Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG G I W A N G

BAB 21


Sebuah vespa melaju kencang menembus malam di jalanan kota Jakarta. Azka yang masih menggunakan slayer penutup wajah kini sedang duduk di belakang, sedangkan Nugi yang mengendarai Vespa.

Dalam mengendarai motornya, Nugi kerap kali melirik kaca spion bahwa ketua besarnya itu sering kali menyentuh wajahnya berulang kali. Dia berpikir bahwa Azka tengah merasakan sakit setelah duel berakhir.

“Bang… Apa anda baik-baik saja?” Tegur Nugi yang merasa khawatir.

Azka menyahut untuk tidak mengkhawatirkannya. Nugi pun lega mendengar itu. Lalu pedal gas dia tarik lebih dalam, vespa melaju semakin kencang.

Tak lama dari itu, Nugi yang sejak tadi fokus membawa vespa, dikejutkan dengan tiba-tibanya Azka yang menyeder di punggungnya. Merasakan hal yang tak biasa, dia memanggil manggil ketua besarnya itu, tapi tak mendengar adanya respon.

“Gue harus tiba di markas dengan cepat! Hal buruk terjadi dengan ketua besar” Ucapnya.

Nugi akhirnya tiba di markas, sorak sorai gemuruh menggema saat anggota macan kumbang melihat kedatangan Nugi bersama seorang yang menggunakan slayer penutup wajah.

"SALAM BAHAGIA KETUA BESAR!! JAYA SELALU!!!" Teriak para anggota macan kumbang.

Sorak sorai itu mendadak hilang, begitu melihat Nugi memapah turun orang yang berada di boncengannya.

Para anggota tau, bahwa orang yang menggunakan penutup wajah itu adalah ketua besar mereka. Merasa curiga, para anggota langsung berdatangan mendekat.

“Bantu aku membawa Ketua Besar masuk ke dalam!” Pinta Nugi.

“Apa yang terjadi? Ada apa dengan ketua besar?” Juki bertanya sambil mengekor di belakang.

Setelah itu, Azka dibaringkan diatas tikar.

Juki yang menjabat sebagai sebagai komandan, duduk di sebelah Azka yang terbaring itu lalu mengguncangnya berulang kali.

Melihat tubuh Azka yang tetap diam dan tak ada respon. Juki tanpa mengurangi rasa hormat, menarik penutup wajah itu dan membukanya.

Tercenganglah semua, setelah slayer penutup wajah terlepas, wajah ketua besar mereka sebagian telah menghitam di bagian wajah, membuat para anggota macan kumbang bertanya-tanya apa yang terjadi.

“Bang Juki! Sebaiknya kita bawa ketua besar segera kerumah sakit!” Pinta Nugi

Juki mengangguk, menggotong sendiri tubuh Azka dan membawanya masuk kedalam mobil.

“Nugi, Marwan! Kalian berdua ikut denganku ke rumah sakit. Sementara yang lain tetap di markas” Perintah Juki yang langsung dimengerti oleh yang lainnya.

Tanpa berlama lagi, ketiganya membawa Azka ke rumah sakit.

---------------------------------------

"Non! Udah mau subuh! Sebaiknya kita pulang sekarang, nanti Non sakit!" ajak Bodyguardnya sembari menatap Ratunya yang duduk di depan kamar kos Azka. Udin juga berada disitu turut menemani, karena diajak oleh Syifa.

"lya, Mbak. Nanti kalau Azka pulang, saya kasih tahu Mbak" Kata Udin menimpali perkataan Bodyguard tadi.

"Coba telepon lagi!" pinta Syifa pada Udin.

"Gak bakal diangkat, Mbak. Kita sudah lebih puluhan kali nelponin dia..." sahut Udin.

"Telpon sekali lagi!!" Pinta Syifa sedikit menaikan nadanya.

"Kalo gak diangkat juga, baru gue pulang!"

Dua Bodyguardnya pun menatap Udin, memberinya kode agar menelpon Azka sekali lagi.

Udin menghela nafas tak berdaya, mencoba menghubungi sahabatnya itu sekali lagi.

Kali ini telponnya tersambung, ada yang mengangkatnya dari seberang sana.

"Halo, Azkal! Lo dimana?" Tanya Udin yang langsung memberondongnya dengan pertanyaan.

Syifa tampak lega, dia menunggu Udin menyelesaikan nelponnya.

Raut wajah Udin tampak panik ketika mendengarkan suara yang diteleponnya dari seberang sana. Syifa mulai curiga terjadi sesuatu yang buruk pada Azka.

Udin pun menurunkan handphone-nya dengan panik.

"Azka katanya sekarang lagi di rumah sakit, Mbak!"

Mata Syifa terbelalak mendengarnya.

"Azka kenapa? Di rumah sakit mana?" tanya Syifa dengan khawatir.

Udin memberitahukannya, hingga akhirnya mereka berempat bergegas menuju mobil milik Syifa yang terparkir di depan gang. Lalu pergi ke rumah sakit tempat Azka dirawat.

Saat mereka tiba di lobby rumah sakit, Udin yang memang sudah cukup mengenal Marwan karena sering bertemu di parkiran pasar dan sering berkunjung ke cafe untuk menemui Azka, langsung menghampiri Marwan yang duduk dengan wajah khawatir di sebelah Nugi dan Juki.

"Di ruangan mana Azka dirawat?" tanya Udin.

"Kita masih belum boleh mengunjunginya. Dokter bilang, Azka tidak boleh ditemui oleh siapapun saat ini" Marwan menjelaskan.

"Tolong pertemukan saya dengan dokternya, saya ingin melihat Azka sekarang juga, saya yang akan menjadi walinya yang menanggung semua biaya pengobatannya” Ucap Syifa.

"Kita sudah berusaha untuk melihat Bang Azka, tapi tetap tidak diperbolehkan, Mbak. Sekarang kita tunggu saja disini sampai dokter mengizinkan kita melihatnya" Jawab Marwan.

"Sekarang kondisinya bagaimana?" tanya Syifa.

"Kita masih belum tahu, Mbak. Sebaiknya kita tunggu aja dulu" Jawab Marwan lagi.

Syifa pun akhirnya duduk di dekat mereka dengan mata berkaca-kaca.

"Kenapa Azka sampai bisa dirawat begini?" Tanya Syifa pelan sambil memijat keningnya sendiri.

Juki, Marwan dan Nugi mendengar apa yang dikatan Syifa barusan meski terdengar lirih, mereka bertiga tidak mungkin menjelaskannya pada orang yang bukan bagian dari Penguasa Macan Kumbang.

“Bang Azka kecelakaan motor, Mbak!" Jawab Nugi.

"Gue gak percaya!" Sahut Syifa memandang Nugi

"Tadi kata satpam di cafe, dia denger Azka mau menyelamatkan temannya yang diculik oleh Kuda Hitam. Tolong jelaskan, ada apa sebenarnya?”

Juki, Marwan dan Nugi saling berpandangan mendengar itu, ketiganya menyembunyikan keterkejutannya.

“Anu itu mbak, sebenarnya…” Juki hendak menjawab dengan ragu.

“Sebenarnya yang dimaksud Kuda Hitam itu adalah pacuan kuda. Bang Azka ingin sekali belajar naik kuda dengan paman saya, Mbak”

“Bang Azka kelelahan, dia rupanya gak fokus dan akhirnya nabrak Nugi yang sedang duduk diatas motor!” Papar Juki ngasal.

“Satpam yang di cafe pasti salah denger itu mbak!” Lanjut Juki.

Syifa mengerutkan dahinya.

“Gue gak percaya!” Ucap Syifa.

Udin mencoba menenangkan Syifa.

"Udahlah mbak! Sekarang tenang. Nanti saja kita tanya Azka langsung, tentunya setelah kita mendapatkan izin dari dokter”

“Kalau kita ribut, yang ada kita semua malah kena usir satpam!” Ucap Udin.

Syifa hanya mengangguk dan memilih menunggu disana.

-------------------------------------

Disebuah kamar rumahsakit tempat Azka dirawat, seorang dokter yang baru saja selesai menangani Azka sedang menceritakan kondisi pasien pada seorang pria gemuk berkacamata bernama Muin.

Tak lama dari itu, handphone Muin berdering. Kemudian merogoh sakunya dan matanya mengernyit tatkala melihat siapa yang menelpon barusan.

“Sebagai dokter, saya akan melakukan yang terbaik untuk pasien ini” Ucap Dokter itu.

Muin mengalihkan pandangannya dari layar handphone pada dokter yang ada di hadapannya itu.

“Terimakasih!” Sahut Muin yang kemudian melihat dokter itu pergi meninggalkan dirinya.

Setelah dokter tadi menutup pintu, barulah Muin mengangkat telponnya.

“Hallo! Bagaimana keadannya?” Sebuah suara dari seberang sana.

“Keadaannya sangat memprihatinkan, Tuan Naga” Jawab Muin.

“Melihat dari lukanya itu, sepertinya ini bukan luka biasa, Tuan Naga! Sebagian wajahnya menghitam gosong dan agak melepuh!”

“Menghitam dan agak melepuh?” Tuan Naga mengulang.

“Sepertinya penguasa kuda hitam telah menggunakan ilmu hitamnya saat pertarungan” Muin menjelaskan dugaannya.

“Anak bau kencur itu rupanya sama sembrononya dengan mendiang ayahnya! Sikap keras kepalanya itu hampir sama!” Kata Tuan Naga.

“Coba kalau pada saat itu dia tidak menantang Ketua Penguasa Kuda Hitam, kita bisa menyelamatkannya tanpa harus terkena ilmu hitam" Pungkas Tuan Naga.

Tuan Naga kembali melanjutkan kata-katanya.

"Apakah dia masih bisa diselamatkan?"

"Dokter bilang masih menunggu hasil pemeriksaan, tapi untuk saat ini sudah ditangani dengan baik” Jawab Muin.

"Tolong jangan biarkan siapapun mengunjunginya!" pinta Tuan Naga.

"Dan tolong jaga ketat rumah sakit itu!"

"Masalah itu jangan khawatir, Tuan Naga! Rumah sakit ini telah dijaga ketat oleh Kelompok Naga Sembilan secara tersembunyi seperti biasanya."

"Bagus! Kalau begitu aku serahkan dia padamu!"

"Baik, Tuan Naga."

Setelah menutup telpon, Muin mendengar ketukan dari luar pintu kamar rawat inap. Dia bergegas membukanya, dan terkejut melihat security rumah sakit membawa seorang lelaki tua yang terlihat jelas kepanikan yang terpancar di wajahnya.

“Kamu…” Kata Muin terkejut setelah menyadari siapa lelaki tua tersebut.

Lelaki tua tersebut sama terkejutnya tatakala melihat Muin yang membuka pintu.

“Izinkan aku bertemu dengannya! Aku harus mengabari istriku karena anak itu adalah anak asuh istriku” Kata lelaki tua itu beralasan.

Entah bagaimana caranya, lelaki tua itu bisa tau Azka dalam keadaan terluka hingga akhirnya bisa di sana.

Mendengar itu, Muin akhirnya meminta lelaki tua itu menunggu di depan pintu. Muin kembali menutup pintu lalu kembali menghubungi Tuan Naga. Entah kenapa Tuan Naga mengizinkan lelaki tua itu untuk menemui Azka.

Akhirnya, Muin keluar lalu mempersilahkan lelaki tua itu menjenguk Azka ke dalam sana.

Lelaki tua itu berjalan mendekati Azka yang tampak tidak sadarkan diri di ranjang.

"Dasar berandal nakal Kamu memang keras kepala seperti ayahmu!" Gumam lelaki tua tersebut.

Dia memperhatikan luka Azka yang tampak menghitam di sebagian wajahnya. Kerutan dalam tampak dikening lelaki tua itu setelah mengamati luka Azka.

“Luka ini….”

"Ilmu Telapak Kuda Setan!" Ucap lelaki tua.

Tanpa berpikir panjang, lelaki tua itu mengerahkan tenaga dalamnya ke wajah Azka, dia hampir saja muntah darah namun dia mencoba menahannya.

Tak lama kemudian Azka tersadar, kedua matanya mengerjap-ngerjap mencari tahu dimana dirinya berada sekarang.

Azka terkejut menyadari dirinya sudah terbaring di ranjang rumah sakit dan di sana sudah ada lelaki tua yang tak lain adalah suami dari ibu asuhnya.

“Kamu sudah sadar, Nak! Syukurlah…” Ucap lelaki tua itu.

"Pak… Rojak" ucap Azka yang masih tampak lemah.

“Ada apa denganku? Bukankah aku baik-baik saja tadi?” Azka berkta lirih.

"Kamu sudah gegabah! Untuk apa menerima tawaran menjadi penguasa macan kumbang?”

Pak Rojak dengan sengaja berkata pelan agar orang yang berada di luar kamar tidak mendengarnya.

"Kamu tau, siapa orang yang baru saja menjadi lawanmu? Dia itu punya ilmu hitam, ilmu telapak kuda setan namanya!”

“Beruntung kamu hanya pingsan! Biasanya orang yang terkena serangan telapak kuda setan, langsung mati ditempat!”

“Bapak tidak mengerti, ilmu apa yang sudah kamu pelajari hingga bisa bertahan sejauh ini”

“Bapak hanya mengobatimu sedikit, selebihnya biar dokter yang menangani lukamu!”

“Ilmu hitam?” Ucap Azka meraba wajahnya yang terasa panas.

Namun bukan luka di wajahnya yang dipermasalahkan, tapi status lelaki tua itulah yang membuat Azka merasa curiga. Siapa sebenarnya Pak Rojak ini? Sejak pertama kalinya bertemu di spbu dan bertemu kembali saat Ci Amel melahirkan, apakah itu hanyalah sebuah kebetulan?

Atau justru pak rojak diam-diam sudah mengenali Azka jauh hari dan mengintainya selama ini? Pikiran itu berkemuk dalam otak Azka.

“Siapa anda sebenarnya Pak Rojak?” Tanya Azka.

“Kamu nanya apa, Nak? Bukankah bapak adalah suami dari ibu asuhmu? Apa kamu lupa akan hal itu?” Jawabnya.

Azka memperhatikan, apakah ada kebohongan dari perkataan pak rojak itu.

“Sudahlah…” Batin Azka.

“Terima Kasih pak, sudah membantuku. Perihal wajahku yang cacat nanti, aku tidak pernah menyesali apa yang sudah aku perbuat. Karena aku memegang tanggung jawabku!” Ucap Azka.

“Tolong jangan beritahu hal yang buruk pada Bu Nining, aku tak ingin membuatnya sedih”

Pak Rojak mengangguk dan pamit pergi.

Muin yang sedari tadi diluar, kembali masuk. Dia terkejut mendapati Azka yang sudah sadarkan diri sedang menyender di ranjang.

-----------------------------------

Dirga berdiri menghadap Basar yang tengah tidak sadarkan diri di ranjang rumah sakit lain. Ya, Basar Sang Ketua Penguasa Kuda Hitam.

Di sebelah Dirga, ditemani seorang komandan penguasa kuda hitam, sekaligus anak buah Basar dan orang kepercayaan Basar selama ini.

"Kenapa dia sampai begini?" Tanya Dirga.

Sang Komandan pun menjelaskan semuanya, membuat Dirga terkejut mendengarnya.

“Dia kalah?” Gumam Dirga, tak percaya sambil menatap Basar.

Itu artinya, Basar telah gagal mencari tahu sosok penguasa macan kumbang yang baru.

“Brengsek!!” Geram Dirga.

“Kamu tau?!! Kegagalan kalian membuat rencanaku menjadi berat! Aku akan sulit mendapatkan persetujuan warga sebagai syarat terakhir untuk menyulap perkampungan itu menjadi kawasan apartemen mewah!”

“Jika Penguasa Macan Kumbang masih berkuasa di sana dan tidak dapat kalian taklukan, itu sama saja membuat proyekku menjadi gagal!”

Sang Komandan terdiam.

Dirga menatap Sang Komandan dengan tersenyum.

"Kalau Ketua penguasa kalian saja tidak dapat mengalahkannya, bagaimana aku bisa melanjutkan kerjasama kita?"

Sang Komandan mulai khawatir, "Saya janji! Saya akan mengetahui siapa dia sebenarnya, Pak! Tolong beri kami waktu lagi”

"Sudah terlambat! Dan sampaikan pada penguasa kalian yang bodoh itu, jika dia sudah sadar nanti. Bahwa aku membatalkan kerjasama dengannya, dan kalian harus mengembalikan semua uang yang sudah aku berikan! Mengerti?!!”

“Ba.. baik! Akan saya sampaikan” Jawab sang komandan yang bercucuran keringat di dahinya.

Dirga keluar dari ruangan kamar rawat inap tersebut dengan langkah kaki lebar. Sang Komandan menyeka keringat yang membasahi dahinya, tangannya terkepal kuat menahan emosi karena gengnya merasa dicampakan begitu saja oleh Dirga. Seolah habis manis sepah dibuang.

--------------------------------------

Pak Rojak tampak duduk di bangku tengah sambil memandangi pemandangan kota Jakarta di luar jendela mobil.

Supirnya tampak fokus menyetir di jalanan yang cukup padat di malam itu. Dia lega karena Azka masih bisa diselamatkan meski tidak berbuat banyak pada lukanya.

Tak lama kemudian handphone-nya berbunyi. Dia meraih handphone-nya itu dan heran melihat nomor di layar ponselnya karena merasa tidak mengenali.

“Hallo!” Sapa Pak Rojak.

“Apa kabar, Tuan Naga Tujuh!” Balasnya dari seberang sana.

Pak Rojak terhenyak mendengar peneleponnya itu mengetahui identitas dirinya yang sebenarnya.

"Siapa disana?!”

Peneleponnya terdengar tertawa dari seberang sana.

"Kamu sudah tidak mengenal suaraku lagi rupanya!”

Pak Rojak mencoba mengingat, tak lama kemudian dia terbelalak, "Tuan Naga Sembilan?”

Peneleponnya itu kembali terdengar tertawa di seberang sana, "Nah, itu kamu tau!”

"Untuk apa menghubungiku?” Tanya Pak Rojak.

“Justru aku bertanya, untuk apa kamu menemui target nomor satu ku tadi?” Tanya balik Tuan Naga Sembilan.

Pak Rojak terheran mendengarnya, “Maksudmu apa?”

"Azka itu adalah target nomor satu ku. Meskipun anak itu adalah anak asuh istrimu bukan berarti kamu seenaknya mengincar targetku. Aku mencium aroma bahwa kamu berniat menjadikannya sebagai anggota naga sebagai generasi penerusmu bukan?”

“Sekarang kamu harus menjauhi dia! Anak itu tidak akan menjadi anggota naga manapun. Dia itu anggota Cahaya Bumi yang harus kita lindungi!”

“Jadi, nikmati saja status barumu yang belum memiliki target nomor satu lagi, Hahaha….!!”

“Berisik!!!” Umpat Pak Rojak.

“Jadi memang benar dia anak kandung Pak Santanu?”

"Itu bukan urusanmu! Aksimu membuatnya sadar dari pingsan itu berguna untukku, tapi jika seluruh anggota Naga tahu, mereka akan menganggap kerjaku tidak becus!”

“Untuk itu, demi kebaikan kita bersama, jauhi dia dan jangan ikut campur lagi dengan urusanku, sebagaimana aku tidak pernah ikut campur dengan urusanmu. Karena sekarang sudah ada aku yang menjaganya”.

Sambungan telepon pun terputus. Pak Rojak tampak ternganga mengetahui hal itu. Pantas saja dia mendapatkan pesan misterius untuk segera meninggalkan tempat tinggalnya, rupanya kelompok Naga Sembilan mengetahui kedekatannya dengan Azka selama ini.

Seketika Pak Rojak menjadi bingung karena Nusantara Group kini dikuasai Dirga tapi kenapa malah Azka yang
mendapatkan perlindungan dari kelompok Naga Sembilan?

---------------------------------------

Azka tampak bosan di kamar rawat inap, dirinya merasa heran mengapa dokter tidak mengizinkan teman-temannya menjenguk. Padahal dirinya sendiri tidak merasa keberatan, justru kenapa dokternya yang ribet?

“Tak ada kawan ngobrol, bete sekali gue!” Gerutu Azka sembari mengupas pisang di tangannya.

Kepulan asap putih membumbung di hadapannya, dibarengi munculnya dua sosok wanita.

Azka yang melihat kehadiran kedua sosok itu dibuat tercengang, sampai-sampai pisang yang berada di tangangannya sudah berpindah tangan.

“Enak sekali pisang ini” Ucap si nenek menikmati pisang yang telah dia rebut.

“Pu.. putri! Ne.. nenek! Kenapa kalian berdua muncul bersamaan? Apa kalian berdua saling mengenal?” Tunjuk Azka.

“Putri?” Si Nenek menatap ratunya dengan heran, mengapa Azka memanggilnya Putri?

“Enak saja! Gue yang ngupas kenapa nenek yang makan? Dasar nenek gendeng” Dengus Azka.

Putri terkekeh mendengarnya.

“Jaga bicaramu, bocah sableng!!” Tegur Si Nenek.

“Maaf, Nyai Ratu! Sepertinya bocah ini tidak perlu diobati. Lebih baik biarkan saja mati!” Dengus si nenek dengan ketus.

“Hei bocah! Siapa yang kamu panggil putri tadi? Dia adalah Ratu Pantai Utara!”

Azka terkejut karena baru mengetahui status putri yang sebenarnya.

“Minta maaf padanya!”

“Tapi…” Ucap Azka yang lebih dulu di sela oleh Putri.

“Sudahlah! Biarkan dia memanggilku Putri, aku tidak keberatan”

“Bagaimana dengan lukamu?” Tanya Putri

Azka meraba wajahnya yang terasa panas.

“Kamu terlalu berani menghadapi lawan yang kamu sendiri belum mengenali musuhmu” Ucap Putri dengan menggelengkan kepalanya.

“Lawanmu adalah penganut ilmu hitam, tapak kuda hitam adalah ajaran sesat karena si pengguna ilmu harus memakan jantung bayi setiap bulan purnama”

“Lawanmu itu adalah pengikut Nyai Lonte dari gunung Ciremai” Pungkasnya.

“Tapi tetap saja aku yang menang! Tak peduli sekalipun lawanku menggunakan ilmu hitam” Kata Azka terdengar sombong.

“Eh bocah sableng! Kalau bukan karena Giwang yang kamu pakai, apakah kamu masih bisa hidup sampai saat ini? Aku bahkan ragu, apakah kamu masih bisa melihat matahari besok pagi” Kata Si Nenek.

“Ilmunya tidak seberapa, tapi jejak yang ditinggalkan di wajahmu itu memberi pertanda bahwa kau akan menjadi tumbalnya. Jiwamu akan direnggut paksa dan kamu akan mati penasaran tanpa tau penyebab kematianmu sendiri” Kata Putri menjelaskan.

“Berapa waktu lagi bulan purnama akan sempurna malam ini?” Tanya Putri menatap si nenek.

“Sekitar seratus helaan nafas, Nyai Ratu”

Putri mengangguk lalu berkata, “Aku akan mengobatinya sekarang!”

“Tunggu!” Sela Azka.

“Mengobati apa? Bulan purnama apa? Jelaskan padaku”

“Eh bocah sableng! Kalau kami menjelaskannya dulu kamu akan lebih dulu mati! Jadi diamlah! Biarkan Nyai Ratu mengobati luka di wajahmu itu!”

“Apakah dia bisa mengobati, Nek?” Tunjuk Azka pada Putri.

Merasa bocah di depannya ini kuraang ajar, si nenek seketika membuatnya pingsan. Azka yang semula duduk selonjor di ranjang langsung ambruk terjengkang.

“Kamu pergilah! Tangani Nyai Lonte! Biar anak ini aku yang urus!”

“Baik, Nyai Ratu!” Ucap si Nenek yang kemudian menghilang disertai kepulan asap putih.

Di dalam goa berbatu, di bawah kaki gunung ciremai.

Seorang perempuan tua sedang duduk bersila dan disampingnya sebuah tongkat berwarna kuning kelir menancap di sebuah batu.

Matanya yang terpejam, seketika berkedut merasakan adanya sosok yang mendekat ke arahnya.

“Hei Nenek peot! Lama tak bersua” Sapa Si Nenek

Matanya yang terpejam akhirnya terbuka dan wajahnya mendongak ke arah si nenek yang sudah berdiri di atas batu terjal tak jauh dari hadapannya.

“Pergilah! Aku tak ada urusan denganmu!”

“Haish sombong sekali, bukankah sebagai tamu kau seharusnya menjamuku?” Kata Si nenek.

Tiba-tiba Nyai Lonte merasakan dadanya sesak disertai semburan darah dari mulutnya.

“Kurang ajar! Siapa yang telah merebut tumbalku?!!” Geramnya.

“Kau…!!” Tunjuk Nyai Lonte.

“Ada apa? Jangan menuduhku sembarangan! Sejak tadi aku hanya berdiri disini!”

“Keparat! Ini pasti ulahmu, kau dengan sengaja mengalihkan perhatianku, Kan?”

“Syukurlah! Nyai Ratu rupanya sudah berhasil” Gumam si nenek.

“Karena kau tak menjamuku, lebih baik aku pergi sajalah!” Serunya.

“Hei!! Kau tak bisa seenaknya pergi begi–”

Ucapan Nyai Lonte terhenti karena tubuhnya mendadak kaku.

“Aku akan membalas kelicikanmu!!” Teriak Nyai Lonte.

Nenek gendeng telah lebih dulu pergi tanpa memperdulikan perkataan Nyai Lonte.

-------------------------------------------

"Sekarang kamu sudah boleh pulang!" Ucap dokter yang baru saja selesai memeriksa kondisi luka Azka di pagi hari.

"Apa itu artinya saya akan rawat jalan, Dok?" Tanya Azka.

Dokter terlihat bingung, semalam luka di wajah Azka masih melepuh dan terlihat menghitam tapi sekarang justru baik-baik saja seolah tak pernah ada luka di wajahnya. Otak medisnya seakan konslet mendapati fenomena ini.

“Katakan padaku, apa yang terjadi denganmu?”

“Maksud anda apa dok?”

“Bukankah ini semua berkat pengobatan anda, Dok?”

“Sepertinya aku harus ambil cuti minggu depan. Aku terlalu lelah, sakit ringan bisa-bisanya disimpulkan parah!” Gumam si dokter dalam hati sembari melihat catatan di tangannya.

“Dok! Ada apa?” Tegur Azka.

“Tidak ada apa-apa! Kamu sudah bisa pulang! Tapi kalau nanti wajahmu dirasa panas lagi atau apapun lah itu, sebaiknya segera kembali periksa”

Azka mengangguk.

“Terimakasih kalau begitu, Dok! Saya akan membayar administrasinya sekarang”

“Tidak perlu! Sudah ada yang urus" Jawab Dokter.

Azka mengernyit, "Siapa yang urus, Dok?"

"Atas nama Nugi, katanya dia wali kamu di sini”

Azka lega mendengar itu. Dia yakin Nugi pasti menggunakan uang kas bendahara macan kumbang untuk membiayainya. Dia berniat akan menggantinya lain waktu.

Dokter lalu pergi meninggalkannya di ruang rawat inap.
Azka meraih handphone-nya untuk menghubungi Marwan.

"Halo!" Ucap Marwan asal bicara, tanpa melihat siapa yang menelpon. Dia masih duduk menunggu bersama Syifa, Udin, Nugi dan Juki.

"Kamu ada di mana?" tanya Azka

Marwan langsung menjauh dari mereka berempat saat tahu yang menghubunginya Azka.

“Masih di rumah sakit, Bang! Di ruang tunggu bersama Juki dan Nugi”

“Kalian pulang saja!” Azka menyuruhnya.

“Tapi bang…” Sela Marwan

"Kalian tidak usah khawatir! Aku sudah diperbolehkan pulang oleh dokter. Biar tidak ada yang curiga, aku khawatir ada anggota penguasa kuda hitam yang mengintai”

“Ngerti kan? Jadi kalian pulang duluan biar aku pulang naik taksi!”

Marwan melirik temannya dari kejauhan, dia merasa bingung.

"Tapi di sini ada Non Syifa dan Udin” Kata Marwan memberitahu.

Azka terkejut mendengar ada Syifa yang ikutan menunggu di rumah sakit.

"Dia tahu dari siapa?"

"Saya ngasih tahu Udin, sialnya Udin lagi bersama Syifa, maaf bang!"

Azka menghela napas mendengarnya.

"Kamu ini ceroboh sekali! Kemarin, aku minta carikan anggota buat jagain Syifa dari jauh, malah dikasih anggota yang baru gabung dan belum teruji, alhasil dia berani membocorkan ke Syifa kalau aku yang menyuruhnya”.

"Maaf, Bang. Waktu itu saya lagi sibuk ngurus anggota yang lain, jadinya saya gak sempet ngecek siapa yang dikirim untuk jagain Non Syifa" ucap Marwan.

"Yaudah! Kalian pulang duluan. Katakan pada Udin dan Syifa untuk menungguku disana. Bentar lagi aku keluar”

“Siap Bang!” Jawab Marwan.

Dia pun menyimpan handphonenya lalu mendekat ke Juki dan Nugi, lalu mengajaknya untuk pulang.

Marwan juga meminta Syifa dan Udin untuk tetap menunggu di sana karena sebentar lagi Azka akan keluar dari kamar rawat inap dan menemui mereka di sana.

Syifa dan Udin lega mendengarnya.

Sepuluh menit telah berlalu, keduanya masih menunggu. Tibalah Azka muncul dengan langkah tertatih lemas dengan wajah pucat yang dibuat-buat seolah dirinya baru sembuh dari sakit.

“Mbak, lihat itu!” Tunjuk Udin.

Syifa menoleh dan langsung berlari ke arah Azka, setelah dekat dia langsung memeluknya dengan erat.

Azka meremang merasakan sepasang payudara Syifa menekan dadanya.

"Lo beneran udah boleh pulang?"

Azka mengangguk.

"Katanya lo kecelakaan motor? Kok kayak gak kenapa-napa sih? Tanya Syifa lagi.

Azka menyimpan keterkejutannya, namun dia tahu bahwa Syifa bertanya begitu pasti karena mendengar penjelasan anak buahnya untuk menyembunyikan apa yang terjadi sebenarnya.

"lya"

"Tapi gue gak kenapa-napa kok!”

“Buktinya udah dibolehin pulang sekarang!” Pungkas Azka

Syifa lega mendengarnya.

"Tapi kalo lo disuruh rawat jalan, mending istirahat di rumah sakit aja dulu sampe lo bener-bener sembuh!" Syifa memberi masukan.

"Kata dokter gak ada yang serius banget, gue cuman kurang darah aja, makanya sampe pingsan segala!"

"Tapi kok kita sampe gak dibolehin masuk sih?" Tanya Syifa heran.

"Gue gak tau kalo soal itu, Fa!"

“Mungkin karena dirawatnya di ruang VVIP, jadi dokter gak mau diganggu dulu sama orang-orang terdeket gue sampai hasil pemeriksaan turun dan gimana-gimananya."

"Yaudah! Nanti kalo lo pengen latihan naik kuda lagi, bilang aja ke gue" Kata Syifa

"Gue punya member dan gue bisa temenin lo!” Lanjutnya.

“Naik kuda? Halah….” Gumam Azka sambil tersenyum kecut mengingat anak buahnya pasti memberikan penjelasan aneh.

Azka mengiyakan saja, setelah itu dia mengajak keduanya pulang.

Kini Azka sudah berada di dalam mobil, duduk di bangku tengah di sebelah Syifa. Sementara dua Bodyguardnya duduk di depan, satunya menyetir. Dan Udin duduk pulas paling belakang karena belum tidur sejak semalam.

Saat mobil telah keluar dari jalan tol, Syifa tampak tertidur hingga kepalanya menyender di bahu Azka. Dia membiarkannya terlelap di bahunya, karena tau bahwa gadis itu juga tidak tidur semalaman gara-gara dirinya.

Sekarang ini hanya dua bodyguard dan Azka saja yang masih tetap terjaga.

Dan saat kendaraan yang ditumpangi mereka sudah tiba di depan gang kos-kosan, terlihat Syifa masih terlelap dan kepalanya masih menempel di bahu Azka.

Dirinya jadi berasa tidak tega membangungkannya, hingga akhirnya menoleh pada salah satu bodyguardnya yang sedang memegang kemudi.

"Lanjut aja, Bang!"

Bodyguard heran, "Tapi kita udah nyampe, nih..?"

"Tunggu Syifa bangun aja!" Kata Azka

“Dia pasti gak tidur semalaman!" Lanjutnya.

Bodyguard mengangguk seraya menghela napas.

“Ya udah! Saya ngikut kata bang Azka aja deh” Ucapnya.

Akhirnya Bodyguard kembali melajukan mobilnya entah menuju kemana. Azka pun menyelimuti Syifa dengan jaket yang diletakkan di sisinya.

Azka menyenderkan kepalanya ke bantalan kursi, dia mengingat kembali kehadiran dua sosok yang dia kenali semalam.

“Nyai Ratu?” Gumamnya dalam hati mengingat si nenek memanggil nama putri semalam.

“Pantai Utara? Apakah putri adalah penguasa gaib disana?” Pikir Azka.

Azka merogoh sakunya untuk mengambil hanphone, dia berkaca dari layar handpone nya itu. Lalu meraba wajahnya dan tak melihat adanya luka sedikitpun di wajahnya kini.

Azka melengkungkan senyum dan berkata “Terima Kasih Putri!” Gumamnya pelan.

Sementara itu, bodyguard telah membawa mobilnya entah kemana. Dan lama kelamaan, mata Azka ikutan terpejam karena merasa mengantuk.

Bodyguard yang memegang kemudi melirik dari kaca spion tengah, dia menghela nafas. Lalu melirik pada teman seprofesinya yang ternyata sudah ikutan terpejam.

“Sialan! Sampai kapan gue menina bobokan semua yang ada di sini?” Keluhnya, setelah itu dia menenggak habis sebotol kratindeng.

Setelah cukup jauh, bodyguard itu membawa mereka berkeliling, kini Syifa telah terbangun. Dia terkejut melihat jalanan sepertinya masih sangat jauh menuju kos-kosan Azka.

Dia menoleh ke sebelahnya, Azka tampak terlelap begitu nyenyak. Syifa pun heran sudah diselimuti jaket milik Azka.

"Kok kita belum nyampe-nyampe, Bang?" Tanya Syifa pada bodyguardnya yang sedang menyetir.

"Tadi kita udah nyanmpe ke kosan, Non! Bang Azka gak tega bangunin Non jadi minta saya buat jalan lagi”

Syifa terharu sekaligus kasihan melihat Azka yang tidur terlelap. Lalu Syifa menoleh pada bodyguardnya.

"Bawa kemana aja lah bang! Kasihan juga gue banguninnya” Pinta Syifa.

“Elah busyet dah…” Keluhnya dalam hati sembari menghela nafas panjang.

Bodyguard terpaksa mematuhi perintah ratunya itu, mau gimana lagi? Dia seolah ingin berteriak dan menangis.

-----------------------------------------

Basar yang tak lain penguasa kuda hitam, kini telah membuka matanya, dia telah sadar dari pingsan.

Komandan yang menjaganya tampak lega melihatnya.

"Bang?" Sapa Sang Komandan.

"Udah berapa lama gue di sini?" Tanya Basar.

"Sudah tiga hari bang! Kami sengaja bawa kemari karena kemarin abang tak sadarkan diri”

"Sampai berapa lama lagi gue harus dirawat di sini?"

"Kata dokter sampai luka dalam Abang sembuh"

Basar tampak menarik napas berat lalu menghembuskannya.

"Kemarin, Pak Dirga ke sini, Bang!" Lapor Sang Komandan.

Basar mengernyitkan dahinya, “Apa yang dia sampaikan?”

Dengan terbata, Komandannya menyampaikan pesan seperti yang Dirga sampaikan.

"Katanya dia.. dia... dia bilang…”

“Pak Dirga telah menghentikan kerjasama dengan kita, Bang! Dia juga mengatakan, agar kita mengembalikan uang yang sudah kita terima untuk dikembalikan secepatnya” Papar Sang Komandan dengan wajah menunduk.

Basar geram mendengarnya.

"Keparat!! Orang itu memang licik! Ini semua gara-gara bocah sialan itu!”

"Sekarang kita harus bagaimana, Bang? Dana di kas bendahara sudah tidak cukup untuk mengembalikan semua uang Pak Dirga"

Basar berpikir sesaat, tak lama kemudian dia kembali menatap Komandannya.

"Kita balas perbuatan bocah sialan itu dengan cara yang lain!"

"Bagaimana caranya, Bang?"

"Tunggu saja!" Jawab Basar sambil tersenyum penuh dendam.

Sang Komandan hanya mengangguk penasaran.

—-----------------------------------

Azka turun dari ojek online di depan Cafe milik Syifa. Dia disambut oleh kedua satpam yang berjaga.

“Bang Azka sudah sembuh? Syukurlah…” Sapa Arul.

Azka menepuk punggung Arul dan berkata, “Aku sehat kok! Terimakasih sudah mengkhawatirkanku. Bagaimana dengan cafe aman?”

“Aman dong bang!” Jawab Arul dengan mantap.

Azka tersenyum dan langsung masuk kedalam.

Syifa yang diberitahu oleh pramuniaganya langsung turun ke bawah menemui Azka.

“Elu gak kuliah? Atau syuting gitu?” Azka lebih dulu bertanya sebelum Syifa membuka ocehannya.

“Syuting lagi libur, kalau kuliah gue males masuk!” Jawabnya acuh

Azka memutar malas bola matanya dan melangkah menuju ruang kerjanya.

Syifa menghentakan kaki karena kesal ditinggal begitu saja.

"Lo harusnya gak usah kerja dulu sampai beneran sehat” Kata Syifa di ruangan kerja Azka.

"Gue udah sembuh! Makannya gue masuk kerja!”

"Gak!!" Tegas Syifa

"Lo, gue liburin seminggu! Setelah itu lo boleh masuk!”

Azka meraup wajah Syifa sembari bertanya, "Kelanjutan cabang cafe gimana? Mau lu anggurin?”

“Asin tangan lo bego! Ih… jorok!!” Umpat Syifa dengan menyepehkan bibirnya.

Udin mengetuk pintu, lalu masuk membawa segelas es kopi untuk Azka.

“Nih gue bawain es kopi biar seger!” Kata Udin meletakkan gelas diatas meja.

“Gue gak pesen tuh…” Sahut Azka.

“Lo emang gak pesen! Tapi nyonya yang pesenin buat lo! Cieee… kiuw kiuw kuk geruuukk….”

“Balik sana!” Azka mendorong pelan Udin.

Udin menoleh ke arah Syifa yang wajahnya bersemu kemerahan.

“Jujur! Gue seneng kalian berdua bisa kumpul lagi, soalnya berasa nonton Tom and Jerry! Dikit-dikit ribut!” Sindir Udin.

Azka menarik kerah belakang baju Udin dan menyeretnya ke luar. Lalu menendang bokongnya dengan kesal, “Kerja Sana!!”

-------------------------------------

Hari itu akhirnya tiba, cabang cafe Syifa yang dibangun di Bogor akan resmi dibuka. Setelah hampir satu bulan Azka bekerja keras mewujudkannya dengan konsep yang dia buat.

Kalangan artis yang berprofesi seperti Syifa berdatangan menyaksikan pembukaan cafe itu. Juga tamu undangan dari kalangan pejabat yang Syifa kenal turut menyemarakkan.

Udin bersama beberapa karyawan di Cafe pertama sengaja dipindahkan ke Bogor untuk hari pembukaan saja, tentu dibantu oleh karyawan yang baru.

Azka merasa lega, setelah konsepnya diterapkan di Cafe yang pertama, tidak mengalami penurunan grafik jumlah pelanggan. Justru semakin meningkat, bahkan Syifa berencana ingin membeli bangunan yang ada disebelah untuk perluasan.

Semenjak Dirga membunuh anak terduga Pak Santanu, dia sudah tidak mengganggu Azka lagi. Bahkan proyek pembangunan apartemen di wilayah sekitaran markas macan kumbang pun sudah tak ada kabar lagi, semenjak Azka menyuruh seluruh anak buahnya bekerja keras untuk merayu para warga sekitar untuk tidak menjual tanah miliknya.

Ditengah gegap gempita acara peresmian cafe itu, Azka mendapat telpon dari Marwan, lalu dia menepi mencari ruang yang tidak terlalu ramai.

"Halo" Azka mengangkat teleponnya.

"Gawat, Bang!" ucap Marwan di seberang sana.

Azka mengernyit heran, "Gawat kenapa?"

"Hari ini semua anggota macan kumbang yang tersebar di lokasi titik lahan parkir, diusir paksa oleh polisi” Kata Marwan menjelaskan.

"Hah? Kok bisa?"

"Selama ini kita gak ada masalah apapun dengan pihak kepolisian! Kita juga setor rutin kok ke mereka. Harusnya mereka hubungi kita dulu, baru ambil langkah kalo udah ada alasan yang jelas" Kata Azka.

"Saya juga gak tahu, Bang. Anehnya di wilayah kekuasaan Penguasa Kuda Hitam, mereka aman-aman aja dan gak ada pengusiran” Balas Marwan.

Azka berpikir sejenak lalu kembali bicara, “Sepertinya ada campur tangan dari penguasa kuda hitam!”

“Saya sependapat dengan pemikiran, abang!”

"Sekarang kamu di mana?" Tanya Azka

"Saya lagi di markas sama anak-anak, Bang."

"Yaudah, aku kesana sekarang!"

Saat Azka menyimpan handphone-nya dan hendak keluar dari ruangan itu, rupanya Syifa datang.

"Acara udah mau dimulai, lo ngapain di sini? Gue udah cari-cari lo kemana-mana, rupanya disini!" Ucap Syifa dengan bete.

"Yaudah mulai aja" Sahut Azka.

"Gue mau kenalin elo ke tamu-tamu gue kalo konsep cafe ini elo yang buat" Kata Syifa.

"Nggak perlu! Lo jangan kasih tahu mereka kalo gue yang bantu."

Syifa terheran, "Kenapa? Kan ini konsep elo!"

"Bilang aja ini semua atas ide lu! Karena elu mahasiswi Universitas Arjawinangun Nusantara! Mereka pasti percaya karena kualitas pengajaran kampus kita yang unggul dari kampus lain.”

Syifa tetap menyangkal, “Gak bisa kayak gitu!"

"Fa!! Disini gue cuman bantu cafe lu. Masalah lain gue gak mau ikut-ikutan!” Ucap Azka lalu ngeloyor pergi.

"Lo mau kemana?"

"Gue ada urusan. Tugas gue udah kelar. Izinin gue istirahat dulu."

Syifa terkejut, "Maksud lo mau resign?"

“Bukan itu! Gue bakal tetep kerja kok! Tapi sekarang gue harus pergi. Gue ada urusan!"

Saat Azka melangkah, Syifa malah menarik tangannya untuk menahan.

"Kenapa lagi?" Tanya Azka mulai kesal.

"Janji, gak berantem-berantem lagi" Pinta Syifa.

"Siapa yang mau berantem?"

"Gue udah tahu semuanya!" Jawab Syifa

"Maksudnya?"

"Gue udah tahu, sebenarnya lo itu kepala preman kan? dari Penguasa Macan Kumbang!”

DUARR

Azka nyesek mendengarnya.

"Kata siapa? Jangan ngaco!" Sanggah Azka menyembunyikan keterkejutannya.

"Gue tau bukan dari siapa-siapa, tapi gue tau dari mata gue sendiri! Gue udah diem-diem ngikutin elo, jadi jangan salahkan anak buah lo itu”

Azka terdiam mendengarnya, dia tidak percaya Syifa akan tau sebagian rahasianya.

"Please… Jangan berantem lagi, ya!" Pinta Syifa.

"Ini bukan berlebihan, tapi ini gue lakukan karena gak ada orang yang paling deket dengan gue selain lo di Jakarta ini. Gue gak mau lo kenapa-napa, Azka!"

"Jangan kasih tahu siapa-siapa" Pinta Azka.

Setelah itu Azka melepaskan tangan Syifa dan langsung keluar dari ruangan itu. Syifa menahan khawatirnya lalu mengatur nafasnya agar wajah kekhawatirannya tidak terlihat oleh para tamunya yang sudah menunggu di luar sana.

Dengan vespa orangenya, Azka melaju menembus jalanan kota Bogor menuju Jakarta. Dia yang sedang mengemudikannya tampak tidak percaya ternyata selama ini Syifa telah diam-diam mengintainya.

Ada rasa khawatir dalam diri Azka, Syifa akan membocorkannya, namun perasaan itu dia tepis, dia berusaha untuk sepenuhnya percaya pada Syifa, bahwa gadis itu akan menjaga identitas dirinya.

Sekarang ini yang menjadi perhatiannya adalah nasib anak buahnya yang kehilangan pekerjaan sebagai juru parkir di seluruh kawasan yang dikuasai oleh Penguasa Macan Kumbang.

Saat Azka tiba di markasnya, Marwan, Juki dan Nugi langsung menyambutnya. Para anak buahnya yang lain tampak sudah berkumpul di dalam sana.

Azka dibawa oleh Marwan ke sebuah tempat yang biasa mereka gunakan untuk meeting. Azka duduk menghadap Marwan, Juki dan Nugi yang tampak kebingungan.

"Bagaimana kejadiannya?" Azka membuka obrolan.

"Tiba-tiba saja polisi berdatangan lalu menunjukkan surat tugas dari atasannya, bahwa di kawasan kita sudah tidak diperbolehkan lagi menjaga parkiran” Jawab Marwan.

"Ini bukan masalah besar" Ucap Azka.

Marwan, Juki dan Nugi tampak tidak terima, namun mereka menyembunyikannya. Bagaimana pun dari sanalah pemasukan mereka selama ini untuk menghidupi seluruh anggotanya.

"Ini justru masalah besar kita, Bang!" Protes Juki dengan suara pelan dan penuh hormat.

"Dari sanalah kita punya penghasilan dan dari sanalah Kas bendahara bisa terkumpul sampai sekarang untuk kepentingan organisasi macan kumbang”

“Benar itu bang! Kita sudah tidak bermain di club-club malam lagi dan di tempat-tempat perjudian, seperti yang abang minta!” Timpal Nugi.

"Bukankah aku sudah mengingatkan kalian dulu, untuk mencari pekerjaan lain?” Tegas Azka

“Macan Kumbang akan tetap berdiri tanpa harus menjadi Jukir dan kalian masih bisa eksis dari bekerja yang lain” Lanjut Azka.

"Tapi sekarang nyari kerjaan udah susah, Bang! Apalagi kita-kita yang tatoan begini" Keluh Nugi.

"Benar bang! Ditambah para anggota kita kebanyakan tidak selesai sokolah" Timpal Juki.

Azka merogoh sakunya dan mengeluarkan rokok.

“Biar gak pada stress mending pada sebat dulu dah!” Kata Azka setelah itu menyalakan sebatang rokok yang dia jepit di jarinya.

Lalu Azka menghisap dalam rokoknya lalu menghembuskan asapnya.

“Aku bisa saja datang ke kantor polisi sekarang juga" Kata Azka

"Tapi itu bukanlah solusi terbaik. Sekarang aku mau bertanya, berapa jumlah uang yang terkumpul di Kas sekarang?"

Azka tidak pernah menanyakan hal itu pada Nugi sebelumnya.

"Sekarang ada delapan ratus juta, Bang" Jawab Nugi, Sang penanggung jawab bendahara.

Azka terbelalak mendengarnya, "Sebanyak itu?"

“Kalau cuman mengandalkan parkir ya gak sampai segitunya bang” Kata Nugi menjelaskan.

Azka berpikir yang dikatakan Nugi ada benarnya, penghasilan mereka sebelumnya dari club malam dan tempat berjudi, bahkan sumbangan terbesar berasal dari para orang kaya yang membutuhkan jasanya, seperti kasus dirinya dulu yang diculik oleh Suripto. Tidak heran jika kasnya sebanyak itu.

Azka kembali menghisap rokoknya, lalu menatap Juki dan berkata, “Kamu ajak beberapa anak buahmu mencari wilayah yang belum menjual warung sembako”

“Atau bisa juga cari wilayah yang cocok untuk berjualan sembako tapi jaraknya yang jauh dari warung sembako lainnya”

Juki, Marwan dan Nugi menatap Azka dengan heran.

"Warung sembako? Maksudnya gimana, Bang?" Tanya Marwan lebih dulu.

"Aku akan membuat lapangan pekerjaan untuk kalian. Membuka dua puluh lima warung sembako dan lima puluh warung sembako berjalan menggunakan becak.”

“Enam ratus juta untuk modal sembako dan sewa kios. Yang seratus lima puluh juta untuk membeli lima puluh unit becak!”

“Kenapa harus becak, Bang?” Tanya Juki.

“Lebih murah dari pada beli motor dan tentunya lebih punya ruang!” Jawab Azka.

“Bagaimana, apa kalian setuju dengan rencanaku?”

“Kita coba aja bang gak ada salahnya. Lalu bagaimana dengan sisa uangnya?” Kata Nugi.

“Lima puluh juta sebagai dana cadangan atau bisa juga untuk kebutuhan anggota yang lain” Jawab Azka.

“Dalam bidang usaha tidak ada istilah coba-coba, kalau kalian ingin sukses mari kita bersama perjuangkan. Jika ada dari anggota kita yang minder untuk berjualan, langsung coret saja daripada menjadi bibit penyakit untuk anggota yang lain”

“Aku lakukan rencana ini untuk semata merubah pandangan masyarakat, kalian bisa menegakan harga diri kalian tanpa dipandang sebelah mata lagi!”

“Saya mengerti, Bang! Terimakasih” Ucap Juki yang di iyakan oleh Marwan dan Nugi.

“Kalau begitu, kita bagi tugas sekarang!”

“Juki… Kamu mencari dua puluh lima kios yang bisa disewa. Pastikan tempatnya jauh dari warung sembako lain”

“Tanyakan harga sewanya lalu catat!”

“Siap, Bang!” Jawab Juki.

“Marwan… Kamu mencari penjual becak, bekas juga tidak masalah, tapi syukur-syukur yang baru asal harga per unitnya tidak lebih dari tiga juta!”

“Siap, Bang!” Jawab Marwan.

“Untuk Nugi, kamu bagi wilayah untuk para anggota yang nanti berjualan dengan becak. Catat dan laporkan padaku berikut data catatan dari Juki dan Marwan.”

“Siap, Bang!” Jawab Nugi.

“Tugasku adalah mencari Supliernya! Sekarang juga silahkan kalian kerjakan!” Tegas Azka.

Ketiganya langsung membubarkan diri.

------------------------------------------

Basar berdiri di depan kaca apartemen kamarnya sambil menghadap pemandangan gedung-gedung tinggi kota Jakarta.

Sang Komandan datang menghadap, lalu berhenti di dekatnya.

"Bagaimana reaksi Penguasa Macan Kumbang?" Tanya Basar yang masih memunggungi anak buahnya itu.

"Mereka tidak melakukan perlawanan, Bang" Jawab Sang Komandan.

Basar mengernyit lalu membalikan tubuhnya dan menatap wajah Sang Komandan dengan lekat.

“Semua wilayah parkiran yang dikuasai mereka telah dinonaktifkan dan mereka tidak melakukan perlawanan?” Basar benar-benar heran.

"Begitulah yang disampaikan mata-mata kita dilapangan, Bang!" Jawab Sang Komandan.

"Apa mereka diam-diam memiliki rencana? Apa mereka sudah tahu dibalik semua ini karena ulah kita?" Tanya Basar sekali lagi.

"Mungkin karena ketua penguasa mereka belum akrab dengan para pejabat di negeri ini, sehingga dia tidak memiliki cara untuk melawan pihak berwajib yang bekerjasama dengan kita, Bang!" Jawab Sang Komandan.

"Tidak mungkin! Bocah itu sepertinya bukan orang biasa, meski dia terdengar masih muda! Aku yakin mereka memiliki rencana lain."

"Lalu sekarang kita harus bagaimana, Bang? Bukankah bagus jika mereka tidak melakukan perlawanan?"

"Tetap pada rencana semula!" Jawab Basar sang Penguasa Kuda Hitam itu.

"Ambil alih separuh kawasan parkiran di wilayah mereka dengan para anggota kita! Dengan menguasai wilayah mereka, kita dapat mengembalikan uang Pak Dirga! Kalau tidak, nama baik Penguasa Kuda Hitam akan tercemar di luar sana!"

"Baik, Bang!" Jawab Sang Komandan.

"Lalu sekarang bagaimana kabar Pak Dirga? Kenapa sepertinya dia tidak bergerak akan rencananya untuk membangun apartemen di kawasan Macan Kumbang?"

"Menurut kabar dari mata-mata, sekarang Pak Dirga sedang mencoba terhubung ke Organisasi Cahaya Bumi untuk mendapatkan perlindungan, Bang!" Jawab Sang Komandan.

"Cahaya Bumi?"

"Benar, Bang!"

Basar tertawa, "Dia pikir mudah untuk bergabung dengan Organisasi itu? Keberadaan mereka sulit dideteksi, apalagi untuk mendaftar!”

“Belum lagi, aku dengar Nusantara Group itu belum sah menjadi miliknya. Jika Pak Dirga berhasil terhubung dengan Organisasi Cahaya Bumi, mereka pasti tak akan menerimanya, otomatis Kelompok Naga tidak akan mau menjaganya. Dikarenakan statusnya sebagai ahli waris belum sah!" Ucap Basar.

Sang Komandan mengangguk-anggukan kepalanya.

"Yasudah! Sekarang kau kirim semua para anggota kita ke wilayah parkiran yang sudah dikosongkan oleh Macan Kumbang! Dan terus awasi kegiatan mereka, jangan sampai mereka diam-diam menusuk kita dari belakang" Perintah Basar.

"Siap, Bang!"

Sang Komandan langsung pergi dari hadapan Basar.

------------------------------------------

Ko Liong yang sedang mengawasi para pegawainya menaikkan karung beras, gula dan tepung ke dalam mobil bak, terkejut melihat kedatangan Azka dengan motor vespanya.

Apalagi saat dia melihat mantan pegawainya itu sudah terlihat bersih dan rapih. Azka turun dari motor vespanya lalu mendekati Ko Liong sambil tersenyum ramah.

Tampak beberapa anak buah Azka yang berjaga di sana hendak memberi penghormatan atas kedatangannya, namun Azka memberi kode dengan tangannya agar identitasnya tidak diketahui orang lain.

Akhirnya beberapa anak buahnya yang berjaga di sana mengerti dan kembali pada kegiatan masing-masing.

"Apa kabar, Ko?" tanya Achiel dengan ramah.

"Ngapain lagi lo kesini? Gue gak nerima karyawan lagi! Karyawan disini udah penuh! Bukannya lo berhenti karena mau kuliah?”

"Saya ke sini bukan mau ngelamar jadi kuli lagi, Ko!” Jawab Azka.

Ko Liong mengernyit, "Emang mau ngapain?”

"Mau silaturahmi, sekalian mau ngajak kerjasama buat jadi Supplier di warung sembako milik saya, Ko!”

Ko Liong terbelalak, "Kamu mau jadi pengusaha? Modalnya jangan nanggung kalau mau buka!”

“Soal modal cukup, Ko! Kita patungan dari anak-anak kuliahan” Jawab Azka.

Ko Liong menganggukan kepalanya, dia tau saat Azka izin berhenti kerja, dia bilang mau kuliah di Universitas Arjawinangun Nusantara. Kampus itu terbilang unggul dan bonafit. Tak heran, mahasiswanya didominasi oleh anak-anak yang orang tuanya adalah para pengusaha kelas menengah dan atas.

"Ini gak bercanda kan?"

"Nggak, Ko. Saya serius!"

Ko Liong tampak senang mendengarnya.

“Pantesan ngomongnya udah pake saya-saya, biasanya gue-elo” Sindir Ko Liong dengan terkekeh.

“Ya udah kalau emang serius, gue bakal siapin sebanyak apapun bahan pokok yang lo pesen! Ayo masuk dulu. Kita bicarakan di dalam saja”

Azka mengangguk tersenyum, mengikuti Ko Liong yang masuk kedalam.

Awalnya, Azka hendak menjadikan Toko milik Ko Ahong yang sekarang diteruskan oleh keluarganya untuk menjadi Supplier. Tapi hubungannya dengan Ko Ahong di masa lalu kurang harmonis dan kabarnya juga sudah meninggal, sehingga Azka memutuskan bekerja sama dengan Ko Liong saja.

-------------------------------------

Nasution datang ke kantor kedalam ruangan Dirga.

Dirga langsung mempersilahkannya duduk di hadapannya. Saat Nasution duduk, Dirga langsung bertanya.

"Bagaimana? Apakah aku bisa mendaftarkan diri menjadi anggota Cahaya Bumi?" Tanya Dirga dengan penasaran.

Dirga telah mengeluarkan banyak uang agar bisa terhubung dengan organisasi itu.

"Mereka menolak dengan tegas, Pak!" Jawab Nasution.

Dirga terbelalak dengan kesal.

"Hanya dengan cara itu aku bisa memuluskan semua rencanaku! Proyek pembangunan apartemen di perkampungan itu harus segera dilakukan agar proyek-proyek yang lain juga berjalan!”

“Masalahnya sekarang ini, dua penguasa gangster di Jakarta sudah menghalangi jalanku! Yang satu penghianat dan satunya tidak bisa diandalkan!”

“Jika aku berhasil bergabung dengan Organisasi Cahaya Bumi, maka aku akan dilindungi oleh Kelompok Naga dan dengan begitu tidak ada lagi yang berani denganku! Baik itu Penguasa Macan Kumbang maupun Kuda Hitam!”

"Maaf, Pak! Penolakan mereka disebabkan belum adanya kepercayaan bahwa bapak adalah ahli waris dari Pak Santanu” Tutur Nasution menjelaskan.

"Bukankah sudah ada buktinya? Kalau aku sudah berhasil menduduki ruangan ini, itu artinya aku sudah sah mendapatkan warisan Nusantara Group dari kakakku Santanu!”.

"Tidak sedangkal itu, Pak! Mereka butuh bukti berupa dokumen yang sah secara hukum!”

Dirga tertawa lepas, “Kau pikir aku tidak mendapatkan dokumen yang sah secara hukum?"

Dirga langsung mengeluarkan map dari laci meja kerjanya lalu menunjukkannya pada Nasution.

Nasution terbelalak melihat tanda tangan Pak Santanu di semua dokumen yang telah memiliki badan hukum bahwa seluruh perusahaan yang dinaungi oleh Nusantara Group telah sah diwarisi oleh Dirga.

"Bagaimana Bapak bisa mendapatkan ini semua?"

Dirga tertawa. Dia teringat di malam itu, saat tidak sengaja mendengar Pak Santanu dan Istrinya hendak menemui anak kandung yang selama ini mereka cari. Malam itu juga Dirga menyuruh anak buahnya untuk menculik Pak Santanu dan istrinya, lalu meminta paksa Pak Santanu untuk menandatangani dokumen penyerahan seluruh aset perusahaan yang dimilikinya ke Dirga.

Setelah Pak Santanu membubuhkan tanda tangannya, anak buahnya langsung menusuk Pak Santanu dan Istrinya lalu memasukkannya ke dalam mobil. Supir yang mengangkut mereka berdua mengalami kecelakaan, itupun sengaja dilakukan anak buahnya. Sehingga motif pembunuhan yang sebenarnya, tersamarkan oleh kecelakaan.

Skenario itu dibuat agar publik tau, bahwa kematian Pak Santanu dan Istrinya adalah korban kecelakaan lalu lintas.

"Sekarang kau bawa dokumen ini kepada mereka!" Dirga memberi perintah.

"Si... siap, Pak!" Nasution langsung pergi dari ruangan itu sambil membawa dokumen.

----------------------------------------

Azka pulang ke kosannya. Urusannya dengan Ko Liong telah mendapatkan kesepakatan.

Dia akan menjadikan Toko Ko Liong sebagai Supplier untuk warung sembakonya kelak. Sekarang tinggal menunggu kabar dari Juki, Nugi dan Marwan.

Tak lama kemudian handphone-nya berbunyi. Itu adalah telepon dari Syifa. Lantas Azka segera mengangkatnya.

"Halo" Sapa Azka.

"Lo di mana?" Tanya Syifa dari seberang sana.

"Gue udah di Kosan"

"Gak berantem lagi, kan?" Syifa memastikan.

"Cara lo salah ngikutin gue diam-diam kayak gitu!" protes Azka.

"Ini gue lakuin karena gue gak mau orang terdekat gue kenapa-napa" Syifa menjelaskan.

“Emangnya lo gak bisa berhenti jadi preman? Katanya mau fokus kuliah terus mau jadi pengusaha?" Kata Syifa.

"Gak usah dibahas, lagi males gue!” Ucap Azka.

"Gue serius, Azka! Lo jangan berpikir kalo gue segininya ke elo, karena urusan hati gue yang pernah gue kasih tahu ke lo dulu... ini karena gue ngeliat lo itu cerdas! Lo punya potensi banget buat jadi pengusaha besar kedepannya!”

“Gue aja sampe gak percaya lo sejenius itu ngebantu cafe gue!"

Azka terdiam. Dia tidak ingin menceritakan alasan sesungguhnya kenapa dia akhirnya mau menerima status penguasa macan kumbang.

"Gue hargai kebaikan lo!" Ucap Azka.

"Tapi ini adalah pilihan gue. Gue tau apa yang harus gue lakuin! Lo gak usah khawatir!” Lanjut Azka.

"Lo cuman dapet penghormatan di sana, Azka! Hal yang tabu... sama kayak gue di dunia keartisan ini... Sekedar hanya dikagumi dan dielu-elukan... itu semua semu…!!”

“Gue justru ingin kembali ke dunia nyata, makanya gue memulainya dengan membuka usaha cafe. Dan ternyata orang yang gue kagumi selama ini punya masalah yang sama kayak gue. Terjebak pada penghargaan dan penghormatan yang suatu saat bisa ngebunuh diri elo sendiri" Papar Syifa.

"Gue cape... Gue lagi gak mau bahas ini. Sorry banget!" Azka langsung memutuskan sambungan teleponnya.

Kali ini dia juga memastikannya agar Syifa di seberang sana tidak dapat menghubunginya lagi.

Sementara itu, di bawah pohon rambutan. Pak Rojak sedang duduk bercengkrama dengan istrinya Nining (Ibu asuh azka) di atas bale-bale.

“Buat apa toh pak, hp jadul begini kok masih dipake? Ini mah pantesnya buat ganjel pintu” Canda Nining sambil memainkan hp jadul nokia 5110 di tangannya.

“Enak saja, jadul-jadul gini buat nglempar kepala orang lumayan loh bu!”

“Tapi ibu memang lebih suka bapak pake hp ini dari pada hp yang sekarang, ibu sebel bapak liatin tiktok mulu!”

“Eh… kalau yang itu sih ya…” Cengenges Pak Rojak sembari menggaruk rambutnya yang tak gatal.

Untuk mengalihkan pembicaraan, pak rojak pun meminta pada istrinya.

“Singkong rebusnya udah mateng belum, Bu? Lihat ke dapur sana, sekalian buatin kopi buat bapak!”

“Huh alesan!” Bu Nining mencetutkan bibirnya.

Karena gemas melihat istrinya cemberut begitu, pak rojak menepuk bokong sekal Bu Nining begitu turun dari bale-bale.

“Nanti malem, ya Bu?” Pinta Pak Rojak.

“Males!!” Balasnya dengan menggeolkan pantatnya yang sekel.

Setelah Bu Nining masuk kedalam dapur, dia mendengar bunyi sms di handphone jadulnya.

Pak Rojak meraih handphone-nya, matanya terbelalak ketika mendapatkan pesan dari nomor utama Organisasi Cahaya Bumi.

Sms nya berisi sebagai berikut.

TUAN NAGA TUJUH. SEGERA KUMPULKAN SELURUH ANGGOTAMU, ANDA SUDAH MENDAPATKAN TARGET NOMOR SATU. SILAKAN PERIKSA EMAIL ANDA UNTUK MENGETAHUI SIAPA YANG WAJIB ANDA LINDUNGI DALAM TUGAS MULIA INI.

Pak Rojak mematung setelah membaca isi sms tersebut.

Terakhir lima tahun yang lalu dia mendapati tugas mulia mengawal target nomor satu. Setelah selesai, dia sekarang menganggur hingga saat ini.

Pak Rojak turun dari bale-bale dengan tergesa-gesa. Dia berlari masuk kedalam rumah mengambil handphone androidnya untuk mengecek email yang masuk.

Bu Nining yang berada di dapur heran melihat suaminya yang bertingkah tak biasa.

“Ada apa toh, Pak?” Serunya namun diabaikan suaminya itu.

Saat Pak Rojak tiba di kamarnya, dia meraih hanphonenya yang tergeletak di kasur. Lalu membuka email yang masuk di hp androidnya.

Matanya terbelalak setelah tau siapa nama terget nomor satunya itu.

Dia tidak percaya saat melihat wajah Dirga yang terlihat jelas di layar handphonenya. Karena masih tidak percaya, pak rojak mengecek semua data-data yang dikirim kepadanya.

Dia lemas ketika mengetahui bahwa Target Nomor Satunya benar-benar Dirga. Itu berarti Azka yang notabennya anak asuh istrinya akan menjadi musuhnya mulai sekarang.

Dia harus melindungi target nomor satunya dari segala marabahaya dari para musuh-musuhnya.

"Kenapa Pak Dirga bisa bergabung dengan Cahaya Bumi?" Geram Pak Rojak

“Kenapa harus anak itu yang menjadi musuhku?” Ucapnya lemas.



Bersambung…





 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd