurasakan melihat kondisiku yang kalah jumlah seperti ini. Satu orang berlari dengan cepat kearahku, dan hanya dengan sedikit menepi dan menyelengkat kakinya kencang, orang itu langsung tersandung kencang dan kepalanya membentur tiang listrik.

Orang kedua pun datang berlari menghampiriku, dan dia langsung mengayunkan pukulannya kencang. Namun ancang-ancangnya yang terlalu panjang memudahkanku untuk menghindar melewati pukulannya, dan sepersekian detik kemudian aku sudah menyundul kepala orang itu dan kepalanku mendarat kencang di pipinya hingga dia terjatuh terputar kencang.

*BUGG... BUGG...*

Dua orang datang bersamaan kearahku, dan mereka langsung menyerangku. Awalnya aku agak kewalahan, dan setelah aku mendapat momentum untuk melakukan serangan balik, aku langsung menangkap pukulan lawan, dan dengan cepat aku langsung memutar orang itu dan melemparnya ke orang yang menyerangku dari sisi lainnya.

*KRARKK....*

Mereka berdua terjatuh bersamaan menghantam meja kayu hingga patah, dan tanpa menggunakan seluruh tenagaku, kini semua anak buah Rafael sudah tumbang, meninggalkan dirinya sendirian.

"SEGINI DOANG, RAF?! SEGINI DOANG?!?" teriakku menantangnya.

Terlihat raut wajah ketakutan yang mendalam di wajahnya, dan melihat tidak ada opsi lain, dia langsung berlari menuju kearah dalam kafenya yang cukup besar.

Tanpa berpikir panjang pun, kami berlima langsung berlari mengejar Rafael, dan untungnya bagi kami, kafenya sedang penuh sehingga tidak membantu kondisinya sama sekali. Namun aku tidak memperdulikan itu. Aku dengan mudah bisa melewati dan meloncati apapun yang menghalangiku.

Rafael sudah dekat berada dekat tangga, namun aku bisa menjangkaunya. Baru ketika dia menaiki beberapa anak tangga, aku langsung menarik kausnya hingga dia terpental dan terbentur kencang ke tembok.

*BUGG...*

"AKHHHH" jeritnya kesakitan.

Rafael pun langsung tersungkur, dan aku langsung menarik kerah kaus polonya dan mengangkat tubuhnya dengan mudah.

"Hhhh... Hhhh... 7 tahun semenjak kejadian itu... Ternyata lu belom berubah ya..." Ucapnya terengah-engah.

"Oh, berubah kok gua, gua bisa lebih gila dari waktu itu, cuma mau gua nikmatin momen ini dulu sebelum gua ngabisin lu pake tangan gua sendiri" Balasku dingin, dan baru ketika aku ingin memberinya sedikit gambaran tentang apa yang akan kulakukan kepadanya, Sofi pun langsung berteriak menyuruhku berhenti.

"Mas Bayu jangan!! Kalo dia pingsan bisa gagal rencana kita!!" teriak Sofi mengingatkanku.

Teriakan Sofi pun langsung mengingatkanku. Aku menghentikan ayunanku, dan hanya berjarak ± milimeter-an tanganku dari pipinya.

"Hhhh... Hhhh... Rencana apa lagi??... Lu belom puas ngancurin impian gua hah??... Hhhh... Hhhh..." Sambungnya terengah-engah.

Emosiku pun kembali tersulut, dan aku akhirnya melanjutkan pukulanku meski tidak sekencang yang direncanakan pada awalnya.

*BUGG...*

"BANGSAT!! ABIS APA YANG UDAH LU LAKUIN KE GUA, KELUARGA GUA, KELUARGA CEWEK GUA, LU MASIH BISA NGOMONG KAYAK GITU?!? LU UDAH BERHASIL NGACAK-ACAK HIDUP GUA, BANGSAT!" teriakku, dan baru ketika aku ingin kembali memukulnya, Rama dan Adi langsung sigap menahanku.

"Bay, Bay, stop, Bay!!"

Bahkan di dalam kondisi ini pun, Rafael masih bisa memberi gimmick yang cukup meyakinkan orang-orang kalau dia tidak tahu tentang apa yang terjadi.

"Hhhh... Hhhh... Lu gila??... Lu yang udah ngacak-acak hidup gua... Lu masih belom puas??..." Jawabnya yang masih bernapas cepat dan memburu.

"Oh lu masih mau make gimmick bangsat ini lagi?! Gimana kalo gua ingetin lu DUA TAHUN LALU, ada orang yang ngomong di depan muka gua, 'Kalo sampe adek gua gagal jadi pemain profesional gara-gara lu, gua acak-acak hidup lu', LU INGET KAN SIAPA YANG NGOMONG ITU?!" Balasku berteriak tepat di depan wajahnya.

"Lu sampe neror keluarga gua, lu ngancurin semua peerabotan di rumah gua, semuanya lu lakuin cuma karena lu masih iri sama kemenangan SMA gua yang bikin lu sampe sengsara?" tanyaku pelan namun mengintimidasi, yang membuat Rafael terkejut.

"Hhhh... Hhhh... Jadi menurut lu... Gua ngelakuin semua yang udah lu bilang... Cuma karena gua nggak mau ngeliat lu sukses sementara gua sengsara??..." Jawabnya.

"Nggak cuma itu, pasti lu juga ngelampiasin kejadian Claudia, kan?" Sambung Rama.

"Claudia??... Apa kaitan dia sama apa yang udah kejadian ke Bayu??... Claudia udah lama pergi... Cuma kita yang ada disini sekarang, kan??..." Jawab Rafael, dan Rafael kembali menengok kearahku.

"Bay, gua nggak tau lu bego atau gimana... Tapi lu coba liat sekeliling lu..." Lanjutnya menyuruhku yang kuikuti.

Aku hanya melihat sekelompok orang ramai sedang melihat kami yang sedang menyelesaikan masalah disini. Namun Rafael kembali melanjutkan ucapannya.

"Lu liat Bay... Kafe gua rame, kan?? Apa lu pikir... Dengan kafe gua yang rame penuh pelanggan, gua bakal serendah itu sampe ngancurin barang-barang lu, cuma karena lu sekarang sukses??..." Lanjutnya.

"Bay, percaya sama gua... Mau lu kerja di tim Qatar pun... Gua masih jauh lebih kaya dari lu... Gua nggak bakal ngelakuin hal serendah itu..." Jelas Rafael, dan kemudian, dia menunjuk ke arah belakang punggungku.

"Sekarang, lu liat itu..." Unjuknya, mengarah ke sebuah foto seseorang sedang memegang jersey tim di kasta dua liga Indonesia seperti foto promosi pemain baru, dan di sampingnya terdapat Jersey dengan nama 'Romeo' yang dibingkaikan.

Tunggu sebentar, berarti....

"Sekarang, lu liat semuanya, kan? Apa lu pikir, dengan ini semua, gua bakal ngelakuin hal serendah itu?" Lanjutnya.

"Emang iya, gua nggak bisa ngejar impian gua yang ngebikin gua nyaris gila, tapi lu liat sekarang, gua sukses, dan adek gua sekarang bisa ngegapai impiannya" Sambungnya menjelaskan.

"Bay, gua emang benci sama lu, and don't get me wrong, gua sampe sekarang masih benci sama lu, tapi gua masih punya otak untuk bahagia sama apa yang gua punya sekarang" Akhir Rafael.

Ucapan Rafael entah kenapa bisa sampai di hatiku, namun, Rama dan Adi tidak menangkapnya sama sekali.

"Boong! Kalo lu emang nggak bersalah, buat apa lu lari tadi?!" Tanya Adi kesal.

"Kalo lu lagi di posisi gua, yang lagi diincer sama orang kesurupan beruang, lu pasti bakal ngelakuin hal yang sama kan, Di?" Jawabnya.

Perlahan, genggamanku melemah, dan setelah sekian waktu, akhirnya aku melepaskan genggamanku di kerahnya.

Makin lama, tubuhku makin melemas. Banyak hal yang sudah kulalui hari ini, dan rasanya apa yang sudah terjadi terus memutar di kepalaku. Aku sudah lelah, secara fisik dan secara mental. Bahkan, sudah banyak orang tak bersalah yang sudah menjadi korban kegilaanku saat ini.

"Bay, gua paham, kondisi lu lagi susah sekarang, dan kalo gua harus jujur, mungkin gua bakal bahagia ngeliat kondisi lu kaya gini kalo bukan karena lu juga harus nanggung beban berat" Ucapnya sembari aku terjatuh dari tapakku.

"Cuma di kondisi ini, lu nggak boleh ngebiarin emosi lu ngedominasiin pikiran lu, gua pernah ngerasain yang sama, pas kalian ngalahin gua di final dan lu ngerebut Claudia dari gua, sampe sekian lama, akhirnya gua bisa ngelupain itu semua" Jelasnya, yang entah kenapa terdengar seperti kalimat motivasi bagiku.

Aku tidak menjawab, dan Rama dan Adi segera membopongku untuk duduk di kursi. Ina pun kemudian memesankanku segelas teh hangat, dan kemudian, kami semua duduk di lingkaran meja yang sama, setelah apa yang sudah terjadi.

"Bay, kamu istirahat dulu ya, biar saya yang ngelanjutin" Ucap mas Farhan, namun tidak kujawab.

"Nah, sekarang biar saya yang ngomong sama kamu, apa kamu punya informasi terkait kejadian ini? Dari kejadian penculikan, skandal, penjarahan rumah Bayu, sampai perampokan mobil dan harta dari Hani" Mulai mas Farhan.

"Bahkan gua cuma tau satu dari itu semua, bahkan gua mikir kalo itu Bayu sama Adi yang ada di skandal itu" Jawab Rafael yang sudah mendingan.

"Ohh begitu, yaudah mungkin perlu saya jelaskan backstorynya..." Balas mas Farhan yang kemudian dilanjut dengan penjelasan dari semua yang sudah terjadi yang dibantu oleh Rama, Adi, dan Sofi, dan Rafael langsung terkejut mendengar semuanya.

"Hah? Sampe separah itu? Yo, that's fucked up" Ucapnya terkejut mereka bisa sampai sejauh itu.

"Sekarang kamu paham, kan? Apa yang sedang Bayu lalui?" Tanya mas Farhan.

"Yah, dari semenjak SMA gua tau dia emang gila sih, tapi gua nggak nyangka dia bisa jauh lebih gila dari ini," Jawab Rafael.

"Tapi, maaf, gua nggak tau apa-apa selain video itu" Lanjutnya.

"Tapi mungkin lu bisa nyari pelakunya lewat sini..." Sambungnya mengejutkan kami, dan Rafael langsung mengeluarkan hapenya dari kantungnya dan langsung menunjukkan sesuatu.

"Jadi gua join grup-grup bokep di Telegr*m gitu, di sini gua bisa ngeliat skandal cewek lu yang gratis, dan dari sekian forward-an, akhirnya gua bisa nemu sampe ujung, tempat awal videonya mulai disebar" Lanjut Rafael.

"Mungkin dia yang nyebar videonya, dan kalo bukan, pasti dia punya info dari mana dia dapet videonya, kan?" Jelasnya.

Yes. YESS!! AKHIRNYA KITA MENDAPATKAN INFORMASI YANG KRUSIAL!!

Rasanya, aku begitu lega. Setelah sekian lama, penantian bangsat ini akhirnya bisa tercapai. Mungkin semua mimpi burukku akhirnya bisa pergi, dan kini aku bisa bertemu dengan orang yang melakukan semua ini.

"Kalo gitu, gua minta link grupnya bisa, kan?" Tanya Rama.

"Santai, gua kirim ke IG lu, ya" Jawab Rafael.

Rafael pun langsung mengirimkan link yang dia dapatkan ke Rama, dan mas Farhan pun langsung menyuruh Rama untuk segera mengirim link itu ke mas Surya.

"Oke kalo begitu, sekarang udah clear, kan? Nggak enak diliatin banyak orang, bisa ada polisi kesini nanti" Ucap Rafael.

"Gimana, Bay? Udah?" Tanya mas Farhan kepadaku.

"Raf," Ucapku setelah lama terdiam.

"Kalo sampe lu boong, anggep aja apa yang gua lakuin ke lu tadi sebagai gambaran apa yang bakal gua lakuin ke lu"

"Lu tau kan lokasi gua dimana? Dengan senang hati gua nunggu lu disini kalo emang gua boong, Bay" Jawabnya singkat, dan setelah itu kami langsung beranjak keluar.

Kini, semua ada di tangan mas Surya. Dengan informasi yang bisa didapat dari keluarga Alm. Dimas dan link yang Rafael berikan tadi, kita bisa menemukan siapa pelakunya.

"Sekarang, kita tinggal nunggu informasi dari mas Surya, dan abis itu baru kita pikirin apa langkah berikutnya" Jelas Rama.

"Yaudah, ayo balik dah, biar gua masih sempet buat ketemu sama mas Surya" Jawabku.

"Bay, lu mau langsung?" Tanya Adi kaget, dan aku hanya mengangguk yang membuat mas Farhan sedikit emosi.

"Bayu, saya paham kamu pasti seneng karena kita udah dapet informasi lagi, tapi tolong, kamu juga perlu istirahat" Ingat mas Farhan.

"Tapi mas..."

"Bay, percuma kalo kamu ujung-ujungnya sakit, udah kamu istirahat dulu, kita serahkan semuanya ke Surya" Potong mas Farhan.

"Iya, Bay, meski jijik gua kalo harus setuju sama dia, bisa nyaris buta gua gara-gara dia" Ucap Rama setuju.

"Mungkin kita perlu waktu berdua untuk selesain masalah itu, Rama" Balas mas Farhan.

"Yah yaudah lah, gua juga nggak peduli, gua udah bisa bales dendam ke lu juga waktu itu" Jawab Rama asal yang membuat mas Farhan tertawa, dan setelah itu, Rama, Adi, dan Ina langsung memasuki mobilku.

Akupun ingin langsung menyusul mereka, namun, tiba-tiba, mas Farhan menarik tanganku.

"Kenapa lagi, mas?" Tanyaku.

"Mungkin cuma sampe sini saya bisa ngebantu kamu, Bay" Jawabnya.

"Inget Bay, posisi awal saya disini itu cuma sebagai saksi, dan kalo saya ikut lebih dalam lagi, mungkin mereka bisa mengancam keluarga saya juga" Lanjutnya.

"Apalagi juga, Sofi juga sekarang lagi hamil" Sambung mas Farhan yang membuatku terkejut.

"Loh, kok nggak keliatan kayak lagi hamil?"

"Emang masih muda banget mas Bayu, masih dua bulan" Jelas Sofi.

"Yah, sekarang saya juga sudah punya keluarga, dan saya takut jika saya terlibat lebih jauh, mereka akan mengincar saya juga" Sambung mas Farhan.

"It's okay, saya paham kok" Jawabku paham.

"Bay, janji sama saya satu hal"

"Apa?"

"Kasih balasan terburuk ke orang yang udah merlakuin Hani separah itu, Hani orang baik, jika memang dia punya dendam sama kamu, sudah keterlaluan kalau mereka juga memperlakukan Hani separah ini" Ucap mas Farhan.

"Nggak perlu mas bilang juga pasti saya bakal ngelakuin itu, mas" Jawabku tersenyum, dan aku langsung mengangkat tanganku mengajaknya bersalaman.

Tentu saja mas Farhan benar-benar terkejut, apalagi saat kami bertemu di tempat berobat Hani aku bahkan jijik untuk menatap tangannya, namun pada akhirnya, mas Farhan ikut mengangkat tangannya dan menjabat tanganku.

"Makasih banyak ya, mas...." Ucapku sembari menjabat tangannya.

"Udah sepatutnya saya sebagai atasan Hani untuk ngebantu kamu nyari siapa pelakunya, Bay" Jawabnya padahal aku belum selesai berbicara.

"..... Atas apa yang udah mas lakuin buat ngelindungin Hani dari mas Rizky, dan udah mau merekomendasiin Hani di tempat mas, juga udah mau sampe sejauh ini nemenin kita nyari siapa pelakunya" Lanjutku yang membuat tatapan mas Farhan melebar, seolah tak percaya dengan apa yang kukatakan.

Akhirnya, mas Farhan pun tertawa, dan dia juga menggenggam tangan kami yang sedang bersalaman menggunakan tangan kirinya.

"Yah, semua orang perlu waktu untuk menebus kesalahannya, kan? Kalau begitu saya pamit, Bay, Assalamu'alaikum" Balasnya melepas jabatan tanganku, dan setelah itu mas Farhan beranjak ke mobilnya, meninggalkanku dengan Sofi berdua.

Kami bertatapan, dan Sofi melihat kearahku dengan mata yang berbinar seolah dia sangat bangga kepadaku, dan baru ketika aku ingin menyalaminya, tiba-tiba Sofi memeluk tubuhku.

"Aku bangga banget sama mas, akhirnya mas bisa ngelupain kebencian mas" Ucapnya dibalik peluknya, namun rasanya sangat awkward bagiku karena suaminya masih berada di depanku.

"Mas, istrinya meluk cowok lain nih, mas!" Teriakku ke mas Farhan.

"Hahahaha, emang begitu dia kalo lagi seneng banget, Bay, lagipula juga saya pernah meluk pacar kamu waktu itu, kita impas sekarang" Jawabnya dari jauh.

"Hahahah, udah, udah, nggak enak diliat orang" Ucapku ke Sofi sembari mengelus-elus punggungnya dan melihat sekitar, karena aku takut ada pers yang mengikutiku lagi.

Yah, aman. Lokasi kami parkir berada di pojok dan dibawah pohon rindang. Di sudut ini pula harusnya jika ada kamera pasti terlihat. Namun tetap saja rasanya awkward bagiku, apalagi aku juga merasakan payudaranya yang tertekan di dadaku.

Tak lama kami berpelukan, dan akhirnya Sofi melepaskan pelukannya.

"Yaudah sana, itu suami kamu lagi panas kali di dalem mobil ngeliat istrinya meluk orang" Candaku.

"Hahahaha, mas Farhan paham kok, kalo aku emang nggak bisa ngontrol diri aku sendiri kalo aku lagi seneng, ehiya mas Bayu, aku boleh foto sama mas, nggak? Kan mungkin bisa jadi terakhir kali kita ketemu nih heheheh" Pintanya.

"Hahaha, boleh deh boleh" Terimaku, dan setelah mengambil beberapa selfie, kami pun berpamitan, dan aku langsung memasuki mobilku.

"Bay, inget Hani, Bay, masa lu mau ngembat istrinya mas Farhan juga?" Ledek Rama.

"Hahahaha, dia fans gua, Ram, baru pertama kali ketemu aja dia udah kek bahagia banget ngeliat gua" Jawabku.

"Hahahaha, yaudah lah, terus sekarang gimana, Bay?" Tanya Rama yang kini serius.

"Sekarang juga kita tinggal nunggu kabar dari mas Surya, kita nggak bisa ngandelin mas Farhan lagi karena dia nggak mau resikonya harus kena ke keluarga dia juga" Jelasku.

"Bay,"

"Iya, Di?"

"Apa lu nggak curiga? Gimana kalo dia ngomong gitu ke lu buat siasat kabur dia aja?" Tanya Adi yang membuat Rama dan Ina terdiam.

"Nggak kok, meski gua awalnya nggak percaya juga, tapi dia bener-bener tulus hati kok" Jawabku.

"Bay, lu inget kan kalo dia pernah ngapa-ngapai--" Sahut Rama yang kemudian kupotong.

"Ram, kalo bukan karena mas Farhan, kita nggak akan dapet info sampe sejauh ini, dan kalo bukan karena mas Farhan, Hani dari dulu udah diterkam sama mas Rizky" Jelasku yang membuat Rama langsung terdiam dan Adi terkejut.

"Hah? Maksudnya?"

"Panjang ceritanya, kapan-kapan gua ceritain" Jelasku.

"Lagipula.... Hani yang minta gua percaya sama mas Farhan, dia juga percaya gua bisa maafin Andre abis apa yang udah dia lakuin dulu, Hani cuma pengen gua ngasih mas Farhan kesempatan kedua" Lanjutku, membuat Adi dan Rama terdiam tidak bisa membalas ucapanku.

"Yaudah, gua nganter lu ke kafe Rama, ya"

"Lu abis ini mau kemana lagi?"

"Gua mau kerumah Hani, it's been a long day, gua perlu istirahat, dan gua juga gaenak soalnya tiap hari gua kesana nemenin Hani" Jawabku, dan mereka mengiyakan sembari aku menjalankan mobilku.

------

Singkat cerita, sudah mendekati petang, dan kini aku sudah sampai dirumah Hani. Sepertinya juga semuanya sedang berada dirumah, dilihat dari mobilnya yang lengkap.

Aku langsung memarkirkan mobilku, dan setelah menitipkan kunci mobilku ke mang Ucup, aku langsung beranjak masuk kedalam. Tak lama setelah aku mengetuk pintu, dan akhirnya ada yang membukakan pintu.

"Loh, Bayu, tumben lu sore kesininya" Ucap Arya yang membukakan pintu.

"Iya, Ya, abis keluar dulu gua tadi"

"Kemana?"

"Buat apa lu peduli?" Tanyaku kesal.

"Ya nggak tau, gua cuma ngeliat muka lu lagi cape banget aja, abis ngapain lu?" Balik tanyanya sembari kami berjalan masuk.

"Nyari 'pelaku', Ya" Jawabku singkat yang membuatnya terkejut.

"Kita udah punya petunjuk lebih deket buat nyari siapa pelakunya, sekarang tinggal permainan waktu aja" Lanjutku, dan Arya langsung mengangguk paham dan beranjak ke kamarnya.

Setelah aku memasuki ruang TV, Ummi yang sedang berada di dapur pun melihatku dan segera menghanpiriku.

"Aduhh calon mantu, tumben dateng kesininya sore, duduk dulu sini ayo" Ajaknya duduk di sofa.

"Kamu kenapa? Kok kayak cape banget?"

"Dari pagi udah berat banget rasanya, Mi, polisi udah mau narik kasus rumah aku, terus kita juga nyari siapa pelakunya, ini aku baru selesai" Jelasku.

"Tapi rumah kamu sekarang gimana? Udah rapih, kan?" Kembali tanyanya.

"Udah bisa ditinggalin kok, Mi, cuma sayang aku masih mau ngabisin semalem lagi di hotel"

"Terus pelakunya gimana? Udah ketemu?" Tanya Ummi penasaran.

"Belom, tapi kita nemu grup Telegr*m tempat videonya pertama kali disebar, jadi kita bisa nyari lewat situ" Jelasku, dan Ummi mengangguk paham.

"Yaudah kalo gitu, kamu keatas gih, sekalian sholat dulu, makan malem disini aja yaa, Ummi bikin steak" Suruhnya, dan aku mengangguk sebelum aku beranjak ke kamar Hani.

Tepat ketika aku berada di depan kamarnya pun, baru ketika aku ingin mengetuk, Hani sudah membukakan pintunya, dan melihatku berada di depannya, Hani langsung memelukku.

"Ihh kok tumben kamu kesininya sore?" Tanyanya dibalik peluknya yang langsung kubalas.

"Hahaha, nggak, kok, tadi aku diajak ketemuan sama Rama sama Adi, yaudah jadinya kesininya sore" Bohongku.

"Ihh kirain kamu udah lupa sama aku" Candanya.

"Masa udah nyaris ketemu tiap hari aku bisa lupa" Balas candaku yang membuatnya tertawa, dan setelah itu kami memasuki kamar Hani dan mengobrol panjang hingga adzan berkumandang, dan kami sholat berjamaah.

------

Sesuai dengan yang Ummi bilang tadi, kini kami makan malam bersama. Ummi memasakkan kami steak yang kutahu dagingnya pasti yang mahal, dan juga sayuran-sayurannya yang dimasak dengan sempurna.

Selama kami makan pun, kami juga mengobrol. Bahkan Arya yang biasanya diam jutek pun kini ikut mengobrol dengan kami. Rasanya seperti feel keluarganya benar-benar terasa. Selain itu, kulihat Hani juga terlihat sangat bahagia. Tak sedetik pun senyumannya mengendur di wajahnya, dan Hani sudah mulai bisa bercanda seperti sebelum 'kejadian' itu.

Obrolan kami pun banyak yang tidak berbobot, namun akhirnya, Abbi menanyakan bombshell kepadaku.

"Jadi, apa rencana kamu setelah kalian nikah?" Tanya Abbi yang seketika membuatku dan Hani tersedak.

"UHUKK... UHUKK..."

"Loh, baru ditanyain begitu aja langsung kaget kamu, Bay" Ledek Ummi.

"Nggak ngira Abbi bakal nanya itu sekarang, Mi" Jawabku sembari membiarkan Hani membersihkan noda yang kuhasilkan tadi di mulutku.

"Ya nggak salah dong Abbi bertanya seperti itu ke kamu, kalian udah umur segini" Balas Abbi.

"Yaudah kalo gitu, coba kasih tau ke Abbi"

"Yah, aku belom tau aku bakal dapet panggilan dari tim lain atau nggak, tapi yang jelas, aku ingin ngajak Hani keliling dunia sembari aku kerja" Jawabku.

"Aku nggak mau ninggalin Hani sendirian lagi disini, apalagi juga aku bisa kerja begini karena Abbi kan?" Lanjutku yang kemudian membuat Abbi dan Ummi tersenyum, dan Hani yang duduk disampingku pun langsung menggenggam tanganku dibawah meja.

Kami pun kembali menikmati makanan kami, dan baru sebentar terjadi keheningan, akhirnya Arya membuka mulut.

"Ohiya, Bay, kondisi rumah lu gimana? Udah aman?" Tanya Arya yang mengejutkan aku, Ummi, dan juga Abbi, dan membuat Hani terdiam bingung.

Bego, buat apa Arya bertanya itu sekarang? Apakah dia lupa kalau Hani berada di depannya? Aku sudah sebisa mungkin menutupi ini semua dari Hani karena aku takut dia khawatir dan kondisinya kembali terpengaruh, dan si bodoh ini malah membuka semuanya.

Ummi pun juga terlihat ingin marah ke Arya saat itu, dan Abbi juga kulihat seperti ingin menggenggam mulut Arya supaya Arya diam, namun melihat Hani yang seperti sedang bahagia ini, kami berempat langsung paham lebih baik tidak memperkeruh suasana.

"Loh, rumah kamu kenapa, Bay?" Tanya Hani.

Ah sial, hal yang sangat kuhindari akhirnya terjadi.

"Rumahnya Bayu kerampokan, kan? Apa udah aman sekarang?" Kembali tanya Arya yang membuatku makin bingung harus bagaimana.

"Yah, udah diurus sama polisi, kok, tinggal nunggu tanggal mainnya aja" Jawabku singkat menatap sinis ke Arya.

Hani pun hanya mengangguk paham, dan setelah itu kami melanjutkan makan kami. Selama makan ini pun kami akhirnya tidak kembali mengobrol, dan setelah selesai juga, Abbi langsung beranjak ke kamarnya.

"Bayu, aku keatas ya" Ucap Hani sembari mengelus-elus tanganku, dan setelah itu dia beranjak dari duduknya dan pergi ke kamarnya.

"Yaudah, kalian bantuin beres-beres dulu ya, biar Ummi yang cuciin piringnya nanti" Lanjut Ummi yang kemudian beranjak dari duduknya.

Akupun juga ikut beranjak dari dudukku, yang kemudian disusul oleh Arya. Aku mengambil seluruh piring yang ada, dan Arya merapihkan meja. Arya pun akhirnya menyusul ke dapur, dan aku langsung menahan tubuhnya.

"Ya, lu gila, ya? Kok lu ngomong kayak gitu di depan Hani tadi?" Tanyaku kesal.

"Loh, lu nggak cerita emang?" Balik tanya Arya.

"Ya nggak lah, bego, menurut lu aja, pasti dia bisa nge-down lagi kalo tau pelakunya ada kaitannya sama yang merkosa dia" Jelasku.

"Ya terus gua salah gitu kalo gua ngasih tau ke dia? Timingnya juga tepat kok, kak Hani lagi bagus mood nya, kalo lagi jelek baru bahaya" Balas Arya.

"Tapi lu liat kan tadi reaksi dia gimana? Apa lu nggak liat dia kaya kepikiran sesuatu lagi?" Jawabku.

"Bay, cepet atau lambat, kak Hani perlu tau kejadian ini, udah lu nggak usah mikir sampe kesitu dulu" Balas Arya, dan setelah itu Arya pergi meninggalkanku.

Yah, yasudah lah. Mungkin juga aku yang terlalu takut untuk mengambil risiko. Tapi juga risiko ini begitu berbahaya karena pada akhirnya, Hani sudah bisa kembali pulih, meski belum sepenuhnya.

Akupun langsung pergi ke kamar Hani, dan setelah membuka pintu, aku langsung melihat Hani yang sudah mengganti pakaiannya dengan piyama sedang duduk di pinggiran kasurnya yang besar. Hani juga sedang memandang langit-langit kamarnya, pasti ada sesuatu yang sedang pikirkan.

"Kamu udah mau tidur?" Tanyaku mengagetkannya yang sedang melamun.

"Eh, belom kok, cuma aku mau ganti piyama sekarang aja" Jawabnya, sembari aku berjalan dan duduk di sampingnya.

"Kamu lagi kepikiran sesuatu?"

"Yah, begitulah" Jawabnya menghela napas panjang.

"Ada apa?" Tanyaku.

"Kamu kok nggak cerita sama aku kalo rumah kamu dimalingin?"

Bangsat, Arya benar-benar tidak tahu waktu, sekarang Hani malah menjadi kepikiran seperti ini kan jadinya.

"Well, kalo aku cerita sama kamu, aku cuma takut kalo kamu bakal kepikiran, dan bener kan sekarang, bangsat Arya emang" Jawabku yang membuat Hani kesal.

"Ih kamu kok kasar ngomongnya? Dia calon adek ipar kamu loh" Balasnya tidak suka dengan ucapanku, dan dia langsung mencubit lenganku kencang.

"Dan juga, kalo kamu cerita ke Arya, Ummi, dan Abbi juga tanpa ngasih tau ke aku, pasti ini ada hubungannya sama aku, kan?" Lanjut Hani yang meng-skakmat-ku.

Oh no, here we go. Sudah seperti ini, lebih baik aku berterus terang saja, bisa ribet urusan kalau aku menutupi ini lagi.

"Well, kita masih belom tau, cuma, ada kemungkinan besar kalo pelakunya sama yang udah 'nyakitin' kamu" Jawabku, dan rasanya sudah tidak ada rem bagiku untuk menjelaskan semuanya.

"Terus, tadi aku juga ketemu sama Adi sama Rama buat nyari 'pelaku' ini sama mas Farhan sama Sofi juga, dan kita udah nemu titik baru buat ngarahin kita ke pelakunya" Jelasku se transparan mungkin.

"Han, kita udah deket banget sama pelak--" Lanjutku, namun tiba-tiba, Hani langsung menyosor bibirku dan kami berciuman.

"Cccupphh..."

Kami kemudian lanjut berciuman, dan tangan Hani langsung berpindah ke pipiku.

"Ccupphh... Ccupphhh..."

Tak lama kami berciuman, dan Hani langsung melepaskan ciumannya, dan kami lanjut bertatapan dengan tangan Hani masih berada di pipiku.

"Bay... Jangan kamu lanjutin omongan kamu tadi ya..." Ucapnya lirih.

"Malem ini, aku lagi bahagia, aku bisa ngeliat kamu makan malem bareng sama keluarga aku kaya kita udah berkeluarga," Lanjutnya.

"Jangan rusak momen ini dengan ngomongin masalah-masalah lampau itu, oke?" Sambungnya manis yang membuatku bingung harus melakukan apa.

"Aku..." Ucapku yang kemudian kembali dipotong oleh Hani.

"It's okay, aku nggak marah kok, aku seneng kamu akhirnya bisa jujur sama aku, meski harus aku sudutin dulu" Lanjutnya yang diakhiri dengan candaan, dan setelah itu Hani kembali mencium bibirku.

"Ccupphh... Ccupphh..."

Aku juga awalnya terkejut, namun hanya perlu sesaat bagiku untuk sadar dan mulai membalas ciumannya.

"Ccupphh... Ccupphhh..."

Hani juga langsung menaruh tangannya di pipiku, dan aku juga ikut menggenggam kepalanya selama kami berciuman.

"Ccupphh... Cccupphh... Ccupphh..."

Perlahan, kami makin terbawa suasana. Kami saling bernafsu membalas lumatan kami, dan aku langsung menuntun Hani untuk berpindah ke pangkuanku. Setelah kupangku pun, Hani tak melepaskan ciumannya, dan tangannya dia pindahkan keatas bahuku, sementara tanganku berada di pinggangnya.

"Ccupphh... Ccupphh...."

Di kesempatan seperti ini juga, aku perlu mengetes apakah sudah ada perkembangan dari traumanya, dan aku memindahkan tanganku ke pantatnya. Aku juga melakukannya dengan semulus mungkin, supaya tidak mengejutkan Hani, dan perlahan tanganku menurun hingga hinggap di pantatnya.

Setelah mendarat di pantatnya, aku dengan lembut terus mengelus-elus pantatnya dari luar celana piyamanya, dan kadang juga kuremas-remas lembut.

"Ccupphhh... Ummhhh... Cccupphh..." Desahnya pelan.

Aman. Hani tidak terlihat seperti terkejut. Akhirnya aku juga terus meremasi pantatnya yang sudah mulai cukup membesar semenjak pertama kali kami berpacaran dulu.

"Ccupphh... Ccupphh... Ahh Bayy... Ccupphh..." Kembali desahnya ketika aku meremasi pantatnya dengan lembut.

Akhirnya, Hani pun melepas ciumannya, dan aku yang terlalu terbawa suasana akhirnya memindahkan ciumanku ke lehernya, dan aku mulai melumat lehernya dengan lembut hingga tidak meninggalkan bekas.

"Ummmhh... Sayanggh...."

Aku terus melanjutkan aksiku, dan Hani terlihat seperti menikmatinya. Kami terlalu terbawa suasana, dan perlahan jilatanku pun menurun, hingga akhirnya jilatanku bertemu dengan kerah piyamanya. Akupun mengangkat kepalaku, dan aku langsung melihat puting Hani menonjol dibalik piyamanya yang tipis.

Namun aku tidak berhenti. Aku langsung mengecup putingnya dengan lembut, dan perlahan aku mulai menjilati putingnya. Hani pun juga terlihat menikmatinya sembari mengusap-usap rambutku.

"Ummhhh... Sayangg..."

Namun baru sebentar, Hani kemudian mengangkat kepalaku, hingga kini, kami sudah bertatapan, yang entah kenapa membuatku takut.

"Sayangg..." Ucapnya pelan, dan aku sudah siap untuk menerima apapun yang akan Hani katakan.

"....Kamu mau??" Lanjutnya yang membuatku terkejut karena aku tak menyangka kalau balasannya akan seperti ini.

"Kamu yakin?"

"Tapi cuma ini aja yaa... Jangan yang lain..." Jawabnya manis, dan belum aku menjawab, Hani mulai membuka kancing piyamanya.

Hani membuka kancingnya seluruhnya, dan perlahan, Hani mulai menurunkan atasannya meninggalkan bagian atas tubuhnya yang terbuka sepenuhnya, tanpa ada apapun yang menghalangi.

Aku benar-benar terpana melihat apa yang ada di depanku saat ini. Sudah sangat lama semenjak aku bisa melihat ini setelah kurang lebih setahun semenjak aku bekerja di luar negeri ditambah dengan beberapa bulan belakangan ini. Payudaranya yang terlihat begitu indah diimbangi dengan kulitnya yang putih bening, aku benar-benar terpana.

"Do what you want, okay?" Ucap Hani sembari mengelus-elus kepalaku, dan perlahan aku mulai menjilati permukaan payudaranya.

Aku mulai menjilati payudara Hani, dan tanganku kini sudah kupindahkan ke payudaranya dan kugunakan untuk meremas payudara yang tidak tersapu jilatanku.

"Ummhh... Ennakk sayangg... Ahhh..." Desahnya manja.

Aku terus bergantian menjilati kedua payudara Hani, dan Hani juga terlihat menikmatinya, dan setelah puas menjilati seluruh permukaan payudaranya, aku mulai memindahkan jilatanku ke putingnya.

*Slrrpp... Sllrrpp...*

"Ummhh... Sayanggg... Terrusss...." Desahnya yang terlihat begitu menikmati.

Cukup lama aku menjilati putingnya, akupun lanjut mengulum putingnya dan kuhisap-hisap pelan. Aku juga sedari tadi baru menyadari kalau Hani menduduki kontolku, dan kedua alat kelamin kami bersentuhan. Melihat hal ini pun, aku langsung menaruh tanganku di pinggangnya, dan dengan lembut aku menggesek-gesekkan kontolku di memeknya yang masing-masing masih tertutupi celana.

Hani pun juga akhirnya makin terbuai dengan kenikmatan, dan Hani mulai tidak bisa mengendalikan kenikmatan itu, terlihat dari dirinya yang terus menggelinjang.

"Ummhh... Sayangghh... Ennakkkk... Ummhhh... Ennakkk sayangggg...." Racaunya benar-benar tidak bisa mengendalikan kenikmatannya.

Hani pun akhirnya sudah tidak kuat, dan tak lama setelah itu, Hani mencapai orgasmenya.

"Ummmhhhh... Sayangggghhh.... AHHHHH...." lenguh panjangnya ketika mencapai orgasme, dan Hani langsung membenamkan wajahnya di bahuku hingga orgasmenya mereda.

Terasa cairannya keluar melewati celana dalamnya, dan cairan orgasme itu juga menembus celana piyamanya hingga ikut membasahi celana jins-ku.

Kami juga tidak melakukan banyak hal setelah ini, kami hanya terdiam di posisi ini cukup lama, dimana Hani menatap wajahku dan aku terus memerhatikan wajah manisnya yang tertutupi poni sedang tersenyum puas, dan tanganku terus mengelus punggungnya yang berkeringat.

Namun, perlahan, Hani melepaskan pelukannya, dan perlahan pula, Hani mulai menurunkan tubuhnya untuk berlutut diantara kedua pahaku.

"Hani, kamu mau ngapain?" Tanyaku menahan tubuhnya.

"Gantian ya... Gantian kamu yang keluar sekarang..." Ucapnya lirih sembari mengelus-elus wajahku.

"Kamu yakin kamu udah siap?" Tanyaku khawatir.

Aku tahu Hani memang sangat tidak suka bila hanya dia yang 'keluar' saat kami sedang berciuman, namun aku takut kalau traumanya kembali keluar.

Hani pun tidak menjawab, dan dia hanya mengangguk tersenyum. Perlahan, Hani mulai makin turun dan kini, Hani sudah berhadapan dengan kontolku. Aku juga sudah melihat ada kegugupan di wajahnya, dan aku langsung mengingatkannya.

"Sayang... Kamu nggak perlu ngelakuin ini, kok, aku bisa keluarin sendiri nanti di hotel" Ucapku pelan, namun Hani langsung menggelengkan kepalanya.

"Nggak mau.... Maunya aku yang gantian 'keluarin'...." Jawabnya dengan nada manja khasnya.

Nada manja ini..... Akhirnya aku bisa mendengarnya di saat seperti ini.... Sifat aslinya perlahan mulai kembali....

Akupun akhirnya malah luluh, dan aku malah menjadi membiarkannya untuk melakukan apa yang dia mau.

"Okay, do what you want, tapi jangan dipaksa kalo kamu nggak kuat, oke?" Ucapku mengingatkan, dan Hani tersenyum manis sembari membuka resleting celanaku.

Hani pun langsung mengeluarkan burungku dari kandangnya, dan terlihat dia seperti takjub melihat kontolku yang berdiri tegak.

"Hey there, akhirnya kita ketemu lagi" Ucapnya manis, yang kemudian dilanjut dengan kecupan di kepala kontolku.

"Ccupphh..."

Hani pun perlahan mulai mengelus-elus kontolku, dan setelah menggenggam kontolku, Hani mulai mengocoknya dengan lembut.

Melihat kontolku yang masih kering ini pun, Hani langsung meludahi kontolku, dan dengan lembut menjadikan ludah itu sebagai pelumas sehingga licin.

"Urghh..." Lenguhku menikmati kocokannya.

Hani pun mulai menjilati kontolku, dan dia tidak meninggalkan setitik pun yang tidak terkena jilatannya.

"Slrrppp... Slrrrppp... Slrrrppp..."

Aku benar-benar menikmati perlakuannya. Aku sudah menantikan ini sangat lama, dan aku sudah berharap aku akan mendapatkan ini di saat aku menginjakkan kakiku di Indonesia, meski takdir berkata lain.

Hani pun juga sepertinya sudah puas, dan akhirnya, Hani menyudahi jilatannya dan mulai memasukkan kontolku ke mulutnya perlahan.

Aku yang tak kuat melihat wajah manisnya yang sedang berusaha mengulum kontolku pun langsung memindahkan tanganku ke kepalanya, dan baru ketika jariku menyentuh pipinya, Hani tersentak kaget, namun perlahan, aku mengelus-elus pipinya yang membuatnya menjadi sedikit lebih nyaman, dan tak terasa, mulutnya sudah penuh.

Setelah itu, Hani mulai menggerakan kepalanya naik turun perlahan.

*Chlokhh... Chlokhh...*

Perlahan, gerakannya mulai meningkat kecepatannya, dan terkadang juga, dia melepaskan kulumannya dan menjilati kepala kontolku sembari mengocok batangnya.

*Chlokhhh... Chlokhhh... Chlokhhh...*

Entah kenapa, rasanya aku menjadi lemah, dan baru sekitar lima menit Hani menyepongku, aku sudah mau keluar.

*Chlokhhh... Chlokhhh...*

"Urgghh... Sayangg... Aku udah mau keluarrr..." Ucapku diselingi desahan.

Hani pun paham, dan Hani mulai mempercepat gerakannya, meski tidak seliar dan secepat dulu saat terakhir kami melakukan ini.

*Chlokhh... Chlokhh... Chlokhh... Chlokhhh...*

"Ummhh... Sayangg... Udah di ujunggg..." Lenguhku keenakan, dan Hani pun langsung mencabut kulumannya.

Hani langsung menyambung perlakuannya dengan mengocok kontolku, dan sembari melihat wajahnya yang seperti sudah sigap sedia untuk menerima muncratan, aku langsung memuntahkan pejuku tepat di wajahnya.

"Ahhh... Aku keluarrr...." Lenguhku cukup panjang ketika aku muncrat, dan pejuku langsung menyentuh wajah Hani.

Tak begitu banyak pejuku keluar, dan setelah selesai menyemburkan pejuku, aku yang sedari tadi melihat ke langit menikmati orgasmeku langsung melihat wajah Hani, yang juga memejamkan matanya sembari tangannya masih berada di kontolku.

Akupun dengan sigap langsung membersihkan pejuku yang berada di kelopak matanya. Hani akhirnya bisa membuka mata, dan melihat jariku yang berlumuran peju, Hani langsung menjilati jariku hingga jariku bersih dari peju.

Setelah jariku bersih pun, Hani langsung berniat untuk menyapu semua pejuku dengan jarinya, namun entah kenapa, aku malah menjadi merasa bersalah, dan aku langsung menahan tangannya.

"Loh, kenapa sayang?" Tanyanya kebingungan.

Aku tidak menjawab, dan aku langsung mengambil tisu yang berada di meja samping kasurnya, dan aku langsung membersihkan wajahnya.

Hani pun terkejut karena tak biasanya aku mengelap wajahnya, dan dia terus memejamkan matanya. Entahlah, melihatnya yang seperti ini entah kenapa membuatku menjadi tidak tega, terlebih setelah apa yang sudah dia lalui.

Aku sudah selesai membersihkan wajahnya, dan aku lanjuti dengan membersihkan kontolku yang masih basah ini. Tak butuh waktu lama bagiku untuk membersihkannya, namun ketika aku melihat Hani, matanya terlihat memerah dan berair.

Hani.... Menangis?

"Hani.... Kenapa??" Tanyaku sembari mengelus-elus wajahnya, namun Hani tidak menjawabnya, dan dia kembali mendudukiku dan memelukku sembari membungkam wajahnya di bahuku.

Akupun dengan sigap langsung mengelus-elus punggung telanjangnya untuk menenangkan dirinya, namun malah makin terdengar isakan darinya.

"Hikss... Hiksss... Hiksss...."

"Panic attack kamu kambuh lagi ya??" Tanyaku tak berhenti mengelus punggungnya.

"Hikss... Hiksss.... Nggak kokk... Hiksss.... Hiksss.... Akuuu... Cuma lagi senenggg bangettt.... Hiksss... Hikssss...." Jawabnya mengejutkanku, namun kubiarkan saja.

"Hiksss... Hiksss... Tiga bulann... 'Mereka' merlakuin aku demi kepuasan mereka.... Hiksss... Hiksss..." Lanjutnya yang diselingi dengan isakan.

"Ssshhh... Ssshh... It's okayy..." Ucapku pelan berusaha menenangkan.

"Hiksss... Hiksss... Sampe sebelum kamu pulang... Mereka merlakuin aku sesuka hati mereka... Hiksss... Hiksss..." Sambung Hani.

"Akuu... Seneng bangettt... Akhirnya aku bisa ngerasain ini sama kamu yang selalu merlakuin aku pake kasih sayang kamu... Bukan cuma sebagai sarana muasin diri... Hiksss... Hiksss..." Lanjutnya yang membuatku terdiam.

Hani sudah begitu banyak mengalami pilu selama beberapa bulan belakangan ini. Setelah apa yang dilaluinya juga, setelah diperlakukan layaknya pelacur, Hani pasti benar-benar terus merasa terbebani olehnya.

Perlahan, tangisannya pun memudar, dan setelah sekian lama, akhirnya Hani mulai mengangkat kepalanya, dan aku langsung menatap wajahnya yang bergelimang air mata, dan aku langsung mengusap seluruh tangisan di wajahnya.

"It's okay... Aku ada disini sekarang, kan?" Ucapku berusaha menenangkannya.

"Pelakunya sebentar lagi ketemu kok... Dia pasti bakal dapet balasan yang jauh lebih parah dari yang kamu alamin, oke?" Lanjutku sembari memainkan poninya, dan akhirnya Hani kembali mendekapkan wajahnya di bahuku.

"Kamu mau nginep sama aku malem ini?" Tanyaku.

"Rumah kamu udah bisa ditempatin emang?" Tanyanya.

"Aku masih nginep di hotel malem ini, mungkin kamu mau staycation kan" Jawabku, namun Hani menggelengkan kepalanya.

"Nggak mauu.... Nggak mau di hotel...." Tolaknya dengan nada manja khasnya.

Ohiya, aku lupa, pasti Hani masih trauma dengan hotel.

"Kamu ajaa yang nginep disini...." Pintanya.

"Aku nggak bisaa, malem ini kan malem terakhir aku disitu, aku juga perlu ngemasin barang soalnya Bella nginep di Andre" Jelasku.

"Yahh.... Kamu bisa nginepnya kapan dong??..." Tanyanya tak memindahkan kepalanya.

"Belum tau sih, aku juga perlu mastiin rumah aku udah selesai di renov" Jawabku, dan kemudian Hani mengangkat kepalanya.

Baru melihat wajahnya saja, aku langsung tahu kalau Hani kelelahan dan sudah mengantuk.

"Kamu udah ngantuk tuh, udah tidur yaaa" Ucapku, dan Hani hanya mengangguk.

Akupun kemudian langsung mengambil piyama yang tadi Hani buka, dan aku langsung kembali memakaikan piyama dan mengancingkannya.

Setelah selesai, aku mengangkat tubuhnya dan merebahkan dirinya di kasur yang besar ini, dan aku langsung memakaikannya selimut. Dan setelah selesai, aku mengelus-elus rambutnya supaya Hani bisa lebih mengantuk.

"Aku pulang, ya" Ucapku sembari mengelus-elus rambutnya.

"Hati-hati di jalan, okay?" Balasnya, dan Hani tiba-tiba kembali bangkit dari tidurnya untuk mencium bibirku lagi sejenak.

"Ccupphh... Ccupphh..."

Kami kembali berciuman singkat, dan setelah selesai, Hani kembali merebahkan badannya.

"Good night, sayang" Ucapnya pelan.

"Good night"

Hani pun memejamkan matanya, dan aku menunggu sejenak sampai Hani sudah tertidur pulas. Tak butuh waktu lama bagi Hani untuk segera terlelap, dan aku juga lekas bangkit dan kembali mengenakan celanaku, dan setelah itu, aku beranjak berjalan menuju ke pintu.

Namun, baru ketika aku melewati meja belajarnya, tiba-tiba terbesit di pikiranku untuk menyalakan radio di kamarnya dan menyetel lagu-lagu klasik yang akan membantunya tertidur lebih nyenyak dan tidak terganggu dengan apa yang berada di luar kamarnya.

Akupun berjalan menuruni tangga, dan aku melihat Abbi dan Ummi yang sedang berada di ruang TV duduk berdua bermesraan.

"Cie nge-date" Ledekku ke mereka berdua.

"Hahahaha, emang kalian muda-muda doang yang boleh pacaran? Kita juga boleh kali" Balas Ummi.

Akupun langsung menghampiri mereka berdua untuk berpamitan, dan aku langsung menyalimi kedua tangan mereka. Namun baru ketika aku ingin beranjak pergi, Abbi langsung menahan tanganku.

"Bay, Abbi mau nanya sebentar" Ucapnya.

"Iya, kenapa, Bi?"

"Apa sudah ada info terbaru mengenai pelakunya?" Tanya Abbi.

"Well, kita tinggal nunggu info dari mas Surya, sih, mas Surya lagi nyoba nyari info dari keluarga salah satu suruhan pelaku" Jelasku.

"Oalah, Alhamdulillah kalau begitu, tapi apa Abbi boleh titip pesan ke kamu?" Lanjut Abbi bertanya.

"Iya, apa, Bi?"

"Tolong sebisa mungkin, kendalikan emosi kamu, oke? Abbi tadi lihat di TV, kamu terlibat perkelahian dengan polisi, kan?" Tanya Abbi.

Hah? Kok bisa secepat ini?

"Tolong, nak, Hani sudah mulai pulih, dan kalau kamu kenapa-napa, Hani pasti bisa lebih buruk lagi kondisinya, oke?" Pesannya.

"I'll try my best not to" Jawabku, dan setelah itu aku kembali berpamitan dan beranjak keluar dari rumah Hani.

-------

Akupun sudah beranjak keluar dari perumahan Hani, dan aku baru ingat, aku perlu tahu kabar Bella, apakah dia sudah bersama Andre atau belum.

Akupun langsung merogoh kantongku, dan aku tidak merasakan adanya hape di kantongku.

"Loh, kok nggak ada?"

Akupun langsung berhenti, dan aku langsung mencari hapeku, sampai aku menyadari kalau mungkin hapeku terjatuh saat Hani menurunkan celanaku, apalagi kantungku juga cukup besar.

Akupun langsung memutar balikkan mobilku, dan aku kembali berjalan kerumah Hani. Tentu saja mang Ucup kebingungan kenapa aku kembali lagi.

"Loh, mas Bayu, mas Bayu teh balik lagi? Aya naon, mas?" Tanyanya yang sedang berada di pos satpam depan rumah Hani.

"Hape saya ketinggalan mang di kamar Hani" Jelasku, dan aku segera berjalan kedalam rumahnya.

Untungnya, pintu belum terkunci, dan aku bisa langsung memasuki rumah ini. Akupun dengan sigap berlari kecil ke tangga, dan setelah melewati setengah tangga, aku melihat Arya yang sedang berada di lantai atas juga yang sedang berpijak diatas kursi di dekat pintu kamar Hani.

"Arya, lu ngapain?" Tanyaku bingung dengan apa yang sedang dia lakukan.

"Eh, yaampun ngagetin aja lu, Bay, ini gua lagi ngakalin Wi-Fi" Jawabnya yang tadi terkejut dengan keberadaanku, dan Arya langsung beranjak turun dari kursi.

"Kenapa Wi-Fi nya emang?"

"Nggak tau, ini diatas kamar kak Hani kabelnya kendor, makanya gua akalin" Jelasnya.

"Lah, lu nggak nyoba ngecek router-nya emang?" Tanyaku bingung.

"Nggak, Bay, emang kabelnya yang kendor bikin sinyalnya gangguan" Jelas Arya.

Yah yasudah lah, dia yang lebih mengerti.

Arya pun kemudian beranjak memindahkan kursinya, sementara entah kenapa aku masih berada di tangga ini.

Aku juga melihat-lihat sekitar, memerhatikan dinding yang dipenuhi oleh berbagai foto keluarga Hani, berbagai piagam, dan aku juga melihat jendela di lantai atas yang sedang terbuka lebar.

Wait, wait, wait, jendelanya terbuka lebar? Buat apa jendela dibuka lebar malam-malam begini?

Tunggu sebentar...

Apa jangan-jangan....

Tapi... Apa iya??...

Arya pun sudah selesai memindahkan kursinya, dan dia segera beranjak menuruni tangga, namun dia berhenti ketika melihatku yang masih terdiam.

"Bay, lu ngapain bengong?" Tanyanya, namun tidak kugubris.

Entah kenapa, tiba-tiba isi kepalaku berputar dengan cepat, dan terbesit sesuatu di dalam pikiranku, meski aku tidak yakin dengan kebenarannya.

Arya pun akhirnya acuh, dan dengan tetap memasukkan tangannya ke kantung di hoodienya, dia kembali berjalan, namun baru ketika Arya mau melewatiku, aku dengan cepat langsung menahan tangannya.

"Bay, kenapa?" Tanyanya bingung, namun lagi-lagi tidak kujawab, dan dengan cepat, aku merogoh kantung hoodie nya.

Arya pun benar-benar terkejut, namun dia kalah cepat denganku, karena aku bisa lebih dulu nengambil benda yang berada di dalam jaketnya, dan langsung kutarik keluar dari kantungnya.

Benda ini....

Dugaanku benar. Apa yang sudah kulihat tadi, bukan hanya sekedar kebetulan. Jendela yang terbuka lebar, sesuatu diatas pintu kamar Hani, semuanya mengarah kepada benda yang kupegang, dan benda yang kupegang sekarang ini, mengarah ke Arya.

"Hahahahahahahaha.... Hahahahahahaa...."

Aku bahkan benar-benar tidak tahu lagi, reaksiku begitu bercampur aduk manjadi satu, dan kefrustasian ini akhirnya hanya bisa membuatku tertawa.

Benda ini....

".....Spycam"

-To be Continued-
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd