Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Fuck Benji

SundayTheSix

Adik Semprot
Daftar
10 Oct 2019
Post
102
Like diterima
239
Bimabet
Part 1

Dua tahun berlalu


Aku tak percaya aku kembali ke tempat ini, setelah bertahun-tahun pergi, hari ini aku kembali. Disini lah ceritaku dimulai jadi untuk memulai cerita tempat ini adalah tempat yang tepat. Terlalu puitis, menjijikkan. Baiklah, mari kita coba lagi, aku datang kemari karena beberapa hari yang lalu aku melihat potongan video dari penampilan member baru jeketi, mereka terlihat lucu, karena itulah aku datang kembali ke tempat ini untuk melampiaskan nafsu yang kurasakan saat melihat penampilan mereka. Begitu lebih baik.


Banyak gadis baru di deretan foto member yang di dinding, aku mengenali beberapa dari mereka, walau tak banyak dari mereka adalah gadis-gadis yang pernah ketiduri. Ada beberapa dari mereka yang menarik perhatianku, meski itu artinya aku harus mulai mengenal mereka lagi, seperti dulu saat aku mulai menggemari grup idola ini. Ahh… perjuangan berat yang harus kulakukan untuk memenuhi hasrat ini, dan kau kira hidupku tak penuh dengan perjuangan.


Saat aku sedang asyik memilih siapa yang akan menjadi target pertamaku, sebuah tamparan mendarat di pipiku. Itu menyakitkan, lebih tepatnya itu mengejutkanku. Aku terkejut karena itu datang dengan tiba-tiba, tapi lebih mengejutkan adalah Shani yang berdiri dengan wajah yang memerah, menatapku dengan tajam.


“Ngapain disini! Pergi nggak! Aku panggil security! Pergi sekarang!”


“Lama nggak ketemu shan.” Balasku. Aku pasang senyuman di wajahku mencoba menunjukkan bahwa dia tak perlu takut kepadaku.


Dia kembali menamparku, aku rasa dia mengharapkan reaksi yang lebih dariku, karena dia terlihat sedikit takut dan mengambil langkah mundur.


“Pergi sekarang… atau nggak… “


Rasa takut sekarang tergambar jelas di wajahnya, suaranya juga tak lagi lantang seperti teriakannya beberapa detik yang lalu. Aku mengharapkan perlawanan yang lebih baik darinya, itu menyenangkan. Aku pun maju mendekatinya, itu membuatnya mundur tak sadar akan dinding yang ada di belakangnya sampai dia menabrak dinding yang membuat langkahnya terhenti. Dia mencoba untuk kabur namun aku berhasil menangkap dan mendorong tubuhnya kembali ke dinding.


“Gue dengar lu udah jadi kapten sekarang, selamat ya.”


“Pergi nggak, kalo nggak aku… “


“Kalo gue nggak mau pergi kenapa emang?”


Lidahnya nampak tercekat karena dia hanya memandangku, aku rasa dia lupa siapa aku dan apa yang bisa aku lakukan, aku rasa aku akan mengingatkannya kembali.


Kudekap dia dan kucium dia, dia mencoba mendorongku namun perlawanannya itu tak berarti. Tanganku mulai meremas dadanya yang tertutup oleh kaos tipis yang dipakainya, shani menjadi panik dan mulai memukul-mukul tubuhku mencoba melepaskan dirinya dari dekapanku. Dia mencoba untuk berteriak namun itu terhalangi oleh ciumanku, setelah beberapa saat usaha sia-sianya itu membuat dirinya lemas, membuatku leluasa menikmati tubuhnya.


Kutarik dia dan kudorong tubuhnya ke atas meja yang ada di lorong, sebelum dia bisa lari kembali kudekap dia, dengan tangan kananku kutahan teriakan yang hampir keluar dari mulutnya, dan dengan tangan kiriku kenaikan rok pendek yang dia pakai dan kuturunkan celana dalam berwarna pink yang dia pakai. Aku tahu aku ingin memperkosa Shani di siang hari, di lorong theater, aku tahu aku bisa saja ketahuan, tapi aku tak peduli pada itu semua, aku tak lagi memikirkan konsekuensi dari perbuatanku, tidak setelah semua yang aku lewati. Shani kembali coba melepaskan dirinya saat penisku mulai kudorong masuk ke memeknya, dia tahu apa yang akan terjadi dan kurasa dia tahu tak ada yang bisa dia lakukan untuk mencegah itu terjadi.


“Ahh… “


Rasa hangat dari memeknya yang kurindukan, rasa nikmat yang telah lama tak ku rasakan. Shani masih mencoba memberontak namun sama seperti sebelumnya itu tak berguna, rasa nikmat ini tak mungkin kulepaskan. Kudorong batang kejantananku perlahan lebih dalam, kutarik sebelum kembali ku tenggelamkan ke memeknya yang menyambut kontolku datang. Perlahan ku tusukkan kontol lebih cepat ke memeknya, meja yang menahan tubuh Shani pun mulai getar mengikuti liarnya irama persetubuhan yang kami lakukan. Shani yang tak lagi melawan hanya menutup mulutnya, mencoba menahan desahan yang keluar, kurasa itu memalukan untuknya.


Kubalikan tubuhnya, kubuat dia berbaring di atas meja. Dengan wajah yang merah, Shani manatap ku dengan sayu. Ku yakin dia hanya ingin semua ini cepat berlalu, mimpi buruk yang dia tahu baru saja dimulai, bukan untuknya, namun grup yang sudah dia pimpin untuk cukup lama.


Sekali lagi kontolku mendesak masuk kedalam liang sempit yang memeluk kontolku dengan erat, tak ada perlawanan apapun darinya. Shani tak mau menatap wajahku dan memilih menatap tembok yang ada disampingnya, sama seperti sebelumnya ini jauh lebih menyenangkan bila ada perlawanan darinya. Namun sudahlah, hanya tubuhnya lah yang aku inginkan.


Kucium bibir merah muda miliknya, sebelum kuturunkan ciumanku ke leher dan terus hingga ke payudara indah yang masih tertutup bra yang berwarna celana dalam miliknya. Kulepas bra yang dipakai olehnya dan kubuang sembarangan, mataku pun langsung disambut oleh puting indah yang langsung ku hisap dan kujilati dengan rakus.


Dengan napsu yang tak dapat lagi kubendung terus kuhujam kontolku ke dalam memeknya, yang bisa Shani lakukan hanyalah menutup mulutnya, berusaha menahan desahan yang ada di ujung lidahnya.


“Akkhh!!!” Teriak Shani saat kupelintir dan kutarik puting kirinya.


“Akh… am.. Pun…”


“Lepasin aja Shan, biar semua orang dengar desahan lu. “


“Ngg.. Ah.. Ah.. Ma.. Ah.. Ah.. Malu. “


Aku yang semakin bernafsu setelah mendengar desahan tipis darinya pun mengangkat kedua kakinya dan meletakkan keduanya di bahuku, dan mengehujamkan kontolku lebih dalam.


“Ah… “


“Ah… “


“Bang.. B.. Amm.. Ah… pun. “


“Haha.. Nggak. “


Desahan nikmat yang coba Shani tahan pun lepas, tak ada lagi yang bisa dia lakukan selain takluk pada nikmat yang kuberikan padanya. Tak ada lagi akal sehat yang terlintas di pikirannya, hanya ada nafsu yang mengalahkan semuanya.


“Bang.. Aku… nggak kuat… “


“Akkkh!!!”


Gelombang kenikmatan menerjang hebat tubuhnya, tubuhnya menggelijang kuat sebelum lemas tak berdaya.


“Enak kan?” Godaku. Sekali lagi wajahnya memerah, memedam malu dan tak tahu harus berkata apa.


“Udah ya bang, takut ketahuan.” Pintanya dengan wajah yang sendu.


“Masa lu doang yang enak Shan, gue belum.” Balasku.


“Tapi bang. “


“Nggak ada tapi-tapian.”


Aku pun menariknya turun ke lantai lorong theater yang dingin, aku baringkan tubuhku sambil memaksanya untuk duduk diatasku.


“Lu tahu kan harus ngapain.”


Shani terlihat ragu dan terus melihat ke sekeliling theater, takut bila kegiatan menyenangkan ini diketahui oleh orang lain.


“Cepetan, atau lu mau gue masuk kedalam theater terus merkosa member pertama yang gue liat?”


Shani terkejut mendengar ancamanku, aku yakin dia sudah ingat betapa bejatnya aku, dan sejauh apa aku akan berbuat demi memenuhi nafsuku. Dengan kekalahan yang tergurat jelas di wajahnya, Shani pun mengambil posisi dan mengarahkan kontolku masuk ke memeknya.



Rasanya begitu nikmat saat kontolku yang dijepit oleh sempitnya memek Shani itu naik turun menusuk memeknya. Shani kembali menutup mulutnya, sekali lagi mencoba menahan desahan yang seharusnya menghiasi indahnya perbuatan nista ini.


Meski Shani berusaha keras menolak rasa nikmat yang dia rasakan, namun perlahan gerakan tubuhnya semakin cepat dan perlahan desahan itu akhirnya keluar dari bibirnya.


“Ah… “ Desahnya pelan. Sadar bahwa dia mulai kehilangan kendali atas dirinya, wajahnya pun memerah. Disaat itu pula aku menyerangnya, aku gerakan pantatku naik turun, menusukkan kontolku dengan cepat, berusaha membuatnya kehilangan semua kendali atas dirinya dan takluk pada nafsu yang mulai menjalar naik ke otaknya.


“Bang.. Ah… mpun… ah… “


Mendengar desahannya itu hanya membuat semakin bersemangat, kuhujamkan terus kontolku dengan kasar menembus harga dirinya yang tak mampu menahan rasa nikmat yang terus kuberikan padanya.



“Hadiah… da..ri.. Gue shan.. Akhh..” ku tembakan seluruh spermaku ke rahimnya, aku setengah berharap Shani akan hamil dengan anakku seperti Viny, dan seperti Viny juga aku harap dia akan menikah dengan pria lain yang bukan Bapak dari anakku.


Bicara tentang Viny, untuk beberapa bagian selanjutnya dari cerita ini akan mengambil sudut pandang orang ketiga, dan kita akan mengikuti Viny yang baru saja mendapatkan sebuah panggilan telepon.


“Lo yakin dia udah balik ke Indonesia Man?” Tanya Viny yang berharap dia salah dengar.


“Yakin Vin. Gue baru dapat kabar kalo bang Benji kemarin malam itu balik ke Indonesia. Gue rasa pesawatnya udah sampe beberapa jam yang lalu.”


“Terus apa lo tau dia rencanain? Apa alasan dia balik? Bukannya dia bahagia di Korea?”


“Kalo itu gue nggak tau apapun Vin. Semenjak patah hati dan berubah jadi penjahat kelamin, bang Benji jarang ngomong apapun ke gue.” Balas Manda. Meski berada di seberang lautan tapi Manda bisa merasakan kekhawatiran yang ada di setiap kata yang diucapkan Viny.


“Apa menurut lo Benji balik ke Indonesia buat ngancurin jeketi kayak dulu?”


“Gue harap bukan Vin. Tapi gue nggak bisa mikirin alasan lain buat bang Benji balik Indonesia. Dia punya cukup duit buat nidurin artis manapun di Korea, tapi itu kayaknya nggak cukup buat dia. Sorry gue nggak bisa bantu lo buat berhentiin kelakuan biadab abang gue Vin.”


Viny tertegun, berpikir bahwa semua ini tak akan terjadi bila dia tak membawa Benji masuk lebih dalam ke JKT48, berpikir bagaimana seharusnya dia menghentikan Benji sebelum Benji tahu bahwa member jeketi juga bisa kalah oleh nafsu seperti manusia biasa.


Kalo aja waktu itu gue nggak ngasih Benji kesempatan buat nidurin gue. Gue seharusnya nggak ngebiarin iblis itu lepas ke dunia.


Sebanyak apapun Viny berharap, dia tahu bahwa itu tak berguna, nasi sudah menjadi bubur kata orang-orang. Seorang fans biasa itu sudah berubah menjadi iblis yang memangsa banyak teman temannya, yang bisa dia lakukan sekarang adalah menghentikannya, setidaknya menyelamatkan member-member yang belum berhasil dia jamah. Menyelamatkan satu atau dua member itu jauh lebih berarti daripada mengharapkan kesalahan yang pernah dia lakukan itu untuk hilang.


“Gue harus pergi sekarang.”


“Lo mau pergi ke mana?”


“Ke theater Man, meski gue berharap dia nggak ada disana, gue takut kalo firasat gue benar dan dia ada disana dan… lo ngerti kan maksud gue?”


“Gue ngerti Vin. Sorry ya, gue nggak bisa bantu lo disana. Ada banyak cewek yang harus gue bantu disini, gue harap lo bisa cepat nemuin abang gue sebelum banyak korban yang harus gue bantu nantinya.”


“Nggak apa-apa Man, gue ngerti. Ada hal yang harus lo lakuin disana, dan ada hal yang harus gue lakuin disini. Gue harap kita berhasil dan ini semua cepat berakhir.”


“Thanks Vin. Gue juga harus pergi sekarang, ntar gue kabarin lagi kalo gue dapat info yang lain.”


“Ok. Hati-hati juga lo disana. Gue tau ini berat buat lo, harus berkhianat sama abang lo sendiri dan juga harus… . “


“Udah Vin nggak apa-apa. “ Potong Manda. ”Yang penting itu bang Benji harus bisa kita hentiin. Sebelum semuanya hancur dan nggak ada lagi yang bisa kita lakuin. Yang harus hancur itu bang Benji, bukan kita.”


“Iya Man, yang harus hancur itu bang Benji.”


Setelah menutup panggilan telepon yang tak diharapkan itu Viny pun memakai kembali pakaiannya, memberikan sebuah ciuman di pipi suaminya yang masih terlelap tidur dan pergi meninggalkan apartemennya.


Apa yang harus gue lakuin kalo bang Benji benaran ada di theater?


Meski pergi dengan langkah yang pasti, Viny tak tahu apa yang harus dia lakukan jika firasatnya itu benar.


Gue nggak akan mungkin menang dengan kekerasan, Benji juga udah berubah, udah nggak ada lagi rasa cinta yang bisa gue pake buat maksa dia untuk ngikutin kemauan gue kayak dulu, dia bukan lagi Benji yang gue kenal.


Viny melajukan mobilnya secepat yang dia bisa, dengan pikiran yang dipenuhi keraguan dan juga pertanyaan, meski begitu tak ada jalan lain baginya.


Kita tinggalkan dulu Viny yang sedang berusaha mencapai FX Sudirman secepat yang dia bisa, kali ini kita akan kembali mengikuti cerita ini dari sudut pandang Benji yang mungkin baru saja menghamili Shani.


Setelah puas melampiaskan nafsuku kudorong dia dari atas tubuhku dan kubiarkan dia terbaring diatas lantai theater. Tak ada kata yang keluar dari bibirnya, dalam senyap dia bersihkan sisa sperma yang masih mengalir dari memeknya. Dipakainya lagi bra milikinya, dirapikan nya lagi pakaian yang dipakainya.


“Bang… Ben, tolong pergi. “ Ucapnya. Tak ada lagi jejak perlawanan darinya, sepertinya dia sudah ingat kembali siapa aku.


“Lu nggak mau ngenalin gue sama anak anak jeketi, kayaknya banyak member baru. “


Matanya pun melotot keras, rasa takut yang tak bisa dia sembunyikan tergurat jelas di wajahnya. Kuyakin itu adalah hal terakhir yang dia harapkan, dan kuyakin dia sedang memikirkan apa yang harus dia lakukan untuk mencegah itu terjadi, terlebih sekarang dia tak ingin membuat kesal seperti sebelumnya.


“Tolong jangan bang. “


Aku pun berjongkok di depannya, kutarik wajahnya mendekat karena aku ingin sedikit menakut-nakutinya.


“Kenapa? “


“Aku… aku aja bang. “


“Hmm? “ Aku tahu apa yang ingin dia katakan, itu tergambar jelas di wajahnya. Aku ingin dia mengatakan dengan lantang permintaan yang memalukan untuknya itu.


“Bang Benji, nge…”


“Ngomong yang jelas. “


“Bang Benji ngentotnya sama aku aja. “


“Ci Shani! “


Suara yang mengejutkan kami berdua datang dari seorang gadis yang berdiri mengintip kami berdua dari balik pintu, Lia jika aku tak salah ingat namanya, member generasi sepuluh yang cukup lucu. Dia lebih kecil dari yang kukira, ditambah wajah babface nya itu membuatnya terlihat lebih muda dari usianya. Shani pun berdiri mencoba mencapai Lia, namun kalah cepat dariku yang langsung menarik Lia keluar dan mendorongnya ke balik banner yang berdiri di dekat meja pergumulanku dan Shani sebelumnya.


Sebelum dia sempat berbicara kututup mulutnya dan kudorong tubuhnya membentur dinding, tentu dia ketakutan dan mencoba lari namun tubuh kecilnya itu tak memberikan perlawanan yang cukup berarti bagiku.


“Bang Benji jangan. “ Ucap Shani yang mencoba melepaskan Lia dari dekapanku.


“jangan apa? “


“Itu kasihan. “


“Lu mau gue ngelakuin ini di depan trus ketahuan lagi? “


“Nggak gitu. “


“Makanya jagain. “ Ucapku sebelum mendorongnya untuk berdiri menutupi perbuatan jahat yang akan aku lakukan kepada Lia.


Shani sempat melihat kearahku, mungkin mencoba memikirkan sebuah cara untuk menyelamatkan Lia dariku. Setelah beberapa saat Shani harus mengakui kekalahannya dan terpaksa mengikuti kemauan ku, kuyakin itu memalukan baginya namun tak ada yang bisa dia lakukan. Dengan langkah yang berat Shani mulai menggeser dan memindahkan banner yang lain, mencoba memberikan sedikit privasi untukku dan Lia.


Lia sendiri tak percaya akan apa yang baru saja terjadi, matanya melotot dan panggilannya pada Shani itu tak mendapatkan jawaban. Teriakannya semakin keras saat tangan kiriku mulai membuka celana pendek yang dipakainya, dia mencoba untuk memberontak namun sial baginya nafsuku terlalu kuat untuk bisa dia tolak.


Setelah berhasil menurunkan celana pendek miliknya, tanganku pun mulai bergerilya di memeknya. Tubuhnya bergerak liar saat kedua jariku kutusukan ke dalam memeknya, dengan bersemangat kukocok memek kecilnya itu. Sebelum dia sempat berteriak kupukul perutnya, itu berhasil membuatnya dia. Kudekatkan wajahku dan kutatap dalam dalam wajahnya, mencoba mengintimidasi dan menakut-nakutinya.


“Lu teriak, gue bakalan perkosa lu didepan theater. Lu mau? “


Sebuah gelengan kepala adalah jawaban yang kudapatkan darinya.


“Kalo lu mau ini semua cepat selesai, lu harus ngikutin semua perintah gue. Ngerti?”


Kali ini dia mengangguk kepalanya.


“Kalo lu teriak, lu hajar lagi. Ngerti?”


Sekali lagi dia mengangguk, bagus lah. Aku pun melepaskan tanganku dari mulutnya dengan harapan dia tak berbohong padaku, namun tepat saat mulutnya lepas dari dekapanku, dia berteriak. Hanya satu atau dua detik namun itu cukup membuatku marah, sebuah tamparan pun aku layangkan. Cukup keras kurasa karena itu membuat Shani berbalik dan melihat ke arahku, atau dia berbalik karena teriakan yang keluar dari mulut Lia, tak penting karena tatapannya itu menggangguku.


“Siapa yang nyuruh lu balik badan?”


Tak ada jawaban yang diberikan Shani, dia berbalik badan dengan cepat meninggalkan aku berdua dengan Lia yang sedang memegangi pipinya yang memerah. Kudorong dia hingga kepalanya membentur dinding, kubenturkan sekali lagi kepalanya sebelum kuberikan lagi tatapan dalam yang sekarang kutambah dengan napas cepat seperti seekor banteng yang marah.


“Jangan bilang gue nggak pernah ngasih lu kesempatan.”


Sebelum dia sempat mengatakan sesuatu, kembali kututup mulutnya. Kusobek kaos putih yang dipakainya dan kugunakan untuk mengikat mulutnya, Lia berusaha keras untuk melepaskan dirinya namun saat ini dia harusnya sadar bahwa tak ada apapun yang bisa dia lakukan untuk lolos dariku.


Kubalikkan badannya, kubuat dia menghadap dinding sehingga sekarang pantat putihnya itu tepat berada didepanku. Kontolku yang sudah kembali keras pun aku arahkan masuk ke lubang pantatnya, aku ingin meng-analnya tanpa persiapan apapun sebagai hukuman karena sudah membohongiku. Teriakannya lirih kudengar namun apa yang bisa aku lakukan, aku sudah memberikannya kesempatan dan dia membuangnya tanpa memikirkan konsekuensi yang harus dia terima.


Kugenjot lubang pantatnya itu dengan kasar, kali ini aku ingin menyakitinya. Berapa kali Lia tak sanggup menopang badannya sendiri, berulang kali aku harus mengangkat tubuhnya yang jatuh ke lantai. Aku bisa mendengar tangisannya yang terhalang oleh kain yang terikat di mulutnya, air matanya juga sudah mengenang, semua rasa sakit yang disebabkan oleh kebodohannya sendiri.


Lubang pantatnya itu lebih sempit dari dugaanku, kontolku terasa diremas setiap kali aku mendorong kontolku ke lubang pantatnya. Berapa kali aku tampar Bongkahan pantat putih kecilnya itu, pantat yang jauh lebih menyenangkan dari dugaanku.


Aku yang mulai lelah menariknya dari lantai pun melempar badannya ke atas meja yang sebelumnya kupakai untuk memperkosa Shani. Dia hanya menatapku, matanya sudah merah dengan air mata yang terus mengalir, apa yang dia harapkan dariku? Rasa kasihan?


Kubuka kakinya, kali ini aku ingin merasakan memek mungil miliknya. Dia mencoba menutupi memeknya namun sebuah tamparan membuatnya mengerti bahwa aku sudah bosan dengan tingkah lakunya. Dengan sedikit dorongan aku berhasil mengoyak keperawanannya, kali ini badannya bergerak liar dan beberapa pukulan dilepaskannya padaku, sekali lagi usaha yang sia sia.


Perlahan mulai kugenjot memeknya, kali ini aku ingin menikmati memek mungilnya dengan sepenuh hati. Memek yang menarik kontolku untuk masuk lebih dalam, memek yang tak ingin melepas kontolku pergi. Semakin cepat kugenjot memeknya, semakin nikmat memeknya kurasa. Kubuka juga bra berwarna putih milik Lia dan kuhisap puting merah muda yang mulai mengeras itu. Tangisnya masih kudengar, namun pada titik ini apa peduliku.


Kutaruh kedua kakinya dibahuku karena aku ingin menusuk memeknya lebih dalam, kugenjot terus memeknya karena aku merasa kontolku hampir mencapai batasnya. Kuturunkan kakinya dari bahuku, dengan kedua tanganku kugengam pinggangnya dan kupercepat gerakanku hingga akhirnya.


“Hamil lu bangsat!”


Ku tembakan seluruh spermaku ke memeknya, Lia terlihat panik dan mencoba mendorong badanku menjauh namun itu tak ada artinya karena dalam sekejap memek dan rahimnya penuh dengan spermaku. Setelah melepaskan semua yang aku punya kedalam memeknya, aku pun mundur dan membiarkan Shani menghampirinya. Cepat cepat coba dibersihkannya memek Lia dari spermaku, lalu kudengar beberapa kata penghibur dari Shani. Kata-kata kosong yang tak sempat kudengar karena seluruh perhatian tertuju pada seseorang yang berdiri beberapa meter dariku, Viny.
 
Waduh udah lupa awal nya gmn, cerita awal nya yang mana hu
 
Keknya klo bisa sih tambah karakter lgi bang kek flora, zee, ella, oniel, lulu, christy, feni
 
Terakhir diubah:
Klo ex member Ch1k4 dan capt. Sh4n1 swinger date diam2 dengan Calonnya masing2.. Tertarik ga Thor ?
 
Part 2


Innocence


Itu kan mobil Benji


Ada rasa sedih dan amarah yang bercampur di benak Viny saat ini, dia tak tahu sudah berapa lama mobil itu sudah terparkir disana, dia tak tahu apakah semuanya sudah terlambat, yang dia tahu tetap berada disini tak akan membantu usahanya untuk menghentikan Benji.


Setelah memarkirkan mobilnya Viny berusaha secepat yang dia bisa untuk dapat sampai di theater jkt48, setengah berharap lift yang dinaikinya bisa bergerak lebih cepat, meski dengan keraguan atas apa yang bisa dia lakukan saat berhadapan dengan lelaki dulu sempat menjadi penghangat tempat tidurnya itu.


Seharusnya gue nggak pernah ngebiarin lo ngerasain badan gue Ben, kalo gue tahu semuanya bakalan kayak gini.


Itu adalah kesekian kalinya Viny memikirkan bagaimana ini semua tak semestinya terjadi, jikalau saja waktu itu semuanya berbeda pikirnya. Sebagian darinya tahu bahwa dirinya juga bersalah dalam semua kekacauan ini, namun dia lebih memilih untuk menaruh seluruh kesalahan pada Benji. Dialah lelaki jahat yang sudah merusak banyak gadis, dialah lelaki jahat yang tak dapat menahan nafsunya, yang pernah dia lakukan hanya tidur dengan Benji beberapa kali.


Tepat saat pintu lift terbuka Viny pun berlari secepat yang dia bisa, menabrak beberapa orang namun dia tak bisa berhenti karena semakin dekat dia dengan theater, perasaan takut yang dia rasakan semakin kuat. Tak ada siapapun di theater, sepertinya tak ada jadwal pertunjukan hari ini. Viny pun berlari masuk ke theater dan langkahnya terhenti saat melihat Shani berdiri di lorong theater, wajahnya tampak berantakan dengan air mata yang mengalir deras di pipinya.


Viny tahu jika dia sudah terlambat, rasa takutnya itu berubah menjadi rasa sakit yang dipenuhi amarah pada dirinya sendiri. Viny pun ingin menangis karena dia tahu bahwa mimpi buruk ini akan terus berlanjut, Benji sekali lagi sudah memulai amukan nafsunya di Jkt48 dan Viny kembali harus menerima kenyataan bahwa kesalahan yang diperbuatnya bertahun-tahun yang lalu itu masih akan menghantuinya.


Dengan langkah yang berat Viny berjalan menghampiri Shani, dia tak mengatakan apapun dan hanya memberikan sebuah pelukan pada Shani. Sebuah pelukan yang disambut Shani dengan sebuah tangisan, Shani tak sanggup lagi menahan emosi yang dia rasakan, rasa bingung, sakit, malu, dan juga rasa bersalah. Semua dia tumpahkan saat hangatnya pelukan Viny menjadi penenang setelah semua yang terjadi.


“Gue nggak tau harus ngapain.” bisik Shani ditengah tangisnya.


Viny ingin mengatakan bahwa semua akan baik baik saja, mungkin itu akan membuat semua lebih mudah, tapi Viny tahu itu kebohongan yang tak ada artinya. Viny sudah memutuskan satu satunya cara untuk menghentikan ini semua adalah menghadapinya secara langsung, meski itu sulit dan Mungkin menyakitkan.


“Benji dimana sekarang?”


“Bang Benji… “


Sebelum Shani sempat menjawab, sebuah teriakan menjawab semua pertanyaan yang dimiliki oleh Viny. Teriakan itu juga menyadarkan Shani atas apa yang sedang terjadi, dilepaskannya pelukan hangat yang diberikan oleh Viny lalu berlari ke arah teriakan itu berasal. Viny mengikuti kemana Shani berlari dan disanalah dia melihat lelaki yang dulu sempat dipermainkannya berdiri.


Banyak hal yang berubah dari Benji, itulah hal pertama yang dirasakan oleh Viny. Benji sekarang membiarkan rambut pirangnya tumbuh berantakan, janggutnya juga tumbuh tak terurus. Namun saat Viny melihat tatapan mata Benji, saat itulah dia tahu bila dia bukanlah Benji yang dia kenal. Tatap matanya itu dingin, tak ada sedikitpun kehangatan dalam tatap matanya, hanya ada lingkaran hitam yang secara teknis adalah bola matanya.


Tepat dibelakang Benji seorang gadis baru saja jatuh dari atas meja keatas lantai, pakaiannya berantakan, ada kain yang mengikat mulutnya, dan sperma yang mengalir dari vaginanya. Gadis itu adalah korban Benji yang gagal Viny lindungi, gadis yang hidupnya tak akan lagi sama karena beberapa tahun yang lalu Viny pikir tak ada salahnya tidur dengan salah satu fansnya. Shani berusaha membantu gadis itu, dibersihkannya sperma yang masih melekat di tubuh kecil gadis itu, Shani lalu memakaikan jaket yang diikatkannya di pinggangnya kepada gadis yang masih terus terisak meratapi nasibnya. Benji nampak tak peduli pada apa yang terjadi di belakangnya, karena sepertinya dia lebih terganggu dengan kehadiran Viny yang sedang berdiri beberapa meter didepannya.


Cerita ini akan kembali mengikuti sudut pandang pertama Benji, dan kita kembali pada saat Benji harus menghadapi masa lalunya yang saat ini berdiri menatapnya.


Setelah bertahun-tahun lamanya aku harus kembali berurusan dengannya, aku tak membencinya karena dia sudah berbohong padaku tentang bagaimana dia “hamil” dan dia butuh sosok pria yang baik, aku juga tak marah saat dia memutuskan untuk menikah dengan pria lain karena menurutnya aku bukanlah sosok pria yang baik dan sosok ayah yang dibutuhkan oleh bayi kami berdua. Tidak, aku berhenti menyukainya saat aku tahu bahwa dia hanya ingin putus dariku karena dia merasa bersalah karena sudah berselingkuh dari pacarnya. Kalau dia tak ingin melanjutkan hubungan tanpa status milik kami berdua itu tak masalah bagiku, namun semua drama yang dia lakukan membuatku tak ingin lagi bertemu dengannya. Oh dia juga ingin aku merahasiakan semuanya karena dia ingin menjaga image gadis baik baik yang dia punya.


“Ben, gue… “


Fuck off.


Aku tak ingin mendengar apapun yang dia katakan, aku tak ingin melakukan kesalahan yang sama, aku mungkin bodoh tapi aku tak sebodoh itu. Sebuah tarikan tangan menghentikan langkahku, Viny yang masih menganggapku bodoh menatapku dengan tatap mata yang sedih, air mata juga membasahi pipi nya. Aku terkejut dia berpikir bahwa aku masih bisa dibodohi dengan tatap mata sedih dan air mata palsunya.


“Ben! Lo mau lari lagi? Kenapa lo nggak pernah mau tanggung jawab atas kesalahan lo sendiri? “


Tentu Viny juga coba mencoba membuatku merasa bersalah dengan kata kata beracunnya itu, semua air mata palsu dan kata kata manis beracun ini pasti sudah membuatku menuruti semua perkataannya dua tahun yang lalu, namun aku sudah tak memiliki hati untuk merasa bersalah atau pun rasa peduli untuk tertipu dengan air mata palsunya itu.


“Terakhir kali gue mau tanggung jawab, lo bilang kalau gue bukan pria baik yang dibutuhkan anak kita. “


Itu membuat Viny terdiam, aku tahu dia tak mengharapkan aku mengingatkannya lagi dengan kebohongan yang dia berikan padaku dulu. Saat Viny sibuk mengingat kembali bagaimana dia mencoba bertanggung jawab atas perselingkuhannya dulu, aku melepaskan pegangan tangannya dan berjalan pergi meninggalkannya. Aku mendengar beberapa panggilan dari Viny saat aku berjalan pergi, namun aku sudah memutuskan untuk tak berhenti untuk mendengarkan lagi perkataannya.


Aku tak tahu berapa lama waktu yang kuhabiskan di theater karena hari sudah mulai gelap saat aku meninggalkan parkiran, sebelum aku pulang kuputuskan untuk mampir ke sebuah restoran karena perutku mulai terasa lapar, kurasa memperkosa dua orang gadis itu cukup menguras tenaga.


Hampir tak ada hal yang menarik untuk diceritakan, sampai aku mendengar sebuah lagu yang familiar. Seseorang menyanyikan himawari, suara indahnya itu menarik perhatianku. Aku tahu siapa pemilik suara indah itu, suara indah yang sedang melantunkan salah satu tembang jeketi itu, aku melihat fotonya di theater hari ini, kuyakin namanya Lulu.


Kuputuskan untuk tinggal lebih lama, setelah selesai dengan himawari dia melanjutkan pertunjukannya dengan menyanyikan mushi no ballad, pilihan yang bagus. Beberapa orang duduk di meja yang ada di dekat panggung kecil tempat Lulu bernyanyi mulai menggerakkan tangan mereka seperti sedang menggunakan light stick, mereka juga mulai meneriakkan oi oi oi, chant yang dilakukan secara asal, itu memberitahuku bahwa mereka bukan fans jeketi dan hanya orang awam yang tahu apa itu jeketi. Namun Lulu nampak menikmati apa yang dilakukan oleh orang-orang yang ada di meja itu, kurasa mereka adalah teman temannya dan Lulu bernyanyi karena ingin menghibur mereka, atau mungkin Lulu kalah taruhan dan sekarang dia sedang menjalani hukumannya. Apapun itu, aku ingin memberinya sesuatu karena aku menikmati pertunjukan kecilnya itu.


Kukirimkan beberapa makanan dan minuman ke mejanya saat Lulu selesai bernyanyi dan bergabung dengan teman temannya, Lulu dan teman temannya nampak bingung saat makanan dan minuman yang kukirimkan pada mereka sampai. Kulihat pelayan yang mengantarkan makanan itu menunjuk ke arahku, kurasa dia berusaha menjelaskan kepada Lulu dari mana datangnya makanan itu. Lulu dengan wajah bingung nampaknya belum puas dengan penjelasan yang diberikan oleh pelayan tadi memutuskan untuk datang menghampiriku, kenapa?


“Itu makanan sama minuman dari lo bang?”


“Iya.”



Lulu nampaknya tak mengenal siapa aku, kurasa aku tak sepopuler yang kukira diantara para gadis idola ini. Kurasa ini kesempatan yang bagus untukku, aku ingin tahu apakah aku masih bisa merayunya untuk tidur denganku, sudah terlalu lama aku memaksa para gadis untuk tidur denganku, membuat mereka mau tidur denganku dengan sukarela mungkin akan lebih menyenangkan.


“Buat apaan? Perasaan gue belum pernah ketemu lo deh bang. Atau jangan jangan…”


Sorry, gue kurang ajar. Gue suka banget sama suara lo tadi, jadi gue pengen bilang makasih tapi karena gue belum kenal jadi gue pikir, gue kirim aja makanan.”


Itu tampaknya cukup untuk membuat rasa bingungnya hilang, karena sekarang dia memberikan sebuah senyuman kepadaku.


“Gue Lulu.”


“Ben.” Balasku sambil menerima jabat tangannya.


“Ya udah gue… “


“Mau nemenin gue nggak?”


“Hah?”


Apakah itu terlalu cepat? Kurasa aku harus menahan diriku dan pelan pelan merayunya, sudah terlalu lama aku terbiasa untuk meniduri para gadis idola dengan paksaan sehingga aku lupa bagaimana caranya foreplay.


Sorry, sorry. Gue nggak bermaksud kurang ajar.”


Dia nampak tahu bagaimana baiknya merespon perkataanku, kurasa aku harus memperbaiki suasana aneh yang aku buat sebelum kesempatanku untuk meniduri pergi.


“Gue cuma suka banget sama suara lo jadi gue berharap bisa ngobrol ngobrol bentar.”


“Oh, gitu, tapi gue sama teman teman gue. Gue nggak enak tiba-tiba tiba ninggalin mereka.”


Oh ya itu bagian itu, aku tahu aku tak akan bisa merayu Lulu untuk tidur denganku bila teman temannya masih ada di restoran. Jadi tak hanya makanan dan minuman yang aku kirimkan ke meja Lulu dan teman temannya tapi juga sebuah pesan. Basically aku mengatakan pada mereka melalui pesanku bahwa aku suka pada Lulu, dan aku meminta tolong pada mereka untuk bisa meninggalkan aku berdua bersama dengannya. Aku tak tahu apakah mereka akan membantuku, dan tak ada salahnya berharap mereka akan menjadi kawan yang baik dan membiarkan temannya tidur denganku.


“Ya udah, maaf udah nggak sopan.”


Sorry ya Bang.”


Lulu pun kembali ke mejanya, aku lihat dia kembali bercanda dengan teman temannya, berapa kali mereka melihat ke arahku, kurasa aku lah topik pembicaraan mereka. Setelah pembicaraan yang nampak intens, Lulu nampaknya didorong oleh teman temannya untuk kembali ke mejaku, kelihatannya mereka adalah teman temannya yang baik, mereka yang dengan senang hati menjerumuskan teman mereka sendiri kepadaku.


Lulu nampak malu-malu menghampiriku, kurasa mereka sudah memberitahu Lulu bahwa aku “suka” Kepadanya. Aku pun memberikan senyum terbaikku, aku tak akan melepaskan kesempatan keduaku untuk membawanya ke tempat tidurku.


“Hai Lu.”


“Hai bang. Boleh duduk nggak?” oh pipinya merah, lucu sekali. Aku rasa aku harus mencairkan suasana, aku tak ingin dia terlalu gugup untuk mendengar rayuanku.


“Duduk aja nggak apa-apa, mau pesan minum dulu?”


“Apa aja deh bang.”


Setelah memesan minuman, Lulu pun duduk di depanku namun dia masih tak bisa menatap ke arahku, kurasa dipaksa untuk duduk dengan orang yang baru kau kenal itu memalukan.


“Gue kayak kenal sama lo deh Lu?”


“Hah? Dimana?” itu berhasil menarik perhatiannya, baguslah.


“Lo artis kan?”


“Ah, jangan bercanda gitu lah masa artis…”


“Bukan ya? Tapi kan lo kan cantik terus suara lo bagus.”


Kali ini dia tersipu, dengan sebuah senyuman yang mengembang di bibirnya.


“lo dari tadi muji gue terus bang, jadi salting gue.”


“Sorry, gue cuma senang aja bisa ngobrol sama lo. Sumpah.” Balasku sambil menaikan dua buah jariku yang membentuk huruf v.


Tawa kecil pun kudapatkan darinya, kurasa suasana yang ada sudah mulai membaik.


“Terus lo mau muji gue aja nih bang ceritanya? Nggak apa-apa juga sih.” Ucapnya, kali ini ku yakin dia sudah merasa lebih nyaman duduk bersama denganku.


Kupandangi dia sebentar dengan senyum di bibirku, aku ingin menunjukkan padanya bahwa aku menikmati waktu yang kami habiskan bersama. Dia menyadari bahwa aku hanya memandangnya kembali tersipu, kulebarkan senyumku karena wajahnya yang tersipu itu menyenangkan untukku.


“Jangan diliatin gitu terus dong bang, malu gue serius dah.”


Sorry, cuma kebiasaan aja kalo ada sesuatu yang indah biasanya gue lupa sama yang lain.”


“Jangan gitu lah plis.” Ucapnya yang nampak sudah tak tahu bagaimana menghadapi semua rayuanku. Sebelum suasana yang coba kuperbaiki ini memburuk, sepertinya aku harus mulai menjalankan rencanaku untuk membuatnya menghabiskan malam denganku.


Kuhabiskan beberapa waktu selanjutnya untuk membuat Lulu nyaman dengan kehadiranku, aku hampir lupa bagaimana caranya membuat wanita menikmati kehadiranku, untung saja Lulu dengan sifat periangnya membuat semua ini jauh lebih mudah. Satu hal yang lucu adalah tebakanku benar tentang kenapa dia bernyanyi tadi, sebuah taruhan yang menurut Lulu tak adil karena dia sendiri tak terlalu mengerti sepak bola.


“Ya kalo lo nggak paham ngapa mau mau aja diajak taruhan?”


“Ya biar seru aja gitu.” Jawabnya membela diri.


Lulu yang keliatan sudah nyaman denganku, itu hal yang bagus, namun yang lebih bagus lagi adalah teman teman Lulu yang nampaknya sudah bersiap untuk pergi, tentu saja aku tak lupa meminta mereka untuk membiarkanku mengantar Lulu “pulang”, melihat bagaimana mereka sudah menjerumuskan Lulu padaku, aku berharap banyak kepada mereka untuk juga memenuhi permintaanku yang kedua.


“Lu, kita duluan ya masih harus buat slide buat besok.” Ucap salah satu teman yang datang menghampiri aku dan Lulu.


“Terus gue?” Tanya Lulu yang terlihat bingung melihat teman temannya yang bersiap untuk pergi.


“Bang lu bisa anterin Lulu pulang nggak ntar? Deket kok.” Tanya teman Lulu itu kepadaku, tentu aku tak akan menolak permintaannya itu, lelaki macam apa aku ini.


“Nggak usah bang ngerepotin, ntar gue…”


“Udah nggak apa apa, iya ntar Lulu gue yang antar pulang.” potong ku sebelum Lulu bisa menolak.


Thanks ya bang.” Balasnya “Udah lu lanjut aja, sukses ya.” Ucapnya teman Lulu itu sebelum mengedipkan matanya, Lulu terlihat malu melihat itu.


“Emang suka aneh aneh mereka bang, maaf ya.”


“Nggak apa apa, harapan gue juga sama kok.”


“Maksudnya bang?”


“Udah nggak apa-apa, udah tadi gimana cerita soal teman teman sanggar tari lo.”


“Oh ya jadi…”


Lulu berbohong padaku soal jeketi, aku tak tahu kenapa tapi dia mengatakan bahwa dia adalah anggota sanggar tari yang juga mengajarinya bernyanyi, awalnya aku bertanya apakah dia berlatih vokal karena suaranya yang menurutku itu menakjubkan. Awalnya dia berusaha menghindari pertanyaanku, mengatakan bagaimana suaranya tak sebagus itu sebelum akhirnya mengakui bahwa dia memang ikut latihan vokal, saat kutanya mengapa dia ikut latihan vokal dia berkata itu bagian dari latihan dari sanggar tari yang dia ikuti. Aku tak tahu kenapa dia tak mengakui kalau dia member jeketi, apakah dia malu? Aku tak mau mendesaknya soal itu, tak juga aku begitu peduli.


Obrolan menyenangkan kami berdua terus berlanjut, hingga akhirnya Lulu merasa cukup dan memintaku untuk mengantarkannya pulang. Aku sudah sejauh ini, sekarang yang kuharapkan semua yang kulakukan untuk membuatnya nyaman denganku itu cukup. Tentu saja aku akan memastikan semuanya berjalan seperti apa yang kuharapkan. Pertanyaan pertama adalah bagaimana caranya aku membawa Lulu ke apartemenku, tentu aku tak bisa mengajaknya begitu saja untuk ikut denganku kembali ke apartemenku, aku yakin dia akan langsung menolak ajakanku. Kurasa aku harus memikirkan cara lain.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd