Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

BUDHE ANAH JANDA DESA BERTUBUH IBU KOTA. BUDI HARTAWAN (The Series 3)

Mantap djiwa ceritanya om, ijin nitip sendal nunggu kelanjutannya.. hehe
 
Baru saja aku mulai menikmatinya, lalu tangan Budi berulah lagi, kali ini ia masih tetap menggenjot turun naik dengan keras. Tapi tangannya tak lagi bertumpu di kasur, sepasang payudaraku kini dibuatnya seperti handle pintu saja, ia berpegangan di kedua susuku. Oohhh Tuhan! Baru sekarang aku diperlakukan sekasar dan senikmat ini! Aku terus berteriak, teriakan yang memberi tanda pada lelaki lawan mainku ini bahwa perempuan yang kini ia ‘sikat’ ini tengah mengalami sebuah keadaan luar biasa akibat genjotan di selangkangan itu.

“Ooohh my God! Oh my God! Oh God Yesss!!!! Yesss!!! Yess!!! Ohhh Budiiihhh Ohhh Budiiihhh oooooouuuhhhhh,” hanya itu yang sanggup kukeluarkan untuk mengimbangi kebuasannya.

“hhhh….hhhh…hhhh….hhhh hhhaahh..aahhh…ahhhh,” hanya desah itu pula yang sedari awal tadi kudengar dari mulut Budi di sela-sela kecupannya. Pendek-pendek seperti melambangkan keperkasaan dan penguasaannya pada permainan itu. Dan benar firasatku tadi, aku takkan mampu menandinginya, berselang beberapa menit saja setelah itu, aku mulai merasa akan menggapai orgasme. Oh…ini pertama kali dalam tiga bulan aku mengalaminya. Lebih dari apa yang selama ini kutahu tentang rasa dan nikmatnya orgasme dengan orang lain. Kucoba untuk menahan, melawan, membayangkan seseorang memukuli aku, tapi semua percuma, sia-sia! Kenikmatan yang menjalari tubuhku bahkan melebihi imunitas alami seorang wanita menahan klimaks bersenggama. Akhirnya aku melepas, mengejan, melepas lagi, dan mengejan lagi. Badanku kaku, kupeluk Budi keras sekali, kugigit pula bahu kanannya dan kujambak rambutnya dan pahaku berusaha menjepit keras pinggulnya.

“Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaahhhhhhhhhhhhhhhh!!!! Ibu keluaaaaaarrrrr!!!!!” teriakku, namun apalah dayaku seorang perempuan. Meski bagian atas tubuhnya diam dan matanya terpejam menahan nikmat denyutan dalam vaginaku, tapi pinggulnya terus menggenjot, penisnya terus mengocok. Tak peduli cairan dari rahim membanjiri liang vaginaku.

Rasa nikmat yang tadi mendera dengan dahsyat itu kini berubah jadi rasa geli, aku tak tahan. Budi terus saja bergoyang.

“Ouuufff….stop sayang, ooouuhhh stop dulu, Bud! Please…..,” aku memohon tapi tetap saja ia tak peduli.

“Budi please, stop!!! Ibu ngilu sayang!!! Ngiluuuuuuu!!! Uuuuuuhhh!!!!” terus saja aku berteriak, tanganku berusaha menahan goyangannya, paha kugerakkan kiri kanan seperti menolak tusukannya. Dan berhasil, meski dengan susah payah akhirnya crooop, penis panjang itu keluar dan meleset dari liang vaginaku. Kulihat wajahnya sedikit kecewa. Ia menunduk, aku masih mempertahankan tubuhnya menindihku. Badanku memang subur, sesubur tubuh Siska yang montok dan bahenol itu, sehingga tak masalah ditindih tubuh proporsional anak muda seumur mahasiswaku ini.

“Ibu, ngilu sayang, ngilu banget. Kamu terlalu nikmat, so please, give me some time to rest, ok?” aku merayunya, kutahu betapa ia senewen dengan senggama ‘terputus’ begitu. Iapun tak menjawab, hanya bergumam seperti ngambek.

“Iya…iya, segitunya kamu sayang. Kasih ibu lima menit aja…., ayo dong say,”

“habis ibu nikmat sekali…,” kali ini ia menjawab meski dengan muka yang masih menghadap samping, tak mau menatapku. Dasar anak muda, nggak sadar dia yang disetubuhinya saat ini berusia dua kali lebih umurnya yang baru saja memasuki 19 tahun.

“ibu nggak kuat say, tadi aja pas punyamu masuk ibu kesakitan banget, iihh ibu jadi ngeri ama punya kamu…,”

“apanya?”

“ini” aku memegang penisnya yang ya ampuunn, tanganku tak cukup menggenggamnya. Bahkan ibujariku tak bertemu dengan jariku yang lain! Damn! Itu artinya penis anak ini berdiameter 5-7 cm !!! bagaimana punyaku nggak robek dibuatnya, dan ketika kulihat cairan yang menempel ditanganku saat meraba tadi ada bercak darah aku jadi tambah ngeri.

“Ya Tuhaaannn!!! Punya ibu berdarah say!” teriakku mengagetkannya, ia langsung bangun.

“aduuuhhh, maaf Bu. Saya nggak tahu! Maaf Bu, Maaf aduuuh gimana dong,”

“nggak, say. Ngga apa-apa, memang awalnya sakit tapi terus sekarang nyerinya sudah hilang, ibu sudah enak dan bisa menikmati tadi itu,” aku mencoba menenangkannya, tak enak juga melihatnya minta maaf segitu serius. Padahal aku justru terkesima dengan kenikmatannya. Tapi lihatlah sprei tempat kami bergumul tadi, penuh bercak darah! Seperti darah perawan saja. Mungkin dengan melihat darah itu pula, keinginan Budi menuntaskan permainannya seperti hilang.

Setelah menyingkirkan sprei yang kotor tadi aku beranjak ke kamar mandi, mencuci selangkanganku yang masih becek oleh cairan bercampur darah itu. Tapi anehnya nyeri waktu terkoyak tadi sudah hilang, dan kini aku justru yang berharap agar Budi segera meminta lagi.

Kuajak ia mandi juga, kami berendam di bathtube. Saling menyabuni di sela canda tawa kecil. Darisitu aku tahu kalau anak muda ini paling suka pada buah dada, saat dalam bathtube ia tak pernah lepas dari membelai dan menetekinya.

“Bagus mana susu ibu sama punya bu Siska, Bud?” tanyaku mencoba membandingkan.

“sama-sama bagus,” jawabnya singkat sambil terus menetek seperti bayi kehausan.

“besar mana?” kejarku lagi,

“besar punya Bu Siska,” jawabnya sambil menatapku, mungkin takut aku tersinggung.

“Hihihi, iya ya? Punya ibumu kan memang jumbo!” candaku,

“tapi punya ibu yang ini, lebih nikmat,” ia berkata begitu sambil merapa ‘barang’ku.

“nikmat gimana? Kan sama aja, malah ibumu Cuma punya dua anak, sementara ibu empat,” aku bingung juga dengan panggilan ibu untukku dan Siska.

“pokoknya punya ibu lebih njepit, lebih emut-emut, lebih empot-empot,”

“hahaha….kamu bisa aja, habis…kan punya ibumu kamu pake tiap hari, gimana nggak melar!” kataku mengejek.

“tau dari mana? Emangnya ibu ngintip saya main tiap hari?”

“dari cara main kamu seperti tadi ibu tahu, kamu tuh tipe orang yang nggak bakalan cukup tiga kali sehari, ayo! Bener kan?”

ia diam, tapi tersenyum malu. Jengah juga si Budi aku buka kartunya begitu.

“eh, Bud. Kita ganti panggilanku yuk? Masa sih aku dipanggil ibu, siska juga? Kan jadi bingung ntar,” kualihkan ke topik lain. Untuk menghentikan jengahnya. Dan juga aku merasa tidak enak dipanggil ibu oleh pasangan “main”ku begini, aku ingin yang lebih hebooh.

“Maksudnya?”

“gimana kalau kamu panggil aku Tante aja, untuk membedakan aku dengan Bu Siska,” ada rasa bergairah ketika aku menyebut kata “tante” tadi.

“Masak ibu dosen dipanggil tante?”

“ya nggak dong, say. Kalo di kampus ya tetap aja ‘ibu’,”

“Baiklah, bu…eeehh tante hesti…mmmmmhhhhhh!!!” jawabnya sambil langsung mengangkat susuku dan seperti ingin menyuapnya.

Jailnya tangan Budi yang menyentil-nyentil clitorisku membuat nafsuku bangkit lagi.

“Bud,” panggilku saat ia sedang asik meneteki susuku.

“Iya…tante,” cepat juga budi beradaptasi dengan perubahan panggilan itu.

“Main yuk, tante mau lagi…., tadi kan kamu belum tuntas?” kali ini aku yang meminta, kutarik tangan kanannya menjauh dari buah dadaku, permainan jemari kirinya yang mengorek celah kemaluanku membuat aku ‘gathal’.

“Dimana?”

“di kasur aja, yuk” aku berdiri dan menarik lengannya

“kotor, tante. Disini aja,” ia menolak.

“mana enak kalo di air gini? Lagian tante ngga pernah main di bathtube”

“yeee, tante kuno!” ejeknya. Benar juga kata si Budi, aku memang kuno, meskipun sering selingkuh dengan pria lain aku tidak pernah mencoba bermain selain di tempat tidur, bahkan pernah suamiku mencumbu di sofa tapi toh kami pindah ke tempat tidur juga saat akan mulai ‘main course’. Dan sekarang, seorang pria muda, anak kecil setengah umurku ini menertawai aku yang tak punya variasi. Ah sudahlah, menarik juga untuk dicoba, batinku.

“coba tante duduk dan mengangkang disini,” ia menunjuk dataran seluas satu meter persegi di sisi atas bathtube. Aku menurut saja.

“begini say?” kukangkangkan pahaku lebar kekiri kanan,

“wooow! Memek tante luar biasa!!!” pujinya, shitt! tapi aku tak enak dengan kata ‘memek’ yang diucapkannya.

“Budi, please…, tante nggak suka kata…mmm..mm..memek, gantilah dengan kata lain,”

“O’o! well, vagina! Bagaimana kalau vagina, ya! Vagina tante kelihatan sangat menantang!” katanya meralat.

“pasti ini ajaran ibumu ya?”

“benar, tante. Dan sekarang please tante jangan banyak tanya, saya akan buat tante menjerit-jerit menikmatinya,”

“ayo, praktekkan semua yang Siska ajarkan kepadamu. Aku ingin tahu seperti apa kamu memuaskan wanita seumur aku dan ibumu ini,” kali ini aku berkata begitu sambil menguak bibir kemaluanku dengan jari-jari tanganku. Dan seperti yang kuduga, Budi langsung menomplokkan wajahnya disana. Langsung mengucel dengan hidungnya, menjilat dengan lidahnya.

“aaaahhhhh!!!!,” aku menjerit. Disedotnya semua cairan yang kini mulai mengalir dari lubuk rahimku,

“oooooouuuhhhhhhh!!!!” aku menjerit lagi, Budi menjepit bibir vaginaku dengan mulut.

“hhhhhhhoooooohhh!!! Yeesss!!! aaahhh” jeritku lagi, ia menggigit kecil klitorisku. Benar-benar heboh! Tak kuduga dan tak pernah kusangka sebelumnya. Kupikir anak ini hanya sebatas kata-kata saja. Baru aku tahu kalau ternyata Siska dan Budi sudah mengembangkan teknik-teknik bercinta dengan pesat. Tak hanya sekedar mengucel-ucel vaginaku, kini Budi juga memasukkan dua jarinya dalam vaginaku, lalu ia kocok. Aaahhh rasanya seperti penis yang masuk setengah-setengah begitu. Aku yang kemudian tak tahan.

“hoooohhh, Budiiiihhhh…taaannteee mau ditusuk sekarrrraaanggggg!!!!” jeritku sambil meronta, mencoba melepaskan jari tangannya yang masih saja mengocok liang vaginaku.

“ammpuuunnnn…budiiiihhh…tante mau sekarang Bud, ooohhh,”

“hmmmm…ntar dulu tante, tadi tante bilang kalau tante ingin merasakan apa yang sehari-hari saya lakukan dengan Bu Siska, dan untuk ukuran kami, petting seperti tadi belum apa-apa,” katanya tak mengacuhkan permohonanku, kemudian ia berdiri tegak didepan wajahku, menyorongkan penis ‘raksasa’ itu! Aahh gagah sekali penismu nak! Betul juga apa yang dikatakannya, penis sebesar dan senikmat ini terlalu sayang untuk tidak dikulum dan dihisap.

“Baiklah, tante akan layani kamu seperti apa yang Bu Siska lakukan, sekarang tolong beritahu tante harus apakan barangmu ini?” aku pura-pura bodoh, sejujurnya kalau dalam soal kocok mengocok penis akulah jagonya (setidaknya itu kata beberapa lelaki beristri yang pernah jadi selingkuhanku).

Pelan-pelan lidahku menjangkau kemaluannya, tanganku menggenggam batang penis yang sudah minta ampun kerasnya itu. Kumulai dari menjilat dua biji telor yang menggantung di pangkal penisnya, kuhisap-hisap. Budi mendesah, kukulum, budi menjerit kecil dan ketika kusedot….

“Oooowwww!!!! Huuuuhhh tanteeee!!!!” teriaknya, aku menatapnya sambil terus mengulum biji telor itu, kulihat wajahnya untuk mengetahui seberapa nikmat permainan mulutku di kelaminnya. Ah, mukanya menunjukkan mimik yang serius sekali, seperti orang kepedasan makan sambal. Aku semakin girang. Lalu batang itu kukocok dengan tanganku, sebelum kemudian dengan sekali tangkap hup! Mulutku penuh disesaki batang penis yang ternyata hanya cukup masuk kurang dari setengah panjangnya itu.

“Ouuuhhh…yaaahhh..begituuuhh taaannteeehhh…enaakkkhh, sedootthhhh!!!”

Lidahku dengan lihai menari-nari tepat dipermukaan kepala dan leher penisnya sebelah bawah yang mana kutahu itu adalah point of weak kemaluan pria. Semakin cepat lidahku membelai disitu, semakin keras pula remasan Budi di kedua payudaraku. Dan tentu saja teriakan ‘hooohh’ ‘yess’ nya semakin menjadi-jadi.

Limabelas menit sudah aku ‘meng-karaoke’ penisnya, tapi benar-benar luar biasa anak muda ini. Mungkin darahnya mengandung Viagra sehingga waktu sedemikian lama aku bermain dengan penisnya, ia belum saja tampak akan klimaks. Sampai lelah aku! Mulutku yang justru pegal-pegal !! dan vaginaku seperti meminta pemenuhan yang segera! Padahal belum setengah jam yang lalu aku merasa sangat ngilu dan geli di kelaminku.

“Huuuhhh, belum juga say? Tante sudah mau minta lagi, boleh?” kali ini aku memohon kepadanya agar segera disetubuhi.

“Pinjam susunya, tante,” ia langsung menunduk untuk mensejajarkan kedua buah dadaku denga posisi penisnya.

“Begini sayang?” aku mengapit penis besar itu diantara kedua susuku,

“yaaah!!Duuh…guustiiii, kenapa sih ibu-ibu selalu punya susu sebagus ini?” gumamnya, ia langsung mendorong dan menarik penisnya yang kini terjepit payudara itu. Sensasional sekali!

“Ouuuhhh…nikmat, tante! Susu tante enak bangeet!” katanya semakin membuat aku tak sabaran karena demi melihat ukuran penis yang kini mengganjal dan terbelai buahdada itu, aku semakin tak sabar saja ingin segera memasukkannya dalam vaginaku. Setelah kira-kira sepuluh menit kemudian barulah mencabut penisnya dari kepitan buah dadaku.

“I can’t believe it, Budi! So, kalian berdua ternyata sudah jauh lebih dari aku,” ujarku heran sambil bertanya dalam hati apa gerangan yang sekarang akan dilakukannya terhadap tubuhku. Oh tuhan semoga ia cepat-cepat menyetubuhi aku. Malu rasanya aku meminta lagi, malu juga karena ternyata pengalaman seksualku selama ini tak ada apa-apanya dibanding dengan anak muda ini.

“Sekarang, coba tante keluar dari bathtube dan berdiri disini,” pintanya menunjuk ke meja washtaffel, aku berdiri di hadapan cermin lebar itu dan dengan sigap ia berdiri di belakang.

“naikkan kaki kiri tante di pinggir sini,” ia menuntun kakiku de pinggiran bathtube, wow! Aku tahu yang dia mau, posisi setengah menungging ini tentu akan membuat sensasi rasa baru bagiku.

“Begini say?” kutoleh kebelakang sambil berpegangan di washtaffel itu dan benar saja, ia langsung menusuk dari belakang.

“Aaaaaaaaaahhhhh!!!” jeritku seketika saat penis raksasanya menerobos masuk, Budi sampai tidak jadi mengocok.

“kenapa, tante? Sakit yaah?”

“enggak, say. Baru sekali tante disetubuhi dengan cara seperti ini, dan aaaaaahhhh!!” belum lagi kata-kataku selesai ia sudah menarik dan menusuk keras, langsung cepat. Tak ayal aku langsung histeris.

“Hooohh…uuuhhh…ooohhh..yesss!! luaaarrrbiiiasaaaahhhhh!!!” tak habis-habisnya aku diberi kejutan oleh sensasi goyangan tubuhnya. Pantatku yang besar dan semok itu sesekali dicubitnya, ah anak muda yang nakal. Aku semakin senang saja. Hampir tanpa jeda sedetikpun, Budi menggenjot keras dan cepat. Uh! Tenaga seperti inilah yang selalu menjadi mimpi-mimpiku. Dan saat ini, dengan kesadaran penuh, aku mendapatkannya dari seorang anak ingusan seumur anak bungsuku! Yaah! Ia lebih muda dari wawan anakku yang keempat, tapi permainan dan tenaganya bagaikan bom nuklir yang sanggup meledakkan jagat raya ini!!

Hanya berselang lima sepuluh menit saja aku bisa bertahan, oh Tuhan! Aku tak sanggup menahan lagi….

“Hhhhhhhhhh….sayang! sayang! Sayang! Ooohhhh Budiiiihhhh!!!! Tanteeee keluar! Keluar! Keluar! Keluar! Keluar! Keluarrrrrrrr!!!!!! Iiiiyeeessshhhhhh!!!” aku histeris lagi, meronta, melepas, menegang, mencoba menahan namun gagal dan oooohhh kali ini benar-benar super orgasme!!! Tujuh kali lebih aku menyembur di dalam sana! Bersamaan waktunya dengan teriakan keluar! Keluar! Keluar! Tadi.

“Oh tuhan, ampuuunnnn! Budiiihhh, tante nyerah! Tante nyerah! Tante nyerah! sayang” tapi ia tetap saja memompa. Malah sambil meremas susuku. Hooohhh!!!

“stoop dulu sayaang…please! please! Tante nggak kuat, tante mau jatuh….,” seketika ia meraih badanku yang benar-benar oleng kali ini. Mataku berkunang-kunang. Dipeluknya aku dari belakang, dan dengan perlahan ia menuntunku menuju sofa panjang.

“Baiklah, tante….tiduran aja disini, tapi biarkan saya memasukkan penis ini kedalam punya tante, untuk menjaga ketegangannya,” ia berkata sambil membaringkan tubuhku di sofa panjang itu. Lalu ia menempatkan diri berjongkok diantara pahaku.

“maapin tante, say. Tante egois, kamu kan belum keluar yaah?” ujarku setelah aku cukup tenang.

“Nggak apa, tan. Santai aja, biar saya coba bangkitkan lagi,” katanya sembari pelan sekali memasukkan barangnya kembali membelah bibir vaginaku.

“Uuuuffff……pelan-pelan say,” pintaku memelas, rasa ngilu itu kembali merambah setiap sel-sel di selangkanganku.

“Baik tante, boleh saya menindih?”

“Iya sayang, boleh, sini tante peluk kamu ooohhh sayangku…,” kami saling berdekapan. Untung sofa itu cukup lebar dan panjang untuk tubuhku yang besar ini.

“Kamu memang jagoan, say! Pantas saja Siska tidak mau mencari lelaki lain,”

“ah tante, bisa aja,” jawabnya malu-malu. Nyaman sudah rasanya, penisnya tetap mengganjal dalam vaginaku, tapi tak bergerak. Kami hanya berbicara, bercanda, sambil sesekali berciuman. Sempurna anak ini, pikirku.

“Biasanya berapa kali kamu buat Bu Siska KO kayak tante begini, Bud?”

“nggak pernah ngitung, saya mah yang penting enak saja,” jawabnya cuek, masih asik memainkan buah dadaku. Rupanya begitulah cara Budi mempertahankan “ketegangan” penisnya.

“Tante….,” panggilnya

“hmmm?”

“punya tante benar-benar gurih!”

“Emping kali yeee!” padahal aku bangga juga, dengan berkata begitu ada rasa ‘menang’ mengalahkan Siska.

“Saya boleh minta terus nggak, tante?”

“Minta apaan?”

“Ya begini ini….,” ia menggoyang sedikit, kurasakan penisnya semakin mengembung dalam liangku.

“tentu sayang, tante juga butuh ini dari kamu,”

“tapi bagaimana dengan Bu Siska, tante? Kan tadi tante janji akan mengatur semuanya supaya saya ‘aman’ gitu?”

“Itu urusan Tante, sayang. Kamu ikut dan nikmati aja ya? biar tante yang nanti bicarakan ini dengan ibu angkatmu itu,”

“Hah! apa iya Bu Siska bisa bisa terima?”

“Pokoknya tenang aja, say. Kami berdua sudah saling berbagi sejak dulu. Waktu SMA juga ibumu itu sering mengambil pacarku,” kuceritakan lagi kisah-kisah kenakalan kami waktu muda dulu kepada Budi. Kupikir, Siska tak akan bisa menolak kenyataan yang sudah terjadi ini. Dan kalaupun ia sampai marah, tentu aku tak mau salah sendiri, toh ia juga menyembunyikan hal ini dari anaknya, Si Rani yang adalah pemilik sah Budi.

“tante adalah orang yang paling dekat dengan dia Bud, tante tahu semua rahasianya. Nggak mungkin Siska menolak keinginan tante. Apalagi kalau dia tahu masalah keluarga tante. Dulu saja waktu dia bercerai dari suaminya, tante adalah orang pertama yang ia mintai pendapat tentang hal itu,” kataku panjang lebar berusaha meyakinkan Budi bahwa Siska is OK dengan peristiwa ini.

“Bagaimana kalau nanti Ibu marah, tante?” ia masih saja khawatir rupanya.

“Begini aja, nanti waktu ulang tahun perkawinan tante undang kalian datang dan tante akan buktikan omongan tante ini,”

“Oh ya tante? Kapan itu?”

“Malam minggu ini,”

“baiklah, pokoknya harus rapi tante, kalau sekiranya ibu nggak bisa terima, lebih baik kita stop sampai disini aja…..,”

“Ok, sayang…,”

Kami terdiam beberapa menit, Budi asik memainkan jari di puting susuku. Aku diam saja, mencoba berkonsentrasi pada rasa geli dan nikmat yang mulai bangkit lagi dari arah selangkanganku. Ah ia sudah mulai mendenyut-denyutkan penisnya.

“Say, tante punya ide gila!” ujarku seraya menghentikan pinggul Budi yang baru saja mau menarik keatas. Sekitar setengah penis panjangnya tertahan diluar bibir kemaluanku.

“Apaan tante?” ia menahan pinggangnya yang tadi menarik,

“gimana kalau kita main bertiga! Tante, Bu Siska dan kamu, pasti asik berat!”

“hahhh????” budi terkejut. Hampir saja penisnya tercabut dari vaginaku.

“iya, say! Kamu sanggup membuat tante teler sampai dua kali begini, dan Bu Siska juga kamu bikin KO sementara kamu sendiri belum apa-apa,”

“Saya sih mau aja tante, tapi apa ibu juga mau? Dia kan orangnya suka risih gitu,”

“Ntar deh tante yang ngatur semuanya….,” lagi-lagi aku meyakinkan Budi

“ satu-persatu dulu tante….kebanyakan rencana ntar jadi gagal semua,” keluhnya menanggapi janji-janjiku yang terkesan menggampangkan masalah.

“beres, Cuma dua hal itu aja kok susah amat. Tante bisa atasi deh, tante janji,”

“salah tante, bukan dua tapi tiga!” ia memotong

“apa lagi tuh, kan tugas tante cuman dua tadi, pertama mengatakan tentang hubungan kita dan yang kedua mengajaknya main bertiga….,” aku yang bingung sekarang,

“ada yang tante lupa,”

“apa lagi sayaaaang?” rengekku manja

“Menuntaskan permainan saya yang sudah tante potong tadi!” ia langsung menghujam dan menusukkan penisnya dengan keras, langsung menggenjot. Aku yang terkejut langsung berteriak histeris

“Aaaaawwwww!!!!! Aaaahhhhhh!!!! OOOOhhhhhhh yeeessss!!!! Budiiiihhh kamuu uuh naaakaaaallll!!!!” jeritku sambil meronta seolah menolaknya.

Jadilah kami bertarung lagi, berpacu birahi. Seingatku waktu itu aku orgasme dua kali lagi sebelum kemudian Budi menyusul menumpahkan spermanya yang telah tertahan sejak pagi itu! Ah gila!!! Hari itu aku sampai belasan kali orgasme. Sampai jam 4 sore kami bertarung, tiga kali budi menyemburkan spermanya, dalam vaginaku, sekali dalam mulutku dan yang terakhir disemburkan ke wajah dan payudaraku. Hebooh, Bo’!!! Saat tiba di rumah aku langsung ambruk lemas, sendi-sendi di tubuhku terasa ngilu, pegal dan linu. Tulang-tulangku terasa remuk!!

Bersambung....:adek::tegang::coli:
Selamat menikmati ya agan2, pesan ay, buanglah sperma pada tempat semestinya

Gila banget nih hu, mau deh jadi tante.... Udah kayak aku ngomongnya di kasur :matabelo:
 
Lengkap sudah pemandangan penuh sensasi ini, Bu Hesti -dosen akuntansi paruhbaya itu- kini seperti gadis perawan yang binal, mengemis untuk segera kusetubuhi, tak peduli terusan biru berbunga, panjang dan berenda itu masih melekat di badannya, bahkan sepatu putih berhak tinggi itu belum terlepas dari kedua kakinya. Kedua betisnya terpegang tanganku kiri kanan, pahanya otomatis membuka lebar celah pangkal dimana barang nikmat berbulu lebat itu merekah dan betul-betul siap menerima sang tamu besar nan panjang yang hampir setiap hari selama minggu ini mengunjunginya dengan teratur.

Segera saja aku menyudahi permainan kepala penisku yang menggesek dan menggelitik bibir memeknya, kupasang tepat menempel di mulut liangnya dan dengan penuh tenaga, sekali dorong kuhabiskan membenamkannya amblas hingga tak tersisa.

“Oooooohhhhhhh!!!! Yessssss!!!! Aaaaahhhh!!!!” jerit perempuan seusia ibuku itu dengan keras pula, seolah melepas ketidaksabarannya menanti. Penisku mentok membentur dasar liang vagina yang telah pernah empat kali dilalui jabang bayi. Tetap nikmat dan menjepit, senut-senut di dalam sana, aku menarik hingga kira-kira setengah….

“Uuuffff…..nnggg…,” bibir sensual Bu Hesti mengepit keras, seiring denyut vaginanya yang seakan menyedot kembali batang penisku yang hendak lanjut keluar.

“masukkan lagi saaaayyyaaangg…aaaahhhhh,” desahnya saat aku menunggu sejenak sambil memandangi tubuh bongsor dosen akuntansi ini. Tanganku meraih buah dada yang sedari tadi ‘menganggur’ di sela belahan depan gaunnya yang terkoyak.

“remeeesss…susu tanteeee….Buuudddiiihhh ooohhhh,”

“tante belum cerita bagaimana hasil ngomong dengan ibu…,” aku berkata sambil menghentikan gerakan turun naik di atas pangkal pahanya, membuat Bu Hesti cukup senewen.

“ayo goy ang dulu saay…nanti ibu ceritaiiinn…uuufff tanggungg niiiihh,” ia mencoba menggoyang pinggulnya kesamping. Mungkin berharap aku akan terpengaruh dan lanjut menggenjot atas bawah. Tapi kudiamkan saja, sengaja kupermainkan kenikmatan yang dialaminya.

“ooouuhhh, jahaaatt kamuuuhhh,” ia menampar dadaku pelan, menunjukkan kekesalannya karena tak mampu menaikkan pinggulnya untuk memasukkan penisku yang hanya menancap sampai kepala. Tentu Bu Hesti tak mampu, tubuhnya terlalu berat untuk mengangkat dengan posisi begitu.

“OK, sayang! Huuuh…Tante mau cerita, tapi please, goyang dooong, Tante ngga tahan kalau kamu diam begitu,”

“deal! Akan saya goyang perlahan dan tante cerita…., hmmmm…sssshh,”

“ibumu mauuu saaayyy…..hhhhhh yesss..ooouuuhhhhh,”

“ooohh yaaahhh? Apaaah katanyaaah?”

“diaa bilaaangg kamuuuhh pastiiihh sangguuupp….,”

“ngga risiih?” aku bertanya

“ooouuhhh…ssshhh risiiih jugaaahhh…,”

“nah trus?” aku berhenti sejenak sampai ia merengek minta diteruskan.

“hhhhh….makanyaaahhh bertahaaapp…ooouuhh goyang saaayyy ooouuff,”

“bertahap gimana?” aku diam lagi

“hhhh..jangan berhenti ddoooong, ssshhh maksuudnyaahh kalian main duluan, nantiih tante bergabung setelah kalian main setengah ronde, biar ngga cangguuungg….hhhhh yaaah ooh yaaahhh ooohhh yaaahhh,”

“maksudnya hhhh tante gabung belakangan gituuuhhh ?? aaahhh…..”

“iyaaahh saayyy…tunggu kalian setengah ronde permainan dan tante datang langsung gabuuungg….sssshhhh,”

“kenaaapaaah…nggaa seekaaaliiiaan ajaahh langsuuung gituuhh?” kupercepat genjotan akibat membayangkan bagaimana nanti aku bermain dengan dua wanita paruhbaya yang jelita ini.

“tantee siiih mauuhh ajaaahh…taaapiii kaan iiibumuu yang mintaa, oouuhhh genjoot lebih keras lagiiihhh buuudd….ooohhh..yesss..tante ntarrr lagiiihh niihhh,” ujar Bu Hesti terengah-engah mencoba mengimbangi hempasan di pangkal pahanya. Sebentar lagi ia rupanya akan orgasme. Aku sudah hapal benar ‘tingkah’ dan ‘kebiasaan’ perempuan paruhbaya dan kelaminnya saat mereka menjelang orgasme. Kucoba mengatur permainanku agar ia lebih lama lagi. Aku memperlambat gerakan dan menjulurkan lenganku kebalik punggungnya, langsung memeluk dan mencium, dengan mesra.

“jangan keluar dulu tante, Budi mau tante lebih lama karena hari ini tante kelihatan cantik sekali,” aku mencoba merayu untuk mengalihkan perhatiannya.

“ouuuufff… ooohhh… kamuuhh bilang… tantee cantiiikk? Hhhh… aaaauuuhhh... cantik mana sama oouuhhh ibuu kamuuu uuuuhhhh? Hooohhhh…ssshhhhh,”

“sama-sama cantik, tante sayang…, saya suka sekali penampilan dan tingkah genit tante seperti ini,”

“bisaa ajaaah kamuuuhh saaayy..oouuhhh nikmatnyaah goyangan kamuuuuhhh… tante bisa gilaa kalau nggak main sehari aja sama kamu… oooouuhhh... yesss... yesss... yesss,”

Aku berhasil juga membuatnya bertahan lebih lama, dengan gaya yang romantis itu tadi, yang tentu saja mengalihkan perhatian dan membuat ia GR dengan pujian-pujianku. Saat ini aku memang ingin kami mencapai klimaks bersama-sama, oleh sebab itulah saat penisku merasakan gejala klimaks di dinding vagina Bu Hesti, aku langsung berhenti bergoyang. Hasilnya, sudah 30 menit permainan, ia belum keluar juga, aku pun berusaha untuk mencapai klimaks yang segera. Setiap gesekan dinding penisku dan vaginanya, sangat kuresapi sehingga beberapa saat setelah kira-kira 45 menit persetubuhan itu berjalan aku mulai merasakannya.

“oooouuuhhh... tanteeeeehhh… keluar sama-sama yuuukk say…,”

“uuuhh... yesss… ayo sayaang… tanteeh juga sudaah nggaa sangguuup lagiiihh oouuuhhhh… ooohhh… yessss... yesss… yesss… yesss… aaaauuuhhh… nikmatnyah oou uuhhhh… hhhhh… budiiiihhhh… buuuuudiii... budiiii… budiii... yesss!!! yes!!! Tekan sayang, tekan sayaaaang…,” desahannya berubah jeritan, aku juga semakin mempercepat naik turun, kini menghempas keras pinggang kami.

“Yes tante! Tante! Tante! Tante! Ooouuuhhhh… goyang sayang oouuhh!!!”

“Peeeluukkk tanteeehhh aaaoouuuhhh... sayaaang peluk tante, peluk tante oouuhhhh!!”

Akhirnya ia melepas juga, menyembur didalam sana, dari lubuk rahimnya keluar cairan hangat menerpa kepala penisku.

“oooouuuhhh... yeeess... tante, tanteeeeeee oooooohhhhhhh!!!!” aku melepas juga beberapa detik setelah Bu Hesti orgasme. 1,2,3,4,6,7,9 kali semburan spermaku di dalam liang vaginanya. Penuh! Sampai beberapa tetes keluar dari kemaluan Bu Hesti. Lama kami saling mendekap erat sekali, aku menindih sambil memeluk kuat tubuh bagian atasnya, benar-benar lezat tubuh dosenku ini, kedua payudaranya tergencet dadaku. Bibirnya kubekap dengan bibirku, kusedot lidah Bu Hesti, kutelan liurnya hampir tak bersisa. Bu Hesti juga dengan antusias menyedot lidahku. Luar biasa permainan ini!

“mmmmhhhh… nikmatnya saaay… tante puas sekali…,”

“saya juga tante, tante tadi hebat!” pujiku

“hebat gimana say?”

“bisa lama begitu, saya puas sekali,”

“Ah, itu karena kamu yang ngajari tante. Mulanya sejak tadi tante sudah hampir sampai tapi karena kamu ajak ngobrol jadi tante bisa bertahan lama,”

“pokoknya tante luar biasa, nanti kalau main bertiga tante juga harus mengatur biar bisa lama seperti tadi,”

“akan tante coba, tapi biasanya tante ngga bisa kontrol, kalau sudah terasa geli sedikit aja, pasti tante langsung genjot trus keluar…,” akunya polos. Kucium pipinya dengan mesra, Bu Hesti membalas sampai beberapa menit setelah itu ia minta istirahat dulu karena seharian tadi ia sudah “kerja keras” merayu Bu Siska supaya mau main bertiga....

Bersambung....

Gile hu,suhu mangstap
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd