Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Desah di Tarbiyah

Chapter 4: Jangan Melihat Ke sini
(POV Ima)

BUAK!!


Gw dan Mira terkejut dengan suara keras yang berasal dari barang berbahan kayu yang jatuh. Bukan hanya kami berdua, dua orang yang sedang bertempur di depan kami juga kaget dan berpaling ke arah pintu, sumber suara keras tersebut.


“Siapa tuh Ma?”, bisik Mira padaku.

“Gatau. Jangan berisik!”,

“Jiahh. Ada yang lagi ena-ena toh”, ucap suara yang belum gw tahu siapa sumbernya.

“Haha. Iya nih. Lu entar dulu ya. Gw juga baru mulai soalnya”, ucap si lelaki yang tadi sedang mengerjai tubuh Indria.

Di lain sisi, India hanya memandang sejenak lelaki yang menggedor tadi, kemudian kembali berfokus kepada pria yang sedang berhadapan dengan kemaluannya.

“Ya udah, gw pergi dulu ya kalau begitu, Pak. Mau ngajak anak-anak yang lain”, ujar si lelaki yang menggedor ruangan tadi.

“Oiyya. Silakan. Gw mau ngerjain peliharan Ustadz Farid ini”, jawab lelaki satunya yang kini nampak menyingkap rok dari Indria.

DEG!!

Akhirnya gw sadar siapa lelaki yang tengah bersama Indria ini, dia adalah Topan, kepala tukang bangunan yang tengah mengerjakan proyek pembangunan masji di pondok pesantren kami. Gw cukup akrab dengan suaranya dan terutama pada tato mawar di pundak kanannya. Gw pun berteori jikalau lelaki yang tadi menggedor ruangan tersebut adalah salah satu dari tukang bangunan lain.


“Ouhhhh”, lenguh panjang Indria.

Kali ini, kemaluan Indria nampak dimainkan dengan jari oleh Topan. Beberapa kali, jemari Topan keluar masuk liang kemaluan Indria. Sesekali, jari telunjuk Topan meggelitik bagian dalam lang kemaluan Indria dan membuatnya melenguh panjang.

“Enak kan, Dek?”, tanya Topan pada Indria. Hanya dibalas dengan anggukan pelan oleh Indria.

Pak Topan kembali melanjutkan pekerjaan tangannya. Ia masih memainkan kemaluan Indria. Menusuk-nusuknya, keluar masuk dengan tempo waktu yang bervariasi. Sesekali, Indria dibuatnya melenguh panjang ketika Pak Topan memainkan liang kemaluannya.

Pak Topan lalu menghentikan aktivitasnya. Ia kini memperbaiki posisi dari Indria yang tadi menopang pada kedua tangannya. Ia menarik spanduk bekas yang menjadi alas percintaan keduanya. Kali ini, Indria berbaring. Pak Topan dengan sigap melepas gamis Indria dan memberikannya pada Indria untuk digunakan sebagai alas kepala. Tidak hanya gamis, BH yang digunakan oleh Indria juga jadi korban pelucutan oleh Pak Topan. Sekarang, Indria hanya ditutupi dengan khimar dan niqab merah yang kenakan.

“Badan kamu bagus juga ya, Dek”, ujar Pak Topan sembari memperhatikan tubuh polos Indria.

Ia membelai paha Indria, terus ke perut, dan meremas gunung kembarnya yang mancung dari balik Khimar yang dikenakan Indria. Pak Topan menyampirkannya ke bahu Indria, hingga ia terpampang jelas payudara Indria yang berukuran standar.

“Tetek kami menggoda banget ya, Dek”, puji Pak Topan, Indria tak menggubris.

“Pantes aja Ustadz jadi doyan netek ama kamu”,

DEG!!

GW cukup terkejut mendengar pernyataan Pak Topan tersebut. Sebab, meskipun Indria tinggal di rumah Ustadz Farid, tapi pimpinan pondok kami tersebut juga masih memiliki istri yang tidak kalah cantiknya, Ustadzah Indria. Meski begitu, gw memutuskan untuk tidak menelan mentah-mentah informasi dari Pak Topan tersebut. Sebab, berdasarkan informasi yang kuketahui adalah untuk membantu tugas dari istri pimpinan dan seperti seorang pendamping untuk pimpinan pondok.

Tunggu!

Membantu tugas dari istri pimpinan?

Pikiran gw segera berteori mengenai hubungan peran Washifah dengan pelajaran kewanitaan yang diajarkan tiap senin dan rabu. Meski masih baru diajarkan di pesantren, pelajaran tersebut sudah mengajarkan kami bagaimana menjadi istri yang baik dengan mengenalkan bagian tubuh kami sebagai seorang perempuan.

“Uoohhh. Tersss Pak”, desah Indria mendapat serangan dari jari tengah Pak Topan. Mataku kembali fokus pada dua makhluk di depanku.

Pak Topan menundukkan kepalanya dan menciumi payudara Indria, di lain sisi, tangan kanannya tengah asyik membelai dan menusuk-nusuk liang kemaluan dari Indria. Membuat Indria sesekali mendesah panjang kembali. Gw dan Mira hanya memandangi pemandangan sahabat kami yang tengah digauli oleh Pak Topan. Mira nampak menelan ludah melihat adegan pembuka tersebut. Sementara gw sesekali malah berfantasi tentang apa yang selanjutnya akan dilakukan oleh Pak Topan dan Indria.

“Tetek kamu nikmat banget Dek. Uhh. Srrrppp. Ngga kayak istri bapak di rumah”, ucap Pak Topan.

Jari-jari Pak Topan tidak berhenti bergerilya pada daerah kewanitaan Indria, sedang Indria menikmati tiap terjangan Pak Topan ke dua titik sensitifnya tersebut. Mulutnya ternganga dan sesekali menggigit bibir bawahnya, pertanda usahanya untuk tidak mengeluarkan suara.

“Uoohhh. Iya Pak. Di situ. Uooh. Enak Pak”, terdengar suara pelan Indria.

Mira mulai tidak tenang di sampingku. Ia juga menggigit bibir bawahnya dan matanya seakan tidak berkedip melihat tontonan gratis dari Indria tersebut. Kini, tidak ada lagi perasaan takut ketahuan dari gw, gw Cuma mau melihat kelanjutan dari Indria dan Pak Topan tersebut.

“Awww. Sakit Pak!”, protes Indria ketika Pak Topan mencupang dadanya.

Pak Topan tidak menggubris Indria. Ia kembali bergelut dengan payudara Indria. Dijiliatnya dan diciuminya lah payudara Indria hingga nampak mengkilat meski dalam cahaya yang remang seperti di ruangan ini. Setelah beberapa saat berada dalam posisi tersebut, Pak Topan mengangkat kepalanya dan menhentikan kegiatan tangannya di sektor kemaluan Indria.

“Haaa. Oke. Kamu udah siap dengan menu utamanya, Dek?”,

Indria hanya mengangguk.

Pak Topan berdiri, ia juga menarik sedikit bagian bahu Indria seakan memintanya untuk bangkit dari baringnya dan mengambil posisi duduk. Pak Topan yang sudah bertelanjang dada lalu membuka celana jeans pendek yang ia kenakan. Nampaklah sebuah batang hitam panjang yang sudah menegak gagah.

“HAAAAA!”, gw terkejut dengan suara itu.

Mira yang ada di sebelah gw mendadak mengeluarkan suara sedikit berteriak melihat kemaluan dari Pak Topan. Mendengar suara dari belakangnya, Pak Topan berbalik dan berusaha mencermati kain hitam yang tergantung di belakangnya.

Gw pikir kalau aktivitas mengintip kami ini tidak akan ketahuan karena penghalang kain hitam yang menutupi gw dan Mira. Namun, Mira yang bersuara akhirnya malah membuat gw mengalami ketegangan luar biasa. Mata Pak Topan melotot menakutkan. Gw dan Mira menutup mulut agar suara nafas kami tidak terdengar oleh Pak Topan.

“Kenapa, Pak?”, tanya Indria melihat reaksi dari Pak Topan.

“Itu suara apa, Dek?”, tanya Pak Topan.

“Suara? Perasaan tadi Indria dan bapak udah ngecek kalau gedung ini kosong deh. Perasaan bapak aja kali”,

“Memangnya kamu tidak dengar?”, tanya Pak Topan.

“Ngga, Pak”, jawab Indria sembari menggeleng pelan.

“Serius?”,

Indria mengangguk dengan wajah yang meyakinkan Pak Topan. Kemudian, Pak Topan melanjutkan melepas celana pendeknya tersebut. Mira yang tadi sempat menahan nafas, kini bisa menarik nafas lagi.

Mataku kembali kufokuskan pada celah dari kain hitam yang menggantung. Pak Topan nampak membelakangi kami, sedangkan wajah Indria persis menghadap batang kemaluan yang hitam tegang itu. Indria nampak menatap manja Pak Topan, lalu dibalas dengan anggukan. Tidak lama, Indria menyibak niqabnya dan membuka mulutnya dan memasukkan batang tersebut ke dalam mulutnya.

“Iya, seperti itu sayang”, puji Pak Topan.

Cukup lama Indria menahan posisinya dengan mulutnya yang masih di dalam mulutnya. Setelahnya, Indria pun memaju mundurkan kepalanya, sehingga membuat batang milik Pak topan juga keluar masuk dari mulutnya.

“Ohhh. Betul begitu, Dek. Kamu ada bakat jadi perek”, racau Pak Topan.

Indria tidak memedulikan ucapan tersebut, ia tetap fokus menekuni batang kemaluan yang sudah tegang dan keras tersebut. Sesekali, ia memainkannya dengan mencuri pandang ke arah Pak Topan seakan menggoda bapak-bapak berumur sekitar 40 tahun tersebut. Di sisi Pak Topan, ia nampak begitu menikmati sepongan dari Indria tersebut. Kepalanya menghadap langit-langit. Tangannya memegangi kepala Indria, menuntut gerakan kepala dari Indria.

Bukan sekadar menggerakkan tangannya untuk menggerakkan kepala Indria, Pak Topan juga seperti memaju mundurkan pantatnya seakan seperti menyodok mulut Indria. Sesekali, Indria nampak seperti tersedak, namun tertahan oleh batang hitam yang tertanam di mulutnya.

Gw dan Mira masih berada di posisi kami. Menonton pergumulan keduanya membuat adrenalin gw naik. Namun, gw tetap berusaha untuk menahan hasrat yang sudah hampir naik ke ubun-ubun. Sebab gw yakin, pertempuran Pak Topan dan Indria belum mencapai titik klimaksnya.

Di sebelahku, Mira masih menonton keduanya melalui celah kain hitam yang tergantung di depan kami. Ia sedikit menunduk dengan bertumpu kepada kedua tangannya pada kedua lututnya. Ia nampak begitu fokus pada tontonan di hadapan kami, hingga ia pun tidak sadar jika aku sedang memperhatikan gayanya yang sedang serius menyaksikan pergumulan dua insan beda usia di depan kami.

Setelah beberapa menit menikmati sepongan dari mulut Indria, Pak Topan memberikan kode agar Indria menghentikan aktivitasnya tersebut. Ia mengeluarkan batangnya kini yang sudah dilumasi dengan liur dari Indria. Dengan batang yang masih menegang tersebut, Pak Topan menunduk dan mencium pipi Indria dari balk niqab yang masih menempel.

“Seponganmu mantap banget. Mana nyepongnya pake cadar lagi. Gile. Gile”,

Indria tidak menggubris.

“Emang mantep dah pereknya Ustadz Farid ini. Tokcer”, Pak Topan lalu mencium Indria lagi dari balik niqabnya.

Pak Topan lalu membaringkan tubuh Indria. Ia berdiri lagi untuk menatap langsung seluruh tubuh dari Indria, dari ujung kaki, hingga ujung kepala yang masih ditutup oleh jilbab lebarnya.

“Gile. Gile. Ngga nyangka gw bisa ngewein cewek cadaran kayak gini”, ujar Pak Topan lagi sambil bertolak pinggang.

Pak Topan pun menggeser posisinya ke kaki Indria dan membelakangiku lagi. Ia menunduk dan berposisi jongkok di depan tubub polos Indria yang hanya dibalut oleh jilbab merahnya. Ia membuka kaki Indria sehingga memperlihatkan liang kemaluan Indria yang dari tadi ia mainkan. Pak Topan pun memperbaiki posisinya dan kini berada persis di depan liang kemaluan Indria.

Ia menarik kaki Indria ke sisi tubuhnya dan menjepitnya dengan kedua tangan, membuat pantat Indria sedikit terangkat. Dengan posisi tersebut, liang kemaluan Indria terbuka lebar siap diterkam oleh bapak-bapak kuli bangunan tersebut. Perlahan, Pak Topan memosisikan batang hitamnya yang telah tegang sempurna ke liang kemaluan dari Indria.

Digesek-gesekkannya batang tersebut, hingga membuat Indria sesekali mendesis nikmat, Tidak betah di posisi itu, Pak Topan pun perlahan memasukkan batang kemaluannya ke dalam liang kenikmatan Indria.

SssssshhhhhhShhhhhh

Terdengar suara desis, entah siapa yang bersuara seperti itu, gw ngga begitu tahu. Namun, Pak Topan melakukan penetrasi dengan pelan-pelan hingga setengah batang kenikmatannya nampak tenggelam ditelan liang kemaluan Indria. Kemudian, dengan satu hentakan, Pak Topan menanamkan seluruh batangnya tersebut ke liang kenikmatan indria.

“Ah!”, terdengar suara kaget bercampur sedikit sakit dari Indria mendapat serangan tiba-tiba.

Pak Topan masih menahan diri. Ia membiarkan liang Indria terbiasa dengen benda tumpul yang sedang menusuknya tersebut. Sembari menunggu, Pak Topan kembali menatap Indria yang membalasnya dengan pandangan sayu. Kuli bangunan tersebut menunduk memandangi kemaluan keduanya yang sedang beradu.

“Hmmm. Kamu udah ngga perawan toh. Sudah gw duga. Emang perek lo”, ujar Pak Topan yang kembali tidak digubris oleh Indria.

Tidak lama, Pak Topan pun mengambil ancang-ancang, dengan gerakan pelan, ia menarik pantat beserta batangnya keluar dari liang Indria. Namun, belum keluar sempurna, segera ia hujamkan kembali benda tumpulnya tersebut. Indria mengerang mendapat serangan lagi. Namun, setelah serangan pertama tersebut, Pak Topan segera tancap gas, ia pompa batangnya keluar masuk liang Indria.

“Mampus lu lonte. Kepala doang ditutup, memek kagak!”, hardik Pak Topan pada Indria yang nampak sesekali menggelinjang.

“Oahhh. Terus pakk. Ahhh. Enak pak. Aku emang perek pak! Terusss. Ahhh”, kali ini, Indria tidak mampu menahan dirinya.

Kedua orang tersebut pun kini bertempur dengan syahwat yang semakin ke puncak. Sedangkan gw dan Mira, sesekali menelan ludah melihat adegan seks yang demikian intens antara keduanya.

“Ahhh. Hhhh. Pak Topan. Kontol Bapak. Konttlll”, ucap India yang tenggelam dengan lenguhannya.

Dalam posisi terus menggenjot Indria, keringat Pak Topan semakin membasahi tubuhnya. Hal yang sama juga terjadi pada Indria. Tubuhnya terus bergoyang mendapat sodokan demi sodokan dari Pak Topan. Kedua orang itu benar-benar menikmati persetubuhannya. Di lain pihak, gw dan Mira begitu menikmati adegan persetubuhan keduanya.

Pak Topan lalu menundukkan badannya, namun tetap dalam posisi menggenjot liang kemaluan Indria. Ia menarik cadar Indria. Dengan sekali hentakan, gugur sudah niqab merah Indria itu. Hanya tersisa jilbab panjangnya yang sudah dibasahi keringatnya.

Tanpa Ba Bi Bu, Pak Topan segera melumat mulut seksi Indria. Pak Topan masih terus menggenjot liang kemaluan Indria, tubuh Indria bergoyang mengikuti irama sodokan dari Pak Topan. Keduanya ditelan oleh syahwat yang sudah memuncak dan membuat keduanya berburu klimaks (Bersambung)
Sedaaaappppp
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd