Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT CINTA SAYUR ASEM (by Arczre)

Bimabet
Koq bs ya?? Kl Rian ktmu Rahma sih ane udah feeling.. Yg gk ngira tuh si Zain ktemu Anik..
 
Dilihat dari bab ke bab, kayaknya bakal gak "HAPPY ENDING" buat salah satu kakak adik ini :galau:
 
BAB XVI

Inikah Rasanya Cinta?



Ibuku berkata Apabila kamu jatuh cinta maka ketahuilah
Dadamu akan terasa sesak yang amat sangat yang kamu sama sekali tak tahu apa penyebabnya
Jantungmu akan berdebar tiga kali lebih cepat daripada biasanya
Panca inderamu tidak akan berfungsi sebagaimana mestinya
Hal itu terjadi ketika dua hati bertemu

#Pov Rian

Ibuku berkata, "Apabila kamu jatuh cinta maka ketahuilah, Dadamu akan terasa sesak yang amat sangat yang kamu sama sekali tak tahu apa penyebabnya, Jantungmu akan berdebar tiga kali lebih cepat daripada biasanya,Panca inderamu tidak akan berfungsi sebagaimana mestinya. Hal itu terjadi ketika dua hati bertemu."

Duh, kaya'nya bener yang diomongin ibu. Aku merasakan hal itu ama Rahma kemarin. Hal yang luar biasa. Tak pernah aku pikirkan sebelumnya. Bagaimana aku bisa berada tepat di depannya. Nembak dia. Jadian ama dia. Aku tak pernah memikirkan hal ini sebelumnya. Duh Rahma, aku buka akun facebooknya. Aku ambil salah satu fotonya dan kujadikan wallpaper ponselku.

Rahma, yah..mirip sih ama Anik kalau pake kacamata gitu. Koq aku jadi mikirin Anik ya? Udah, ah. Aku komitmen dan janji ama Rahma. Dia bukan pelarianku. Dia adalah Rahma, bukan Anik. Walaupun mereka bersaudara, aku sekarang milih Rahma. Rahma, Rahma, Rahma. Namanya terus aku ucapkan. Susah, tapi aku terus berusaha. Karena di pikiranku ada Anik. Dan anehnya, semakin aku mikirin Rahma, bayangan Aniklah yang tampak.

Aku ke kamar mandi aku cuci mukaku. Kuguyur kepalaku pake air. Setelah itu aku ke kamar dan melakukan handstand. Hal itu dilihat oleh Erik ama Andi.

"Kowe lapo?(Kamu ngapain)" tanya Erik. "Salah minum obat?"

"Nggak koq, cuman lagi mikir," jawabku.

"Mikir koq kepalanya dibalik."

"Yan, aku pinjem laptopmu boleh?" tanya Andi.

"Pake aja!" kataku.

Andi masuk kamarku lalu langsung memakai laptopku.

"Wuihhh...wallpapernya gambar cewek, pacarmu ini?" tanya Andi.

"Iyo, iku pacare," kata Erik.

"Koq kamu tahu?" tanya Andi.

"Lha, kemaren mereka ketemuan koq," kata Erik. "Namanya Rahma, cakep ya? Aku dari dulu juga kepengen punya cewek berjilbab gitu."

"Wuiihh...belum kuliah udah ada pacar aja nih," kata Andi. "Kamu pake ilmu pelet ya, Yan?"

Aku turun dari handstand. "Pelet apaan? Dia temenku dari kecil koq. Tetanggaku malahan."

"Hmmm...pantes, anak mana ini?" tanya Andi.

"Kedokteran," jawabku.

"Wuiiih....manteb, kedokteran. Pake jilbab pula. Awakmu koq beruntung banget seh, Yan?" kata Erik.

"Lagi ngapain sih itu?" tanyaku ke Andi.

"Ini mau ngetik," jawab Andi.

"Eh, Yan. Kalau ada temennya Rahma yang nganggur dan berjilbab kasih kenal dong. Eyke juga kan mau, hehehehhe," kata Erik.

"Hahahaha, Rik Erik. Ya deh, ntar aku tanyain Rahma," kataku.

TUNG! Ada BBM masuk. Aku ambil ponselku. Eh dari Rahma.

Rahma: Rian, jogging yuk! Klo minggu gini banyak yg jogging di sekitaran UNAIR. Aku tunggu di depan kost ya?

Wah, ngajak jogging keliling kampus nih.

Me: Oke beib.

Rahma: Ih, manggil beib.

Me: Lha? Harusnya gimana?

Rahma: Terserah deh.

Me: Oke beib.

Rahma: :">

"Aku keluar dulu. Kalau udah selesai tutup aja ya laptopnya," kataku.

"Ok, mas bro. Beres!" kata Andi.

"Mau kemana?" tanya Erik.

"Jogginglah, ikut?"

"Emoh ah, paling ya nemenin orang pacaran," sindir Erik.

Aku ketawa. "Yowislah."

Aku langsung keluar, ngambil sepatu kets trus menuju ke kampus. Kampus UNAIR memang begitu. Kalau pagi anak-anak mahasiswa yang ngekos di sekitar kampus banyak yang lari pagi di sini. Kadang juga olahraga senam aerobik dengan instruktur. Rame deh. Tapi sekalipun begitu tetep aja Surabaya panas. Aku pakai sweater berhoodie dan celana training.

Aku melewati depan kost Rahma. Dia sudah ada di sana. Pakai training warna kelabu, kerudung warna kelabu. Ia melambai ke arahku. Aku pun jalan bareng ama dia.

"Jadi, gimana kemarin tuan putri? Mimpiin aku nggak?" gurauku.

"Nggak," jawab Rahma singkat.

"Waduh."

"Emangnya harus apa mimpiin kamu?"

"Ya nggak juga sih."

"Sebenarnya aku udah terlalu banyak mikirin kamu, jadinya nggak pake mimpi lagi."

"Masa' sih? Nggak percaya aku."

"Terserah," Rahma mulai berlari. Kami menyebrang jalan memasuki gerbang kampus. Aku melihat beberapa anak mahasiswa jogging.

Aku jogging mengitari kampus, cukup besar juga sih kampus tempat Ahmad Dhani dulu kuliah. Di salah satu sudut kampus ada kumpulan ibu-ibu yang melakukan senam aerobik. Rahma pun ikutan di sana. Aku ngikut juga. Ada anak cowok juga koq yang jadi pesertanya. Kami paling nggak sampai keringetan pagi itu.

Aku ke salah satu penjual air mineral yang sedang mangkal di lokasi kampus. Kubeli dua botol air minum. Maksudku sih yang satu aku kasih ke Rahma. Aku buka satu botol dan kuminum seteguk, setelah itu aku tutup lagi tutup botolnya. Aku kemudian membayar minumannya.

"Yan, ada air?" tanya Rahma.

Aku reflek menyerahkan botol air minum itu. Ia langsung membuka dan meminumnya. Glup, glup, glup, glup!

"Aaaaaahhhhh...segeeeerrr!" serunya.

Aku melihat tangan kiriku, lho. Botolnya salah. Itu tadi kan botol yang aku minum. Duh. Tadi bibirnya nempel di mulut botolnya. Secara tak langsung ya sama aja aku ciuman ama dia dong. Cessss....hatiku seperti terkena lelehan es. Anclesss (dingin)....

"Heh? Kamu koq bengong, ada apa?" tanya Rahma.

"Nggak apa-apa koq," kataku.

"Lho, itu botolnya masih baru? Lho, jadi ini tadi kamu udah minum?"

Aku mengangguk. Rahma wajahnya memerah. Ia baru sadar. Tanpa bicara kami pun berjalan beriringan.

"Maaf Ma, aku mau bilang tapi mbak udah langsung ngambil aja," kataku.

"Nggak apa-apa sih. Nih, kubalikin!" dia menyerahkan botol yang tadi ia minum ke aku. Maksudnya? Ia tersenyum melihatku.

Aku buka botol yang ada di tangan kiriku lalu aku minum. Setelah itu aku tutup lagi. Kuserahkan ke Rahma.

"Apaan maksudnya?" tanya dia.

"Biar, secara tak langsung bisa ciuman ama kamu," jawabku. Muka Rahma makin memerah.

Ia lalu membuka botol air minumnya tadi, kemudian ia siramkan airnya ke aku. "Iiihh...dasar, menggunakan kesempatan dalam kesempitan!" Aku menghindar. Dan kami pun kejar-kejaran. "Awas ya Riaaan!" Momen yang indah. Kami bercanda sampai aku pun nyerah dan kepalaku diguyur ama dia.

Sehabis itu kami sarapan nasi pecel yang ada di salah satu sudut kampus. Sebuah warung kecil, penjualnya ibu-ibu. Sepiring nasi pecel, segelas teh anget. Cukuplah. Ini aja udah kenyang. Aku yang bayar makan pagi itu.

"Maaf ya, yang tadi" kataku.

"Rian, tehnya boleh minta?" tanya Rahma tiba-tiba. Pantes saja Rahma nggak pesen minum.

"Lho, koq?"

"Biar bisa secara tak langsung ciuman ama kamu,"

Aduuuhhh....ancles lagi deh dadaku. Dia mengambil gelas tehku, lalu ia minum tepat di mana bibirku tadi minum. Satu seruput, dua seruput, tiga seruput. Ia tersenyum melihatku yang melongo. Setelah itu ia genggam tanganku. Aku pun menggenggam tangannya balik. Kami tersenyum penuh arti. Tersenyum karena kami saling mencintai.

****

Hari-hari berikutnya, aku sibuk kuliah. Aku bertekad untuk serius ama Rahma. Maka dari itulah aku tiap hari ketemu ama dia. Hampir sih, sebab ada kalanya emang ia sibuk, jadi aku tak mau mengganggunya. Aku dan Rahma makin dekat. Sering terlihat bersama, sering terlibat diskusi hangat, sering juga terlihat pertengkaran kecil karena memang pemahaman kami soal definisi dari kosakata tertentu berbeda. Iya, aku dan Rahma makin dekat.

Saat pulang ke rumah pun kami bersama. Sama-sama naik kereta. Duduk bersebelahan selama tiga jam dari stasiun Gubeng ke Stasiun Kediri dengan kereta Api Cepat Dhoho. Dan selama itu juga Rahma bersandar di bahuku. Tangannya menggenggam erat tanganku seolah tak ingin lepas.

Gelagatku yang dekat dengan Rahma ini pun tercium oleh bapak dan ibu. Terlebih aku mengantarnya tepat di depan rumah Rahma.

"Sampai nanti ya," kataku ke Rahma.

"Ya, hati-hati," katanya.

Aku pun berjalan menuju rumahku. Dan saat itulah sepeda motor berjalan pelan di sebelahku. Aku menoleh, lho Bapak? Ibu? Mereka baru dari belanja sepertinya.

"Nah lhoo...setelah Anik, terbitlah Rahma," goda ibuku.

"Apaan sih bu? Dari mana?" tanyaku.

"Dari belanja, yaudah bapak sama ibu cuma mau ngucapin satu hal," kata ibuku.

"Semoga langgeng ya," goda bapak. Mereka berdua tertawa dan melajukan motornya.

"Waaahh...bapak ibu, godain anak sendiri. Aarrghh!" kataku sambil lari ngejar mereka.


#Pov Anik

Aku jalan ama Zain di mall. Aku memang ingin belanja keperluan kuliahku. Tapi harus dihemat karena uangku sedikit. Ibuku nggak mampu kalau aku keluar banyak kuliah di Jakarta ini. Lagian aku nggak dapat beasiswa seperti Mbak Rahma. Dan Zain mulai mendekatiku dengan membelikan seluruh keperluanku. Aku berusaha menolak tapi dia memaksaku. Seperti juga hari ini. Aku ada tugas sebenarnya membuat dokumentasi. Dan itu butuh pocket kamera. Untunglah pak dhe ngasih aku duit buat beli pocket kamera. Karena mbak Yuli nggak bisa nganter, akhirnya aku minta bantuan Zain.

Zain nembak aku lagi. Tapi, aku tolak.

"Maaf ya Zain, aku masih ingat ama Rian," kataku dengan halus.

"Udahlah Nik, kamu itu udah dua tahunan putus ama dia. Move on dong, Aku tulus cinta ama kamu, suka ama kamu beneran."

"Aku ngerti koq Zain. Tapi kamu tahu sendirikan kisah kami berdua? Aku masih yakin ada setitik harapanku pada dirinya."

"Dia bakal punya cewek lagi Nik, kamu akan tetap nunggu dia?"

"Aku aka tetap nunggu."

Zain menghela nafasnya. "Sungguh, aku cemburu ama Rian. Beruntung sekali kalau dia dapetin kamu. Kamu orangnya setia dan nggak berubah penilaianmu ama dia. Oke, aku bisa terima."

"Maaf ya, aku tak bermaksud menyakitimu," kataku.

"Aku ngerti. Lanjut belanja nggak nih?"

"Pulang aja yuk!?"

Zain pun nganter aku pulang lagi. Makasih ya Zain. Aku harap kamu ngerti. Ini bukan persoalan aku harus move on atau nggak. Karena ini adalah persoalan hatiku. Dan aku sudah janji kepada diriku sendiri untuk hanya satu cowok yang mengisi hatiku. Dia cuma Rian. Biar dikata ia sekarang pacaran ama cewek lain kek. Aku nggak peduli. Rian tetap satu-satunya dan akan begitu seterusnya.
 
BAB XVII

Liburan itu Nyemek-nyemek (agak basah)



Sesuatu yang basah itu ada kuahnya
Sesuatu yang kering jelas nggak ada airnya.
Kalau yang agak nyemek-nyemek itu serasa basah, agak basah, becek


#Pov Rian

Liburan semester. Tadaaa. Aku bisa habiskan liburan semesterku bersama Anik, eh koq Anik lagi? Sama Rahma. Rahma kali ini bukan Anik. Ingat itu. Seperti biasa. Aku pulang pake kereta. Apalagi liburan semester ini Rahma nggak ngambil semester pendek. Capek katanya. Ingin liburan juga.

Singkat cerita nyampe Kediri dan aku nganter dia sampai ke rumah. Kemudian sungkem ama bapak dan ibu. Mas Yogi nggak ada di rumah. Diakan udah punya kontrakan sendiri. Yah, moga aja Si Ular berbisa itu nggak ganggu lagi. Aku selama ini di kampus nggak pernah ngajak jalan Rahma.

Mungkin karena kita satu kampus trus kalau janjian ketemuan ya di kampus. Di perpus, di kantin, di kelas. Toh juga hampir tiap hari ketemu di kampus. Tapi liburan semester ini adalah momen yang tepat untuk aku biar bisa lebih dekat ama Rahma. Aku BBM dia dulu

Me: ping!
Jalan yuk! Mumpung liburan

Rahma: Ngajak kencan ceritanya?

Me: Sibuk?

Rahma: Nggak sih.

Me: Yuk, udah lama nggak keliling kota Kediri.

Rahma: Oke deh, jemput!

YES! Aku segera dandan dong, mau ketemu pujaan hati masa' tampang kisut? Setelah selesai aku langsung melompat menuju ke garasi ngambil motor matic. Aku starter motorku.

"Lho? Mau pergi, Yan?" tanya ibu.

"Nggih bu," jawabku.

"Ohh...mau kencan ya?"

"Waduh, ibu koq tahu?"

"Lha parfumnya wangi. Sepuluh meter bisa kecium."

"Iya tah?" aku mencium bauku sendiri.

"Yowis, ati-ati. Tapi ojo kebablasan lho ya. Ibu nggak mau tiba-tiba Bu Ika datang kemari laporan anaknya dihamili ama kamu."

"Nggaklah bu. Kula pamit rumiyin (aku pergi dulu)"

Aku memakai helm dan mengambil sebuah helm yang nggak dipakai. Kemudian kutarik gasnya. Nggak berapa lama kemudian aku sudah ada di depan rumahnya. Rahma udah siap. Ia pakai kerudung hitam, atasan warna putih, pake rompi warna biru, dengan rok panjang warna abu-abu. Tahu nggak bedanya Anik ama Rahma. Anik, kadang pake celana. Rahma nggak. Ia pasti pake rok. Aku nggak pernah lihat dia pake celana. Rahma membetulkan kacamatanya.

Ia langsung menemuiku yang masih ada di atas sadel. "Wuihh...necisnya, wangi banget."

"Iya dong, buat kekasihnya masa' nggak boleh wangi?"

"Huu...uda mulai gombal."

Aku nyerahin helm kepadanya. Ia menerimanya dan langsung memakainya.

"Mau kemana emang?"

"Terserah deh, mau kemana?"

"Ke Selomangleng?"

"Jangan Ma, yang lain."

"Lho, kenapa?"

"Udah deh, kalau ke sana aku bisa ingat ama Anik lagi."

"Oh...iya deh, aku ngerti. Ke Taman Sekartaji aja kalau gitu. Gimana?"

"Naah, boleh tuh. Oke, tancaaaapp!"

Kami pun melaju di atas jalanan kota Tahu. Nggak ramai. Iyalah kotanya kecil. Nggak seperti Surabaya, nggak seperti Bandung, nggak seperti Jakarta. Mau makan di warung aja harganya sangat terjangkau. Kalau biasanya nasi pecel plus teh anget di Surabaya habis 10.000 paling murah. Di sini ada yang cuma habis 5.000. Setengahnya dan rasanya nggak kalah enaknya.

Selama perjalanan, Rahma ngamplok aku seperti cicak. Walaupun duduknya miring. Tangannya dilingkarkan ke perutku. Sensasinya beda tentu saja. Kalau dengan Anik aku bisa merasakan dua bukit kembarnya, kalau Rahma nggak. Dibonceng pun ia masih jaga jarak. Wah, lain ini. Nggak berapa lama kemudian setelah naik di Jembatan Lama. Kami pun sampai di Taman Sekartaji.

Taman ini ada di depan sebuah Air mancur di Bundaran Jalan Mojoroto. Tamannya ada beberapa pohon rindang dan kalau Malam Minggu rame banget tempat ini penuh muda-mudi. Berhubung ini masih sore, jadinya sepi. Setelah sampai aku parkir kendaraanku di tempat parkir dan mulai jalan-jalan untuk mencari bangku. Kami lalu duduk di sana.

Seperti Anik. Rahma nggak banyak bicara. Kami hanya menggunakan bahasa tubuh. Tangan kami bergandengan erat dan dia menyandarkan kepalanya ke pundaku. Setelah sepuluh menit diam, barulah Rahma bicara.

"Rian?" katanya.

"Ya?"

"Kamu serius nggak ama aku?"

"Maksudnya?"

"Pernah nggak kamu mikirin kalau hubungan ini lebih jauh lagi?"

"Maksudnya apa Ma? Kamu kepengen aku nikahin kamu?"

Rahma mengangguk. Jujur, aku nggak pernah mikir sampai ke situ.

"Aku belum pernah mikir sampai ke situ, Ma."

"Aku jujur belum pernah pacaran seperti ini, Yan. Aku juga sebenarnya nggak mau pacaran. Tapi....entah kenapa ama kamu aku mau. Mungkin emang kamu sudah jadi sahabat aku sejak lama. Sudah jadi orang yang spesial. Makanya aku jadi mau gitu aja."

"Kamu nyesel pacaran ama aku?"

"Bukan begitu. Aku malah senang. Aku gembira. Orang yang aku sukai sejak dulu bisa jadi kekasihku. Dan aku nggak mau kita cuma berhenti sampai di sini aja. Ada alasannya Yan aku bilang begini. Pertama aku ingin meyakinkan diriku bahwa kamu memang benar-benar menyukaiku, Kedua, aku tak ingin kamu lepas dariku. Makanya aku ngasih kamu komitmen. Dan aku ingin lebih dari sekedar komitmen."

Cinta itu bukan sayur asem. Yang bisa dicicip-cicip seenaknya. Ingat itu! Aku meyakinkan diriku. Apakah Rahma adalah wanita yang tepat? Apakah ia wanita yang tepat? Kalau memang ia wanita yang tepat. Kenapa aku masih belum bisa menyentuhnya? Tidak. Menyentuhnya bukan berarti menandakan ia wanita yang tepat atau tidak. Justru, seorang wanita yang mau menjaga dirinya itulah wanita yang tepat. Dan ini ada pada Rahma. Iya, ini ada pada Rahma. Itulah kenapa ia bertanya demikian.

Rahma sudah menyukaiku sejak dulu. Berbeda dengan Anik. Ia baru menyukaiku saat aku bilang perasaanku. Berbeda dengan Rahma. Dia sama seperti aku. Menyukai seseorang sudah sejak lama. Dan selama itu juga dipendam rasa cintanya. Sama seperti aku ketika aku harus mencintai Anik. Kupendam perasaanku selama itu juga. Tapi aku malah dikecewakan oleh dia. Aku bisa merasakan perasaan Rahma. Sekarang ketika orang yang disukainya bilang kalau ia suka ama dia. Maka jelas sekali, jelas sekali ia tak ingin aku pergi. Ia tak ingin hubungan ini seperti hubunganku dengan Anik. Ia ingin benar-benar mengunciku tepat di hatinya.

"Ma, aku barusan berpikir."

"Nggak usah diomongin deh, kamukan biasanya O'on."

"Waduh? Ngeledek," aku cubit pinggangnya.

"Aduh! Rian, dasar iihhh!" aku balas dicubit lenganku.

"Adudududuh."

Rahma tersenyum kepadaku, "Kamu mau ngomong apa, Yan?"

"Setelah dipikir-pikir....aku ingin serius ama kamu."

Rahma tampak sumringah. "Beneran?"

"Iya. Lagian... kalau aku nggak serius, aku akan mengecewakan hati orang yang selama ini suka kepadaku."

"Oh Riaan...," Rahma memelukku.

Setelah itu lagi, kami membisu. Orang yang lalu lalang di taman udah sepi.

"Boleh aku cium kamu, Ma?" tanyaku.

Ia menoleh kepadaku. Kami saling menatap. Rahma menatapku dengan pandangan sayu. Dia seolah sudah mengijinkan aku untuk mengecupnya. Beneran nih? Wajahku pun mendekat. Sedikit demi sedikit. Aku sudah pernah mencium cewek, jadinya mencium Rahma nggak ada kesulitan tentunya, hanya saja ada sebuah perasaan. Perasaan yang kuat. Dadaku sesak, jantungku sekarang berdebar, dan aku seolah-olah tak bisa mendengar apapun, tak bisa melihat apapun kecuali Rahma. Ya, kecuali dia. Ini seperti yang digambarkan oleh ibuku. Orang yang benar-benar sedang jatuh cinta, ketemu ama cinta sejatinya.

Pelan tapi pasti waktu serasa lambaaaaaaaaat sekali. Bahkan rasanya sedetik itu seperti satu menit yang panjang. Aku memiringkan wajahku, kemudian bibirku sudah menempel di bibirnya. Clesssssssss......hatiku seperti tersiram es. Aku kecup bibir Rahma. Manis, Nafas kami bertemu, Aku pun memagutnya, beberapa kali. Setelah itu sudah. Aku menarik nafas panjang, Ciuman yang sebentar, tapi rasanya lamaaaa sekali. Rahma juga mengambil nafas panjang. Seolah-olah ia tadi menahan nafasnya.

"Rian....," bisiknya.

"Ya?"

"Makasih ya, ini baru pertama kalinya aku dicium cowok. Aku tak akan melupakan momen ini. This is my first kiss. Aku tak tahu apakah kamu pernah ciuman ama cewek lain atau tidak sebelum ini, tapi....terus terang ciumanmu tadi dahsyat."

Aku tersenyum.

"Pulang yuk!?" ajaknya.

#Pov Rahma#

Oh, my Goooddd.....Riaan...kamu menciumku. Aduh...kalau saja aku saat itu jadi es krim, aku sudah lumer. Ciumannya dahsyat. Oh tidaak. Aku makin erat merangkul Rian saat diantar pulang. Duuuuhh....rasanya selangiiiitttt.

Tak lama kemudian aku sudah sampai di depan rumah.

"Makasih ya, Rian?" kataku.

"Iya, sama-sama," jawabnya.

Aku melihat ponselku ada SMS masuk. Aku langsung baca:

"Rahma, ibu pergi dulu nganter pesenan. Kalau sudah pulang dari acara kencannya kuncinya ibu taruh di bawah keset. Awas lho! Jangan kebablasan!"

"Wah, ibu nggak ada di rumah," gumamku. "Masuk dulu yuk!"

"Nggak apa-apa nih?" tanya Rian.

"Ayo dong! Temenin sebentar!" kataku. Padahal aku kepengen dicium lagi. Duh...malu aku.

Rian memasukkan sepeda motornya ke dalam halaman rumah. Aku kemudian mengambil kunci yang ada di bawah keset. Ibu sekarang kan kerjanya menjahit, nggak menikah lagi. Beliau udah banyak juga pegawainya, pesenannya juga banyak. Dengan itu aja bisa mengkuliahkan aku dan Anik. Aku cukup salut ama beliau.

Rumah terbuka dan aku masuk. Rian juga ikut.

"Mau minum apa?" tanyaku.

"Terserah deh," jawabnya.

Aku segera ke dapur ngambil sekotak jus dan dua gelas. Lalu kuantarkan kotak just itu ke meja. Rian segera menuangkan jus itu ke gelas. Aku duduk di sebelahnya. Rian minum satu gelas itu langsung. Kehausan sepertinya dia.

"Ahh...segerrr," katanya.

"Syukurlah," kataku.

"Makasih ya," katanya.

"Rian."

"Hmm?"

"Cium lagi dong!"

"Nah lho? Ketagihan ceritanya?"

"Kan udah aku bilang ciumanmu dahsyat. Kepengen dicium terus."

Rian tampaknya mengerti akan kebutuhanku ini. Tangannya langsung melingkar ke punggungku. Dan cup ah.....kami berciuman. Kini aku memejamkan mataku. Menikmati sensasi bertemunya dua bibir kami. Hingga ia mulai bermain dengan lidahnya membasahi dan menggelitik bibirku. Aku beranikan diri menyentuh lidahnya. Lidah kami bertemu. ZRRRTTTT! seperti ada yang nyetrum. Tapi enak. Eh...tunggu, ZRRTT! itu bukan nyetrum, iya sih itu nyetrum. Tapi...di vaginaku, ada yang keluar sepertinya. Tiap kali lidahku bertemu dengan lidahnya, pasti nyetrum.

Kini Rian lebih berani, ia menyatukan lidahku dan lidahnya. Ia menghisap isi mulutku. Ohhh...nikmatnya. Inikah yang namanya French Kiss itu? Manis banget. Iya sih dia barusan minum jus. Aku mengelamuti lidahnya. Kuhisap lidahnya Rian. Gantian. Dia juga. Entah berapa lama kami ciuman sampai basah. Setelah itu kami memisahkan kedua bibir kami. Saling berpandangan. Nafas kami memburu.

"Itu tadi...luar biasa," kata Rian.

"Iya, sama," kataku.

Aku kemudian mengusap pipi Rian. Tangan Rian memegang tanganku. Tanganku diciumnya. Ohh...rasanya, aku ingin melayang. Rian mendorongku perlahan untuk rebahan di sofa. Eh, dia mau apa?

"Rian...kamu mau apa?" tanyaku.

Ia tak bicara. Setelah rebahan dia berbaring di sebelahku.

"Rian, jangan yah. Nanti kebablasan," kataku.

"Nggak koq, aku nggak ngapa-ngapain kamu."

Aku percaya ama Rian. Aku percaya ama dia.

"Aku boleh pegang dadamu?" tanyanya.

"Hah?" aku sedikit terkejut. Rian koq gitu sih? Aduh...gimana ini....aku bingung. Aku nggak pernah memperlihatkan bagian itu ke cowok manapun.

"Kalau kamu keberatan nggak apa-apa koq," katanya.

Aku mengangguk. Aku mengangguk? Kenapa? Apakah aku nyaman dengan dirinya? Apakah karena aku sudah percaya penuh ama Rian? Dia mulai menyentuh gundukanku. Ahh....aneh rasanya, nyaman, enak. Dia pun memijatnya. Dan...sesuatu di bawah sana aku bisa rasakan mulai mengeras.

"Itu mu keras," bisikku.

"Biarin, aku kan orang normal. Kaya' gini nggak horni namanya ya nggak normal," candanya. Aku tersenyum sambil kucubit hidungnya.

"Rian, peluk aku dong!" kataku.

Dia pun memelukku, kami berciuman lagi. Berbaring di atas sofa panjang. Berperlukan dan berciuman. Barangnya Rian benar-benar menempel di sekitar perutku sekarang. Keras, perkasa. Aku jadi ingat film JAV yang dulu aku tonton. Apakah punya Rian seperti itu juga? Gedhe. Keras. Heran aku, benda seperti itu bisa masuk ke tempat milik wanita yang kecil. Aku nyaman sekali dipeluknya. Ia memelukku dengan penuh perasaan. Aku sudah becek. Kemaluanku udah keluar cairan, entah berapa banyak. Yang jelas aku rasanya becek banget.

Adzan maghrib langsung membuyarkan percumbuan panas kita. Rian bangun. Aku juga. Kerudungku udah awut-awutan. Bajuku juga.

"AKu harus pulang, Ma," katanya.

"Iya," jawabku.

"Makasih ya," katanya. Ia menciumku lagi sambil mengusap pipiku. Aku pun menciumnya lagi.

"Sama-sama Yan," kataku.

Dia kemudian pamit. Setelah Rian pulang aku langsung lemes. Aduhh...nikmat sekali tadi. Aku lalu menaikkan rokku dan melihat celana dalamku. Iya bener, becek sampai basah. Aku segera masuk ke kamarku buat ganti celana alam sekalian mandi.

#Pov Anik#

Kenapa dadaku sakit ya? Bukan. Ini bukan asmaku. Aku semula mengira ini asma, tapi aku sudah menghirup obat asmaku. Koq masih ada? Aku hiraukan ini. Liburan semester ini aku belajar banyak tentang ilmu jurnalistik dengan mendatangi salah satu kantor stasiun tv swasta. Aku belajar banyak cara broadcasting, cara membagi siaran dengan iklan. Banyak deh. Aku jadi makin kepengen jadi reporter.

Tapi tetap saja dadaku ada yang sakit. Hingga akhirnya, rasa sakit itu hilang ketika aku bersuara dalam hatiku, "Rian". DEG! Entah kenapa sakit itu lenyap. Aku pun menyebut namanya lagi dalam hati, "Rian, Rian, Rian, Rian"

Makin lama rasa sakit itu makin hilang. Apa yang terjadi ama Rian? Moga sekarang ia sudah dapat ganti diriku. Aku turut senang kalau dia sudah dapat ganti. Tapi tetap, cintaku tak akan berubah kepadanya. Aku masih banyak berharap, walaupun kemungkinannya kecil.

(bersambung...)

Dah ah, besok lagi. Klo sempet.
 
Terakhir diubah:
Ehmmm... Anik kuliahnya deket neh, :D

Kira" mau dikasih Tag FM ga ya???

:pandaketawa:
 
aaaa... marathon baca... :capek:

complicated ya..
entah gimana jadi nya...
mungkin akan ada pertengkaran kakak - adik lagi...
:ngeteh:
 
Liburan becek, pov rian bbmnya ketuker Suhu..
Originally posted:
Rian:.......
Me:.......
Nice updet :beer: thanks
Cheers..
 
@Br4m: ok, tadi kecopy paste, ngikutin cerita sebelumnya tengs.
 
Mantab suhu, jd keinget usil ganggu orang pacaran di sekartaji pas belum ada cafenya.

Hhhhmmmm.... Berarti benar yah ini cerita ambil setingan lama
 
@Marucil:
Oh maaf, di sini masih jam 9
 
Yang betul memagut suhu, dari kata dasar pagut.. Bukan memanggut yang kata dasarnya manggut.. :ampun::ampun: udah lancang..
 
@Lin994:
done. tengs koreksinya.
 
Yes... Nice Update. Dari awal aku tetap pada pilihan #Rahma

Cuma ngga tau ke depannya seperti apa, soalnya yang punya cerita khan temannya bro Arczre, si Anik.
Poligami lagi :ha: semoga tidak :bata:
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd