Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT BIANGLALA DI BANDUNG UTARA

Duh hanjakal euy lamsijan beda partai Jeung Sayah hayang di ajar bareng heheheh..... Hade mang
 

Lanjutan 7​


Sambil memeriksa laporan keuangan Partai, pikiran Theresa melayang-layang kepada pemuda itu.​

"Apa betul dia berumur 22 tahun? Mungkin dia lebih tua satu atau dua tahun. Uh, tapi tubuhnya itu... ah, gila bener! Beruntung banget Bu Ketua DPD bisa memanfaatkan brondong itu dengan baik... he he he... memeknya sampai muncrat-muncrat begitu...pasti sedapnya minta ampun... hm, dengan sangat menyesal, aku harus mengakuisisi Lamsijan menjadi bagian dari pengurus DPP atau menjadi bagian dari tim bisnisku, tapi bagaimana caranya ya? Pasti Bu Priscilia takkan rela melepaskan Lamsijan. Cowok itu juga belum tentu mau. Kelihatannya dia orang yang sangat mandiri. Punya bisnis di mana-mana walau bisnis dalam skala kecil... tapi dengan ketekunannya, bisa saja bisnisnya meningkat ke skala yang lebih tinggi... aku harus mendapatkan dia! Bagaimana pun caranya! Harus!"​


Theresia merenung lama sekali.

"Tapi langkah pertama, aku harus memisahkan si STW itu dulu dari Lamsijan, lalu aku harus berusaha agar dia jatuh cinta kepadaku... dia harus bertekuk lutut di kakiku, menyembahku, melayaniku seumur hidupnya sampai dia atau aku yang mati duluan... tapi caranya gimana? Ayo pikir Theresia...fokus... cari caranya...."

Tiba-tiba Theresia menjerit senang. Dia buru-buru mengeluarkan smartphonenya dan menelpon seseorang.
"Den, kamu di mana?"
"Eh, siap, Bu. Saya ada di Gedung Sate."
"Ngapain kamu di situ?"
"Saya ditugaskan sama Pak Pe je es Sekretaris untuk mengumpulkan wartawan dan menyampaikan Press release tentang Musda ini kepada mereka..."
"Aku ingin tahu, Den, apa benar Mirabella Schultz, bintang sinetron FTV "CINTA YANG TAK PERNAH PADAM" itu pacaran sama Lamsijan?"
"Enggak, Bu. Bohong. Pak Ijan enggak punya pacar, dia cuma berselingkuh sama Bu Ketua DPD, tapi bukan pacaran. Itu pun karena Pak Ijan merasa berhutang budi sama Bu Priscilia, kalau tidak, tentu Pak Ijan enggak akan mau."
"Itu saya paham, Den. Enggak usah dijelaskan lagi. Terus si Bella ini, seberapa ngebet dia sama Pak Ijan?"
"Sangat, Bu. Tapi Pak Ijan enggak ngelayanin dia... udah nyosor-nyosor aja tuh anak..."
"Satu lagi, siapa saja investor yang sudah digaet Lamsijan untuk membangun Gudang Berpendingin di Caringin?"
"Ha? Koq Ibu tahu sih..."
"Cepet bilang siapa..."
"Mereka adalah Hok Lim Po pengusaha dari Singapura, Mahendra Sukotjo, distributor dan eksportir sayuran dan buah-buahan, dia dari Jakarta; mereka masing-masing invest sebesar 1, 5 Milyar. Sedangkan Pak Ijan sendiri menanamkan uangnya sebesar 1 milyar dan sisanya dari Asosiasi Pedagang Buah dan Sayuran Pasar Caringin sebesar 1 milyar. Total semuanya adalah 5 Milyar."
"Hm, baiklah, cukup. Terus awasi ya gerak-gerik dia."
"Siap, Bu."

***​

Deny Regar menutup telponnya dan menoleh ke arah Lamsijan.
"Barusan Bu Theresia nelpon aku, Jo.... He he he dia nyuruh aku ngawasin kamu."
"Jangan sekali-sekali lagi kamu panggil aku Tejo, itu sangat bodoh. Aku juga tidak akan pernah memanggilmu Marbun."
"Sorry, siap Pak Ijan."
"Cepat atau lambat aku aku akan menemukan si codet, dan menyerahkannya kepadamu."
"Aku akan selalu sabar menunggu... saat indah itu pasti akan datang."
"Tapi dia tidak layak mati, Den. Pedofil itu layak hidup."
"Tentu saja, Pak Ijan. Dia layak hidup. Tapi aku yang menghidupkannya ha ha ha..."
"Kau disodomi berkali-kali oleh si bangsat itu... dia juga yang menembak Pak Anton... aku berhutang budi pada bapakmu, dia yang sudah melepaskan tali ikatan di kaki dan lenganku, dia juga yang melemparkanku dari mobil hingga aku masih hidup sampai sekarang... sayang aku tak sempat menguburkan bapakmu dengan layak tapi itu lebih baik daripada mayat bapakmu dimakan tikus atau anjing hutan..."
"Aku tidak mengerti mengapa mereka ingin membunuhmu... J... jan... Pak Ijan."
"Mereka ingin menghilangkan jejak, Den. Kamu tahu, yang pertama kali mendirikan PT. Indoland Property itu ibuku. Sedangkan yang membangun Twin Tower di Kompleks Segitiga Emas itu adalah ayahku. Mereka tidak bisa membayar semua biaya yang telah dikeluarkan ayah sebagai kontraktor utama pembangunan gedung itu. Mereka hanya sanggup membayar biaya pembangunan Mall... jadi sebenarnya 75% saham PT Indoland Property adalah milik kami, keluarga Ken. Dan aku adalah keturunan terakhir trah Ken. Aku takkan mati sampai aku tuntas menuntut balas."
"Pak Ijan saya harus cepat pergi sebelum orang-orang mengetahui keberadaanku di sini, aku tadi mengaku kepada Bu Theresia sedang berada di Gedung Sate..."
"Pergilah, hati-hati dan tetap waspada."
"Pasti." Kata Deny Regar sambil menerobos taman belakang Sekertariat DPD yang tak terurus. Meloncati pagar teralis lalu menunggangi motor maticnya yang diparkir di belakang sebuah pohon.

***​


Theresia tersenyum mendapat jawaban dari Deny Regar. Dia kemudian memijit sebuah nomor.
"Hallooo... ini siapa?" Suara itu demikian merdu.
"Bella, masa sudah lupa sama kakak? Ini Theresia."
"Theresia?"

Theresia tertawa pelan.
"I ya, yang pernah minta kamu jadi bintang iklan apartemen di Jakarta Pantai Kapuk... masa lupa?"
"Ya ampun, ini Bu Tere?"
"I ya, siapa lagi?"
"Aduuuhhh, Ibu maaf, Bella enggak tau. Maaf sekali lagi. Bella jadi malu, koq bisa ada yang tau nomor Bella yang privat ini. Bella jadi salting nih, Bu... eh, ada apa ya Bu? Ada yang bisa Bella bantu enggak?"
"Jangan panggil, Ibu dong. Panggil Kak Tere aja ya. Mmm... sebenarnya kakak enggak ada perlu apa-apa sama kamu... cuma mau nanyain."
"Nanyain apa Bu? Eh, Kak Tere."
"Ini, Kakak kan punya kader nih, namanya Lamsijan Ketua DPC Kabupaten Bandung... Kakak denger kalian pacaran ya?"
"Iiihhh... Kakak, denger dari siapa?"
"Ada aja. Kakak sih seneng dan ngedukung kalian jadi pasangan... kalian serasi. Kakak cuma minta, kalau kalian bener pacaran, kamu harus dukung dia yah. Soalnya dia kader terbaik Parkindo. Sepanjang tahun 2018 nanti, dia akan sangat sibuk. Apalagi dia akan Kakak proyeksikan sebagai Kepala Bidang Pemenangan Pemilu di DPP, itu adalah bidang yang paling berat dan paling melelahkan. Kamu harus support dia jangan sampai loyo atau patah semangat..."
"Kakak... jujur aja... pengennya sih Bella jadi pacar dia... tapi entahlah, kayaknya dia enggak suka sama Bella."
"Ah, masa sih?"
"I ya, Kak. Bella udah coba berkali-kali ngedeketin dia, tapi dia selalu bilang sibuk, sibuk dan sibuk. Bella pikir... jangan-jangan dia udah punya pacar."
"Ha ha ha... belum. Dia jomblo koq, kakak tahu dengan pasti."
"Kakak serius?"
"Ya, serius dong. Dia jomblo. Hatinya masih kosong tidak ada yang mengisi."
"Tapi kenapa sikapnya selalu dingin dan angkuh ya Kak? Apa jangan-jangan dia adalah gay? Soalnya dia cakep abis, Kak. Gay kan rata-rata cakep, Kak."

Theresia tertawa sekali lagi.
"Dia bukan gay, Bella. Dia cowok normal. Sikapnya yang dingin itu mungkin karena dia sedikit trauma sama cewek. Soalnya... sstt, tapi ini rahasia kita ya. Kamu jangan bilang-bilang lagi. Awas pokoknya kalau kamu bocorin rahasia."
"Soalnya apa, Kak?"
"Tapi kamu janji ya pegang rahasia."
"Iya Kak, bella janji."
"Sumpah ya?"
"Bella sumpah."
"Soalnya, ini sebenarnya agak lucu. Dia udah pacaran lama sama seseorang, terus dia ngelamar... tapi ternyata ditolak oleh orangtua si cewek...."
"Hah? Apa? Ini beneran Kak?"
"Makanya kamu harus pegang rahasia ini baik-baik... kakak enggak akan bilang siapa ceweknya dan orangtuanya... lamaran dia ditolak bukan karena dia kurang ganteng atau kurang kaya... tapi karena namanya yang kampungan."
"O MY G O D."
"Kasihan ya? Dia nangis selama berbulan-bulan. Ceweknya itu pernah datang curhat ke kakak... menceritakan semuanya. Sekarang si cewek itu sudah menikah dengan cowok pilihan orangtuanya dan mereka pindah ke Ottawa, Kanada."
"Ya Tuhan..."
"Nah, kalau kamu bener suka sama dia, deketin dong pelan-pelan. Nanti Kakak bantu deh... "
"Bener nih Kakak mau bantu Bella? Makasih Kakak... kakak baik sekali."
"Kakak bantu kamu demi partai... demi menjaga kader terbaik kami."
"Aduh kakak makasih... entah gimana caranya nanti Bella bisa balas kebaikan kakak."
"Ah, enggak perlu. Yang penting kamu sayangi aja dia dengan sesayang-sayangnya."
"Bella sayang sama dia. Dia ganteng, kaya, cerdas, bisnisnya banyak... kalau sudah jadi pacar... dia mungkin orangnya lembut dan perhatian."
"Bella, percayalah, pada dasarnya dia orangnya hangat... dijamin deh kamu bakal nempel kayak perangko. Nah sekarang begini, dengar ya rencana kakak... eh, kamu masih ada shooting enggak?"
"Kebetulan udah rampung Kak, minggu kemarin... Bella udah selesai-in 100 episode CINTA YANG TAK PERNAH PADAM, shooting episode berikutnya dimulai Januari tahun depan."
"Syukurlah, berarti kamu banyak waktu. Kamu sekarang di Bandung atau lagi di Jakarta?"
"Kebetulan lagi di Surabaya, Kak. Rencananya mau liburan ke Bali besok."
"Udah kamu tahan dulu liburannya, malam ini kamu terbang ke Bandung ya. Kirim nomor rekening kamu ke WA kakak, nanti ditranfers 50 juta. Bella pernah jadi PR (Public Relation) kan?"
"Pernah, Kak, di Bank Pan Asia. Tapi enggak lama, cuma setahun."
"Itu cukup. Kamu bantu jadi Pi aR di Musda ya dan deketin dia pelan-pelan..."
"Musda itu apa, Kak?"
"Nanti ditailnya dikasih tahu sama Sherly staff kakak, kamu siap kan?"
"Siap Kak siap."
"Bagus. Udah dulu ya, Kakak ada meeting."
"I ya Kak, makasih banget Kak."

Klik. Telpon ditutup. Theresia tersenyum simpul sendirian.

"He he he... sekali tepuk dua lalat. Bella akan membuat hati Bu Priscilia hangus terbakar cemburu... hubungan mereka akan retak. Setelah Musda selesai, kemungkinan besar Lamsijan akan semakin jauh... lelaki mandiri semacam dia tidak boleh dicemburui... ha ha ha... ini juga sekaligus test apakah Lamsijan bisa kepincut sama Bella atau tidak? Kalau kepincut, itu soal kecil. Kasih si Bella shabu dan suruh polisi menangkapnya... penjara 18 bulan. He he he... Lamsijan tetap akan jadi milikku."

Theresia menyesap kopinya yang sudah dingin sampai habis sambil mengggeser-geser screen smartphonenya. Dia kemudian memijit sebuah nomor dan menunggu telponnya diangkat.
"Papah..." Katanya.
"Kamu ngapain sih malem-malem ganggu Papah?"
"Maaf, Pah. Tere cuma mau ngasih tau, temen Papah yang dari Singapur itu, mmm... Om Hok Lim Po dan temen Papah yang distributor sayuran... Pak Mahendra... kayaknya harus mundur dulu dari Proyek Gudang Berpendingin di Pasar Caringin, soalnya status hukum tanah di mana lokasi bangunan itu berada ternyata bermasalah... takutnya entar mereka pada rugi."
"Biarin aja mereka rugi, bodo amat."
"Pah, bukan itu masalahnya. Ini menyangkut kader kita yang jadi chief leader investasi itu... dia bisa digebukin Om Lim Po dan Pak Hendra..."
"Oh, Papah sudah dengar rising star kita yang bernama Marijan..."
"Bukan Marijan, Pah, tapi Lamsijan. Dia figur yang cocok untuk jadi Kepala Bidang Pemenangan Pemilu sekaligus sebagai Manajer Kampanye tahun depan... dia jangan sampai keganggu."
"Hm, begitu ya? Baik. Nanti mereka Papah telpon."
"Makasih ya Pah."

***​

Lamsijan menarik nafas panjang dan berat. Dia melepaskan headsetnya dan mencabut Flashdisk aplikasi Chat Detector Hack yang dibuatnya satu tahun yang lalu dari Laptopnya. Dia tersenyum lebar.​

"Bolehlah nomor telpon Theresia dilindungi fitur anti sadap, tapi kan nomor Bella tidak. He he he... let's the game begin..." Bisik Lamsijan dalam hatinya.​


***​

Lamsijan tahu hari telah pagi. Dia tertidur di kursi sofa panjang tempat tamu-tamu Ketua DPD biasa menunggu. Kakinya yang panjang masih terbalut pantalon katun potongan pencil, mengkait sandaran atas sofa dengan sepatu pantofel kulit bertali mengacung tinggi. Satu tangannya terkulai ke lantai dan satu lagi menangkup di dada yang dipenuhi berkas konsep dan smartphone.

Matanya terpejam tapi hidungnya mencium wangi parfum D'bonnet yang lembut.

Seorang perempuan berusia sekitar 35-an berdiri sejauh 2 meter dari sofa tempatnya tidur. Dia tinggi, memakai hem lengan pendek sporty dan celana panjang katun yang ketat. Memamerkan pinggang kecil, pinggul semok, payudara tajam membusung... perempuan muda seksi yang matang. Bahkan lipatan kain pada bagian depan selangkangannya yang membentuk huruf V samar, tampak menggembung. Sangat menantang.

Lamsijan tak pernah menduga jika Theresia bisa sejelita itu. Dalam sisa-sisa kantuknya yang masih menggantung di ujung mata, dia berhitung dengan seribu satu kemungkinan. Kemudian dia menggerakkan kaki, menjatuhkan diri ke lantai dan pura-pura setengah terjaga.

Duduk di lantai sambil memegangi kepala. Sepasang matanya membuka, tampak merah. Lalu menengadah dan ternganga menatap gadis itu yang berdiri di depannya. Berdiri terperanjat.
"Ya Tuhan, sayang! Kakak kangen sekali." Katanya. Dia terhuyung dan menerkam perempuan itu. Memeluknya erat, kuat dan lembut. Lamsijan merasakan buahdada perempuan itu mengeras dan tubuhnya yang sungguh teramat sangat nyaman untuk dipeluk. Harum wangi parfum dan bau shampo rambutnya yang hitam lurus gomplok, sungguh memabukkan. Bibirnya menyusur leher jenjang itu dan hinggap di daun telinganya untuk digigit kecil. Lalu mencari pipi yang halus untuk dicocor gemas dengan mulutnya dan akhirnya menemukan bibir tipis lembut yang hangat dan basah. Melumatnya tanpa ayal sambil kesepuluh jari-jemarinya meremas buah pantat yang sekal itu sekaligus menekannya agar bisa memadat dengan selangkangannya sendiri. Walau terhalang oleh kain celana, tapi Lamsijan bisa merasakan glandulan kepala ikan lelenya menyentuh belahan ceruk dan menikmati letupan-letupan kecil kehangatan di sana.

Lamsijan kemudian melepaskan pelukan dan ciumannya. Kedua tangannya beralih dan meraih kedua tangan perempuan itu, menyatukan jari jemari dan mencekalnya dengan genggaman yang erat.
"Kamu jangan sedih ya sayang, Kakak ke Bandung dulu untuk bisnis dan nyari rumah buat kita... hm?"

Lamsijan tersenyum. Sepasang mata merahnya memudar... lalu tiba-tiba sepasang matanya membelalak lebar. Bola hitamnya mengecil dan putihnya melebar!
"Oh, Tuhan... oh Tuhan..." Lelaki itu menjerit kaget. Lamsijan melepaskan cekalan tangannya dan melangkah mundur hingga tersandung sofa dan terduduk. Dia menutup wajah dengan ke sepuluh jari jemarinya tangannya.
"Maafkan saya... maafkan saya..."

Perempuan itu berdiri saja seperti terpaku. Pori-pori tubuhnya tampak merinding. Cuping hidungnya yang mancung dan putih tampak memerah seperti terkena influenza berat. Sekilas tubuh tinggi semampainya itu gemetar.
"Saya bukan Dian Maharani... Pak Ijan." Katanya sambil merapatkan kedua pahanya sebentar. Dia berharap, beberapa tetes lelehan itu tidak sampai merembes hingga ke kain celana panjangnya.
"Maafkan saya Bu, saya... saya sungguh kurangajar."
"Jika ada orang lain yang melihat... saya tidak akan mengampunimu."
"Maafkan Bu... saya... saya tak bisa mengendalikannya... saya seperti bermimpi... saya... parfum itu Bu, D'bonnet... saya... oh Tuhan... maafkan, saya... maafkan..."
"Kamu tau parfum yang saya pakai?"
"Tidak... bukan... Oh Tuhan... itu cuma dijual di Bordeux, harganya 500 Euro, Dian sangat menyukainya... dia selalu memakainya sejak saya berikan sebagai hadiah di ulang tahunnya yang ke 18... saya... maafkan Bu... dia seakan datang... Oh Tuhan... dia tak mungkin kembali... maafkan saya Bu... maafkan...."
"Saya cuma mampir sebentar... untuk memberikan dukungan agar Musda Jawa Barat ini sukses... kamu nanti akan dibantu Mirabella Schultz sebagai Pi aR... biarkan dia bekerja membantumu..."
"Siap, Bu. Terimakasih... maafkan saya..."
"Cukup." Kata perempuan itu dengan nada yang berwibawa sambil membalikkan badan dan melangkah pergi. Tetapi perempuan itu menghentikan langkahnya ketika suara smartphone Lamsijan berdering.

"Oh, Mister Hok Lim Po... how are you? Oh, Okay. Right... no no no... I'm working on it but the land gonna be not a big deal... what? Are you serious? No, it is not..."

Perempuan itu melihat raut wajah kecewa berriak-riak saat lelaki itu menggeram kesal. Smartphonenya mati dan kemudian berdering lagi.
"Hallo Pak Mahendra... apa kabar?.... Tidak, Pak, saya jamin. Betul tanah itu masih berstatus sengketa tapi itu bukan masalah. Kami sedangan menanganinya dan telah menemukan jalan ke luar... Oh, Tuhan, baiklah. Apa mau dikata jika itu keputusan bapak..."

Perempuan itu menyembunyikan senyumnya.
"Mereka telah menarik investasinya... he he he..." Katanya sambil terus melangkah meninggalkan Sekretariat DPD yang mulai dipenuhi orang.

***​

(Bersambung)​

 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd