Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Finding Oshi [TAMAT]

"Tuh kan, apa gue bilang. Firasat gue bener lagi kan"
Kalo Adrian pasti nanggepinnya gitu :pandaketawa:

Alias

Kampret, minggu nanti ketemu liverpool :v (eh, minggu apa sabtu ya?)

Atau update nya sekalian nunggu hasil lawan liverpool? :pandaketawa:
Jan gitu laa, udh kangen bgtzz nhh sama greshan huu hehehe
 
Jan gitu laa, udh kangen bgtzz nhh sama greshan huu hehehe
Kangen sama greshan?
Atau sama pengamat alay doang?
Biasanya juga sama si pengamat alay doang.

Ya udah ya udah, update selanjutnya munculin mereka berdua deh. (Emang dari awal gitu)

Tunggu aja ya, tahun depan mungkin :pandaketawa:

Saya kasih spoiler aja deh... Eh, diatas udah ada spoiler ya. Hehehe.

Tapi karena saya baik, tetep saya kasih spoiler.

Spoilernya, akan ada yang dibikin 'salah paham' sama Adrian. Hehehe.


Saya usahakan nanti malam update, kalo ternyata nanti malam gak ada update ya berarti hari minggu
Kalo besok kayaknya enggak deh, soalnya mau silaturahmi dulu sama dedek dedek emesh
Sekarang mau istirahat dulu, tadi pagi baru sampe surabaya
 
Terakhir diubah:
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
"Pake gelas plastik aja Stef"

Adrian masa takut sama gelas.

Btw, goks eksenya merangsang enaq hehe..

Adrian nyawanya cuma 1 bang, gak kayak Sagha
Ya, meskipun kalo dilempar gelas plastik juga sakit sih :pandaketawa:
 
Gak usah malu-malu gitu dong :pandaketawa:

1544189560155.jpg
 
"Tuh kan, apa gue bilang. Firasat gue bener lagi kan"
Kalo Adrian pasti nanggepinnya gitu :pandaketawa:

Alias

Kampret, minggu nanti ketemu liverpool :v (eh, minggu apa sabtu ya?)

Atau update nya sekalian nunggu hasil lawan liverpool? :pandaketawa:
Next lawan Fulham suhu
 
Kangen sama greshan?
Atau sama pengamat alay doang?
Biasanya juga sama si pengamat alay doang.

Ya udah ya udah, update selanjutnya munculin mereka berdua deh. (Emang dari awal gitu)

Tunggu aja ya, tahun depan mungkin :pandaketawa:

Saya kasih spoiler aja deh... Eh, diatas udah ada spoiler ya. Hehehe.

Tapi karena saya baik, tetep saya kasih spoiler.

Spoilernya, akan ada yang dibikin 'salah paham' sama Adrian. Hehehe.


Saya usahakan nanti malam update, kalo ternyata nanti malam gak ada update ya berarti hari minggu
Kalo besok kayaknya enggak deh, soalnya mau silaturahmi dulu sama dedek dedek emesh
Sekarang mau istirahat dulu, tadi pagi baru sampe surabaya
Sial tertebaq tenyata wkwkwk

Kuy lhh apded huu
 
Part 30: Level Up

"Itu tadi siapa?" tanya Shania saat kami memasuki sebuah restoran di sebuah mall.

"Siapa apa?" tanyaku balik sambil menarik kursi dan langsung duduk.

Shania tidak langsung menjawabku, dia memasang ekspresi cemberut terlebih dahulu.

"Kenapa?" tanyaku pura-pura bingung.

"Gapapa" jawabnya singkat.

Narik kursi sendiri kali, batinku.

Ya, pasti Shania cemberut karena aku tidak menarikkan kursi untuknya.

"Yang tadi papasan sama kita, yang nyapa lo tadi"

"Ooh. Temen kampus gue"

"Dua-duanya" tanyanya lagi, kali ini dengan nada curiga.

"Ya, bisa dibilang gitu" jawabku. "Yang cowok namanya Samuel, yang cewek namanya Mia. Pacarnya"

Ya, tadi aku berpapasan dengan Samuel dan Mia.

Sialan, pasti di kampus besok akan mulai beredar gosip tentang 'Adrian punya pacar'.

Ya tapi aku sedikit bersyukur karena yang berpapasan denganku dan Shania tadi bukan rombongannya Rafli dan yang lain.
Bayangkan saja, Jose yang pasti akan meledekku habis-habisan, Rafli yang akan bengong saja melihat Shania, bahkan mungkin dia akan menampari dirinya sendiri lagi. Ditambah pacar mereka, ya mungkin Dinda akan diam saja, tapi Sarah.....
Di kampus, Sarah memiliki julukan cucunya admin Lambe Turah. Tidak ada gosip tentang anak-anak kampus yang tidak dia ketahui.
Sebenarnya efeknya sama saja, aku akan jadi topik gosip. Yang membedakan hanya waktu dimulainya, kalau bertemu Samuel gosipnya akan dimulai besok, sedangkan kalau bertemu Rafli makan detik itu juga gosipnya akan dimulai dan besok pasti sudah menyebar luas.

Ya sudahlah ya.

"Kenapa sih?" tanyaku lagi.

"Yang cewek kok tatapan kayak lain gitu ke lo" kata Shania semakin curiga.

"Nia,..... Mia itu pacarnya Samuel, Samuel temen gue. Gak mungkin gue ada apa-apa sama Mia. Lo jangan mikir yang aneh-aneh deh" balasku.

"Gue curiga nya kalian punya masa lalu yang...."

Kampret! Nih anak kok bisa-bisanya tahu ya?
Firasat cewek lebih menakutkan ternyata.

"Udah lah, kita pesen makan aja dulu" kataku saat ada pelayan yang menghampiri meja kami dan menyerahkan menu.

Mbak-mbak pelayan itu tersenyum sambil bersiap mencatat pesanan kami.
Memang diwajibkan ramah pada pelanggan mungkin ya, atau memang orangnya murah senyum.

"Nanti aja deh, gue masih nunggu orang"

"Siapa?" tanyaku penasaran.

"Ada deh" jawabnya dengan nada centil.

"Kalo gitu, gue pesen duluan ya"

"Enak aja. Makan bareng!" perintah Shania.

"Ya udah.. Ya udah..... Mbak, saya pesen minum aja dulu, Lemon Ice Tea satu ya" kataku pada mbak-mbak pelayan. "Lo mau apa, Nia?"

"Gue nanti aja deh. Sekalian"

"Ya udah, itu dulu aja mbak"

"Ditunggu ya, mas" balas mbak pelayan tersebut sambil tersenyum.

Ini mbak-mbak pelayan jangan ngasih senyum terus bisa gak sih?, batinku.

Bukannya aku tidak suka diberi senyuman, tapi gadis didepanku ini bisa salah paham dan marah-marah lagi nanti.

"Gue pinjem HP lo dong" pinta Shania kemudian saat mbak pelayan tadi pergi.

"Buat?"

"Pengen liat foto-foto gue waktu itu"

"Oh" balasku singkat lalu memberikan HP-ku pada Shania.

"Ini pola-nya gimana?" tanyanya sambil menunjukkan layar HP-ku padaku.

Aku lalu menggerakkan jari ku membentuk pola setengah hati untuk membuka layar HP-ku.

"Wallpaper nya Shani? Biar apa?" sindirnya. "Dipikir gue cemburu?"

"Yeee..... orang wallpaper gue emang gitu dari sebulan lalu" balasku.

Tiba-tiba mbak pelayan tadi kembali sambil membawa pesananku dan meletakkannya di meja.

"Silahkan, mas" katanya sambil memberikan senyuman lagi.

"Makasih, mbak" jawabku.

Aku sedikit mengaduk-ngaduk minumanku menggunakan sedotan.
Tapi tiba-tiba Shania mengambil gelasku dan langsung meminum minumanku itu.

Mau apa sih nih anak, batinku.

"Kok lo ngeselin banget sih hari ini?"

Shania hanya membalas dengan memberikan senyuman manisnya.

"Ciuman gak langsung" kata Shania lalu menyodorkan minuman itu padaku. "Minum!"

"Hah? Gak usah. Buat lo aja" jawabku.

"Oh lo maunya ciuman langsung? Disini? Sekarang? Mesum banget sih" kata Shania memajukan wajahnya seperti hendak menciumku.

"Ya udah ya udah, gue minum" kataku akhirnya.

Shania kembali memberikan senyuman manisnya.

57911d4217ec57c10372ac5313cf078a.jpg


Huft~
Aku hanya bisa menghela nafas saja menanggapinya.

Kemudian aku membuka tas-ku dan mengambil buku sketsa ku.
Lebih baik baik melanjutkan menggambar sketsa wajah Shani saja yang dulu sempat tertunda.
Ya sebenarnya dulu waktu di bus. aku menggambar sketsa wajah Shani bukan Shania. Hehehe.
Biar dia baper aja kan.

"Eh, mau gambar gue lagi ya" tuduh Shania dengan PD-nya, lalu merebut buku sketsa ku.

Tunggu, jika Shania melihat isi buku sketsa ku, maka akan ketahuan kalau.....

"Kok gak ada gambar gue? Kok malah Shani?" tanyanya.

Apa Shania tidak melihatnya?

"Emang waktu itu gue bilang kalo yang gue gambar itu lo? Gak kan. Orang emang dari awal yang gue gambar Shani" balasku.

Shania lalu mengembalikan buku sketsa ku sambil menatap sinis.

Aku membuka-buka buku sketsa ku halaman demi halaman.

Kenapa tidak ada?
Bukankah waktu itu sebelum menggambar sketsa wajah Shani, aku sempat menggambar sketsa wajah,.....

Ah, sudahlah.
Lanjut gambar.
.
.
.


Don’t sleep
Don’t wake me up~
Don’t sleep
Don’t wake me up~


Lagu siapa nih? Enak juga, batinku.

"Nia, gue pinjam HP lo dong" kataku pada Shania uang masih mengutak-atik HP-ku.

"Buat?" tanyanya sambil menyerahkan HP-nya padaku.

"Nyari lagu" jawabku cepat lalu menerima HP-nya.

Setelah itu, Shania kembali mengutak-atik HP-ku.

Ngapain sih?, batinku.

"Pin-nya berapa?" tanyaku.

"1808" jawabnya tanpa melihatku.

"Ha.. Ha. Seriusan" kataku sambil tertawa garing.

"Emang itu" jawabnya. "Coba aja"

Aku lalu mengetikkan angka tersebut ke HP Shania.

Lah, beneran, pikirku.

"Biar apa coba?" tanyaku.

"Biar gak kelupaan, kan bentar lagi" jawabnya.

"Ya udah, gue tunggu ya kadonya" balasku.

Shania kembali tersenyum. Manis sekali.

"Trus jaket gue mana?" tanyaku kemudian. "Kan lo udah gue kasih kado kemarin. Harusnya jaket gue lo balikin dong" tagihku.

"Gak mau" tolaknya. "Buat gue aja, gue suka soalnya. Ada aroma lo disitu"

Astaga, jaket kesayangan gue disita nih ceritanya?
Gue gak bisa manggil om shirohige 'ayah' lagi dong, batinku.

Jaketku yang sedang 'disita' oleh Shania itu memiliki lambang Shirohige dibelakangnya.

"Kado dari gue juga kok gak lo pake?" tanyaku kemudian.

"Males. Nanti lo jahilin gue lagi, lo tarik-tarik kayak dulu" balasnya.

Iya, Nia. Jangan lo pake, nanti gue bisa bener-bener jatuh cinta lagi sama lo, batinku.

Oke sekarang saatnya mengidentifikasi lagu ini.
Aku membuka salah satu aplikasi di HP Shania dan setelah mengetahui judul dan penyanyi lagu tadi, aku mengembalikan HP-nya.

Dan sekarang lanjut menggambar.

Nah, sementara aku menggambar, silahkan kalian baca bagian lanjutan tentang kemarin. Hehe.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Udah, lo langsung masuk kamar gue aja" kataku pada Shania saat dia hendak mengikutiku masuk ke kamar Shani.

Shania langsung menuruti perkataanku dan masuk kedalam kamarku.

Shani, maafin aku ya. Pinjem kamar kamu sebentar buat naruh Stefi, batinku.

Aku kemudian menaruh tubuh Stefi di ranjang dan menutupinya dengan selimut.

Saat aku membalikkan badan hendak menyusul Shania, aku merasa tanganku dipegang seseorang. Aku menoleh dan,.....

"Pinter banget sih, aku dibuat lemes duluan biar kalian bisa berduaan doang" kata Stefi.

Aku lalu mendekatinya dan mengelus kepalanya, merapikan rambutnya.

"Itu masih bisa bangun enggak?" tanya Stefi lagi.

"Tenang aja" balasku.

Ya, tenang saja. Dia pasti masih bisa bangun, dia sudah cukup 'beristirahat' beberapa hari, dan hari ini sepertinya memang saatnya dia beraksi dan melakukan tugasnya.

"Udah kamu istirahat aja dulu" kataku lagi.

"Cium dulu dong" pinta Steffi dengan mata masih terpejam.

Aku langsung menuruti permintaannya dan mencium keningnya sebentar.
Tidak ada reaksi dari Stefi.

Cepet banget. Udah tidur aja nih anak, batinku.

Aku lalu keluar kamar dan menutup pintu lalu berjalan ke kamarku.

Didalam kamarku, Shania sudah menungguku dengan tatapan menggoda. Dia seperti sengaja menutupi tubuh menggunakan selimut tapi dia tetap memamerkan kemulusan pahanya.

"Lo gak gerah apa daritadi masih pake kaos?" tanyanya.

"Telanjangin gue Nia!" pintaku menggodanya.

Shania lalu menghampiriku dan langsung melepaskan kaosku kemudian melemparkannya begitu saja. Setelah itu dia menciumku lagi.
Aku sempat dibuat kaget olehnya karena ciuman yang Shania berikan bukan ciuman nafsu tapi ciuman kasih sayang. Cukup lama kami berciuman sampai akhirnya Shania menyudahinya lalu menempelkan keningnya pada keningku.

"Gue sayang sama lo" kata Shania lirih.

"Gue juga" balasku.

"Enggak. Beda. Rasa sayang gue sama lo gak sama kayak rasa sayang lo sama gue"

Aku hanya diam mendengar pernyataan Shania. Mungkin dia benar.

"Gue sayang lo dari dulu, udah lama. Mungkin sejak kita SMP" kata Shania lagi. "Tapi waktu itu gue cuma ngira itu cuma 'cinta monyet' aja, cinta anak-anak. Tapi semakin hari perasaan itu makin besar"

"Nia, sebenernya,...." aku tidak jadi melanjutkan kalimatku.

Shania menatapku, menunggu apa yang akan kukatakan.

Sepertinya aku memang harus mengatakannya. Aku menghirup nafas dalam, mengumpulkan keberanianku.

"Sebenernya gue takut, Nia. Gue takut kehilangan lo. Gue takut ngambil resiko. Gue takut nanti kisah kita gak berakhir indah" kataku padanya. "Ya, alasan gue cuma satu. Gue takut, Nia. Gue penakut. Gue pengecut" tambahku.

"Makasih udah jujur" balas Shania sambil sedikit menitikkan air mata. "Lo bukan pengecut kok, lo udah berani jujur kan sekarang"

Jangan nangis dong, batinku.

Aku mengusap air matanya yang mulai turun membasahi pipinya.

"Ah udah lah, kok malah mellow gini sih?" kata Shania kemudian mencium pipiku. "Lanjutin yang tadi yuk!"

Aku langsung tertawa kecil menanggapinya. Aku bingung dengan yang ada di pikirannya. Setelah apa yang kukatakan tadi, dia masih ingin melanjutkannya?

"Kok lo diem aja?" tanyanya padaku. "Perlu dibang- Udah bangun aja" kagetnya saat membelai penisku.

"Buat lo, dia akan selalu bangun" jawabku sambil tersenyum.

Shania juga tersenyum ke arahku lalu dia menarikku hingga aku menindihnya di ranjang. Setelah itu kami kembali berciuman dengan liar. Ciuman penuh nafsu.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Maaf ya, lama gak nunggu nya?" tanya seseorang yang baru tiba.

"Stefi?"

"Iya, gue nyuruh Stefi kesini" jawab Shania.

Oh, jadi yang ditunggu Shania daritadi itu adalah Stefi.

Ya ampun nih anak hari ini kok keliatan cantik banget sih?, batinku.

Maaf ya, sepertinya cerita nya harus ditunda lagi. Ada Stefi yang baru datang soalnya, tapi jangan nyalahin Stefi lho! Awas aja kalo berani.

Stefi kemudian duduk di sebelah Shania dan meminum minumanku.

"Ini punya siapa? Minta ya" kata Stefi setelah meminum minumanku.

IMG-20180517-002633.jpg


Ini kok kesannya miskin banget sih, satu gelas buat tiga orang.

"Harusnya kamu minta ijin dulu baru minum" kataku pada Stefi.

"Sorry"

Aku lalu memanggil pelayan karena kami akan memesan sesuatu.
Mbak pelayan tadi kembali dan menyerahkan menu pada kami bertiga.

"Ian!" panggil Shania.

Firasat ku langsung merasa tidak enak.

"Lo pesenin buat gue ya. Gue lagi males pesen"

b577d84cdfd8e248e149d72d54845439.jpg


Mau ngetest apa lagi nih anak?

"Aku Fettuccine Japanese Mushroom Cream sama minumnya Strawberry Juice" kata Stefi yang sudah memesan.

"Oke, mbak. Buat saya... Linguine Genovese with Bacon, yang beef ya mbak. Minumnya Lemon Ice Tea, lagi. Hehe" kataku. "Trus buat cewek pemales ini,...."

"Pacar. Saya pacarnya mbak" potong Shania.

Apa'an sih? Malah ngaku-ngaku nih anak, batinku.

"Buat dia,.... Hhmmm...."

Aku melihat-lihat menu dengan tatapan gelisah, kebingungan dengan apa yang akan aku pesankan untuk Shania.

Ini gue salah pesen, kelar idup gue, batinku.

"Minumnya dulu aja deh.
Eehhhmm..... Hot Cho...."

Aku sedikit melirik Shania, dan dia sedang melihat HP sambil mengibas-ngibaskan tangannya seperti sedang kepanasan.

"Gak jadi, mbak gak jadi. Yang dingin dingin aja. Eeehhmmm....... Ho...ney....... Ci...tron........"

Aku melirik Shania lagi, kali ini dia tidak bereaksi apapun.
Baguslah.

"Honey Citron Ice Tea" kataku dengan yakin. "Sama makannya Spaghetti Bolognese"

Tiba-tiba Shania meletakkan HP yang dari tadi dipegangnya ke meja dengan cukup keras.

Mati gue!, batinku.

"Kok pasta sih?!" bentaknya. "Gue kan udah bilang kalo gue lagi diet!"

"P-pasta gak bikin gemuk, Nia. Malah bagus buat nurunin berat badan" balasku.

"Gimana sih? Pasta kan sama kayak mie, nanti pasti ngembang diperut!" tambahnya.

Nih anak kok sok tau ya. Pasta dan Mie itu beda!, batinku.

"Lagian kemaren kan gue udah makan mie" omelnya.

Ini juga, mana mungkin aku lupa, kejadiannya baru kemarin dan kami makannya bersama-sama. Bagaimana aku bisa semudah itu melupakannya.

Stefi yang berada disamping Shania hanya menutup mulutnya menggunakan tangan menahan tawa.

"Ya udah gue pesenin yang lain ya" kataku mengalah. "Yang tenang ya"

Aku kembali melihat-lihat menu,....

"Half Organic Chicken with Wasabi Pepper ya, mbak"

Shania kembali meletakkan HP yang dari tadi dipegangnya dengan cukup keras ke meja. Bahkan kali ini lebih keras dari yang tadi.

HP gue.......!!!!, batinku.

Itu masalahnya, HP yang daritadi 'dibanting' oleh Shania adalah HP-ku.

"Lo gimana sih? Kok malah daging?!" bentaknya lagi. "Itu kan protein, bikin gemuk. Belum lagi nanti gue bisa jerawatan juga"

Ya tuhan, berikanlah hambamu ini ketabahan.

"Oh...... atau lo sengaja mau bikin gue gemuk, bikin gue jerawatan? Iya? Iya?" Shania masih saja mengomel.

Stefi kembali hanya menahan tawa melihat debatku dengan Shania, tapi kali ini dia tidak sendirian karena mbak pelayan juga sedang melakukan hal yang sama dengannya.

"Ya udah, ini aja deh, apa.... Risotto in Ikasumi Sauce" kata Shania akhirnya.

"Katanya lo lagi diet, risotto kan dari nas....." kataku menggantung. "Kalo lo emang punya pilihan sendiri dari awal kenapa lo gak pesen sendiri" omelku.

"Gak peka banget sih. Gue pengen ngetest lo, serius apa enggak sih sama gue?"

Huft~
Aku kembali menghela nafas.

"Ya udah, mbak. Itu aja" kataku pada mbak pelayan.

"Gak jadi, mbak. Gak jadi" cegah Shania saat mbak pelayan tadi hendak pergi.

Astaga, mau apa lagi sih?, batinku.

"Ini aja, hhmmm.... Ah! Spaghetti Bolognese"

"Udah itu aja?" tanya mbak pelayan.

"Udah. Makasih ya" jawab Shania.

"Iya ditunggu ya" kata mbak pelayan tadi lalu pergi setelah mencatat pesanan kami.

Aku hanya memandangi Shania dengan tatapan kesal.

"Kenapa ngeliatin gue kayak gitu? Mau marah?" tanya Shania sambil memainkan HP tanpa melirikku.

Tiba-tiba mbak pelayan tadi kembali lagi.

"Dessert nya?" tanya mbak pelayan lagi.

Duh, mbak. Jangan memperkeruh suasana lagi dong, batinku.

"Gue pesen sendiri aja" kata Shania. "Mbak, saya pesen...."

"Cheescake with Yogurt Sorbet" kataku dan Shania bersamaan.

"See...." kataku sambil menatap Shania. "Gue tau kan"

"Saya Banana Tiramisu ya, mbak" kata Stefi.

"Saya Melted Choco Berry Cup" tambahku. "Sama saya pesen appetizer juga, Caesar Salad ya mbak. Buat dia!" kataku sambil menunjuk Stefi.

"Aaaahhh...... kok....." keluh Stefi lalu memasang ekspresi cemberut.

"Udah janji mau makan sayur kan" balasku.

"Aaahh...... tapi...... Kak Nia" Stefi meminta pertolongan pada Shania.

"Kamu udah janji, Stef" balas Shania.

"Sayurnya banyakin ya, mbak" kataku lagi.

"Iya, mas" jawab mbak pelayan tadi.

"Mbak, jangan....." Stefi masih merengek.

Sorru ya, Stef. Sorry kalo gue harus lampiasin kekeselan gue ini ke lo. Salahin Shania tuh, batinku.

"Mbak buat pesenannya dia,....." kata Shania sambil menunjukku.

Firasat ku langsung tidak enak.

"Tambahin saus tomat. Udah itu aja, mbak" lanjut Shania.

"Ditunggu ya" mbak pelayan itupun lalu pergi berlalu.

"Mbak jangan mbak" aku berusaha mencegah mbak pelayan tadi tapi terlambat.

Ya, selain wortel, aku juga tidak suka tomat. Pokoknya sayuran yang tidak berwarna hijau, aku tidak suka.

IMG-20180517-002632.jpg


"Rasain!" ledek Stefi.

Ah sudahlah, batinku.

Eh, tunggu! Ini kami memesan makanan cukup banyak, mereka bayar sendiri-sendiri kan.

"Tenang, Stef. Dibayari Ian kok" kata Shania memutuskan sepihak.

"Oh, I see" jawab Stefi. "Ciee~ yang baru jadian nih ya. Langsung traktiran aja"

Jadian apa?, batinku.

Aku dan Shania tidak,.....

Nah, karena aku sedang sedikit kesal pada Shania dan sepertinya akan bertambah kesal karena aku sedang lapar. Jadi kembali cerita soal semalam lagi ya.
Sekalian menjelaskan hubunganku dan Shania sekarang.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Plok!!

Plok!!!

Plok!!

Plok!!!

"Aaaahhh...... Gila!!! Aaaarrggghh....."

Shania meracau tidak karuan saat aku sedang menggenjotnya dari belakang. Bukan di vaginanya tapi di...

"Kenapa gak dari dulu aja sih lo nganalin gue?! Aaaarrrggghhhh.... Enak.... Gila!!"

Ya, aku sedang menggenjot lubang anusnya. Aku sedang menganal dirinya. Padahal aku tadinya tidak benar-benar berniat menganal dirinya, tapi karena Shania memaksa dengan alasan 'dia merasa bersalah padaku karena tidak menyerahkan perawannya padaku'. Jadi sebagai gantinya, dia memberikan 'lubang perawan'nya yang lain.

Dan sepertinya, Shania sudah menjadi maniak gara-gara aku menganal dirinya. Padahal tadi saat proses penetrasi dia tidak henti-hentinya memaki-maki diriku. Tapi sekarang hasilnya,..... malah dia minta semakin dikasari.

Ya, memang tidak kuceritakan bagaimana awalnya, bagaimana proses penetrasinya. Karena kurasa tidak, sama saja dengan saat bersama Stefi, bedanya kalau Shania lebih sulit. Bukan, bukan karena lebih sempit, sepertinya sama saja. Tapi yang membuatnya sulit itu adalah, ya karena Shania memaki-maki diriku saat proses penetrasi.
Tapi sekarang dia malah minta lebih dikasari.

"Tampar! Aaahh..... Tampar pantat gue!! Aaaahh....." teriak Shania.

Tanpa menunggu lama, aku langsung menuruti permintaannya.

PLAKK!

PLAAKK!!

PLAAAKK!!

"Aaahh.... Gila lo,..... Enak banget sih..... Aaaaaahhhh......." Shania semakin meracau tidak karuan saat kutampar pantatnya.

Tapi aku belum puas hanya dengan itu, aku menjambak rambutnya sehingga Shania mendongakkan kepalanya.

"Aaasssshhh...... Iyaaa...... Pinter banget sih Sssshhh....."

Shania sepertinya semakin menikmati saat dikasari, ini seperti.....

Ah, sial!
Betapa bajingannya diriku, aku sedang bercinta dengan sahabatku sendiri dan pikiranku sedang memikirkan mantan?

Aku mengulurkan tanganku melewati paha Shania sebelum jarinya sampai di bibir vaginanya.

"Yang dicoblos yang mana, yang banjir yang mana" kataku meledek Shania yang ternyata vaginanya sudah banjir.

Vagina Shania yang sedang kosong mengalirkan cairan cintanya yang terus mengucur deras.

Shania melenguh semakin kencang saat aku merangsang vaginanya.

"Aaaahhh....... Iaaaann!! Lo nakal banget sihh... Ahhh... Udah nganalin gue... Mmmhhh.. Memek gue masih maenin jugaaaaa......!!"

"Astaga! Itu kak Shania beneran di anal?!" terdengar suara dari depan pintu.

"Ahh... Iya, Stef! Ahh..... enakkk bangettt!" jawab Shania. "Kok berhenti sih? Ayo lanjutin" perintah Shania padaku karena aku tadi sempat menghentikan gerakanku sebentar.

Mendengar perintah Shania, jari-jariku kembali mengocok vagina Shania dan terkadang menggesek-gesek klitorisnya sementara penisku terus memompa anus Shania.

“Udah berapa ronde nih?” tanya Stefi.

“Gila, Stef.. Aku udah keluar dua kali.. Aahh....! Ian belum keluar juga..... Sssshh...... Aaahh.....” desah Shania tak karuan. "Bentar ya..... kamu kan tadi udah banyak...... Ssshh..... Aaah....!!"

"Bentar hah..... ya, Stef" kataku pada Stefi menyuruhnya menunggu sebentar.

"Eh, apa'an?!" kaget Stefi. "Aku mau pamit, aku mau pulang" tambah Stefi.

"Kok buru-buru,... hah... hah.... nginep aja" balasku masih dengan menggenjot Shania.

"Aku ada perlu, ada tugas dari kak Shania. Ya kan, kak" kata Stefi lagi.

"Itu bisa besok aja, Aaahh..... Udah lah sini!" ajak Shania lagi.

"Gak deh, kak. Lagian aku takut dicariin orang rumah" tolak Stefi. "Udah, ah. Kalo aku kelamaan disini lihat kalian, nanti aku malah pengen lagi"

Mendengar Stefi berbicara seperti itu, aku menarik Shania agar sedikit menegakkan badannya, lalu aku menciumi lehernya dari belakang berusaha memancing lagi birahi Stefi. Tentu saja aku melakukannya dengan pinggul masih tetap bergerak maju mundur di belakang pantat Shania.

"Ah,.. udah,... ah" keluh Stefi. "Cium dulu"

Kemudian Stefi mendekatiku dan mencium pipiku sebentar.

"Puas-puasin ya" bisik Stefi. "Kak Shania, manfaatin sebaik-baiknya" nasihatnya pada Shania.

Shania tidak menjawab, dia hanya menganggukkan kepalanya sedikit.

"Hati-hati ya, Stef" kataku. "Gak mau nunggu dulu? Aku anterin" tawarku.

"Gak ah, pasti bakal lama. Udah ya, dah~" Stefi pamit.

Setelah Stefi pergi, aku kembali memfokuskan perhatianku pada Shania. Sambil tetap menggenjot anusnya, aku terus menciumi lehernya dan jari ku juga mengocok vaginanya.

"Lo ngasih 'tugas' apa ke Stefi?" tanyaku pada Shania yang masih melenguh keenakan.

"Ra..ha...si..Aaaahh"

"Oh, udah mulai bandel ya. Main rahasia-rahasian sama gue?"

"Iya, gue bandel Ian.... Sssh.... Aah... Hukum gue.... Aaahh....."

Aku mempercepat semua gerakanku, gerakan tangan dan gerakan pinggul.
Tak tahan dirangsang seperti itu Shania pun mencapai puncak kenikmatannya tak lama kemudian.

"Aaaahh...... Aaaahh...... Aaaahh......!!!!"

Aku merasakan vagina Shania menyemprotkan cairan dalam jumlah banyak. Tapi karena tanggung, aku melanjutkan genjotanku membiarkan Shania menggeliat-geliat keenakkan. Sensasinya benar-benar menyenangkan hingga tidak seperti sebelumnya aku tidak yakin kapan akan keluar lagi.

Desahan Shania yang terdengar begitu merdu di telingaku ditambah mengingat hari ini aku sudah mengambil 'perawan' dari dua orang gadis, Shania & Stefi. Dua gadis idola yang rela memberikan keperawanan anus mereka padaku membuatku semakin bernafsu saja.

Ughhh sempit banget sih!, batinku.

"Aaakkhh!! Gilaa!!!" teriakku.

"CRRROOOTT!! CRRROOOTT!! CRRROOOTT!!"

Tanpa bisa ditahan lagi, aku menyemburkan spermaku kedalam anus Shania. Shania hanya bisa tercekat sambil terpejam dengan mulut menganga. Sementara vaginanya yang masih kumainkan terus menyemprotkan cairan bening seperti sedang mengalami kebocoran.

Tubuh Shania seketika ambruk kedepan karena lemas, dan entah karena juga merasa lemas atau karena penisku manis tertancap di anusnya, aku juga ikut ambruk menindih Shania.

PLOP!!

Aku melepas penisku dan berguling berbaring di sebelah Shania sambil mengatur nafas. Shania masih saja terlentang di sebelahku dengan mata terpejam.

"Nia..... Oi! Nia,..... Bangun! Nia!!" panggilku.

"Kenapa sih sayang?" jawab Shania terengah-engah.

"Oh.... kirain pingsan"

"Hah... hahh... Bentar ya gue ngatur nafas dulu..." balas Shania dengan mata masih terpejam.

Tunggu, Shania barusan memanggilku 'sayang'?
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Ya, karena Shania nya masih mau ngatur nafas dulu, jadi ditunda lagi ceritanya.
Lagipula sekarang sedang ada kejadian lucu.

"Lo kok gak makan?" tanya Shania padaku.

"Bentar. Hehehe" jawabku singkat sambil cengengesan.

Shania sedang asyik memakan spaghetti nya, sedangkan aku sendiri belum menyentuh makananku. Bukan karena ada saus tomat nya, mbak nya baik kok. Saus tomat nya dipisahkan. Aku hanya sedang memperhatikan Stefi yang tengah berusaha menghabiskan salad nya. Sesekali dia memandangku dengan ekspresi cemberut.
Ekspresinya itu lho, lucu tauu.

Lah, kok pake nada Shani tadi, batinku.

"Sini aku bantu" kata Shania lalu mengambil sebagian salad milik Stefi dan memakannya.

"Makasih ya, kak Nia" balas Stefi sambil tersenyum kearah Shania.

"Jangan gitu dong, Nia. Itu kan biar Stefi...."

Tunggu, seperti ada yang salah disini.

"Udah lah, biarin. Kasihan juga" balas Shania. "Lo makan gih, nanti keburu dingin atau mau gue suapin?"

Apa'an sih, batinku.

Selesai menghabiskan salad nya, Stefi langsung meminum jus nya dan menghabiskannya. Tapi sepertinya itu tidak cukup untuknya karena setelah itu dia mengambil gelasku dan sepertinya berniat untuk menghabiskan isinya juga.
Kemudian Stefi memanggil pelayan.

"Mbak, saya pesen Strawberry Juice lagi ya" kata Stefi.

"Saya juga pesen Lemon Iced Tea lagi, mbak" tambahku.

"Pesen minum terus, mas. Gak beser?" tanya mbak pelayan tersebut.

Aku tidak menjawab pertanyaannya dan hanya menunjuk kearah Stefi yang masih meminum minumanku.
Mbak pelayan tadi lalu mengangguk dan tersenyum.

"Ditunggu ya" kata mbak pelayan itu lagi.

"Stef, kamu kok sekarang kalo manggil Shania, 'kak Nia'?" tanyaku.

"Kenapa? Gak boleh?" tanya Stefi.

"Yang boleh manggil aku 'Nia' cuma Ian aja, Stef. Dia suka cemburu kalo ada orang lain yang manggil aku 'Nia' juga"

"Heh?!"

"Kamu manggil aku kayak biasanya aja" balas Shania.

"Ooohh.... jadi kayak semacem panggilan kesayangan kalian gitu?"

"Ya bisa dibilang gitu" jawab Shania.

"Jadi kalian beneran udah pacaran? Trus ci Shani gimana dong?" tanya Stefi lagi, kali ini dia sedikit melotot ke arahku.

"Gak!!"

"Udah!"

Aku dan Shania menjawab bersamaan tapi dengan jawaban yang berbeda.

"Eh, ci Shani udah tau belum kalo kalian pacaran?"

"Aku sama Nia gak pacaran, Stef" bantahku.

"Trus apa dong?"

"Sahabat" jawabku singkat.

"Sahabat tapi mesra?" tanya Stefi.

"Sahabat aja"

"Sahabat rasa pacar" jawab Shania.

Terserah lah, batinku.

Lebih baik aku mulai makan saja.
.
.
.
.
.
Nah, sekarang kami sudah selesai makan. Meskipun kami sudah selesai makan, tapi kami masih berada di restoran ini. Padahal kami juga sudah membayar makanan kami. Iya, kami. Bukan aku yang membayar semuanya.
Meskipun mereka memakai berbagai macam alasan agar aku yang membayar. Tapi itu tidak mempan.
Dan alasan kenapa kami masih disini dan belum beranjak adalah,.... Wi-fi. Memang dasarnya manusia pencari wi-fi gratisan ya begini.

"Eh, aku kok tiba-tiba kangen ci Shani ya" kata Stefi tiba-tiba. "Video call ci Shani yuk!" ajaknya.

"Ayok! Ayok!" balas Shania antusias. "Aku juga kangen Shani"

Aku memandang Shania curiga, entah firasat ku mengatakan kalau sebenarnya Shania tidak benar-benar merindukan Shani.

"Eeh!! Kak Shania bisa aja, ngomong aja kalo pengen bikin ci Shani cemburu" kata Stefi.

Shania hanya menanggapi Stefi dengan meletakkan telunjuknya di depan bibirnya.

"Ya gitu, kalo kangen sama orang, yang dihubungin orangnya. Bukan nyokapnya" sindirku.

"Iann!" bentak Shania.

"Hihihi"

Stefi hanya cengengesan mendengar sindiranku pada Shania.

"Pinjem HP lo" kata Shania yang langsung mengambil HP-ku tanpa persetujuanku terlebih dahulu. "Aku pengen tau reaksi Shani kalo aku video call tapi pake HP Ian" bisik Shania pada Stefi.

Ya, berbisik. Tapi aku masih bisa mendengarnya.

Tak lama Shania dan Stefi seperti menyapa seseorang dari layar HP-ku.
Sepertinya mereka sudah mulai.

34173797-807579392773734-880078175210569728-n.jpg

.
.
.
.
.
Cukup lama juga Shania & Stefi melakukan video call.

Yang jadi pertanyaanku, apa benar mereka sedang video call dengan Shani?
Memang apa saja yang dibahas?
Aku tidak terlalu memperhatikannya karena aku sedang asyik memakan salah satu hidangan dessert. Habisnya aku bosan melihat orang yang lalu-lalang didepan restoran, jadi daripada aku bengong. Ya sudah, aku memesan makanan lagi saja, memesan dessert. Tapi menu yang aku pesan sekarang berbeda dengan yang ku pesan tadi, ini menu yang sama seperti yang dipesan Stefi. Entah kenapa, kelihatannya 3nak sekali saat Stefi memakan menu ini tadi.

"Mau liat Adrian?" tanya Shania pada layar HP-ku. "Tuh!"

Shania menghadapkan layar HP ke arahku. Dan bisa kulihat kalau memang Shani yang sedang video call dengan Shania.
Mereka tadi tidak terdengar 'ribut' apa mereka jadi 'akrab'?
Ya, sebenarnya pada dasarnya mereka memang akrab sih.

"H-Hai" sapaku sambil melambaikan tangan dan tersenyum.

"Kak Aadddsss~"

Ada dia juga ternyata, batinku.

"KANGEN!! KANGEN!! KANGEN!! KANGEN!! KANGEN!! KANGEN!! KANGEN!! KANGEN!! KANGEN!! KANGEN!! KANGEN!! KANGEN!! KANGEN!! KANGEN!! KANGEN!! KANGEN!!"

Entah berapa kali Gracia mengucapkan kata 'kangen' padaku. Itu membuatku sedikit tersenyum, apalagi saat Shani mulai mengomeli Gracia karena 'menganggu' momenku dengannya.

"Eh, itu kupluk punya siapa?" tanya Shani kemudian.

"Dikasih Stefi kemaren" jawabku. "Aku kan menghargai pemberian orang" kataku lagi sedikit menyindir Shania lagi.

Shania langsung melotot ke arahku.

"Kenapa kamu nanya gitu?" tanyaku pada Shani.

"Gapapa, cuma kamu kelihatan makin....."

"Kak Ads makin ganteng deh!" celetuk Gracia.

"Gree,... kan aku mau ngomong itu duluan"

"Salah sendiri kelamaan" balas Gracia.

Aku sedikit tersenyum melihat tingkah mereka itu.

"Aku bangga sama kamu" kata Shani tiba-tiba. "Kamu bisa beresin masalah kamu sendiri"

"Cepet pulang ya, Shan" balasku sambil tersenyum. "Aku kangen kamu"

Shania dan Stefi saling lirik satu sama lain begitu mendengar pengakuan rasa rinduku pada Shani.

"Kalo aku? Kangen aku gak kak?" tanya Gracia tiba-tiba.

"Gree"

"Iya deh, kangen juga" jawabku.

Mendengarku mengatakan hal itu, Shani membuka bibirnya bersiap meneriakkan namaku.

"Tapi lebih kangen ke kamu, Shan" tambahku lagi yang membuat Shani tidak jadi mengomeliku. "Rasa kangen aku ke kamu, lebih besar jutaan kali lipat dari rasa sayang aku ke Gracia"

Sekarang Shani malah tersipu malu.

"Iihh.... kak Ads pinter banget sih ngerayu nya" puji Gracia. "Pinter juga bikin aku patah hati. Hu.. hu..." Gracia membuat suara seperti sedang menangis lalu bersandar di bahu Shani.

"Tunggu aku ya" kata Shani sambil tersenyum.

"Trus hubungan kak Ads sama ci Shania sekarang apa?" tanya Gracia. "Balik ke cuma 'temen' atau malah.... naik jadi-"

"Tetep sahabatan kok" jawabku.

"Sahabat level 2" celetuk Stefi.

"Oh, berarti naik level ya, kak" kata Gracia. "Naik ke level yang lebih tinggi"

"Iiya.... Bisa dibilang gitu" balasku.

"Hehehe" Gracia cengengesan.

Kenapa dia cengengesan?
Dan kenapa juga Shani sekarang memandang sinis ke arahku?
Tidak. Tidak hanya Shani kurasa, tapi Shania dan Stefi juga memandang sinis ke arahku.

Apa salahku, batinku

(TEETTT!!!! D'Masiv!)

Gak! Gak! Gak!
Ini momennya gak pas kalo lo sahutin, kampret! Lagian apa'an itu? Ini bukan kuis!!, pikirku.

"Terinspirasi dari aku ya" kata Gracia lagi.

"Apa?" tanyaku tidak mengerti.

"Itu kan tagline aku buat sousenkyou tahun kemaren"

Oh, aku baru ingat.

"Iya mungkin" jawabku.

Gracia langsung mengembangkan senyum diwajahnya.

"Tapi kayaknya enggak deh" tambahku lagi.

Seketika senyuman di wajah Gracia langsung menghilang.

"Soalnya tagline nya kepanjangan, susah buat diinget" kataku. "Coba kalo bikin tagline nanti yang gampang diinget aja"

"Contohnya?" tanya Stefi.

"Pikirin sendiri dong" jawabku.

Oh iya, ini Shania kok betah ya masih megangin HP gue?, batinku.

Padahal kan yang sedang video call sekarang aku dan Shani. Atau jangan-jangan dia sedang merencanakan sesuatu.

Shania kembali mengarahkan HP-ku menghadap ke arahnya.

"Shah, kamu gak usah buru-buru pulang. Aku masih berusaha bikin Adrian berubah pikiran" kata Shania pada layar HP. "Kamu tau gak? Hubungan aku sama Adrian sekarang itu emang sahabat, tapi sahabat rasa pacar. Kalo gak percaya, tanya aja Stefi. Ya kan, Stef"

Stefi langsung mengangguk tanpa ragu sama sekali.

Sialan!

Dengan cepat aku merebut HP-ku yang berada ditangan Shania.

"Shan, k-kamu jangan percaya soal itu. Aku tetep setia sama kamu kok. Inget! Aku nungguin kamu selama 15 tahun lho" kataku berusaha menjelaskan pada Shani walau dengan setengah panik.

"Bohong itu, ci Shan" kata Stefi. "Kemaren aja ngomongin soal poligami"

"Gak! Gak! Gak gitu, Shan. Aku bisa jelasin. Aku-"

Shani sudah memutus sambungan video call.

"Nia! Lo kok gitu sih?" tanyaku.

"Maaf.... Aku kan cuma bercanda...." balas Shania dengan nada menyesal.

"Bercanda ya bercanda, tapi jangan berlebihan kayak gitu"

"Hihihihi"

Stefi kembali tertawa.

Nih anak kenapa malah ketawa ya? Gak bisa lihat situasinya apa ya?, batinku.

"Aduh.... Maaf.. Maaf. Itu tadi sebenernya kamu lagi dikerjain, Adri" jawab Stefi.

Tunggu, maksudnya......

"Jadi, sebenernya Shani tadi cuma pura-pura?" tanyaku memastikan.

Stefi langsung mengangguk mengiyakan.

"Ci Shani sama ci Shania udah rencanain biar kamu panik aja. Tadi ci Shani cuma pura-pura"

"Gue juga pengen tau omongan lo semalem bener apa gak" kata Shania. "Dan ternyata lo emang gak mau banget kehilangan Shani"

Syukurlah, berarti Shani tidak salah paham.

"Awas lo ya" kataku sambil menunjuk Shania.

"Gue siap 'dihukum' kok" balas Shania.

"Gak!" tolakku. "Kasih tau, Stef"

"Kalo keseringan, feel-nya gak dapet kak" jawab Stefi.

"Tapi- Ada benernya juga sih" balas Shania.

Ting~

Tiba-tiba ada pesan masuk. Dari Gracia.

"Kak, udah tau belum kalo dikerjain?"

"Y" balasku singkat.

"Hehe. Maaf ya, sebenernya aku yang ngusulin buat ngerjain kakak. Pengen tau kakak kalo panik gimana"

"Udah puas?"

"Hehe. Sekali lagi maaf ya kak"

"Shani mana?"

"Lagi sibuk, mau siap-siap buat HS. Makanya aku berani chat kakak"

Waduh, gur berasa lagi selingkuh sama Gracia dibelakang Shani, batinku.

"Ngomong-ngomong muka panik kakak tadi lucu banget deh. Your Cute"

Yang langsung kubalas,...

"NO! You're cute"

"Eh?! Hehehe. Makasih lho, kak." balasnya lagi.

Lah, kenapa sih nih anak? Gue kan cuma mau benerin typo nya dia, batinku.

"Udah dulu ya, aku juga mau HS. Daahh~" tutup Gracia.

"Lagi chat sama siapa sih?" tanya Stefi.

"Gracia" jawabku singkat.

"Emang brengsek lo ya" kata Shania tiba-tiba. "Udah punya Shani, disini juga udah ada gue, masih kurang aja? Mau nambah Gracia juga?"

Apa'an sih?, batinku.

"Pengen ngumpulin yang namanya mirip-mirip kayaknya, kak Shan" celetuk Stefi. "Shani Indira, Shania Junianatha, Shania Gracia, sama Sania Julia"

"Hei! Kok Julie diikutin?" bantahku.

"Oh enggak ya?" tanya Stefi balik. "Tapi kok Gracia gak dibantah?"

"Eh,.... itu......." aku sedikit bingung harus menjawab apa. "Harusnya kan gue yang marah habis kalian kerjain"

"Eh,..... mengalihkan pembicaraan" balas Stefi.

"Apa lagi yang kalian rencanain?" tanyaku pada mereka berdua. "Apa yang kalian sembunyiin"

"Gak ada kok"

"Gak usah bohong, 'tugas' 'tugas' kemaren itu maksudnya apa?" tanyaku lagi.

"Oh iya, hampir lupa" kata Stefi.

Lalu Stefi seperti mengambil sesuatu dari dalam tas-nya.

"Nih, kak Shan"

Tunggu, apa itu seperti yang kupikirkan?

"Tenang, kunci cadangannya ci Shani masih di aku kok. Itu aku disuruh kak Shania bikin kunci duplikat"

"Itu 'tugas' yang kalian maksud?" tanyaku.

"Iya" jawab Shania santai. "Kalo gini kan gue bisa bebas keluar-masuk rumah lo dan lo juga bebas keluar-masuk di....."

Ya gak juga, Nia. Kalo ada Shani, gue gak bisa bebas keluar-masuk di.... Ah sudahlah, batinku.

Ini yang aku takutkan, Stefi selalu bisa memberikanku 'kejutan' yang tidak terduga, dan sekarang ada Shania yang mengarahkannya, memberikannya instruksi. Kejutan dari mereka berdua sepertinya akan semakin tidak terduga.

Nah, karena aku sedang pusing, jadi kembali ke flashback kejadian semalam saja ya. Sekalian penutupan part ini sepertinya.
Daritadi alurnya, maju-mundur, maju-mundur, capek, capek.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Sekali saja, 10 detik saja, peluk aku~
Supaya tak lebih dari ini (peluk aku)
Supaya tak ada yang disesali~

Sekali saja, sebelum kau dengannya, peluk aku~
Supaya tak lebih dari ini (peluk aku)
Supaya tak ada yang disesali~"

Lah, ini gue lagi apa Nia?, batinku.

Ya, saat ini aku memang sedang memeluk Shania dari belakang sambil menaruh daguku dipundaknya, sedangkan Shania sedang duduk di pangkuanku dan menyandarkan kepalanya ke samping kepalaku.
Kami memandang bintang-bintang di langit melalui jendela kamarku. Ya, meskipun bintang yang terlihat hanya sedikit.

"Lo tau tentang dunia paralel?" tanya Shania tiba-tiba.

"Tau" jawabku.

*Dunia Paralel: Sebuah dunia yang berjalan sejajar dengan dunia realita.

"Mungkin didunia itu kita udah pacaran ya" celetuk Shania tanpa menoleh ke arahku.

Mungkin, batinku.

Aku hanya berani menjawab dalam hati, aku tidak berani mengatakannya langsung.

"Iri banget gak sih sama mereka?" tanya Shania lagi.

Aku masih diam tidak membalas perkataan Shania.

"Gue sih iri banget" kata Shania lagi masih tanpa menoleh ke arahku.

"Gue juga" kataku akhirnya.

Shania menggerakan kepalanya dan akhirnya menoleh ke arahku.

"Gue iri sama diri gue di dunia itu" tambahku. "Itu artinya dia lebih berani daripada gue, dia berani buat ambil resiko"

"Lo tadi bilang kalo lo itu pengecut, sekarang malah gue yang ngerasa pengecut,...."

"Maksud lo?" tanyaku yang langsung menoleh ke arahnya.

"Alasan gue putus dari Bobby itu sebenernya...."

Kenapa tiba-tiba dia membahas mantan nya? Kenapa dia membahas Bobby?
Apa jangan-jangan alasan mereka putus memang gara-gara aku?
Padahal waktu itu aku hanya menebak-nebak.

"Gue pernah cerita kalo gue ada masalah sama Bobby kan" kata Shania.

Aku hanya mengangguk pelan.

"Eehhh...... Lupain deh"

"Nia....."

"Gue masih belum berani buat cerita" balas Shania. "Maaf ya, lain kali gue pasti cerita deh"

Apa yang sebenernya lo sembunyiin Nia, batinku.

"Gue mau nanya dong" kata Shania lagi.

"Apa?"

"Tapi lo jangan marah ya" kata Shania. "Nanti gue ditampar lagi kayak tadi"

"Oh iya, maaf ya gue tadi nampar lo" balasku. "Emang mau nanya apa sih?" tanyaku kemudian.

"Hubungan kita saat ini masih tetep sahabatan kan?" tanya Shania ingin memastikan.

Aku hanya mengangguk mengiyakan.

"Artinya gue masih boleh nemuin lo, meskipun ada Shani"

"Ya iya lah" jawabku. "Kenapa lobular nanya sih?"

"Termasuk kalo gue lagi......"

Tunggu aku bisa menangkap kemana arah pembicaraan ini.

"Nia,...."

"Gapapa kok kalo misal harus main bareng Shani juga" potong Shania. "Asalkan gue gak 'jauh' lagi dari lo"

"Nia, sebenernya..... Haduh, gimana gue ngejelasinnya ya?" aku sedikit bingung menjelaskan situasi yang sebenarnya. "Gue ama Shani,... Kita sebenernya.... Gue gak,..... Kita belum...."

Tiba-tiba Shania berdiri dari pangkuanku dan menghadap ke arahku sambil menutup mulutnya dengan kedua tangan.

"Lo ama Shani belum,......" kata Shania seperti tidak percaya. "Padahal kalian satu rumah, tapi kalian gak...."

Shania tidak melanjutkan kata-katanya, tiba-tiba dia menghambur ke arahku dan memelukku.

"Segitu sayangnya lo sama Shani?" kata Shania dengan sedikit tersedu. "Gue bangga sama lo"

Aku hanya diam mendengar perkataan Shania

"Lo tau alasan gue nelfon mama Dian?" tanya Shania lalu sedk8t menjauhkan tubuhnya, tapi tangannya masih merangkul di belakang leherku.

Tunggu, Shania sudah kembali memanggil ibuku dengan panggilan 'mama Dian' lagi?

"Itu karna gue kangen sama lo, tapi gue gak berani buat langsung nelfon lo" lanjut Shania. "Jadinya gue nelfon mama Dian terus curhat. Eh, mama tiba-tiba nyeritain soal lo sama Shani"

Aku masih terdiam.

"Bahkan bukan cuma gue, yang kangen sama lo. Skye juga" tambah Shania. "Makanya waktu kita...."

"Waktu kita.....?"

"Aaahh.... lo tau lah" balas Shania sedikit kesal. "Waktu itu kan Skye ngeliatin kita...."

"Ngeliatin kita ngapain?" tanyaku menggodanya.

Shania kembali memasang ekspresi kesal diwajahnya.

"Iya.. Iya.... Kenapa sih?" tanyaku.

Kenapa jadi bahas Skye ya?, batinku.

"Kayaknya Skye ngeliatin kita, soalnya dia kangen main-main lagi sama lo" kata Shania lagi.

Daripada gue main-

"Daripada main sama Skye, mending 'main-main' sama gue. Ya kan. Itu kan yang lo pikirin" tuduh Shania.

"Hehe.. 100" balasku sambil sedikit nyengir.

"Pacaran yuk" kata Shania tiba-tiba.

Seketika cengiranku menghilang.

"Heehh?!"

"Gue tau reaksi lo bakal kayak gitu" balas Shania. "Kita tentuin lewat janken aja ya"

"Janken?"

"Gunting, batu, kertas"

"Gue tau apa itu janken, tapi maksudnya gimana?"

"Kalo gue menang, lo jadi pacar gue, kalo gue kalah, gue bakal ngejauh dari lo"

"Lo bercanda kan, lo main-main?" kataku memarahinya. "Masa hubungan kita ditentuin lewat...."

Tiba-tiba Shania melepaskan rangkulannya dan memposisikan tangannya seperti ingin menamparku.

Itu membuatku sedikit bereaksi untuk menghindarinya.

Tapi ternyata Shania tidak menamparku.

"Kertas. Gue ngeluarin kertas." kata Shania. "Sekarang terserah lo mau pilih apa?"

Shania memintaku untuk memutuskan bagaimana kelanjutan hubungan kami.

"Inget! Kalo gue menang, lo jadi pac...."

Shania tidak melanjutkan kata-katanya karena aku mengepalkan tanganku di depannya.

"Eh, itu artinya lo,...."

Saat Shania ingin mendekatkan tangannya sebagai tanda kalau dia 'menang', aku segera membuka dua jariku, jari telunjuk dan jari tengah, membentuk gunting.

Shania terbelalak dan memalingkan pandangannya ke samping lalu dia menutup matanya seperti bersiap menerima keputusanku.

"Kalo gue menang, lo harus ngejauhin gue kan" kataku.

Shania masih diam dan menutup matanya.

"Gue gak mau lo ngejauhin gue" kataku lagi saat sudah menempelkan tanganku.

Shania membuka matanya melihat kearah tangan kami lalu beralih melihat ke arahku. Tangan kami, lebih tepatnya telapak tangan kami saling menempel karena pada akhirnya aku membuka seluruh jari ku dan memutuskan untuk mengeluarkan kertas.

"Dengan ini hasilnya imbang kan" kataku memastikan. "Jadi..... Keadaan kita kemana kayak sebelum kita main permainan konyol ini kan"

"Trus sekarang gimana?" tanya Shania.

"Ya sahabatan aja, Nia"

"Sahabat rasa pacar ya"

Huft~
Aku sedikit menghela nafas.

Terserah lo deh Nia, batinku.

"Gue boleh minta sesuatu gak?" tanya Shania tiba-tiba.

"Apa lagi?" tanyaku balik.

"Sekali lagi yuk!"

Sekali lagi?
Gracia dong.

Kenapa aku malah menyambungkannya ke Gracia.

"Maksudnya?" tanyaku lagi.

"Itu... Berantakin kasur" ajak Shania.

Astaga, batinku.

"Kenapa? Udah gak kuat?" ejeknya.

Apa sebenarnya yang dipikirkannya?
Baru beberapa menit yang lalu dia terlihat seperti 'takut-takut', sekarang dia sudah mengajakku untuk,....

"Yuk lah!" ajaknya lagi sambil menarik lenganku. "Lo juga belum keluar dalem memek gue kan. Pokoknya malem ini lo harus pejuin memek gue"

"Nia, tapi....."

"Gue aman kok" potong Shania. "Oh iya, gue belum ngasih 'jadwal' gue ke lo ya"

Apa itu artinya 'jadwal' Shania dan Stefi hampir sama. Jadi,......

Enak juga ya. Artinya akj bisa buang di dalam terus tanpa rasa was-was. Tapi tetap ada resikonya, kalau mereka sama-sama lagi 'dapet'. Selain tidak bisa ena2 sementara, ada kemungkinan aku akan mendapatkan 'hadiah' sebagai pelampiasan combo dari mereka berdua.

"Udah lah, itu nanti aja" kata Shania lagi. "Yuk! Yuk! Mulai yuk!"

Nafsu banget kayaknya nih anak, batinku.

"Bentar, Nia" cegahku. "Sebelum kita mulai, gue pengen ngasih sesuatu ke lo"

"Apa?" tanyanya.

Aku berdiri lalu berjalan menuju mejaku dan membuka lacinya kemudian mengambil sesuatu untuk Shania. Lalu aku melemparkannya ke Shania yang langsung ditangkapnya dengan kedua tangan.

"Apa'an nih?" tanyanya bingung.

"Kado buat lo, sorry telat" jawabku.

"Apa'an! Masa cuma iket ramb...." Shania tidak meneruskan kata-katanya. "Mau lo tarik-tarikin lagi kayak dulu? Lo mau ngejahilin gue lagi?" tuduhnya.

Aku hanya diam tidak menjawabnya.

"Malah senyum-senyum" katanya kesal. "Udah kado cuma ginian doang, gak dibungkus lagi"

"Jadi jaket gue bisa lo balikin kan" kataku.

"Lo cuma pengen jaket lo balik doang?"

"Lo gak ngerti nilai dari kado gue? Sahabat macam apa"

"Tunggu, lo mau.... Lo pengen liat rambut gue..."

"Iya" jawabku. "Kayak dulu, di ponytail"

"Dari hal sederhana gini aja, lo bisa nyiptain momen romantis" balas Shania. "Pantesan banyak yang suka sama lo"

"Jaket gue bisa balik kan" kataku lagi.

Jaket tanda aliansi Shirohige itu, berharga banget, batinku.

"Besok! Yang penting sekarang kita,...."
.
.
.
Aku dan Shania berciuman, bibir kami berpagutan dengan lembutnya. Mataku terpejam, dan aku yakin Shania juga sedang terpejam menikmati sentuhan bibir lembut kami yang kini sedang beradu.

Aku membaringkan tubuh Shania, dan dia hanya menurut pasrah. Shania merintih pelan saat aku memainkan puting payudaranya dengan lidah. Matanya terpejam, dia terlihat menikmati sapuan dan pijatan lidahku pada titik-titik sensitifnya.

“Enggh…” erangan halus terlepas dari bibir indah Shania.

Shania sedikit mengejang saat jariku membelai vaginanya. Belaian perlahan kuubah menjadi remasan yang kuat, dan kutambah dengan hisapan kuat pada putting payudaranya. Shania memekik cukup keras, sepertinya dia sangat menikmati setiap rangsangan yang kini menjalari seluruh permukaan tubuhnya.

Tubuhku setengah menindih tubuhnya, hisapan dan remasan tetap kulakukan, membuat Shania merintih semakin kencang. Tubuhnya menggeliat-geliat semakin liar.

“Ahhhh!!!”

Shania membuka matanya dan tubuhnya melenting hebat saat mendapatkan orgasmenya.

"Enak banget sih..." puji Shania.

Karena Shania telah mendapat orgasmenya, aku memperhalus remasanku. Mata kami bertemu untuk sesaat. Shania memandangiku sayu, pandangannya seperti mengharapkan sesuatu padaku.

“Masukin sekarang…” bisik Shania lirih.

Aku membenarkan posisi Shania, memeluk dan mengangkat tubuh telanjangnya, membawanya ke tengah ranjang. Shania benar-benar pasrah, matanya menatapku saat aku sedang menaiki tubuh telanjangnya, tubuhnya sedikit bergerak seperti menggigil saat penisku yang sudah kembali mengeras menggesek vaginanya.

“Ngh..…” Shania melenguh.

Shania memejamkan matanya, tapi aku langsung menyuruhnya untuk membuka matanya dan menatapku yang sedang berusaha memasukinya.
Shania menggigit bibirnya menahan kenikmatan yang berbaur dengan sedikit rasa perih saat penisku mulai masuk kedalam vaginanya secara perlahan.

Nih memek kok rasanya jadi makin sempit ya, pikirku.

"Ehm......"

Aku juga sedikit melenguh saat merasakan kenikmatan yang kudapatkan dari sempitnya vagina milik Shania.

Aku diam sejenak setelah berhasil memasukkan penisku kedalam vagina Shania dengan sempurna. Mata keduanya bertemu, tidak ada kalimat yang terucap, hanya tarikan nafas yang bicara, kami tahu apa yang kami butuhkan saat ini, yaitu kenikmatan dari sebuah persetubuhan.

Dan itulah yang terjadi berikutnya, aku mulai menggerakkan penisku keluar-masuk, mengenjot vagina sempit Shania. Lenguhan dan desahan berbaur menjadi satu saat tubuh kami saling berpacu dalam kenikmatan yang tak terlukiskan.

Hanya dalam satu posisi kami saling memacu, seolah tak ada keinginan untuk berpindah gaya atau posisi, desahan, erangan dan lenguhan kami semakin kencang memenuhi kamar kami. Genjotan dan gerakan tubuh kami semakin lama semakin cepat. Aku menindih tubuh Shania, memeluk dan menggenjot tubuh tubuhnya semakin kencang. Bibir kami berpagutan liar, tak lama menggeram dan menekan seluruh penisku dalam-dalam dan menumpahkan seluruh spermaku ke dalam rahim Shania.

"Crrooottt!! Crroooottt!!"

“Aaaahhh….” kami melenguh puas bersamaan.

Tubuh kami masih menempel erat, seolah tak ingin melepaskan. Shania memelukku erat-erat.

Orgasme tadi sepertinya benar-benar menghabiskan seluruh sisa tenagaku hari ini. Aku terlalu lelah untuk pindah dari atas tubuh Shania, Shania juga masih memelukku erat. Hal terakhir yang aku ingat adalah ucapan Shania yang terdengar samar-samar.

"Gue sayang lo, Ian. Selalu"







-Yeay....... Bersambung-
 
Terakhir diubah:
Catatan Penulis:


Di catatan penulis kali ini saya cuma mau kasih spoiler.

Spoilernya adalah,.....



















Adrian cocok nya sama siapa sih?




















Nia? ah, masa?




















Iya juga sih, kalo habis baca part ini kayaknya gitu, tapi......




















No! bukan ini spoilernya



















Di scroll aja lagi




















Ini kurang dikit lagi




















Tetap semangat!



















Harus di scrool lagi deh kayaknya




















Ah,... iya. bukan yang ini juga spoilernya




















Rasanya gimana sih scroll scroll doang?




















Ayo, jangan nyerah



















Harus tetep semangat




















Masih di scrool aja nih?




















Aduh jangan di skip skip dong




















Capek? scroll aja lagi




















Adrian kampret ya btw



















Hehehe. banyak kan spoilernya





















Ya udah iya,.. dibawah ini spoilernya




















Aduh, jangan langsung di scrool kesini



















Diatas spoilernya



















Itu.... apa..... kalian kelewatan, balik lagi keatas coba






















Makasih.
• TTD H4N53N



*Kalo ada typo maafkeun
 
Mamah sunni lhh, ato nggk si pengamat??

Soalny di part² sebelumnya adrian pernah mengungkapkan "walopun udh pernah bercocok tanam disana sini tapi tetap ingin memiliki istri yg perawan" wkwkwk

Tuhkan nia masih ada bucin bucinnya sama ian begitupun juga sebalikny

Nice apdet huu, dibikin bolak balik gila alurnya pars dhhhhh!
 
"Kak Aadddsss~"

Ada dia juga ternyata, batinku.

"KANGEN!! KANGEN!! KANGEN!! KANGEN!! KANGEN!! KANGEN!! KANGEN!! KANGEN!! KANGEN!! KANGEN!! KANGEN!! KANGEN!! KANGEN!! KANGEN!! KANGEN!! KANGEN!!"
GEMES BAT SUMPAH INI WEYYYY:aduh:
 
Ada beberapa Part yg sangat sweet sih. Gua suka. Semoga banyak scene sweet gini. Hehe

Tks ya hu panjang update nya.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd