Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

FANTASY - TAMAT Dari FANTASI berujung REALISASI

Saya berencana mmbuat grup tele'gram untuk mendengar usulan dan masukan para pembaca. Apakah setuju?

  • Setuju

    Votes: 447 78,1%
  • Tidak

    Votes: 125 21,9%

  • Total voters
    572
Status
Please reply by conversation.
11x update tp msh kentang 🤣
luar biasa suhu ts. gpp si hu yg pntg konsisten update dan diperpanjang lah update nya klo bs sesekali dobel update sehari 🤣 dan kentangnya jgn terlalu mentah bgt biar ga down pembacanya
 
11x update tp msh kentang 🤣
luar biasa suhu ts. gpp si hu yg pntg konsisten update dan diperpanjang lah update nya klo bs sesekali dobel update sehari 🤣 dan kentangnya jgn terlalu mentah bgt biar ga down pembacanya
:D:Peace: hahahaha
 
Karena Suami

"Wah ini mah semustinya sudah pulang hari ini"

"Hahahaha, ayuk makan dulu"

"Silakan, pak, silakan..."
"Saya gampang"

"Wawan sudah buru-buru ingin pulang, kalau bukan karena belum terima upah dari RT, saya tahan dulu anak itu di sini"

"Enghhh belum"

"Iya, setiap kali ke sini saya kasih uang ngopi, rokok, dan makan, mana tega lihat yang banyak bantu gak diisi perutnya"

"Hehehe", aku merasa tersindir karena Pak Yanto keluar uang juga untuk Wawan, seharusnya tidak perlu.

"Kita makan, masa yang nungguin enggak makan.."

"Bener, pak"

"Yang malah terjadi adalah kita sembuh, dia yang sakit. Seusia saya sakit-sakitan, wajar, seusia Wawan masih muda, belum dapat kerja loh, bagaimana masa depannya?"

"Hehehe iya bener juga pak"

"Ooh yaa, apakah Pak Riko enggak bisa memasukkan Wawan ke tempat bapak sebagaimana saya?"

"Bisa aja sih, pak. Tapi apa Wawan, mau?"

"Daripada lama menganggur, enggak usah gengsi-gengsi. Tolong dibantu Pak Riko, kasihan"

"Baik, nanti coba saya hubungin Wawan"

"Kalau saya sendiri kapan mulai bisa bekerja?"

"Bapak siapnya kapan?"

"Emmmm... mulai Senin minggu depan, bagaimana?"

"Boleh..."

Pak Yanto sedang mengunyah makan malam ketika aku sambangi di kamar inapnya. Ia terlihat lebih segar dan tak lagi pucat layu wajahnya. Geraknya pun sudah gesit, mengambil makan dan meminum sendiri, pun turun dari ranjang untuk mencuci tangan dan ke kamar mandi. Sayangnya, ia masih menangisi infus yang belum dilepas, kemana-mana harus ditenteng. Nafsu makan sudah ada, mengapa infus ini masih menjerat dan menyusahkannya, kembali Pak Yanto nenggerutu. Aku juga mengiyakan dan memberitahukan bahwa kemungkinan baru besok dicabut jarum infus dari punggung tangan Pak Yanto. Di samping itu, Pak Yanto mengatakan bahwa dokter menyarankan kepadanya agar setelah pulang nanti ia beristirahat dan jangan melakukan aktivitas yang berat-berat dulu. Namun, Pak Yanto bersikeras dia sudah pulih dan sehat. Keluhan di badan juga tak ada yanh dirasa. Kalaupun dilarang aktivitas berat sementara, itu mengapa ia menunda bekerja di tempatku sampai minggu depan.

"Saya mau nanya sesuatu boleh, Pak Riko?"

"Silakan Pak"

"Tapi tolong jangan dianggap macam-macam dulu, ya. Sekedar bertanya saja loh ini"

"Iya, enggak masalah"

"Emmm... jadi begini, ibu kemarin ada bercerita soal bapak ke saya. Katanya bapak itu suka ngebayangin yang aneh-aneh. Salah satunya ada mengenai saya, betul?"

"Engghh, maksudnya bagaimana ya?"

"Emmm.. iya, bapak katanya punya imajinasi, eits bukan, fantasi... fantasi ibu main bersama saya. Itu apakah benar?"

"Hahahaha, main apa? bulutangkis? Pingpong? Engga ada istri saya bercerita begitu"

"Maininin bini orang, bukan itu loh..."

"Lalu, apa?", tanyaku penasaran.

"Mirna pernah cerita kalau Pak Riko ini punya fantasi istrinya berhubungan badan dengan pria lain, apa benar?"

"Ah enggak, kata siapa? Enggak ada saya ngomong begitu. Mana rela seorang suami, istrinya tercintanya bermesraan dengan pria lain, apalagi sampai berhubungan seks", jawabku membela harga diri yang sebetulnya sudah terkoyak.

"Kok beda dengan yang diceritakan ibu ya"

"Mungkin Pak Yanto salah tangkep, yang dimaksud Mirna mungkin orang lain, bukan saya. Masa iya saya punya fantasi dia berhubungan seks dengan orang lain, yang bener aja"

"Mmmm....."

"Mirna ceritanya kapan pak?"

"Sudah lama"
"Sebetulnya Saya mau nanya ini ke Pak Riko juga udah lama, namun saya segan, takut dianggap mau macam-macam", terang Pak Yanto memegang ponselnya seolah mencari-cari sesuatu. Jantungku berdebar-debar mendengarkan pertanyaan yang diajukan oleh Pak Yanto. Bahkan Aku tidak mengira Mirna bisa-bisanya menceritakan perihal fantasiku kepada lelaki paruh baya ini. Sesuatu yang nyaris luput dari percakapan WA Mirna sekalipun. Tiba di rumah nanti, aku akan menanyakannya langsung ke istriku. Apa maksud di balik ia mengutarakan perihal fantasiku ke Pak Yanto. Memang betul fantasiku demikian. Namun ketika Pak Yanto mengetahui dan menanyankannya langsung kepadaku, aku merasa agak terhina.

Aku justru ingin bertanya balik apa maksud Pak Yanto menanyakan hal seperti itu kepadaku, tetapi aku menahan diri karena belum mendapatkan kejelasan dari Mirna. Pak Yanto sendiri jadi terlihat bingung. Kemudian ia meminta tolong kepadaku mengambilkan kantong plastik di dalam kamar mandi. Katanya kantong plastik itu berwarna hitam dan tergantung di belakang pintu. Aku lekas membantu karena kendati sudah pulih, kasihan juga Pak Yanto kepayahan berjalan ke kamar mandi. Setelah berhasil kuambil, kuberikan kepadanya yang sedang duduk di atas ranjang perawatan.

"Kalau ini Pak Riko masih ingat?", tanya Pak Yanto mengeluarkan sehelai celana dalam wanita, sepertinya aku kenal.

ASTAGA CELANA DALAM YANG AKU SELIPKAN DULU ITU!

"Dapat dari mana Pak?"

"Hasil pancingan. Hahahahaha, bukanlah"
"Yang jelas Pak Riko ingat gak dengan celana dalam ini?"

"Eenggh... yang mana yah"

"Aaagh, Pak Riko ini pura-pura lupa. Celana ini kan terselip dalam baju yang bapak kasihkan ke saya"

"Wah iya kah?"

"Hahahaha, saya sudah bertanya ke Ibu loh, pak. Tolong jangan dibantah lagi"
"Hehehe"

⚡JEBRET⚡

Di luar dugaan, baik Mirna dan Pak Yanto ternyata sudah menyadari perihal celana dalam yang kuselipkan dalam sebungkus kantong berisikan pakaian kerja untuk Pak Yanto. Alamak! Jurus bantahan apalagi yang bisa aku kerahkan untuk menyangkal tuduhan Pak Yanto. Celana dalam Mirna yang berwarna biru muda dipamerkannya ke hadapanku. Tampak beluwek, lusuh, dan kusam. Dari bentuknya menyembul kesan lama tidak pernah dicuci dan tidak tersentuh detergen pun pengharum. Bukan itu saja kemudian Pak Yanto turut mengeluarkan BH Mirna yang kuselipkan bersamaan dengan celana dalam tadi. BH berwarna biru muda itu tak menonjolkan kelusuhan dan kekarutan, hanya beberapa bagian tertekuk.

"Jangan diam dong Pak, enggak sedang kena serangan jantung kayak saya kan ini?"
"Hahaa"

"Hhhmmmm... saya bingung harus ngomong apa", jawabku memalingkan muka, memandang ke arah jendela.

"Enggak perlu bingung, Pak Riko hanya perlu mengaku saja. Enggak akan ada masalah apabila Pak Riko jujur ke saya. Saya menganggapnya manusiawilah"

"Ya apa adanya memang seperti itu, Pak Yanto"
"Saya enggak tahu harus bilang apa. Justru malu"

"Mengapa harus malu, malu itu kalau Pak Riko nyolong celana dalam saya. Malu itu Pak Riko enggak pakai celana di depan saya"
"Hahaha", tawa Pak Yanto sedikit menggugahku tersenyum.

"Bener sih. Hehe"

"Kalo boleh tahu, mengapa bisa muncul fantasi seperti itu Pak Riko, di mana-mana punya istri cantik ya sepatutnya dijaga, disayang. Bukan sebaliknya malah dibayangkan dia berhubungan badan dengan orang lain, apalagi pengen hal itu benar-benar terjadi, kan kasihan ibu"

"Enggh...", aku hanya bisa membisu ketika Pak Yanto seolah-olah sedang menasehati.

"Kecuali kalau dari ibunya benar-benar mau, ya silakan. Masa dipaksa-paksa.."
"Heehehe..."

"Mirna sudah cerita apa?"

"Enggak cerita banyak, dia hanya menggerutu fantasi Pak Riko itu benar-benar mengganggu dia"

"Hhhmmm..."

"Saya dengan Mirna enggak terlalu dekat, namun kadang ia suka cerita ke saya, maklum kan suka ketemu di warung bu Aminah"
"Hehe"

"Owhh..."

Celana dalam dan BH milik istriku dimasukkan kembali ke dalam plastik. Aku heran bagaimana bisa keduanya ada di tangan Pak Yanto. Apakah Mirna telah memberikannya usai mengetahui itu sengaja kuselipkan dan ternodai sperma Pak Yanto? Atau hanya sekadar kepeluan saja karena semua yang barusan berlangsung ini sudah direncanakan oleh Pak Yanto dan Mirna. Seharusnya istriku berada di sini juga agar aku bisa menginterogasi bukan hanya disindir-sindir oleh Pak Yanto. Aku hendak menghubungi Mirna apakah dia tahu yang sedang Pak Yanto bicarakan kepadaku malam ini. Kalau iya, aku mau menyuruhnya segera ke rumah sakit. Tidak adil rasanya aku 'didakwa' tanpa bisa bertanya balik, apa saja yang sudah diceritakan oleh Mirna kepada Pak Yanto. Sebaliknya Pak Yanto mengutarakan setengah-setengah.

Ketika aku hubungi, Mirna mengatakan dia sedang menuju ke sana. Pak Yanto barusan menghubungi. Mereka berarti sudah merencanakan. Aku tak menyangka ini bakal terjadi.

"Tenang Pak Riko. Ibu sedang menuju ke sini. Sabar..."

"Boleh giliran saya yang bertanya?"

"Silakan", jawab Pak Yanto membetulkan posisi duduk sembari mengulurkan sarung.

"Pakaian dalam Mirna mengapa bisa ada di Pak Yanto?"

"Sudah bau, dia jadi malas mencucinya. Pak Riko sih enggak mau mengaku"
"Hahaha"

"Saya juga tahu sejauh apa hubungan Pak Yanto dengan Mirna"

"Iya, lewat chat di hape kan?", Pak Yanto lekas menyela pembicaraan. "Ada yang Pak Riko enggak tahu, misalkan Mirna ada cerita ke saya perihal fantasi bapak. Belum yang diomongi secara langsung"

"Termasuk pakaian dalam yang dibelikan dan Mirna memakai celana dalam yang bekas kena sperma Pak Yanto?"

"Betul"

"Berarti semua itu kan Pak Yanto nafsu dengan istri saya"

"Lah siapa yang mau nolak kalau dikasih yang manis-manis, gratis pula"
"Hehehe"

"Waduwh ini berarti jangan-jangan Pak Yanto udah ngapa-ngapain istri saya nih", ujarku dengan nada naik.

"Wahahahahaha belum, belum..."
"Jangan berpikir terlampau jauh Pak Riko. Saya gak sekurang ajar itu"

"Gak kurang ajar bagaimana, celana dalam istri saya aja jadi bahan onani"

"Yang ngasih kan bapak duluan. Hahahaha. Yang punya fantasi macem-macem juga"
"Hahahahah. Saya pria normal loh pak, ya pastinya akan begitu"

"Ya benar, semua mulainya dariku"

Pak Yanto melanjutkan ceritanya bahwa ia bisa tahu banyak karena sedikit aneh dengan Mirna yang makin ke sini seolah-olah sedang menggodanya. Mulai dari cara berpakaian kemudian meladeninya berbicara yang berbau mesum. Salah satunya di chat yang pernah kubaca. Alhasil Pak Yanto menanyakan maksud semua yang Mirna lakukan, ternyata ia sedang menguji sejauh apa ketertarikan Pak Yanto kepadanya. Ketertarikan itu juga disangkutpautkan sejauh mana suaminya berfantasi. Faktanya semua terbukti. Pak Yanto juga mengatakan dia betul-betul belum melakukan hal melampaui batas dengan Mirna. Kalaupun ada ya meraba-raba. Mirna melihat dan memegang penisnya. Sebaliknya Pak Yanto pernah menyentuh selangkangan Mirna, namun hanya sebentar, entah berapa lama ukuran sebentar itu.

Kagetnya lagi, ternyata dua hari belakangan Mirna berkunjung kemari. Istriku berbohong. Kemudian aku lekas bertanya apa yang mereka berdua lakukan. Pak Yanto menjawab pada dasarnya kehadiran Mirna di sini cukup banyak membantu, dibanding Wawan yang hanya bisa disuruh-suruh keluar. Pak Yanto berterima kasih kepadaku. Di luar itu semua, Mirna dan Pak Yanto berbicara banyak hal, terutama adalah mengenai fantasiku ini solusinya apa. Kalaupun ada yang lain-lain, seperti Pak Yanto meraba-raba bokong Mirna dan mereka berpegangan tangan.

"Nah ini orangnya datang!"
"Sini kamu...."

"Apa sih, datang-datang udah diseret-seret", gerutu Mirna yang baru tiba mencopot jaketnya, tampak ia mengenakan blus tanpa lengan berwarna biru tua dan bawahan celana kulot abu-abu.

"Hehehe, ada yang sudah enggak sabaran", terkekeh Pak Yanto.

"Kamu cerita apa aja ke Pak Yanto? Kok bisa fantasi suaminya diceritain ke orang lain"

"Ya bisa aja, sebetulnya aku gak mau, tapi karena suka berulang-ulang, sampai kebawa mimpi, siapa yang gak cape dengerinnya, celana dalamku sampai jadi korban"

"Kan enggak mesti diceritain juga"

"Aku pusing Mas, nahan beban maunya kamu itu. Ditambah kamu chat aneh-aneh dengan Yanti. Ditegur, diulangin lagi"
"Barangkali kalau yang kasih tahu cowok juga kamu jadi sadar gitu loh. Kamu kambuhan"

"Enggak mesti begitu juga, Mirna, duh"

"Terus, solusinya bagaimana? Besok-besok kamu begitu lagi. Aku yakin", tanya Mirna menyeret kursi di sebelah Pak Yanto. Ia duduk menatap ke arah mukaku dengan raut kesal. Salah satu siku tangannya menopang ke ranjang Pak Yanto. Kemudian tangan Pak Yanto yang tak tertusuk jarum infus entah sengaja atau tidak memegang punggung tangan Mirna. Birahiku mulai menanjak.

"Bagaimana yaaa"

"Apa harus beneran aku dan Pak Yanto berhubungan seks? Tapi dengan catatan hanya sekali ya, habis itu enggak ada lagi", ucap Mirna menatap wajah Pak Yanto, lalu menengok ke arahku. Sontak aku gemeteran dengan pertanyaan Mirna. Bola panas itu muncul kembali. Semuanya bergantung kepadaku.

"Kalau sudah, selanjutnya apa? Saya bingung kok ada orang pengen lihat istrinya berhubungan seks dengan orang lain?", tanya Pak Yanto.

"Kebanyakan nonton film porno, akhirnya onani palingan", jawab Mirna. Aku masih berdiri mematung, memperhatikan istriku bersanding dengan Pak Yanto, mempertanyakan ketidaklaziman fantasiku.

"Itu pakaian dalam kamu kok bisa di situ?"

"Yaiyalah, udah bau, kamu coba cium sendiri sini bau pejunya Pak Yanto nih, mas"

"Hahahaha", sambut Pak Yanto dengan tertawa.

Kemudian Mirna mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan ia memiliki akun wikipedia yang tersambung dengan wikipedia Pak Yanto. Bahkan wikipedia Pak Yanto ada karena arahan dari Mirna. Ia yang memberitahukan ke Pak Yanto bahwa selama ini aku mengintip isi percakapan keduanya. Mereka pun hilang komunikasi di WA ternyata mengalihkannya via wikipedia karena Mirna mengatahui diam-diam aku memegang ponselnya. Ia menduga pasti aku lagi dan lagi mengintip isi chatnya kendati sudah ketahuan perbuatanku menggandakan akun WA Mirna. Bagi Mirna, sikapku yang diam seribu bahasa dan penasaran disangka-sangka timbul fantasi seksual yang dicemaskannya tersebut. Malahan sebelumnya terlihat jelas ketika kami sedang berhubungan suami istri, Mirna melontarkan pertanyaan apakah aku menyetujui dirinya berhubungan seks dengan Pak Yanto. Jawabanku menyulut tambah terang benderang.

Setelah Mirna membeberkan, giliranku bertanya balik, mengenai semua yang dilakukan dengan sembunyi-sembunyi, termasuk saat aku menyelidik dan menguping ia bersama Pak Yanto di kamar mandi, serta ketika Pak Yanto dan Mirna berbalas pesan WA yang mengandung unsur 'seks' sekalipun. Mengapa juga ia berbohong jika dua hari sebelumnya ia datang ke rumah sakit di luar pengetahuanku.

"Aku berhasil godain Pak Yanto, Mas. Bukannya kamu seharusnya seneng?", tanya Mirna menoleh ke Pak Yanto, lalu menatapku. "Pak Yanto juga menyambut baik apa yang udah kulakukan, iya kan pak?"

"Iya. Hehehe"

"Kita udah ngapain aja?"

"Saya udah mijetin kamu, kamu juga mijet saya. Udah mau pegang, anu saya. Saya juga walau sebentar sudah megang wilayah sensitif kamu. Apalagi yaa?"

"Tuh kan kelupaan, kotorin pakaian dalam aku, pegang-pegang pantat, peluk-peluk", sahut Mirna melirik tersenyum, disusul cubitannya ke lengan Pak Yanto.

"Oh ya, hahahhaa"

"Tapi, kita enggak pernah lebih dari itu"

"Loh kenapa?", tanyaku tak percaya, namun cukup terkejut.

"Bagi saya, enggak perlu sampai berhubungan seks, mungkin ada cara lain", timpal Pak Yanto. "Yang penting fantasi Pak Riko tuntas. Saya juga masih menjaga perasaan istri. Jangan sampai selingkuhlah, walau ya harus diakui ibu Mirna cantik, siapa yang enggak terpikat"

"Bagaimana?"

"Hhmmm iya kali yaa....", aku kehabisan kata-kata. Mirna dan Pak Yanto masih saling bergenggaman tangan, memancing-mancing gairahku agar terbakar membara. Sambil berpikir menemukan jawaban yang pantas, aku izin ke kamar mandi untuk buang air kecil. Di sisi lain, tidak dapat disangkal, semua yang mereka ceritakan perlahan membumbui fantasiku selama ini yang mulanya imajinasi sekarang mendekati realisasi. Semua bergantung aku mau mengatakan ya atau tidak. Mirna sudah mau berhubungan seks dengan Pak Yanto, namun Pak Yanto berpendapat mungkin ada jalan lain menuntaskan fantasiku daripada harus berhubungan seks. Ia masih menghargaiku sebagai suami sah dari Mirna.

"Kamu kalau aku begini pasti fantasinya kumat", keluar dari kamar mandi, Mirna menatapku seraya mempeloroti celana kuletnya. Dicopot sekalian celana dalam bersih berwarna krem, diganti dengan celana dalamnya yang telah kotor, berasal dari plastik, jelas telah meninggalkan banyak jejak sperma Pak Yanto.

"Waduwwh, urghhh, sampai begitu, kotor banget itu loh", sahut Pak Yanto geleng-geleng.

"Gimana mas?", tanya Mirna, sambil berdiri, ia memperlihatkan paha dan selangkangan yang ditumbuhi bulu-bulu halus sudah terbungkus oleh celana dalam kotor tadi.
"Vaginaku pasti ikut kebauan, kamu senengkan?"

"Enghh...", aku menelan ludah, merinding memandang Mirna yang seberani itu di hadapanku dan Pak Yanto. Benarlah sudah ucapannya. Ia membiarkan Pak Yanto menatap area sensitif yang semustinya hanya boleh dilihat olehku selagi berganti celana. Sontak Pak Yanto menarik tangan Mirna agar berdiri tetap di dekatnya.

"Ah iya, barangkali kalau dipanas-panasi seperti ini bisa bikin Pak Riko tuntas, bu. bagaimana pak? Tak ada komentar?"

"Emmm... kamu beneran yakin ngelakuin ini semua?"

"Sudah seperti ini masa gak yakin, apa kurang?", tanya Mirna menuntun tangan kanan Pak Yanto yang leluasa bebas, merangkul pinggangnya. Lalu Pak Yanto tak ada aba-aba mencium pundak dan lengan, lalu pipi istriku.

"Menggemaskan kamu"

Ketika istriku sudah mengizinkan pria lain menyentuhnya, aku belum bisa memberi komentar seolah-olah ini fantasi yang terwujud dalam mimpi yang barangkali aku tetap sulit percaya. Padahal, Pak Yanto sudah sumringah. Andai tangan kirinya yang terdekam oleh infus sudah dibebaskan, Dia akan lebih merajalela. Ditambah Mirna sudah memutuskan duduk di pinggir ranjang tempat tidur. Pak Yanto menurunkan penghalang yang menyekat mereka untuk lebih dekat. Kini istriku sepenuhnya dalam dekapan Pak Yanto yang bersila mengenakan sarung. Tangannya tak melepas sekalipun rangkulannya di pinggang seakan istriku sudah terjerat.

"Kamu ngomong dong mas, keburu Pak Yanto inisiatif sendiri inih"
"Kelihatan udah gak sabaran tuh"

"Lihat ketek kamu, boleh?", tanya Pak Yanto memijat-mijat lengan Mirna.

"Enggak jijik?"

"Kamu saja enggak jijik memakai celana dalam yang sudah kotor karena ulah saya, mengapa saya harus jijik"

"Mas? Gimana?", tanya Mirna menatap bingung ke arahku. Aku termangu sejenak, lalu mengangguk pelan. "He'eh"

Mirna mengangkat lengannya kirinya pelan-pelan, sedangkan Pak Yanto sudah tidak sabar, baik hidung dan bibirnya menyeruduk ketiak Mirna. Setengah terangkat tampak mulusnya ketiak istriku bagai daratan lapang yang mengundang mata untuk melihatnya lama, namun memunculkan efek birahi seandai lawan jenis yang mengamatinya dari dekat. Pak Yanto dalam posisi menguntungkan tersebut. Ia pandangi sebentar sebelum pada akhirnya tanpa mengutarakan sepatah kata, mukanya menyambangi ketiak Mirna. Istriku sempat menghindar karena ragu atau geli, tetapi tangan Pak Yanto memegang kendali tubuh istriku, sia-sia pengelakannya. Pak Yanto berhasil mengendus dan menciumi area ketiak Mirna.

"Aaaaahhhhs geliii", ucap Mirna lekas menurunkan lengannya.

"Ayoo angkat lagii..."

"Enggghh, iya....."

"Emmmmfffhhhhh"

"Aaaaihhhhhh", sahut Mirna menahan rasa geli ketika Pak Yanto membaui dan menciumi area ketiaknya. Sesekali tangan Pak Yanto turun meraba-raba paha Mirna.

"Harum, gurih, sleeeeffhhh"

"Aaaaissshhh, jangan dijilatin", ucap Mirna tiba-tiba menurun lengannya.

"Hehehe"

"Gimana? Seneng aku digituin kan?"

"Iii..yaa seneng" sahutku sedikit ragu. Kemudian Mirna mendorong kursi tunggu yang tadi didudukinya, agar ditempati olehku. Aku pun duduk mencermati apa yang akan dilakukan oleh Pak Yanto dan Mirna selanjutnya. Sementara batang penisku di balik celana lambat laun mengeras apabila mengingat hal barusan yang dilakukan oleh Pak Yanto terhadap Mirna. Keduanya ancang-ancang kembali. Mirna turun dari tepi ranjang. Ia berdiri berbalik badan, memperlihatkan bokong bulatnya yang terkemas celana dalam yang telah dikotori oleh benih Pak Yanto. Lalu tak segan-segan Pak Yanto merenyuk-renyuk bongkahan pantat istriku, sekali dua kali tamparan mendarat di sana.

Plak... plak.... plaaak.....

"Aduuuhhh, mas kamu tega aku diginiin?"

Plaaakk....plaaaakk...

"Aaauhhh...."

"Maaf pantat bagus ibu jadi merah sedikit, hehehe", jawab Pak Yanto terkekeh usai menggampar pantat istriku. Kemudian ia meremas-remas lagi. Mirna mengaduh karena Pak Yanto tidak rela istriku dilepaskan begitu saja. Malahan kedua jarinya nekat menyentuh liang vagina istriku yang masih mengenakan daleman. Mirna melonjak histeris. Pak Yanto tak ada bilang-bilang mau mencolok liang vaginanya.

"Aaaaaaaahhhh, jangaaaan, aaaaaahhh"

"Uuufhhhhhh"

"Jangan di situ, Pak"

"Enggak apa, cuman sebentar, nanggung ini"

"Aaaaaaaahhhhhhh.....", Mirna berhenti, menepis tangan Pak Yanto yang bermain-main dengan pantat serta vaginanya. Akan tetapi, Pak Yanto tetap memaksakan agar kedua jarinya mencolok klitoris Mirna.

"Ufffhhh......"

"Udaaahhh... ahhhh"

Aku yakin vagina istriku sudah mengeluarkan cairan. Itu mengapa Pak Yanto ngotot menyentuhnya. Kemudian Mirna berbalik badan seperti semula. Ia tak memandangiku, justru menatap Pak Yanto bulat-bulat. Dengan satu dorongan tangan didekaplah istriku sehingga wajah Pak Yanto tepat bersemuka dengan lehernya. Mirna menengok ke arahku ketika Pak Yanto memancungkan bibirnya lalu mencumbu istriku yang berusaha tidak bergejolak. Pak Yanto tak membiarkan itu terjadi. Ia menjulurkan lidahnya dan membasahi jenjang leher Mirna. Lalu Pak Yanto mengendurkan sarungnya, menguak batang penis yang sudah berdiri gagah. Pria dengan perut agak tambun itu meminta Mirna memegangnya.

"Ayo dipegang"

"Aaaaaahhh", desah Mirna. Permintaan itu datang bersamaan ketika ia sedang dicumbu Pak Yanto. Aku hanya melongo memerhatikan batang kemaluan Pak Yanto yang berwarna cokelat dengan bulu-bulu yang serampangan tumbuh dengan kepala kuncup kegelapan. Apa yang terjadi jika alat vital tersebut masuk ke dalam vagina Mirna. Apakah itu akan berlangsung sebentar lagi?

"Ayo pegang, kamu bisa"

"Aaaaissshhhh"

"Ummmmfhhhh"

"Bagaimana reaksimu, mas. Tolong jangan diem ajaah!", teriak Mirna kesal sembari Pak Yanto tetap mencumbunya.
"Aaaaaahhh"

Memandangi yang dilakukan Mirna dan Pak Yanto, aku sangat terkesan. Fantasi itu telah mendekati kenyataan. Astaga penisku yang sudah tegang ini apakah hanya dibiarkan begini saja. Nafsuku menggelora. Aku ingin menumpahkan sperma, rasanya tak kuat lama-lama memandangi Mirna yang sedang menikmati kehangatan bersama Pak Yanto. Kalaupun ingin ikut bergabung, khawatir mengusik kekhusyukkan keduanya. Pak Yanto mulai membuka kutang yang menempel di badan. Mirna hanya menatap kalut. Sebelum pada akhirnya ia kembali dirangkul. Aku memantau aktivitas mereka sambil mengawasi keadaan di luar jangan sampai mengusik perseteruan birahi yang sedang serunya berlangsung.

"Aku enggak mau ngelanjutin kalau Mas Riko gak mengizinkan, gak ada komentar pula", ucap Mirna ke Pak Yanto.

"Bagaimana Pak?"

"Emmmhhh, ya teruskan, aku jadi makin nafsu ngelihat kamu begini"
"Aku berharap kamu juga menikmatinya"

"Boleh aku kocokkin itu Mas?", Mirna menunjuk ke arah batang penis Pak Yanto yang telah menunggu digenggam oleh Mirna.

"Boleh banget, kalau kamu mau"

"Orhhhhhh, akhirnyaaaa", Pak Yanto melenguh ketika Mirna lantas mencengkeram batang penisnya.

"Hhhhhhhh....."

"Eemmmmmffhhhhh"

"Huuuhhh....", Mirna mengocok batang penis Pak Yanto pelan-pelan tanpa melihat posisi genggaman tangannya. Yang jelas aku mengira dia bisa merasakan keras dan menonjolnya urat kemaluan Pak Yanto, mungkin juga hangatnya kemaluan itu saat sedang ereksi maksimal.

"Oooohhh enakkk, lama tak merasakan ini"

"Hhhuh...."

"Nanti mau gantian?", tanya Pak Yanto di telinga Mirna.

"Hhhuhhh gak usaah"

"Bagaimana Pak Riko? Cukup begini saja?"
"Pinter sekali ibu mengocok kontol saya"
"Hhmmffhhh... sepertinya saya gak akan bertahan lama, kalau enak seperti ini"

Mirna mendadak berhenti. Ia meloloskan blus tanpa lengan yang dikenakan. Ia jatuhkan di lantai, tersisa BH berwarna coklat muda mengatup bukit kembarnya yang berukuran 34D. Kemudian ia meminta Pak Yanto merangkulnya lagi. Tangannya kembali bekerja mengocok penis Pak Yanto. Dengan pemandangan baru, kepala Pak Yanto, menghampiri bagian dada Mirna. Ditatapnya tajam sepasang payudara istriku, berikut belahan dadanya. Aku yakin penuh Pak Yanto mengincarnya tersirat dari cara ia memandang. Diendus aroma yang berkeliaran di sekitar bagian dada Mirna. Lidahnya dengan berani menjilati belahan dada istriku.

"Aaaihhhh...."

"Betul-betul gede susumu, yaa"

"Huuuuhhhh", Mirna masih mengocok penis Pak Yanto, semakin terkuak urat-urat kemaluannya.

"Pak Riko, boleh saya lihat susunya Ibu?"

Pertanyaan barusan membuat Aku terbungkam. Aku ingin menjawab mau, namun entah bagaimana dengan Mirna. Aku merasa tidak boleh gegabah menjawab.

"Dibuka saja Pak, yang namanya Yanti dulu pernah kirim gambar payudaranya ke Mas Riko, anggap Pak Yanto lebih beruntung bisa melihat langsung", ujar Mirna.

"Ah yang bener inih? Hehehe"

"Bener, buruan Pak!"

"Pak?", tanya Pak Yanto menoleh ke arahku karena ragu, sementara aku hanya mengangguk. Mendapat kepastian dari aku dan Mirna, Pak Yanto lekas melepas pengait BH Mirna. Setelah terjungkal jatuh, tercengang Pak Yanto menatap kedua puting payudara istriku yang berwarna cokelat. Mirna menoleh ke wajah Pak Yanto.

"Bagaimana? Enggak penasaran lagi kan?"

"Enggak, tapi ada satu"

"Apa?"

Pertanyaan Mirna barusan dijawab Pak Yanto dengan memegang kedua bukit kembar yang indah milik istriku. Putingnya menyembul pentil yang sungguh menantang bagi yang berada tepat di depannya.

"Sleeeeeerffhhhh"

"Aaaaiiiihhhh"

"Cccyyyooooopppph"

"Aaaaaaaaaahhhh"

Diawali dengan jilatan secara berulang, bibir Pak Yanto dengan cekat melahap puting susu istriku. Mirna sontak melonjak. Ia mendesah panjang tertahan. Hal itu diulangi Pak Yanto berulang kali sehingga Mirna perlahan tenggelam dalam kenikmatan yang luar biasa. Kegelisahan pun juga melanda diriku. Penisku tidak bisa dibiarkan ereksi maksimal begitu saja. Aku ingin melepaskan sembari memandangi Mirna berseteru birahi dengan Pak Yanto. Apakah aku harus mengeluarkan penisku juga, tetapi nanti tidak ada yang berjaga dan mengawasi. ADUH! Mirna terus mengocok batang penis Pak Yanto, sedangkan Pak Yanto asyik melahap buah dada Mirna bergantian. Hal itu tidak bertahan lama karena Mirna kelelahan berdiri. Aku bergeser pindah, mempersilakannya duduk.

Mirna memerhatikan wajahku yang kosong seolah-olah masih menantikan kelanjutan adegan antara dirinya dengan Pak Yanto. Aku juga tak mengucap satu kalimat pun, sekadar menyaksikan Mirna sedang mengelap puting susunya yang basah terkena air liur Pak Yanto.
Malam memasuki babak baru.

"Cukup sampai di sini saja ya Mas?"

"Itu Pak Yanto beneran beneran begitu aja?", tanyaku memerhatikan batang penis Pak Yanto masih kokoh berdiri kendati ia sedang rebahan santai.

"Beneran harus berhubungan seks? Sekarang juga? Yakin?"

"Enggak usah, enggak usah, Bu", timpal Pak Yanto.

"Terus?"

"Seperti tadi saja lagi, saya bentar lagi keluar ini"

"Beneran?"

"Iyaaa"

Setelah beristirahat beberapa menit dan minum segelas air, Mirna dan Pak Yanto bersiap mengakhiri aktivitas mereka. Namun, sepertinya hanya Pak Yanto saja. Mirna berdiri di dekat Pak Yanto yang sudah membetulkan posisinya seperti awal sebelum jeda. Mereka berdua saling beradu pandangan, meyakinkan diri lagi untuk menuntaskan gairah. Kemudian tiba-tiba, mereka saling berpagut bibir. Berciuman mesra sehingga birahiku konak entah bagaimana menyelesaikannya nanti. Pagutan bibit itu kudengar diakhiri dengan ucapan Pak Yanto. Aku pun ikut birahi.

"Kalau saya sudah pulih, nanti baru saya masukkin"
"Hehe"

"...", Mirna membisu sembari mencengkeram kembali batang penis Pak Yanto.

"Oooohhhh, boleh saya hisap susunya lagi kan?"

"Hhhuhhh iyaaah"

"Slerrreeppphhh, cyoooppphhh"

"Aaaaaiiihhh"

Mirna mengurut batang penis Pak Yanto yang segera menemui titik akhirnya. Ia urut maju mundur dengan lambat laun semakin mempercepat tempo, sehingga urat-urat penis itu makin menegang. Pak Yanto gerah, tubuhnya mulai kepanasan. Ia menuntut Mirna mengocok lebih cepat.

"Huuhhh...."

"Oohhhhh dikit lagi, lebih cepaaaat"

"Huuuh iyaaah"

"Aaarghhhh enaaaak"

CROT CROT CROT

Akibatnya batang penisnya memberontak hebat, meletuslah lahar benih-benih dari penis Pak Yanto yang meluncur deras mengenai ranjang tempat tidur beserta spreinya. Pak Yanto rebah. Mirna termenung duduk. Selanjutnya ia mengelap seluruh sperma Pak Yanto dengan celana dalam kotor yang sedang dikenakan. Ia copot, elap, dan memakainya kembali. Jika tadi hanya kena baunya, sekarang vagina Mirna bersentuhan basah dengan sperma Pak Yanto.

Aku yang berdiri menyaksikan gamam harus berbuat apa. LagipulaPenisku yang masih kokoh berdiri juga belum tahu mesti diapakan. Selesai mengenakan pakaian, Mirna bertanya kepadaku.

"Bagaimana mas? Puas?"
 
Akhirnyaaa...

Mulai terkuak kalo ternyata si wawan udah di sabotase dg iming2 kerjaan. Pantesan tu bocah di luaran muluk.

Hak.. hak.. hak..

Udah terang benderang nih antara riko n pa Yanto. Tinggal cussss...

Hak.. hak... hak..
 
terima kasih updatenya hu wlopun diluar ekspektasi ane hehehe.. berasa anti klimaks
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd