Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG BULAN JINGGA

BAGIAN 12
AKHIR YANG MEMBOSANKAN.?



Camelia Handayani

“Masih berapa lama lagi sih, ritual ini dilakukan.?” Tanyaku kepada Lia, walaupun sebenarnya aku sudah tau jawabannya. Aku hanya ingin mencari bahan pembicaraan, agar suasana dikamar ini mencair. Kami berdua baru saja melakukan ritual dan sekarang saatnya pendinginan atau istilahnya itu melemaskan batang kemaluanku yang sedang berdiri tegak setegak-tegaknya. Ya tentu saja pendinginan ini harus diakhiri dengan keluarnya cairan kenikmatanku atau bahasa asingnya itu pejuh, agar aku dan juga batang kemaluanku bisa tertidur dengan nyenyaknya.

Oh iya, setelah berkali-kali melakukan ritual, aku sudah terbiasa dengan ‘penyiksaan’ pada kemaluanku. Yang awalnya sangat menyakitkan, saat ini aku hanya sedikit mendesah, ketika kemaluanku ditarik-tarik dan diremas oleh Lia.

Eh, bukan berarti sekarang aku suka dengan penyiksaan pada diri sendiri loh ya, bukan seperti itu. Ini hanya berlaku ketika ritual dan setelah selesai pada waktunya nanti, aku tidak akan mau lagi melakukan hal gila ini. Bagiku, sex itu mencari kenyamanan, kenikmatan dan tentu saja dengan cara kelembutan, bukan dengan penyiksaan. Aku masih normal cok.

“Kok ritual sih.? Terapi.” Ucap Lia yang sedang merapikan alat-alat yang digunakannya dalam ritual atau terapi tadi.

“Iya, sama aja. Jadi kapan selesainya terapiku.?” Tanyaku lagi dan Lia sudah selesai membersihkan kamar. Dia berjalan ke arahku dan saat ini aku sedang duduk dikasur dengan kaki terselonjor kedepan dan punggung yang bersandar pada dinding springbed.

“Dua bulan lagi. Memangnya kenapa sih.?” Lia bertanya kembali dan dia tidur disebelahku, tanpa memperdulikan kemaluanku yang berdiri tegak dan butuh sentuhannya.

“Lohhh, sayang mau tidur.?” Aku bertanya balik, karena Lia mencoba mencari posisi ternyaman untuk beristirahat.

“Ya iyalah. Aku ngantuk. Seharian ini aktifitas banyak banget. Aku mau istirahat cepat.” Jawab Lia.

“Sebenarnya itu, aku gak mau ganggu kamu istirahat yang. Tapi gimana nasib kontolku ini.” Aku menunjuk batang kemaluanku dan Liapun langsung melihatnya.

“Oh.” Ucap Lia yang berbaring disebelah kiriku. Lia saat ini menggunakan daster dan jilbab yang masih menempel dikepalanya. Daster yang digunakannya sangat tipis dan Lia tidak menggunakan bra. Jilbab yang digunakannya tertarik ke atas dada dan puttingnya yang mungil tampak tercetak jelas didasternya.

Ingin rasanya aku meloloskan dasternya itu, lalu aku meremas buah dadanya dan dilanjut dengan melumat puttingnya. Aku ingin menikmati setiap jengkal bagian tubuhnya, setelah itu aku akan menusuk vaginanya dengan kemaluanku yang sudah semakin panjang serta membesar, akibat pekerjaan tangannya ini.

“Terus.?” Tanyaku dan dengan posisi yang masih berbaring, Lia menggenggam batang kemaluanku dengan tangan kanannya, lalu dia mulai mengocoknya pelan.

“Heemmmm.” Desahku, menikmati sensasi kocokan tangan lembut Lia.

“Kok Tiduran sih yang.? Uhhhhhh.” Aku akhiri pertanyaanku dengan erangan kenikmatan, karena Lia menguatkan genggamannya dan mempercepat kocokannya.

“Aku capek banget Lingga.” Jawab Lia.

“Ya udah, ya udah.. Gak usah dilanjut.” Ucapku sembari menatap mata Lia dan Lia langsung menghentikan kocokannya, tapi dia tidak melepaskan genggamannya dikemaluanku.

“Kamu marah.?” Tanya nya dan Lia tetap menggenggam kemaluanku tanpa menggerakannya.

“Enngak. Untuk apa aku marah sama kamu.? Kamu capek dan kamu memang butuh istirahat. Maaf ya, kalau kamu sampai terbebani karena nafsuku.” Ucapku sambil memegang tangan kanan Lia dengan tangan kiriku, lalu aku menariknya pelan, sampai genggamannya terlepas dari kemaluanku.

“Sekarang kamu istirahat aja.” Ucapku, lalu aku menegakkan tubuhku dan meraih bantal yang aku jadikan sandaran untuk duduk barusan. Aku membetulkan letak bantalku, agar nyaman untuk kupakai tidur.

Aku yang masih bertelanjang bulat, perlahan merebahkan tubuh ini dengan posisi menghadap ke arah langit-langit kamar, setelah itu aku memejamkan kedua mataku.

Sebenarnya ada sedikit rasa kecewa dihatiku, karena Lia tidak menuntaskan hawa nafsuku yang terbakar ini. Tapi bagaimanapun juga, walaupun aku sudah membanyarnya untuk ini semua, aku gak berhak untuk memaksanya dalam kondisi yang pastinya sedang dilanda keletihan.

Lia sudah banyak melakukan kegiatan, diluar kontraknya denganku. Dia membersihkan seluruh ruang apartemenku ini setiap pagi, lalu dilanjut memasak sambil mencuci pakaian kami berdua dan setelah itu dia berangkat kuliah. Banyak lagi kegiatannya yang tidak bisa aku sebutkan satu persatu dan pastinya itu sangat menguras tenaganya. Jadi, setelah sebegitu lelahnya dia, apa aku harus tetap memaksanya untuk menuntaskan birahiku.? Waahhhh, jahat banget dong aku.

Ya sudahlah. Lebih baik sekarang aku belajar untuk mengendalikan nafsuku, bagaimanapun caranya. Aku harus bisa memejamkan kedua mataku agar nafsuku tidak menguasai diriku.

Lalu beberapa saat kemudian, ada gerakan tangan tangan yang melebarkan kedua kakiku dan aku langsung membuka kedua mataku. Lia sudah bersimpuh diselangkanganku dan dia langsung menggenggam batang kemaluanku lagi, setelah itu dia membungkukan tubuhnya dan mulai memasukan kepala penisku kedalam mulutnya.

“Uhhhhhh. Hey, hey. Kamu ngapain Lia.?” Tanyaku ketika Lia mulai menggerakan kepalanya naik turun dan itu membuat kemaluanku keluar masuk didalam mulutnya.

Lia hanya melirikku sembari terus menggerakan kepalanya dan aku langsung memegang wajah sampingnya dengan kedua telapak tanganku, lalu aku menahannya. Aku tidak mau Lia melanjutkan kegiatannya, walaupun itu sangat nikmat sekali bagiku.

“Cukup. Sekarang kamu istirahat.” Ucapku pelan, tapi dengan pekanan kata yang tegas.

Lia melepaskan kulumannya dikemaluanku, lalu dia menegakkan tubuhnya sampai peganganku diwajah sampingnya terlepas.

“Maaf, aku sudah melalaikan tugasku.” Ucap Lia dengan suara yang bergetar dan dia masih menggenggam batang kemaluanku.

Akupun memegang tangan kanannya yang menggenggam batang kemaluanku, lalu aku menariknya pelan, sampai tubuhnya menindih tubuhku. Tidak ada penolakan dari Lia dan saat ini, kemaluanku yang berdiri tegak, tertindis selangkangan Lia yang tertutup daster. Kedua tanganku berada dibawah ketiaknya dan kedua tangan Lia bertumpu pada kasur.

Uhhhhh. Baru kali ini, setelah beberapa bulan kami bersama, Lia menindihku dan tubuh kami berdua, hanya terhalang daster tipis yang dikenakannya.

Sensasinya bagaimana.? Nikmat pakai banget cok.. Apalagi buah dadanya tergencet didadaku, membuat nafsuku semakin menggila.

Wajah kami berdua juga sangat dekat, sampai hembusan nafasnya, terasa diwajahku. Dada kami yang merapat ini, membuat detakan jantung kami berdua seolah menyatu dan berdetak seirama. Kedua matanya terlihat sayu dan ada penyesalan yang terlihat didalam sana, karena dia belum menuntaskan tugasnya. Bibirnya basah dan ada air liur dibagian tepinya, akibat dari mengulum batang kemaluanku tadi.

“Gak ada yang kamu lalaikan. Kamu sudah melakukannya dengan sangat baik dan memang sekarang waktunya kamu memanjakan dirimu dengan cara beristirahat.” Ucapku sembari membelai bibir tipisnya yang basah dan tidak lupa aku membersihkan tepi bibirnya dengan kedua jempolku.

“Justru karena aku belum menyelesaikan tugasku, aku tidak akan bisa beristirahat.” Lia mencoba bangkit dari tubuhku dengan mendorong tangannya yang bertumpu pada kasur, tapi aku langsung memeluknya dan diapun tidak bisa menggerakan tubuhnya diatas tubuhku.

“Jangan memaksakan tubuhmu dan jangan memaksaku untuk membuatmu tidur.” Ucapku dan wajah kami hanya berjarak lima cm saja. Kalau aku mau, aku tinggal memajukan bibirku sedikit dan itu sudah bisa membuatku untuk melumat bibirnya yang tipis.

“Lingga. Efek dari ramuan yang aku gunakan untuk terapimu itu, akan membuat kemaluanmu berdiri terus, kalau tidak segera dikeluarkan. Jadi lepaskan pelukanmu sekarang juga.” Ucap Lia sembari terus menegakkan tubuhnya dan langsung menggelengkan kepalaku, sembari terus mendekapnya.

“Enggak. Aku mau kamu istirahat dan posisinya harus seperti ini terus sampai pagi.” Ucapku dan Lia langsung membuka kedua matanya dengan lebar.

“Bagaimana aku bisa istirahat, kalau kemaluanmu mengganjal diperutku.?” Tanya Lia dengan ketus, tapi itu justru membuatnya semakin terlihat cantik saja.

“Abaikan aja.” Jawabku dengan santainya, walaupun nafsuku sudah mencapai ubun-ubun yang ada diatas kepalaku. Kalau saja nafsu ini bisa keluar dari kepalaku, mungkin dia akan menerobosnya, lalu terbang mengelilingi aku, sambil membisikan sesuatu. Koen iku ngerti djancok ta.? Taek, taek. (Kamu itu tau djancok kah.? Taik, taik.)

“Iiihhhh, kamu itu. Ya sudah, gini aja kalau begitu.” Gerutu Lia lalu kedua tangannya menarik dasternya, sembari mengangkat sedikit bokongnya ke atas, sampai daster itu berada diatas pinggulnya dan itu membuat kemaluanku bergesekan langsung dengan kulit perutnya yang rata, tanpa ada penghalang lagi.

Waw, waw, waw.

Cok, maksudnya ini apa.? Lia mau mengajakku mengencuk ria, mengentot riang, atau mengenthu gembira.?

Wahhh, cocok sudah, cocok. Di suasana dingin khas kota pendidikan, terus ditambah dengan hawa nafsu yang menggila, memasukan peli ke bawok, adalah solusi yang tepat. Hahaha. (Untuk kata-kata asing diatas, cari sendiri artinya.)

“Lia. Kita mau bersetu..” Ucapku terpotong.

“Enggak. Gak ada penetrasi. Digesekan aja.” Sahut Lia yang memotong ucapanku, sembari menaikan tubuhnya, sampai kemaluanku masuk disela-sela selangkangannya, lalu dia merapatkan kedua pahanya. Cok, enak cok. Walaupun belum masuk kedalam lobang vaginanya, jepitan ini saja sudah enak banget. Asssu, assuu..

“Kalau masuk gimana.?” Tanyaku dan Lia terlihat menggerakan tubuhnya, untuk mencari posisi nyaman dipelukanku.

“Kupotong kepala kontolmu.” Ucap Lia sambil melotot dan kata-katanya yang kasar ini, bukannya membuatku takut, tapi justru semakin bernafsu.

“Kalau gak sengaja masuk.?” Tanyaku dan aku yang sudah tidak bisa menahan nafsu, perlahan mulai menggoyangkan pinggulku pelan, sehingga penisku yang melintang dibelahan bibir vagina Lia yang lembab dan sangat sempit, mulai saling bergesekan. Uhhhhh, euuanaakkk cok.

“Bukan kepala kontolmu aja yang kupotong, tapi mulai pangkalnya juga. Jadi kita besok pagi sarapan oseng-oseng kontol sama ‘telur’ dadar. Paham crocodile.. Hemmmm.” Jawab Lia dengan gemasnya, lalu perlahan dia mulai memejamkan kedua matanya sesaat, setelah itu menatapku mataku lagi.

Kelihatannya Lia mencoba untuk menahan hawa nafsunya, tapi sangat sulit sekali. Buktinya, vaginanya mulai basah, karena gesekan kemaluan kami berdua ini.

“Paham sayang, paham.” Sahutku dan aku tidak ingin menggodanya lewat perkataan lagi, karena aku takut itu akan merubah mood nya. Kalau sampai itu terjadi, maka dipastikan, kenikmatan ini akan terhenti saat ini juga dan itu akan menyiksa kemaluanku. Lebih baik aku menggodanya lewat gerakan, supaya kami berdua sama-sama menikmati ‘persetubuhan’ ini.

Gerakan pinggulku sengaja aku buat perlahan, agar kenikmatan ini tidak cepat berakhir. Batang penisku semakin mudah menggesek belahan vagina Lia, karena bantuan cairan kenikmatan Lia yang terus keluar dari dalam vaginanya.

“Uhhhhh, enak banget.” Desahku dan aku menarik pinggulku kebelakang, lalu menekannya kedepan, sampai kepala penisku menerobos melewati lubang dubur Lia.

“Hemmmm.” Desahan juga keluar dari mulut Lia yang mungil dan sedikit terbuka. Kami berdua masih terus saling bertatapan dan kedua mata Lia semakin sayu.

Wajah kami berdua juga semakin dekat, sehingga bibir kami hanya tinggal 1 cm saja, untuk saling melumat. Hembusan nafas Lia semakin terasa kuat dan cepat diwajahku, sehingga membuatku sangat bernafsu untuk segera melumat bibirnya.

Melihat gelagatku yang ingin melumat bibirnya, Lia langsung memalingkan wajahnya dan sekarang bibirku yang mendekat dibagian telinganya yang tertutup jilbab.

“Uhhhhhh. Ini nikmat banget sayang, ini nikmat banget.” Bisikku ditelinganya. Kedua tanganku sudah berada dibokongnya dan aku mulai meremasnya dengan pelan.

“Heemmmm.” Lia memejamkan kedua matanya dengan kuat.

Walaupun wajahnya tertoleh kesamping, aku masih melihat ekspresi wajahnya yang perlahan mulai menikmati semua ini.

Aku buka belahan bokong Lia, agar batang kemaluanku bisa semakin masuk dibelahan vaginanya dan bibir vaginanya bisa semakin kuat menjepit bagian tengah penisku.

“Uhhhhhh. Aku gak kuat sayang, aku gak kuat.. Ahhhhhhh.” Desahku, karena jepitannya semakin terasa nikmat.

Lagi dan lagi, Lia tidak menolak perlakuanku ini dan justru aku merasa pinggulnya mulai bergoyang, mengimbangi goyangan pinggulku.

Wajah sampingnya ditempelkan di wajahku, tapi bukan bagian telinganya yang tertutup jilbab, melainkan pipinya yang merapat di bibirku.

Akupun mulai mengecupi pipinya, sambil sesekali menjilatinya.

“Uhhhh. Cepat keluarkkan Lingga. Aku sudah ngantuk.” Ucap Lia dengan suara yang bergetar.

Hahaha. Kamu bohong sayang, kamu bohong. Kamu sudah sangat bernafsu, tapi kamu ingin menghentikannya, agar ‘persetubuhan’ ini tidak terlalu jauh kita lakukan.

Baiklah. Aku akan menghentikannya, tapi sebelum itu aku ingin kamu meraih kenikmatan, walaupun aku tidak melakukan penetrasi kedalam vaginamu.

“Iya sayang, iya.. Uhhhhh.” Sahutku, lalu aku mengecup pipinya lagi.

Aku meremas bokong Lia dengan kuat dan aku membantunya menggoyangkan pinggulnya.

“Aaahhhhhhh.” Desah Lia dengan bibir yang mulai terbuka lebar dan vaginanya terasa mulai berkedut, digesekan bagian tengah batangku ini.

“Memekmu ini nikmat banget sayang, nikmat banget. Ahhh, ahhhh.” Aku meracau dan aku sengaja mengatakan itu untuk merangsang Lia, agar dia segera mencapai kepuasannya.

“Hemmmmm, hemmmm.” Desah Lia.

Lia tetap tidak melihat ke arahku dan dia tetap menoleh kesamping, dengan nafas yang memburu dan desahan yang semakin menggila.

“Hu, hu, hu, hu. Ahhhhhhhh.” Racau Lia yang terdengar sangat menggairahkan sekali.

Mendengar hal itu, akupun semakin bernafsu dan cairan kenikmatan yang berada dibuah zakarku, mulai berlarian dan berlomba menuju kekepala penisku. Mereka seperti ingin berebut sebagai pemenang, untuk keluar dan mendarat di belahan bibir vagina Lia.

“Aku mau keluar sayang, aku mau keluar.” Racauku dan kami berdua mulai sedikit mempercepat goyangan pinggul kami.

“Ahhhhh, aku mau pipis.. Ahhhhhh.” Gumam Lia, lalu tiba-tiba tubuhnya mengejang, dan..

Sreeetttt, sreeettt, sreeetttt, seeerrrrrrrrr.!

Semburan cairan kenikmatan Lia mengalir deras dari lubang vaginanya dan Lia langsung menjerit dengan keras.

“AHHHHHHHHHHHH.”

Aku menarik pinggulku sampai kepala kemaluan berada ditengah-tengah belahan vagina Lia, lalu.

Crottttt, crootttt, crootttt, crootttt, crootttt, crootttt, crootttt..

Sebuah kenikmatan yang sangat luar biasa aku rasakan, ketika bermili-mili cairan spermaku keluar di bibir vagina Lia.

“AHHHHHHHHHHHH.” Aku juga berteriak dengan kuat dan aku menguatkan remasanku dibokong Lia.

“Hu, hu, hu, hu, hu.” Nafas kami memburu dan saling bersahutan, dihimpitan tubuh yang sangat rapat ini.

Tubuh kami dipenuhi keringat dan jujur, ini adalah salah satu orgasme ternikmat yang pernah aku rasakan.

Sreettt, sreettt.

Crittt, criittt.

Aku dan Lia bergantian menekan pinggul kami, untuk mengeluarkan sisa-sisa cairan kenikmatan.

“Huuuu, huuuu, huuuu, huuuuu.” Nafas kami masih memburu dan kami berdua mencoba mengaturnya.

Aku mengelus pinggul Lia sembari mengecup pipi Lia, yang masih tidak menoleh ke arahku.

Lalu, beberapa saat kemudian, setelah nafas kami tenang,

“Jadi kita pelukan seperti ini terus.?” Tanya Lia dan tidak terdengar dari nada bicaranya, kalau dia menyesal dengan kejadian ini.

“Ya.” Jawabku singkat sambil mengelus punggungnya.

“Ya sudah. Lepaskan dulu pelukannya, karena aku mau membersihkan bekas main kita.” Ucap Lia.

“Enggak ah. Nanti sayang malah tidur disebelahku.” Jawabku dan perlahan aku mulai memeluk tubuhnya dengan erat.

“Risih tau. Mana bisa istirahat, kalau ada cairan yang lengket gini.” Omel Lia dan aku pun langsung melepaskan pelukanku.

“Jangan lama-lama ya sayang. Aku ngantuk bener ini.” Ucapku, ketika Lia sudah bangkit dari atas tubuhku.

“Kalau ngantuk ya tidur aja duluan.” Lia mengucapkannya sembari turun dari selangkanganku, lalu turun dari kasur dan berjalan ke arah kamar mandi.

Dia melakukan semua gerakan itu dengan cukup berhati-hati, sehingga aku tidak bisa melihat vaginanya yang tadi sudah bersentuhan langsung dengan batang kemaluanku. Pada saat turun dari tubuhku dan turun dari kasur, dia menurunkan dasternya dengan sangat cepat dan seolah tidak membiarkan mataku untuk melihat lubang kenikmatan miliknya.

Ahhh, gila sih ini. Masa aku hanya boleh menyentuhnya, tapi tidak boleh melihatnya.? Tapi apa boleh buat. Itu sudah lebih dari cukup bagiku dan memang kali ini belum saatnya aku melihat tubuh polosnya. Aku harus lebih bersabar, sebelum nantinya, ketika ritual ini selesai, aku akan menjelajahi setiap jengkal bagian tubuh polosnya.

“Enggak, aku mau nunggu sayang aja. Dari pada tidurnya gak jadi pelukan kayak tadi.” Ucapku, ketika Lia keluar kamar mandi, sembari membawa baskom yang berisi air.

Aku tatap tubuhnya yang tertutup daster serta dibagian kepala tertutup jilbab. Sungguh aku kagum dengan keindahan tubuh wanita ini dan aku masih tidak percaya, dengan apa yang sudah kami lakukan tadi. Itu semua bagai mimpi yang indah dan aku berharap setelah ini, mimpi itu masih akan berlanjut.

“Uhhhh.” Aku sedikit mendesah, ketika Lia membasahi selangkanganku dengan handuk yang basah, lalu dia mengeringkannya dengan handuk yang kering. Dan setelah selangkanganku bersih, Lia menyuruhku bangkit dan dia memberi alas kering untuk sprei kami yang basah oleh cairan kenikmatan kami berdua. Rencananya, besok pagi baru dia akan mengganti sprei yang basah ini.

Setelah selesai semua, Lia masuk kedalam kamar mandi dan itu cukup lama. Beberapa saat kemudian Lia keluar dari kamar mandi dan dia berjalan kesebelah kasurku. Daster dibagian selangkangannya terlihat basah, mungkin karena dia baru saja membasuh vaginanya.

“Basah tuh.” Aku menunjuk ke arah dasternya yang basah.

“Biarin aja.” Jawabnya dengan ketus.

Akupun tidak mau mendebatnya dan kembali aku merebahkan diri dikasur. Aku bersiap untuk menikmati istirahat malamku, sembari memeluk tubuh Lia.

“Yuk sayang.” Ucapku dan aku mengulurkan tangan kananku ke arah Lia. Aku masih bertelanjang bulat dan Lia mengenakan daster ditambah jilbab, tanpa menggunakan dalaman.

“Beneran mau tidur pelukan seperti tadi.?” Tanya Lia yang belum beranjak dari tempatnya berdiri dan dia mengacuhkan uluran tanganku.

“Ya iyalah sayang.” Ucapku dan aku tetap mengulurkan tanganku kepadanya.

“Gak capek.?” Tanya Lia lagi dan aku hanya menjawabnya dengan gelengan kepala.

“Kalau gitu, tutup matamu.” Ucap Lia.

“Kenapa.?” Tanyaku.

“Tutup aja dan jangan sampai coba-coba kamu buka mata, sebelum aku yang meminta.” Lia mengucapkannya dengan sangat tegas sekali.

“Ya, ya, ya.” Lagi-lagi aku tidak ingin berdebat dengannya, karena sekali lagi, suasana ini sudah terlalu sangat syahdu dan aku tidak ingin merusaknya.

Bukannya aku takut sama Lia, hanya saja Lia yang lebih berani kepadaku. Terus gimana.? Ya sudah, gitu deh. Aku ngikut aja apa maunya. Taik kan.?

Akupun memejamkan kedua mataku dan entah apa yang akan direncanakan oleh Lia.

“Luruskan kedua kakimu.” Ucap Lia, karena posisiku saat ini sedang mengangkangkan kedua kakiku.

Lalu..

Tap, tap, tap.

Lia mengangkangi aku, lalu dia merebahkan tubuhnya ditubuhku, setelah itu dia memelukku. Tubuhku langsung terasa hangat, karena dada kami saling merapat dan aku juga merasa kalau tubuh kami ditutupi selimut yang tebal.

Tapi entar dulu. Kok aku merasa tubuhku lebih menghangat, dari pada ‘persetubuhan’ kami tadi.? Bukan karena adanya selimut tebal loh ya, tapi karena aku merasa ada yang berbeda disentuhan tubuh kami ini. Aku merasakan kalau kulit tubuhku bersentuhan langsung dengan kulit tubuh Lia, tanpa adanya daster Lia yang menghalangi. Buah dadanya menggencet bagian bawah dadaku dan puttingnya terasa menggelitik tubuhku. Kemaluanku berada diatas selangkangannya atau berada didaerah pusarnya, sementara kedua bidjiku terasa hangat diantara selangkangannya. Apakah Lia membuka dasternya dan saat ini dia juga telanjang bulat.?

Waahhh, ini gila banget.

Oh iya. Kalau bersetubuh tadi posisinya Aku yang mengangkangi tubuh Lia, saat ini justru Lia yang mengangkangi aku.

Tap.

Wajah samping Lia menempel didadaku dan aku merasakan, kalau Lia masih menggunakan jilbabnya.

“Ini aku pejam terus sampai ketiduran ya.?” Tanyaku ke Lia, yang mungkin sudah mendapatkan posisi nyaman diposisinya.

“Buka aja.” Jawab Lia dan aku langsung membuka kedua mataku dengan cepat.

Kepala bagian atas Lia yang tertutup jilbab tepat berada dibawah daguku dan wajah sampingnya berada didadaku. Selimut tebal menutupi kami berdua dan itu sampai sebatas tengkuk Lia. Aku tidak bisa memastikan apakah Lia memang benar-benar telanjang atau karena pikiranku yang masih sange ini, jadi aku tidak bisa membedakan tubuh yang terhalang daster tipis atau justru tak ada penghalangnya.

Aku buang pandangan sekeliling dan terlihat daster Lia ada dikursi sebelah kasurku ini.

Cok, dia telanjang cok.. Bajingaann.

Aku yang sangat senang sekali ini, langsung mengangkat tanganku dan mencoba membuka selimut tebal yang menutupi tubuh kami, agar aku bisa langsung melihat tubuh Lia yang polos, walaupun itu hanya punggungnya saja.

Tap.

Kedua telapak tangan Lia menahan lenganku.

“Jangan dibuka.” Ucap Lia tanpa melihat ke arahku dan posisinya wajahnya masih menghadap ke arah samping kanan.

“Kamu gak pakai daster.?” Tanyaku.

“Hem.” Jawab Lia dan pengakuannya itu, langsung membangkitkan kemaluanku yang baru saja tertidur, karena tadi kelelahan. Saat ini kemaluanku seperti mendapatkan tenaga baru dan dia berdiri tegak, disela himpitan bagian bawah perut Lia.

“Katanya mau tidur.?” Tanya Lia yang masih tidak melihat ke arahku.

“Iya. Ini juga mau mau pejam kok.”

“Terus kenapa peliharaanmu ini bangun.? Mau aku potong lehernya.?”

“Janganlah Ya’. Dia kan gak salah. Dia itu cuman mau cari ruang untuk tidur.”

“Kamu kira di dalam punyaku ada kasurnya.?” Tanya Lia sambil menoleh ke arah ku dan entah kenapa, wajah Lia itu semakin terlihat cantik dan menggemaskan.

“Mana aku tau Ya’. Aku kan belum survey lokasi. Entar kalau aku sudah survey kedalam, aku kasih tau kamu deh, isinya apa aja.” Ucapku dan Lia langsung mencubit pipiku..

“Linggaaaaa. Iiiiiihhhhhhh.” Wajah Lia terlihat sangat gemas sekali kepadaku.

“Hehehe.” Akupun hanya tertawa, lalu aku mengangkat kedua tanganku lagi.

“Jangan dibuka selimutnya.” Ucap Lia sambil melebarkan kedua matanya dan menguatkan pegangannya di lenganku.

“Iyaaa. Aku itu cuman mau meluk kamu sayang.” Ucapku sembari menatap kedua matanya dalam-dalam.

“Meluk aja ya. Jangan pegang-pegang yang lain.” Ucap Lia sambil melepaskan pegangannya dilenganku.

“Iya sayang, iya.” Ucapku dan aku langsung memeluk tubuh Lia, dengan tatapan mata kami yang terus beradu.

Tatapan mata Lia sangat dalam dan sangat meneduhkan sekali. Tubuhku terasa nyaman dan aku seperti terhipnotis untuk masuk kedalam sana, lalu membangun istana cinta yang begitu megah dihatinya.

Getaran dari dalam hatiku, membuat detakan jantungku memompa dengan cepat dan perasaan ini seolah hanyut oleh gelombang dasyat yang bernama cinta.

Gelombang dasyat itu seolah merangkai sebuah kalimat yang mendorong dengan kuat dan saat ini terhenti ditenggorokanku yang tiba-tiba tercekat. Mulut ini seperti terkunci rapat dan aku sangat sulit untuk berucap.

Aku lalu menarik nafasku dalam- dalam, setelah itu mengeluarkannya perlahan.

“Hiuufffttt, huuuuu.”

“Kenapa.?” Tanya Lia dengan tatapan mata yang heran.

Aku menguatkan hatiku dan sebuah kalimat yang tertahan ditenggorokanku, perlahan mulai keluar dengan pelan.

“Aku cinta kamu.”

Dan tau apa jawaban dari wanita yang sedang berada dipelukanku ini.?

“Hemm.”

Ya. Hanya kata Hemm dan dia mengucapkan itu sambil mengalihkan pandangannya dari wajahku. Lia menempelkan wajah sampingnya didadaku, lalu dia diam.

Cok. Kata cintaku hanya dibalas singkat dan ditambah dia tidak melihat wajahku. Apa dia menolakku atau dia menerima cintaku, tapi dia masih malu mengucapkannya.?

Ahhh, sial. Kenapa bisa aku mencintai wanita yang seperti ini.?

Terus sekarang aku harus bagaimana.? Apa aku memaksanya untuk menerima cintaku.? Atau aku perkosa saja dia, jadi mau tidak mau, dia harus menerima cintaku.

Gak mungkinlah aku seperti itu. Untuk apa juga cinta itu dipaksakan.? Cinta itu datangnya dari hati dan keluarnya harus dengan keikhlasan.

Tapi dengan alasan tidak ingin memaksa, apakah aku diam aja, karena Lia belum menjawab pertanyaan cintaku.? Ya gak mungkin lah. Aku gak mungkin akan diam aja, karena aku itu tidak suka menjalani sesuatu dengan status menggantung. Diterima, ya ayo jalan, ditolak ya cukup sekian dan terimakasih.

Maksudnya.? Apa semua perjalananku dengan Lia akan tergantung keputusannya malam ini.? Ya gak juga. Aku akan tetap bersama Lia, untuk menyelesaikan ritual, apapun jawaban dari Lia. Selebihnya ya kita serahkan kepada semesta dan biarkan waktu yang menjawabnya.

“Lia.” Panggilku ke Lia, yang kelihatannya sudah sangat nyaman tidur diatas tubuhku.

“Hemm.” Jawab Lia.

“Aku cinta sama kamu. Gimana kamunya.?” Tanyaku.

“Hemm.” Jawabnya lagi, sembari menggerakan pipinya yang berada didadaku dan dia tetap tidak menoleh ke arahku.

Cuukklah. Susah bener ngomong sama wanita satu ini. Untung aja posisinya dia memelukku dalam posisi telanjang bulat seperti ini. Kalau enggak, mungkin aku sudah berdiri dan pergi meninggalkannya.

Terus, apakah aku tidak nafsu dengan posisi yang seperti ini.? Gila aja kalau gak nafsu. Walaupun aku jengkel dengan Lia, nafsuku justru semakin menjadi. Buah dadanya yang tergencet didada bawahku, membuat kedua putingnya semakin terasa menggelitik dan seperti mengalirkan energy yang sangat luar biasa. Kemaluanku yang ujung kepalanya berada diatas pusarnya dan kedua bijiku yang berada tepat diselangkangannya, membuatnya semakin berdiri kokoh, apalagi ditambah dengan posisi yang terjepit diantara perutnya dan perutku.

Nyut, nyut, nyut.

Aku mengedutkan batang kemaluanku dan aku yakin Lia juga pasti merasakannya.

“Jangan macam-macam ya Lingga.” Ucap Lia pelan.

“Siapa yang macam-macam.?” Tanyaku.

“Itu kenapa kok keras banget.? Pakai acara dikedutin lagi.” Tanya Lia balik dan wajahnya tetap tidak menoleh ke arahku.

“Menurutmu, laki-laki normal mana yang kontolnya gak berdiri, kalau diposisiku sekarang.?” Tanyaku dan aku memegang pinggangnya dengan pelan.

Aku ingin menaikkan tubuhnya sedikit ke atas, agar batang kemaluanku bisa masuk diantara selangkangannya lagi dan saling bergesekan seperti tadi.

“Cukup ya. Tadi itu sudah cukup diluar batas dan gak perlu kita ulangi lagi.” Ucap Lia yang menahan kedua tanganku, agar tidak mendorong tubuhnya ke atas.

“Kok gitu.? Kalau gak mau diulangi, kenapa dastermu dilepas.?” Tanyaku dan aku tetap berusaha untuk menaikkan tubuhnya ke atas.

“Dasterku basah.” Jawab Lia dan dia berusaha sekuat tenaga menahan tubuhnya, agar tetap diposisinya yang sekarang.

“Terus kenapa jilbabnya gak sekalian dilepas.?”

“Jilbabku kering.” Jawaban yang tentu saja terdengar sangat menggathelkan sekali. (Menggathelkan = Menjengkkelkan)

“Oh iya.? Hanya itu alasannya.?”

“Enggak juga. Aku mau membiasakan dirimu, agar kamu bisa kuat menahan birahimu.” Jawab Lia dan akhirnya aku menghentikan gerakan tanganku, dan posisi batang kemaluanku tetap berada diatas perutnya.

“Gak gini juga caranya Lia. Ini sama aja kamu menyiksa, bukan membiasakan.” Ucapku dengan geregetan.

“Gak apa-apa. Awalnya memang terasa tersiksa, lalu terpaksa dan akhirnya terbiasa.” Jawab Lia dengan entengnya.

“Astaga Lia, Lia.. Gak lama kuperkosa loh kamu.” Ucapku dan Lia langsung mengangkat wajahnya, lalu dia menatap mataku. Posisi dagunya tepat dibawah jakunku dan bibirnya berada dekat daguku.

“Kalau kamu mau perkosa aku, gampang kok. Tinggal balikkan tubuhku sampai aku terlentang, terus kamu tindihin aku. Aku gak mungkin bisa berontak dan aku pasti hanya bisa pasrah.” Ucap Lia dengan nada yang datar dan tatapan matanya sangat dalam sekali kebola mataku.

“Kamu mau kalau aku melakukannya dengan paksa.?”

“Mau aja. Toh dalam waktu enam bulan ini, seluruh tubuhku sudah menjadi milikmu.”

“Kamu ikhlas.?”

“Mau belum tentu ikhlas.”

Cok. Obrolan yang sangat membangsatkan dan ujung-ujungnya, aku jadi gak tega mengambil sesuatu yang paling berharga didalam tubuhnya, kalau dia tidak ikhlas. Bajingan.

“Berarti aku harus menunggu ritual kita berakhir, baru kamu ikhlas melakukannya denganku.?”

“Aku gak tau, dalam waktu selama enam bulan, aku ikhlas melepas milikku yang berharga ini kepadamu atau tidak. Tapi tenang aja. Selesai kita terapi, kamu pasti mendapatkannya.”

“Walaupun kamu gak ikhlas.?” Tanyaku dan Lia hanya menjawabnya dengan memejamkan kedua matanya sesaat, lalu melihat mataku lagi.

“Gak usahlah. Lebih baik aku nunggu kamu ikhlas aja.”

“Beneran.? Waktunya gak nentu loh. Bisa sebulan, dua bulan atau bahkan bertahun-tahun. Semua tergantung dari kamu sendiri. Kalau kamu bisa meyakinkanku, baru kamu akan mendapatkan keikhlasan dari aku.”

“Oke.” Jawabku singkat.

“Kenapa kok gak protes.?” Tanya Lia.

“Semakin lama waktuku untuk bisa meyakinkanmu, berarti semakin lama juga kita bersama.”

“Kok gitu.?” Tanya Lia lagi.

“Ya iyalah. Coba kamu bayangkan. Berhari-hari, berminggu-minggu, berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun, kita akan selalu tidur bersama dengan kondisi dan posisi yang seperti ini.” Jawabku dengan mantabnya.

“Yakin.?”

“Yakinlah. Walaupun awalnya tersiksa dan terpaksa, pasti nanti aku akan terbiasa.” Jawabku dan aku membalikan kata-kata Lia.

“Untung dikamu dong kalau begitu.? Kamu bisa menikmati tubuh telanjangku setiap hari.”

“Kalau mau sama-sama untung, gimana kalau kita nikah aja secepatnya.?”

“Uuuuu, maunya.” Jawab Lia sambil mencolek ujung hidungku, lalu kembali dia memalingkan wajahnya dari tatapan mataku dan merebahkan wajah sampingnya didadaku.

Akupun memeluk tubuh Lia dan entah kenapa, obrolan yang mendjancukan ini, membuatku semakin mencintainya.

“Boleh aku tanya satu lagi.?” Tanyaku.

“Hemm.” Sahut Lia.

“Kenapa kamu mau tidur dengan posisi dan kondisi yang seperti ini bersamaku.?”

“Karena aku nyaman.” Jawab Lia singkat.

“Nyaman.? Berarti kamu mulai cinta sama aku dong.?” Aku bertanya sambil mengedutkan kemaluanku yang terjepit diperut Lia.

“Linggaa.” Suara Lia terdengar lemah dan sepertinya dia sangat mengantuk sekali.

“Iya sayang, iya. Aku gak jahil kok.” Sahutku, lalu akhiri dengan mengecup kepalanya yang tertutup hijab.

Cuuppp.





#Cuukkk. Akhir cerita yang membosankan ya.? Terserahlah kamu mau ngomong apa. Bagiku itu, ada kalanya kita perlu membangun komunikasi bahasa tubuh, dengan cara saling berpelukan, tanpa perlu saling memasukan, karena hidup itu gak harus selalu berurusan dengan selangkangan. Pahamkan.?
 
Selamat siang Om dan Tante..

Updet lagi dan mungkin agak membosankan..

Gak banyak kata,
Selamat berakhir pekan dan selamat berkumpul dengan keluarga.
Semoga berbahagia dan sehat selalu..

Mohon saran dan masukannya..

Untuk Updet selanjutnya, masih belum bisa memastikan kapan waktunya..
Bisa seminggu, sebulan atau mungkin setahun..
Tergantung dapat atau enggaknya, inspirasi..

Selamat berbosan ria, dengan cerita yang gak tau endingnya akan seperti apa..

Salam Hormat dan Salam Persaudaraan..
:beer::beer::beer:
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd