BAB DUA PULUH LIMA
TOK! TOK! TOK!
"Dr. King, kami tahu Anda di dalam. Buka! Atau kami akan dobrak," teriak komisaris Basuki.
Arci tampak ikut serta tapi berada jauh dari satuan regu polisi yang kini sudah mengepung rumah Dr. King. Agak sulit menemukan orang yang dijuluki Dr. 50 ini. Kepolisian mempelajari rekaman yang diperdengarkan oleh Arci. Nama Dr. King agaknya tidak begitu asing, mereka mempelajari arsip hingga kemudian mengetahui bahwa Tanaka Yoshida pernah mempunyai sebuah bisnis yang cukup menjanjikan yaitu jual beli organ. Dan itu dilakukan dengan cara yang tidak manusiawi. Ada seseorang yang dijuluki sebagai Dr. 50. Identitasnya samar, namun ketika Ryuji mengatakan Dr. King, maka pihak kepolisian kemudian mencari alamatnya. Sangat sulit. Karena di kartu identitas, ataupun dicatatan rumah sakit, alamat rumahnya palsu. Hingga akhirnya secara tak sengaja salah seorang anggota kepolisian yang telah menerima sketsa wajah Dr. King mengenalinya dan mengikuti hingga sampai ke rumahnya. Polisi bergerak cepat ketika mendapatkan laporan itu. Mereka segera menuju ke lokasi.
Komisaris Basuki menghubungi Arci ketika mendapatkan laporan itu. Sebenarnya soal anak hilang. Ia telah mendapatkan laporan beragam tentang hal itu. Dalam kurun waktu dua bulan ada belasan anak hilang tak tahu rimbanya. Komisaris Basuki berharap kasus ini tidak berkaitan.
King saat itu berdiri di depan pintu. Ia tak pernah menyangka polisi akan datang ke rumahnya. Ia berpikir apakah pernah berbuat kesalahan? Ada sedikit raut kekecewaan pada dirinya. Dia menoleh ke pintu bawah tanah, tempat ia "bekerja". Sebentar lagi ia akan pergi meninggalkan itu semua.
BRAK! pintu didobrak dan Dr. King mengangkat tangannya.
Dr. King diringkus. Ia pun digelandang keluar oleh aparat yang berwajib. Saat digelandang keluar dia menoleh ke sebuah arah. Dia bertemu mata dengan Arci. Ia sedikit terkejut. Perasaannya kini meledak, ia telah bertemu dengan guru psycho-nya. Arci Zenedine.
"Arci Zenedine!" kata Dr. King.
Arci hanya melihat Dr. King dibawa masuk ke dalam mobil polisi. Dr. King tersenyum, tertawa, ia mengekspresikan bagaimana dia sangat gembira bisa bertemu dengan pujaan hatinya. Sang psycho yang telah memporak-porandakan Malang lebih dari satu dekade yang lalu.
Komisaris Basuki masuk ke rumahnya, menggeledah seluruh isi rumah. Ketika mereka memasuki ruang makan. Mereka terkejut setengah mati ketika mendapati Ryuji di sana dengan isi kepalanya sudah bersih. Ryuji duduk di meja tak bergerak. Matanya lepas, ia tak bernyawa lagi dengan otaknya sudah habis. Beberapa polisi tampak merasa jijik melihat pemandangan itu. Komisaris Basuki langsung menutup hidungnya karena bau dari mayat itu cukup menyengat. Dia menilik ke meja makan. Ada potongan otak goreng di sana. Beberapa polisi langsung keluar dari rumah. Mereka muntah.
"Semuanya, pakai sarung tangan!" kata Komisaris Basuki.
Para penyidik pun memakai sarung tangannya. Mereka segera memeriksa semua sudut. Salah seorang polisi ke dapur. Cukup unik dapur dari si dokter gila ini. Semua peralatannya tertata rapi, bersih, dan cukup higienis. Sang polisi ini melihat kulkas. Hanya ada buah-buahan dan beberapa produk instan di dalamnya. Tapi ia sedikit penasaran. Dokter seperti Dr. King yang baru saja ditemukan mayat tanpa otak di rumahnya pasti punya sesuatu yang lebih dari pada itu. Terlebih kini di dapur ada sebuah freezer besar. Polisi ini penasaran kemudian membukanya.
"Oh, Ya Tuhan!" pekiknya.
Mendengar itu, Komisaris Basuki segera menuju ke dapur. Dia melihat apa yang berada di dalam freezer. Dan hal itu lagi-lagi membuat ia mual. Tampak di sana potongan tubuh manusia dan otak. Ada kepala manusia yang entah siapa membeku.
"Brengsek, aku yakin pasti ada yang lain," gumam Komisaris Basuki.
"Ndan, ini ada pintu bawah tanah!" seru salah seorang polisi.
Segera Komisaris Basuki menuju ke sana. Dua anggota polisi tampak berusaha mendobrak sebuah pintu. Pintu itu cukup misterius karena posisinya seperti tersembunyi. Mereka pun akhirnya bisa mendobrak pintu itu. Komisaris Basuki segera masuk ke dalam. Dia mengambil senter dan menyorot seluruh ruangan. Ada anak tangga menurun. Dia dengan perlahan-lahan turun ke bawah. Baunya benar-benar seperti bau anyir darah. Polisi ini kemudian meraih sebuah saklar, lampu pun menyala. Sekarang dia berada di sebuah ruangan yang lebih luas. Ada sebuah altar. Ada darah di mana-mana.
"Apa-apaan ini?" gumamnya.
Dia melihat di sudut ruangan ada banyak kotak-kotak berjeruji, seperti tempat binatan peliharaan. Dan di dalamnya ada anak-anak kecil.
"Ya ampun, apa-apaan ini?!" sekali lagi ia bergumam.
Anak-anak kecil itu ketakutan, meringkuk, terlebih saat Komisaris Basuki mendekati mereka.
"Jangan takut, jangan takut! Kami orang baik, saya polisi, kalian aman sekarang," kata Komisaris Basuki.
Seketika itu anak-anak itu menangis. Belasan anak itu menangis bersamaan.
"Tolong kami! Bebaskan kami! Mamaaaa! Papaaaa!" mereka semua bersahut-sahutan, saling memanggil orang tua mereka. Para polisi yang melihatnya tak tega mereka pun memanggil bantuan.
Total ada dua puluh box, tapi ada empat box yang kosong. Sebuah box yang membuat komisaris Basuki berdebar-debar adalah box yang berada di pojok bawah. Sepotong baju kotak-kotak berwarna biru dengan bersimbah darah ada di sana. Komisaris Basuki melihat anak buahnya banyak yang turun untuk membebaskan anak-anak kecil yang disekap itu. Dia sekarang penasaran dengan pintu-pintu lemari yang ada di tembok. Seperti freezer? Bukan, ini lebih seperti tempat penyimpanan mayat. Dia perlahan-lahan menghampiri pintu-pintu lemari berbentuk persegi itu, kemudian dia tarik. Semuanya dia tarik satu per satu.
"Ya Tuhan, apa ini??!"
Kotak-kotak itu berisi manusia-manusia yang hampir semuanya tidak mempunyai mata, sebagian pula sudah tak bernyawa, sebagian masih bernyawa.
"Dengar! Jangan sampai Arci mengetahui hal ini. Rahasiakan!" perintah Komisaris Basuki.
Tak berapa lama kemudian Komisaris Basuki keluar. Ghea dan Arci melihat raut wajah polisi itu tidak enak. Perasaan mereka pun semakin tak karuan. Dia tak berani menatap mata Arci.
"Komisaris?!" panggil Arci.
Tapi polisi itu bingung ingin menyampaikannya. Tiba-tiba saja Ghea berlari masuk ke dalam rumah. Para polisi ingin menghalanginya tak bisa. Komisaris Basuki dan Arci mengejar Ghea. Begitu masuk Ghea bisa mencium bau darah, perasaannya bercampur aduk sekarang. Di dalam hati ia hanya bisa bicara satu kata, "Alex!"
Ghea yang sudah masuk ke TKP melihat seorang polisi keluar dari pintu ruang bawah tanah, Ghea pun segera masuk ke sana. Sang polisi ingin mencegahnya tapi Ghea terlalu gesit. Wanita ini segera menuruni tangga. Dan dia lemas ketika melihat para polisi melepas satu per satu anak-anak yang disekap di dalam teralis besi.
"Anda tak boleh berada di sini!" kata sang polisi.
"Alex! Alex! Mana Alex! ALEEX!" Ghea memanggil-manggil anaknya dan melihat satu per satu wajah anak-anak kecil itu. Sang polisi memegangi Ghea yang terus meronta untuk bisa melihat anak-anak kecil itu. Komisaris Basuki menyusul Ghea bersama Arci. Arci terkejut melihat apa yang ada di ruangan itu.
Ghea kemudian melihat sesuatu di pojok box tersebut. Baju itu adalah baju yang sangat dikenalnya. Ghea menjerit histeris. Dia segera menarik box itu dan membuka kerangkengnya.
"ALEEEEXXX!" kaki Ghea lemas ketika melihat sebuah baju yang sangat ia kenal. Baju milik Alex, bercak-bercak darah di sana membuat ia histeris. Ia segera menarik baju itu dan menciuminya, dipeluknya baju tersebut. Ghea baru kali ini sangat bersedih, sangat kehilangan. Seorang madam yang beringas bagai singa betina sekarang rapuh. Dia menjerit, menangis dan meraung-raung.
"Arci, bisa kamu bawa istrimu?" tanya Komisaris Basuki.
Arci gemetar, lalu melangkah mendekat kepada Ghea. Tangannya menyentuh pundak Ghea, tapi Ghea malah mengibaskannya. Arci lalu memeluknya, Ghea meronta-ronta. Para polisi tidak bisa menenangkan Ghea, karena mereka tahu singa betina ini tidak mudah untuk ditaklukkan kecuali oleh suaminya sendiri. Ghea makin meronta-ronta dan histeris sambil memeluk baju kotak-kotak berwarna biru itu. Mengejutkan setelah itu, Arci dibanting dan dilempar olehnya. Ghea kemudian berlari keluar rumah. Tujuannya sudah pasti ingin mencabik-cabik Dr. King.
Arci segera bangkit dan mengejarnya. Tapi Ghea terlalu lincah dan cepat. Dia sudah berada di luar dan langsung menuju ke mobil polisi yang di dalamnya ada Dr. King dengan tangan terborgol. Ghea memukul-mukul kaca mobil.
"KELUAR KAU! KELUAR! KEMANA ALEX? KAU APAKAN ALEX?? KAU APAKAN ALEX!?" Ghea berusaha berteriak dan menjerit. Ia mencoba membuka pintu mobil tapi tidak bisa. Mobilnya telah dilock oleh aparat yang saat itu ada di dalam mobil.
Beberapa orang polisi segera memegangi Ghea, tapi oleh Ghea mereka dilempar. Para aparat ini kewalahan sekalipun begitu mereka masih tetap berusaha. Sementara itu Dr. King tersenyum lebar, ia seolah-olah menikmati pemandangan ini. Ghea dengan sisi psikopatnya mulai bangkit, sama seperti yang terjadi kepada Arci beberapa tahun yang lalu. Ghea mengambil batu besar dan menghantam-hantamkannya ke kaca mobil. Kaca mobil itu sulit untuk pecah.
"AKU AKAN MEMBUNUHMU! AKU AKAN MEMBUNUHMU!" Ghea sudah lepas kendali ia tak tahu lagi apa yang dilakukannya. Arci kemudian mencoba menenangkannya.
"Ghe, sudah sudah! Tenang dulu!" bujuk Arci.
DUK!
Tangan Ghea yang membawa batu itu mengenai Arci. Arci terhuyung dan memegangi jidatnya. Ia mengusap kepalanya dan mendapati darah. Mau tak mau Arci bangkit lagi sekalipun sedikit pusing ia kemudian memegang tangan Ghea dan mendekap tubuh istrinya dengan erat. Ghea berteriak-teriak.
"Ghe, tenang! Tenang! Kita tak tahu apakah yang sedang terjadi dengan Alex. Bisa jadi Alex selamat, kita tak tahu!" kata Arci.
"TIDAAAKK! Ini baju Alex! Aku tahu baju ini, aku tahu! Ada bordiran namanya di sini. Ini baju Alex. Dan keparat ini harus mati. Kamu telah membunuh Alex! Aku akan potong-potong tubuhmu! KEMBALIKAN ALEXKU!" Ghea terus histeris.
"HAHAHAHAHAHAHAHAHA!" Dr. King tertawa. "Teruskan! Teruskan! Aku ingin melihatmu mengeluarkan sisi psikopatmu, aku ingin melihatmu sebagaimana Arci yang lepas kendali waktu itu. Ayo, teruskan! Aku ingin melihatnya!"
Arci mengepalkan tangannya kemudian dia memukulkan ke ulu hati Ghea.
BUAK!
Mata Ghea melotot dan ia pun tak sadarkan diri. Arci menatap tajam ke arah Dr. King. Wajah Dr. King tampak berseri-seri. Dia benar-benar ingin melihat Arci dan Ghea mengamuk. Ini sudah diluar nalar sebagai manusia. Apa yang dilakukan oleh Dr. King benar-benar tidak bisa dimaafkan.
"Apakah kamu telah membunuh Alex?!" tanya Arci.
"Aku tak tahu siapa Alex," jawab Dr. King.
"Jangan bohong, kamu telah menculik Alex, membunuh babysitterku. Ryuji yang menyuruhmu bukan?"
"Ryuji banyak menyuruhku untuk menculik anak, sebagian besar sudah aku bunuh, sebagian otaknya aku makan dan sebagian organnya dijual"
"Kau gila!"
"Hahahahaha, aku gila? Tidak, tidak, tidak. Aku tahu apa perbedaan gila dan tidak. Aku sendiri seorang ilmuwan, seorang dokter dan juga aku bisa menjelaskan apa perbedaan orang gila dan tidak dalam berbagai bahasa. Arci Zenedine, menurutmu apakah aku telah membunuh anakmu?"
Arci tidak menjawab.
"Aku tahu kamu sekarang sedang berpikir apakah aku melakukannya atau tidak. Tetapi, perlu kamu ketahui, aku bukan orang jahat, aku juga bukan orang baik. Aku sangat senang bisa bertemu denganmu sekarang ini. Aku adalah fans beratmu. Jagalah istrimu karena dia butuh bantuanmu sekarang ini."
Mobil polisi itu pun melaju meninggalkan tempat itu ketika Komisaris Basuki menyuruh sang sopir untuk segera membawa Dr. King pergi dari tempat itu. Arci hanya termangu melihat mobil polisi itu pergi meninggalkan tempat di mana mobil itu berada. Komisaris Basuki melihat Ghea yang terkulai lemah dalam dekapan Arci.
"Kamu percaya dengan apa yang dikatakannya?" tanya Komisaris Basuki.
Arci menoleh ke arah polisi yang selama ini berseteru dengannya ini.
"Percaya kepadaku, selama kita tak menemukan tubuh Alex, aku tak akan bilang bahwa Alex telah dibunuh oleh dia. Yakinlah kepadaku!" Komisaris Basuki meremas bahu Arci.
"Tapi ini sudah lebih dari satu minggu, apa tidak terlalu berspekulasi?" tanya Arci. Ia sendiri mulai goyah keyakinannya. "Kau tahu sendiri dia bagaimana, Dr. King benar-benar bukan manusia."
"Kita tetap positif thinking Arci, ingat jangan salah langkah. Dia urusan kami sekarang," kata Komisaris Basuki. "Sebaiknya bawa Ghea pulang. Ia lebih membutuhkanmu sekarang."
oOo
Ghea terbangun dari tidurnya. Dia mendapati Arci ada di sampingnya. Ia sedikit heran kenapa ia ada di kamar. Kemudian ketika ia ingat Alex, ia langsung bangkit dan ingin berlari tapi Arci memeluknya, menahannya.
"Lepaskan aku! Aku ingin menguliti bajingan itu! Aku ingin mencabik-cabik dia!" kata Ghea.
"Itu tak akan mengembalikan Alex!" bentak Arci. Baru kali ini dalam sejarah rumah tangganya Arci membentak Ghea. Tak pernah Arci melakukan hal ini sebelumnya. Ghea tersentak, kemudian lambat laun dari matanya yang indah mengalirlah air mata.
"Aku hanya ingin Alex-ku, aku ingin Alexku!" kata Ghea.
"Aku tahu, aku tahu. Kita tidak tahu apakah Alex baik-baik saja atau tidak. Tidak ada tubuhnya di sana. Siapa tahu ia berhasil lolos bukan? Tenanglah! Singkirkan perasaan dendam itu. Perasaan dendam itu telah membuatku terpuruk, aku tak ingin kamu juga merasakannya. Ghea! Ghea! Lihat aku!" Arci memegang wajah Ghea. Kedua mata mereka bertemu.
"Aku cuma ingin Alex sayangku, aku ingin Alex."
"Kita akan menemukannya. Kita harus yakin Alex tidak kenapa-napa. Aku akan terus mendampingimu, ingat janji kita? Kita akan hidup menyepi setelah ini, jauh dari keramaian, hanya aku, engkau dan Alex?"
Tangis Ghea makin pilu. Dia membenamkan wajahnya di dada suaminya. Arci memeluk Ghea dengan erat. Cukup lama Ghea menangis hingga baju yang dipakai Arci basah oleh air mata. Arci baru kali ini melihat Ghea rapuh seperti ini. Sebenarnya sama saja dengan dirinya. Ia juga rapuh. Merasakan anak satu-satunya pergi tak tahu rimbanya, apalagi setelah diketahui diculik oleh seorang psikopat membuat dia juga rapuh. Kalau sampai diketahui bahwa Alex telah tewas, mungkin akan mengakibatkan salah satu dari pasangan suami istri ini akan menjadi gila. Kalau tidak Arci, pasti Ghea.
Ponsel Arci berbunyi. Dia melihat siapa yang menelponnya malam-malam begini. Biasanya hanya orang yang sedang dalam urusan mendesak saja yang mau menelpon dia malam-malam seperti ini. Dari nomor Panti Asuhan. Arci pun mengangkatnya.
"Ya, Halo?" sapa Arci.
"Arci, Asyifa sudah pulang!" kata suara seorang wanita. Dia Ibu Halimah.
"Benarkah? Lalu bagaimana keadaannya?" tanya Arci.
"Sebaiknya kamu ke sini saja, tubuhnya penuh luka, terutama pada wajahnya. Apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Bu Halimah.
"Baiklah, aku akan coba ke sana."
Arci menutup teleponnya. Ghea masih memeluk Arci. "Jangan pergi!" katanya.
"Tapi aku harus pergi," kata Arci.
"Kumohon, besok saja kamu pergi menemuinya. Aku ingin kamu menemaniku malam ini. Please!" Ghea merajuk.
"Baiklah, aku akan menemanimu malam ini," kata Arci sambil mengusap rambut Ghea. "Putri!? Putri?!"
Putri awalnya tidak begitu mendengar karena ia berada di kamarnya. Namun teriakan kakaknya sampai masuk ke kamarnya. Ia pun segera pergi ke kamar kakaknya.
"Iya kak? Kenapa?" tanya Putri.
"Kamu pergi ke panti, coba lihat apa yang terjadi dengan Asyifa. Beritahukan kepadaku apa yang terjadi, setelah itu kamu kembali ke sini untuk menjaga Ghea," kata Arci.
"Asyifa? Dia sudah ketemu??"
"Entahlah apa yang terjadi, tapi Bu Halimah menceritakan kalau Asyifa sudah kembali ke Panti. Kamu coba periksa!"
"Oh, baiklah," Putri segera pergi ke kamarnya mengambil jaket dan bergegas untuk pergi ke Panti Asuhan.
"Kalau kamu butuh apa-apa, telepon aku!" kata Arci.
"Siap kaak!" sahut Putri dari jauh.
oOo
Dr. King duduk di tengah ruangan interogasi. Tepat di sebelah kanannya ada kaca besar. Ia tahu polisi ada di dalam sana. Tangan dan kakinya terborgol. Tatapannya sangat tenang seperti tak ada beban. Komisaris Basuki kemudian masuk ke dalam ruangan. Dia menawarkan rokok kepada Dr. King. Dr. King menolak.
"Ah, aku lupa kamu seorang dokter," kata Komisaris Basuki.
Dr. King tersenyum, menampakkan giginya yang putih.
"Dr. King, Anda tahu, sekarang ini Anda didakwa pembunuhan kelas satu. Penculikan, pembunuhan, human traficking. Kena pasal berlapis dan ancamannya hukuman mati. Anda nggak takut?" tanya Komisaris Basuki.
Dr. King tersenyum. "Ketakutan itu hanyalah gangguan dari salah satu saluran saraf komisaris. Aku telah mengatasi gangguan itu sejak lama. Antara lain rasa rindu, cinta, jijik, takut, aku telah mengetahui bagian syaraf mana saja yang bekerja. Aku telah mengetahui semuanya. Aku juga telah menetralisir perasaan itu. Kamu tak perlu bertanya kepadaku tentang takut, aku sudah biasa dengan rasa takut. Justru sekarang aku yakin Anda sekarang sedang ketakutan."
"Oh ya, kenapa bisa begitu?"
"Lihat borgol ini? Ini bukti Anda dan orang-orang Anda ketakutan sekarang."
"Itu adalah prosedur, Dokter."
"Hahahaha, prosedur biasa digunakan polisi untuk berlindung dari rasa takutnya. Aku tak pernah takut komisaris. Sejak pertama kali aku membunuh, aku tak takut."
"Kapan pertama kali kamu membunuh? Kau terlihat sangat profesional."
"Aku sudah lupa, tapi sejatinya aku membunuh teman bermainku pertama kali, bersama dengan kedua orang tuanya."
"Siapa mereka?"
"Aku sudah lupa, tapi aku bisa tunjukkan di mana rumah mereka dan di mana jasad mereka, itu kalau masih berbekas."
"Maksudmu?"
"Aku mengkremasi mereka."
"Kenapa kamu melakukan itu?"
"Pak Komisaris, apakah Anda pernah punya perasaan ingin tahu?"
"Ya, tentu saja. Apa hubungannya dengan itu?"
"Sejak kecil, aku punya perasaan ingin tahu banyak hal. Aku pun mulai tertarik dengan anatomi tubuh, aku pun mulai memakai anjing dan kucing sebagai objekku. Kubedah tubuh mereka, kujadikan eksperimen, aku pun kemudian berlanjut membedah tubuh manusia, temanku yang selalu membullyku adalah orang pertama yang mendapatkan kesempatan itu. Dari situlah aku bisa menjelaskan banyak hal tentang anatomi tubuh manusia, aku mencatat, aku menulis dan aku menggambar bagaimana bentuk organ dalam tubuh manusia sebenarnya. Aku bahkan mempelajari bagaimana manusia itu mati, bagaimana jantung itu bisa berdenyut, dan juga aku mempelajari bagaimana manusia benar-benar mati dengan jantung yang berhenti berdetak. Terkadang ketika jantung mereka aku ambil, masih berdenyut sehingga aku bingung bagaimana sebuah definisi kematian yang selama ini dikatakan bahwa kalau jantung seseorang berhenti maka dia mati. Ah, ternyata itu salah besar."
"Yang benar bagaimana?"
"Otak adalah inti dari saripati kehidupan. Tanpa otak, manusia tidak bisa berpikir, tapi otak yang mana? Apakah otak yang sering kita lihat gambarnya? Tidak ternyata. Ada sebuah bagian titik otak manusia yang mana apabila titik itu hilang, maka manusia akan mati. Dia adalah otak kecil, yang berada di tengah. Kalau aku mencabut, memutuskan jaringannya, maka semua sistem syaraf dan organ dalam tubuh akan berhenti begitu saja. Anda biasa mengatakan dengan mati."
"Tapi, bukankah seseorang bisa mati ketika jantung mereka berhenti?"
"Tentu saja, itu karena jantung itu membuat fungsi otak terhenti. Anda tahu komisaris, otak membutuhkan darah. Maka dari itulah apabila jantung tidak bisa memompa darah lagi, maka otak akan mati karena darah yang masuk ke otak tidak lagi diterima."
"Atas dasar itukah kamu melakukan ini semua?"
"Precisely"
"Kamu memang orang yang sinting. Aku ragu kamu ini waras."
"Komisaris, please. Aku tahu perbedaan antara waras dan tidak waras. Aku bahkan bisa menjelaskannya dalam lima bahasa berbeda, aku juga paham jurnal ilmiah yang membedakan orang gila dan tidak. Komisaris, ketahuilah bagiku kalian semua adalah sebuah objek dari eksperimenku, tidak lebih dari itu. Dan terkadang aku memakan objek dari eksperimenku."
BRAAKK! Komisaris Basuki menggebrak meja.
"Ini kantor polisi, jangan macam-macam kamu King!"
"Aku hanya bicara jujur."
Komisaris Basuki menghirup nafas dalam-dalam menahan emosinya. Kemudian dia sampai kepada pertanyaan inti.
"Apa yang sebenarnya kamu lakukan di dalam sana?" tanya Komisaris Basuki.
Dr. King tersenyum lagi, dia memajukan badannya. "Banyak komisaris, banyak sekali apa yang aku lakukan di dalam sana. Dan aku akan menceritakannya dengan detail. Aku ingin semua orang mengetahui apa yang aku lakukan. Aku ingin menjadi Public Enemy Number One! Aku ingin fotoku bisa sejajar dengan Arci, orang yang selama ini kamu incar."
"You're bloody sick!"
oOo
Malam itu Ghea bermimpi tentang Alex. Ghea ingat ketika pertama kali mengandung Alex. Itu sesuatu yang luar biasa. Ia bisa mengandung, bisa menjadi ibu. Bahkan sampai ketika melahirkan ia selalu memeluk Alex setiap pagi. Memberikan semua waktunya untuk Alex. Hal yang luar biasa. Ghea sangat meyayangi Alex, hasil buah cintanya dan Arci. Dia teringat lagi ketika Alex mencari-cari puting susunya ketika baru lahir. Masih ada air ketuban di tubuh Alex, baunya masih melekat di ingatan Ghea. Melahirkan Alex adalah hal terindah yang pernah dirasakan dia sebagai wanita, hal yang tak akan pernah dia lupakan.
Lengan Arci didekap erat oleh istrinya. Seolah-olah tak ingin dia pergi. Namun pagi itu, ada berita yang mengejutkan.
Arci bangun lebih dulu. Dia bisa bergerak sekarang karena Ghea tidak memegang lengannya lagi. Ia bangun dan langsung menelpon Putri.
"Bagamiana Put?" tanya Arci.
"Wah, parah kak," jawab Putri.
"Terdapat luka di sekeliling wajahnya seperti terkena benda panas gitu, kayak disetrika. Merinding aku melihatnya. Kondisinya sekarang masih pingsan. Ini ada di rumah sakit," ujar Putri.
"Baiklah, aku akan ke rumah sakit. Rumah sakit mana?" tanya Arci.
"Rumah Sakit Lavalette," jawab Putri.
Arci menutup teleponnya. Ia akan pergi, tapi sebuah telepon masuk lagi. Kini dari komisaris Basuki.
"Halo? Ada apa Komisaris?" tanya Arci.
"Dr. King ingin bicara dengan Ghea," jawab Komisaris.
"Bicara dengan Ghea?"
"Ya, dia sudah membuat pengakuan. Tapi ini berhubungan dengan Alex."
Ghea terbangun. Dia mengejap-ejapkan matanya. Arci menoleh ke arah Ghea. Sepertinya ini akan jadi hari yang melelahkan.