Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Hanya Cerita

Part 7.


Kawan...

Seandainya kau ada di posisiku saat berada di dalam masjid apa yang akan engkau lakukan? Seandainya kau sendiri yang mengalami peritiwa itu, bergetarkah hatimu?

Kuatkan hatimu kawan... kuatkan hatimu seperti aku menguatkan hati disaat mendengar kalimat Kebesaran Tuhan menggema didalam masjid tanpa adanya sumber suara.

Selagi menguatkan hati aku mengingat ingat pesan Abah padaku terakhir kali bahwa aku akan bersentuhan dengan dunia roh atau malah bisa jadi masuk ke dalamnya. Kujadikan itu sebagai pedomanku untuk bertahan duduk dalam diam dan kembali merapalkan ayat ayat suci dalam hatiku.

Senyap. . .

Sampai pagipun datang..

Menjelang siang kulangkahkan kakiku menuju perkampungan tempat tinggalku dulu. Sebenarnya bisa saja aku langsung menuju rumahku dan melihat bagaimana Qia sekarang. Aku sadar telah meninggalkannya selama lima tahun tanpa kabar berita, aku sadar bahwa hal itu secara otomatis telah memutus tali pernikahanku dengannya dan aku sadar bahwa dia tetaplah wanita yang kucintai sampai hari ini meskipun dia telah melakukan kesalahan yang lumayan besar. Tapi tujuanku kesini adalah sebagai bentuk napak tilasku, dan juga Abah sudah berpesan kepadaku agar aku tak perlu menampakkan diriku di depan Qia dulu sebelum kami sama sama siap.

Kusingkirkan keinginanku untuk menengok Qia dan memilih menuju warung kopi tempat dimana dulu aku selalu sarapan pagi sebelum berangkat menuju tempat kerja. Sepanjang jalan kupastikan lagi bahwa penampilanku kini tak akan dikenali oleh orang orang yang dulu mengenalku. Sampai di warung kopi kuperhatikan dari jauh ada siapa saja disitu. Senyumku mengembang begitu melihat Cholis sedang ngobrol dengan Mang Ujang sang pemilik warkop. Cholis adalah teman sekerjaku dulu. Mungkin belum kuceritakan kepada kalian tentang profesiku saat aku masih remaja.
Baiklah kawan, kuceritakan tentang apa pekerjaan ku saat itu.

Dulu, di sebelah Utara kampung ini ada sebuah lapangan bola yang cukup luas. Biasanya kami dan beberapa pemuda dari kampung lainnya sering bermain sepak bola, berlatih silat atau tenaga dalam, sekedar nongkrong atau bahkan mengadakan kompetisi layangan kowang, layangan kowang adalah layangan berukuran besar dan bentuknya bervariasi dan ada semacam busur panah di bagian atasnya dengan tali pita kaset berwarna coklat melintang pada busur itu. Yang mana pita kaset itu mempunyai fungsi untuk mengeluarkan bunyi 'wang.. woooooaang..' ketika terkena hembusan angin.

Nah saat itu lapangan ini dibeli kepemilikannya oleh sebuah perusahaan Farmasi terbesar di Negeri ini. Rencananya lopangan itu akan dibangun menjadi salah satu sebuah gudang obat obatan terbesar di Jakarta.

Adalah Haji Sadeli -jika kalian perhatikan pada ceritaku sebelumnya, beliau adalah orang yang setiap tengah malam memukul mukul tiang listrik- beliau adalah satu satunya ketua RT dari penduduk setempat yang berani meminta 'jatah lapangan kerja' untuk masyarakat sekitar ketika proyek pembangunan itu dimulai. Kalau sang kontraktor tidak mau menuruti keinginan 'Sang Penguasa Setempat', beliau mengancam akan membuat proyek itu 'tidak aman'.

Entah bagaimana prosesnya, yang jelas saat itu aku yang baru saja putus kontrak dari perusahaan tempatku bekerja ditawari oleh RT Okem ini untuk menjadi kenek di proyek itu.

"Daripade nganggur lu. Emangnya lu kata mabok kaga butuh duit?!" Begitulah katanya saat itu.

Aku lumayan kagum kepada sosok RT Sadeli ini, dan itu bukan tanpa alasan, juga bukan karena beliau berani maju ke kontraktor proyek dan meminta lapangan kerja untuk kami para pemuda nganggur kala itu. Beliau adalah sosok RT yang tidak pernah melarang kami untuk minum minum bahkan sampai muntah dipinggir jalan karena mabuk. Beliau bahkan tak pernah melarang kami untuk nyanyi nyanyi di tengah malam, kalian pasti tahu bagaimana tenggorokkan orang yang sudah mabuk ketika bernyanyi bukan? Beliau hanya berpesan begini kala itu.

"Dengerin.. buat bangaji, lu semua mao minum apa kaga udeh terserah dah, asal jangan pada panjang tangan!! Ketauan lu maling di kampung ndiri, abis lu ama gua!! Gapapa lu mo minum ampe jungkir balik kek, nyanyi ampe tenggorokkan lu sowek kek, bodo amat.!! Itung itung lu pada jagain kampung lu aje pada. Ya perkara nyanyi nyanyi batesin ampe jam dua belas dah. Asal lu denger gua udah ngetok tiang listrik, brenti dah pada." Kata beliau yang lebih senang dipanggil Bangaji ini.

Karena keasyikan dari beliaulah kami kami para remaja pemabuk ini tak pernah sedikitpun 'rese' di kampung sendiri. Kalaupun ada warga yang mengeluh soal kami, biasanya dengan santai Bangaji akan menjawab,
"Biarin aje pada mabok, yang penting kaga maling. Die die juga disitu kan jagain lu pada supaya rumah lu kaga kemalingan..".

Setiap ada kegiatan kerja bakti dihari minggu, maka kami adalah tenaga paling pertama yang diandalkan oleh Bangaji. Beliau juga sering 'mampir' ke pos ronda hanya untuk sekedar memberi dorongan minum berupa sate usus atau ati ampela bebek.

Jadi, salahkah dia kusebut RT Okem ?

Cukuplah tentang RT Sadeli kawan..

Setelah kuperhatikan Cholis dan Mang Ujang dari jauh, aku mendekat ke arah mereka tapi tetap menjaga jarak agar tak terlihat oleh mereka berdua. Di samping warkop mang Ujang, ada sebuah pohon Ceremai yang lumayan besar dan berdaun rindang berbentuk lingkaran. Sangat teduh disiang hari. Tempat ini dulu sering kami jadikan sebagai tongkrongan alternatif. Ku ambil sebuah batu bata untuk kujadikan alas dudukku bersandar membelakangi mereka di pohon Ceremai ini. Disini, aku mulai mengingat ingat kembali masa masa remajaku dulu. Kututup mataku, dan seperti yang kalian tahu, aku lagi lagi seperti disedot oleh ruang waktu yang berjalan mundur beberapa bulan setelah percintaan ku dengan Melly kekasih sahabatku.

Ketika kubuka mata, aku kembali tepat dihari pertama menjadi pekerja proyek bersama Cholis dan beberapa temanku yang lain.

Kawan.. inilah ceritaku kala itu.


_______________

"Mal, lu kaga gengsi jadi kuli proyek?" Cholis bertanya seperti itu seperti tidak berkaca pada penampilannya saat ini. Memakai kaos panjang, rompi jaring berwarna hijau dan sebuah helm cetok khas berwarna orange.

"Ngaca Jing.. lu juga dikit lagi jadi kuli.." sungutku jengkel.

"Hehehe.. kalo gw kan emang dasarnya udah lama nganggur. Nah kalo elu? Lu kan orang kantoran tadinya.."

Jujur saja aku seperti dilecehkan oleh pertanyaan yang dilontarkan oleh Cholis barusan. Kalau saja bukan karena cita citaku yang setinggi langit soal punya rumah sendiri, tentu lebih baik nganggur bagiku daripada bekerja sebagi 'kuli proyek' seperti ini. Kusandarkan tubuhku ke batang pohon Ceremai rindang ini sembari menunggu panggilan dari Bangaji. Beliau sedang 'meeting' dengan para kontraktor perihal penempatan para calon kenek kenek ini.

"Taii..." Gerutuku setiap mengingat kata kenek.

Aku tak ingin berbincang dengan Cholis atau dengan teman teman calon seprofesiku nanti. Mood ku terlanjur rusak.

"Woy.. kemari !!"

Bangaji teriak memanggil kami dari depan rumahnya yang memang tak seberapa jauh dari warkopnya Mang Ujang. Kecuali aku, semua bergegas dengan cepat menuju rumah Bangaji seolah olah hidup mereka hanya bergantung padanya.
Aku mah santai aja lah..

Tiba di teras rumah Bangaji, kami diperkenalkan oleh beberapa Kontraktor dan Mandor calon bos bos kami. Setelah sesi perkenalan selesai barulah kami mulai ditempatkan di beberapa bagian.
Untungnya, sekali lagi untungnya, aku kebagian menjadi kenek di bagian Mechanical and Electrical atau yang biasa disingkat menjadi ME yang mana bagian itu tidak ada bagian aduk semen atau angkut angkut pasir dan batu bata, karena memang bagian itulah yang membuatku sedikit ogah menjadi kenek. Dalam bayanganku, kenek itu profesi yang paling kasar dalam sebuah proyek. Angkut batu bata, aduk adonan pasir dan semen atau bahkan adukan cor. Belum lagi takaran pekerjaan yang biasanya tidak sebanding dengan gaji yang diterima.Pokoknya jelek lah profesi kenek dalam bayanganku.

Berbeda dengan ME, karena dari namanya saja Mechanical and Electrical, bagian ini aku yakin membawahi bidang kelistrikan dan mekanikal gedung yang mana amat sangat jelas tidak akan ada yang namanya kotor kotoran semen dan pasir.

Ini membuatku sedikit bersemangat lagi.

Tapi sialnya, Cholis juga mendapat bagian yang sama denganku.
Sebenarnya aku tak punya masalah pribadi dengan Cholis. Hanya saja sedari dulu kami tak pernah akrab satu sama lain. Itulah yang membuatku kesal ketika dia bertanya soal gengsi kepadaku.

Setelah acara bagi bagi penempatan selesai, kami diharapkan langsung bekerja hari ini juga.
Satu persatu dari kamipun mulai meninggalkan rumah Bangaji dan langsung menuju proyek. Kecuali aku.. aku ditahan oleh Bangaji.

"Bentar Mal. Tar lu ama Bangaji ke proyeknya. Bangaji mo ngomong dulu bentar."

"Ada apaan Bangaji?" Sahutku penasaran.

"Lu kerjain dulu aja ya ni kerjaan. Sabar dah barang setaon dua taon mah ampe itu gedung buka. Tar kalo ude buka, gw usahain lagi lu kerja jadi karyawan disitu bareng ama Umay." Terang Bangaji kepadaku sambil menunjuk ke belakangku.

"Au lu Mal, daripada nganggur gajelas, ngeronda sambil mabok, mending gawe biar kata jadi kuli dulu. Sementara ini..." Sambar Umay yang membuatku kaget. Entah sejak kapan Umay ada di belakangku.

Umay adalah anak perempuan pertama Bangaji. Dia seangkatan denganku. Bahkan sebenarnya dia ini adalah mantan pacarku waktu jaman sekolah dulu. Tapi ketika kami lulus, Umay pindah dan memilih ngekost di daerah yang dekat dengan tempatnya bekerja di Radio Dalam dan hal itu membuatku jarang lagi bertemu dengannya. Adik nya Umay bernama Ziah, mereka hanya beda umur satu tahun, kalau Ziah masih sering bertemu denganku karena dia masih tinggal dengan Bangaji dan masih Kuliah di daerah Meruya sana.

Setahuku, Umay termasuk wanita nakal. Meskipun semasa pacaran dulu kami tak pernah bercampur badan, tapi kami sering bercumbu panas bahkan saling memuaskan birahi tanpa bersenggama. Setelah putus dariku Umay seperti menjadi piala bergilir bagi kaum Adam.

"Widih.. kapan baliknya lu May tau tau ud ada di rumah aja?" Tanyaku dengan ekspresi kaget melihat perubahan besar Umay sekarang. Cantik sekali ini anak. Payudaranya bertambah besar dengan perut ramping dan pinggul yang bulat membuat hati sedikit deg degan.

"Dari hari Jumat kemaren. Elu sii mabok mulu. Jadi ga tau kan kalo mantan lu pulang kampung.." jawabnya tanpa mikir bahwa ada BAPAKNYA di depanku. Aku jadi salah tingkah dibuatnya.

"Udeh udeh jan ngobrol yang kaga kaga. Jadi gitu ya Mal. Lu sabar dulu dah. Ntar juga lu bakal gw usahain begawe jadi karyawan disitu bareng Umay." Kata Bangaji yang sepertinya sadar bahwa aku sedikit salting.
Selain salah tingkah, aku juga jadi bertanya dalam hati, kalau Bangaji mau mengusahakan aku kerja disana bareng dengan Umay, berarti Umay udah gak kerja di Radio Dalam lagi dong?.

Umay hanya tertawa melihatku salting dan kembali masuk kedalam. Kalau saja gak ada Bangaji, aku yakin mataku akan terus mengikuti lekuk indah pinggul milik Umay saat ini.

"Hayudah Bangaji anter lu ke proyek."

"Iya siap Bangaji. Makasih banyak ya Bangaji, Bangaji udah mau ngusahain Kemal." Kataku serius dari hati.

"Iye, mangkanya kerja yang bener. Gw tau lu punya cita cita beli rumah. Babe lu cerita ke gw, makanya gw dorong dah lu. Jarang ada anak muda punye pikiran panjang kaya elu."

Jujur aku tersipu mendengarnya.

Bangaji pun mengantarku sampai ke proyek, sebelum masuk ke dalam kawasan proyek aku mencium tangannya sebagai bentuk hormatku kepada RT Okem ini.

Beginilah hari hariku sekarang. Kerja menjadi helper dari seorang pria yang bernama Roso. Satu hal yang baru aku ketahui semenjak kerja di proyek adalah soal penyebutan jabatan. Aku adalah helper, tugasku membantu pekerjaan dari Mas Roso yang berpangkat Skill. Skill adalah jabatan untuk mereka mereka yang paham akan kelistrikan, mulai dari membaca gambar jalur kabel, instalasi jalur kabel sampai konekting kabel kabel dari travo listrik ke panel panel listrik yang tersebar di beberapa titik dalam gedung. Dan itu adalah gudang ilmu untukku.

Dari yang awalnya aku malas malasan untuk kerja disini hingga akhirnya aku menjadi semangat menggali ilmu soal kelistrikkan dari Mas Roso. Semua ilmu yang kudapat dari mas Roso ku terapkan betul betul sehingga hanya butuh waktu empat bulan bagiku untuk mulai paham cara cara instalasi dan konek kabel. Di titik ini, mas Roso mulai perlahan melepasku kerja sendiri.

Seperti hal nya hari ini pada saat ToolBox Meeting, dia berkata padaku, "Kamu ngerjain ini ya. Nih bawa gambarnya. Kalau kamu bingung, tanya saja sama saya, saya ada di lantai dua ngerjain arus lemah buat smoking alarm." katanya kepadaku setelah menjelaskan gambar jalur instalasi mana saja yang harus kukerjakan hari ini.

"Siap mas.." jawabku antusias.

"Oiya Mal, ajak Cholis. Biar dia bantuin kamu.." katanya lagi.

Meskipun malas karena harus bareng dengan Cholis, kuiyakan saja perintah Skill ku itu. Lagipula aku memang butuh tenaga bantuan, lebih lebih jalur ini adanya diatas ketinggian.

"Oke mas. Yuk Lis.. bawain kabel sama alat alatnya ya.." perintahku pada Cholis.

"Siap boss.." jawab Cholis sambil mengikutiku dari belakang.

Selama bekerja, aku lebih banyak diam dan hanya bersuara kalau butuh sesuatu, ambilin tang, ambilin obeng, ambilin solasi, ambilin ini ambilin itu sampai pada akhirnya Cholis mengatakan sesuatu yang membuatku sedikit jengkel.

"Udah kayak Skill aja lu ya, tinggal nyuruh.. hehehehe.." Meskipun aku tahu dia bercanda, tapi tetap saja aku kesal. Emangnya kenapa kalo aku nyuruh nyuruh? Kan memang mas Roso yang memberi tugas padanya untuk membantuku.

"Lu mau gantian? Nih kerjain!!" Jawabku ketus padanya sambil sedikit pasang muka jengkel.

"Hehehe.. ya janganlah, gw takut kesetrum.." katanya sambil garuk garuk bahu.

Bodoh kali manusia satu ini fikirku. Namanya juga instalasi baru, mana ada setrumnya??
Aku malas menanggapi omongannya yang gak bermutu itu.

Pekerjaan demi pekerjaan dari Mas Roso sanggup kuselesaikan dengan baik. Sekalipun ada jalur yang menurutku bikin bingung, mas Roso tak segan segan membantuku. Cholispun terus menjadi 'helper' ku.

Sampai pada suatu waktu, Cholis mengajakku ngobrol serius di jam istirahat.

"Mal. Lu mao duit kaga?"

"Duit apaan?" Kujawab setelah menyulut sebatang rokok.

"Ya duit.. pake nanya duit apaan.." jawab dia sambil menyedot es Marimas.

"Iyaaa duit apaan? Duit setan?!" Kataku jengkel.

"Nah.. betul itu. Duit setan !!"
Kali ini dia serius, terlihat dari raut wajahnya yang celingak celinguk seperti memastikan bahwa tak ada orang lain yang mendengar.

"Gini Mal.. lu tau gak berapa harga tembaga sekilonya?" Kata Cholis bisik bisik kepadaku.

"Kaga.." Jawabku yang memang tak tahu.

"Tujuh puluh lima ribu.." kata Cholis lagi.

"Terus?" Tanyaku hanya sekedar manjang manjangin obrolan.

"Nah kitakan lagi ngerjain jalur kabel yang gede gede nih, kita embat aja gimana Mal?. Kita jual di lapak rongsokkan. Lu itung nih misalnya kita embat kabel anggep dah lima puluh kilo, dikali tujuh lima. Berapa tuh?"

Dari caranya berbicara, Cholis seperti antusias tapi tetap berhati hati kepadaku.

Otakku otomatis berhitung.... tujuh puluh lima ribu dikali lima puluh ribu, total tiga juta tujuh ratus lima puluh ribu rupiah, lumayan juga fikirku. Tapi aku tak mau begitu saja tergiur akan ajakan Cholis. Siapa tau dia sedang menjebakku.

"Lu tau tauan soal harga tembaga dari mana?"

Cholis kembali celangak celinguk seraya mendekat padaku.

"Gw udah sering jual kabel dari proyek Mal.. mas Tohir yang ngajakkin gw. Lu sekarang ga pernah liat mas Tohir kan? Udeh pulkam dia Mal. Bawa duit lima belas juta! Hasil ngembat tembaga terakhir tuh. Biasanya gw ama dia cuma ngembat sedikit. Nah yang terakhir lumayan banyak."

Kaget aku mendengar cerita Cholis.

"Serius lu? Lagi gak ngibul kan lu? Gw paling ga demen nih kalo diboongin" Kutegaskan padanya bahwa aku serius tak suka kalau ada yang coba coba mempermainkanku. Lebih lebih soal duit.

"Set dah !! Ngapain gw boong.. tapi lu jan ngomong ama orang laen. Berabe ntar.." Lanjut Cholis.

"Kalo mas Tohir dapet lima belas juta lu dapet berapa?" Tanyaku penasaran.

"Yelah, gw kan cuma helpernya dia Mal, kebagian cuma enam juta doang gw."

Bangsat banget ini kunyuk satu. Enam juta dibilang 'cuma' ?!

"Makanya pas mas Tohir pulkam, gw dioper kan? suruh bantuin elu.. Soalnya Skill yang laen udah ada helpernya semua. Gimana? Duit Maall Duiitt..." Cholis mulai percaya diri untuk lebih merayuku sambil memainkan jempol dan telunjuknya sebagai simbol menghitung uang.

'Cara ngembatnya gimana?" Akhirnya kutanyakan juga bagaimana cara dia mencuri tembaga tembaga tersebut meskipun sedikit gengsi.

"Nah gitu dong, nanya..." Katanya bernada mengejek.

Setan... sungutku dalam hati.

"Gini Mal, gw udah ngumpetin gunting potong kabel yang gede. Tinggal kita potong potong aja itu kabel setengah meter setengah meter. Kalo lu mau, kita ngembatnya pas malem Mal, lebih aman." Terang Cholis dengan otak malingnya yang gelap.

"Mal, kita digaji per dua minggu itu cuma satu juta lima ratus paling gede, itu juga kalo udah sama lemburan. Ini proyek umurnya paling tinggal setengah taon lagi, kaga bakalan punya apa apa kita Mal kalo kita kaga pake 'ini' kita nih.." Lanjut Cholis sambil menunjuk keningnya mempertegas kata 'ini'.

Tawaran Cholis sangat menarik meskipun amat sangat tinggi resikonya. Bagaimana kalau ada yang tahu? Bagaimana kalau tertangkap basah oleh security proyek yang biasanya aktif keliling setiap malam untuk patroli di area proyek?.
Ketika kutanyakan hal tersebut pada Cholis, dia malah tambah antusias menjelaskan isi otaknya karena merasa yakin bahwa aku akan ikut dalam rencana permalingan ini.

"Gampaaang itu maah.. makanya kita ngembatnya malem Mal. Kita ngembatnya pas Bang Boris yang jaga. Kasih aja sejuta, diem dia pasti." Kata Cholis bersemangat.

Benar benar encer otak manusia satu ini untuk urusan maling. Bang Boris adalah salah satu pribumi dari kampung ku yang juga bekerja di proyek ini. Dia mendapat bagian menjadi security proyek dengan pertimbangan badannya yang besar dan tampangnya yang sangar.

"Tapi kan yang jaga malem bukan cuma bang Boris doang Lis.. pasti dia juga sama yang laennya kan.." kataku sekedar memastikan saja.

"Udeehh tenang aja percaya dah sama gw lu kira kemaren gw sama mas Tohir bisa ngeluarin kabel segitu banyaknya pake mobil bak gimana caranya?" Kata dia tanpa koma lagi.

Hmm.. iya juga.. untuk hasil lebih dari dua puluh juta pasti bukan sedikit tembaga yang dicuri, dan setahuku belum ada kabar berita soal kehilangan kabel di proyek sampai detik ini.

"Lu bilang tadi pake mobil bak, yang bawa mobilnya siapa, terus mobil siapa?" Tanyaku lebih lanjut.

Dengan bangganya Cholis menepuk nepuk dadanya sambil menaik naikkan alis beberapa kali.

"Pake mobil proyek lah.."

Sejak kapan makhluk ini bisa mengendarai mobil? fikirku heran.

Jujur aku tertarik dengan tawaran Cholis, meskipun beresiko tinggi tapi hasil yang didapat juga sepadan dengan resikonya. Apalagi Cholis ada benarnya juga, meskipun gaji yang kuterima terhitung lumayan, tapi tetap saja habis tanpa seperakpun untuk ku tabung. Kupandangi wajah pas pasan Cholis yang kembali menyedot es Marimasnya dengan serius. Yang dipandangi malah cengar cengir gak karuan.

"Jelek lu bangsat..!!" Kataku terkekeh sambil menimpuknya dengan puntung rokok yang masih menyala.

"Naaahh gitu doong.. baru ce es nih namanya.." kata dia seolah paham bahwa aku ikut dalam rencana edannya.

"Terus kapan kita beraksi?" Tanyaku langsung pada intinya.

"Gaya lu pake ngomong beraksi.. hehe.. ntar aja malem minggu pas gajian. Biasanya orang orang pada ogah lembur kan kalo abis gajian. Nah kita dah yang lembur.. soal sekuriti ntar gw yang aturin sama bang Boris," Kata Cholis menjelaskan kepadaku.

"Nah sekarang kita mulai dulu aja kumpulin kabel kabel yang gede nya. Gw punya tempat rahasia buat ngumpulin itu kabel. Pokonya asal lu gak bocor, kita aman kita banyak uang. Oke kawan?" Lanjutnya lagi sambil cengengesan sambil berdiri dan menuju warkop mang Ujang untuk membayar mie yang sedari tadi sudah habis kami santap.

Aku hanya geleng geleng tak percaya dengan orang yang bahkan tak ingin ku dekati di awal ini.

"Ayo dah masuk, mie lu ud gw bayar.." katanya santai sambil melewatiku.

Haram jadah fikirku. Masih banyak dong ni anak duitnya...

Setelah hari itu aku dan Cholis benar benar melaksanakan niat kami untuk mencuri kabel dengan diameter sekitar tiga sampai lima sentimeter. Demi apapun aku benar benar takjub dengan cara anak ini dalam menjalankan aksinya. Dia tidak memotong seluruh kabel yang sedang kami kerjakan, mungkin hanya dua meter kabel yang dia potong dari kabel yang sedang kami kerjakan. Sisanya dia keliling proyek dan menarget kabel kabel yang sedang di kerjakan oleh orang lain. Setelah target di tandai kami akan mengeksekusi kabel kabel itu di saat jam istirahat atau di jam jam lembur sekitar jam delapan malam. Kabel kabel yang berhasil kami curi kami simpan di tempat rahasia yang sudah disiapkan oleh Cholis. Awalnya aku sempat takut dan hampir saja mundur dari 'proyek' ini, tapi Cholis mampu menghadirkan bayangan uang yang berserakan di sekeliling ku.

Hari ini adalah malam minggu dimana kabel kabel itu akan kami bawa keluar dari proyek sesuai rencana. Seperti yang sudah direncanakan, bang Boris berjaga di pos depan tanpa ada lagi security lain yang menemaninya. Cholis langsung mengambil mobil proyek dan mengendarainya ke tempat penyimpanan rahasia ķami. Dengan gerak cepat dan cekatan kami mengoper kabel kabel curian ke bak mobil, menutup bak dengan terpal kemudian berjalan ke pos jaga di depan. Jujur saja aku benar benar deg degan, karena justru bagian inilah resiko terbesarnya.

Sialnya bang Boris tak sendirian kini, ada satu security lagi sedang bersamanya.

"Lis Lis Lis...!! Ada satpam laen Lis..!!" Kataku panik seiring mobil yang semakin mendekat ke arah pos jaga.

"Tenang Mal. Muka lu biasa aja. Biar gw yang jawab ntar." Kata Cholis menenangkanku.

Biasa pala lu pitak!! Rutukku dalam hati. Kuatur sebisa mungkin detak jantungku yang deg degan. Sampai di depan pos jaga, bang Boris yang sudah kongkalikong dengan kami langsung menghampiri kami sebelum keduluan security yang satunya.

"Mo kemana lu?" Tanya bang Boris kepada Cholis.

Deg.. deg.. deg..

"Ini bang, si Kemal biasa... minta diajarin bawa mobil katanya. Maklum dah namanya jomblo, jadi malem minggu kaga pacaran dia mah.. hehehe.." kata Cholis santai.

"Mao kemana dia bang?" Seru security yang satunya kepada bang Boris dari dalam pos jaga.

"Mo ngajarin bocah nyetir mobil mas katanya. Udah ijin sama mandornya juga dia bilang." Balas bang Boris sambil kembali masuk ke pos dan membuka tambang portal yang mempunyai pemberat di seberang itu.

"Oohh.. beliin anggur dua botol sama kacang serenceng." Seru security itu kepada kami.

"Siap pak. Saya tambahin roko dua bungkus ntar.." teriak Cholis sambil menyalakan klakson dan berjalan keluar.

Kira kira seratus meter setelah menjauh dari proyek, barulah kukeluarkan sumpah serapah senangku kepada Cholis.

"Bangsat, guoblookk anjjiiiinng lu Lis.. hahahaha.. pinter bener lu aktingnya !!" Kataku benar benar tak percaya dengan ketenangannya membawa barang curian melewati pos security.

Jadilah kami menjual seluruh kabel curian kami malam itu. Hasil yang kami bawa pulang cukup lumayan. Delapan juta rupiah, itupun sudah dipotong jatah bang Boris sejuta dan anggur merah sebanyak tiga botol, kacang lima renceng serta rokok 234 dua bungkus sebagai 'ucapan terima kasih' kami kepada bang Boris.

Aku dan Cholis melenggang pulang dengan hati riang, tak perduli meskipun sudah jam sembilan malam dan belum mandi. Aku menawari Cholis untuk mampir sebentar di pos ronda tempat tongkronganku, tapi rupanya kawan baruku itu lebih memilih pulang untuk lekas istirahat. Sebagai gantinya, dia meletakkan uang seratus ribu di pos ronda sebagai tambahan membeli minuman untuk kami. Aku yakin anak anak akan langsung menganggap Cholis sebagai saudara mereka untuk malam ini. Haha..

Disini sudah banyak teman temanku dan sudah ada beberapa plastik minuman juga disitu. Dan ada Melly yang sepertinya membawa satu teman wanitanya yang belum pernah kulihat sama sekali.

Siapa ya?

"Rajin bener kuli proyek giniari baru balik.. bawa duit banyak nih kayanya abis gajian" Kata Nya'ung sambil menempeleng kepalaku diiringi tawa teman temanku.

"Bangsat.." kataku sambil menjepit leher Nya'ung dengan lenganku sambil tertawa.

"Jauh jauh lu anjing. Bau keringet lu.. puah.." Balas Nya'ung sambil mendorongku dan meludah ke luar pos. Aku tak marah, aku lagi senang.

"Dengerin ye... buat lu semua... ini malem, lu semua gw traktir minuman, ampe berak anggur juga gw jabanin." Kataku saking girangnya. Sontak perkataanku itu disambut hangat oleh anak anak gembel ini.

"Tapi gw balik dulu bentaran, mandi dulu." Kataku sambil mengendus ketiakku yang lumayan basah. Kulirik Melly dan ternyata dia juga sedang melirikku sambil tersenyum.

"Siapa nih yang mau nganter juragan kita pulang?" Nya'ung memberikan pengumuman kepada teman temanku. Aku sih maunya Nya'ung yang mengantarku pulang, tapi karena ada Melly akhirnya kuurungkan keinginanku itu. Tak mungkin Melly ditinggal tanpa pacarnya di sarang penyamun ini meskipun tak mungkin juga ada yang berani menggoda Melly.

Kecuali aku..

"Mel, anter gw balik yuk. Kan biasanya gw yang nganter lu balik. Gantian dong sekarang elu yang nganter gw balik.." kataku sok manis di depan Nya'ung. Dapat kulihat Melly ingin membuka mulutnya tepat sebelum kata kataku barusan disambar oleh Nya'ung.

"Taiii... mana bisa gitu anjing.. sono balik lu pake motor gw !!" Kata Nya'ung sambil mendorong pantatku dengan kakinya. Aku tak marah, aku lagi senaang.
Akhirnya kuajak Jamet untuk mengantarku pulang menggunakan motor milik Nya'ung.

Setelah satu jam akupun kembali ke pos ronda dengan mengendarai Revo kebanggananku dalam kondisi sudah segar dan wangi. Tak lupa kutepati janjiku untuk mentraktir mereka minum sepuasnya. Disela sela obrolan, tegukan minum dan genjrengan gitar yang sedang dimainkan oleh Ncop, Melly berkata kepadaku,

"Mal kenalin temen gw Qia.."

"Qia.." Gadis itu mengulurkan tangan kearahku.

"Charles.." Kusambut tangan Qia yang lumayan lembut sambil tersenyum iseng.

Sebuah toyoran hinggap dikepalaku. Aku yakin itu dari Nya'ung.

"Kemal kan?" Kata Qia tak menanggapi candaan garingku.

"Togog namanya." Malah Nya'ung yang membalas pertanyaan Qia.

"Ahaha.. iya gw Kemal." Kataku sambil tertawa.

"Nah Ini orangnya yang kemaren gw ceritain ke elu Qi.." Kata Melly kepada Qia.

"Ngomongin apaan lu soal gw?" Kataku mendelik ke arah Melly.

Melly memberi isyarat kepadaku agar mendekatkan telinga ke arahnya. Aku tak perlu khawatir soal Nya'ung akan cemburu karena dia amat percaya kepadaku dan Melly, yang mana sudah kami khianati kepercayaannya itu.


"Apaan?" Kataku sambil mendekatkan telingaku ke bibirnya yang sensual, dengan suara yang amat pelan dia berkata,

"Gw cerita ke Qia kalo gw pernah ngewe sama elu.."

JEDDAARRR....

Benar benar kaget aku mendengar bisikan Melly. Tapi yang membuatku tambah kaget adalah ketika Nya'ung malah berkata seperti ini kepadaku,

"Udeh ngaku ajaa.. bener kan yang dibilang Melly?"

____________________________


Kawan....

Tenanglah, karena ceritaku belumlah usai...
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd