Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT G I G O L O

Status
Please reply by conversation.
Episode 2



Part 13A



Kehadiran Mamah Ling di dalam rumah rahasiaku (yang sudah bukan rumah rahasia lagi), tidaklah mengganggu aktivitas rutinku. Terlebih karena keesokan paginya datang pembantuku yang bernama Nining itu. Sehingga aku bisa berangkat ke hotelku, sekaligus mengecek kesiapan hotel baruku. Hotel yang sebenarnya punya istri pertyamaku (Manti), tapi dia menyerahkan sepenuhnya untuk kuanggap milikku. Karena yang dimajukan untuk ijin – ijin pun menggunakan bendera perusahaanku. Sementara Manti terlalu sibuk mnengurus perusahaannya, ditambah lagi dengan kehadiran anakku Jun Herjuna, yang membutuhkan kasih sayang seorang ibu pula.



Sore itu aku habis meeting dengan beberapa pengusaha dari timur tengah, tanpa jamuan sama sekali. Hanya air mineral yang disuguhkan. Sehingga setelah meninggalkan meeting room itu perutku terasa lapar. Untung di seberang meeting room yang bersatu dengan supermarket itu ada sebuah café yang sering kukunjungi juga. Di café itu aku tak sekadar meminta black coffee, tapi juga beberapa macam snack, untuk mengganjal perut laparku.

Sambil menikmati kopi panas dan croissant kesukaanku, aku menerawang ke peristiwa yang baru terjadi kemaren. Aku tidak mau memikirkan hasil meeting dengan pengusaha – pengusaha dari timur tengah itu. Meski hasil meetingnya positif. Cuma jamuannya saja yang mengecewakan. Masa meeting 3 jam hanya disuguhi air mineral ?

Aku justru menerawang kejadian 2 hari yang lalu. Bahwa aku dibooking oleh seorang wanita bernama X (maaf namanya takkan kusebutkan). Dia memintaku datang ke sebuah hotel, di kamar nomor sekian.

Aku sudah membayangkan bakal ngentot seorang wanita STW yang jablay tapi seksi.

Tapi begitu tiba di kamar tempat dia menginap, aku kaget setengah mati. Karena X itu seorang wanita 35 tahunan yang bertubuh cebol alias midget. Bentuk badannya seperti anak baru berusia 6-7 tahunan. Aku tidak mau merendahkannya, karena biar bagaimana pun juga X itu ciptaan Yang Maha Kuasa.

Tadinya aku mau membatalkan “kencan” itu. Karena aku tidak tega melakukannya. Aku merasa seperti akan menyetubuhi anak kecil. Namun aku tak mau mengewakannya. Apalagi menyakiti hatinya.

Tapi aku melakukannya dengan perasaan bersalah. Karena aku bukan seorang lelaki yang pedophile. Ya, aku memang gigolo, tapi aku bukan pedophile.

Memek X memang imut – imut. Lagian dia tidak menyusahkan. Dia hanya memintaku duduk di sofa, kemudian dia menduduki kontolku yang sudah dibenamkan ke liang memeknya. Dia tidak memberi komentar tentang panjangnya kontolku. Dia yang aktif menaik-turunkan bokong mininya. Sementara aku cukup duduk manis saja.

Wanita yang menemaninya adalah wanita normal. Menurut pengakuan wanita itu, X adalah anak bossnya. Aku tak bertanya apakah ortu X berbadan normal atau seperti X juga. Tapi setelah X orgasme dan aku belum apa – apa, aku bertanya kepada wanita yang menemani X itu, “Mau main juga Mbak ?”

“Nggak, “ wanita itu menggeleng, “kebetulan aku sedang mens. Aku bertugas untuk menemani Non X aja. “

Aku sendiri memang belum ejakulasi. Tapi X bilang sudah puas. Jadi biarlah, aku menganggap kencanku dengan X adalah kencan yang istimewa. Karena itu aku tidak mau menerima bayaran darinya, meski ia memaksaku untuk membayar.

Terus terang, pengalaman dengan X itu takkan kulupakan. Sebagai pengalaman yang mungkin takkan terjadi lagi dalam kehidupanku. Kalau X mengajakku kiencan lagi di kemudian hari, mungkin aku akan mencari – cari alasan, dengan mengatakan bahwa aku sudah tinggal di luar Jawa.

Terawanganku buyar ketika seorang wanita kebule – bulean menghampiriku dan menyapaku, “Yosef ?!”

Aku kaget. Karena wanita tinggi montok itu adalah Bu Hasnah ... dosenku yang pernah diceritakan oleh Joni di bandara Soetta itu ... !

Spontan aku berdiri dengan sikap sopan pada dosen galak itu, “Selamat sore Bu Hasnah. “

Bu Hasnah menjabat tanganku dengan sikap hangat. Lalu duduk di depanku terbatas oleh meja kecil café. “Baru pulang kerja ?” tanyanya.

“Aku tidak bekerja Bu. Aku punya usaha sendiri, “ sahutku.

“Ohya ?! Usaha apa tuh kalau aku boleh tau ?”

“Mmmm ... ada deh, “ sahutku yang masih ingin menyembunyikan identitasku yang sebenarnya. Tapi haruskah aku menyembunyikannya terus ? Usahaku legal semua. Ngapain juga harus merahasiakan usahaku ? Lagian berhadapan dengan dosen galak yang satu ini, mungkin aku harus sedikit unjuk gigi.

“Ooo ... gak mau nyeritain gak apa – apa, “ ucap Bu Hasnah dengan nada dingin.

“Aku punya hotel Bu, “ ucapku akhirnya.

“Hotel ? Wah ... kalau aku nginap di hotelmu, bisa dapat discount dong, “ ucapnya diakhiri dengan senyum manis di bibirnya. Maaak ... kalau sedang tersenyum begitu, Bu Hasnah jadi cantik di mataku.

“Bisa Bu, “ sahutku sambil menyerahkan secarik kartu namaku padanya, “Perlihatkan saja kartu namaku ini di front office nanti, maka pasti Ibu akan mendapatkan discount kalau mau menginap di hotelku. “

Pembawa kartu namaku yang kertasnya merah, berarti di bagian pemesanan harus memberi discount 20%. Kartu nama berkertas merah itu pula yang kuberikan kepada Bu Hasnah.

“Wow ... ini hotel gede Yos. Jadi hotel megah ini milikmu ?” tanya Bu Hasnah setelah mengamati kartu namaku.

“Iya Bu, “ sahutku tetap sopan.

“Kalau sudah punya hotel sem,egah itu, buat apa lagi kuliah segala ?” tanya Bu Hasnah.

“Hanya untuk mengimbangi karyawan dan karyawatiku Bu. Mereka banyak yang sudah es satu dan es dua. Bahkan yang es tiga juga ada. Masa aku cuma mau duduk manis dengan hanya punya modal SMA persamaan ?”

“Karyawanmu ada yang es tiga juga ?! “

“Ada, “ aku mengangguk, Ibu pasti kenal dia. Bu Handayani. “

“Bu Handayani mantan dosen di kampus kita ?”

“Betul. Kurekrut dia jadi direktur. “

“Wooow ... pantesan Bu Handayani resign dari kampus. Rupanya dia sudah jadi direktur hotelmu ?”

“Betul Bu. “

“Kalau aku melamar kerja ke hotelmu, bisa diterima di bagian apa nanti ?”

“Harus menunggu dulu grand opening hotelku yang baru Bu. “

“Ada lagi hotel lain ?”

“Ada, “ sahutku. Pada saat yang sama waiter café meletakkan minuman dan makanan di depan Bu Hasnah.

“Ohya Bu ... boleh aku nanya masalah pribadi Ibu ?”

“Mau nanya status perkawinanku ? Aku ini jande mude Yos. “

“Bukan masalah itu. Mmmm ... Ibu ini asli Indonesia atau berdarah campuran ?”

“Campursari ... hihiiiihii ... ayahku orang indonesia, ibuku orang Portugis. “

“Ooo ... pantesan. Perkawinan antar bangsa suka menghasilkan keturunan yang bagus ya Bu. “

“Emang aku bagus dalam pandanganku ?”

Sebagai jawaban. Kuacungkan jempolku ke depan Bu Hasnah.

Wanita yang kutaksir berumur 30 tahunan itu tersenyum ceria. Pasti senang melihat acungan jempolku.

“Cuma sayangnya ... “ kataku terputus di tangah jalan.

“Sayangnya apa “

“Ibu ... Ibu galak sekali kalau sedang ngajar. Hehehehee ... maaf Bu. Cuma bercanda. “

“Bukan galak, “ sahutnya, “Aku hanya ingin menegakkan disiplin. Untuk menjadi orang sukses ada tiga hal yang harus dijadikan patokan. “

“Apa saja tuh patokannya Bu ?”

“Sembilanpuluhsembilan persen harus berbakat. Sembilanpuluhsembilan persen harus kerja. Sembilanpuluhsembilan persen harus disiplin.”

Aku mengangguk – angguk. Membenarkan kata – kata Bu Hasnah itu. Lalu kataku, “Punya bakat dan mau kerja, kalau tidak disiplin percuma ya Bu. “

“Ya. Rajin kerja dan disiplin juga kalau tidak berbakat ya susah juga. “

“Iya Bu. Ada kuliah baru nih. “

“Sebenarnya kalimat penting itu ditujukan buat orang yang ingin menjadi penulis atau pengarang, Tapi untuk mahasiswa fakultas manajemen bisnis seperti kamu, bisa diterapkan juga. “

“Sekarang aku galak gak di matamu ?” tanya Bu Hasnah sambil memegang tanganku yang terletak di pinggiran meja café.

“Gak, “ aku menggeleng, “terutama kalau sedang tersenyum, Ibu punya daya pesona yang ... yang sangat mengesankan.

“Masa sih ? Sekarang kamu bawa kendaraan nggak ?”

“Bawa, “ aku mengangguk, “ Kenapa Bu ?”

“Kalau Yosef gak keberatan, mau minta dianterin pulang. “

“Boleh. Rumah Ibu di mana ?”

“Jauh. Kalau naik kendaraan umum harus ganti angkot dua kali, “ sahutnya yang lalu menyebutkan daerah tempat tinggalnya. Memang sudah di luar kota, kira – kira 5 kilometer dari batas kota.

“Oke. Akan kuantarkan Ibu sampai rumah, “ kataku, “asalkan di rumah Ibu nanti disuguhin. “

“Yosef mau disuguhin apa pun pasti kukasih. “

“Ohya ?! Bisa sering dong aku maen ke rumah Ibu nanti. “

“Boleh, siang atau pun malam pintu rumahku akan selalu terbuka untuk kedatanganmu, “ sahut Bu Hasnah.

“Ibu tinggal sama siapa di rumah ?”

“Sendirian. Ada pembantu sih, tapi dia hanya datang pagi dan pulang sore. Jam segini dia udah pulang. “

“Kalau malam mau ditemani, aku siap Bu. “

“Serius nih ?”

“Sangat serius Bu. “

“Bisa merahasiakannya gak ?”

“Ya bisalah Bu. Mulutku bukan ember bocor. “



Beberapa saat kemudian aku sudah berada di samping kiri mobil deep brown-ku. Membukakakan pintu depan kiri, untuk masuknya Bu Hasnah. Setelah Bu Hasnah masuk, kututupkan lagi pintu depan kiri itu, lalu bergegas masuk ke belakang setir.

“Ini sih mobil pejabat tinggi Yos, “ kata Bu Hasnah yang sudah duduk di sebelah kiriku, “Gak nyangka. Padahal waktu kuliah kamu gak pernah bawa mobil ya ?”

“Iya Bu. Di kampus aku tak mau memperlihatkan identitasku yang sebenarnya. Supaya teman – teman bisa bergaul denganku sebagaimana biasanya saja. “

“Jadi teman – temanmu tidak ada yang tau kalau kamu ini owner sebuah hotel besar ?” tanya dosen berdarah campuran indo-portugis itu.

“Gak ada. Semuanya mengiraku seorang karyawan saja, seperti mereka. Karena tiap kuliah aku tak pernah memakai mobil. Memakai motor pun tak pernah. “

“Terus suka pakai apa ke kampus ?”

“Seringnya sih jalan kaki aja. Karena kampus kita kan dekat dari hotelku. Jadi ya hitung – hitung olah raga saja. Kaki juga perlu dilatih, jangan dipakai duduk melulu di dalam mobil atau di kantor. “

“Hmm ... aku suka sama kebiasaanmu itu Yos. Karena kamu tak pernah pamer sebagai seorang big boss. “

“Kalau teman – teman kuliahku tau bahwa aku ini seorang big boss, pasti aku bakal laksana gula di tengah sarang semut Bu. “

“Hihihiiii ... iyaaaa. Mungkin tiap hari kamu harus mentraktir mereka. “

“Kalau cuma mentraktir, tiada masalah. Yang kupikirkan waktuku bakal tersita banyak kalau mereka terlalu dekat denganku. Jadi aku mohon, Ibu jangan membocorkan identitasku yang sebenarnya kepada siapa pun nanti. “

“Oke. Jangan kuatir, aku akan merahasiakannya Yos. “

Beberapa saat kemudian, mobilku sudah memasuki kompleks perumahan yang letaknya agak di luar kota ini. Dan akhirnya tiba di depan rumah berbentuk minimalis yang cukup megah dan artistik dalam pandanganku.

“Bagus sekali bentuk rumahnya Bu, “ kataku pada waktu Bu Hasnah masih duduk di dalam mobilku.

“Aku kan cuma seorang dosen ... seorang guru. DI mana – mana juga guru itu jarang yang tajir Yos. Jadi yah ... seginilah keadaan rumahku, “ kata Bu Hasnah yang lalu turun dari mobilku setelah pintu di sebelah kirinya kubukakan.

“Kurang gimana lagi Bu. Semasa masih menjadi dosen, rumah Bu Handayani jauh lebih sederhana dari rumah Bu Hasnah ini, “ kataku bernada menghibur.

Dan setelah masuk ke dalam rumah berbentuk minimalis ini, kulihat segala perabotan rumah tertata secara apik dan artistik. Sesuai dengan selera seorang dosen seperti Bu Hasnah itu. Apalagi kalau mengingat bahwa dia berdarah indo-portugis. Tentu ada selera eropa juga yang mengalir di dalam darahnya.

Aku dipersilakan duduk di sofa ruang tamu. Sementara Bu Hasnah mau ganti baju dulu katanya.

Ketika Bu Hasnah muncul lagi, aku dibuat terpana oleh gaun yang dikenakannya. Apakah itu lingerie atau gaun tidur atau apalah namanya. Yang dikenakannya itu berwarna hitam. Tidak transparant. Tapi ada bagian yang terbuka di kanan kirinya. Memamerkan pinggang sampai sebagian pangkal pahanya. Bagian atasnya pun tiada lengannya, hanya ada tali yang menggantung di sepasang bahunya. Dan bagian dadanya yang terbuka lebar, jelas sekali bahwa ia tidak mengenakan beha. Sehingga ketika ia duduk di samping kiriku, spontan aku berkomentar, “Wow ... busananya model baru ... membuat Ibu semakin seksi di mataku. “

Tiba – tiba Bu Hasnah mengecup pipi kiriku diikuti dengan bisikan, “Busana ini boleh dijuluki Jalan ke Surga ... hihiiiihii ... sengaja kupakai untuk mengundang Yosef lebih berani. Karena saat ini aku sangat membutuhkanmu sebagai lelaki tulen. Bukan sekadar mahasiswaku lagi. “

Lalu Bu Hasnah berdiri di depan mataku sambil berkata, “Lingerie ini kubeli di Lisbon, waktu menemani ibuku menengok kebun anggurnya di sana. Dan sekarang untuk pertama kalinya kukenakan di depan mata eksekutif muda yang sudah lama kuinginkan. “

Lalu laksana seorang gadis model yang sedang bergaya di depan kamera, Bu Hasnah memperlihatkan kelebihan lingerie itu. Bahwa dia memang tidak mengenakan beha, karena sepasang payudaranya dipamerkan padaku. Tapi yang paling mengejutkan adalah ketika ia berdiri membelakangiku, sambil membungkuk dan memamerkan bokong semoknya. Jelas sekali ... dia tidak mengenakan celana dalam. Sehingga nafsu birahiku kontan bergejolak ... !

Makasih apdetnya bro @Otta
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd