Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

BUDHE ANAH JANDA DESA BERTUBUH IBU KOTA. BUDI HARTAWAN (The Series 3)

Numpang jemur kolor dimari suhu..semoga lancar critanya sampai tuntas..aminn.
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Oleh karena agan2 banyak yg minta ay apdet, nih ay lanjutin.....
LICK yg banyak ya? Biar ay tambah semangat nulisnya

LOGI 2 Bagian 3

BU SISKA POV



Sinar matahari membias dari ventilasi kamarku ketika aku terbangun, kulihat jam sudah menunjukkan pukul 12.30 siang, pantas saja aku lapar. Kucoba mengingat betapa semalam kami menghabiskan jutaan joule/detik energi untuk permainan seks itu. Kupandangi tubuh anak muda disebelahku, ah, wajahnya begitu damai, tubuhnya ideal, dan didalamnya tersimpan keperkasaan seorang lelaki pecinta sejati. What a great lover! Aku bersukur sekali, dengan usia yang 22 tahun lebih tua darinya, dengan segala kematangan jiwa yang kumiliki ternyata tak sanggup menandingi keperkasaannya di ranjang. Kucium ia sejenak dan mengenakan dasterku yang berserakan di lantai kamar.

Aku melangkah gontai menuju washtafel dan menyiram wajahku dengan kesegaran air dingin itu, uh, kupandangi diriku di cermin, ternyata wajah ini masih terlalu banyak menyisakan kecantikan masa mudaku. Bahkan seperti yang seringkali Budi katakan, aku masih lebih menarik daripada Rani! GR juga aku dibuatnya. Mungkin ia benar tentang pengakuan polosnya yang lebih senang pada perempuan paruh baya seperti aku, wajarlah karena Budi tak pernah sempat merasakan kasih sayang seorang ibu sejak orangtuanya meninggal waktu ia masih kecil.

Dan tanpa maksud menyombongkan diri, banyak rekan bisnis yang menaruh hati padaku, sekretarisku Maudy malah bilang aku punya inner beauty yang kuat sekali sehingga sering menarik perhatian pria. Aku memang mewarisi wajah mamaku yg asli Manado-Belanda, jadi wajarlah kalau dua adikku pun laku keras di blantika perfilman indonesia.

Budi tampaknya perlu istirahat banyak, kemarin ia tak sempat tidur sejak pagi hari. Aku yang sudah sempat sejak pulang dari kantor jam 4 sore kemarin dan bangun oleh ulahnya jam 10 malam. Kuselimuti badannya yang masih telanjang itu, setelan aircon di kamar ini memang kupasang maxi sejak dinihari tadi saat kami berkeringat pasca indehoy. Budi tampak kedinginan. Sekali lagi kukecup pipinya dan beranjak ke lantai bawah menuju dapur. Makan siang sudah siap rupanya, tak ada siapa-siapa di ruang makan, aku memang mengatur pembantu untuk tidak memasuki rumah utama jika tidak kupanggil. Kecuali untuk menyajikan makanan pagi, siang, malam, dan saat cleaning service. Mereka kubawa dari kota asalku dulu di Indonesia Timur, kuberi rumah yang layak masih dalam lahan rumahku, di belakang gedung utama. Dua orang sudah berkeluarga dengan masing-masing satu anak yang tinggal bersama mereka dibelakang sana. Otomatis hanya aku dan Budi yang ada rumah induk sejak kepergian Rani. Kulihat menu makanan yang disajikan, cukup nikmat, aku langsung menyantap, karena kelaparan! Setelah itu kupanggil istri sopirku yang juga pembantu senior kami sejak dulu.

“Tin, tolong bawakan makanan ini ke depan kamar ibu, ya?” pintaku setelah menyisihkan beberapa makanan yang kutahu adalah favorit Budi. Ia senang sekali dengan masakan si Tini, ayam goreng dan sayur bening, beberapa buah juga dan segelas susu segar (hehehe padahal semalam kan Budi sudah puas netek susuku!).

Aku kembali ke kamar, tak kubiarkan tini masuk ke dalam, ia hanya mengantarkan makanan itu sampai di depan pintu kamar Rani yang memang bersebelahan dengan kamarku. Kututup kembali pintu kamarku dan pelan-pelan kubangunkan Budi.

“say, bangun nak, sudah siang menjelang sore. Makan dulu, ntar sakit... gih,”

“huuuaaahhh…emang jam berapa bu?”

“sudah…makan dulu, ini sudah hampir jam dua siang,”

ia beranjak ke kamar mandi, ingin kuikuti dia karena dengan santainya melangkah tanpa busana didepanku. Aku jadi ‘gathaaal’ lagi. Tapi ah, kuberi ia kesempatan untuk mengisi perut dulu. Aku memang berniat menjadikan tiga hari ini ‘bulan madu’ kami. Kan kuumbar nafsu terpendamku kepadanya, sepuas hati! Tiga hari!

“makanannya apaan, bu?”

“sudahlah makan dulu, kamu nggak lapar?”

“Iya sih, tapi kok saya sendiri aja makannya?”

“ibu sudah tadi, kelaparan bangun tidur langsung makan,”

Ia masih saja telanjang, penisnya berayun-ayun seiring langkahnya, membuatku semakin horny.

“Saya mau makan kalau ibu juga buka semua pakaian,” katanya tiba-tiba, aku bingung apa maksudnya. Kupandangi wajah polos itu dengan tatapan konyol.

“pokoknya ibu harus buka baju,”

“kamu ada-ada saja, ayo ah makan dulu,” kataku mengacuhkannya sambil mencoba menyuapinya, ia duduk disebelahku di pinggiran tempat tidur. Bukannya menerima suapanku tapi melepas pengait dasterku.

“Budiii….aahh….,” aku tak menyangka tangannya langsung meraih buah dadaku dan meremas.

“makan dulu sayang nanti kamu sakit,” kali ini aku serius

“Buka dulu bajunya, biar sama sama telanjang,”

“iya deh buka aja sendiri, huuuhhh dasar gila!” kubantu membuka pengait BHku, CDku, dan kini aku benar-benar telanjang bugil gil ! fantasi apalagi yang akan ditunjukkannya padaku.

“ibu yang ngajarin!”

“yeee…mana pernah ibu ngajarin makan sambil telanjang,” kucoba menyuapkan makanan, ia mau juga akhirnya. Tapi dasar usil, sambil makan ia membelai-belai dan meremas susuku, punggungku, bongkahan pantatku dan…

“Budiiihhh….jangan nakal ah!”

jari tengah tangan kanannya kini mengorek liang vaginaku. Meski sedikit kesal dengan tingkah usilnya aku sebenarnya senang juga. Luarbiasa anak muda ini, ada-ada saja caranya merangsangku.

“Geliiihhh uuuhhhffff sayang,”

“Bu, kenapa sih memek ibu enak gini?” katanya mengacuhkan aku yang menggelinjang, hampir saja makanan di piring itu tumpah.

“Budiii aah….abisin dulu makannya,”

“mau netek dulu…..,” tangannya kembali meremas, kali ini dua buah dadaku dipegangnya, yang sebelah kiri malah ia tarik putingku.

“ouusshhh…hhhh….buuuddd…aaahhhh…..,” aku tak dapat lagi menahan geli-geli nikmat di selangkanganku.

Namun berhasil juga kupaksakan Budi menghabiskan sepiring nasi dan lauknya, dengan tergesa kusingkirkan troli itu keluar kamar. Sejenak Budi menggosok gigi, aku bersiap di tempat tidur, sengaja kupasang gaya yang paling merangsang seolah menunggu untuk diterkam.

Benar saja, dengan setengah berlari ia melompat ke atas tempat tidur dan langsung menunggangi aku. Tangan kirinya kebelakang mengorek celah vaginaku dan yang kanan meremas payudara. Aku tak mau kalah, penisnya yang tegang sedari tadi itu langsung kukocok dengan tanganku, akibatnya budi merem-melek keenakan.
 
Kubanting tubuhnya yang memang lebih kecil dari tubuhku itu lalu dengan cepat kutelentangkan dan menempatkan pangkal pahaku yang mengangkang tepat diatas wajahnya. Mulutnya langsung menyambar vaginaku, menjilat-jilat, mengecup-ngecup, dan menyedot klitorisku. Aku berteriak nikmat, sampai-sampai karena tak tahan gelinya, kuucel-ucel hidung Budi dengan memekku yang sudah sedari tadi banjir oleh liurnya.

“ooouhhh…sayaangggggg…ngggg….ngggggg…..,” hanya itu desahanku menahan rasa geli nikmat di vaginaku. Creek…creekkk….creekkk…bunyi becek di wajah Budi yang tampak basah oleh cairan dari kelaminku.

“mmmhhh…..sekarang…kamuuuuhh…puasshhhiinnn mainin memek ibuu…, ayyo oooohhhh….hhhhhh….hhhh…hhhh…sssss…ssss…aaaah.aaa….hhhh aaauuhhh,” aku semakin bersemangat melihat wajahnya yang seperti “dibasuh” oleh cairan kelamin itu. Tanganku tetap meraih batang penisnya yang tegang karena kocokanku yang semakin keras.

“oouuuuffff….mmm… nyymm… nymm…. ayoooh buuuhhh masukin aja ke memek ibu …..ooohhh,” ia yang tak tahan lagi rupanya. Padahal aku begitu menikmati ucel-ucelan di vaginaku. Kumundurkan tubuhku ke belakang, masih dengan gaya menunggang kuda, dengan cepat kuselipkan penis budi ke vaginaku dan seketika itu pula ia mendorong keatas sehingga penis besar yang sudah kencang itu langsung amblas tertelan.

“aaaaahhhhh… buuuuudiiiiihhhhh… oooohhhhhhh,” aku menjerit seketika penis panjang dan besar milik anak angkatku itu memenuhi rongga vaginaku. Aku yang sekarang aktif bergoyang kiri kanan depan belakang dan turun naik. Pantatku seringkali menghempas, tak tahan dengan rasa gatal akibat gesekan dinding-dinding vagina dan penis besar itu. Rasa yang selama dua bulan ini selalu menggelitik ruas-ruas yang menjadi titik lemahku secara seksual. Membangkitkan gelak energi libido seksualku.

Aku terus saja berteriak, menghempas, menjerit, bergoyang dan menari diatas tubuh budi yang tak bosan-bosannya memainkan buah dadaku. Rupanya, payudara besar ini adalah salah satu daya tarik tersendiri bagi Budi, sehingga setiap kali kami berhubungan badan tangan jailnya ia selalu memainkan puting-puting payudara itu sebagai pembuka maupun sepanjang permainan. Aku juga begitu menikmati permainannya yang kreatif dan selalu berubah-ubah sehingga jadi tidak membosankan. (di bagian lain akan kuceritakan juga ‘kreatifitas’ anak angkatku itu dalam memainkan buah dadaku).

“ooohhh…bu, ibu…hhhh maasiiihh lamaaahhh?”

“masih sayang….kali ini ibu ingin membuatmu puas,” aku menghentikan gerakan turun naik pantatku sambil tetap bergoyang maju mundur perlahan. Vaginaku kubuat berdenyut untuk tidak melepaskan kenikmatan di penisnya.

“kalau begitu hhh…gantiiiihhh gaaaa..yaaa..doooonggg buuuu, aahhh,” budi masih mendesah patah-patah. Dan kutahu itu akibat impuls denyutan yang menyelimuti batang penisnya.

Kuangkat pinggulku dan menjauh, menunggu apa keinginannya. Sebagai wanita dewasa yang berpengalaman, aku ingin kali ini ia benar-benar merasa dilayani. Untuk memberikan image berbeda dengan apa yang ia biasa lakukan dengan anakku.

“coba ibu berbaring miring ke kiri,” pintanya

“Begini?” aku menuruti dan mencoba menebak apa yang diinginkannya, kaki kananku kunaikkan dan menekuk kearah dada yang secara otomatis memperlihatkan bibir kemaluanku dari arah bawah.

“naahhhh! Begitu…aah ibu bisa saja, uh benar-benar menggemaskan!” serunya girang melihat tingkahku yang seperti menantang untuk segera disetubuhi. Dengan sangat segera ia menerkam buas! Aku santai saja, aku bertekat yang penting tiga hari ini anak angkatku merasakan seluruh sari kenikmatan tubuh ibu angkatnya ini sepuas hati.

Ia berjongok tepat di belakang, penis tegar itu menempel di bibir vagina, dan saat baru kepalanya masuk, Budi meraih buah dadaku, tangan kirinya mengangkat pahaku keatas sehingga liang kemaluanku semakin menganga. Mulai lagi ia menusuk keras dan langsung cepat. Crop.. crop..crek..crekk..

“my god! Niiikkmaaatnyaahhh…sayaaaaangg….,” jeritku tertahan. Geli, nikmatnya penis ini mengocok liang vaginaku dari arah bawah. Tangannya meremas-remas sambil sesekali memelintir puting susuku. Aku berteriak sekeras-kerasnya, mengiringi setiap gerakan penisnya yang melesak keluar masuk. Namun kali ini tak seperti biasanya, kuhindari kata-kata jorok, menggantinya dengan kata-kata cinta yang mesra dan menggairahkan.

“ayoooohh …sssshhhh saaayaaang…ouuhhh…setubuhiiii ibuuuhhh sayaangg ooohhh nik maaatt…nyaaahhhh…. goyaangaann muuuu uuuhhhh ooohhh ooohhh.. ooohhh,” desahku tiada henti. Sesekali, tangannya yang bebas meraba dan mengelus punggungku. Aku hanya bisa menikmatinya.

“ibuuuhhh….ooohhh…enakkkh sayaaang?” sempatnya Budi bertanya ditengah goyang pinggulnya yang semakin cepat .

“iiiiihhhh…iiiyaaahhh…saaayyaaangg…..ooohhh….budiiihhh…ooohhhh sayang… ibuu hhhh……saaayaaanggg…kaaamuuhhh..ooohhhh,”

Budi rupanya tak tahan untuk tidak menyentuh wajahku, ia kemudian menunduk berusaha menjangkau kelopak mataku yang terpejam, memeberi ciuman mesra, awalnya mendarat di pipiku lalu ia melumat bibirku.

“oouuhhh….buuuhhh… ibuuhh caaantiiikk sekaaaliiihh…,” katanya memuji rona wajahku dengan mata terpejam. Aku memang sengaja mengatur ritme gerakanku untuk mengimbangi variasi seks appealnya yang begitu beragam. Kupikir, Budi pasti perlu sentuhan mesra seperti ini. Ternyata benar, sesaat kemudian ia kembali pada posisi normal. Menindih dengan pinggang terjepit pahaku. Langsung memeluk dan bergoyang lambat. Akupun tak kalah mesra memejamkan mata sambil menikmati lumatan bibirnya. Lidah kami silih berganti saling menjelajah rongga mulut masing-masing.

Sudah limabelas menit kami beradu seperti itu sampai kemudian aku yang duluan tak tahan, seperti biasa, tubuhku menegang keras. Kukepit tubuh budi erat sambil berteriak keras menikmati detik-detik orgasme itu, kugigit bahu Budi yang beberapa detik setelahnya tampak juga mengalami hal sama. Ditengah ketegangan yang memuncak itu ia menyedot puting susuku dengan keras, menghempaskan tubuhnya ke pangkal pahaku dengan kuat dan menghujamkan penisnya dalam sekali sampai mentok di dasar vaginaku.

“oooooohhhhhh….ibuuuuuuuu…ibu..ibuu..ibuuu….sayaahh keluaaaaaaarrrr……,” jerit nya histeris. Di dalam sana aku merasakan semburan spermanya yang tetap saja deras muncrat memenuhi setiap cc ruang rahimku. Kira-kira semenit kemudian kami berdua lemas dan terkapar kelelahan. Baru kali ini aku bisa bertahan lebih dari duapuluh menit menghadapinya. Biasanya baru digoyang sepuluh menit saja aku sudah KO dan minta ampun. Mungkin karena suasana yang terasa begitu bebas tanpa anakku si Rani. Semasih ia ada di rumah ini kami selalu main curi-curi waktu dan tempat, sehingga rasanya jadi kurang optimal. Selalu saja ada hambatan bagi kami untuk berlama-lama. Malah pernah karena aku yang tak tahan setelah mengintip mereka, kuminta Budi menyetubuhiku di ruang kecil bawah tangga dekat kamarku. Waktu itu Rani tertidur setelah puas dua kali oleh permainan Budi.

mahaaaavvv agan2 yg gantheng....... ay lagi jilmek bos ay di kantor nih, mumpung lagi sepi karyawan masi pada libur, ay janjian ama Bu Sofi, bos ay yg gak kalah bahenol n gatelnya ama Bu Siska..... hehehehehehe :Peace: :semangat: :ampun::p
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd