Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Daughter, Love of My Life

Status
Please reply by conversation.
INDEX CHAPTER

Chapter 1 : Prolog (page 1)
Chapter 2: I'm Yours, My Fate is Yours (page 2)





TOKOH & ILUSTRASI

***Hidden content cannot be quoted.***
***Hidden content cannot be quoted.***
***Hidden content cannot be quoted.***
Maribkita dukung terus. Lanjutkan!
 
INDEX CHAPTER

Chapter 1 : Prolog (page 1)
Chapter 2: I'm Yours, My Fate is Yours (page 2)





TOKOH & ILUSTRASI

***Hidden content cannot be quoted.***
***Hidden content cannot be quoted.***
***Hidden content cannot be quoted.***
Lanjutkan suhu....
 
ini sih mantappp jiwaaa
incest perpaduan dengan gaib uwwww

mantap broo, di tunggu update nya
 
INDEX CHAPTER

Chapter 1 : Prolog (page 1)
Chapter 2: I'm Yours, My Fate is Yours (page 2)





TOKOH & ILUSTRASI

***Hidden content cannot be quoted.***
***Hidden content cannot be quoted.***
***Hidden content cannot be quoted.***

Mantap suhu ..
 
Bimabet


Valencia Revalita



“Vi…” Panggilnya gugup.

“Ya, kenapa Gus?”

“Sebenernya gue udah lama suka sama lo, cuma gue takut nyampaiinnya ke lo. Takut kalau perasaan yang gue pendem selama ini cuma gue yang ngerasain, dan sekarang…” Ia menjedakan kalimatnya sejenak.

“Gue gak takut lagi, karena kita bakal berpisah disini. Kalau pun lo ga nerima pernyataan cinta gue, kita bakal jauh dan gue bisa lupain lo nanti.”

“Jadi maksudmu..”

“Iya Vi. Gue ingin lo jadi pacar gue, Vi.”

Aku mengigit bibir bawahku, ini kesekian kalinya seorang laki-laki datang menyatakan cintanya padaku. Bagus, lelaki yang merangkap menjadi sahabatku sejak aku duduk di bangku kelas 10 itu kini jadi korban penolakanku selanjutnya.

“Maaf, Gus. Aku gak bisa.” Ucapku lirih.

“Kenapa Vi? Kita nyaman sebagai temen aja? Kita ga bisa kaya gitu Vi, sejak dulu gue ga ingin sekedar hubungan pertemanan sama lo. Gue ingin lebih.” Bagus mengaku.

Aku pun tahu itu. Bagus tidak pandai menyembunyikan perasaannya. Sejak dulu aku dapat membaca gelagat Bagus yang menyukaiku. Tapi aku tidak pernah mengharapkan ia datang menyampaikannya.

Karena jawabanku adalah tidak bila lelaki tersebut bukanlah Papa.

“Gus, aku gak bisa. Cuma itu yang bisa aku kasih tahu ke kamu sekarang. Aku harus pergi Gus. Makasih udah mau nemenin aku selama tiga tahun kita sekolah.”

Aku mengambil langkah seribu menuju kamar mandi sekolah. Berlari kencang agar Bagus tidak dapat menggapaiku. Suara lantunan live musik masih berdengung keras pertanda acara perpisahan sekolah masih berlangsung.

Tiba di kamar mandi, segera aku memasukinya dengan menutup rapat-rapat pintunya. Inilah ganjaran yang ‘sosok’ itu berikan apabila seseorang datang menyatakan cintanya padaku. Ia tidak akan melukai pelakunya, tapi ia akan menjahiliku sejadi-jadinya. Hukumannya pun beragam,

Tubuhku meringsut jatuh di pintu kamar mandi. Aku menyingkap kebaya biru terusanku, pakaian cantik dengan motif berbunga ini menjadi andalanku datang ke acara perpisahan. Tanganku dengan sigap menurunkan celana dalam berendaku. Tanpa membuang waktu lagi, aku memasukan tiga jariku sekaligus ke dalam lorong vaginaku. Vaginaku berdenyut-denyut gatal sekali.

Jari-jari lentik itu menggaruk dinding vaginaku, berharap dapat menghilangkan rasa gatalku disana. Tapi nihil. Perbuatannya sungguh kejam kali ini, kugaruk berulang kali pun rasa gatal itu tak kunjung hilang. Sudah kucoba beragam titik yang kusentuh, kenikmatan itu tak jua datang. Hampir aku memasukkan jariku yang keempat, tapi akal sehatku mencegahnya.

Papa ingin kemaluanku tetap sempit ‘kan? Aku tak mau Papa hilang nikmatnya saat menyetubuhiku. Meski nafsu sudah diubun-ubun kepalaku, pikiranku tak bisa lepas dari Papa. Papa adalah segalanya bagiku.

Beberapa menit aku menggerakan jari-jariku dengan liar disana, aku akhirnya mengerang frustasi. Air mataku meleleh.

“Ampun…Ampun..” Kataku mengiba.

Tiba-tiba terlintas dalam pikiranku, aku mestinya masturbasi sambil membayangi Papa yang sedang menyetubuhiku. Aku mulai membayangi tangan Papa yang melingkar di pinggangku serta menggerakan penisnya keluar masuk dari tubuhku. Papa yang melakukan penestrasi serta mengerang nikmat sambil terus menyebut namaku.

Begitulah cara sosok itu berkomunikasi denganku, ia hanya memberiku sekelumit gambaran yang kemudian masuk ke dalam alam pikiranku.

Perlahan-lahan rasa gatal di sekitar vaginaku berbuah menjadi kenikmatan tiada tara. Bayangan kotor itu efektif memudarkan rasa gatal di vaginaku. Pikiranku mulai melambung lebih tinggi lagi, aku membayangkan bagaimana sperma Papa tumpah ruah mengisi relung vaginaku, ataupun bagaimana sperma itu menyembur rongga mulutku.

Sperma Papa mempunyai cita rasa yang menakjubkan! Aku dibuatnya ketagihan.

Tubuhku memanas, merindukan persetubuhanku dengan Papa. Padahal baru pagi ini aku meminta jatah darinya.

“Ukhh.. Pa..” Desahku tertahan sambil menyebut orang yang kudamba seumur hidup.

“Akhh..”

“Ahh..”

Tak beberapa lama cairan squirtingku keluar dengan begitu derasnya, Tubuhku mengejang hebat. Aku sampai harus menahan mulutku agar tidak mendesah terlalu keras. Bagaimana jika ada orang dibalik pintu kamar mandi ini? Bisa mati aku.

Walaupun aku telah meraih orgasmeku, aku merasa ada yang kurang. Vaginaku tidak disodok oleh benda yang seharusnya lebih pantas memasukinya. Pemilikku..

Cepat-cepat aku merogoh tas kecilku yang tergeletak tak jauh dari tempatku. Darisitu aku baru menyadari..

Ukh bagaimana aku bisa duduk di tempat kotor macam ini? Pantatku menyentuh ubin lantai kamar mandi. Rambutku yang sebelumnya sudah tertata dengan sanggul rapi kini rusak. Sudah beberapa kali nafsu yang menguasai tubuhku membuatku bertindak tidak lazim.

Meraih ponselku dari tas kecil hitam milikku. Aku menulis pesan singkat,

‘I love you, Pa. Now and always J’

Setelahnya aku mulai merapikan penampilanku, untungnya toilet wanita di sekolahku menyediakan kaca kecil sepanjang dua meter didepan kamar-kamarnya. Berniat kembali ke aula sekolah tempat diselenggarakannya acara perpisahan sekolahku, tiba-tiba ponselku berdering.

‘Ya..’

Papa masih menahan dirinya.









Lembayung terbentang diatas langit senja. Angin sore berhembus pelan membelai wajahku. Surai rambutku dibuatnya terhempas mengikuti arah angin. Menyelipkan helai rambutku yang terjuntai jatuh ke belakang telinga, mataku memandang hamparan laut yang luas.

Desiran ombak melumat-lumat bibir pantai hingga menyentuh kakiku. Adalah sebuah gambaran keindahan alam yang mampu menenangkan hatimu setelah melalui berbagai macam rintangan dalam hidup.

“Vi..” Panggil Ara. Temanku yang sekarang tengah berjalan beriringan denganku.

Aku berdehem singkat, mengisyaratkan agar ia melanjutkan kalimatnya.

“Kamu ada masalah apa sama Bagus? Perasaan kalian dulu heboh kalau samaan, tadi sepanjang perjalanan kamu diem aja.”

“Oh itu bukan apa-apa kok. Aku lagi ga mood aja bicara sama dia.” Kataku berkilah.

“Bener cuma ga mood aja? Atau gara-gara Bagus nembak kamu waktu acara perpisahan pagi ini?”

Aku meringis, “Jadi kamu tahu ya..? Iya aku ga sreg aja, Ra.”

“Vi, duh, kenapa sih kamu gak pernah mau pacaran? Udah berapa banyak coba cowo yang nembak kamu? Udah ga kehitung! Ganteng-ganteng lagi, aku iri tau sama kamu.” Goda Ara dengan tawa kecil mengiringinya.

“Apaan sih Ra, belum saatnya ‘kan? Aku cuma mau fokus sama pendidikanku dulu.” Aku terpaksa berdusta. Tidak mungkin aku memberi tahunya soal hubunganku dengan Papa.

“Ya kan sekali-sekali gak apa-apa, sekalian belajar mengenal pasangan biar gak salah pilih nanti.”

Aku sudah menentukan pasanganku, Ara..

“Tapi dengerin aku dulu deh, bukannya aku sok-sok nasehatin kamu. Kalau aku jadi kamu, aku bakal nerima pernyataan cinta Bagus. Vi.. Dia itu udah mendem rasa sama kamu selama tiga tahun! Dia juga nahan diri buat nyari pasangan lain demi kamu. Jarang-jarang ada cowok begitu. Sekarang kamu buat penantian dia terasa sia-sia. Itu kejam menurutku, Vi.”

Setelah beberapa detik jeda, ia menambahkan. “Kalaupun kamu gak suka sama dia sekarang, lambat laun kamu juga bisa belajar buat menyukainya. Aku kasian sama dia, Vi..”

Andai aku punya kemampuan untuk melepas diriku dari belenggu yang telah mengikatku ini. Aku pun akan mempertimbangkan pernyataan Bagus. Masalahnya aku telah terikat kontrak dengan makhluk itu. Jin wanita bernama Sethiath. Karena makhluk itu tidak hanya berpihak padaku saja. Ia juga memihak Papa.

Aku yakin Sethiath tengah mendengar pembicaraan kami, aku yakin hukumannya sebentar lagi datang. Tapi hingga ujung perjalananku pun, tidak ada yang terjadi. Tidak biasanya Sethiath meloloskanku, padahal aku sudah berpikir yang tidak-tidak.

“Kita balik ke cottage yuk, Vi..” Ajak Ara setelah matahari mulai menyembunyikan eksistensinya.

Aku mengangguk mengiyakan. Tiba di cottage aku membaur dengan teman-temanku yang lain, termasuk juga Bagus. Aku berusaha untuk tak menciptakan suasana permusuhan dengannya. Kami seharusnya bersuka cita selama berada disini. Aku dan teman-temanku tengah mengadakan pesta perayaan untuk merayakan kelulusan kami.

Hingga makan malam pun tiba.

“Vi cobain deh, green tea. Kamu suka kan?” Ia mengulurkan tangannya menyerahkan segelas minuman yang dimaksud.

“Dapet darimana kamu Ra?”

“Aku pesen dua tadi didepan. Lumayan buat rampingin badan kan?”

Aku menerima pemberiannya, menengak minuman asal Thailand itu tanpa memendam rasa curiga,

“Enak Vi?”

“Lumayan.”

“Hahaha kalau gitu ayo kita makan di dalam. Udah selesai kan ngebakar ikannya?”

Sekian detik berlalu, tiba-tiba pandanganku mengabur, sisi mataku pun perlahan mengelap.

“Ra, aku ngerasa aneh deh.” Tanganku berusaha mengapai pundak Ara. Tapi Ara dengan cepat menghindari tanganku.

“Kamu kenapa Vi? Aduhh, jangan pingsan disini dong Vi..”

“Ra.. A-Aku..”

“Via?”

“..mu kenapa?”

Kesadaranku lumpuh seketika. Aku terhuyung jatuh pingsan diatas butiran pasir persis didepan pintu cottage yang kami sewa. Aku bisa merasakan darah segar mengalir di pelipisku saat membentur permukaan.

Berikutnya semua berlangsung gelap.









Rasa sakit mendera kepalaku. Mataku terasa berat sekali untuk sekedar kubuka. Ketika tanganku hendak kugerakan menyentuh kepalaku, tiba-tiba ada yang membatasi gerakanku. Perlahan-lahan kubuka kelopak mataku untuk melihat apa yang terjadi.

Alangkah terkejutnya aku, kedua pergelangan tangan dan kakiku terikat pada pilar-pilar ranjang. Aku menghentak-hentakan tanganku, berusaha lepas dari cengkraman talinya. Tapi sekuatpun aku mencoba, aku tak bisa lepas dari ikatan tersebut. Justru malah semakin mempererat ikatannya.

Bagaimana aku bisa disini? Seingatku aku sedang makan malam sekarang.

Aku berteriak sejadi-jadinya meminta pertolongan, tapi mulutku lebih dulu disumpal oleh kain yang terikat hingga belakang kepalaku. Aku mulai menangis, apa lagi yang terjadi denganku saat ini?

“Hey Vi..” Seseorang menyahut dari sudut ruangan, ia tengah duduk di kursi kayunya sambil menyesapi rokoknya. Aku melotot marah melihat orang itu bergerak menghampiriku.

“Engghh!!”

“Bukan maksud gue bikin lo begini, tapi teman-teman cewek lo itu sebenarnya gak suka sama lo, Vi..”

Aku menautkan kedua alisku, tidak mengerti dengan maksud perkataannya. Ia lantas membuang puntung rokoknya, memudahkannya berbicara lebih jelas.

“Mereka itu iri sama lo, cowo mereka pacaran sama mereka rupanya buat ngedeketin lo. Lo punya segalanya Vi. Lo cantik, lo pinter, anggun, kaya lagi.”

Berhenti memberontak, hatiku bagai disambar petir mendengar penjelasan Bagus. Aku hanya dapat merapal doa kalau ini semua adalah mimpi. Aku tidak bisa menyangkal omongan Bagus, mengingat beberapa hari lalu Gerry, pacar Ara itu sempat datang mengakui perasaannya.

Kukira Gerry tidak akan mengumbar kejadian itu ke pacarnya. Tapi ternyata aku salah. Air mata semakin mengalir deras dari ujung mataku.

“Termasuk gue Vi, gue jadi korban keganasan lo. Gue bisa bantu lo supaya balik temenan sama mereka lagi. Tapi please izinin gue jadi yang pertama buat lo. Gue bener-bener cinta mati sama lo, Vi.. Gue siap bertanggung jawab sekalipun lo hamil.”

Saat ia tiba dipinggiran ranjang, aku menjerit sekencang-kencangnya. Berharap Bagus berhenti mendekatiku. Tapi yang terjadi malah sebaliknya. Bagus membuka jaket kulitnya, disusul dengan pakaiannya yang lain.

Sethiath, dimana kah engkau disaat seperti ini?

Aku memejamkan mataku erat-erat. Menolak memandang Bagus dengan tubuh polosnya. Tangan kotornya haram menyentuh seluruh bagian tubuhku tanpa pengecualian. Aku tidak ikhlas! Aku tidak mau dijamah oleh lelaki macam dia.

“Papa.. maafkan aku.” Bisikku menangis.

“Gak ada gunanya lo nangis Vi, gue bakal ngerekam semua adegan persetubuhan kita. Lo harus tutup mulut sama apa yang terjadi disini dan nurut sama gue atau lo yang nanggung konsekuensinya kalau video ini gue sebar.”

Sethiath kumohon tolong lah aku.

BRAKK!!

“POLISI!! SEMUA MENUNDUK, DIAM KALIAN SEMUA!!”

Kunci pintu kamar yang kuhuni dipatahkan, segerombolan polisi datang memergoki perbuatan Bagus dan teman-temanku. Dalam hati aku mengucapkan rasa syukurku ribuan kali karena telah diselamatkan. Berbeda denganku, Bagus tampak pucat sekali.

Ia mengikuti perintah gerombolan polisi itu untuk menunduk,

“Astagfirullah, kamu mau perkosa anak orang ya? Kenapa kamu ikat-ikat dia?”










Sudah seharian ini Via terlihat murung di kamarnya. Pesta perayaan kelulusannya tiga hari lalu berujung bencana. Via sejak pagi hanya terbaring lemah diatas kasurnya, memandangi ponselnya dengan hampa.

Via telah dihianati para sahabatnya. Ia begitu menderita karenanya. Aku pun tidak menyangka, pesta perayaannya akan berakhir teragis seperti itu. Kejadian ini menimpa Via secara bertubi-tubi dalam kurun waktu beberapa bulan terakhir.

Sekarang aku jadi lebih protektif terhadap putriku. Aku tak mau kejadian seperti kemarin terulang kembali. Namun demikian, aku takkan biarkan masa liburannya menjadi kelam. Ia harus cepat melupakan kejadian itu. Aku harus segera mencari cara agar mengembalikan Via ke bentuk cerianya.

Cklek..

“Via.. kamu belum sarapan pagi, kita makan siang diluar aja yuk.”

Via yang masih terbaring dengan menyelimuti dirinya hingga ke dada menggeleng lemah. Matanya masih terpatri pada layar ponselnya.

“Vi.. ayo dong jangan sedih terus. Kamu bisa cari teman lagi. Gampang kok cari teman itu.” Kataku berusaha menghiburnya.

“Via gak mikirin itu.”

“Terus kamu kenapa sayang? Kamu kenapa sih gak mau bersikap terbuka sama Papa?” Tanyaku sedih, aku duduk disampingnya. Diatas ranjang berselimut putih kelinci kesukaannya.

Via mengelap matanya yang sembab lalu ikut duduk berhadapan denganku.

“Pa.. Maafin Via ya..” Bisiknya parau.

“Maafin kenapa sayang? Kamu gak salah apa-apa kok.”

“Enggak, sebenarnya kemarin itu salah Via. Via udah berpikir yang enggak-enggak. Via mau ngehianatin Papa..”

“Ngehianatin Papa?”

Via mengangguk sesunggukan, “Waktu itu sahabat Via ada yang nembak Via, Via sempet berpikir buat nerima pernyataan cinta dia. Tapi Via gak tahu dia ternyata sejahat itu.”

Oh, astaga. Diluar dugaanku, ternyata itu yang menghantui pikirannya selama tiga hari ini. Aku merengkuh leher jenjangnya supaya kepalanya menempel didadaku. Via menyurukkan kepalanya disana.

“Aku gak akan pernah bisa lepas dari Papa. Aku gak mau Papa lepas dari aku.” Katanya mengikrar janji setia.

Pelukan kami tidak berlangsung lama, Via mendorong tubuhku jatuh diatas ranjangnya. Tangan mungilnya mengusap rahangku lembut. Ia cium bibirku dengan bibir ranumnya penuh hasrat. Setelah beberapa lama lidah kami saling melilit bertukar saliva.

Saat mulutku sudah terlalu basah akibat ciuman beserta air ludahnya. Lidah Via pindah menciumi setiap lekuk wajahku. Ia melakukannya penuh damba. Darahku sampai berdesir menerima perlakuannya.

Via menuntun tubuhku membuka kaos poloku. Ciumannya turun ke dadaku, ia cupangi putingku antusias. Aku mendesis-desis nikmat karenanya. Semakin hari semakin mahir Via merangsang nafsuku. Setidaknya ia harus kusetubuhi satu kali dalam satu hari agar terhindar dari hukuman Sethiath.

Menciumi puting dadaku. Aku jadi teringat sewaktu Via menyusu dulu. Bedanya sekarang ia tumbuh menjadi gadis remaja yang cantik dan seksi, namun masih saja menyusu. Aku merem melek dibuatnya. Daging kenyalnya itu terus saja menari-nari disekitar puting dadaku bergantian kiri dan kanan.

Tak kuasa menahan nikmat pemberiannya, aku meremas-remas belakang mahkota rambut putriku. Via tanpa menghentikan aksinya tersenyum senang. Belum puas menelusuri tubuhku, Via menjilati pusar perutku. Ia menjilat-jilatinya penuh perasaan.

Usai melakukan pemanasan, Via membuka sleting kemeja putihnya yang terdapat di punggungnya. Melemparnya keatas meja komputernya, kini BH biru dongker berbentuk segitiga terlihat menutup gundukan payudara Via yang lembut.

Aku tanpa diperintah lagi meremas-remas payudaranya. Padahal Via masih berusaha melucuti seluruh pakaiannya. Kegiatan tersebut terpaksa Via hentikan demi mendesah nikmat. Sementara aku menggeram gemas benda kesukaanku akhirnya terpampang dihadapanku.

Masih dalam posisi menindihku, tubuh Via dicondongkan kedepan agar aku dapat lebih leluasa meremas payudaranya. Ia bahkan membenamkan payudaranya diatas wajahku. Seperti memintaku untuk menyusu di payudaranya. Segera kugigit-gigit payudaranya yang masih tersembunyi dibalik BHnya. Kujilat-jilat mesra hingga basah kain satun yang menjelma menjadi BH milik Via.

Suatu ketika Via menampar-nampar wajahku lewat gundukan payudaranya. Ia tertawa-tawa seksi melihatku diperlakukan seperti itu. Kugenggam paksa payudaranya lalu kutarik benda yang menghalanginya dengan buas.

Via memekik kaget atas perbuatanku itu. Tapi kemudian bibirnya kembali menggoreskan senyum manisnya. Ia akhirnya berkesempatan melepas hotpants dan celana dalamnya.

Ketika mau beranjak untuk ikut melepas pakaianku, tangan Via menahan dadaku ditempatnya semula. Ia mengisyaratkan agar kali ini biarkan dirinya memegang kendali penuh.

“Aku ingin ngelayanin Papa sepenuhnya siang ini..” Tandasnya dengan mengumbar senyum.

Memelorotkan celanaku hingga selutut, penisku yang sejak tadi sudah terangsang hebat sampai harus mengintip lewat celana dalamnya. Via tertawa keras sekali,

“Kangen sama aku ya?” Ucap putriku yang malah membuat penisku semakin tegang.

Merasa kasihan, Via melepas celana dalam yang membelit penisku. Ia meludahi tangannya berulang-ulang sebelum mengusapkan air ludahnya ke setiap bagian penisku, tidak terlepas dari biji kemaluanku. Penisku basah oleh air ludah Via yang manis itu.

Tanpa kuduga-duga ia bahkan mengesekan pipi pualamnya yang kudus di batang penisku. Via selalu melakukannya tanpa ada perasaan jijik sedikitpun di benaknya. Aku bisa merasakan tekstur lembut nan kenyal dari pipinya.

Selain karena tuntutan yang wajib menyetubuhi Via, diperlakukan seperti ini lama-lama membuatku jatuh keatas ribaan hangatnya cinta dan kasih Via. Putriku telah menjelma menjadi malaikat penyejuk hati dan hidupku.

Setelah dirasa cukup basah, Via mengecup kepala penisku, penisku merasakan sensasi lembutnya bibir Via, agak lama, sampai ia mulai membimbing penisku mengarah ke liang vaginanya.

BLESS..

Hangatnya liang Peranakan Via itu langsung menebarkan sensasi hangat tak terkira di sekitar penisku, Via langsung memasukkan penisku hingga mentok dan menyentuh dinding rahimnya. Aku tak pernah menyangka penisku bisa menyentuh pintu rahimnya.

“Auhhh.. Paa~ Enak…” Desah Via.

Via berhenti sejenak, menghayati kenikmatan yang teralir lewat denyutan penisku di vaginanya. Ia mengulum senyumnya.

“Tak ada yang lebih nikmat selain penis Papa yang besar dan lebar ini.”

DEG.

Ada perasaan bangga yang membuncah dihatiku tatkala putriku mengucapkan kalimat itu. Ia jelas menyatakan bahwa aku lah nikmat hidup satu-satunya. Hatiku tersentuh mendengarnya.

“Vi..” Aku menyahut, sebenarnya ada ribuan kata yang ingin kusampaikan. Namun tertahan di pangkal tenggorokanku karena hubungan darah kami. Aku ingin menyebutkan kata cinta, aku ingin menyebutkan kata sayang, aku ingin menyebutkan kata rindu.

Via selanjutnya mulai menggerakan pinggulnya keatas kebawah dan memutar, betapa rasa nikmat menggeranyangi penisku dan sekujur tubuhku hingga mataku tertutup rapat. Tanganku menggerayangi dadanya, menambah sensasi nikmat yang diberikan sukarela oleh putriku.

Via memborbardir penisku dengan liar. Aku pun ikut menghentak-hentakan pantatku sama liarnya. Oh nikmat…

Aku tak diizinkan mengubah posisi percintaan kami. Via ingin terus memegang kendalinya. Orgasmenya silih berdatangan dalam waktu setengah jam saja. Ketika orgasmenya datang, ia merapatkan ujung vaginanya dengan ujung kemaluanku. Vagina Via langsung menjepit penisku erat-erat, seakan takut penisku lepas. Kemudian penisku dihadiahinya cairan orgasmenya yang terlihat seperti kristal-kristal bening.

Setelah orgasmenya yang ketiga, aku akhirnya mencapai klimaks.

“Oh Vi.. Papa keluarhh.”

“Ahh ya Pa, hamilin Via! Via adalah milik Papa!”

“Auhh..”

Spermaku kembali mengisi seisi ruang vaginanya. Aku tak pernah kehilangan nikmatku untuk terus menembakan cairan cintaku mengisi rahimnya. Beberapa jenak aku biarkan spermaku membuahi sel-sel telurnya, Via akhirnya mencabut penisku.

Ia bersihkan sisa-sisa lendir yang masih menempel di penisku. Ia bahkan tak sungkan lagi mengemuti lubang penisku untuk menyedot sisa-sisa sperma yang tersisa disana. Ia lantas menelan semuanya. Tak lupa menjilati seluruh batang penisku hingga bersih.

Selesai dengan tugasnya. Via jatuh dan terkulai lemas diatas tubuhku, kurengkuh tubuhnya penuh kehangatan.

“Pa.. Vagina Via hangat. Via merasa penuh sekarang. Hidup Via utuh..” Bisik Via yang bersandar di dadaku. Mendengarnya, aku mengusap-usap bahu mulus Via lembut.

Inilah maunya Sethiath, ia ingin membuat Via tidak bisa hidup tanpaku. Apalagi setelah kejadian kemarin, Via akan semakin takhluk padaku.



 
Terakhir diubah:
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd