Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT G I G O L O

Status
Please reply by conversation.
Part 23



P
ada saat aku tiba di rumah, Mama sudah berada di FO seperti biasanya.

Aku sudah mandi di rumah Danke tadi. Karena itu aku hanya mau mengenakan baju resmi, karena aku akan ke hotel.

Ketika aku sedang memasang dasi di leherku, tiba - tiba handphoneku berdering. Ternyata call dari Danke.

“Hallo Dank ... udah di mana loe sekarang ?”

“Masih di Sumba. Gimana acara sama mamah gue udah dilaksanakan ?”

“Udah dong. Masa dikasih memek gak disambut. “

“Hihihiiii ... gimana rasanya ? Enak gak ?”

“Enak banget Bro. Legit dan mrepet, kayak memek gadis. “

“Masa sih ?!”

“Kalau gak percaya buktikan aja sendiri nanti. “

“Iiiih ... gue sangat menyayangi Mamah. Tapi gue bukan penganut aliran incest. Gue cuma mau ucapin terima kasih atas kesudian loe melaksanakan permintaan gue. Nanti lagi, meski gue udah pulang dan ada di rumah, loe bebas wikwik sama Mamah. Gak usah segan sama gue dan sebagainya. “

“Beres Bro. Tapi gue sekarang sedang siapin diri untuk proyek besar - besaran. Bayangin aja ... sekarang ada limapuluhdelapan ibu - ibu dari kota lain yang membutuhkan kontol gue. “

“Proyek dari Mamih ?”

“Ya iyalah. “

“Enak tenaaaan. Berarti loe bakal merassakan enaknya limapuluhdelapan macem memek dalam satu gebrakan. “

“Dalam waktu empat bulan. Bukan dalam satu gebrakan. “

“Empat bulan ?”

“Iya. Mamih udah mengatur, gue hanya dua hari sekali melaksanakannya. Jadi sehari ngentot, besoknya libur, besoknya lagi ngentot memek lain. Dan begitu seterusnya. Makanya waktu yang dibutuhkan sekitar empat bulan. “

“Ogitu. Pinter juga si Mamih ngaturnya ya. “

“Mamih kan selalu profesional. Segala sudut dipertimbangkan olehnya. “

“Kalau butuh bantuan, gue siap bantu loe. Misalnya ada wanita yang ingin merasakan threesome MMF, gue siap jadi cowok kedua. Jangan pilih cowok lain. “

“Oke. Terus, kalau mamah loe pengen nyobain threesome MMF, gimana ? Loe mau bantuin gue ?”

“Ah jangan Bro. Mamah jangan diiming - imingin threesome segala. Kalau dia kepengen juga, tolak aja. “

“Oke deh. Tapi yang gue heran, toket mamah loe kok masih kenceng, kayak belum pernah menyusui. “

“Gue emang gak pernah disusui sama Mamah. Pas gue lahir, toket Mamah gak ada ASInya. Jadi gue dikasih susu formula sejak lahir. Ohya, terimakasih udah jalanin permintaan gue ya. Itu klien gue udah melambai - lambaikan tangannya. Cukup sampai di sini dulu ya. Lain kali kita sambung lagi. “

“Oke Bro. Terima kasih juga udah dikasih memek mamah loe yang super legit itu. Daaag !”

Setelah hubungan seluler dengan Danke diputus, aku buru - buru mengenakan pakaian resmiku. Dan segera meluncurkan sedan hitamku menuju hotelku.

Sebenarnya setiap kali berada di hotel, aku lebih banyak baca koran. Karena pekerjaanku memang tidak banyak. Aku malah sedang rajin - rajinnya membaca iklan di koran lokal. Karena aku sedang membutuhkan bangunan atau lahan kosong yang letaknya strategis, untuk dijadikan cabang FOku.

Akhirnya pagi itu kutemukan iklan yang kucari. Iklan yang akan menjual sebidang tanah seluas 5000 meter persegi di dekat pusat kota. Lalu kucoba untuk menghubungi pemiliknya lewat ponselku.

“Hallo ada yang bisa dibantu ?” terdengar suara wanita di ponselku.

“Bisa bicara dengan pemilik tanah yang mau dijual itu ?” tanyaku

“Maksudnya yang hari ini iklannya dimuat di koran ?” dia balik bertanya.

“Betul Bu. “

“Itu punya saya sendiri. Bapak berminat ?”

“Iya. “

“Kalau begitu, silakan Bapak lihat dulu lokasinya, kemudian Bapak bisa datang ke rumah saya untuk bernegosiasi. “

“Baik Bu. Tolong alamat lengkap rumah Ibu smskan atau kirim lewat WA. “

“Baik. Akan saya kirim lewat WA, sesuai dengan nomor hape Bapak. “

Lalu alamat rumah Ibu itu kuterima lewat WA.

Beberapa saat kemudian aku sudah meluncurkan sedan hitamku, menuju lokasi tanah yang diiklankan itu.

Setibanya di lokasi, aku merasa cocok dengan tanah yang mau dijual oleh pemiliknya itu. Kemudian aku menghubungi Ibu itu lagi lewat ponselku.

“Hallo Bu, “ ucapku di dekat handphone, “Saya sudah berada di lokasi tanah itu. Luasnya berapa ya Bu ?”

“Limaribuduaratus meter persegi Pak. “

“Ibu langsung pemiliknya kan ?”

“Iya, makanya di iklan saya cantumkan langsung pemilik dan tidak menerima perantara. Biar gak ribet Pak. “

“Ibu mau jual berapa tanah itu ?”

“Sebaiknya Bapak datang aja ke rumah, supaya kita bisa negosiasi soal harganya. “

“Baik. Saya akan menuju rumah Ibu sekarang. “

Lalu kujalankan sedan hitamku, menuju alamat yang sudah kuterima di WAku.

Ternyata alamat yang kutuju itu sebuah rumah jadul, tapi masih berdiri kokoh dan megah. Mungkin pemilik rumah itu tajir tapi pandangannya belum modern, sehingga mempertahankan bentuk rumahnya yang bergaya zaman kolonial Belanda.

Begitu mobilku berhenti di dekat teras depan rumah antik itu, seorang wanita setengah baya menyongsongku di ambang pintu depan rumahnya.

Aku pun turun dari sedan hitamku dan melangkah ke arah wanita berhijab tapi mengenakan celana panjang satin berwarna hitam dan kemeja wanita berwarna abu - abu.

“Yeee ... ternyata Anda masih sangat muda. Kirain sudah bapak - bapak. Ayo masuk Dek, “ ucapnya ramah.

Ketika aku memperhatikan wajah wanita setengah baya itu, aku terkejut dan ingin mengatakan sesuatu. Tapi aku melangkah masuk ke ruang tamu sambil memperhatikan lagi wajah wanita itu secara diam - diam.

Ketika sedang berjabatan tangan di ruang tamu, aku membuka pembicaraan, “Sebentar ... apakah aku salah lihat atau gimana. Bukankah ini Bi Mita ?”

Wanita itu terkejut. “Betul, “ sahutnya, “Adek siapa ya ?”

“Aku Asep ... “

“Asep ? Asep mana ? Apa Asep anak Kang Jaja ?”

“Betul ... hihihiii ... Bibi sudah lupa sama keponakan sendiri. “

“Ya Tuhaaan .... ini Asep ?! Sudah bujang sekarang ya. Aseeppp ... Aseeep , “ ia memelukku erat - erat.

“Sudah lama sekali kita gak berjumpa, ya Bi. “

“Iya. Bagaimana Ayahmu sehat ?”

“Sehat. Sekarang Ayah sudah tidak di Kalimantan lagi. “

Wanita itu memang Bi Mita, adik bungsu Ayah. Karena Ayah punya adik perempuan 2 orang, yakni Bi Ani dan Bi Mita. Ayah juga punya seorang kakak, yakni Uwa Pupu. Di keluarga besarku tidak mengenal istilah tante dan oom. Yang ada cuma bibi dan emang. Ada juga istilah uwa, untuk kakak Ayah atau Ibu. Karena itu aku memanggil Uwa kepada kakak Ayah. Dan ayah satu - satunya lelaki, kakak dan adik - adiknya semua perempuan.

“Aseeep ... mmmh ... kamu jadi tampan sekali sekarang ya ? Panteslah dikasih nama Asep, karena kamu memang kasep, “ kata Bi Mita sambil mengajakku duduk berdampingan di sofa ruang tamu yang bergaya jadul. (Bahasa Sunda “kasep” = tampan)

“Kalau gak salah Bi Mita punya anak kembar kan ? Di mana mereka sekarang ?”

“Iya. Tina dan Tini. Mereka pada kuliah di Jakarta. “

Mendengar kata “kuliah” itu, batinku terhenyak. Aku tahu bahwa Bi Mita itu punya suami orang kaya yang jauh lebih tua usianya. Karena Bi Mita orang kaya, aku dan Ceu Imas tak pernah main ke rumahnya. takut disangka mau minta ini minta itu. Aku dan Ceu Imas tahu diri saja, tak pernah mencoba akrab dengan Bi Mita. Maklum saat itu keadaan kami masih sengsara.

Karena itu aku tidak heran mendengar Tina dan Tini kuliah di Jakarta. Tentu dengan biaya yang tidak sedikit. Sementara aku ... hanya lulusan SMP. Itu pun dengan susah payah mendapatkannya.

“Sekarang kita bicara bisnis dulu ya Bi. Tanah itu mau dijual berapa ?” tanyaku.

“Asep sendiri yang mau membelinya ?” tanya Bi Mita dengan sorot menyelidik. Mungkin takut kalau aku hanya perantara.

“Iya Bi. “

“Untuk apa tanah itu kalau sudah dibeli sama Asep ?”

“Aku kan punya factory outlet di kota ini dan di kota X. Di kota ini aku ingin buka cabang. Makanya nanti tanah itu akan kubangun untuk factory outlet aja. “

“Sebenarnya tanah bibi banyak Sep. Peninggalan almarhum suamiku. “

“Oh iya ... suami Bi Mita sudah meninggal ya ... kalau gak salah dua tahun yang lalu.”

“Iya. Makanya bibi mau jualin tanah yang tersebar di sana - sini itu. Buat apa punya tanah banyak - banyak kalau tidak dibangun apa - apa. “

“Kalau harganya murah, aku akan beli semuanya, “ ucapku nekad. Pikirku, kalau uangku tidak cukup, mungkin bisa minta tolong pada Tante Sharon atau Mbak Mona.

“Wah ... berarti kamu sudah tajir melintir ya. “

“Tajir melintir sih belum Bi. Cuma gak kekurangan doang. “

“Syukurlah. Kalau begitu ayahmu sudah disenangkan juga olehmu ya. “

“Mmm ... baru dibelikan tanah dan sawah seluas lima hektar. Letaknya tidak jauh dari rumah lama Ayah di kampung. “

“Waaaah wah wah .... itu bagus sekali Sep. Membahagiakan orang tua adalah perbuatan yang mulia. Terus ... Asep sudah punya istri ?”

“Belum. Mau minta diajarin dulu sama Bi Mita. “

“Diajarin apanya ?”

“Diajarin cara wikwiknya. “

“Aseeeep ... kamu sekarang udah bisa nakal ya ? Iiiihhh ... gemes bibi ... ! “ seru Bi Mita sambil mencubit lenganku.

“Soalnya Bi Mita malah kelihatan lebih cantik sekarang sih. “

“Aaah, cantik apaan ? Bibi sekarang kan sudah tua. Sudah tigapuluhenam tahun. Kalau Asep mau sih, tinggal pilih. Mau dijodohin sama Tina apa sama Tini ?”

“Soal perjodohan sih gampang. Yang penting ajarin dulu sama Bibi tentang cara begituannya. “

Bi Mita menatapku dengan sorot serius. Lalu berkata, “Nanti gampang soal itu sih. Yang penting kita selesaikan dulu masalah tanah itu. “

“Iya, makanya aku tanya, mau dijual berapa ?”

“Mmm ... karena yang mau belinya Asep, bibi murahin deh harganya, “ kata Bi Mita yang lalu menyebutkan harga tanah itu.

Woooow ... menurut taksiranku, harga yang ditawarkan itu sangat murah !

“Sudah ada sertifikatnya Bi ?” tanyaku.

“Semua tanah dan rumah milik bibi sudah disertifikatkan semuanya. “

“Sertifikatnya di tangan Bibi atau di bank ?”

“Ada sama bibi. Mau lihat ?”

“Boleh deh. “

“Sebentar ya, “ Bi Mita berdiri membelakangiku. Hmm ... lagi - lagi aku menyaksikan bokong semok yang masih tertutup celana panjang hitam itu.

Kemudian Bi Mita masuk ke salah satu kamar. Dan kembali lagi dengan membawa sertifikat yang kutanyakan itu, lalu menyerahkannya padaku sambil duduk di sampingku lagi.

“Begini Bi ... “ ucapku, “aku takkan menawar harga yang Bibi sampaikan tadi. Syaratnya cuma satu. “

“Apa syaratnya ?”

Aku menjawabnya dengan bisikan, “Ajari aku wikwik, hari ini juga. “

Kemudian kukeluarkan buku cash cek dari dalam tas kerjaku. dan kutulis nominalnya yang sesuai dengan penawaran Bi Mita tadi, di atas selembar cek. Kemudian kuberikan cek itu kepada Bi Mita sambil berkata, “Silakan cairkan isi cek ini hari ini juga. Atau mungkin mau dialihkan ke buku rekening Bibi, silakan aja. “

“Wah ... kebetulan banknya sama dengan bank bibi. Kantor cabangnya juga dekat, cuma terhalang tiga rumah dari sini. Boleh aku ke kantor cabang dulu sebentar ?”

“Silakan. Kalau banknya dekat, aku tunggu di sini aja ya. “

“Iya. Terus ke notarisnya kapan ?”

“Besok juga boleh. Kalau sama orang lain, aku selalu melakukan transaksinya di depan notaris. Tapi sama Bibi, aku percaya aja bahwa sertifikatnya asli dan tidak bermasalah. Heheheee ... jangan lama - lama di banknya ya Bi. “

“Iya. Pokoknya setelah bank menyatakan cek ini tidak kosong, berarti ... “ ucapan Bi Mita terputus.

“Berarti apa ? “ tanyaku penasaran.

“Berarti wikwik akan terjadi ... ! Hihihihiiii ... !“ Bi Mita cekikikan sambil keluar dari pintu depan.

Gila ... ! Ucapan Bi Mita itu membuat kontolku langsung bangun di balik celana panjang dan celana dalamku ... !

Aku tersenyum sendiri di ruang tamu rumah jadul ini. Sambil membayangkan apa yang akan terjadi setelah Bi Mita pulang dari kantor cabang bank itu.



Hanya belasan menit Bi Mita meninggalkanku sendirian di ruang tamu rumah antik alias jadul ini, lalu Bi Mita muncul di ambang pintu depan. Dengan wajah ceria sekali.

“Bagaimana ? Bukan cek kosong kan ?” sambutku.

“Sudah clear, bahkan sudah masuk ke dalam rekeningku. cuma ada pertanyaan dari kepala cabang, ini uang apa Bu, ya kujawab aja uang pembelian tanahku. “

“Terus ... “

“Terus bibi akan mengikuti ajakanmu. Karena bibi bukan pembohong. Bukan pula orang munafik. Bibi juga merasa sudah terlalu lama tidak merasakannya. “

“Di sini Bi Mita tinggal sendirian ?”

“Nggak. Ada pembantu juga. Udah nenek - nenek. Hihihiiiii ... “

“Mau sekarang wikwiknya ?” tanyaku.

“Ya ayo. Sebenarnya bibi agak ragu tadinya, karena Asep ini kan keponakan bibi. Tapi gak apalah, karena Asep sudah jadi pemuda tampan gini. “

“Mau di sini wikwiknya ?”

“Ya jangan dong. Ayo di kamar bibi aja, “ ajak Bi Mita sambil meraih pergelangan tanganku.

Aku pun berdiri dan mengikuti langkah Bi Mita ke arah pintu kamarnya.

“Bibi mau mandi dulu sebentar ya. Biar bersih dari debu dan keringet. Biar enak mainnya, “ ucap Bi Mita sambil mencubit perutku.

“Mau ditemenin mandinya ?” tanyaku.

“Wah, kalau ditemenin mandi sama brondong sih bisa didobrak di kamar mandi dong. “

“Bukan gitu Bi. Soalnya aku juga merasa perlu mandi, karena dari pagi udah ke kantor, lalu keliling ke mana - mana. Aku janji deh gak bakal ganggu Bibi. Kalau disuruh nyabunin punggung sih mau. ““

“Kalau gitu, jas, dasi dan celana panjangnya buka dan simpan di sini aja. Kalau dibuka di kamar mandi, nanti bisa kecipratan air, “ kata Bi Mita.

“Iya, silakan aja Bibi masuk duluan, “ sahutku.

Kemudian kulepaskan sepatu, kaus kaki, jas, dasi, kemeja dan celana panjang. Semuanya kugantungkan di kapstok yang ada di kamar Bi Mita. Dalam keadaan cuma bercelana dalam aku membuka pintu kamar mandi yang tidak dikunci.

“Wow, badanmu bagus Sep. Perutnya juga sampai sixpack gini, “ kata Bi Mita sambil mengusap - usap perutku, “Tadi kok pakai jas dan dasi segala, abis pulang dari mana ?”

“Dari kantor Bi, “ sahutku sambil memperhatikan Bi Mita yang masih melilitkan handuk di badannya, sehingga baik toket mau pun serabinya belum menampakkan diri.

“Kerja di mana Sep ?”

“Di hotel, “ sahutku.

“Pantesan pakai jas dan dasi. Di hotel jabatannya apa ?”

“Owner. “

“Owner ? Asep pemiliknya ?”

“Iya Bi. “

“Waduuuh, punya factory outlet dua, punya hotel pula. Padahal Tina dan Tini suruh kerja di hotel Asep aja. “

“Memangnya kuliah mereka jurusan apa ?”

“Ah, cuma ngambil D3 managemen. “

“Nanti tunggu kalau pengembangannya sudah selesai, baru bisa nerima karyawati baru. Sekarang masih kecil hotelnya. Tapi tanahnya masih luas. Makanya mau dibangun dulu di belakang hotel kecil itu. “

“Ogitu. Ayo buka celana dalamnya kalau mau mandi. “

“Hihihiii ... Bi Mita juga masih dibelit handuk. “

“Ayo kita hitung sampai tiga ya. setelah tiga, kita harus telanjang. “

“Oke. “

Bi Mita pun menghitung, “Satu ... dua .... tiga ... !”

“Passs ! “ seruku sambil mengacungkan celana dalamku ke atas.

Bi Mita juga sudah telanjang, tapi sambil membelakangiku.

Walau begitu aku sudah bisa cuci mata, mengamati gedenya bokong Bi Mita.

“Wah ... ini bokong ... semok banget, “ ucapku sambil menepuk pantat Bi Mita.

“Tuh kan ? Katanya takkan ganggu bibi, “ kata Bi Mita sambil menoleh ke belakang, ke arah kontolku yang sudah ngaceng berat ini.

Tiba - tiba Bi Mita memegang kontolku sambil berseru perlahan, “Aseeep ... kontolmu bisa panjang sekali gini ... diapain ?”

Karena Bi Mita memegang kontolku, dengan sendirinya ia jadi menghadap padaku. Sehingga aku bisa melihat sepasang payudaranya yang indah dan belum turun ke bawah, bisa melihat pula memeknya yang berjembut dalam bentuk segitiga di atas memek dan selubung kelentitnya.

“Gak diapa - apain Bi. Udah dari sononya begini, “ sahutku sambil mengusap - usap memeknya, sebagai balasan. Karena dia juga memegang kontolku.

“Ya udah kita mandi dulu deh, “ kata Bi Mita sambil melepaskan kontolku dari genggamannya, “ Tapi jangan diketawain ya, kamar mandinya masih sangat tradisional. Belum pakai shower, apalagi water heater. Jadi mandinya pakai gayung plastik dan airnya dingin. “

“Gak apa - apa Bi. Pakai air dingin malah bikin badan kita segar, “ sahutku sambil mengambil gayung plastik biru tua, sementara Bi Mita menggunakan gayung plastik merah.

Sebenarnya aku sudah terbiasa mandi dengan shower air panas. Tapi latar belakang kehidupanku bukan serba modern juga. Waktu aku masih tinggal di kampung, kalau mau mandi, harus menimba air dulu dari sumur. Di rumah Bi Mita ini malah lebih maju daripada di kampungku dahulu. Airnya pakai air ledeng, bak mandinya pun dilapisi keramik biru muda. Kamar mandinya pun jauh lebih luas daripada kamar mandi di kampungku dahulu.

Selesai mandi, handuk pun harus gantian dengan Bi Mita, karena aku tak membawa handuk. Kubiarkan dulu Bi Mita menyeka tubuh basahnya dengan handuknya. Setelah dia selesai menghanduki badan dan anggota badannya, barulah aku mengeringkan tubuhku dengan handuk bekas Bi Mita.

Bi Mita mendahuluiku keluar dari kamar mandi. Sementara aku masih menyeka sekujur tubuhku dengan handuk Bi Mita.

Sebelum keluar dari kamar mandi, kukenakan kembali celana dalamku, agar jangan telanjang bulat keluar dari kamar mandi nanti.

Setelah keluar dari kamar mandi, kulihat Bi Mita sudah mengenakan celana dalam juga. Tapi cuma itu yang melekat di badannya. Sedangkan toketnya yang berbentuk indah itu dibiarkan terbuka tanpa bra.

“Lihat nih foto Tina dan Tini, “ kata Bi Mita sambil mengambil foto berbingkai dari meja riasnya. Kemudian menyerahkannya padaku.

Aku pun memperhatikan foto anak kembar itu. Keduanya imut - imut dan sulit membedakan wajahnya karena antara satu dan lainnya mirip sekali. “Umur mereka berapa tahun Bi ?” tanyaku.

“Hanya beda enam bulan darimu. Karena enam bulan setelah kamu lahir, mereka lahir, “ sahut Bi Mita.

“Sekarang aku hampir sudah delapanbelas tahun lebih tujuh bulan. Berarti mereka delapanbelas tahun lebih sebulan ya ?”

“Iya, sebulan yang lalu mereka berulang tahun di sini. “

“Sekarang mereka di Jakarta ya ?”

“Iya. Mereka kuliah di Jakarta dan tinggal di rumah pakdenya. “

“Pakde ?”

“Iya. Kakak almarhum ayah mereka. “

“Ogitu. Berapa lama lagi kuliahnya ?”

“Mungkin setahun lagi juga selesai. Kuliahnya kan cuma de-tiga, “ sahut Bi Mita, “Mereka itu umur enambelas sudah lulus SMA. Dahulu usia empat atau lima tahun juga sudah bisa masuk SD. Sekarang kan gak bisa. Minimal usia tujuh tahun baru bisa masuk SD. “

“Iya betul. “

“Nah ... kamu mau milih yang mana ? Tina apa Tini ?”

“Hihihiii ... bi Mita mau jodohkan aku sama anak Bibi ya ?”

“Mengajukan tawaran. Soalnya mereka sudah delapanbelas tahun. Bibi aja dulu menikah di usia enambelas. Usia tujuhbelas melahirkan mereka. “

“Berarti Bi Mita sekarang baru tigapuluhlima tahun ya ? “

“Begitulah, “ sahut Bi Mita, “Ayo mau pilih yang mana ?”

“Dua - duanya aja. Biar adil. “

“Gila. Masa dua - duanya ? “

“Soalnya kalau anak kembar suka sama perilaku dan seleranya kan ?”

“Iya sih. Keduanya senang makan gado - gado dan sayur asem. Selera terhadap pakaian pun sama. Makanya kalau mau beli baju, mereka pergi bersama. Dan memilih pakaian yang sama persis, baik warna mau pun coraknya. “

“Makanya itu ... suami mereka harus satu orang aja. Aku siap kok menjadikan mereka istri pertama dan keduaku. Soal nafkah, insya Allah takkan mengecewakan. Syaratnya hanya satu. Mereka harus masih perawan. Karena aku gak mau menikah dengan bekas diacak - acak oleh orang lain. “

“Soal itu sih bibi jamin. Bibi mendidik mereka dengan ketat. Di rumah pakde mereka dijaga lebih ketat lagi. Maklum pakde mereka itu orang yang sangat taat beribadah. “

“Kalau bibi memang mau menjodohkan mereka denganku, gak usah menunggu mereka lulus de-tiga. Aku siap menjadikan mereka ibu rumah tangga tapi punya kegiatan. Mereka bisa memimpin FOku nanti. Kalau kurang puas, kuaktifkan di hotel juga bisa, kalau hotelnya sudah selesai dibangun nanti. “

“Soal itu sih tergantung pada mereka juga. Karena bibi takkan bisa memaksa dalam soal perjodohan sih. “

“Kalau begitu, kita urus aja dulu masalah kita berdua sekarang, “ ucapku sambil menciumi puting toket Bi Mita yang sebelah kiri (Menurut cerita orang, pada umumnya toket wanita itu lebih peka yang kiri daripada yang kanan. Itulah sebabnya aku suka mendahulukan toket kiri).

Bi Mita terdiam. Lalu menelentang pasrah di atas bednya setelah menanggalkan celana dalamnya.

Aku pun melepaskan celana dalamku. Lalu merayap ke atas perut Bi Mita. Kontolku yang sudah ngaceng lagi ini terasa menghimpit memek bibiku. Sementara bibir dan lidahku yang biasanya menerjang bibir pasangan seksualku pada awal serangan, kali ini aku merasa segan untuk mencium dan melumat bibir Bi Mita. Aku malah menciumi dan menjilati leher jenjang Bi Mita, disertai dengan gigitan - gigitan kecil. Tak disangka Bi Mita justru mengapresiasi langkah awalku ini. Ia mendekap pinggangku seraya berkata setengah berbisik, “Asep tau aja leher bibi ini peka sekali. Kena sentuh sedikit saja bisa merinding sekujur - kujur ... apalagi dijilatin begini ... oooooh ... Seeeep ... gak nyangka bibi bakal merasakan lagi indahnya disentuh laki - laki ... oooooh .... “

Suhu badan Bi Mita pun mulai menghangat. Terlebih ketika aku sedang mengemut pentil toket kirinya, sementara tanganku meremas - remas toket kanannya dengan lembut.

Namun yang paling mengesankan adalah ketika aku melorot turun dan mulai menjilati memeknya dnegna lahap sekali. Sehingga terdengar rengekan Bi Mita, “Dudududuuuuh Seeeeep ... ini pertama kalinya bibi merasakan memek dijilatin begini ....aaaaaaa .... aaaah ... ternyata enak sekali ya Seeep .... aaaaahhhhh .... aaaaaaaa ... aaaaaah .... “

Aku nyaris tidak percaya mendengar pengakuan Bi Mita barusan. Bahwa dia baru sekali ini merasakan memeknya dijilatin. Namun tiba - tiba aku teringat cerita Ayah waktu masih kecil dahulu. Bahwa suami Bi Mita itu tuan tanah keturunan arab. Jadi mungkin saja memek Bi Mita belum pernah dijilatin, karena suaminya punya kepercayaan bahwa menjilati memek itu sangat dilarang dan sebagainya.

Entahlah. Yang jelas aku malah semakin lahap menjilati memek yang aromanya agak harum ini. Bahkan jempol kiriku pun mulai menggesek - gesek kelentitnya yang tampak mengkilap basah itu. Bi Mita semakin menggeliat - geliat. Kedua tangannya pun mengepak - ngepak seperti sayap burung yang kakinya menginjak getah perangkap ... ingin terbang tapi tak bisa.

Sampai akhirnya Bi Mita bersuara dengan nada memohon, “Sudah Seeep ... masukkan aja kontolmu ... bibi serasa mau lepas niiii ... “

Kuturuti permintaan bibiku itu. Lalu naik ke atas perutnya sambil memegang kontolku yang harus bertugas di dalam liang memek bibiku.

Setelah moncong kontolku dicolek - colekkan dan ditekan sedikit di ambang mulut memek Bi Mita yang sudah ternganga dan berwarna pink itu, aku pun mendorongnya sekuat tenaga. Dan ternyata liang memek Bi Mita sempit sekali, sehingga aku harus mendorongnya sedikit demi sedikit, sampai akhirnya mentok di dasar liang memeknya.

Terdengar rintih Bi Mita, “Hekhhhh ... Aseeep ... saking panjangnya kontolmu ini ... sampai mentok di dasar sumurku ... “

“Liang belut ini sih, bukan sumur, “ sahutku, “ Kenapa memek Bibi sempit gini ya ?”

“Gak tau, “ sahutnya sambil mengusap - usap rambutku, “Mungkin karena terlalu lama aja gak dipake. Sejak ayahnya Tina Tini meninggal, baru sekarang bibi mengalaminya lagi. “

Sambil mengayun kontolku secara pelan - pelan dulu, aku masih sempat berkata, “Memek Bi mita ini ... enak sekali ... sempit begini ... seperti memek gadis belasan tahun. “

“Masa sih ?! Kontolmu juga enak sekali Sep. Ini terus - terusan nonjokin dasar liang memek bibi ... “ sahutnya sambil merapatkan pipinya ke pipiku. “Ooooh ... gak nyangka bibi bakal ngalaminnya justru dengan keponakan bibi sendiri. Dan gak nyangka kalau keponakan bibi yang satu ini ... bukan hanya tampan tapi juga dahsyat kontolnya ... ooooh Seeeeep ... ini makin lama makin enak Seeeep ... bibi bisa ketagihan kalau segini nikmatnya sih ... ayo Seeep ... entot terus sayaaaang ... bibi bakal sayang terus sama kamu Seeep ... entot terussssssssss ... entoooooottttttttt ... entoooootttttt ... ooooohhh .... iyaaaaaaa ... iyaaaaaa ... iyaaaaaaaaaaaaaaa .... “

Menghadapi entotan kontolku, Bi Mita bukan cuma merintih - rintih histeris, tapi juga mulai menggeol - geolkan pantatnya dengan binalnya. Sehingga kontolku seraa tiada bagian yang luput dari besotan liang memeknya yang begini sempit dan begini legitnya.

Lebih dari setengah jam aku mengentot Bi Mita. Sampai akhirnya ia merengek, “Seeep ... bibi udah mau lepas neh ... “

“Iya Bi ... aku juga udah hampir meletus ... “

“Ayo letusin bareng - bareng Sep ... “

“Boleh lepasin di dalam Bi ?”

“Boleh. Karena tadi sepulangnya dari bank, bibi masih sempat beli pil kontrasepsi. Karena bibi tau bakal beginian sama Asep .... ayo entot terus sampai ngecrot Seeeeep ... bibi udah mau keluarrrr .... “

Bi Mita gedebak gedebuk sampai akhirnya mengejang tegang, dengan perut melengking ke atas. Pada saat yang sama aku pun menancapkan kontolku sedalam mungkin.

Lalu ... ketika liang memek Bi Mita berkedat - kedut, kontolku pun mengejut - ngejut sambil memuntahkan lahar kejantananku ... cretttttt ... croooooooooottttt .... crettttttt ... crooooooooooooootttttttt ... crooooooooooooottttttt ... crett .... crooooooooottttttttt ..... !

Pada saat itulah Bi Mita mencium dan melumat bibirku dengan mata terpejam erat - erat.

Namun ia terkejut ketika mendengar handphonenya berdering. “Cabut dulu Sep ... takut anak - anak yang nelepon ... !” ucapnya.

Maka kucabut kontolku yang sudah lemas ini, sedangkan Bi Mita bergegas turun dari bed, untuk mengambil handphonenya yang tergeletak di atas meja riasnya. Lalu :

“Hallo sayaaaang ..... mamah sehat sayang ... apa ? Kamu sedang di dalam taksi menuju ke rumah ? Kenapa kamu pulang ? Gak pada kuliah ? ..... oooowh liburan ... iyaaaaa ... mamah tunggu yaaaa... I love you too ... “

Setelah meletakkan kembali handphonenya, Bi Mita buru - buru merapikan kain seprai di tempat tidurnya. Bantalnya pun dirapikan, sementara aku sudah mengenakan celana panjang, kemeja tangan panjang dan jasku. Tapi dasinya kusimpan saja di dalam saku jasku. Karena sekarang sudah bukan jam kerja lagi.

“Anak - anak Bibi sedang menuju ke sini ?” tanyaku.

“Iya. Mereka lagi pada liburan katanya. Mmm ... tolong tunggu di luar dulu Sep, maaf ya. Tapi Asep jangan ke mana - mana dulu. Biar Asep bisa melihat keadaan Tina dan Tini setelah gede, “ kata Bi Mita.

Aku mengangguk. Lalu melangkah ke luar kamar Bi Mita. Mengenakan kaus kaki dan sepatuku di ruang tamu.
Makin mantaps dan hot
Matur suwun Updatenya suhu @Otta
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd