Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Cerita Hasrat Seorang Istri

Status
Please reply by conversation.
Anissa



Rudolf



Dante



Mang Ujang




Sesampainya dikamar, segera aku memakaikan dante baju seragamnya. Mulai dari memakaikan minyak kayu putih ketubuh dante agar dia tidak masuk angin, juga bedak agar tubuhnya wangi. Lalu dilanjutkan dengan memakaikan pakaian dalam kepada dante, saat hendak memakaikan celana dalamnya terlihat kemaluan dante yang mengkerut kecil. Mungkin karena kedinginan setelah mandi jadi burungnya terlihat begitu kecil juga mengkerut. Pikiranku yang sedari tadi masih kacau melayang-layang karena ketanggunganku ini membuatku jadi tidak fokus setelah melihat burungnya dante anakku.

Aku jadi tertawa sendiri sambil bergumam dalam hati “ apa dulu punya bang rudolf juga seperti ini?? Lalu bagaimana bisa sekarang jadi sebesar itu. Hehe”

dengan pikiran aneh seperti itu malah membuat birahi ku bertambah tinggi. Maka dengan segera aku mamkaikan dante pakaian berharap bisa cepat selesai urusanku dengan dante dan melanjutkan urusanku dengan bang rudolf. Tapi pikiranku masih saja melayang saat sedang menyiapkan buku pelajaran untuk dante, memikirkan kepunyaan bang rudolf yang besar. Aku tidak tahu apakah semua lelaki dewasa ukuranya sebesar punya bang rudolf. Karena memang hanya baru milik bang rudolf saja yang pernah ku lihat. Kemaluan bang rudolf kalau di ukur-ukur mungkin sepanjang penggaris dante yang saat ini sedang kugenggam, penggaris yang hendak ku masukkan ke tas dante ini berukuran 25cm.

“iya punya bang rudolf kurang lebih sepanjang ini, hihi ternyata panjang juga ya. Pantas saja..” aku bicara dalam hatiku.

Lalu aku meraih tempat pensil milik dante yang juga akan ku masukkan kedalam tasnya. Tempat pensil yang berbentuk dompet kecil berbahan kanvas ini, terisi penuh oleh alat tulis milik dante. Saat menggeggamnya aku jadi kepikiran dengan diameter dari kemaluan bang rudolf. Tempat pensil ini masih bisa kugenggam penuh dengan satu tangan dan jariku melingkarinya penuh. Sedangkan milik bang rudolf jika ku genggam dengan satu tangan jariku tidak mampu melingkarinya penuh. Berarti kepunyaan bang rudolf berdiameter lebih dari tempat pensil yang berisi penuh milik dante.

“berarti punya bang rudolf besar ya, mungkin berdiameter 3-4cm. Aaahh,, pantas saja terasa penuh sekali.” Aku jadi terus membayangkan kejantanan milik suamiku itu. Kewanitaanku jadi terasa berkedut-kedut dan semakin basah.

“mama, dante sudah rapi ni, tas dante sudah siap belum?” pertanyaan dante membuyarkan lamunanku.

“eh iya dante, sudah ko. Ini sudah semua mama masukkan. Sebentar ya mama ambil sweater dulu sebelum anter dante.” Jawabku sambil beranjak menuju kamarku untuk mengambil sweaterku.

Aku menuju kamarku untuk mengambil sweater karena saat ini aku hanya memakai baju tidurku yang berbahan tipis untuk menggoda bang rudolf tadi dan tidak memakai dalaman lagi. Jadi baiknya aku mengambil sweater untuk mmenutupi lekukan tubuhku diluar nanti. Karena aku harus mengantar dante sampai perempatan depan komplek. Bis jemputan akan menunggu dante disitu. Aku tak ingin nanti kemolekan tubuhku terlihat oleh lelaki lain disepanjang jalan nanti.

Dikamar aku coba mencari sweater yang tertutup tapi tidak dapat kutemukan dilemari. Mungkin sweater-sweaterku sudah kuletakan dimesin cuci karena kotor. Aku hanya mendapati cardigan berwarna peach dilemariku. Sayangnya cardigan ini kancinya sudah terlepas semua jadi apabila kukenakan tidak bisa kau kancingkan. Tapi hanya ini yang ku temui, apa aku harus berganti pakaian dulu, tapi itu akan memakan waktu lagi. Apa aku kenakan pakaian dalamku dulu, tapi nanti malah ribet saat akan melanjutkannya denga bang rudolf. Jadi biarlah aku pikir, aku pakai cardigan ini saja. Cuma berjalan sebentar kedepan, biasanya juga komplek dalam keadaan sepi. Maka langsung kukenakan cardigan ini dan berkaca sebentar merapikan rambutku lalu menyanggulnya asal keatas.

Setelah rapi dengan pakaianku aku keluar kamar menuju dante. Ternyata dante sudah menunggu didepan kamarku. Lalu langsung saja aku menuntun dante menuju kedepan. Didapur aku tidak melihat keberadaan bang rudolfg, mungkin dia sedang kekamar mandi. Maka langsung saja aku jalan tanpa berpamitan lagi pada bang rudolf. Semakin cepat mengantar dante, semakin cepat tuntas ketanggunganku.

Aku berjalan agak cepat menuntun dante. Selain karena memang diburu waktu, tapi juga karean rasa deg-deggan saat keluar rumah hanya memakai baju tidur dan cardigan tanpa pakaian dalam. Ini baru pertama kali aku seberani ini, karena memang diburu-buru sekali. Tapi anehnya keadaanku yang seperti ini justru memunculkan perasaan yang lain dihatiku. Debaran-debaran jantung yang semakin cepat ini justru membuatku merasakan sensasi yang aneh. Aku malah menikmatinya, aku merasa amat seksi berjalan dalam keadaan seperti ini. Walaupun aku merasa sedikit tenang karena memang tidak ada orang disekitarku yang melihat keadaanku. Tapi entah mengapa aku malah berharap ada beberapa pasang mata yang dapat melihak kemolekan tubuhku saat ini. Entah datang darimana pikiran nakalku ini. Aku jadi senyum-seyum sendiri saat menuntun dante.

Jarak dari rumahku keperampatan tempat bus berhenti kurang lebih mungkin sekitar 350m. Sekarang aku sudah menempuh 100m perjalanan. Keadaan komplek masih terlihat sepi, jalanan juga kosong dari lalu lalang orang maupun kendaraan. Aku masih bergegas menuju perempatan, ingin sekali cepat sampai rumah. Sepanjang jalan aku selalu melihat kekanan dan kekiri, terasa selalu was-was. Walaupun disisi lain aku ingin sekali ada yang memperhatikan kemolekan tubuhku secara diam-diam. Tapi aku tetap saja merasa takut. Aneh sekali memang rasanya, takut, penasaran dan excited jadi satu. Perasaaan-perasaan aneh itu justru membuat buku kudukku berdiri, pikiranku makin jauh melayang, jantungku semakin berdebar, gairahku semakin meninggi pula.
Kurang dari 150m sampai keperempatan, 20m didepanku kulihat ada tukang sayur yang memang biasa berkeliling dikomplekku. Mang ujang namanya, lelaki setengah baya keturunan sunda. Aku memang biasa bertemu dengannya saat hendak berbelanja bahan makanan untuk masakanku dirumah. Tapi kali ini aku hanya memakai pakaian tipis tanpa pakaian dalam dan cardigan yang tak bisa aku kancingkan. Semakin dekat untuk berpapasan dengan mang ujang aku semakin berdebar-debar. Berharap mang ujang tidak menyadari keadaanku yang tidak menggunakan pakaian dalam ini.

Akhirnya tinggal beberapa meter lagi aku akan berpapasan dengan mang ujang. Jatungku berdebar semakin kencang. Bulu kudukku juga masih saja merinding. Dante yang memang masih kecil tidak menyadarinya, dia masih assik saja bergumam sambil terus berjalan menggenggam tangan kiriku.

“neng nissa mau kedepan anterin dante. Tumben buru-buru neng” sapa mang ujang sambil berhenti dan tersenyum kepadaku.

“iya ni mang, dantenya minta cepet-cepet” jawabku.

“oh gitu, ga sekalian liat dulu sayurnya mamang. Seger-seger ni neng.” Entah mang ujang sadar atau tidak matanya selalu melirikku saat dia memarkirkan gerobak motornya.




“tuh sok dilihat dulu neng, biar neng jadi penglaris” katanya sambil terus melirikku seakan mata itu penasaran pada tubuhku.

Aku memang biasa berbelanja padanya, namun biasanya aku sudah mengenakan daster saat keluar rumah untuk menemuinya. Tapi hari ini aku hanya menggunakan baju tidur tipisku saja. Tatapan mang ujang terasa lain sekali, atau memang hanya perasaanku saja. Tapi menurutku kali ini tatapannya seperti memprovokasiku. Membuatku menjadi kikuk dihadapannya. Aku jadi berhenti dulu sejenak untuk melihat sayurannya. Entah kenapa menurutku ini akal-akalan mang ujang saja untuk menahanku lebih lama disini. Agar dia bisa memandangiku lebih lama. Tapi anehnya aku malah ingin berhenti, padahal aku sudah punya masakan dirumah tadi. Aku ingin tahu seberapa jauh dia berani memandangiku.

“gimana neng, ada terong, mentimun, wortel, ada lobak, dan ada pare juga ni neng. Gede-gede lagi neng” mang ujang menawarkan sayuran-sayuran yang mengarahlkan pikiranku pada bentuk kejantanan laki-laki. Aneh, apa dia sengaja menggodaku. Apa mang ujang tahu aku tidak memakai pakaian dalam dibalik baju tidurku ini. Apa aku terlihat begitu bergairah sehingga dia berani menggodaku.

“eh hmmm.. saya bingung mang kalo yang semua mamang tawarkan mau saya olah jadi apa, saya jarang memakai bahan itu soalnya mang.” Jawabku agak terbata.

“ya terserah neng nissa atuh. Kalo terong bisa dibikin terong balado, mentimun sama wortel bisa neng masak jadi acar kuning, lobak neng bisa tambahin kalo neng bikin sop atau soto, kalo pare bisa bikin tumis pare neng. Hehe” jawab mang ujang menerangkan olahan makanan apa saja yang bisa di but dari bahan makanan tersebut.

Sambil menjawabku mata mang ujang kini terus terpku ketubuhku, tanpa malu-malu lagi mang ujang memandangiku dari ujung rambut hingga kaki.

“ya kalo neng ga pake buat masak, ya mungkin neng bisa pake buat kegiatan neng yang lain atuh neng. Heheh,, “ mang ujang cengengesan sambil terus menatapku.

Aku sungguh terpaku dengan tatapannya. Niatku yang hendak buru-buru jadi tertahan oleh mang ujang. Tapi entah kenapa aku juga enggan untuk beranjak dari sini. Dan dante pun terlihat sedang asik memainkan barang dagangan mang ujang.

“kegiatan apa yang mang?” jawabku bingung.
“ah neng nissa suka pura-pura, ibu-ibu disini juga suka gitu kalo lagi tinggal suami.” Jawab mang ujang.

“suka gitu gimana mang? Apa hubungannya ditinggal suami sama sayuran mang?” aku benar-benar tidak tahu arah pembicaraan mang ujang.

“suka gitu neng, nyari ganti sementara kalo suami ga ada. Ada juga yang suka minta dibantuin sama mamang. Udah ga aneh ah ibu-ibu disini mah.” Jawabmang ujang lagi.

“aduh nissa beneran ga ngerti ni mang.” Lagi-lagi aku bingung.

“nanti deh neng mamang jelasin dan bantuin ya neng kalo neng udah anterin anaknya neng.” mang ujang menjawab sambil jalan menuju kearahku.

“mamang jelasin dan bantuin apaannya mang, nissa tambah bingung” jawabku.

“Suami neng nissa belum pulang kan?” mang ujang bertanya dengan berbisik saat sudah tepat berada disebelahku.

Entah kenapa bersebelahan dengan mang ujang membuatku berdebar-debar. Tubuhku benar-benar kaku dan kikuk. Terpaku tak ingin beranjak. Apalagi saat mang ujang membisikkan pertanyaan itu. Aku sangat tahu jawabannya apa. Tapi entah kenapa pikiranku ingin menjawab dengan jawab yang lain. Pikiranku seolah diluar kendaliku, aku tidak dapat mengendalikan fikiranku sendiri. Fikiranku yang sedari tadi memikirkan bang rudolf dan ingin buru-buru pulang. Kini malah memikirkan sayuran-sayuran yang tadi ditawarkan oleh mang ujang, dan juga ingin berlama-lama disamping mang ujang. Ada apa denganku ini.

Tatapan mang ujang masih terus memprovokasiku. Aku semakin tak mampu bergerak. Sekujur tubuhku terasa lemas. Ingin rasanya bersandar pada bahu mang ujang untuk sekejap. Tatapan itu masih terus menelanjangiku, menikmati kecantikan wajahku, lalu turun ke bagian dadaku. Mengapa mang ujang berani sekali melakukan hal ini. Mengapa aku hanya diam saja dan tak mampu untuk marah.

Saat aku tak mampu untuk mengendalikan tubuh dan fikiranku,

“ttinnn!”

Terdengar suara klakson mobil yang menyadarkanku dari segala yang menjerta fikiranku tadi. Aku yang tersadar langsung bergeser menjauhi mang ujang. Mang ujang pun langsung mengalihkan pandangannya dari tubuhku.

“dantee,, kita kesekolah bareng yukk..” ternyata itu rosi dan mas bram suami hana sahabatku. Rosi berteriak melalu jendela mobil yang sudah terbuka kacanya.

“iya rosii, ayookk.., maa dante bareng sama Rosi ya sekolahnya. Boleh ya ma?” tanya dante

“iya sayang boleh,” jawabku.

Lalu aku menghampiri mobil mas bram untuk menyapa mas bram.

“selamat pagi anissa, biar dante bareng rosi ya. Kasian kalau harus naik mobil jemputan.” Tawaran dari mas bram kepadaku, yang tak mungkin aku tolak.

“apa mas bram ga keberatan?” jawabku,

“masa keberatan, kamu kan sahabatku juga nissa. Ga masalahlah. Ayo dante masuk nanti terlambat.” Ucap mas bram,

Lalu aku bukakan pintu belakang mobil agar dante bisa naik. Setelah dante naik lalu ku tutup pintu mbil tersebut.

“mas bram, terimakasih banyak sudah mau mengantarkan dante kesekolah. Jadi merepotkan.” Aku berucap kepada mas bram.

“enggak merepotkan ko nissa, ohya kebetulan hana ada dirumah dia libur kerja hari ini mungkin kamu hendak main kerumah. Yasudah kita berangkat dulu ya nissa. Assalamualaikum.” Jawab mas bram sambil berpamintan untuk segera berangkat.

“iya mas, hati-hati dijalan. Dadah dante, dadah rosii..” jawabku sambil melambaikan tangan terhadap mereka.

Setelah keberangkatan mas bram dan anak-anak aku kembali menoleh kepada mang ujang yang sibuk mengurusi barang dagangannya. Entah dia pura-pura atau malu karena tadi hampir saja keperegok oleh masa bram sedang memperhatikan tubuhku. Sedari tadi mang ujung memang menunduk saat ada mas bram, menyibukkan diri pada sayurannya. kini mang ujang sudah menoleh lg kepadaku saat menyadari bahwa mobil mas bram sudah berangkat jauh.

“gimana neng nisa, jadi belanja sayuran?” pertanyaannya kepadaku sambil sibuk merapikan dagangannya.

“enggak deh mang, nissa sudah masak tadi dirumah. Bang rudolf juga sudah pulang mang.” Jawabku sangat lancar saat mang ujang tidak menatap langsung kemataku.

“oh gitu neng, suami neng udah pulang ya.” Jawab mang ujang yang mulai menatapku lagi. Dan lagi-lagi tatapannya menjeratku begitu dalam. Aku lagi-lagi jadi kikuk dan terdiam.

“jadi neng nissa mau langsung pulang aja?” tanyanya, aku hanya mampu mengangguk saja.

“yaudah bareng sama mamang aja neng ya, ni dimotor” mang ujang menawarkan untuk mengantarku sampai rumah.

Aku ingin sekali menolak selain karena dia bukanlah muhrimku, juga penampilanku yang hanya seadanya saat ini, tapi juga karena motornya adalah motor yang belakangnya gerobak. Sehingga tempat duduk yang tersedia sangatlah sempit tidak akan cukup untuk kami berdua duduk distu kecuali saling berhimpitan. Aku tidak ingin berhimpitan dengan orang yang bukan suamiku.

Tapi apa daya, entah bagaimana aku lagi-lagi mengangguk dan menuruti perintah mang ujang. Entah mengapa aku bisa begitu menurut sekali oleh mang ujang. Apa lagi setiap tatapannya langsung menuju mataku. Apa mang ujang mempunyai keahlian untuk menguasai seseorang. Yang aku tahu selama ini mang ujang adalah pedagang yang baik, banyak ibu-ibu yang berbelanja setiap paginya. Mang ujang berumur sekitar 50 tahunan, perawakannya tidak terlalu tinggi dan sedikit gemuk. Mang ujang adalah keturunan sunda, yang aku tahu dari ibu-ibu sekitar bantenlah kampung halaman mang ujang. Isteri dan anak-anaknya tinggal dikampung.

Apa karena mang ujang orang banten sehingga dia mempunyai kemampuan untuk menguasaiku saat ini. Aku sungguh diluar kendaliku sekarang ini. Semua nallarku kalah oleh pandangan matanya.

Mang ujang menyalakan gerobak motornya, lalu memerintahkanku untuk naik.

“ayo neng, sok duduk disini.” Kata mang ujang sambil menunjuk jok bagian belakang motor yang sangat dekay dengan gerobak.

Sebelum aku hendak naik mang ujang meludahi tangan kanannya lalu mengoleskan di jok yang akan kududuki. Seolah membersihkan jok dari debu. Aku tak mengerti, pikiranku sedang tidak berada padaku. Maka aku tak menghiraukan yang beliau lakukan. Mungkin memang benar dia berniat untuk membersihkannya.

“neng ayo naik neng, mangga.” Kata-kata mang ujang kepadaku. Kata-kata itu bagaikan perintah yang tak dapat aku tolak.

Tubuhku bergerak diluar kemauanku menuju kearah motor, tepatnya kearah jok belakang yang sudah disediakan oleh mang ujang. Walau tubuhku diluar kendaliku tapi akal sehatku masih mampu mencerna situasi. Walaupun aku menurut untuk duduk di jok belakang tersebut, karena aku mengenakan pakaian terusan yang minim dan tidak memakai dalaman apapun aku memilih untuk duduk menyamping. Agar aku lebih mudah untuk naik dan turun, selain itu juga agar mang ujang tidak harus merasakan tekanan dari dadaku jika aku duduk dalam posisi normal dan dia tiba-tiba mengerem. Dan lagi bila aku duduk dalam posisi normal otomatis saat aku menaiki motor maka rok terusannku akan terangkat, dan mang ujang dapat melihat bahwa aku tidak memakai celana dalam.

Saat hendak menaiki gerobak motor nya dengan cara menyamping, tiba-tiba mang ujang memegang bokongku seraya melarangku untuk duduk dengan posisi menyamping.

“duduknya jangan miring neng nissa, nanti jatuh. Sok bangun dulu, duduknya jegang aja kaya biasa naik motor biar aman ya neng.” Lagi-lagi mata itu menguasaiku, perintahnya lagi-lagi kuturuti.

Bukan hanya memegang untuk menahanku naik tapi mang ujang juga sekaligus meremas bongkahan bokongku. Perlakuannya lagi-lagi membuatku merinding, tapi aku tak bisa menolak bahkan marah. Aku hanya diam saja dan wajahku malah memerah semu. Ada apa denganku.

“sok neng naiknya jegang aja gpp, ati-ati naiknya neng. Sini mamang pegangin tangannya biar ga jatuh.” Kata mang ujang sambil meraih tanganku.

“iya mang” jawabku sambil mengangguk.
Aku sungguh bingung, dalam hatiku aku sungguh tidak ingin ini terjadi. Karena beberapa saat lagi mang ujang pasti dapat melihat apa yang ada dibalik rokku. Tapi aku hanya bisa menurut saat ini, sungguh semua perintahnya bagaikan sebuah kewajiban yang harus aku lakukan. Bahkan aku lupa dengan keberadaan bang ruolf yang menungguku dirumah saat ini.

Lalu dengan perlahan, aku meletakan kaki kiriku dipijakan motor. Dan mengangkat kaki kananku untuk melewati jok. Dan benar saja rok terusanku terangkat dan memperlihatkan apa yang ada didalamnya. Rasanya dingin sekali karena ada hembusan angin bertiup tepat mengenai daerah kewanitaanku.

“aduh si neng nissa ga pake celana dalem ning. Mamang jadi ga enak ngeliatnya.” Kata mang ujang yang terus saja memandangi daerah selangkanganku walaupun sudah tertutup oleh rokku.

“sok duduk neng geulis, jangan berdiri aja.” Aku dikagetkan oleh perkataan mang ujang. Tadi memang aku masih berdiri berpijak pada dual pedal motor kana dan kiri. Merasakan malu yang teramat karena mang ujang sudah melihat langsung daerah kewanitaanku.

“iya mang, saya duduk.” Jawabku masih tertunduk malu.

Saat duduk semua terasa biasa saja. Lalu mang ujang turut naik ke atas motor berada tepat didepanku. Sekarang jok ini terasa sempit, dan benar saja aku harus benar-benar berhimpitan dengan mang ujang. Lalu mang ujang menyalakan motornya dan jalan. Belum lama kami jalan, tiba-tiba ada yang aneh pada tubuhku. Aku merasa begitu gerah, aroma tubuh mang ujang tercium begitu menusuk. Lalu gairahku pun naik semakin tinggi. Seluruh tubuhku terasa begitu sensitif, wajahku memerah. Dan daerah kewanitaanku tiba-tiba terasa begitu gatal.
Daerah kewanitaanku benar-benar terasa gatal tak tertahankan. Bukan hanya gatal tapi juga terasa semakin basah. Aku benar-benar bergairah tinggi saat ini. Kenapa bisa begini, aduh rasanya gatal sekali. Ingin sekali disentuh. Bahkan dengan sengaja aku menggerakan pinggulku untuk menggesekan ke kulit jok. Maju mundur, kekanan dan kekiri. Ingin sekali aku mendesah namun aku masih mampu menahannya.

“neng, jangan goyang-goyang gitu nanti jatuh. Atau kalo mau goyang-goyang gpp. Tapi peluk mamang biar ga jatuh.” Aku yang sedang kalap ingin menuntaskan gairahku tak mampu lagi berfikir dan menuruti saja semua perintah mang ujang.

“pegangan yang kenceng neng geulis, jadi bisa bebas gerak ngegeseknya.hehe” lagi-lagi perintah itu aku dengarkan dan turuti.

Tapi tunggu dulu,’ngegesek?’

Apa mang ujang tahu apa yang sedang aku lakukan, apa dia tahu apa yang aku rasakan. Aduh gatal sekali, kulit jok saja tidak akan cukup untuk memuaskanku. Dengan memeluk mang ujang otomatis tubuhku menempel dengan mang ujang, begitu juga payudaraku yang menyentuh langsung punggungnya. Entah kenapa peyudaraku menjadi ikut terangsang dan juga ikut gatal. Rasanya ingin aku gesekkan juga kepunggung mang ujang. Karena tidak tahan maka aku ikut menggesekan payudaraku juga ke punggung mang ujang.

“neng nisaa ga pake BH juga ning, bener-bener empuk teteknya neng nisa. Hihihi. Kenapa digituin ke mamang neg, neng nisa kenapa?hehe” mang ujang bertanya sambil cengengesan kepadaku.

Aku yang merasa sungguh malu dan terangsang ini tak perduli dengan semua ledekkannya. Aku hanya ingin gatel ini hilang. Tapi semakin digesekan semakin tidak hilang gatalnya, juga kalau tidak digesekkan malah terasa lebih menyiksa.

“nissa gatal paak, aduhh.....” aku yang tak kuat akhirnya menjawab pertanyaan mang ujang dengan nada sedikit manja.

“gatel apanye neng sampe digoyang-goyang gitu pantat sama badannya. Hehe” mang ujang menjawab dengan memberikan pertanyaan lagi kepadaku.

“anu mang, hmmm,, ahh pokonya nisa gatal mang ga bisa berhenti gesek mang. Aahh,, nisa kenapa ya mang?” jawabku yang masih malu-malu dengan yang terjadi kepada tubuhku ini.

“anu apa atuh neng, mamang ga ngerti ga bisa bantuin nanti. Sok atuh yang jelas neng?hehe” jawab mang ujang lagi.

“aauuhh,, maang nissa gatell,, selangkangan nissa gatel mangg basaahh. Dada nissa juga gatell..” akhirnya aku beerucap sambil sedikit berteriak, entah kenapa saat berkata jujur seperti itu malah mebuatku semakin nyaman bahkan terasa semakin basah dibawah.

Lalu aku semakin intens menggesekan kewanitaanku juga payudaraku kepada jok juga punggung mang ujang. Jok mang ujang sudah basah oleh lendir yang keluar dari dari kewanitaanku. Payudaraku sudah jadi semakin mengeras, bahkan puttingnya mengacung dengan kencang. Rumah jadi terasa semakin jauh, mungkin mang ujang membawa motornya pelan-pelan atau memang dia membawaku memutar dari jalan utama.

“selangkangan neng? Memek neng nissa maksudnya, sama teteknya neng nissa yang gatel maksudnya. diapain neng biasanya kalo lagi gatel gitu?” pertanyaan mang ujang lagi-lagi merendahkanku. Tapi justru mebuatku semakin bergairah entah mengapa.

“iya mang, itu memek maang,, sama tetek nisa nih mang rasanya gatell mang gakuatt..” aku semakin erat memeluk mang ujang, juga menggesekan kewanitaanku pada joknya.

“ahhhh, mang biasanya diremesin maang teteknya,, sama ditusuk maang mem...nyaa aahhhh..” jawabku lagi-lagi sedikit berteriak.

Entah kenapa jika aku jujur dan berkata jorok seperti aku melepaskan beban yang berat. rasa gatal yang sedari tadi mendera memang berubah jadi nikmat apa bila digesekkan terus menerus, dan ocehan jujur dan jorokku menyempurnakan kenikmatannya. Ada apa dengan ku saat ini, rasanya ingin dipuaskan saat ini juga, oleh siapa saja yang bisa menolongku.

“yaudah neng digesekin aja terus ka badan mamang, mang lagi bawa motor ga bisa bantuin ngeremes teteknya neng. Itu tuh neng dibelakang kan ada terong, timun, wortel dll. Pake aja buat ngilangin gatel yang dibawah neng. Dari pada Cuma gesek ke jok.hehe” mang ujang memberikan saran kepadaku, saran yang memang benar-benar ku butuhkan. Maka segera aku melepas pelukkan ku pada mang ujang sebentar, dan benar saja saat berhenti menggesek rasa gatalnya menyiksa.

Lalu segera pula ku pilih salah satu sayuran yang tadi di tawarkan oleh mang ujang. Entah mengapa aku mengambil pare diantara pilihan yang lain, ku pilih pare yang tidak terlalu kecil juga tidak terlalu besar ukuranya mungkin sepanjang 20cm dan berdiameter 3cm. Pare memiliki tekstur seperti urat atau otot, mungkin ini alasanku lebih memilih pare dibanding pilihan yang lain.

“apa yang harus aku lakukan dengan pare ini? Apa hanya aku gesekkan saja pada bagian luar kewanitaanku atau perlu aku masukkan juga untuk menghilangkan rasa gatal ini.. ahhhhh” setelah menggenggam pare di tanganku aku justru tidak tahu harus berbuat apa.

“udah dipilih neng? Ko jadi bengong.” Pertanyaan mag ujang memecahkan lamunanku.

“udah mang, iya ini mau nissa pake mang parenya.” Jawabku

“oh neng pilih pare ya, biar kaya kontol berotot ya neng. Kontol mamang berotot lho neng. Hehe” pernyataan mang ujang yang mengagetkanku.

“apa benar kejantanan lelaki tua ini berotot, mang ujang kan sudah tua.” Gumamku dalam hati.

“eh si neng kalakah ngelamun lagi. Pasti ga percaya ya. Sok nih pegang.” Tangan mang ujang meraih tanganku lalu meletakkanya tepat diatas kejantanannya yang sudah menegang keras.

“aiiihhhh...” aku tersentak memegangnya. Dari luar celana saja sudah terasa begitu besar dan urat-urat ototnya sangat terasa.

“gimana neng, Bener ga?” tanya mang ujang.

“iya mang gede, keras anunya.” Jawabku lemas dan manja. Karena fikiranku malah melayang jauh membayangkan bentuk kejantanan mang ujang.

“kontol neng namanya, naon ari anu-anu teh. Ga ngerti mamang mah.” Jawab mang ujang.

“ii,,iyya mang, kontol mang. Kontol mamang gede dan kenceng.” Aku yang memang tak terbiasa mengucap kata itu begitu kaku mengucapnya. Dan seperti biasa setiap mengucap kata kotor rasa rangsangannya semakin menjadi.

“maaaang... nisa gesek tetek nisa lagi ya ke mamang?” pertanyaanku dengan malu-malu, karena sungguh sudah tidak tahan dengan rasa gatal yang begitu menyiksa.

“iya, mangga neng. Teken ya neng. Mamang suka teteknya neng nissa kenceng. Eh iya tangan kirinya tetep disini aja ya neng usapin kontol mamang.” Jawab mang ujang yang sekaligus memberiku perintah.

“iya mang...”jawabku patuh.

Lalu aku mulai mendekatkan tubuhku kembali kebadan mang ujang dan mulai menekan dan menggoyangkan tetekku. Tangan kiriku terus saja mengusap kontol mang ujang ini. Dan tanganku mulai mengarahkan pare berotot ini ke arah selangkanganku.

“aaasshhh,, eemmhhh...” saat pare tersebut sudah menyentuh bagian luar dari kewanitaanku. Aku hanya meletakkanya saja, namun getaran dari gerobak motor milik mang ujang memberikan getaran pada pare yang terjepit oleh badanku juga jok motor. Membuatku merasa begitu keenakkan dan mendesah tak tertahan.

“aaaiihhh,,, aahhhhhsss, uuuuhhhhh....” aku memang tidak hendak memasukkan pare ini kedalam. Aku masih ragu juga takut. Namun dengan hanya meletakkannya saja sudah senikmat ini apa lagi jika pare ini masuk kedalam rongga kewanitaanku. Dan memang dengan menempelkannya saja seperti ini rasa gatalnya hanya berkurang sedikit. Tapi sungguh aku ragu.

“aaahhh...sshhhhh,, auuhh...” aku masih menikmati gesekkan dari pare berotot ini.
“ooouuhhh...maanngg..” aku tersentak karena tiba-tiba gerobak motor mang ujang menghantam sebun polisi tidur yang cukup besar. yang membuat badan mang ujang bergerak mundur yang otomatis menekan pare ini untuk masuk kedalam rongga kewanitaanku.

“maangg,, masss..ssuukkk,,,paree...aahhhh” aku yang kaget atas kejadian barusan bukannya langsung mencabut pare tersebut malah mebiarkannya terbenam lebih dalam. Dan benar ternyata rasanya begitu nikmat. Gatalnya hilang dan berubah menjadi nikmat yang tiadda tara.

“mmaaaanngg...aahhhh,, masukkkk,, enaakkkk..” ceracauku pada mang ujang.

“apanya neng yang masuk, masuk kemana?” tanya mang ujang yang memang tak menyadari apa yang sedang terjadi kepadaku.

“parenya mang...aahhh, parenya masuk ke memek nisaa..” jawabku lemas karena sedang dilanda kenitmatan birahi dari sebatang pare ditempat umum pula.

“hahahaha, gening di masukin neng parenya. Kirain mau digeskin doang. Enakkan dimasukin ya neng.” Jawab mang ujang sembari meledekku.

“ssshhh,,iya mang,, ennnakkk..aahh” aku menjawabnya sambil mengerakkan pinggulku, menekan-nekan parenya lebih dalam. Entah karena pare yang aku ambil tidak terlalu besar atau memang karena memekku sudah basah sekali, parenya teus saja meluncur keluar jika tidak ku tekan-tekan.

Karena aku sudah tidak perlu memegang pare itu lagi dengan tangan kananku dikarenakan parenya sudah masuk sebagian kedalam memekku, maka tangan kananku beralih untuk meremas tetekku sendiri sekarang. Karena hanya dengan menggesekkannya saja tidak cukup.

“eeehh,, maang ko dikeluarin kontolnya. Ntar keliatan orang.” Saat mang ujang tiba-tiba mengeluarkan kontolnya dari celananya yang langsung saja ku genggam.

“enggak neng, ini mamang tutupin pake jaket mamang. Tenag aja neng, tolong kocokin ya neng mamang ga tahan.” Jawabnya. Langsung saja aku turuti kemauannya itu.

“uuhhh,, besarnya kontol ini. Lebih besar dari milik bang rudolf. Juga berotot” kagumku dalam hati. Memang milik bang rudolf juga tidak bisa dibilang kecil sekitar 25cm dan berdiameter 4cm, tapi milik mang ujang ini memiliki diameter lebih besar dari punya bang rudolf berukuran 25cm dan berdiameter 5-6cm . Aku terus saja mengocoknya sambil terus melakukan kegiatanku sendiri. Entah kenapa pagi ini terasa begitu sepi tidak seramai biasanya.

“maangg..sshhh,, ko jauh sekali rumah nissa ga sampai-sampai..uuhhh” tanyaku pada mang ujang yang memang heran karena sudah lebih dari 15 menit aku belum juga sampai dirumahku.

“heheh iya neng, sengaja mamang muter milih jalan sepi biar neng bisa enak dulu gitu. Emg neng ga suka?” mang ujang menjelaskan padaku tetang pilihanya membawaku memutar. Pantas saja terlihat sepi karena memang mang ujang sengaja memilih jalan yang sepi.

“aassshh sukaa maanng.. tapi suami nissa nungguin dirumah mang. Nissa juga udah lama ga disentuh suami nissa mang.. ahhh, makanya nissa pengen buru-buru pulang maang..” tiba-tiba aku kembali mengingat bang rudolf yang menungguku dirumah. Tapi aku tetap tidak marah sudah diculik dibawa memutari komplek oleh mang ujang. Mungkin karena aku juga menikmati penculikan nimat ini. Namun saat ini akal sehatku sudah mulai kembali aku sungguh ingin buru-buru pulang saat ini.

“ooh gitu neng, yaudah atu mamang langsung anterin deh sekarang biar neng bisa melepas rindu sama suaminya.” Ternyata mang ujang tidak mempersulit keinginanku.

Tidak lama setelah aku mengucapkan permintaanku pada mang ujang, kami sudah sampai dirumahku.

“ni neng nissa sudah sampai” mang ujang menghetikan motornya tepat di sebrang rumahku. Lalu dia turun leih dulu dibanding aku. Seraya melepaskan tanganku dari kontolnya.

“fyuuuhhh.... sok mangga nengnya turun” setelah mulutnya sedikit berkomat-kamit lalu meniupkan kearahku. Aku tak mengerti apa yang dia lakukan. Tapi setelah mang ujang melakukan itu. Semua rasa gatal di organ-organ sensitifku perlahan menghilang.

“iii,,iya mang.. makasihh.” Jawabku yang masih bingung, seakan baru sadar dari mimpi.

Saat hendak bangun dari motor aku merasa ada sesuatu yang akan keluar dari kewanitaanku. Lalu dengan sigap tangan mang ujang menahannya dan memasukkannya kembali kedalam kewanitaanku.

“eehhh... manggg,,asshh” aku yang tersentak kaget.

“ini parenya harus tetep didalem ya neng, neng keluarinnya nanti dikamar mandi aja. Abis ketemu suami neng, neng harus ke kamar mandi dulu. Tapi ga usah bersih-bersih. Keluarin parenya aja. Ya neng geulis jangan lupa.” Jawab mang ujang yang kembali memberiku perintah.

Ternyata ini pare yang dari tadi berada didalam kewaitaanku, aku sungguh merasa ling-lung. Tapi keberadaan pare ini memang memberiku kenikmatan, aku ingat sekali kenikmatan yang diberikan pare ini beberapa menit lalu dan sekarang tak ada yang terlupa, aku hanya tidak tahu alasan aku memasukkannya.

“iiyyaa mangg,” jawabku patuh.

“nah sekarang neng nissa jongkok dulu, nih kontol mamang tanggung tolong diisepin neng.” Perintahnya.

“apaaa?! Mang ujang memintaku untuk mengoral kejantanannya ditempat terbuka dan tepat didepan rumahku. Apa mang ujang sudah gila” kata-kataku dalam hati. Namun meskipun aku berucap seperti itu didalam, tubhku malah mematuhi perintah mang ujang. Aku pelan-pelan berjongkok, dan dengan sigap menahan pare itu agar tidak keluar dari kewanitaanku. Aku jadi sangat patuh terhadap perintah mang ujang.

“hhmpphh...ssshhhhss,,slurppp” aku langsung memasukkan kejantanan mang ujang kedalam mulutku tanpa ragu. Karena memang posisiku tertutup oleh badan gerobak motor milik mang ujang jadi aku tak khawatir akan terlihat. Kecuali orang itu menghampiri mang ujang dan memutar kesisi lain gerobak motor ini.

Aku baru ingat mungkin ini kerena tatapan mang ujang, mungkin mang ujang memang memiliki kemampuan untuk mengotrol seseorang. Tapi tatapan mang ujang tidak lagi memprovokasiku seperti saat pertama tadi. Aku mulai ingat semua yang terjadi antara aku dengan mang ujang. Tapi kali ini, tidak ada tatapan itu. Aku seolah menurutinya karena keinginannku. Tubuhku solah memang menginginkannya tapi hatiku masih belum mau menerimanya.

Mulutku yang mungil tak mampu melehap seluruh kejantanan mang ujang yang berukuran besar ini. Hanya kepalanya saja yang bisa kukulum seutuhnya. Memnag ini bukan pertama kalinya aku melakukan oral, karena bang rudolf pun suka memintanya kepdaku. Jadi ini bukanlah hal yang aneh, tapi melakukan ini ditempat terbuka, didepan rumahku, bersama lelaki yang bukan suamiku, dengan ukuran kejantanan yang begitu besar, ini sungguh hal nakal pertama yang aku lakukan.

“hhhmmpffff,,, mmmmhhhhhssss,, sluurrrpppp..” aku terus mengoral kejanjtanan mang ujang, berharap dapat segera menuntaskan birahinya. Sambil terus mengoral kejantanan mang ujang, tangan kananku terus menekan pare berotot ini untuk tetap tertanam didalam kewanitaanku.

“yuuurrr,, saayuurrrrr.......” teriak mang ujang menjajakan sayurannya. aku kaget sekali dengan yang mang ujang lakukan. Apa yang mang ujang lakukan bisa saja membuat semua orang datang kesini dan melihat keadaanku. Aku ingin sekali berdiri dan menyudahi semuanya tapi aku merasa tugasku belumlah selesai jadi aku tak mampu berdiri dan terus melanjutkan kewajibanku memuaskan mang ujang.

“yyuuuurr,, saaayyuuurrrrr.......” mang ujang terus saja menjajakan dagangannya. Dengan kesall aku terus menggerakan kepalau maju mundur kebih cepaatt. Dan menghisap lebih kencang agar mang ujang berhenti berteriak dan segeera tuntas.

“yuuuurrr,,, aahhhhhhhh.....saaaaayy....” mang ujang mulai terbata-bata, saat aku memaksakan untuk menekan kepalaku lebih dalam untuk menelan semua kejantananya kedalam mulutku.

“neeng, mamang mauu,, aahhhh...” belum selesai mang ujang berucap, dia udah menyemprotkan spermanya kedalam mulutku.

“crtttt..crrttt,,crrrttttt,,crrrtttttt...”

banyak sekali sperma yang keluar dan langsung tertelan olehku. Bahkan sakung banyaknya ada keluar yang tak mampu tertampung oleh mulutku dan menetes keluar.
Lalu mang ujang menarik kejantananya keluar dari mulutku, entah mengapa aku seakan tidak ingin kehilangan kejantanannya dan terus menyedotnya bahkan mengikuti arah kejantananya yang ditarik mundur oleh mang ujag. Mengetahui itu mang ujang menahan kepalaku agar bisa melepaskan sedotanku pada kejantanannya. Setelah lepas dari mulutku pun kejantanan mang ujang masih saja menyemprotkan spermanya dengan kencang yang langsung mengenai wajahku.

“banyak ya neng, pasti enak ya rasanya peju sayaa..” kata mang ujang sambil tersenyum kepadaku yang belumberanjak bangun.

“ini biar neng awet muda ni neng, biar neng nisa tambah geulis.” Mang ujang berkata sembari mengoleskan sperma yang tadi mengenai mukaku dan meleleh keleherku.
Mang ujang meratakan seluruh spermanya kewajahku juga leherku, aku merasa sangat dimanjakan ikut menutup mataku dan tersenyum saat mang ujang meratakan semua spermanya untukku.

“ih neng nissa meuni nurutt, hihihi. Resep ihh.” Kata mang ujang melihat tingkahku.

“sok bangun neng, udah beres ni. Nanti suami neng nambah lama nungguinnya.” Mang ujang berkata sambil membangukanku.

“jangan dibilas ya neng, nanti khasiatnya ilang. Biari aja sampe kering ya neng geulis.” Perintah mang ujang. Aku hanya mengangguk dan tersenyum.

“inget parenya juga janga dilepas dulu, inget kata mamang tadi ya jangan sampe terlepas juga.” Jelas mang ujang, sambil mengelap kejantananya pada baju tidurku membersihkan sisa sperma yang tertinggal.

“nah sekarang ni kalo udah kena peju mamang, nanti neng nissa teh tambah geulis. Makin banyak yang liatin neng. Banyak yang nafsu sama neng, pengen ngewein neng nissa. Hehe” kata mang ujang cengengesan. Aku tidak melawan dan dengan senang hati terus mendengarkan penjelasan mang ujang. Entah kenapa aku merasa sedikit bangga saat mang ujang berkata seperti itu.

“tapi neng nissa ga harus ngewe sama lelaki-lelaki itu. Terserah neng aja, tapi kalo neng diliatin sama lelaki nanti. Neng bakal ngerasain birahu juga, sama kaya yang dirasain sama yang liatin neng nissa. Semakin pengen orang itu ngewein neng nissa, semakin pengen juga neng diewein saat itu juga. Hehehe” lanjutnya, aku terus menelan semua perkataanya memasukan keotakku menjadikan itu sebagai panutan.

“teu nanaon ya neng, bair neng ga kesepian nantinya. Hehe” lanjutnya lagi.

“nah biar neng tambah menggoda, neng harus doyan make bajunu sexy-sexy dan biasain ngomong kotor ya neng. Hehe. Kaya ini namanya kontol, yang ini tetek, yang ini memek atawa heunceut.” Jelas mang ujang sambil memberiku arahan.

“ada juga ngewe, ngentot, nyepong, sangee,, samuanya neng.. neng nissa harus belajar ya. Hehe tapi neng harus tetep keliatan alim jangan jadi murahan teuing. Jadi murahan kalo neng geulis udah gatahan aja.” Keterangan mang ujang bagai doktrin yang terus ditanamkan padaku.

“neng gelis paham?” tanya mang ujang.

“iya mang nissa faham” jawabku dengan senang hati dan patuh tanpa rasa terpaksa. Entah mengapa aku menyetujui semuanya.

“mamang Cuma mau bantuin neng geulis aja, jangan marah ya neng. Udah ah mamang mau jalan dulu. Sekarang biar suami neng yang ngewein neng, giliran mamang nanti aja kalo neng udah rasain bedanya sendiri. Hihi” kata mang ujang.

“sok neng masuk gih, mamang mau jalan lagi ya. Samlekom” kata mang ujang sembari menyalakan motornya dan meninggalkanku.

Aku berjalan dengan sangat hati-hati, benar-benar menjaga agar pare ini tidak jatuh. Aku masih saja menuruti semua perintah mang ujang. Ini semua aku lakukan dengan keinginan sendiri atau memang masih dibawah pengaruh tatapan mang ujang tadi, aku sendiri tidak tahu. Tapi semua tetap aku lakukan dengan senang hati.

“baangg,, bang rudolf... assalamualaikum.” Panggilku saat memasuki rumah. Namun tak ada jawaban dari bang rudolf.

“apa bang rudolf masih dikamar mandi?” tebakku dalam hati. Aku lanjutkan menuju bagian dalam rumahku dengan sangat hati-hati tetap menjaga agar pare ini tetap berada didalam memekku.

“aaahh, enaknya memekkku” gumamku dalam hati, aku mendadak mulai terbiasa dengan kata-kata kotor seperti ini. Merasakan sensasi yang yang dimunculkan dari gesekan pare didalam memekku.

“baaanngg,, abang dimana?” masih tidak ada jawaban dari bang rudolf.

“Pintu kamar mandi sudah terbuka, berati kamar mandi sudah kosong. Lalu bang rudolf dimana?” lalu kulihat pintu belakang masih terbuka, mungkin bang rudolf ada di teras belakang rumah.

Saat sampai didepan daun pintu, aku mendengar suara desahan bang rudolf.

“apa yang sedang bang rudolf lakukan dibelakang rumah sambil mendesah?” tanyaku dalam hati.

Lalu aku mengintip dengan hati-hati, aku lihat bang rudolf sedang berbicara lewat handphone. Tapi bukan hanya menelepon, tangan bang rudolf pun aktif mengocok kontolnya sendiri sembari asik menelepon. Dan anehnya bang rudolf begitu menikmati kegiatannya.

“bang rudolf sedang berbicara dengan siapa ditelepon sampai dia mendesah dan mengocok kontolnya?” lagi-lagi pertanyaan dalam hatiku.

“astagfirullah, kontol bang rudolf kenapa jadi begitu besar. ini lebih besar dari sebelumnya. Apa tadi pagi sudah sebesar ini, mengapa aku tidak menyadarinya.” Kagetku dalam hati.

Dia masih asik mnegocok kontolnya dsambil menelepon dan menahan desahannya.

“apa bang rudolf selingkuh saat tugas ke madura kemarin? Pasti itu selingkuhannya bang rudolf disana. Ternyata bang rudolf selingkuh.” Dadaku mendadak berdebar kencang, emosiku sudah sampai ubun-ubunku. Spekulasiku pasti benar, bang rudolf pasti selingkuh.

Lalu dengan segera aku hampiri bang rudolf mengaggetkannya dan langsung melabraknya. Saat dia hendak berdiri, lalu aku pukul handphonenya hingga terjatuh.

“nissa ga nyangka abang selingkuhi nissa bang!” bentakku pada bang rudolf.

“siapa yang tadi di telepon bang, perek abang, simpanan abang?!” emosiku tak terbendung lagi.

“nissa, ngomong apa si abang ga ngerti!” jawab bang rudolf.

“alaah, ga usah pura-pura ga ngerti deh bang nissa udah tau!” jawabku masih emosi.

“apa sih kamu niss, kamu nuduh abang tanpa alasan gitu” bantah bang rudolf.

“itu abang teleponan sambil ngocok kontol gede abang. Iya kontol abang nambah gede setelah pulang dari tugas luar kota. Abang selingkuhkan!” aku menjawab sekenanya.

“abang teleponan sama temen niss, kontol abang Cuma buat nissa!” jawab bang rudolf lagi.

“alaaah, udahlah bang, ga usah bohong dasar tukang selingkuh, maniak, ga setia!” caci maki ku pada bang rudolf dengan penuh emosi.


PLAAKK!
BRUGGBRAAAGG!

Tubuhku terhempas menyentuh lantai setelah menyenggol kursi didapurku. Aku terjatuh setelah menerima pukulan telak di pipi kiriku. Bang rudolf menamparku dengan keras saat aku terus mencaci-makinya dengan tuduhan selingkuhku tadi.

Aku merasakan sakit pda wajah juga tubuhku yang terbanting kelantai. Rasa sakit ini mebuatku menangis sejadi-jadinya. Aku terduduk dan menangis meneteskan air mata. Aku tak sanggup berdiri, tubuhku lemas tak bertenaga.

“niss, maafin abang niss. Abang ga sengaja niss” bang rudolf menghampiriku sambil mnegucap kata maaf. Aku masih menangis merasakan sakit dan kaget.

“niss, abang ga maksud kasarin nissa. Maafin abang niss” bang rudolf coba menyetuh badanku tapi aku hindari.

“niss maafin abang” bang rudolf lagi-lagi coba untuk menyentuhku dan membangunkanku. Aku yang memang lemas tak mampu berdiri menerima bantuan bang rudolf untuk bangun. Setelah mampu berdiri aku langsung menatap wajah bang rudolf.

PLAAKKK!

Aku menamparnya dengan tangan kananku, tamparan telak yang tak mampu dihindari bang rudolf atau memang bang rudolf tak ingin menghindar dan menerima pukulanku sebagai rasa bersalahnya. Aku sudah tak perduli, aku terlalu sakit hati.

“nissa benci sama abang!” aku mengatakan itu sedikit berterik dan meninggalkan bang rudolf yang termenung didapur rumah kami.
Aku berjalan keluar rumah, tujuan ku cuma satu yaitu menuju rumah hana sahabatku. Cuma dia tempatku untuk mengadu dan berkeluh kesah. Aku tak tau lagi harus kemana.

Aku menuju rumah hana sambil sedikit berlari dan meneteskan air mata. Aku tak menyangka suami yang selama iniaku cintai ternyata berselingkuh dibelakangku dan mampu berlaku sekasar itu kepadaku.

Ditengah perjalanan, aku merasa ada yang aneh. Aku tidak merasakan keberadaan pare berotot itu didalam memekku lagi. Apa tadi pare itu terjatuh saat aku juga jatuh ditampar oleh bang rudolf. Aku sudah tidak perduli lagi dan melanjutkan perjalananku menuju rumah hana.
 
Selamat malam para suhu,
Maaf ane sudah membuat para suhu disini menunggu. Makasih juga masih mau mampir di lapak ane.

Kondisi ane masih belum membaik, cuma dari kemarin ane udah usahain bikin update. Ya jadinya segitu adanya, semoga para suhu berkenan sama usaha update ane. Maaf kalo ada yang kurang atau typo, harap maklum nulis updatenya sambil keleyengan. Hehe

Doain aja ane cepet seger dan buger biar bisa cepet update. Ane usahakan secepatnya setelah ane sehat.

Selamat menikmati para suhu.
 
Cepat sembuh suhu
Dan ceritax lumayan menarik

D tunggu update selanjutnya
 
Akhirnya ada cerita bagus yg up date jg,semangat semoga lekas sembuh
 
Gan diperbanyak donk kisahnya mang ujang yg doyan ngewein ibu2,,atau dibuat cerita tersendiri petualangan mang ujang..thanks gan
 
Wow tambah mantap nih artikel update ceritanya semakin asik nih dilanjut suhu
 
Kelanjutan Hana &rudolf ..yg paling.ditunggu suhu...
 
Bimabet
Bakal bagus ni cerita kayaknya, ikut ngramein di tendanya para suhu yg udah duluan nongkrong ah. Tapi omong2 tendanya mana ya?? Kok ga kliatan ada tenda sama skali disini? WOOii.. Mana tendanyaa? Hehe.. :peace:
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd