Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Bidadari Surga

Status
Please reply by conversation.

Beuqi90

Senpai Semprot
Daftar
27 Jan 2018
Post
892
Like diterima
324
Bimabet
Sebuah karya sederhana.
Bidadari Surga



indeks
:
Chapter 1 di bawah
chapter 2 halaman 3
 
Terakhir diubah:
Nyimak dulu sambil isi pertamax.
Semoga sampai tamat :semangat:
 
Terakhir diubah:
Chapter 1 : PARA BIDADARI SURGA


Aisyah adalah gadis berusia 18 tahun dari Jawa Barat yang terkenal sebagai penghasil beras. Ayahnya petani yang mempunyai puluhan hektar sawah dan ribuan ekor itik yang menghasilkan ribuan ekor setiap harinya, sehingga dianggap sebagai orang terkaya di daerahnya. Sebagai anak orang terkaya, kehidupan Aisyah bergelimang kemewahan, dia dimanjakan oleh ke dua orang tuanya. Terlebih, Aisyah satu satunya anak perempuan diantara dua orang kakak prianya. Ya, dia anak bungsu dari tiga bersaudara.

"Gadis yang beruntung,dia memiliki semuanya. Wajah yang cantik, materi yang berlimpah dari orang tuanya." Itu yang selalu dikatakan orang setiap kali melihat Aisyah, menatapnya kagum tanpa berani berkedip. Satu kali kedipan, hanya akan membuang anugerah yang tersaji di hadapannya.

"Siapa pria yang paling beruntung menjadi suaminya? Andai aku masih muda, aku rela bertapa untuk mendapatkan cintanya." Gumam pria yang wajahnya sudah keriput dan rambutnya sudah berwarna putih, namu nafsu birahinya dengan cepat bangkit melihat Aisyah yang tersenyum ke arahnya, jantungnya serasa berhenti dan dia bersyukur saat tangannya meraba dada dan merasakan detak jantungnya yang semakin cepat.

Kembali ke Aisyah, gadis yang selalu menjadi bahan obrolan pria maupun wanita, tua maupun muda dengan perasaan iri pada nasibnya.

Dari semua karunia yang dimiliki Aisyah, ada satu hal yang membuatnya merasa tidak nyaman dan merasa terganggu dengan ukuran payudaranya yang melebihi ukuran payudara gadis gadis lain. Aisyah merasa, payudaranya adalah aib yang membuatnya merasa malu dan berusaha sekuat tenaga menyembunyikannya di balik baju syar'i yang lebar, itulah salah satu alasan kenapa Aisyah selalu memakai baju syar'i, baju itu mampu menutupi payudaranya yang jumbo. Aisyah sudah memakai baju syar'i sejak kelas 5 SD sejak payudaranya tumbuh dengan pesat, sementara teman teman gadisnya masih belum mengenal BH apa lagi memakainya. Dan baju syar'i yang dipakainya, mampu menyembunyikan payudara dan BH yang dipakainya, tapi itu hanya sebentar. Ukuran payudaranya tumbuh lebih cepat dari yang diduganya, sehingga teman temannya tahu Aisyah memakai BH.

"Aisyah, kamu sudah pakai BH?" Tanya Nyai sahabatnya, takjub. Dadanya masih rata, sehingga dia belum membutuhkan BH.

"Iya, susu kamu sudah gede ya?" Timpal Tina, dia baru menyadari ukuran payudara Aisyah yang sudah sebesar buah apel, dia meraba dadanya yang masih rata.

Mendengar perkataan kagum dari kedua sahabatnya, Aisyah merasa malu. Tanpa bicara dia berlari meninggalkan Nyai dan Tina, dia merasa terhina. Aisyah tidak peduli dengan panggilan kedua sahabatnya itu, larinya semakin cepat dan semakin cepat.

"Mak, kenapa atuh susu Ais gede gede amat. Ais malu.!" pertanyaa UIn yang diucapkan saat tiba di rumah dengan nafas yang masih tersengal sengal sehabis berlari cukup jauh, meninggalkan kedua sahabatnya yang ketakutan karena sudah melukai hatinya.

"Kok dateng dateng kamu nanya, seperti ini?" Jawab Hajjah Jamilah, dia segera menuntun Aisyah masuk ke dalam kamar, ini percakapan antara wanita. Jangan sampai terdengar oleh kaum pria, di kamar mereka bisa bebas bicara.

"Ari Ais, banyak perempuan yang pengen punya susu gede, kamu kok malah malu..?" tanya Hajjah Jamilah berusaha menahan tawanya, dadanya membusung seakan ingin memamerkan tonjolan payudaranya yang membusung besar, jauh lebih besar dari milik Aisyah yang baru mulai tumbuh, namun suatu saat payudara Aisyah mungkin akan sebesar miliknya. Ukuran payudara Hajjah Jamilah memang besar, sebesar buah pepaya yang menggantung di pohonnya. Bahkan Aisyah sering mendengar para ibu ibu membicarakan payudara Ibunya itu dengan perasaan iri.

Setiap kali mendengar orang membicarakan payudara ibunya, Aisyah menjadi semakin tertekan dan sadar suatu saat payudaranya akan sebesar payudara ibunya. Hatinya bergidik ngeri, orang orang akan bergunjing tentang payudaranya seperti mereka bergunjing tentang payudara ibunya. Dan, kekhawatirannya kini terbukti, payudaranya tumbuh dengan pesat dan mencapai batas maksimalnya saat usianya 17 tahun, sejak itu payudaranya tidak bertambah besar, tetap dengan ukuran BH berbagai cup D sama seperti yang dipakai ibunya.

Aisyah terpaku di depan cermin besar di kamarnya tanpa memakai pakaian kecuali cd, matanya menatap payudaranya yang terbuka bebas tanpa BH. Besar, seperti buah melon yang mengundang selera. Aisyah tidak sadar, ibunya masuk tanpa mengetuk pintu kamar yang tidak dikunci.

"Kamu lihatin terus, susu kamu nggak akan semakin besar maupun mengecil." Goda ibunya mengagetkan Aisyah, dia tersipu malu.

"Ais, malu sama temen temen. Susu Ais segede ini, nggak ada yang susunya segede Ais." Jawab Aisyah merajuk karena ibunya hanya tersenyum menahan tawa. Mestinya dia tahu bahwa dirinya benar benar tersiksa dengan ukuran payudaranya, bayangkan, Aisyah harus memakai BH dengan Cup D sementara teman temannya memakai BH dengan Cup A dan paling besar hanya ber Cup B, tapi nanti dulu, Nyai memakai BH Cup C. Setidaknya ada salah satu temannya yang mempunyai payudara hampir sebesar payudaranya.

"Susu emak juga segede punya kamu, justru ini yang bikin bapak kamu betah di rumah dan nggak berpaling ke wanita lain.." kata Hajjah Jamilah, selalu itu yang diucapkannya sambil membuka bajunya memperlihatkan ukuran payudaranya yang besar dan menggelantung seperti buah pepaya. Mungkin karena usianya yang menginjak kepala 4 membuat payudaranya menggantung seperti buah pepaya, tapi harus di akui bentuknya yang sudah menggantung tidak mengurangi keindahannya bahkan terlihat sangat indah. Kulitnya yang kuning Langsat begitu halus sehingga urat uratnya yang berwarna biru terlihat jelas, serasi dengan putingnya yang berwarna coklat muda.

"Beda, mak! Emak sudah bersuami, Ais masih gadis jadi Ais nggak tahu apa nanti suami Ais akan suka dengan susu Ais atau malah sebaliknya." Jawab Aisyah jengkel, ibunya selalu membandingkan dengan keadaannya. Payudaranya mungkin anugrah buatnya karena Haji Juanda ayahnya sangat suka dengan wanita berpayudara besar seperti milik ibunya.

Bibir Aisyah semakin cemberut saat ibunya tertawa pelan, berusaha menahan tawanya agar tidak terdengar keluar kamar dan memancing orang lain datang.

"Ais, pria yang akan menjadi suamimu pasti akan senang dengan ukuran payudaramu. Tidak ada pria yang tidak suka dengan payudara jumbo seperti milik kita, bahkan dengan payudara jumbo milik kita, anak yang kita lahirkan tidak akan kelaparan karena payudara kita menghasilkan ASI lebih banyak dari wanita kebanyakan, suatu saat kamu akan bersyukur dan bangga dengan payudaramu." Kata Hajjah Jamilah, tiba tiba dia meremas payudara Aisyah dengan perasaan bahagia, anak gadis semata wayangnya mewarisi gen miliknya.

"Emak, apa apaan sih..!" Protes Aisyah tanpa berusaha menyingkirkan tangan Hajjah Jamilah dari payudaranya, entah kenapa dia merasakan sensasi aneh saat payudaranya diremas seperti ini. Dan sensasi itu semakin hebat, saat Hajjah Jamilah menggelitik puting payudaranya, sekujur tubuhnya merinding merasakan sensasi aneh yang baru sekarang dirasakannya.

"Biar kamu tahu, enaknya punya susu gede seperti ini." Jawab Hajjah Jamilah menggoda, dia tahu apa yang dirasakan Aisyah. Pasti sama dengan yang dirasakannya saat payudaranya diremas karena payudaranya adalah daerah sensitif saat tersentuh.

"Emakkkkk...!" Aisyah memejamkan mata, menikmati sensasi yang baru pertama di rasakan. Sensasi yang mengalir ke seluruh tubuhnya.

"Gini enaknya kalau punya susu gede, Ais. Suami kamu akan senang mainin susu kamu dan kamu akan keenakan apa lagi kalau putingnya dikenyot suamimu nanti." Kata Hajjah Jamilah, entah kenapa dia terangsang melihat wajah Aisyah yang bersemu merah, dia semakin tergoda untuk menstimulasi birahi Aisyah, jari jarinya yang lentik menyentuh puting payudara Aisyah membuat Aisyah semakin blingsatan oleh sensasi nikmat yang aneh.

Hajjah Jamilah tersentak, kenapa dia ikut terangsang. Ini tidak boleh, dia wanita normal. Gila kalau dia terangsang oleh tubuh anak gadisnya sendiri. Hajjah Jamilah melepaskan tangannya dari payudara Aisyah. Tubuhnya bergidik ngeri membayangkan orientasi seksnya yang tidak normal. Sebagai seorang ibu, dia tidak boleh mengajari anaknya perilaku seks yang menyimpang, seks yang dilakukan kaum Nabi Luth.

Aisyah tersadar dari sensasi yang dirasakannya tadi. Aisyah menatap ibunya dengan perasaan kecewa. Bibirnya agak cemberut, kenapa ibunya menghentikan aksinya di saat dia mulai menikmatinya. Menikmati sensasi yang baru pertama dirasakannya, sensasi asing yang membuat sekujur tubuhnya merinding, setiap bulu halus di tubuhnya bangkit.

"Hahaha, kenapa kamu melihat emak seperti itu?" Goda Hajjah Jamilah,dia berusaha mengalihkan rasa bersalahnya dengan menggoda Aisyah.

"Nggak apa apa, Mak. " Jawab Aisyah tersipu malu, dia tidak berani mengakui apa yang tadi di rasakannya. Aisyah kecewa karena ibunya menghentikan aksinya, sedangkan dia mulai menikmatinya.

"Sudah, mandi sana. Sebentar lagi Nyai dan Tina jemput kamu ngaji." Kata Ibu, meninggalkan aisyah di dalam kamar dengan perasaan menyesal karena sudah mengajari Aisyah sesuatu yang tidak pantas sehingga dia lupa menutup pintu kamar.

Aisyah terpaku, dia masih terlena oleh perasaan nikmat yang asing, sehingga dia tidak sadar pintu kamarnya terbuka sehingga orang bisa melihatnya sedang telanjang dan satu satunya yang dipakai hanyalah CD. Aisyah menarik nafas panjang, berusaha mengusir perasaan aneh yang tadi dirasakannya.

Aisyah kembali menatap bayangan tubuhnya di cermin dan semakin ke sini dia semakin sadar, dia melihat bayangan ibunya di masa muda. Kulitnya yang kuning langsat, wajahnya yang oval, rambutnya yang panjang bergelombang dan payudaranya adalah duplikat dari ibunya. Satu satunya yang membedakan mereka adalah usia dan status mereka sebagai ibu dan anak. Aisyah sadar, dia adalah kloning ibunya dan itu adalah anugerah, dia tidak bisa mengingkarinya.

Salah satu anugerah yang membuat Aisyah merasa tidak nyaman adalah ukuran payudaranya. Aisyah merasa tidak nyaman saat sedang beraktivitas, terlebih saat berpergian ke mana saja, baik naik motor maupun naik angkot. Saat mobil atau motor yang dinaikinya berguncang maka payudaranya akan ikut berguncang dengan keras, rasanya sangatlah tidak nyaman. Punggungnya ikut tertarik dan BH yang dikenakannya ikut membuatnya semakin tidak nyaman. Benar benar serba salah. Belum lagi pandangan laki laki yang tidak berkedip melihat payudaranya yang berguncang keras karena baju syar'i yang dikenakannya tidak bisa menutupi tonjolan payudaranya dengan sempurna. Pandangan mereka tidak berkedip, seakan akan ingin memangsa payudaranya hingga tidak ada yang tersisa.

Penderitaan Aisyah akan semakin bertambah saat pelajaran olah raga, mau tidak mau Aisyah harus memakai kaos ketat yang terasa sesak karena ukuran payudaranya membuat kaos yang di kenakan semakin kekecilan. Kalau sudah begitu, kembali payudaranya yang terguncang menjadi tontonan gratis teman temannya baik pria maupun wanita. Bahkan guru olah raga selalu mencari cari kesempatan untuk berdekatan dengannya agar bisa lebih jelas melihat guncangan payudara Aisyah, dia selalu mencari cara agar bisa menyentuh payudara Aisyah tanpa di sadari oleh Aisyah.

"Ais..!" Seru Imron kakak kedua Aisyah yang tiba tiba masuk kamar dan melihat Aisyah bertelanjang dada, reflek Aisyah berusaha menutup payudaranya dengan kedua tangannya dari pandangan penuh nafsu Imron.

"Kellllluarrr...!" Teriak Aisyah panik, tubuhnya gemetar menahan malu. Tubuhnya yang selama ini tersembunyi, membuat mata liar Imron tidak berkedip.

"Kamu, kenapa nggak nutup pintu? Tuh, tetek kamu, kelihatan." Kata Imron, tanpa merasa bersalah dia menunjuk payudara Aisyah yang tidak tertutup sempurna. Matanya menatap takjub keindahan payudara adiknya, begitu menggiurkan. Hasrat lelakinya bergejolak hebat, ingin menjamah keindahan yang belum terjamah.

Aisyah semakin panik melihat Imron tidak beranjak dari tempatnya berdiri, matanya liar menatap sekujur tubuh indahnya lalu berhenti pada gundukan payudaranya yang tidak tertutup sempurna. Aisyah ingin berteriak memanggil ibunya, tapi kerongkongannya menjadi kering dan sulit untuk digerakkan. Suaranya seperti hilang.

"Ada apa, Ais?" Tanya Hajjah Jamilah yang sempat mendengar teriakan Aisyah, dia masuk dan melihat Imron yang berdiri mematung melihat pemandangan yang membuat birahinya naik.

"Imron..!" Seru Hajjah Jamilah terkejut, matanya menatap marah.

"Nggak sengaja, Mak..!" Seru Imron, dia segara mengambil langkah seribu sebelum ibunya marah dan menjewer kupingnya. Hukum yang selalu diterima saat dia berbuat yang tidak pantas, walau Imron merasa hukuman yang diterimanya sudah tidak pantas. Dia bukan lagi anak kecil, usianya sudah 23 tahun.

***********

Ustadzah Habibah guru ngaji di pesantren milik ayahnya Kyai Hasan, usianya baru 25 tahun dan masih berstatus gadis. Untuk ukuran desa, dia dianggap sudah menyandang status perawan tua. Wajahnya yang cantik membuat banyak pria jatuh hati dan memberanikan diri melamarnya, tapi semua pria yang datang melamar ditolak dengan alasan masih ingin belajar. Sebuah alasan yang terlalu mengada ada, dia sudah menghabiskan waktunya menempuh pendidikan di beberapa pondok pesantren yang berada di Jawa Barat dan Jawa Tengah.

"Bibah, sampai kapan kamu akan menolak lamaran para pria yang datang?" Tanya Kyai Hasan lembut, menatap wajah Ustadzah Habibah yang menunduk tidak berani menatap wajahnya. Ada perasaan nyeri yang menusuk-nusuk hatinya setiap kali memandang wajah anak gadis kesayangannya ini, perasaan nyeri yang tidak dipahaminya. Sebagai seorang ulama yang sudah mencapai Maqom tertinggi, Kyai Hasan bisa mengendalikan hatinya. Semua akan kembali kepada kehendak Sang Maha Kuasa, manusia hanya bisa berusaha.

"Belum ada yang cocok, Abah. Bibah masih ingin memperdalam ilmu agama sampai dasarnya." Jawab ustadzah Habibah pelan, dia tahu Kyai Hasan ayahnya tidak mungkin bisa dibohongi. Itu sebabnya, Ustadzah Habibah tidak berani menatap wajah ayahnya, itu sama saja menelanjangi dirinya. Menatap wajah ayahnya akan membuatnya menceritakan semua yang dialaminya, sama seperti yang selalu dilakukannya saat dirinya masih anak anak hingga remaja. Tak ada rahasia yang berhasil disembunyikannya setiap kali memandang wajah ayahnya, wajah yang membuatnya merasa nyaman.

"Selalu itu alasanmu, Bibah. Entah apa yang kamu rahasiakan dari Abah, kalau alasannya hanya ingin memperdalam ilmu agama sampai dasarnya, itu sombong karena sampai sekarang Abah tidak bisa mencapai dasar ilmu agama. Semoga kamu tidak menyembunyikan sesuatu yang buruk, hanya itu harapan Abah." Kata Kyai Hasan lembut, dia tidak mau anaknya membuka aib dirinya sendiri. Sebagai ulama yang kadar keimanannya sudah tinggi, dia bisa merasakan sesuatu yang janggal dari anaknya. Biarlah itu tetap menjadi rahasia, semoga Allah SWT akan melindungi anaknya dari aib, hanya itu yang bisa dilakukan Kyai Hasan. Dia merasa dirinya lemah dan tidak bisa melakukan apa apa selain menyerahkan semua urusannya kepada Allah, keyakinan yang sudah mencapai puncaknya.

"Iya Abah, insya Allah Bibah tidak menyembunyikan sesuatu yang buruk di hadapan Abah." Jawab ustadzah Habibah pelan, berusaha menyembunyikan getaran suaranya karena merasa bersalah sudah membohongi ayah yang dicintainya. Dia ingat, dulu dada bidang ayahnya adalah tempat menumpahkan air matanya saat menangis. Tempat dia mencari perlindungan saat dirinya gelisah.

Setelah berpamitan, ustadzah Habibah meninggalkan Kyai Hasan yang memandangnya penuh cinta, bibir tuanya bergerak mendoakan anak gadis satu satunya. Doa yang tidak terdengar oleh Ustadzah Habibah yang telah masuk kamarnya, tempatnya menyimpan semua rahasia kelam. Andaikan Kyai Hasan tahu, tentu dia akan terkena serangan jantung. Habibah tidak ingin itu terjadi, dia sangat mencintai ayahnya.

Ustadzah Habibah berdiri mematung melihat ke luar dari jendela yang terbuka, melihat sawah yang terhampar luas sejauh mata memandang, sepoi angin masuk membelai wajahnya yang cantik. Kecantikan yang seharusnya disyukuri sebagai karunia yang tidak dimiliki oleh sebagian besar wanita, namun kecantikan yang dimilikinya telah melemparkannya ke jurang nista yang membuatnya menolak setiap pria yang datang melamarnya. Tanpa disadarinya, air mata membasahi pipinya yang halus, menyesali semua kejadian yang sudah merampas masa depannya.

Ustadzah Habibah menarik nafas panjang, berusaha menenangkan hatinya yang terguncang oleh masa lalunya yang kelam. Diusapnya air mata di pipinya, tidak ada gunanya menangis menyesali masa lalu. Sekarang di hadapannya, terhampar Medan perjuangan mulia yang akan membawanya mendapatkan kunci kunci pintu surga, yang akan menghapus semua dosa yang diperbuatnya, mengangkatnya dari lembah nista. Dia tidak boleh menyesali apa lagi menyalahkan Tuhan atas semua aib yang mencoreng tubuhnya, justru karena kejadian itu dia menemukan jalan jihad, jalan yang akan memuliakan hidupnya, sebuah jalan perjuangan yang agung. Ini jalan yang indah, jalan yang akan membawa kejayaan Islam. Ustadzah Habibah tersenyum, keraguannya hilang dalam sekejap. Hatinya bersyukur bahagia, kebahagiaan yang selama ini dicari, apakah benar dia sudah menemukan kebahagiaan yang dicarinya?

Tidak, dia tidak boleh ragu, Ustadzah Habibah berbalik mengambil HP yang tergeletak di meja, ada sebuah pesan WA yang belum dibacanya. Sekarang hatinya sudah tenang dan keraguannya sudah hilang, dibacanya WA dari seseorang yang selalu memanggilnya, Bidadari Surga. Ya, dia memang Bidadari Surga, atau setidaknya calon Bidadari Surga yang dijanjikan untuk para syuhada yang sudah berjihad di jalan Allah.

"Bagaimana Bidadari Surga ku, apakah kamu sudah berhasil mendapatkan calon Bidadari Surga lainnya?" Sebuah pesan singkat yang membuat ustadzah Habibah cemburu, ada calon Bidadari Surga lain yang akan menjadi saingannya. Ustadzah Habibah menarik nafas panjang, dia tidak boleh cemburu, ini jalannya untuk menjadi pemimpin para Bidadari Surga. Dia harus bersyukur mendapatkan kedudukan yang lebih mulia, ustadzah Habibah tersenyum bahagia.

"Masih dalam proses, syuhadaku." Balas ustadzah Habibah dengan cepat dan tanpa keraguan sedikitpun, keraguannya sudah lenyap.

"Boleh aku lihat, photo para calon Bidadari Surga?" Tanya orang yang dipanggilnya syuhada.

Ustadzah Habibah segera mengirim photo tiga orang santriwati tercantiknya, tiga orang calon Bidadari yang akan membuat para calon syuhada akan bertekuk lutut melihat kecantikan tiga orang calon Bidadari yang dikatakan.


Tak ada balasan lagi setelah ustadzah Habibah menunggu sekian lama, itu artinya para calon Bidadari Surga sudah disetujui oleh Sang Syuhada. Ustadzah Habibah menarik nafas lega, sekarang dia harus memikirkan cara merekat para calon Bidadari Surga yang dijanjikannya. Ini perjuangan yang mulia, seberat apapun akan dijalaninya dengan ikhlas dengan penuh semangat.

Ustadzah Habibah melihat jam dinding, sebentar lagi para calon Bidadari Surga akan datang untuk mengaji. Sudah waktunya dia mulai menjalankan tugasnya merekrut tiga calon Bidadari Surga tersebut.

***********

"Ais,, Nyai dan Tina udah pada nyamper ngaji.!" kata Hajjah Jamilah masuk tanpa mengetuk pintu membuat Aisyah yang sedang asik berkaca kaget. Reflek tangannya menutup ke dua payudaranya yang belum terturup BH, dia masih trauma dengan kejadian tadi saat Imron memergokinya.

"Emak, kalau masuk ketuk pintu dulu.!" kata Aisyah jengkel setelah melihat yang masuk adalah ibunya, Aisyah menarik nafas lega. Untung bukan Imron yang masuk dan kembali melihatnya telanjang, Aisyah takut Imron tidak bisa menahan nafsu dan memperkosanya. Aisyah bergidik ngeri membayangkannya.

"Ais, kamu masih saja tidak kunci pintu, padahal emak sudah bilang supaya ngonci pintu kalau lagi telanjang. Coba kalau yang masuk A Imron seperti tadi? Emak nggak bisa bayangin kalau kamu sampai dperkosa..!" kata Hajjah Jamilah mengeleng gelengkan kepala dengan kelakuan anak bungsunya ini yang masih kekanakan, padahal usianya sudah 18 tahun bisa dikategorikan sudah dewasa.

"Ari Emak kalau ngomong suka sembarangan..!" kata Aisyah jengkel mendengar ucapan ibunya setelah kejadian tadi saat Imron memergokinya, dia selalu waspada waspada kejadian buruk menimpanya. Bisa saja hal itu terjadi seperti yang dikatakan ibunya, membayangkannya saja sudah membuat Aisyah ketakutan setengah mati. Perasannya dirampas paksa oleh kakak kandungnya sendiri. Beda kalau yang mendapat perawannya Ahmad, adik ustadzah Habibah yang diam diam dicintainya. Ich, kenapa dia berpikir mesum seperti ini? Wajahnya memerah, menunduk malu di hadapan ibunya.

"Kenapa wajahmu jadi merah ? Jangan jangan, kamu?" Hajjah Jamilah tidak meneruskan perkataannya, tidak mungkin Aisyah menginginkan berhubungan sex dengan Imron, itu namanya hubungan sedarah, hubungan tabu. Kenapa keluarganya jadi sebenarnya ini, apakah ini karma yang turun ke anak anaknya?

"Emak mikir apa, sih?" Tanya Aisyah, apa ibunya tahu apa yang sedang dipikirkannya saat ini? Selama ini ibunya selalu tahu atau selalu bisa menebak jalan pikirannya.

"Nggak apa apa, cepat paket baju sebelum Imron nyelonong masuk seperti tadi.!" Jawab Hajjah Jamilah, dia takut apa yang dikhawatirkannya terjadi. Biarlah hanya dia yang mengalaminya, jangan sampai anak gadis kesayangannya mengalami hal yang sama dengan yang dialaminya.

"BH Ais banyak yang kekecilan, sepertinya susu Ais semakin besar." Gumam Aisyah tidak menghiraukan perkataan ibunya, dia sengaja berlama lama memamerkan payudaranya agar ibunya kembali menggodanya seperti tadi, memberinya kenikmatan saat payudaranya diremas dan putingnya digelitik tangan ibunya yang halus.

"Bukan susu kamu yang ngegedein, tapi badan kamu yang semakin gemuk." Jawab Hajjah Jamilah tertawa kecil, berusaha menahan keinginannya meremas payudara jumbo Aisyah, jangan sampai kejadian tadi berulang.

"Emak, masa Ais dibilang makin gemuk?" Rajuk Aisyah cemberut, dilihatnya bayangan tubuhnya di cermin. Sepertinya tubuhnya masih tetap sama, hanya BH nya agak kekecilan.

"Emak nggak bilang kamu makin gemuk, cuma tambah gede. Sudah buruan, kasian Nyai dan Tina nungguin kamu." Jawab Hajjah Jamilah mengambil baju yang tergeletak di kasur, diberikannya ke Aisyah.

Aisyah tidak menjawab, dengan tergesa gesa dia memakai pakaian gamis syar'i berwarna krem yang serasi dengan kulitnya yang kuning langsat. Sekali lagi dia berkaca memastikan penampilannya sudah sempurna. Cantik, pikirnya memuji wajahnya sendiri. Baju syar'i yang dikenakannya menambah aura kecantikan yang dimilikinya dan satu satunya wanita yang bisa menyaingi kecantikannya mungkin hanya Nyai dan Ustadzah Habibah. Tapi dia memiliki yang tidak dimiliki oleh kedua wanita itu, payudara jumbonya. Ya, mungkin benar kata ibunya, payudara jumbonya adalah anugerah yang tidak dimiliki wanita lain.

Setelah merasa penampilannya sempurna, Aisyah berjalan mendahului ibunya ke teras, dilihatnya Nyai dan Tina berdiri menunggunya.

"Emak, Ais berangkat..!" Aisyah mencium tangan ibunya diikuti oleh Nyai dan Tina yang terlihat sangat menghormati Hajjah Jamilah. Ya Hajjah Jamilah terkenal dengan kedermawananya sehingga orang sangat menghormati beliau. Bahkan Hajjah Jamilah yang membiayai semua biaya sekolah Nyai dan Tina.

"Mangga Bu Haji, assalam mu'alakum." kata Nyai dan Tina hampir bersamaan.

Jarak dari rumah ke tempat ngaji tidak begitu jauh, kurang lebih satu kilo meter. Mungkin untuk ukuran kota jarak itu cukup jauh karena mereka tidak terbiasa jalan kaki, tapi untuk orang desa terhitung dekat. Hanya karena perbedaan kebiasaan sebuah jarak menjadi jauh atau dekat dan jarak satu kilometer bisa ditempuh dalam waktu lima belas menit mereka sudah sampai tempat mengaji dan mereka adalah orang terahir yang datang. Ustadzah Habibah sudah mulai mengajar. Suaranya yang lembut dan merdu mampu melunakkan hati siapa saja yang mendengarnya.

Ustazhah Habibah belum menikah, usianya hanya terpaut 7 tahun dengannya. Wajahnya cantik dan sudah dianggap perawan tua untuk ukuran desa. Resiko yang harus diterima Ustazhah Habibah yang memilih menjadi seorang guru ngaji dan bercita cita mendapatkan suami seorang Ustad lulusan pesantren seperti dirinya. Itu yang Aisyah dengar dari cerita orang orang. Para pria yang datang melamar, tidak ada satupun yang sesuai dengan kriterianya.

"Assalam mu'alaikum Ustazhah, maaf saya terlambat..!" kata Aisyah berbarengan dengan kedua sahabatnya, mereka berebutan mencium tangan Ustazhah Habibah.

Setelah mendapat ijin dari Ustazhah Habibah, Aisyah, Nyai dan Tina duduk di baris paling belakang karena datang telat. Sudah menjadi kebiasaan di sini, mereka tidak mempunyai tempat yang pasti, siapa yang datang paling dahulu akan duduk di barisan depan dan begitu seterusnya sehingga kita bisa tau siapa saja yang datang lebih dahulu maupun yang terlambat datang. Beginilah keseharian Aisyah, sore ba'da asyar mengaji lalu shalat Maghrib berjama'ah bersama Ustazhah Habibah, setelah itu mereka pulang kecuali para santriwati yang jauh rumahnya dan mondok di tempat ini.

Pulang, mungkin momen ini yang paling berat dirasakan oleh Aisyah, nyai dan Tina, mereka harus berjalan sejauh satu kilometer melewati jalan yang sepi dan kiri kanannya dipenuhi pohon pohon besar terlebih tempat yang paling menyeramkan adalah saat mereka harus melewati rumpun pohon bambu. Pohon bambu menurut kepercayaan warga desa didiami oleh kuntilanak dan berbagai macam makhluk halus yang setiap saat bisa menjelma di hadapan manusia yang lewat karena dianggap mengusik ketenangan mereka, membayangkannya saja sudah membuat orang ketakutan setengah mati.

Lalu untuk apa Aisyah, Nyai dan Tina membawa Al Qur'an? Sebenarnya tanpa membawa Al Qur'an pun di tempat mengaji sudah tersedia Al Qur'an dan berbagai macam kitab yang dipelajari, ternyata alasan mereka membawa Al Qur'an adalah agar tidak ada makhluk halus yang akan berani mengganggu mereka. Makhluk halus akan panas saat berdekatan dengan Al Qur'an, anggapan yang melecehkan kitab suci. Fungsi kitab suci untuk dipelajari dan diamalkan setiap ayat ayatnya dalam kehidupan nyata, bukan untuk menakut nakuti bangsa halus. Al Qur'an lebih mulia, dari sekedar pengusir makhluk halus

*************

"Assalam mu'alaiku Ustazhah..!" Kata para santriwati setelah mereka selesai shalat Maghrib, mereka berebutan mencium tangan Ustazhah agar bisa pulang secepatnya.

"Sabar sabar, satu satu jangan rebutan..!" kata Ustazhah Habibah setiap kali para santriwati berebutan mencium tangannya yang halus dan selalu kejadian itu terulang setiap harinya, itu menjadi kebiasaan buruk yang tidak bisa dihilangkan.

"Ais, Nyai dan Tina, kalian jangan pulang dulu, ada yang mau saya bicarakan dengan kalian." Kata ustadzah Habibah saat Aisyah akan mencium tangannya.

"Iya, ustadzah..!" Seru Aisyah berbarengan dengan Nyai dan Tina, entah apa yang akan dibicarakan ustadzah Habibah. Rasa penasaran itu harus ditahannya hingga semua santriwati pulang,

"Maaf, apa yang akan ustadzah bicarakan?" Tanya Aisyah, selalu jadi juru bicara mereka bertiga.

"Begini, aku punya sebuah pengajian yang dipimpin seorang ustadz yang ilmunya tidak perlu diragukan. Maukah kalian ikut dengan ku mengikuti pengajian, itu?" Tanya ustadzah Habibah pelan agar suaranya tidak terdengar oleh orang lain, apa kata orang kalau dia mengajak santriwati mengikuti pengajian di tempat lain, sementara di sini adalah pondok pesantren yang didatangi dan jadi rujukan dari berbagai daerah untuk mondok dan menuntut ilmu.

"Tolong, jangan bicara ke orang lain. Ini rahasia kita, ustadzah percaya, kalian bisa dipercaya." Ustadzah Habibah melanjutkan sebelum ke tiga gadis cantik tersebut menjawab pertanyaannya.

"Saya mau, Ustadzah." Jawab Aisyah tanpa berpikir panjang, dan diamini oleh Nyai dan Tina.

"Alhamdulillah, ustadzah senang mendengar kesanggupan kalian. Besok kita akan mulai, sekarang kalian boleh pulang." Kata ustadzah Habibah, sudah tidak ada lagi yang harus dibicarakan.

Aisyah, Nyai dan Tina segera berpamitan, sebelum suasana jalan yang akan mereka lalui semakin sepi. Al Qur'an yang mereka bawa, terpeluk erat di dada mereka dan akan menjaga mereka dari gangguan makhluk halus yang akan segera lari melihat Al Qur'an yang ada dalam dekapan mereka.

"Nyai, tahu nggak si Dharma kan pacaran sama Teh Lilis.!" kata Tina saat mereka semakin jauh meninggalkan pondok menceritakan kabar yang cukup mengejutkan buat Nyai karena diam diam dia naksir Dharma anak kepala desa yang terkenal ganteng dan mata keranjang.

"Bohong, maneh. Mana mungkin si Dharma pacaran sama Teh Lilis yang udah janda dan punya anak satu..!" kata Nyai tidak percaya dengan kabar yang disampaikan Tina.

"Bener Nyai, kemarin waktu aku pulang dari rumah Bisa Ecih, aku lihat Dharma ke rumahnya Teh Lilis, aku malah ngintip mereka lagi....!" jawab Aisyah tidak meneruskan kalimatnya, dia hanya menduga apa yang terjadi di dalam sana. Aisyah ingat, dia melihat Dharma mengendap endapan ke rumah Teh Lilis, rasa penasaran membuatnya mengintip Dharma masuk ke dalam rumah Teh Lilis. Gerak gerik Teh Lilis sangat mencurigakan saat akan menutup pintu, sehingga Aisyah menduga mereka akan berbuat yang tidak senonoh.

"Lagi apa..?" tanya Nyai dengan suara keras dibakar cemburu. Dia mulai mempercayai cerita yang disampaikan ke dua sahabatnya ini. Mana mungkin mereka berbohong, mereka sudah akrab sejak masih kecil.

"Nanti kita intip lagi biar kamu percaya. Itu sudah dekat." kata Nyai sambil menunjuk sebuah pohon Randu besar yang berada sekitar dua puluh meter di hadapan kami. Tidak jauh dari pohon randu ada sebuah jalan setapak yang akan membawa mereka ke rumah Teh Lilis tanpa melewati pohon bambu, jalan yang memutar kalau tujuan mereka pulang. Tapi, Aisyah berniat mengintip apa yang akan dilakukan Dharma dan Teh Lilis, rasa penasarannya sangat besar. Biarlah mereka pulang melewati jalan memutar, dengan jarak yang lebih jauh.

"Kalian beneran kalian liat Dharma pacaran sama Teh Lilis?" tanya Nyai mencengkeram pergelangan tangan Aisyah yang berjalan di sebelah kirinya, membuat kukunya yang runcing melukai kulit halus Aisyah.

"Aduhhh, sakittt..!" Aisyah menjerit kesakitan, reflek Nyai melepaskan tangannya dengan perasaan bersalah.

"Ma maaf, Ais..!" Seru Nyai, rasa cemburu membuatnya melukai tangan sahabatnya.

"Iya, kemaren aku dengar Dharma mau datang lagi ke rumah Teh Lilis, makanya kita ke sana buat ngintip mereka." kata Aisyah sambil memegang pergelangan tangannya yang sedikit terluka, dia tidak marah karena lukanya. Nyai tidak sengaja melakukannya, begitu sampai rumah dia bisa mengobati lukanya ini.

"Hayo, kita ngintip mereka..!" Seru Tina antusias, entah kenapa setiap kali mendengar kata ngintip jantungnya berdebar lebih kencang, gairahnya langsung naik memacu adrenalinnya.

"Iya, Iyya." Jawab Nyai pelan, dia harus melihat dengan mata kepalanya sendiri. Harus, biar semuanya menjadi jelas.

Akhirnya mereka sepakat untuk mengintip, mereka berjalan melewati beberapa rumah penduduk tanpa banyak bersuara. Suara gaduh hanya akan memancing kecurigaan penduduk kampung yang mungkin saja melihat mereka lewat dan bertanya macam macam.

Ahirnya mereka tiba di rumah Teh Lilis yang terletak agak ke dalam dari jalan raya utama, mereka jalan mengendap lewat belakang rumah yang dipenuhi pohon pohon mangga agar tidak ada yang mengetahui kehadiran mereka. Aisyah mengajak Tina dan Nyai ke arah jendela kamar yang berada di samping. Tempat yang rasanya tepat untuk mengintip, dan resiko diketahui orang sangat minim.

Sekarang bagaimana caranya mengintip, apa lewat lobang lobang dinding bilik. Tapi biliknya terlalu rapat, tidak ada celah atau lobang untuk mengintip. Lewat jendela mustahil bisa melihat bagian dalam. Kecuali jendelanya terbuka atau tidak ada hordeng yang menghalangi pandangan ke dalam. Kenapa tidak mengintip dari depan, bersembunyi di balik pohon mangga yang besar. Bodoh, bersembunyi di balik pohon mangga tentu saja akan dengan mudah terlihat orang yang lewat. Mungkin benar bersembunyi di samping rumah adalah pilihan paling aman karena terhalang oleh pohon singkong karet yang berfungsi sebagai pagar dan akan melindungi mereka dari orang.

"Mana, nggak ada Dharma?" Tanya Nyai, dia merasa lega apa yang ditakutinya belum terjadi.

"Sebentar lagi, nanti juga datang." Jawab Aisyah, dia mulai ragu.

"Iya, sabar." Tina mendukung pendapat Aisyah, mungkin Dharma belum datang atau mungkin sudah datang sebelum mereka tiba.

Setelah berunding, akhirnya mereka memutuskan untuk menunggu, hingga ahirnya orang yang mereka tunggu terdengar suaranya yang berbisik bisik dari balik dinding bilik. Walau samar, mereka hafal suara orang yang sedang berbisik. Itu suara Teh Lilis dan suara laki laki itu tidak salah lagi suara Dharma. Suaranya yang khas, sangat mudah dikenali.

"Dhar, buruan buka celana, nanti keburu ada orang yang tahu.." kata suara Teh Lilis, ya itu pasti suara Teh Euis, kenapa dia menyuruh membuka celana? Dada Nyai terasa sesak dibakar cemburu mendengar percakapan yang terdengar begitu jelas. Dinding bilik tidak mampu meredam suara mereka apa lagi sekeliling tempat ini sunyi, bahkan suara jarum jam akan terdengar nyaring.

"Teh, Dharma pengen jilatin memek Teh Lilis..!" kata suara Dharma benar benar membuat Nyai shock dan tahu apa yang sedang terjadi di dalam dinding bilik itu, sebuah perbuatan nista yang tidak layak dilakukan. Ini adalah zinah, dosa besar yang menurut syari'at hukumannya adalah rajam.

"Jangan, Dharma, langsung masukin kontol kamu, aku udah gak tahan pengen dientot kontol kamu yang perkasa." kata suara Teh Lilis membuat Nyai nyaris pingsan, dia tidak mampu lagi menahan diri, tanpa bersuara sama sekali dua beranjak menjnggalkan tempat itu dan juga meninggalkan Aisyah dan Tina.

Nyai terus berlari kecil, mengabaikan Aisyah dan Tina yang mengikutinya dengan tergesa gesa. Setelah agak jauh, Aisyah dan Tina berani memanggilnya, tapi suara panggilan ke dua sahabatnya itu tidak dihiraukan oleh Nyai.

Hari Nyai terlalu sakit, orang yang diam diam ditaksirnya sudah melakukan zinah denga wanita yang jauh lebih tua. Wanita berusia 30 tahunan yang dianggapnya sebagai wanita terhormat dan selalu menutup auratnya dengan pakaian syar'i tapi ternyata itu hanyalah sebuah topeng untuk menutup kelakuannya yang nista. Ingin rasanya Nyai berteriak agar semua orang tahu dengan kelakuan wanita itu, tapi kerongkongannya kering, lisannya sudah kelu untuk mengeluarkan suara yang bisa dilakukan hanyalah menangis sepanjang jalan.

Tidak ada lagi rasa takut saat melintas jalan yang gelap dan dipenuhi pohon pohon tinggi, pikirannya terpusat pada rasa sakit karena telah dihianati Dharma, walau tidak sepenuhnya benar karena mereka tidak pernah menjalin hubungan. Ini hanya perasaan sepihak, Dharma sama sekali tidak pernah mengkhianati nya. Ini hanya perasaan sepihak, Nyai merasa cintanya bertepuk sebelah tangan, dia benar benar patah hati. Nyai terus berjalan mengikuti nalurinya yang menunjukan arah rumahnya, pikirannya kosong.

"Gimana ini, Ais?" Tanya Tina yang berjalan di samping Aisyah, matanya tidak pernah lepas dari Nyai yang berjalan cepat, kakinya seperti mempunyai mata sehingga tidak tersandung berjalan cepat di jalan yang tidak rata.

"Kita ikuti saja, seharusnya kita tidak ngajak Nyai ke rumah Teh Lilis." Jawab Aisyah menyesali perbuatan bodohnya, kalau saja dia tahu kejadiannya akan menjadi seperti ini.

Aisyah dan Tina terus mengikuti Nyai, rasa khawatir mereka kalau sampai Nyai melakukan tindakan bodoh yang membahayakan dirinya. Aisyah dan Tina menarik nafas lega saat melihat Nyai sampai dengan selamat di rumahnya.

***********

"Nyai, kamu kenapa?" tanya ayahnya yang duduk di ruang tamu dengan dua orang tamunya, dia terkejut dengan kedatangan Nyai yang tanpa mengucapkan salam seperti yang selalu dikatakannya.

"Emak mana?" tanya Nyai tidak menggubris pertanyaan ayahnya, bahkan dia tidak peduli dengan kehadiran dua orang tamu ayahnya. Satu satunya yang ingin dilakukannya adalah menangis dalam pelukan ibunya, mencurahkan semua isi hatinya. Hanya ibunya yang mampu menenangkan hatinya saat sedang bersedih, pelukan hangat ibunya mampu membuatnya melupakan semua kesedihan hatinya.

"Di kamar..!" kata ayahnya berusaha menarik tangan dan berusaha memeluk Nyai seperti yang biasa dilakukannya saat melihat anak kesayangannya sedang menangis.

Nyai menepis tangan ayahnya, meninggalkannya begitu saja yang menatapnya heran. Kenapa anak kesayangannya berubah dalam sekejap?

Tanpa mengetuk pintu, Nyai langsung membuka pintu kamar ibunya, membuat ibunya terkejut dengan kedatangannya yang tiba tiba. Nyai sangat terkejut melihat keadaan ibunya yang sedang membereskan sprei dalam keadaan bugil, rambutnya terlihat acak acakan dan dia mencium bau yang aneh, bau yang pernah diciumnya dulu saat masuk ke dalam kamar melihat ayah dan ibunya bugil baru saja selesai berhubungan sex, bau yang melekat dalam ingatannya.

Mereka berdua terpaku dengan pikiran mereka masing masing, saling menerka apa yang sudah terjadi dan sedang terjadi. Untuk beberapa detik mereka tidak berkata apa apa, sibuk dengan praduga yang berkecamuk dipikiran hingga akhirnya ibunya memecahkan kebuntuan, suaranya membuat Nyai tersadar dengan maksud kedatangannya.

"Ada apa Nyai, kamu masuk gak ngetuk pintu dulu." kata ibunya sambil mengambil baju yang tergeletak di pinggir ranjang besi yang konon adalah peninggalan almarhum orang tua ibunya, ranjang besi yang masih terlihat kokoh dengan catnya yang mulai mengelupas oleh waktu. Belum sempat ibu memakai pakaiannya Nyai sudah lebih dahulu memeluknya disertai tangisannya yang meledak tanpa dapat ditahan lagi. Mau tidak mau ibu melepsakan baju yang masih dipegangnya dan beralih memeluk anak gadis kesayangannya dengan perasaan heran.

"Ada apa, geulis?" tanya ibu sambil membelai kepala Nyai dengan penuh kasih sayang membuat hatinya merasa sedikit nyaman dan perlahan kesadarannya pulih, tidak mungkin menceritakan apa yang telah terjadi karena ini adalah aib orang lain dan juga kebodohannya mengintip Dharma dan Teh Lilis. Apa yang harus dikatakan kalau ibu bertanya kenapa dia mengintip, itu perbuatan yang tercela untuk seorang gadis. Nyai jadi bingung harus bicara apa dan satu satunya hal yang bisa dilakukan adalah membenamkan wajahku di payudara ibu yang telanjang, payudara yang membuatnya merasa nyaman.

"Ada apa, Kom?" tanya ayah yang tiba tiba muncul dari pintu yang lupa ditutup kembali, Nyai menoleh ke belakang melihat ayahnya sudah menutup pintu dan sekarang berdiri di sampingnya sambil ikut membelai punggungnya, anak gadis yang dibanggakan banggakannya sebagai salah satu gadis tercantik di desa. Tatapan matanya lembut menyembunyikan ancaman, siapa yang sudah menyakiti anak gadisnya akan berhadapan dengannya, jawara yang disegani dan guru silat yang mempunyai banyak murid.

"Tadi....tadi..!" Nyai bingung apa yang harus dikatannya, dia sadar kebodohannya bisa berbuntut panjang. Tidak mungkin menceritkan apa yang sudah terjadi, lalu dia harus mengarang cerita apa agar persiapan yang sedang dihadapinya tidak berbuntut panjang. Otaknya berputar cepat, mengarang cerita bohong untuk menutupi kejadian sebenarnya.

"Cik, carita ke Emak..?" kata ibu terus membelai kepala anak gadis kesayangannya dengan penuh kasih sayang, anak gadis yang diharapkannya mengangkat derajat kehidupan keluarganya.

Nyai mengangkat wajah dari payudara ibu dan pada saat itulah dia melihat bercak bercak merah di payudara dan juga leher jenjang ibunya. Seperti bekas gigitan tanpa luka membuatnya, khawatir, apa yang sudah terjadi dengan ibunya. Saat dia masuk, ibunya dalam keadaan bugil dan kamar menyebarkan aroma aneh yang asing. Rasa ingin tahunya tidak bisa ditahan, kejadian yang baru saja dialaminya perlahan sirna walaupun tidak sepenuhnya hilang.

"Emak, ini kenapa?" tanya Nyai menyentuh bercak merah yang ada di payudara dan leher jenjang ibunya yang berwarna sawo matang, kulit yang halus. "Sakit gak, Mak?" Tanya Nyai agak lega karena ibunya tidak menunjukkan rasa sakit saat tangannya menyentuh bercak merah tersebut.

"Eh, ini kerjaan ayahmu, nanti juga kamu akan tahu kalau sudah menikah. Nggak sakit, kok..!" kata ibu setelah menyadari keadaanya, reflek Ibu mundur dan mengambil baju yang tergeletak di lantai karena dijatuhkannya tadi saat Nyai tiba tiba masuk dan memeluknya. Dengan wajah merah padam ibu segera memakai baju gamisnya tanpa memakai pakaian dalamnya yang masih tergeletak di kasur, cukup untuk menutupi tubuh indahnya. Tubuh proposional dengan payudara ber cup B, pinggang yang ramping dan pinggul yang berisi.

Nyai menatap heran, berusaha mencerna dan menebak apa yang sudah terjadi diantara ayah dan ibunya, apa yang sudah dilakukan ayahnya, tidak mungkin ayah menyakiti ibunya karena Nyai selama ini melihat cara ayahnya memperlakukan ibunya dengan penuh cinta dan.perhatian. Suami ideal menurut ibu, dan ibu selalu mendoakannya untuk mendapatkan suami seperti ayahnya.

"Udin dan Jaka ke mana, Kang?" tanya ibu, menyadarkannya dengan dua tamu ayah, mereka pasti terkejut dengan kedatangannya. Mungkin mereka sudah pulang, karena ayah akan lebih mementingkan keadaan anak gadis kesayangannya. Nyai menoleh ke ayahnya yang masih terus memandanginya sehingga dia merasa risih dengan tatapannya yang aneh.

"Sudahdah Ayah suruh pulang, kamu ada apa datang datang nangis?" tanya ayah penuh selidik, siapa yang sudah menyakiti anak tunggal Kosim si jawara yang ditakuti. Orang itu akan menyesal, sudah membuat anaknya menangis.

"Tadi Nyai ditinggal lari waktu lewat kebon awi ( bambu )..!" kata Nyai lega, dia menemukan kebohongan di saat yang tepat.BBukan hal yang aneh, Nyai sering menangis setiap kali ditakut takuti, karena pada dasarnya Nyai gadis penakut pada hal hal yang berkaitan dengan hantu, sudah cukup membuatnya menangis dan tidak mau tidur di kamarnya, dia akan tidur bersama ibu dan ayahnya terpaksa tidur di kamarnya.

"Oalah, Nyai Nyai, kirain Ayah ada apa. Jadi orang kok penakut amat, ingat kamu anak ayah!." kata kata Kosim mengeleng gelengkan kepalanya sambil menahan tawa melihat wajah anak kesayangannya yang dianggap terlalu kekanak kanakan padahal usianya sudah 18 tahun, usia yang matang untuk menikah menurut ukuran desa.

"Hahahaha, Nyai, kamu seperti anak kecil. Makanya kamu sering ditakuti takuti orang, habis lucu lihat kamu ketakutan seperti ini." Timpal ibu, dia tidak bisa menahan tawanya, mendengar penyebab Nyai menangis.

"Ya udah, kamu tidur sana, katanya besok mau ke pasar, besok hari Minggu jadi kamu bisa puas puasin main ke pasar." kata Ibu setelah tawanya berhenti.

"Iya, Mak." Jawab Nyai, tidur mungkin cara terbaik untuk melupakan semua kejadian yang baru saja dialaminya, dia bisa melupakan rasa sakit hatinya. Nyai segera keluar kamar orang tuanya dengan berbagai macam pertanyaan yang terus berputar di kepalanya, seribu pertanyaan hanya bisa dipendam di hatinya. Terlebih Nyai menyadari di payudara ibunya tercium seperti bau ludah berbaur dengan aroma yang menyengat, aroma yang masih asing membuatnya menduga duga.

Di kamar, ternyata rencananya untuk langsung tidur tidak langsung terjadi. Nyai masih memikirkan apa yang sudah terjadi dengan ibunya, bau yang menyengat tidak bisa hilang dari penciumannya. Bau apa itu, bau yang menarik perhatiannya. Bercak merah di payudara dan leher ibunya, apa itu?

Nyai duduk di tepi ranjang, tertuju pada kejadian saat dia mengintip Dharma dan Teh Lilis, tidak lama pikirannya beralih pada keadaan ibunya. Pikiran itu terus datang silih berganti, membuat Nyai jengkel. Apa yang sedang terjadi pada dirinya?

Nyai mulai ingat, bau yang diciumnya di kamar ibunya sama dengan yang pernah ditemuinya di kosan Zakaria.

******

Pagi pagi Tina sudah bangun dengan perasaan segar, kejadian semalam yang sempat membuatnya gelisah semalaman berangsur hilang. Itu bukan urusannya, buat apa memikirkan sesuatu yang bukan urusannya, hanya membuang buang waktu. Sekarang dia bersiap ke pasar untuk membeli BH, dia hampir lupa rencananya dengan ke dua sahabatnya sudah dibatalkan. Rencana hari ini mereka akan ikut ustadzah Habibah ke sebuah pengajian yang masih dirahasiakan, sebuah rahasia yang dirasanya janggal. Kenapa ustadzah Habibah merahasiakan tempat pengajian tersebut, padahal hal seperti itu tidak perlu dirahasiakan.

Sudahlah, tidak mungkin ustadzah Habibah akan menjerumuskan mereka walau selama ini Tina dan kedua sahabatnya Aisyah dan Nyai sering membicarakan kejanggalan ustadzah Habibah yang sering bolos mengajar ngaji anak anak santriwati yang mondok dan santriwati yang yang setiap harinya pulang ke rumah masing masing seperti dirinya dan kedua sahabatnya. Bahkan mereka sempat memergoki Ustadzah Habibah memakai cadar, padahal selama ini di lingkungan pesantren dan di desa Ustadzah Habibah tidak pernah memakai cadar. Dan saat melihat cadar yang dikenakan Ustadzah Habibah, mereka berbisik bisik untuk lebih berhati hati. Pikiran Tina melayang, mengingat kejadian beberapa Minggu yang lalu saat dia dan Nyai mengantar Aisyah membeli sebuah BH di mall.

"Tina, kamu jadi ke pasar?" Tanya ibunya saat melintas di depan kamar Tina, matanya melihat anak gadisnya dengan perasaan bangga. Tina tumbuh menjadi gadis yang cantik, berpadu dengan tubuhnya yang langsing seperti peragawati.

"Iya Mak, Ais janji mau beliin baju dan celana." Jawab Tina dengan hati berbunga bunga, dia sangat jarang membeli baju baru maklum perekonomian keluarganya yang sederhana. Ayahnya pegawai Haji Ridwan ayahnya Aisyah, kehidupan perekonomian mereka sangat tergantung Haji Ridwan yang dermawan.

Selesai berdandan Tina duduk di teras depan menunggu Nyai datang dan untungnya Nyai datang tidak lama kemudian. Tanpa basa basi, mereka bergegas ke rumah Aisyah, dari situ mereka akan langsung ke pasar, kebetulan letak rumah Aisyah tepat di pinggir jalan raya utama. Mereka akan menunggu angkutan umum yang akan membawa mereka ke pasar. Sedangkan jarak rumah Tina ke rumah Aisyah lebih dekat dari pada rumah Nyai yang harus melewati rumah Tina. Sampai rumah Aisyah, mereka melihat Aisyah sudah menunggu di tersebut rumahnya di temani Hajjah Jamilah.

"Assalamualaikum, !" Ucapan salam terucap dari mulut Nyai dan Tina secara bersamaan, seperti sebuah koor yang tercipta tanpa latihan, semuanya tercipta karena keakraban mereka yang sudah terjadi sejak anak anak. Sebuah persahabatan indah, seperti kisah dalam sinetron "Persahabatan Bagai Kepompong."

Setelah berpamitan ke Hajjah Jamilah, mereka berangkat menggunakan kendaraan umum yang berhenti tepat di depan rumah, perjalanan memakan waktu lebih lama dibandingkan saat mereka menggunakan kendaraan pribadi seperti motor, perjalanan akan menjadi lebih cepat. Tapi kalau naik motor mereka tidak bisa berboncengan bertiga, mereka harus memakai dua motor karena hanya Tina yang orang tuanya tidak memiliki motor dan artinya duduk mereka akan terpisah dan mengurangi keasikan mereka.

Lain halnya kalau mereka naik angkutan umum, mereka masih tetap bisa bercengkrama dengan heboh seperti lazimnya anak anak muda, itu sebabnya mereka lebih suka naik kendaraan umum, perjalanan ke pasar menjadi sebuah petualangan yang mengasikkan di mana mereka bisa berlaku sebagai gadis dewasa dan berharap banyak pria yang menggoda. Atau minimal, mereka akan sering melirik dan mengagumi kecantikan ke tiga gadis remaja yang dianggap gadis gadis tercantik di desa mereka, baik secara sembunyi maupun terang terangan. Ada perasaan senang dan saat jadi ousat perhatian, walau mulut mereka akan terbungkam rapat saat salah satu diantara pria yang mereka jumpai mencoba menyapa dan mengajak berkenalan.

Hari ini nasib mereka tidak beruntung seperti hari hari sebelumnya, angkutan umum yang mereka tumpangi berisi ibu ibu dan anak anaknya. Perjalanan ke pasar menjadi lebih membosankan dan terasa lebih lama dari biasanya, ya hidup memang tidak selalu beruntung. Sampai pasar mereka langsung menuju mall, melihat lihat barang barang yang dijual ke dalam mall adalah sebuah keasikan tersendiri apa lagi melihat berbagai macam aksesoris dan peralatan kecantikan yang sangat komplit. Semua sangat menggoda mata dan hati. Kalau sudah begitu mereka akan lupa dengan tujuan mereka datang, benda yang tidak akan mereka beli jadi ikut dibeli.

"Kalian mau beli apa?" tanya Aisyah membuat Tina terkejut sehingga melepaskan BH yang dikaguminya, dia sadar tidak punya uang untuk membeli apa yang diinginkannya. Tina hanya bisa mengagumi dan memegangnya, namun Aisyah sudah berjanji membelikannya satu stel pakaian, itu sudah lebih dari cukup. Tina bersyukur, mempunyai sahabat dermawan seperti Aisyah dan Nyai, walau Nyai tidak bisa membelikan apa yang diinginkannya, tapi Nyai sering mentraktirnya makan baso.

"BH nya, bagus..!" Jawab Tina berharap BH yang dipegangnya bisa dimiliki, semua BH nya sudah jelek dan seharusnya sudah dibuang diganti dengan yang lebih layak.

"Ya sudah, beli saja." Jawab Aisyah, dia tidak keberatan membelikan Tina baju satu stel dan pakaian dalam, Tina bukan hanya sahabat, tapi juga seperti saudara baginya.

"Benar aku boleh beli ini?" tanya Tina menunjukkan sebuah BH berwarna pink yang tadi dipegang lalu ditaruh kembali, hatinya bersorak kegirangan. Dipeluknya BH yang sejak tadi diinginkannya, tubuhnya yang langsing pasti akan menjadi lebih seksi saat mengenakan BH ini, tapi BH ini akan tersembunyi di balik baju gamisnya sehingga tidak akan ada yang memuji BH baru yang dipakainya ini.

"Celananya juga, Tin.! " kata Aisyah tulus, rasanya janggal hanya membelikan BH tanpa CD sebagai pasangannya.

"Iya, Ais..! " jawab Tina girang, dia memeluk Aisyah sebagai rasa terima kasihnya.

"Tina yang ini ya, Kom?" kata Nyai menunjukkan sebuah switter dan tanpa menoleh ke arahnya Aisyah yang sedang sibuk memilih barang mengangguk, setuju dan itu sudah cukup sebagai jawaban dari permintaan Nyai.

Perhatian Aisyah tiba tiba tertuju ke stand lain dan terkejut tidak percaya, sekilas Aisyah melihat Ustadzah Habibah berjalan bergandengan tangan dengan seorang pria dewasa yang cukup tampan dan Aisyah kenal siapa pria itu, tidak salah lagi dia adalah Zakaria kakak tertuanya yang sudah bekerja dan menetap di Kota. Tidak mungkin, Aisyah mengucek matanya untuk memastikan penglihatannya tidak salah, benar itu Zakaria dan Ustadzah Habibah. Aneh, bukankah setahunya Kang Zakaria tidak menjalin hubungan istimewa dengan Ustadzah Habibah? Lalu kenapa harus sembunyi sembunyi, mereka bisa menjalin hubungan dengan terang terangan. Aisyah yakin, ke dua orang tuanya akan mendukung hubungan mereka.

"Itu bukanlah Kang Zakaria dan Ustadzah Habibah!" tunjuk Tina dengan suara keras mengejutkan SPG yang berdiri di dekat kami, dia ikut menoleh ke arah yang ditunjuk Tina dengan wajah bingung atau mungkin menggerutu dalam hati karena telah dibuat kaget. Tina sendiri terkejut, dengan apa yang dilihatnya. Sejak kapan ustadzah Habibah dan Kang Zakaria pacaran, Aisyah tidak pernah cerita hal ini.

Entah karena menyadari kehadiran Tina, Aisyah dan Nyai, tiba tiba Ustadzah Habibah memakai cadar hitam senada dengan gamis lebar warna hitam yang dipakainya, dia sama sekali tidak menoleh ke arah tiga orang gadis cantik yang tanpa dikomando, berusaha bersembunyi dari penglihatan Ustadzah Habibah dan Zakaria yang berpakaian baju Koko panjang hingga dengkul dan sebuah kupluk putih menutupi kepalanya.

"Sst, pelan pelan nanti kita ketahuan..!" kata Aisyah menarik tangan Tina ke arah kamar pas diikuti Nyai sebelum ke dua orang itu menyadari kehadiran mereka, naluri Aisyah yang mengajaknya bersembunyi. Dengan jantung berdegup kencang mereka masuk ke dalam kamar pas yang hanya diperuntukkan untuk satu orang, kini harus menampung tiga gadis yang berdesakan, menghindar dari orang yang seharusnya tidak perlu mereka hindari. Satu satunya hal yang membuat mereka menghindar, melihat kejanggalan dari ke dua orang itu. Mereka saling bertatapan, tanpa bersuara mereka sudah tahu apa yang akan mereka lakukan. Semuanya terjadi lewat proses panjang persahabatan yang dimulai dari kecil, sehingga mereka seperti bisa membaca pikiran mereka masing masing.

"Kita ikuti, mereka..!" Seru mereka berbarengan, entah siapa yang memulai. Yang jelas, mereka sudah mencapai kesepakatan untuk melakukan apa.

"Kamu intip dulu mereka, jangan sampai ketahuan." Kata Aisyah, dan Tina tahu yang dimaksud Aisyah adalah dirinya. Tugas ini selalu dilakukannya, tubuhnya paling mungil sehingga gerakannya lebih lincah dan dengan mudah bersembunyi. Terbukti, Tina selalu menang saat mereka main sembunyi sembunyian.

"Iya..!" Jawab Tina, dia membuka sedikit tirai kamar pas untuk menstabilkan, orang yang akan dimintai tidak menyadari kehadirannya. Setelah dirasa aman, Tina keluar dengan cepat, matanya berkeliling mencari ustadzah Habibah dan Zakaria. Terlihat, Zakaria dan Ustadzah Habibah sedang antri di meja kasir, dengan cepat Tina mengirim pesan WA ke Aisyah situasi yang dilihatnya.

"Mereka sedang antri di meja, kasir."

"Ikuti mereka, aku akan bayar barang yang kita beli." Balas Aisyah, memberi tugas yang sangat dikuasai Tina.


Tina berendap mengawasi Zakaria dan Ustadzah Habibah yang masih di meja kasir yang sedang menghitung barang yang sudah dibelinya.

"Tina, ini uang untuk mengikuti mereka." Bisik Ais yang sudah berada di belakangnya, tanpa menoleh Tina mengambil uang pemberian Aisyah untuk berjaga jaga apa bila mereka terpaksa berpisah, dia tidak mau melepaskan pandangannya dari Zakaria dan Ustadzah Habibah yang kini sudah mengenakan cadar sehingga tidak ada orang yang akan mengenalinya.

Zakaria dan Ustadzah Habibah selesai membayar barang yang sudah dibelinya, Tina berjalan cepat mengikuti mereka dari jarak cukup jauh, jarak yang memungkinkannya bersembunyi saat salah satu diantara mereka menoleh ke belakang. Zakaria dan Ustadzah Habibah berjalan cepat dengan bergandengan tangan seperti sepasang kekasih, orang yang tidak mengenalnya pasti menganggap mereka suami istri.

Tina terus berusaha mengikuti Zakaria dan Ustadzah Habibah hingga ruang parkir yang terletak di lantai dasar, perjuangannya mengikuti Zakaria dan Ustadzah Habibah terhenti saat Zakaria dan Ustadzah Habibah naik ke atas motor yang dikendarai Zakaria. Tina segera mengirim kabar ke Aisyah yang pasti sedang menunggu kabarnya.

"Iya, aku tunggu di depan."

Jawaban singkat Aisyah, itu artinya tugas sudah selesai dan tidak mungkin dia mengikuti ke dua makhluk yang sudah hilang dari pandangan matanya. Tina berjalan cepat menemui Aisyah dan Tina yang sudah menunggunya di pintu keluar mall, matanya tertuju pada tas berisi belanjaan di tangan Aisyah. Dia baru sadar meninggalkan baju dan pakaian dalam yang akan dibelinya, semoga saja Aisyah tidak melupakannya.

"Sekarang bagaimana, Ais?" Tanya Tina, dia malu harus menanyakan pakaian yang diinginkannya tadi.

"Ini pakaianmu sudah aku bayar, sekarang kita ke kosannya Kang Zakaria." Jawab Aisyah yang mengerti arah pertanyaan Tina.

"Iya, makasih Ais." Jawab Tina dengan wajah berbinar, mendapatkan apa yang diinginkannya.

"Ngapain kita ke tempat, Kang Zakaria?" Tanya Nyai heran.

"Aku pengen tahu, kenapa Kang Zakaria harus sembunyi sembunyi menjalin hubungan dengan ustadzah Habibah." Jawab Aisyah lugas, dia akan menanyakannya langsung ke Zakaria.

"Oh, iya juga." Jawab Nyai.

"Aneh ya, kenapa Ustadzah Habibah memakai cadar?" Tanya Tina, dia tidak berhenti berpikir melihat kejanggalan Ustadzah Habibah.

"Iya..!" Jawab Nyai tidak mau ikut berpikir, pikirannya terasa buntu.

"Ayok..!" Seru Aisyah, tidak mau menunda waktu lebih lama lagi. Dia jalan mendahului ke dua sahabatnya yang dengan sigap mengikutinya ke tepi jalan raya, terlihat sebuah angkot berhenti meneriakkan tujuannya.

*******

Akhirnya mereka sampai juga di tempat Kos Zakaria kakak yang lumayan lengkap fasilitas, kamar kamarnya berjajar rapi dan bersih. Aisyah sengaja tidak menelpon Zakaria untuk mengabarkan kedatangannya, atau sekedar menanyakan apa Zakaria ada di tempat kos atau tidak. Aisyah yakin Zakaria ada di kamar kosnya, apalagi motor Zakaria terparkir manis di pekarangan rumah kos.

"Itu motor, Kang Zakaria.!" Seru Tina senang, kedatangan mereka tidak dia dia.

"Iya..!" Seru Nyai yang sejak tadi hanya menimpali menimpali perkataan ke dua sahabatnya itu.

"Kamu dari tadi, iya Mulu..!" Seru Tina heran, biasanya Nyai cerewet.

"Nggak, apa apa." Jawab Nyai, akhir akhir ini hatinya sedang terusik oleh sosok pemuda bernama Dharma anak pak Kades.

"Sudah, kita datang ke sini mau ketemu Kang Zakaria. Assalam mu'alaikum..!" Aisyah mengucapkan salam sambil mengetuk pintu dengan keras, dia yakin ada orang di dalam kamar yang tertutup rapat. Samar samar dari dalam kamar ada suara mencurigakan, suara aneh.

"Wa 'alaikum salam, tunggu sebentar, Ais..!" Zakaria menjawab salam membuat Aisyah lega, dia akan segera Taku alasan Zakaria menjalin hubungan rahasia dengan Ustadzah Habibah.

Pintu tidak segera terbuka, terdengar suara gaduh dari dalam kamar membuat ketiga sahabat itu saling bertatapan penuh tanda tanya. Apa yang sedang terjadi di dalam, kenapa pintu belum juga dibuka? Padahal ruangan kamar kos tidak besar, tidak perlu waktu lama untuk membukanya. Sungguh mencurigakan, apa yang sedang mereka lakukan di dalam, tidak mungkin Zakaria di dalam sendirian.

Akhirnya pintu terbuka, Zakaria keluar dengan seorang wanita bercadar. Akhirnya terjawab sudah kecurigaan mereka, walau wajah wanita itu ditutupi cadar mereka tahu wanita itu adalah ustadzah Habibah. Mereka sudah melihatnya di mall, pakaian yang dikenakannya sama.

"Kang Zakaria mau nganter Teh Rina dulu, ya..! Kamu tunggu di dalam..!" kata kata Zakaria terburu buru menggandeng wanita bercadar itu melewati ke tiga sahabat yang menatapnya curiga, kecurigaan mereka semakin bertambah saat Zakaria mengabaikan uluran tangan mereka. Mereka terkejut dan ketakutan melihat kehadiran kami, sebuah pukulan telak yang tidak mereka sangka.

"Aneh !" Bisik Nyai melepas kepergian Zakaria dan wanita yang mereka duga adalah Ustadzah Habibah, mereka sangat yakin itu adalah Ustadzah Habibah.

"Iya !" Jawab Aisyah pelan.

Mereka melepas kepergian Zakaria dan dan wanita bercadar itu dengan pikiran yang berkecamuk di kepala, penampilan alim tidak menjamin orang menjaga akhlaq nya. Penampilan berubah menjadi sesuatu yang diagungkan sehingga mereka lupa bagaimana menjaga sebuah akhlaq, bahkan menganggap akhlaq bukanlah sesuatu yang penting selama mereka menganggap penampilan akan membuat mereka mulia di mata manusia.

Setelah Zakaria dan wanita bercadar itu hilang dari pandangan, ketiga remaja cantik ini segera masuk ke dalam kamar kos yang cukup luas dan tertata rapi. TV masih menyala, walau bukan TV menyala yang menarik perhatian Tina, tapi dvd player yang juga masih menyala. Rupanya Zakaria lupa mematikan dvd player, dengan rasa penasaran dan keinginan tahu apa yang sedang ditonton Zakaria dan wanita bercadar tadi, Tina mengambil remote tv dan memindahkan ke dvd.

"Ais, lihat itu..!" Seru Tina dengan mulut teengaga melihat adegan film seorang pria bule sedang bersetubuh dengan seirang gadis cantik berambut pirang, Nyai dan Aisyah berteriak kecil melihatnya. Terlebih saat adegan beralih ke alat kelamin mereka yang bersatu, ke tiga sahabat itu menutup mulutnya agar suara teriakan mereka teredam oleh telapak tangan.

"Ini nggak benar, dosa..!" Gumam Ais, suaranya bergetar.

"Iya, dosa." Timpal Nyai, sementara matanya tidak beralih dari adegan di layar TV yang begitu vulgar.

"Gilo, kontolnya gede amat...!" Seru Tina vulgar melihat kontol pria bule yang sangat panjang sedang mengocok memek lawan mainnya membuat Aisyah kembali melihat ke layar TV, mereka terpaku melihat adegan film yang belom pernah mereka tonton. Rasa ingin tahu membuat mereka lupa, tontonan itu sangat tidak pantas.

"Aku kencing dulu...!" Kata Aisyah, tiba tiba dia kebelet kencing. Tanpa menunggu jawaban dari ke dua sahabatnya, dia berlari kecil masuk ke dalam kamar mandi dan menutupnya dengan tergesa gesa. Aisyah menarik nafas lega setelah air seninya terkuras habis, nikmat sekali.

"Ais, ada kondom...!" teriakan kecil Tina mengagetkan Aisyah yang masih berjongkok, padahal air seninya sudah habis sejak tadi. Heboh sekali si Tina sampai suaranya terdengar bergema di kamar mandi, semoga suaranya tidak terdengar oleh penghuni kos lainnya.

"Nyai, jorok..!" Teriak Tina heboh, entah apa yang membuat ke dua temanku heboh. Kondom, nama yang sering didengar Aisyah namun belum pernah dilihat bentuknya secara langsung, hanya melihatnya di internet, Aisyah tergoda untuk melihatnya langsung. Lalu, untuk apa Zakaria menyimpan kondom? Pertanyaan bodoh.

Aisyah bergegas keluar menemui ke dua temannya itu sebelum mereka semakin heboh dengan penemuan baru mereka, kehebohan yang akan memancing para penghuni kos berdatangan ke tempat ini. Dugaannya semakin kuat, Zakaria dan wanita bercadar yang diyakininya sebagai Ustadzah Habibah sudah berzina di sini, tidak salah lagi. Pikiran itu membuatnya muak, dibalik penampilannya yang alim, ternyata ustadzah Habibah melakukan perbuatan tercela dan salah satu dosa besar dengan hukuman rajam sebagai imbalannya.

"Ada apa sich pada rame ?" tanya Aisyah sekedar berbasa basi untuk meredakan ketegangan yang terjadi, sehingga akan mengurangi kehebohan yang dilakukan ke dua sahabatnya.

"Ini, aku nemu kondom di tempat sampah..!" kata Ecih sambil memperlihatkan sebuah benda aneh yang katanya kondom terjepit diantara jempol dan jari telunjuknya. Aku bisa mencium aroma aneh seperti yang tercium di kamar ibu semalam.

Perhatian Aisyah tertuju ke benda yang dipegang oleh Nyai, bentuknya panjang dan transparan di dalamnya ada cairan putih kental yang memancarkan aroma asing. Apakah itu kondom, dan cairan putih di dalamnya pasti itu sperma seperti yang diketahuinya dari internet, tepatnya cerita dewasa yang dibacanya di forum semprot. Cairan sperma itulah yang akan menghamili saat masuk ke dalam vagina, Aisyah memejamkan mata merasakan sensasi yang timbul tiba tiba di memeknya.

"Ais, jangan dicium. Nanti kamu hamil...!" teriak tina panik melihat Aisyah tiba mengambil kondom dari Nyai dan tanpa jijik mencium aroma aneh yang keluar dari kondom, aroma yang khas dan nikmat.

Tina berusaha mengambil kondom dari Aisyah sebelum gadis itu keterusan mencium sperma yang ada di dalam kondom, dia tidak mau sampai Aisyah hamil hanya karena perbuatan bodohnya. Tina tidak akan membiarkan hal itu terjadi, Aisyah sahabat terbaik yang dimilikinya.

Tiba tiba terdengar suara mesin motor berhenti tepat di depan kamar kos, tidak salah lagi itu pasti Zakaria yang sudah kembali mengantar wanita yang diakuinya bernama Rina. Padahal ke tiga sahabat itu yakin, wanita bercadar itu adalah ustadzah Habibah.

"Kang Zakaria datang !" Seru Nyai panik, dia bergerak cepat mematikan DVD dan memindahkan saluran di TV sebelum Zakaria masuk dan mengetahui apa yang sedang mereka dilakukan.

Tina yang berhasil merampas kondom dari tangan Aisyah, tanpa pikir panjang mengantongi kondom yang dipegangnya.





Bersambung Minggu depan.
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Mantap cerita baru, izin baca hu...
Btw Jadi inget kokom am satria,...
Gimana kelanjutannya ya,...
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd