Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Diary Seorang Istri Season 2

thanks 4 up hu😁👍
sial dramanya bener2 roller coaster sih.

nyatanya cinta adam hilang bersama seluruh kebeciannya terhadap maya.
imo mending cerai aja sih hehe😅

pls gua kasian ama maya kek mau ngerasain bahagia aja, banyak bet halangannya (karma is a bitch). But still let her happy bro😥

murad walaupun "cross the line" sempet ngehianatin santoso akhirnya ttp setia ngelindungin santoso

kayanya udah mulai nih war arc🔥

pls lah gimanapun alurnya kedepan ttp save adam + nisa + santoso #stand_adam_nissa

padahal niatnya gua nyari bahan buat "gituan" eh malah kebawa suasana dramanya🙏
 
Terakhir diubah:
thanks 4 up hu😁👍
sial dramanya bener2 roller coaster sih.

nyatanya cinta adam hilang bersama seluruh kebeciannya terhadap maya.
imo mending cerai aja sih hehe😅

pls gua kasian ama maya kek mau ngerasain bahagia aja, banyak bet halangannya (karma is a bitch). But still let her happy bro😥

murad walaupun "cross the line" sempet ngehianatin santoso akhirnya ttp setia ngelindungin santoso

kayanya udah mulai nih war arc🔥

pls lah gimanapun alurnya kedepan ttp save adam + nisa + santoso #stand_adam_nissa

padahal niatnya gua nyari bahan buat "gituan" eh malah kebawa suasana dramanya🙏
belum war hu, kalau ikutin di sebelah nanti warnya di tempat lain, dengan musuh yang berbeda dan lebih kejam
 
Diary seorang Istri Season 2
Part 26



Semua orang terdiam di depan kamar jenazah, Rebon terduduk di lantai sambil memegang kepalanya, matanya sembab karena menangis, Maya menggigit ujung kukunya, dia juga sedih sekaligus terpukul dengan kejadian yang tragis itu, Santoso berjalan gontai menuju ke arah mereka duduk, Dia baru saja menyelesaikan administrasi untuk pengurusan jenazah Murad, wajah Santoso muram, dia tak menduga kejadian ini terjadi padanya, teringat perkataan Murad kalau orang itu mengincarnya, Santoso tak punya petunjuk siapa sebenarnya orang itu, dia merasa tak punya musuh di Jakarta.

“Gimana Bro…jenazah Murad, maksud gua mau dibawa kemana..” Tanya Adam.

“Ya aku bingung juga Dam, baru sadar kalau selama ini aku gak tau keluarganya, Rebon juga gak tau, dulu sih dia pernah cerita kalau dia punya istri tapi mereka udah pisah, itu aja yang aku tau, kalau alamatnya dimana, aku sama sekali gak tau.” Jawab Santoso.

“Gimana ceritanya sih bisa gabung ama lu, kayaknya Murad bukan orang jawa ya kan, dari logat bicaranya kayak orang Jakarta.” Ujar Adam.

“Ya bener, aku ketemu Murad di Jakarta, panjang ceritanya, dia pernah nyelamatin nyawaku dulu, dan sekarang dia nyelamatin nyawaku lagi.” Ucap Santoso.

“Apa, nyelamatin nyawalu? Jadi..” Adam memandang sahabatnya itu.

Santoso mengangguk, “Itu yang dia bilang di saat-saat terakhirnya, tapi gua juga bingung…kayaknya gua gak punya musuh yang terang-terangan..”

“Apa jangan-jangan orang yang dulu To?” Ucap Adam.

Santoso memandang temannya itu, “Siapa?”

“Si bangsat yang lu potong tititnya…yang dulu….” Adam tak melanjutkan ucapannya, tiba-tiba dia teringat pada Anto. Maya yang paham siapa yang dibicarakan Adam hanya menunduk, “Kayaknya gak mungkin dia melakukan semua ini, aku masih ingat mata pembunuh itu sipit.” Batin Maya.

“Maksud kamu yang selingkuhan Maya itu?” Santoso segera sadar kalau ada Maya di sana, dia tak ingin membuka luka lama diantara keduanya.

“Ya dia…siapa tau dia balas dendam..” Adam terdengar penuh emosi.

“Masa ya? Aku gak yakin…” Balas Santoso.

“Bisa jadi lah…dia mungkin dendam ama lu, apalagi lu potong tititnya, pasti dendam kan, ya gua yakin si bangsat itu.” Ujar Adam berapi-api.

“Bukan dia yank..” Ujar Maya tiba-tiba.

Adam menoleh pada Maya, “Dari mana kamu tahu?”

“Ya aku yakin bukan dia pelakunya..” Ujar Maya.

“Kamu ngomong ini yakin gak? Atau kamu lagi belain dia sekarang…motif dia ada kan..” Adam mulai berkata keras, emosinya mulai terpancing.

“Kok kamu ngomong gitu, aku gak belain dia, aku yakin bukan dia..” Ujar Maya yang mulai kesal.

“Yakin? Huh….bisa yakin gitu…” Adam berkata sinis yang membuat Maya merasa sakit.

“Karena aku lihat orang yang nusuk mas Murad.” Ujar Maya dengan suara kencang.

Adam dan Santoso terdiam, wajah mereka terkejut, keduanya saling berpandangan, tepat saat itu rombongan polisi datang.

“Selamat malam bapak-bapak, perkenalkan kami dari pihak kepolisian ingin meminta keterangan bapak-bapak sekalian mengenai peristiwa yang terjadi sebelumnya, nama saya Akp Yulianto.” Seorang Polisi berpakaian preman memperkenalkan diri.

Santoso dan Adam bersalaman dengan para polisi itu, mereka bertanya tentang apa yang terjadi, prosedur rutin yang dilakukan polisi dalam memulai penyelidikan, Santoso dan Adam menceritakan apa yang mereka ketahui dengan gamblang, keduanya sama-sama tak mengetahui siapa pelaku dan apa motif pelaku menyerang Murad, Santoso tak menyebutkan kalau pelaku penusukan sebenarnya mengincar dirinya, Santoso tak ingin menceritakan hal-hal yang masih belum jelas, Santoso berencana menyelidiki siapa sebenarnya yang melakukan insiden ini.

Bersama rombongan terlihat kompol teguh yang datang bersama mereka, Kompol Teguh menyapa Maya, Adam agak terkejut Maya mengenal salah seorang polisi yang datang.

“Maaf saya Teguh pak, saya tetangga mbak Maya di Kalimantan, kebetulan saya ada di Jakarta karena suatu urusan.” Teguh memperkenalkan diri.

Teguh sama sekali tak ikut campur dengan proses pengumpulan keterangan dari saksi-saksi yang ada di lokasi, dia tau ini bukan wilayah hukumnya, hanya karena tadi melihat Maya, dia ingin mengetahui bagaimana kondisi Maya saat ini.

Para petugas kepolisian itu masuk kedalam kamar jenazah, mereka meminta keterangan para petugas rumah sakit mengenai kondisi jenazah sebelum dan saat kematian, setelah dirasa cukup, rombongan polisi yang berjumlah 5 orang itu keluar ruangan jenazah.

“Pak, karena ini peristiwa pembunuhan, kami akan melakukan otopsi terhadap jenazah, mungkin malam ini jenazah akan kami pindahkan ke rumah sakit Polri untuk keperluan itu, oh ya, kami harap bapak-bapak bisa ikut kami untuk memberikan keterangan di kantor.” Ujar Akp Yuli.

“Malam ini juga pak.” Tanya Adam.

“Sebaiknya gitu pak, tapi kami mengerti apabila bapak-bapak masih dalam kondisi shock.” Jawab Akp yuli.

“Gak apa pak, kami akan ke kantor malam ini.” Ucap Santoso kemudian.

“Baik, kalau begitu kami permisi dulu, kami tunggu kehadiran bapak-bapak sekalian.” Akp Yuli berpamitan. Rombongan polisi itu meninggalkan rumah sakit, Kompol Teguh mengikuti mereka, nalurinya merasa ada sesuatu yang menarik dari kasus ini.



***​


Adam dan Maya ikut dengan mobil Santoso karena mobil Adam ditinggal di tempat acara, dalam perjalanan ke kantor polisi, tak ada pembicaraan diantara mereka, semuanya diam, Maya juga masih kesal dengan ucapan Adam tadi, Santoso terlihat merenung tak menyangka nasib Murad begitu tragis, dia juga merasa bersalah karena demi melindungi dirinya, Murad rela meregang nyawa, Santoso juga tengah berpikir keras, siapa kiranya orang yang punya dendam padanya.

“Anto? Rasanya tak mungkin dia punya nyali segitu besarnya, sudah lama aku tak mendengar kabar bajingan itu.” Batin Santoso.

“Rasanya ada yang aneh to, kejadiannya kan didalam gedung, maksud gua gedung itu kan udah steril ada detektor logam juga sebelum masuk, lalu kenapa pembunuh itu bisa membawa senjata.” Ujar Adam membuka suara.

Susanto terkejut mendengar ucapan Adam itu, kesedihan dan rasa bersalahnya menutup fakta yang ada, “Kamu benar Dam, kenapa aku gak mikir kesana ya, kok bisa si pembunuh itu bawa pisau ke dalam gedung..” Balas Susanto.

“Nah, itu juga kepikiran di gua saat di rumah sakit tadi.” Ucap Adam.

“Bapak-bapak selamat datang, kami tahu peristiwa ini sangat mengejutkan buat kalian semua, kalau misalnya hari ini belum bisa dimintai keterangan, kami paham..” Seorang Polisi berpakaian preman menyambut mereka.

“Gak masalah, saya akan menjawab apa yang saya tahu.” Jawab Santoso, Adam dan Maya ikut mengangguk.

“Baik, kita mulai dari bapak ya..” ujar Polisi itu pada Santoso.

Santoso mengangguk tanpa bicara, Adam menepuk pundak sahabatnya sebagai dukungan, Santoso mengangguk dan berjalan mengikuti polisi tersebut.

Adam duduk di bangku depan ruang pemeriksaan, Maya duduk di dekat Adam, keduanya tak saling bicara, seorang Polisi datang membawa sdua buah cangkir kertas berisi Teh hangat, “Silahkan pak, untuk menghangatkan badan.

“Terima kasih pak.” Ujar Adam, Maya tersenyum mengangguk pada polisi tersebut.

Suasana canggung terlihat diantara Maya dan Adam, Maya masih kesal dengan sikap Adam di rumah sakit tadi, sekian lama berlalu, ternyata lelaki ini masih menyimpan dendam pada Anto, dan malah menuduh Maya membela bajingan itu.

“Kamu beneran lihat tampang pembunuh itu?” Tanya Adam dengan nada datar.

“Ya yank…” Jawab Maya singkat, Adam menoleh pada istrinya itu, semua peristiwa yang meyakitkan dan menghancurkan hatinya dulu seolah terbayang kembali di benaknya.

“Kamu yakin bukan si bangsat itu?” Tanya Adam lagi.

“Bukan..” Jawab Maya.

Adam terlihat kesal dengan jawaban singkat Maya, “Ya pasti kamu kenal banget kan si bangsat itu..” Nada suara Adam terdengar sinis.

“Maksud kamu apa sih yank, kenapa sih kamu ini!” Maya mulai kesal, wajahnya menunduk.

Adam menoleh lembali pada Maya, matanya terpejam, Adam menarik napas panjang untuk mengendalikan emosinya, dia tahu dia telah kelewatan, “dari mana kamu tau..” tanya Adam pelan.

“Mata pembunuh itu sipit seperti orang chinese..dia melotot padaku, dan aku sangat takut melihat matanya.” Jawab Maya.

Adam memandang tajam istrinya, “Sipit?”

Maya mengangguk, “aku sedang berdiri nunggu kamu registrasi, trus tiba-tiba Murad menabrakku, dan aku terjatuh karena begitu kuat tenaganya, aku lihat pembunuh itu seperti berdekapan dengan Murad, lalu Murad terjatuh diatas lututnya, kulihat Darah mengucur deras..aku shock, tanpa sadar aku menatap wajah si pembunuh, dia mengenakan masker, Matanya melotot padaku, lalu orang itu kabur, aku sangat shock jadi gak memperhatikan lagi.”

Baru saja Adam hendak bertanya, pintu ruangan pemeriksaan terbuka, Santoso keluar dari ruangan itu ditemani oleh seorang polisi, “Bapak dan Ibu, silahkan…” Polisi itu meminta Adam dan Maya masuk bersama, Santoso gantian menepuk pundak Adam sebagai dukungan moril pada sahabatnya itu.

***

Pemeriksaan malam itu tak berlangsung lama, polisi hanya meminta keterangan standar, polisi mencatat biodata ketiga saksi, Santoso, Adam dan Maya. Polisi masih melakukan olah TKP untuk mengumpulkan bukti-bukti yang tertinggal di sana.

“Bapak-bapak dan Ibu, terima kasih atas keterangan yang diberikan, untuk sementara kami merasa cukup, harap bapak dan ibu tidak keluar kota untuk sementara waktu, karena sewaktu-waktu kami masih membutuhkan keterangan lebih lanjut.” Ujar seorang Polisi yang terlihat senior, seluruh Polisi yang ada disana menaruh hormat pada Adam dan Santoso, Faktor kedekatan mereka berdua dengan para petinggi polisi membuat keduanya diperlakukan seperti tamu istimewa.

“Yuk gua antar pulang ya, biar mobil lu gua suruh orang ambil..” Ujar Santoso saat mereka berjalan keluar kantor polisi.

“Udah tadi bro, gua suruh staf gua ambil, ya udah kita pulang aja, kayaknya Maya juga lelah.”

“Maaf…saya ikut berduka cita atas meninggalnya kawan anda.” Tiba-tiba seorang lelaki berpakaian preman menyalami Santoso.

Santoso menyambut salam orang itu, “terima kasih pak..”

Lelaki itu juga menyalami Adam dan Maya, “Mbak Maya..” Ujar Orang itu.

“Terima kasih pak..” Jawab Maya. Adam hanya tersenyum pada lelaki itu, mereka bertiga melanjutkan langkah mereka, keluar dari kantor polisi.

“Siapa itu May?” Tanya Adam, Maya sedikit terkejut mendengar Adam memanggilnya dengan Nama.

“Kan tadi dirumah sakit kamu udah tau, dia tetanggaku di Kalimantan, tapi aku tak terlalu mengenalnya, karena dia baru pindah, dan aku juga keburu ke Jakarta.” Jawab Maya, Adam hanya mengangguk tak berkata-kata.



***​



Aliong manatap hpnya yang sedang mendapat panggilan, suaranya sengaja dimatikan, Aliong tak ingin menjawab panggilan dari bosnya, beberapa saat kemudian panggilan itu berakhir.

“Ngentot, kenapa pankui itu tiba-tiba menghalangi gua, apa dia anak buah si Santoso? Dan perempuan itu, jelas-jelas dia melihat gua, apa dia mengenali gua? Gua kan pake masker, gak mungkin juga dia tahu muka gua.” Ujar Aliong dalam hati.

Di layar televisi, Saluran berita tengah menayangkan peristiwa penusukan yang baru terjadi, Aliong mendengarkan reporter yang tengah Live di Tkp, Polisi tengah melakukan olah Tkp di sana, gambar berganti dengan acara jumpa pers di lokasi acara.

“Kami sangat terkejut dengan kejadian yang tak diduga ini, kami menduga pelaku punya masalah pribadi dengan korban, dan kami menpis dugaan pelaku mengincar para pejabat yang tengah menghadiri acara tersebut.” Seorang polisi paruh baya tengah memberikan keterangan.

Aliong mendengar keterangan polisi itu kata demi kata, senyumnya tersungging saat mendengar motif penusukan itu, namun dia juga sedikit terkejut mendengar bahwa korban telah meninggal dunia dalam perjalanan kerumah sakit.

“Meninggal???” Aliong mengusap kepalanya, ini adalah pembunuhan pertamanya, Aliong menghela napasnya, pembunuhan pertamanya malah dia mengacaukan semuanya, samar-samar terdengar suara petugas bandara meminta para penumpang bersiap untuk boarding, Aliong berdiri dan menggendong tas ranselnya, diturunkannya topi yang dipakainya hngga hampir menutup sebagaian wajahnya.

Aliong tahu, bahwa hidupnya sekarang penuh resiko, suatu saat Polisi akan tahu siapa pelakunya, dan hanya masalah waktu untuk polisi mendatanginya…



***​
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd