begawan_cinta
Guru Semprot
- Daftar
- 27 Oct 2023
- Post
- 547
- Like diterima
- 9.309
°°°°°
Bu Sarini
WAKTU itu masih pagi-pagi sekali aku sudah berada di halte bus. Di situ sudah duduk seorang wanita paruh baya yang sama-sama menunggu bus.
Tidak lama menunggu, wanita paruh baya tersebut mengeluarkan hape dari tas yang dibawanya. Hape model lama itu ditempelkan ke kupingnya, tapi sebentar kemudian ia menurunkan hape dari kupingnya sambil ngedumel, “Waduh, penting begini pulsa habis lagi...”
“Ini Bu, pakai saja hape saya,” kataku menawari hapeku padanya.
Si Ibu mau menerima tawaranku. Rupanya ia mau menelepon majikannya. Majikannya memintanya buru-buru datang. Karena ia punya tujuan yang sama denganku, aku pun mengambil inisiatif naik taksi agar cepat sampai.
Di dalam taksi sekilas aku meliriknya. Hmm, si Ibu ini montok juga, pikirku. Kemudian ia menyebutkan namanya, Sarini, dan aku juga diberi nomor hapenya.
Malamnya aku mencoba menghubungi nomor telepon Bu Sarini dari tempat kostku. Ia tidak membohongiku. Kemudian aku janjian dengan Bu Sarini untuk ketemuan pada hari Minggu, sebab setiap hari Minggu ia dikasih kebebasan oleh majikannya.
Pada hari Minggu, aku ketemuan sama Bu Sarini di sebuah terminal dekat rumah majikannya. Saat itu sebenarnya otakku sudah mulai kotor. Aku berpikir keras bagaimana caranya bisa meniduri wanita baya yang montok ini.
Mula-mula aku menraktirnya makan. Tawaranku tidak ditolak. Setelah selesai makan, kemudian aku menawarinya main ke tempat kostku. Tempat kosku suasananya individual dan bebas, karena yang punya kost tidak tinggal di situ.
“Bagaimana kalau dilihat sama tetangga Mas nanti? Nggak, ahh...!” tolaknya.
“Kalau ketemu tetangga, nanti saya bilang, Ibu adalah tante saya,” kataku.
Akhirnya mau juga Bu Sarini kuajak ke tempat kostku. Dalam hati aku bersorak.
Sesampai di tempat kostku, aku mengajak Bu Sarini ngobrol-ngobrol ringan dulu.
Rupanya Bu Sarini ditinggal suaminya sudah 5 tahun. Anaknya 2 orang dan Bu Sarini sudah punya 3 orang cucu dari kedua anaknya.
“Mas, jangan tutup pintu. Nanti kita dikira macam-macam lagi,” kata Bu Sarini kemudian.
“Kalau macam-macamnya sama ibu-ibu bahenol kayak Ibu gini, siapa yang nggak suka?” aku mulai melancarkan rayuan mautku.
“Sudah nenek-nenek, bahenol apanya, Mas? Mas ini...”
Bu Sarini berkata begitu justru membuat aku makin gelap mata. Kudekati Bu Sarini, lalu kupegang pundaknya.
“Jangan, Mas. Nanti diliat orang,” Bu Sarini sedikit beringsut dari tempat duduknya menghindariku.
“Ibu tenang saja. Di sini paling aman,” kataku makin nekat saja menempel tubuh ke tubuh Bu Sarini dengan napas memburu karena dilanda nafsu. “Saya nggak kuat, Bu...”
“Jangan, Mas. Ibu sudah nenek-nenek, sudah nggak cocok buat Mas. Ibu kasihan sama itunya Mas...”
“Cocok saja, Bu. Saya lebih suka sama nenek-nenek daripada gadis-gadis. Nenek-nenek lebih pengalaman,” jawabku menempelkan selangkanganku ke lengan Bu Sarini.
“Senjataku” benar-benar ereksi. Di mataku Bu Sarini nampak makin sexy saja padahal Bu Sarini pantasnya jadi ibuku.
“Mas, Ibu masih takut sakit,” ujar Bu Sarini kemudian.
“Saya akan pelan-pelan, Bu.”
“Maksud Ibu... Ibu pernah diperkosa Mas, sama majikan Ibu...”
“Apa...? Ibu diperkosa...? Sama majikan yang ini...?” tanyaku langsung geram.
“Ngg... ngg... buu... bukan, Mas. Majikan yang pertama kali Ibu kerja, 2 tahun yang lalu. Itunya Ibu sampai lecet berdarah. Soalnya itunya besar, dipaksakan masuk, sementara Ibu sudah tua, itunya Ibu sudah kering...”
“Oohh... Ibu...” kataku sedih memeluk Bu Sarini.
Pas Bu Sarini mau kucium tiba-tiba terdengar suara pagar dibuka. Bu Sarini kaget dan lari ke arah kamar mandi.
“Ssssttt...” kukasih isyarat pada Bu Sarini untuk diam.
Pelan-pelan kuintip dari gorden. Rupanya tetangga kamar kostku sedang membawa masuk seorang tante-tante gembrot yang juga sudah agak tua.
“Ooh, ternyata yang suka wanita tua bukan aku aja,” pikirku.
Aku yakin temanku pasti mau “begituan” juga sama tante-tante itu. Bu Sarini kukasih kode untuk mendekat ke jendela.
“Tuuh liat, Bu. Temanku aja suka sama tante-tante.”
“Tapi, Mas...” belum lagi Bu Sarini selesai bicara kudorong tubuhnya ke tempat tidur lalu kugumuli dia.
Tapi aku masih harus tetap berhati-hati agar dia tidak menghentikan usahaku ini.
Baringnya sudah mulai gelisah, pinggulnya sudah bergoyang-goyang dan dari mulutnya sudah mulai memperdengarkan erangan-erangan terangsang.
Kuhentikan gerakanku, matanya terbuka memandangku sayu, terlihat bahwa dia sudah sangat terangsang. Kuberanikan diri wajahku mendekati wajahnya, dia memejamkan matanya kembali dengan mulut yang terbuka menantang, langsung bibirku menciumi bibirnya.
Dia tidak marah, bahkan menyambut ciumanku dengan hangat dan sangat bergairah. Kami berciuman dengan sangat bergairah.
Kedua tangannya meraih kepalaku dan mencium bibirku dengan sangat panas, bibirnya menghisap-hisap bibirku dan lidahnya menari-nari dengan lidahku seperti seorang wanita yang sudah sangat lama tidak bermesraan, tentu saja aku semakin melayang nikmat dan bersemangat.
Tanganku mulai meremas-remas buah dadanya yang montok, dia diam saja bahkan semakin bergairah dan mengerang nikmat. Tanganku mulai mencopoti kancing bajunya satu-persatu dan menyusupkan tangan kananku ke dadanya yang sudah terbuka, kemudian menarik cup BH-nya ke atas, sehingga kedua buah dadanya terbuka bebas.
Buah dadanya sudah melorot dan melebar, tapi berisi.
Tanganku langsung meremas buah dadanya yang kiri dan kanan.
Dia semakin terlena, napasnya semakin memburu dan mulutnya semakin sering mengguman sesuatu yang tidak jelas. Sedangkan tanganku semakin aktif meremas-remas buah dadanya, sedangkan buah dadanya yang tidak kuremas kuciumi, bahkan kuhisap putingnya.
Aku begitu bernafsu mengisap puting buah dadanya walaupun dia sudah berumur. Dia semakin mengerang nikmat, “Massssssss... akkkhh... ennaggghhhh... Mmaassssshhhhhh..."
Tubuhnya bergelinjang-gelinjang menahan nikmat yang menderanya.
Setelah cukup lama bermain-main di buah dadanya, kedua tanganku berusaha melepaskan pengait celana panjang yang masih dikenakannya dan menariknya hingga lepas sekaligus dengan celana dalam yang dia kenakan, dia hanya diam saja dengan tatapan mata yang semakin sayu, kembali mataku nanar melihat pemandangan merangsang yang ada di hadapanku.
Perutnya berlipat lemak agak buncit khas wanita baya dan yang paling luar biasa adalah jembut yang menutup memeknya demikian lebatnya dan hitam.
Kini kulepaskan semua pakaianku. Bu Sarini terpana memandang penisku yang tegak menjulang, tangannya mendorong tubuhku hingga aku telentang, kemudian dengan gemetar tangannya meraih penisku dan mengocoknya dengan gemas, aku melayang nikmat merasakan kocokan tangannya pada penisku, kemudian bibirnya dengan lembut menciumi penisku dan lidahnya menjilati kepala penisku.
Aku semakin melayang..
“Ouhhh…. “ aku melenguh nikmat. Cukup lama lidah dan bibirnya bermain di kepala penisku membuat aku melayang-layang nikmat, kemudian mulutnya semakin terbuka lebar untuk memasukkan penis tegangku ke dalam mulutnya sambil lidahnya terus-menerus menjilati kepala penisku.
Mataku semakin terbeliak-beliak menahan nikmat “Ouh…ouh… aduhh….aduh… “ erangan nikmatku keluar tanpa dapat kucegah.
Dia begitu gemas dengan penis tegangku, bagaikan seorang wanita yang sudah bertahun-tahun tidak bertemu dengan penis yang tegang.
Tanpa memperdulikan diriku yang terengah-engah menahan nikmat, mulut dan lidahnya terus menerus memberikan kenikmatan pada diriku. Aku tak tahan, kugeserkan kepalaku mendekati lututnya yang sedang menungging.
Aku posisikan kepalaku di antara kedua lututnya yang terbuka, sehingga posisi kami menjadi posisi 69. Aku mulai menjilati jembut hitam yang menutupi memek yang ada di hadapanku.
Kedua tanganku membelai pantat montok, sementara lidahku terus mencari celah memek yang tertutup jembut yang lebat, kusibakkan jembut lebat tersebut, terlihatlah memek yang sudah sangat basah, lidahku terjulur menjilati celah memek tersebut, badannya tergetar setiap kali lidahku menyentuh kelentitnya.
Aku semakin semangat menjilati dan menghisap memeknya, dia semakin sering bergetar dan mengerang nikmat, sehingga mulutnya berhenti mempermainkan penisku.
Aku tak peduli, lidah dan mulutku semakin lincah bermain di memeknya, badannya semakin bergetar dan menekan-nekankan memeknya dengan keras ke arah mulut dan hidungku sambil menjerit-jerit nikmat. “Masssss, nggak kuat, Masss... syyyuhhhh... ppyyhhhh... rrrrhhh...."
Gerakannya semakin keras dan jeritannya semakin tak terkendali, hingga akhirnya pantatnya dia tekankan dengan keras ke arah mukaku hingga mulut dan hidungku tertekan vagina dengan sangat rapat sehingga aku sulit bernapas dan terdengar dia menjerit keras, “Aaaakkkhhhh....” kemudian terlihat olehku memeknya mengempot-ngempot dengan sangat keras.
Tak lama kemudian badannya ambruk menindih tubuhku.
Bu Sarini
WAKTU itu masih pagi-pagi sekali aku sudah berada di halte bus. Di situ sudah duduk seorang wanita paruh baya yang sama-sama menunggu bus.
Tidak lama menunggu, wanita paruh baya tersebut mengeluarkan hape dari tas yang dibawanya. Hape model lama itu ditempelkan ke kupingnya, tapi sebentar kemudian ia menurunkan hape dari kupingnya sambil ngedumel, “Waduh, penting begini pulsa habis lagi...”
“Ini Bu, pakai saja hape saya,” kataku menawari hapeku padanya.
Si Ibu mau menerima tawaranku. Rupanya ia mau menelepon majikannya. Majikannya memintanya buru-buru datang. Karena ia punya tujuan yang sama denganku, aku pun mengambil inisiatif naik taksi agar cepat sampai.
Di dalam taksi sekilas aku meliriknya. Hmm, si Ibu ini montok juga, pikirku. Kemudian ia menyebutkan namanya, Sarini, dan aku juga diberi nomor hapenya.
Malamnya aku mencoba menghubungi nomor telepon Bu Sarini dari tempat kostku. Ia tidak membohongiku. Kemudian aku janjian dengan Bu Sarini untuk ketemuan pada hari Minggu, sebab setiap hari Minggu ia dikasih kebebasan oleh majikannya.
Pada hari Minggu, aku ketemuan sama Bu Sarini di sebuah terminal dekat rumah majikannya. Saat itu sebenarnya otakku sudah mulai kotor. Aku berpikir keras bagaimana caranya bisa meniduri wanita baya yang montok ini.
Mula-mula aku menraktirnya makan. Tawaranku tidak ditolak. Setelah selesai makan, kemudian aku menawarinya main ke tempat kostku. Tempat kosku suasananya individual dan bebas, karena yang punya kost tidak tinggal di situ.
“Bagaimana kalau dilihat sama tetangga Mas nanti? Nggak, ahh...!” tolaknya.
“Kalau ketemu tetangga, nanti saya bilang, Ibu adalah tante saya,” kataku.
Akhirnya mau juga Bu Sarini kuajak ke tempat kostku. Dalam hati aku bersorak.
Sesampai di tempat kostku, aku mengajak Bu Sarini ngobrol-ngobrol ringan dulu.
Rupanya Bu Sarini ditinggal suaminya sudah 5 tahun. Anaknya 2 orang dan Bu Sarini sudah punya 3 orang cucu dari kedua anaknya.
“Mas, jangan tutup pintu. Nanti kita dikira macam-macam lagi,” kata Bu Sarini kemudian.
“Kalau macam-macamnya sama ibu-ibu bahenol kayak Ibu gini, siapa yang nggak suka?” aku mulai melancarkan rayuan mautku.
“Sudah nenek-nenek, bahenol apanya, Mas? Mas ini...”
Bu Sarini berkata begitu justru membuat aku makin gelap mata. Kudekati Bu Sarini, lalu kupegang pundaknya.
“Jangan, Mas. Nanti diliat orang,” Bu Sarini sedikit beringsut dari tempat duduknya menghindariku.
“Ibu tenang saja. Di sini paling aman,” kataku makin nekat saja menempel tubuh ke tubuh Bu Sarini dengan napas memburu karena dilanda nafsu. “Saya nggak kuat, Bu...”
“Jangan, Mas. Ibu sudah nenek-nenek, sudah nggak cocok buat Mas. Ibu kasihan sama itunya Mas...”
“Cocok saja, Bu. Saya lebih suka sama nenek-nenek daripada gadis-gadis. Nenek-nenek lebih pengalaman,” jawabku menempelkan selangkanganku ke lengan Bu Sarini.
“Senjataku” benar-benar ereksi. Di mataku Bu Sarini nampak makin sexy saja padahal Bu Sarini pantasnya jadi ibuku.
“Mas, Ibu masih takut sakit,” ujar Bu Sarini kemudian.
“Saya akan pelan-pelan, Bu.”
“Maksud Ibu... Ibu pernah diperkosa Mas, sama majikan Ibu...”
“Apa...? Ibu diperkosa...? Sama majikan yang ini...?” tanyaku langsung geram.
“Ngg... ngg... buu... bukan, Mas. Majikan yang pertama kali Ibu kerja, 2 tahun yang lalu. Itunya Ibu sampai lecet berdarah. Soalnya itunya besar, dipaksakan masuk, sementara Ibu sudah tua, itunya Ibu sudah kering...”
“Oohh... Ibu...” kataku sedih memeluk Bu Sarini.
Pas Bu Sarini mau kucium tiba-tiba terdengar suara pagar dibuka. Bu Sarini kaget dan lari ke arah kamar mandi.
“Ssssttt...” kukasih isyarat pada Bu Sarini untuk diam.
Pelan-pelan kuintip dari gorden. Rupanya tetangga kamar kostku sedang membawa masuk seorang tante-tante gembrot yang juga sudah agak tua.
“Ooh, ternyata yang suka wanita tua bukan aku aja,” pikirku.
Aku yakin temanku pasti mau “begituan” juga sama tante-tante itu. Bu Sarini kukasih kode untuk mendekat ke jendela.
“Tuuh liat, Bu. Temanku aja suka sama tante-tante.”
“Tapi, Mas...” belum lagi Bu Sarini selesai bicara kudorong tubuhnya ke tempat tidur lalu kugumuli dia.
Tapi aku masih harus tetap berhati-hati agar dia tidak menghentikan usahaku ini.
Baringnya sudah mulai gelisah, pinggulnya sudah bergoyang-goyang dan dari mulutnya sudah mulai memperdengarkan erangan-erangan terangsang.
Kuhentikan gerakanku, matanya terbuka memandangku sayu, terlihat bahwa dia sudah sangat terangsang. Kuberanikan diri wajahku mendekati wajahnya, dia memejamkan matanya kembali dengan mulut yang terbuka menantang, langsung bibirku menciumi bibirnya.
Dia tidak marah, bahkan menyambut ciumanku dengan hangat dan sangat bergairah. Kami berciuman dengan sangat bergairah.
Kedua tangannya meraih kepalaku dan mencium bibirku dengan sangat panas, bibirnya menghisap-hisap bibirku dan lidahnya menari-nari dengan lidahku seperti seorang wanita yang sudah sangat lama tidak bermesraan, tentu saja aku semakin melayang nikmat dan bersemangat.
Tanganku mulai meremas-remas buah dadanya yang montok, dia diam saja bahkan semakin bergairah dan mengerang nikmat. Tanganku mulai mencopoti kancing bajunya satu-persatu dan menyusupkan tangan kananku ke dadanya yang sudah terbuka, kemudian menarik cup BH-nya ke atas, sehingga kedua buah dadanya terbuka bebas.
Buah dadanya sudah melorot dan melebar, tapi berisi.
Tanganku langsung meremas buah dadanya yang kiri dan kanan.
Dia semakin terlena, napasnya semakin memburu dan mulutnya semakin sering mengguman sesuatu yang tidak jelas. Sedangkan tanganku semakin aktif meremas-remas buah dadanya, sedangkan buah dadanya yang tidak kuremas kuciumi, bahkan kuhisap putingnya.
Aku begitu bernafsu mengisap puting buah dadanya walaupun dia sudah berumur. Dia semakin mengerang nikmat, “Massssssss... akkkhh... ennaggghhhh... Mmaassssshhhhhh..."
Tubuhnya bergelinjang-gelinjang menahan nikmat yang menderanya.
Setelah cukup lama bermain-main di buah dadanya, kedua tanganku berusaha melepaskan pengait celana panjang yang masih dikenakannya dan menariknya hingga lepas sekaligus dengan celana dalam yang dia kenakan, dia hanya diam saja dengan tatapan mata yang semakin sayu, kembali mataku nanar melihat pemandangan merangsang yang ada di hadapanku.
Perutnya berlipat lemak agak buncit khas wanita baya dan yang paling luar biasa adalah jembut yang menutup memeknya demikian lebatnya dan hitam.
Kini kulepaskan semua pakaianku. Bu Sarini terpana memandang penisku yang tegak menjulang, tangannya mendorong tubuhku hingga aku telentang, kemudian dengan gemetar tangannya meraih penisku dan mengocoknya dengan gemas, aku melayang nikmat merasakan kocokan tangannya pada penisku, kemudian bibirnya dengan lembut menciumi penisku dan lidahnya menjilati kepala penisku.
Aku semakin melayang..
“Ouhhh…. “ aku melenguh nikmat. Cukup lama lidah dan bibirnya bermain di kepala penisku membuat aku melayang-layang nikmat, kemudian mulutnya semakin terbuka lebar untuk memasukkan penis tegangku ke dalam mulutnya sambil lidahnya terus-menerus menjilati kepala penisku.
Mataku semakin terbeliak-beliak menahan nikmat “Ouh…ouh… aduhh….aduh… “ erangan nikmatku keluar tanpa dapat kucegah.
Dia begitu gemas dengan penis tegangku, bagaikan seorang wanita yang sudah bertahun-tahun tidak bertemu dengan penis yang tegang.
Tanpa memperdulikan diriku yang terengah-engah menahan nikmat, mulut dan lidahnya terus menerus memberikan kenikmatan pada diriku. Aku tak tahan, kugeserkan kepalaku mendekati lututnya yang sedang menungging.
Aku posisikan kepalaku di antara kedua lututnya yang terbuka, sehingga posisi kami menjadi posisi 69. Aku mulai menjilati jembut hitam yang menutupi memek yang ada di hadapanku.
Kedua tanganku membelai pantat montok, sementara lidahku terus mencari celah memek yang tertutup jembut yang lebat, kusibakkan jembut lebat tersebut, terlihatlah memek yang sudah sangat basah, lidahku terjulur menjilati celah memek tersebut, badannya tergetar setiap kali lidahku menyentuh kelentitnya.
Aku semakin semangat menjilati dan menghisap memeknya, dia semakin sering bergetar dan mengerang nikmat, sehingga mulutnya berhenti mempermainkan penisku.
Aku tak peduli, lidah dan mulutku semakin lincah bermain di memeknya, badannya semakin bergetar dan menekan-nekankan memeknya dengan keras ke arah mulut dan hidungku sambil menjerit-jerit nikmat. “Masssss, nggak kuat, Masss... syyyuhhhh... ppyyhhhh... rrrrhhh...."
Gerakannya semakin keras dan jeritannya semakin tak terkendali, hingga akhirnya pantatnya dia tekankan dengan keras ke arah mukaku hingga mulut dan hidungku tertekan vagina dengan sangat rapat sehingga aku sulit bernapas dan terdengar dia menjerit keras, “Aaaakkkhhhh....” kemudian terlihat olehku memeknya mengempot-ngempot dengan sangat keras.
Tak lama kemudian badannya ambruk menindih tubuhku.