Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Dilema Sebuah Hati

Dulu pernah ada percakapan sinergi almahyra ingin bajak Aslan dari delta serasi, apakah akan terjadi di akhir cerita….
 
Dulu salah 1 momen yg epick saat Mama ulfa memberikan Restu pada Nafia pada saat pernikahan Aslan, kondisi pada saat itu mama ulfa menyukai Nafia sedangkan keluarga fia menolak, tetapi keadaan berbalik, apa yg akan di lakukan diba supaya dapat restu dari mama Ulfa?
 
PART XXXIX



AKU HANYA PERLU KAMU



Bu Cantik, gue dibawah ini mau jenguk katanya lagi sakit

Naik aja ke kamar gue

OK


Narti, pelatih zumba Adiba pagi ini datang ke rumahnya, setelah tadi diberi tahu lewat WA bahwa dia tidak jadi latihan karena kurang enak badan, dan tidak ke kantor. Narti yang kuatir dengan kondisi sahabatnya pun datang membesuknya pagi ini

“kenapa lu?” tanyanya saat melihat wajah kusut Adiba

“ngga tau, kecapean kali….”

Mereka berdua memang kenal lama semenjak Adiba ikut grup modern dance jaman SMA dulu, dan tetap bersahabat hingga sekarang

“lu forsir sih di kantor yah….”

“iya kali….”

“ baru berapa hari ini?”

“iya, sempat ngantor kemarin, tapi tadi pagi mual dan pusing….”

“udah ke dokter?”

“ngga lah, dibawah istirahat juga baikan….”

Narti duduk disamping kursi dekat tempat tidurnya Adiba

“lu ngga makan?”

“ngga lah… itu ada sarapan roti, ngga gue makan….”

Narti tersenyum melihat roti dan minuman diatas meja yang tidak disentuh Adiba

“sini gue makan dah….”

“tuh, makanlah…..”

Narti lalu makan dan mengambil minum di meja di kamar Adiba

“lu dari Makasar kemarin?”

“iya, antar anak-anak….”

Narti tersenyum

“bukan sekalian?”

“sekalian apa?”

“nengok ayahnya anak-anak….”

Adiba tertawa geli mendengar ucapan Narti

“lu ngga ngajar lagi kan?” dia mencoba mengalihkan pembicaraan

“ngga lah, selesai dari lu gue biasanya jam 1 sampai malam gue ada kelas….”

“laku keras emang…”

“alhamdulillah….”

Tiba-tiba bunyi ponsel Adiba. Nama Ayah Love muncul di layar vidio call, membuat Narti terbelalak matanya

“ gue keluar?”

“ngga apa-apa….”

Adiba lalu mengangkat telepon dan vidio call nya itu

“assalamualaikum Mi….”

“wa alaikumsalam, Yah…..”

Narti kaget mendengar panggilan mereka, dan rasanya tanpa perlu dia bertanya lebih jauh semua sudah terjawab.

“ lho, belum mandi…”

“males Yah….”

“kenapa? Ngga ngantor?”

“ngga, badan ngga enak, mual dan pusing….”

“ngga ke dokter? Atau panggil dokter…”

“ngga lah, dokter Fia nya sudah ngga ada sih….”

Aslan tersenyum dibalik sana

“ ada suster Endah, tapi takut aku……”

“Mami… udah yah…” warning Aslan lagi yang disambut tertawa Adiba

“iya iya…”

“ke dokter lah…”

“ngga ah…”

“nanti ngga sembuh-sembuh…”

“iya, paling masuk angin dan kecapean Yah…..”

Aslan tersenyum di layar sana

“aku butuh ayah aja disini…..” suaranya agak sedih

“iya Mi, nanti aku kesana…..”

“kangen….”

Narti hanya diam mendengarnya sambil menikmati potongan roti yang sarapannya Adiba, dia segera bisa menyimpulkan apa yang terjadi diantara mereka berdua ini. Dia hanya tersenyum sendiri mendengar nada manja Adiba ke Aslan, sahabatnya yang kuat dan tangguh, ternyata luluh dan lembek juga jika sudah ketemu yang namanya cinta.

“bener yah, jumat ayah kesini….”

“iya Mi….”

Ada rasa sedih dan sedikit tangisan di sudut mata Adiba

“ya sudah, ayah lanjut dulu lah….”

“oke Mi…. “

“love you, Yah….”

“love you too, Mami…”

Narti membiarkan Adiba agak tenang dulu. Dia lalu membalas whatsapp dari kantor untuk masalah pekerjaan, lalu meletakkan ponselnya di ranjangnya.

“ehmmmmm, lanjut kayaknya nih….”

Adiba tertawa malu

“yup…. gue jatuh hati sama ade ipar gue sendiri……” akunya terus terang

“gila lu…. wkwkwkwkwk….”

Adiba tersenyum sendiri

“anak-anak lu?”

“mereka mah senang-senang aja, malah sudah nanya kapan mau dikasih adik….”

Narti tertawa kencang mendengarnya

“di kepala mereka lu berdua suami istri kali yah…..”

“iye…..”

“trus nyokap ama bokap?”

Adiba terdiam sesaat

“dia anak kesayangan mereka…. “

“tapi mereka sudah tau?”

“belum sih… tapi feeling aku sih mereka tahu….”

“ya iyalah, lu berduaan di Makasar, kemana mana berdua…. pasti curigalah mereka….”

Adiba tersenyum

“tapi aman lah kalo bokap ama nyokap sih…..”

“iya…”

“trus keluarga dia?”

“nyokap sebelah?”

“iye….”

Adiba kali ini agak murung

“mereka sih sukanya sama ade gue….” agak pahit suaranya

“lah, khan lu dekat juga ama mereka….”

“ngga sedekat Fia, anak-anak yang dekat sama neneknya….”

Narti terdiam sesaat

“lu ambil hati mereka lah….”

Adiba menghela nafasnya agak panjang

“gue ngga bisa basa basi kayak Fia…. “

Lalu

“ngga mungkin gue tiba-tiba jadi baik dan dekat-dekat hanya karena aku lagi suka sama anak mereka…..”

“tapi kan emang kudu gitu, Neng…..”

Adiba hanya manyun mendengarnya

“tau ah, pusing gue…..”

“emang lu tau dari mana kalo mereka ngga suka sama lu?”

“bukan ngga suka, tapi kayak beda aja sih…..”

Dia memeluk bantal gulingnya

“beda aja kayak ama almarhumah, itu mama Ulfa sayang banget…. sampe fotonya Fia masih ada tuh dipajang di rumah mereka…..”

Narti terenyuh mendengarnya

“pelan-pelan lah yah…..”

Adiba hanya menganggukkan kepalanya. Nasib dia memang beda dengan Nafia yang disayang banyak orang. Bahkan saat dia cerai dengan Anand, mertuanya yang di India pun tidak mempedulikannya, malah dia dianggap istri yang tidak bisa mengurus rumah tangga. Dan kini dia jatuh hati dengan adik iparnya sendiri, roman-romannya pun sama, meski hubungan dia dengan Linda dan Ulfa baik-baik saja, namun saat ini dibawa ke ranah yang berbeda, pasti perlakuannya juga akan berbeda.

“mereka sayang ama anak lu kan?”

“ya… karena Aslan juga sayang ke anak-anak…..”

Narti hanya bisa menghela nafas panjang

“ berjuang yah…..”

Adiba diam

“ punya pasangan yang hebat memang perlu perjuangan, tapi jangan lupa juga, lu wanita yang hebat dan layak untuk dicintai….”

Adiba tersenyum

“kalo hati Aslan sih aku yakin…. cuma orang tua dan sekitarnya ini….”

Dan Rani pun selalu buat aku kuatir, bisik Rani dalam hati. Ini juga yang kepikiran dalam benak Adiba, dia belakangan ini pun sampai mengabsen jam berapa Aslan pulang kantor, lalu vidio call lagi jika Aslan sudah di-rumah. Dia bagaikan parno dan takut jika Aslan menemui Rani.

Apalagi dengan kondisi mual dan pusing seperti ini, emosinya jadi agak suka berubah rubah dan cemburunya ke Aslan pun semakin meningkat. Ingin rasanya meminta Aslan resign dan pindah ke Jakarta bersamanya, toh berdua mengurus usaha mereka pun sudah sangat cukup, ada anak-anak dan orangtua disini, dan dia pun tidak kuatir dengan kemana perginya Aslan jika dia tidak ada disana.​



****************************

Kondisi Adiba yang tiduran dan mual sepanjang hari memang mau tidak mau jadi perhatian Uminya, Anissah, yang kemudian malam hari setelah maghrib dia kemudian mengetok pintu kamar anaknya itu

Dia tersenyum melihat wajah Adiba yang meski agak kusut namun tersenyum

“abis terima telpon?”

“ngga….”

Umi rasanya ingin tertawa melihat tingkah anaknya ini.

“gimana badan kamu?”

“udah agak mending….”

“sudah mandi?”

“udahlah….”

“karena mau ditelpon makanya mandi kan?”

“ngga ah….” tersipu wajahnya mendengar tuduhan Uminya

Lalu

“mau dipanggil dr. Happy?”

“ngga usah Umi…..”

“kondisi kamu gitu lho….”

“iya ngga apa-apa….”

Dia lalu mengalihkan pembicaraan

“anak-anak?”

“Arvind lagi ke sebelah, Linda baru pulang tadi nyamperin dia disini….”

“Ravi?”

“di kamar main game kayaknya….”

Adiba terdiam sesaat

“Ka…..” panggil Uminya dengan nada yang agak serius

“ya Mi…..”

Diam sesaat, lalu

“coba kamu test dulu….” bisik Uminya serius

“test apa, Mi?” tanya Adiba agak kaget

Anissah agak kesel dengan anaknya ini yang pura-pura tidak tahu

“test lah, nanti Umi beliin test pack…..”

Adiba meski sudah mengetahui arah pembicaraan uminya, tak urung kaget

“ kondisi kamu ini bikin Umi kuatir…..”

Adiba terdiam sesaat

“aku masuk angin aja Mi….”

“Diba, kita ini semua pernah hamil nak…. “

“iya,Mi.. tapi ini….”

“ Aslan sudah tahu belum kamu sakit ini?” potong Uminya

Adiba termenung, lalu menganggukkan kepalanya

“Trus apa katannya?”

“ dia mau balik jumat nanti….”

Anissah makin kuatir dengan kondisi Adiba

“sebaiknya kamu test… supaya kita bisa pastikan….”

Masih terdiam Adiba

“ entah ah Mi, nanti aja….”

Tidak ada bantahan dari Adiba membuat Anissah yakin apa yang dikuatirkannya selama ini, bahwa ada hubungan dan hubungan itu sudah jauh, jelas telah terjalin diantara mereka.

“adiba, umi bilang begini karena Umi peduli sama kamu dan Aslan…” tukas Umi dengan cepat

“supaya kalian cepat ambil tindakan….”

“tindakan apa, Mi?” tanya Adiba dengan nada polosnya

“kok tindakan apa?”

Anissah agak gemas dengan anaknya ini

“rencana kalian apa?”

Bingung wajah anaknya

“kalian serius kan? Ngga main-main kan kalian?”

Masih wajah bingung di raut Adiba

“jangan bilang kalian punya skenario lain yah…..”

Adiba hanya bisa menelungkupkan wajahnya ke bantalnya

“adiba….”

Dia mengangkat wajahnya, ada bulir air mata disana

Anissah kaget melihatnya, dia lalu duduk di-samping tempat tidur anaknya, lalu memegang tangan anaknya. Sesuatu hal yang sangat langka dia dan suaminya lakukan selama ini, semenjak kesibukan mereka saling bertabrakan dan semua perubahan yang terjadi, ikatan diantara mereka sebagai ibu dan anak bagaikan teralihkan ke cucu mereka selama ini.

“kenapa Ka…..”

Adiba masih diam, dan suara tangisnya dia pun terdengar

Anissah membiarkan anaknya itu menuangkan emosinya dulu, dia memeluk anaknya, mencoba menenangkan anaknya yang sedang tertekan ini, meski pikirannya kemana mana karena dia tidak tahu apa yang ada dalam kepala anaknya ini.

Wajah tua ini segera disadarkan bahwa tanpa perlu test pack pun dia sudah tahu apa yang terjadi dengan anaknya.

“Ka……”

Adiba mulai tenang

“hei…. kenapa sayang?”

Adiba hanya diam, lalu mengangkat wajahnya

“mama Ulfa kira-kira mau terima aku?”

Kata-kata Adiba terdengar sederhana, namun ada ribuan makna dan arti yang muncul dibalik itu, sesuatu yang dikuatirkan juga oleh Anissah. Dia segera sadar bahwa Adiba bukanlah Fia, anaknya yang disayang juga oleh Ulfa.

“kok jadi nanya gitu, Ka?”

Adiba masih meneteskan airmatanya.

“ asal Aslan yang minta, pasti direstui ….. “

“iya, Umi ama Abah pasti restui…. tapi Mama Ulfa?” wajah memelas Adiba terlihat dibalik lemasnya kondisi dia

“Aslan bagaimana?”

Adiba terdiam, dan Anissah melanjutkannya

“semua kuncinya di Aslan… kalo dia sayang benaran ke kamu dan anak-anak, maka dia akan memperjuangkan itu….”

Anissah tahu, situasi kini berbeda jauh dengan 4 tahun lalu saat keluarag sebelah meminta Nafia untuk jadi istri Aslan, saat itu keputusan ada di tangan dia dan Jafar, meski Nafia kemudian memilih jalur berbeda dan memperjuangkan itu dengan Aslan. Namun kini semua sudah berjalan di rel yang tidak sama lagi.

Dulu Ulfa yang berada di pihak sebagai peminta tolong untuk nasib anaknya, kini dia dan Jafar yang harus merasakan nasib yang sama, memperjuangkan persetujuan Ulfa kelak, untuk anaknya dan cucunya, serta calon cucunya yang sekarang ada di perut Adiba

“kamu tanya Aslan…..”

Adiba terdiam

“jangan ada rencana yang lain yah….” nada kuatir muncul di benak Umi

Adiba menggelangkan kepalanya

“aku ngga bisa hidup ngga ada Aslan sekarang-sekarang ini, Umi…..” dia lalu memeluk dan melepaskan semua emosinya ke dalam pelukan ibunya

“aku ngga tau gimana aku kalo ngga ada dia…..” tangisnya meledak seketika

Anissah memeluk anaknya, dia ikut merasakan haru yang dalam saat Adiba mengeluarkan semua uneg-unegnya dan isi hatinya. Ternyata semua kecurigaan dan apa yang dia dan suaminya duga selama ini, terjawab sudah.

Entah rasa bahagia atau harus sedih dengan semua ini. Namun harapan di hati Anissah adalah Aslan dan Adiba boleh bertanggung jawab atas apa yang mereka lakukan selama ini, meski dia sadari betul, bahwa ada jalan terjal yang akan mereka temui nanti.

Rumor bahwa Ulfa sudah sering cerita kedekatan Aslan dengan seorang wanita di Makasar sudah sampai ke telinganya dan Jafar juga. Bahasa dan cara bertutur Ulfa sudah seperti sangat merestui hubungan anaknya dengan wanita itu, terlepas ada kedekatan antara anak-anaknya Adiba dengan Aslan.

Namun dia meyakinkan Adiba agar tetap kuat dan berpegang kepada komitmen Aslan.

“pandang Aslan saja… ikut apa yang dia yakini…..”

Adiba terdiam

“umi yakin, dia anak yang tulus, sayang sama kita, sayang ama anak-anak…. ngga akan dia biarin kamu…..”

Adiba masih menyeka airmatanya

“Diba yang salah, Mi…..”

Anissah membelai rambut anaknya

“tanggung-jawab lah atas kesalahan kalian…..”

Isak tangisnya masih terdengar

“kalian bukan anak kecil lagi…. “

Lalu

“abah…??”

Anissah tersenyum lembut

“Aslan itu anak kesayangannya Abah…. asal dia mau tanggung jawab, Abah pasti akan sangat senang…..”

Adiba terdiam membenarkan

“kamu terus terang sekarang ke Aslan…..”

Adiba menganggukan kepalanya

“udah tahu si Aslan?”

“aku sakit sih tahu…..”

Anissah mengelangkan kepalanya

“dari gejalanya sih, Umi rasa kamu perlu terbuka ke dia, agar lebih cepat kita ambil tindakan….”

Mata Uminya mengisyaratkan sebuah tindakan cepat untuk menjaga nama baik keluarga, dan agar cepat ada solusinya diantara mereka.

“jangan ajak Umi untuk cari solusi lain…..” kata-kata serius Umi kali ini.

Adiba menganggukan kepalanya.

Galau dan bingung di isi hatinya, namun dia hanya bisa berserah dan berharap Aslan akan selalu ada di-sisinya dalam melayari lautan penuh tantangan kali ini. Dia takut dan tidak ingin Aslan sampai meninggalkan dirinya, meski dia tahu Aslan juga akan tanggung jawab terhadap dirinya, namun tetap saja melihat tantangan yang muncul, sebagai manusia Adiba tetap ragu dan bimbang, dia perlu tangan kuat Aslan memegang nya dan menuntunnya.​



**********************

Assalamualiakum Yah, udah bangun

Ayah

Ayah


Miscalled whatsapp tidak terjawab

Ayah, kemana

10 menit kemudian

Wa alaikumsalam mami, baru selesai mandi

Ayah telpon yah

Ngga usah Yah

Ping

Ping


Sebuah foto masuk​



Jumat ayah harus pulang pokoknya

Aslan kaget bukan kepalang melihat foto yang ada di ponselnya.

Dia gugup, kaget, dan bingung dengan apa yang dilihat dalam foto itu.

Lalu, teleponnya bergetar

“ya Mi….”

“ayah…”

“ya sayang…..”

“jumat datang kan?” suaranya bergetar diujung sana

“iya Mi….”

“nanti kita bahas disini yah….”

“iya Mi….”

Sdkit terdiam

“aku minta maaf yah, Yah….”

“aku yang salah Mi…..”

Adiba tersenyum dibalik tangisnya

“ngga apa-apa Yah… kita bahas disini nanti….”

“iya sayang….”

Lalu

“ayah….”

“iya Mi….”

“jangan suruh aku ninggalin ayah yah….” suara agak pilu nadanya disana

“ngga Mami…. ngga akan….”

Ada nada lega diujung sana

“aku tunggu ayah disini…. anak-anak juga nunggu…..”

“iya Mi….”

“yang di perut juga nunggu….” lirih suaranya disana

Aslan terdiam sesaat

“iya sayang……”

Aslan kini disadarkan bahwa saatnya untuk memilih sudah usai. Dia kini yang harus berani untuk ambil sikap dan mengambil keputusan dalam kondisi seperti ini. Dia akan berhadapan dengan banyak orang, berhadapan dengan keluarganya sendiri, berhadapan dengan Yahya dan Fitri, dan terutama dia harus berani bicara dan meninggalkan Rani, sepahit apapun nanti kata-kata dan resiko yang dihadapi.

Adiba sedang hamil saat ini.

Dan anaknya yang ada di dalam perut Adiba

Dia sulit membayangkan jika semua akan bisa terima ini nantinya. Aslan merasa saat ini dia seperti tidak sekuat dulu saat memperjuangkan cintanya dengan Nafia. Dulu hatinya hanya ada buat Nafia dan berjuang untuk mendapatkan itu, sedangkan saat ini dia harus berjuang melawan banyak orang, dan harus membuat hati yang tidak berdosa harus terluka akibat tindakannya kelak.​
 
Terakhir diubah:
Komen dulu.

#update
Baru kelar bacanya... 😢
Harusnya sudah tidak ada lagi kebimbangan hati Aslan. Pilihan sudah pasti, tinggal memperjuangkan apa yang telah dipilih.

Sangat menarik bagaimana nanti perjuangan Adiba & Aslan meyakinkan Ulfa, Rani, Fitri, dll..
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd