Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Berlibur ke Desa

0976

Semprot Kecil
Daftar
29 May 2012
Post
52
Like diterima
57
Bimabet
Namanya Shinta, mahasiswi semester 3, Fakultas Ilmu Administrasi di sebuah universitas swasta, gadis keturunan cina, usianya 21 tahun pada bulan juni tahun ini. Tingginya 168 cm, bobotnya 50 kg dan buah dadanya 34 B, padat dan montok. Kulitnya putih dan mulus, seperti gadis keturunan cina pada umumnya.
Aku menerimanya bekerja sebagai administrasi di perusahaanku dengan kebebasan untuk tetap meneruskan kuliahnya. Bukan hanya karena aku ingin membantunya dalam hal biaya untuk kuliah, tetapi lebih karena wajahnya yang cantik dengan lesung pipit yang muncul setiap kali dia tersenyum dan tubuhnya yang indah dan sintal.
Pada saat pertama kali aku melakukan interview, aku sudah menjelaskan kepadanya bahwa aku membutuhkan seseorang yang bisa membantuku dalam hal administrasi tetapi juga bersedia menemaniku refreshing pada saat – saat tertentu. Dan dia menerimanya, tentu saja dengan janji bonus dan gaji yang lumayan di atas rata – rata.

Belakangan setelah beberapa kali aku mengajaknya keluar baru aku menyadari kalau selain cantik dan cerdas, gadis ini ternyata sangat terbuka dan bebas untuk urusan sex, bahkan beberapa kali dia menunjukkan keberaniannya untuk menunjukkan bagian – bagian tubuhnya secara terbuka. Sungguh seorang teman wanita yang nyaman untuk rekan kerja.
Akhir minggu ini cukup istimewa bagi kami, bertepatan dengan selesainya sebuah proyek yang cukup besar dengan hasil yang cukup memuaskan, hari jum’at dan hari senin kebetulan adalah tanggal merah, artinya kami akan punya hari libur yang cukup panjang untuk dinikmati.
Aku berencana mengisi liburan akhir minggu ini dengan mengajak Shinta pergi berlibur ke area pedesaan di pinggiran kota. Refreshing, melepaskan diri sejenak dari kesibukan, dan menikmati kemesraan berdua.
Pagi itu sesuai rencana, pagi – pagi kami sudah berangkat dari rumah kami dengan mobil, supaya tidak terlalu siang diperjalanan. Sekitar jam 6 pagi kurang, kami sudah keluar dari area perkotaan. Suasana masih sangat sepi di sini, mobil sudah tidak terlalu banyak dan hanya beberapa orang saja yang terlihat sudah mulai beraktivitas dijalanan.
Tidak terasa suasana sepi, ditambah lagi dengan dinginnya ac mobil dan memang karena hari yang masih sangat pagi, membuat mataku jadi terasa sedikit mengantuk.
“ Damn .. agak ngantuk nih .. “ Gerutuku sambil mengejap2kan mataku. Shinta melihatku dengan sedikit khawatir. “ Mau berhenti dulu Pak ? .. daripada bahaya lho .. “ Tanyanya sambil memegang tanganku.
Aku memperlambat laju mobilku dan mulai bergerak menepi .. ada sisi jalan yang sedikit masuk dan terlihat rindang dengan pepohonan, nampak cukup nyaman untuk sekedar tempat beristirahat sementara.
“ Aku buatin kopi dulu ya Pak .. “ Kata Shinta sambil mengambil termos air dari jok belakang. Cekatan dia membuka bungkus Nescafe sachet, mengaduknya dengan air panas kemudian mengulurkannya kepadaku dalam sebuah gelas plastic sekali pakai.
Aku menghirupnya pelan, harum bau kopi dan kepekatan rasanya membuat mataku jadi sedikit terbuka.
Shinta pagi itu berdandan santai memakai kemeja putih tanpa lengan dengan celana pendek. Terlihat segar dan cantik dengan wajah tanpa riasan dan rambut yang tergerai sebahu.
Suasana pagi yang dingin, sunyi dan masih sedikit remang menimbulkan suasana romantic yang memicu hasratku untuk bersikap seharusnya.
Aku menaruh gelas kopiku di tatakan gelas yang tersedia di dashboard. Sambil tersenyum nakal aku mendekatkan wajahku ke arahnya.
“ Nah .. nah .. mau nakal ya .. “ bisik Shinta dengan senyum manisnya, tapi dia malah menyambut bibirku dengan gigitan mesra bibir tipisnya yang indah. Kami berciuman lama, lidahku bergerak menyusuri bibirnya sebentar sebelum dihisapnya dengan penuh gairah.
Aku membalasnya dengan menyusupkan lidahku dalam dalam dan menyusuri seluruh rongga mulutnya dengan jilatan liar. Shinta terengah, matanya tertutup merasakan ciuman ganasku yang memenuhi mulut hingga rongga – rongga kerongkongannya.
Waktu aku berpindah ke jok penumpang dan mendorong kursinya pada posisi rebah, dia mengikutinya dengan memposisikan tubuhnya setengah berbaring.
“ Nggak takut ada orang Pak .. ? “ Bisiknya waktu aku mulai membukai kancing – kancing kemejanya.
“ Nggak apa Shin .. paling juga mereka ngiri .. “ Aku tersenyum nakal sambil menarik lepas BHnya dari sela – sela lengan kemejanya yang longgar. Sengaja aku tidak melepas kemeja putihnya, melihatnya berbaring dengan kemeja setengah terbuka tanpa BH begitu membuat dia terlihat begitu seksi dan menggoda. Buah dadanya yang mengintip sebagian dari sela sela kain bajunya menimbulkan keasyikan tersendiri untuk menyisipkan tangan dan meremasnya.
“ Hush .. Pak Frans .. nggak habis2 lho nakalnya itu .. “ sungut Shinta manja sambil mencubit tanganku mesra.
Aku tersenyum saja, pelan aku mulai mencumbui lehernya yang putih mulus dengan ciuman – ciuman kecil. Tanganku bergerak menyusuri perutnya yang mulus dan rata, merayap naik dan menyentuh payudaranya dengan belaian mesra.
Shinta mendesah, tangannya terangkat ke atas, berpegang erat pada sandaran kepala kursi mobil, seperti memberi kesempatan untukku lebih mengeskplorasi keindahan tubuhnya yang sempurna.
Aku membuka lebar – lebar kemeja putihnya, buah dadanya yang montok dan padat menyembul keluar seperti bukit daging yang putih dan indah dengan hiasan putting kehitaman dipuncaknya.
Pelahan aku mulai mencumbu putting susunya dengan hisapan2 kecil, diselingi permainan lidahku yang berputar – putar di atasnya. Shinta mendesah lagi, wajahnya kini mendongak ke atas, matanya tertutup dengan bibir yang mengatup rapat menahan rangsangan yang aku berikan.
Aku melirik wajah Shinta yang berbaring pasrah dengan mata tertutup, wajahnya yang cantik terlihat begitu mungil dan menggoda dengan ekspresinya yang mulai terlihat bernafsu. Pelan – pelan aku mulai meremasi lagi buah dadanya sambil tanganku yang lain mulai menurunkan celana pendeknya.
Dia menaikkan pinggangnya, memberi kemudahan untukku menarik celananya turun. Sekalian aku menarik juga celana dalamnya hingga kini bagian bawah tubunya kini sudah sepenuhnya telanjang.
Dia membuka matanya sedikit sambil tersenyum .. “ mm .. udah nggak tahan ya Pak ? .. mau langsung dimasukin ? “
Aku tersenyum saja, pelan ku belai vaginanya yang sudah mulai basah. Posisi kaki Shinta yang sedikit mengangkang membuat bibir vaginanya terbuka, memudahkan jari2ku menyentuh bibir vagina dan klitorisnya.
Shinta mendesah lagi sambil menggigit bibir tipisnya. Dia mengangkat wajahnya waktu aku mulai merosot turun dan menciumi pahanya. Sambil masih memainkan putting susunya pelan2 mulai ku jilati bibir vaginanya. Terasa asin dan basah .. aroma vaginanya yang khas menimbulkan gairah tersendiri bagiku.
Pelan – pelan aku mulai mencumbu klitorisnya dengan jilatan – jilatan, sesekali ku selingi dengan hisapan2 ringan. Shinta mendesah pelan, beberapa kali tubuhnya bergetar setiap kali rangsangan yang ku berikan mengangkat rasanya hingga hampir ke puncak.
“ eh .. Pak … stt .. ada orang .. “
Mendadak Shinta menahan cumbuanku yang sedang ganas2nya, buru2 dia merapatkan bajunya yang terbuka.
“Mana Shin ? “ Buru – buru aku melongok ke kiri kanan. Dan benar saja, tidak jauh dibelakang mobilku nampak seorang Bapak tua yang sedang berjalan kea rah kami.
“Aduh .. iya .. wahduh putus nih .. “ Aku bergegas berpindah lagi ke tempat duduk sopir sambil menggerutu. Shinta terkikik geli, dia merapatkan saja bajunya dan menarik ujungnya sedikit ke bawah sehingga menutup sebagian pahanya tanpa memakai kembali celananya.
Ketika Bapak tua itu lewat disamping mobilku, aku menurunkan kaca dan menyapanya
“ Selamat pagi Pak .. “
Dia berhenti dan memandangku sambil tersenyum.
“ Selamat pagi Dik .. kok berhenti di sini Dik ? .. mau ke sumber ya ? “ tanyanya sambil melirik Shinta yang duduk manis di kursi penumpang. Berusaha bersikap biasa.
“ Tadi sih ngantuk saja Pak, makanya kami berhenti sebentar untuk istirahat ..”
“ oo .. saya kira mau ke sumber .. kebanyakan yang berhenti di sini mau mampir ke sumber .. “ jawabnya ramah.
“ sumber apa Pak ya ? .. tempat wisata gitu ? “ tanyaku ingin tahu, dari caranya mengucapkan kata ‘sumber’ seperti ada yang istimewa dengan tempat itu.
“ iya .. sumber air Dik .. di bawah kan ada kolam dari sumber air hangat .. banyak kok yang suka mampir ke sana pagi – pagi gini buat mandi “ Jelasnya bersemangat, “ tempatnya bersih kok, bagus, airnya juga nggak bau belerang seperti kebanyakan sumber air panas lain .. ayo kalau ke sana saya antar “
“ wah .. kayanya bagus juga tuh Pak .. “ Aku melirik Shinta meminta pendapatnya, dia tersenyum saja, caranya mengatakan ‘terserah’ tanpa bersuara. Aku memang sering mendengar ada sumber air panas di daerah sini, asalnya dari sebuah gunung besar yang ada disini. Tapi biasanya aku datang ke tempat yang sudah ditata dan difungsikan resmi menjadi tempat wisata. Kalau yang alami, baru kali ini aku tahu.
“ Mau Shin ? “ tanyaku menegaskan kepadanya.
“ Ayo aja Pak .. kan memang kita mau rekreasi .. keluar dari rencana sedikit kan nggak apa .. nanti agak siang baru kita lanjut lagi perjalanannya. “ Jawab Shinta mendukung ketertarikanku.
“ Oke deh kalau gitu .. Pak, antarin kita ke sana ya .. “ Pintaku pada Pak Tua itu yang disambutnya dengan senyum gembira. Biasanya dari turis2 dadakan beginilah orang2 desa seperti dia mendapat rejeki, sekedar tip dan fee untuk membeli rokok.
“ Tapi aku pakai celana dulu Pak .. “ bisik Shinta sambil mencubit pahaku. Aku tersenyum.
“Iya .. iya .. aku ajak Bapaknya ngobrol dulu ya .. “ Jawabku sambil membuka pintu mobil dan bergerak keluar.
Sambil menunggu Shinta bersiap aku mengobrol dengan Bapak tua itu.
Namanya Pak Ali, usianya sekitar 65 tahun dan dia memang penduduk asli di daerah situ. Menurut ceritanya, sumber air panas yang ada di daerah situ sudah ada sejak dia masih kecil. Dan biasanya memang digunakan untuk penduduk desa mandi dan mencuci pakaian. Baru beberapa tahun belakangan ini saja mulai banyak pelancong yang ikut datang dan berkunjung ke tempat itu.
Tidak lama setelah Shinta siap, kami mengikuti Pak Ali menuju sumber air panas yang diceritakannya.
Tempatnya cukup jauh, melewati pematang sawah dan jalan setapak yang hanya cukup dilalui satu orang saja. Betul2 masih alami. Sepanjang perjalanan kami bertiga banyak bercerita dan bergurau. Pak Ali ternyata cukup santai dan nyaman sebagai teman jalan, beliau sangat sopan dan berbicara seolah2 kami adalah teman2 lamanya.
Sekitar 30 menit berjalan, kami sampai dipinggir sungai. Dari uap air yang muncul kami segera tahu bahwa air di sungai itu hangat.
“ Ini aliran sungai dari sumber air panas itu Dik .. tapi sumbernya sendiri masih kira2 setengah kilo lagi ke atas” Terang Pak Ali sambil menunjuk kea rah hulu sungai “ Masih kuat jalan ? “ Tanyanya sambil memandangku dan Shinta.
“ Masih Pak .. kita masih muda2 kok, jalan gini mah enteng .. “ sahut Shinta riang sambil tertawa, butir – butir keringat terlihat turun dari dahinya.
“ Awas kalo nanti minta pijit lho ya .. “ godaku sambil menggandeng tangannya. Dia tertawa saja.
Beriringan kami menyusuri pinggir sungai itu mengikuti Pak Ali yang sudah berjalan lebih dulu.
Tidak terlalu jauh, sungai itu melebar menjadi sebuah kolam alami dengan diameter kira – kira 9 meter’an. Tepi2 kolamnya dihiasi dengan batu – batu besar dan pepohonan yang cukup tinggi sehingga membuat suasana menjadi rindang.
Ketika kami datang di sana sudah ada beberapa orang yang mandi, 5 orang laki2 di sisi utara dan 6 orang wanita di sisi selatan. Beberapa wanita, selain mandi nampak juga memanfaatkan air sungai itu untuk mencuci pakaian, tetapi karena mereka mencuci di ujung luar aliran air sehingga sisa air cucian itu tidak mengalir ke area yang dipakai untuk mandi.
Tempat mandi laki2 dan wanita secara visual tidak dipisahkan oleh apapun, hanya berseberangan saja dengan jarak sekitar 8 – 9 meter, sehingga kalau mau, tentu saja mereka bisa saling melihat dengan bebas.
Tetapi sepertinya buat mereka itu hal yang biasa saja. Mereka tampak normal saja mandi dan mencuci pakaian dengan bertelanjang bulat tanpa terlalu mempedulikan sekitarnya. Bahkan ketika kami datang pun mereka sepertinya tidak terlalu terganggu.
“ Disini sudah biasa Dik, ya memang begitu itu sehari2nya.. kalau mandi ya di sini, Cuma kalau buang air besar tempatnya agak terpisah, supaya kotorannya tidak masuk ke tempat mandi.” Kata Pak Ali, menanggapi keraguanku. Aku pun tersenyum saja sambil melirik Shinta, yang sepintas juga terlihat sedikit ragu.
“Ayo Dik, langsung membaur saja .. malah nggak enak kalau kita Cuma berdiri di sini .. Adik Shinta kesebelah sana .. mandi sama ibu ibu yang lain .. “
Pak Ali mengajakku berjalan ke utara, tempat beberapa laki2 lain yang sudah lebih dahulu mandi. Shinta sendiri akhirnya juga berjalan ke selatan. Dia tersenyum menyapa beberapa wanita yang ada di sana. Ku perhatikan ada 2 orang wanita yang terlihat masih muda, dari tubuhnya yang masih langsing dan kencang mungkin usia mereka sekitar 20 – 25 tahun, sisanya sudah terbilang agak berumur. Aku senyum senyum saja menyaksikan wanita2 itu mandi dan mencuci pakaian dengan bertelanjang tanpa terlalu memperhatikan orang2 di sekitarnya. Mungkin betul yang dikatakan Pak Ali, ya begitulah kebiasaan mereka sehari harinya.
“ Ayo Dik, mandi .. “ Sapa Pak Ali, dia sudah melepas semua pakaiannya dan sekarang mulai masuk ke dalam air, “ Taruh aja pakaiannya disana Dik, supaya tidak ikut basah “ tunjuknya kearah sebuah batu besar yang rata tidak jauh dari kolam. Disana terlihat sudah ada beberapa pakaian yang ditumpuk sembarangan, milik orang2 yang mandi disini.
Aku bergegas ke sana, membuka pakaian dan kemudian berjalan kembali ke tempat mandi, telanjang bulat tentu saja.
Sejenak aku berdiri di pinggir kolam, memandang ke sekitar, aneh juga rasanya berdiri telanjang bulat di tempat terbuka begini dengan beberapa orang asing yang bebas melihatku. Bapak Bapak yang mandi di dekatku terlihat cuek saja waktu aku datang, tapi dari seberang aku melihat ada beberapa wanita yang mencuri – curi pandang kearahku, waktu bertemu mata denganku mereka menunduk malu sambil tersenyum – senyum kecil.
Aku tersenyum sendiri, rupanya masih penasaran juga mereka kalau ada orang baru yang ikut mandi. Tapi aku tidak bisa berlama – lama lagi berdiri telanjang di sana, aku harus segera mencebur ke air sebelum mereka melihat kemaluanku yang pelan2 bergerak naik. Haha .. rupanya sensasi memamerkan tubuh telanjangku ini mau tidak mau memberi support rangsangan juga.
Segera kehangatan air kolam terasa membungkus tubuhku, segar sekali, jauh berbeda dengan berendam air hangat di bathup hotel. Di sini air hangatnya terasa jauh lebih menyegarkan. Aku membasuh wajah dan tubuhku beberapa kali sambil sesekali membenamkan seluruh tubuhku ke dalam air.
“ Enak Pak ? .. “ Seru Shinta dari seberang, aku menoleh sambil tersenyum. “ Iya Shin, hangat .. “ Aku lihat dia masih berlutut ditepi sungai, belum membuka bajunya. Sepertinya dia masih ragu untuk begitu saja bertelanjang ditengah banyak orang begini.
“ Masuk aja Shin .. asyik kok .. “ Seruku sambil masih berendam di dalam air. Shinta melihat sekelilingnya dengan pandangan ragu. Nampaknya masih menimbang – nimbang juga dia sebelum akhirnya dia mengangkat bahunya dan berjalan ke tempat Ibu – Ibu yang lain menumpuk pakaiannya.
Aku memperhatikan dia melepas pakaiannya dengan cepat. Kaos putih, celana pendek .. sesaat dia berhenti dan melirikku sebelum melepaskan pakaian dalamnya, tapi setelah aku meyakinkannya dengan anggukan, akhirnya dilepaskannya bra dan cd-nya sekalian.
Aku tertawa sewaktu Shinta berbalik ke arahku dengan tubuh telanjang. Dia memonyongkan bibirnya dengan wajah bersemu malu. Aku mengangkat jempolku sambil kemudian melambaikan tanganku supaya dia segera mendekat ke kolam.
Shinta berjalan kearah sungai dengan perlahan, jalanan tanah dan sedikit basah yang diinjaknya membuat dia harus ekstra hati – hati supaya tidak terpeleset. Aku mengamatinya berjalan sambil tersenyum. Dibandingkan dengan wanita – wanita lain yang ada di situ tentu saja jauh sekali perbedaan tubuhnya. Tubuh Shinta terlihat sangat bersih dan terawat, buah dadanya bulat dan kencang dengan putting susu yang mungil kehitaman di ujungnya. Perutnya rata dan mulus, pahanya penuh dan montok dengan bulu – bulu dipangkal pahanya yang tercukur rapi, terlihat menyembul mungil ditengah apitan dua kakinya yang jenjang.
Sesampainya di tepi sungai dia mencelupkan dulu ujung kakinya ke air, merasakan hangatnya air sungai sebelum kemudian berjongkok dan mencelupkan tangannya.
“Hangat Shin ? .. “ seruku.
Dia tersenyum saja sambil mengangguk. Sejenak dia menegakkan badannya sambil mengangkat tangan dan mengikat rambutnya. Aku tahu Dia melakukannya dengan wajar saja, tapi gerakannya itu seolah membuka semua kesempurnaan ditubuhnya. Dengan tubuh menegak dan tangan yang terangkat itu, payudara yang tergantung lepas didadanya terlihat makin menjulang ke atas. Kulitnya yang putih mulus tak bercela terlihat berkilau seperti pualam ditimpa sinar matahari.
Posisi berlututnya dengan satu ujung lutut menyentuh tanah dan kaki yang lain terlipat ke atas, membuat vaginanya terlihat mengintip nakal dari sela – sela pahanya,
Aku memandangnya dengan kagum, dia balas memandangku dengan lirikan mesranya sebelum perlahan dia membenamkan tubuhnya ke dalam air.
Sesaat setelah pemandangan erotis itu tertutup oleh beningnya air baru aku sadar kalau ternyata bukan aku saja yang terpukau oleh keindahan tubuh Shinta. Waktu aku melihat berkeliling ternyata semua laki – laki yang mandi bersamaku juga memandang tak berkedip kea rahnya. Beberapa dari mereka segera membuang pandang kearah lain sambil menahan malu ketika tahu aku memergokinya. Tapi yang lain terus memandang seperti tak peduli. Pikirku, wajar saja lah, jarang – jarang juga mereka berkesempatan mandi bareng dengan wanita secantik ini.
“ Istrinya cantik sekali Dik .. “ Dari sebelah Pak Ali berbisik sambil bergeser mendekat.
“ Gitu ya Pak .. “ Balasku sambil tersenyum .. aku melirik tanganya yang menutup sesuatu dipangkal pahanya. Haha .. pastilah bangun juga penis tua-mu ya Pak. Pikirku geli. “ Lho.. saya kira Bapak sudah biasa mandi bareng gini jadi cuek2 saja kalau lihat orang telanjang Pak ? .. “ Tanyaku ringan sambil tertawa. Wajar saja kalau dia mengira kami adalah suami istri kalau melihat kemesraan dan kebebasan kami.
“ Ya .. tapi kan beda Dik yang dilihat .. kalau ini sih cantik sekali .. “ Jawabnya lugu sambil masih memandangi Shinta yang sedang mandi.
Shinta terlihat sudah asyik mandi dan berbaur dengan wanita – wanita lain disekitarnya. Nampaknya dia sudah larut dalam suasana mandinya sendiri sehingga tidak lagi terlalu peduli dengan orang – orang yang masih memandangi tubuh telanjangnya dengan penuh kekaguman. Dia mulai melumuri tubuhnya yang sudah basah dengan sabun cair, lalu meratakannya perlahan ke seluruh tubuh. Jemarinya yang lentik terlihat lembut sekali membelai bagian bagian tubuhnya yang sekarang terlihat berkilat dibungkus air sabun. Beberapa kali payudaranya bergoyang belan sewaktu tanpa sadar Shinta meremasinya dengan gerakan memutar. Menimbulkan pemandangan yang sangat menaikkan gairah nafsu.
Tiba – tiba muncul ide iseng di pikiranku, untuk membuat suasana jadi lebih seru.
Pelan – pelan aku berjalan menyeberangi sungai, menuju tempat Shinta mandi. Aku cuek saja walaupun beberapa orang terlihat memandangku dengan heran. Pelan – pelan aku mengambil tempat dibelakangnya dan meraih botol sabun cair disampingnya.
Shinta awalnya memandangku dengan sedikit bingung, tapi kemudian dia tertawa saja waktu aku mulai mengoleskan sabun dan menggosok punggungnya. Aku tertawa juga, beberapa orang yang melihat kami ikut tersenyum melihat kemesraan kami, dasar pengantin baru, mungkin begitu pikir mereka.
Aku melirik Pak Ali yang juga tertawa sambil memandang kami .. “ Maklum pengantin baru Pak, jadi ya harus mesra .. “ Seruku sambil masih menggosokkan busa sabun ke punggung Shinta.
Pak Ali mengangkat jempolnya sambil tertawa, orang – orang disampingnya juga ikut tertawa. Ibu – ibu yang ada disekitar istriku tersenyum – senyum saja. Sekarang suasana menjadi lebih santai. Mereka tidak lagi terlalu protes walaupun aku sekarang ada ditengah – tengah tempat mandi wanita. Beberapa wanita yang mandi disekelilingku juga terlihat sudah cuek lagi melanjutkan mencuci pakaian mereka.
Aku menyiramkan air ke punggung Shinta, membersihkan sisa – sisa busa sabun yang masih ada. Lalu perlahan aku tuang lagi sabun cair ke tanganku dan mulai menggosokkannya ke tubuh depan Shinta. Dengan posisi menggosok dari belakangnya, otomatis posisiku sekarang jadi setengah memeluknya.
Shinta awalnya tidak terlalu menyadari niatku untuk sedikit berpamer, tapi ketika aku menarik tubuh atasnya kebelakang dan mulai meratakan busa sabun ke perut dan dadanya, dia mulai sedikit protes
“ Pak .. iseng banget sih Pak ..dilihat orang lho .. “
Bisiknya, tapi dua tangannya tetap menggantung lepas walaupun sekarang tanganku sudah mulai menggosok – gosok buah dadanya dengan sedikit gerakan meremas.
“ Biarin Shin .. dari tadi Bapak – Bapak yang disana sudah pada melotot ngeliatin kamu telanjang .. “
Bisikku sambil tertawa geli, sengaja aku berlama – lama menggosok buah dada Shinta, sesekali aku meremas dan menekannya ke atas sehingga gumpalan payudara yang sudah montok itu terlihat makin membusung indah. Shinta ikut tertawa, dia tidak lagi protes. Dibiarkannya aku mengeksplorasi setiap lekuk tubuhnya dengan sentuhan – sentuhan mesraku.
Aku melirik Pak Ali, orang tua itu menatap kami dengan pandangan iri, juga Bapak – Bapak yang mandi disekitarnya, hampir semuanya memandangi kami dengan mata melebar dan mulut terbuka. Aku tertawa dalam hati melihat mereka. Mungkin mereka sama sekali tidak mengerti apa yang kami lakukan, mungkin bagi mereka ini hanyalah gaya mandi yang aneh pengantin baru dari kota, tapi tetap saja mereka menikmatinya.
Tidak lama, aku menyiramkan air ke tubuh Shinta lalu bergerak kembali ke tempat mandiku. Gadis itu tersenyum saja, lalu kembali melanjutkan mandinya sendiri. Sebagian besar Bapak Bapak masih memandangi Shinta tapi sebagian lagi sudah mengalihkan matanya, mungkin jengah juga karena sekarang aku sudah kembali ke tengah mereka.
“Mesra sekali Dik .. “ Goda Pak Ali sambil tersenyum “ Baru berapa lama menikah ?”
“ Belum setahun Pak .. “ Jawabku asal, “ Tapi pacarannya lama .. “
“ Ooo .. pantas .. kalau saya punya istri seperti itu juga nggak bakalan habis saya mesrain .. “
Katanya sambil tersenyum. Aku membalasnya dengan senyuman juga.
 
Kami masih melanjutkan mandi sekitar 15 menit kemudian ketika mendadak tetes air hujan turun dari langit.
" Aduh ... hujan Dik .. ayo sudahan mandinya .. " Kata Pak Ali sambil berdiri dan melangkah ke tepi, " Cepat ke pinggir Dik, kalau hujan kadang suka banjir airnya ", serunya melihatku yang masih bermain – main dengan air. Orang – orang yang lain juga sudah bergegas naik.
" Ayo Shin .. udahan .. " Seruku pada Shinta, dia mengangguk dan segera beranjak naik ke tepi sungai.
Waktu kami selesai berpakaian, hujan sudah turun setengah deras. Aku dan Shinta sedang bersiap – siap untuk kembali ke mobil, sewaktu Pak Ali berjalan mendekat.
" Berteduh dulu di rumah saya Dik, daripada kehujanan .. kan agak jauh mobilnya " Tawarnya.
" Jauh Pak rumahnya ? " Shinta yang menjawab, dia tampak sibuk menutupi kepalanya dari tetesan hujan yang mulai deras.
" Nggak kok, Cuma dibelakang pohon – pohon pisang itu .. " tunjuk Pak Ali kea rah sekumpulan pohon pisang tidak jauh dari sungai. Shinta memandangku meminta persetujuan.
" Ayo lah Pak .. tidak merepotkan ya ? " Jawabku
" Nggak apa Dik, sambil minum teh hangat dan duduk duduk sebentar .. tapi rumah Bapak jelek ya .. " Jawab Pak Ali ramah sambil berjalan mendahului. Hujan sudah turun deras sekarang. Kami berjalan secepat kami bisa menyusuri jalan tanah yang sudah sangat becek.
Benar juga, sekitar 10 menit berjalan, dibelakang kerumunan pohon pisang, kami sampai disebuah gubuk kecil yang sangat sederhana.
" Ayo masuk Dik .. berteduh di dalam" Ajak Pak Ali.
Dia membuka pintu kayu yang menutup rumahnya dan mempersilakan kami masuk. Gubuknya sangat sederhana. Hanya 1 ruangan besar berukuran 5 x 6 yang terbuka tanpa penyekat.
Di dekat pintu masuk ada kursi kayu yang sudah reyot dengan meja kecil, mungkin berfungsi sebagai ruang tamu. Di belakang ada perapian dari batu bata untuk membakar kayu dan memasak. Tidak ada kamar, untuk tidur hanya ada bale – bale kayu tanpa kasur, hanya tikar bamboo di atasnya.
" Rumah jelek ya Dik .. sebentar saya nyalakan apinya biar agak hangat .. " Dia menutup kembali pintu kayunya setelah kami masuk supaya angin dingin tidak masuk. Cahaya matahari masuk dari genteng kaca di atapnya sehingga ruangan tidak terlalu gelap.
Lalu bergegas dia mendekati tempat perapian dan mulai menyalakan api. Tidak lama setelah kayu bakar diperapian itu mulai terbakar api, segera udara hangat terasa memenuhi ruangan.
" Baju basahnya dibuka saja Dik .. nanti di jemur di dekat api supaya kering, sementara pakai sarung saya dulu saja " Kata Pak Ali sambil menaruh 2 lipat sarung di atas bale – bale. " Saya buatkan minuman hangat dulu ya .. " , dia berjalan cepat keluar lewat pintu belakang sambil menyahut ceret besi yang tergeletak di meja. Lalu dia menutup pintu, memberi kesempatan kami untuk berganti pakaian.
Aku menarik Shinta ke arah bale – bale, dia sudah menggigil kedinginan. Bajunya yang basah melekat erat ke kulitnya, memperparah rasa dingin udara yang sudah menusuk tulang. Aku bantu dia melepas baju dan celananya sambil sesekali aku menggosok – gosok kulitnya mencoba memberi sedikit rasa hangat.
" Dingin banget ya Shin .. sudah di gunung .. hujan .. baju basah lagi .. " Godaku sambil tersenyum. Gadis itu meringis saja sambil masih menggigil kedingina, " BH dan CDnya dilepas juga nggak ? .. basah juga kan ? .. " Tanyaku sambil melihat pakaian dalamnya yang juga terlihat basah kuyup disiram hujan.
" Iya Pak .. sekalian aja .. dingin banget soalnya kalau ketempelan kain basah gini .. " Jawabnya sambil melepas sendiri BH dan CDnya. Aku menerima pakaian – pakaiannya dan segera membawanya ke dekat perapian, meletakkannya di dekat api supaya segera kering.
" Pak .. kok gini sarungnya ? .. ", Shinta terdengar berbisik pelan. Waktu aku menoleh, dia masih berdiri telanjang sambil mengangkat kain sarung lusuh yang sudah dibukanya.
" Kenapa Shin ? .. " Jawabku sambil memegang kain sarung itu. Terasa kasar dan kumal.
"Bisa gatal semua kalau pakai kain ini Pak .. " Protesnya dengan ekspresi geli ..
"Nah .. terus gimana dong .. Cuma itu adanya .. " Jawabku bingung sambil membolak balik kain sarung itu, memang lusuh sekali, mungkin sudah bertahun2 umurnya dan jarang sekali dicuci," Daripada pakai baju basah ? .. malah sakit nanti .. " Bujukku bingung.
" Aduh .. ya nggak masuk angin pun kalau gatal juga sama aja Pak .. " Sungut Shinta setengah kesal." Ya udah .. aku tutupkan aja deh .. yang penting nggak telanjang aja .. " Katanya sambil menutupkan kain itu ke tubuh depannya dan berjalan ke perapian.
Aku diam saja, bingung, Shinta berjalan dan duduk di tikar depan perapian. Kain sarung Pak Ali hanya dipegangnya dengan dua tangan terlipat menutup tubuh depannya, tapi dijaganya supaya tidak terlalu menempel dengan kulit tubuhnya. Sepertinya dia risih sekali bersentuhan dengan kain lusuh itu. Tapi akibatnya tentu saja dia jadi terlihat telanjang bulat jika dilihat dari samping dan belakang. Nampak justru makin sexi dan menggoda.

"Lah .. kok jadi tambah seksi gitu Shin .. kalau Pak Ali masuk gimana ? " Tanyaku bingung.
" Biarin aja .. toh tadi juga dia udah lihat semua di sungai .." Jawab Shinta ringan sambil berjongkok di depan perapian. Aku mengangkat bahuku saja, sambil melepas baju dan celanaku, lalu aku pakai sarung yang satu lagi untuk menutup tubuh bawahku. Buat aku sih memakai kain lusuh begitu, walaupun sedikit geli juga, tapi aku masih bisa menerimanya.
Kami berjongkok di depan perapian waktu Pak Ali masuk lagi sambil membawa ceret minuman. Dia menuang teh hangat ke gelas kecil lalu membawanya kepada kami.
" Lho .. Dik, kok gitu pakai sarungnya ? .. " Tanyanya heran sambil memandang Shinta yang sedang berjongkok di depan perapian. Shinta tersenyum saja, tangannya masih menutupkan kain sarung itu sehingga menutup tubuh depannya dari pundak sampai ke kaki. Tapi dari samping tubuhnya betul betul sama sekali terbuka, mulai dari lengan atas, sampai ke pangkal kakinya. Bentuk buah dadanya pun terlihat bulat dan penuh dari sela – sela lengannya.
"Iya Pak .. nggak biasa pakai baju orang .. " Jawab Shinta,berusaha untuk sopan " Nggak apa lah .. yang penting tertutup .. "
Pak Ali diam saja, dia menaruh gelas minuman di dekat kami lalu ikut duduk. " Diminum dulu tehnya Dik, biar agak hangat .. " Katanya ramah.
Aku mengambil gelas minuman itu lalu meminumnya sedikit, terasa hangat teh manis itu melewati bibir dan tenggorokanku, " Minum Shin ? .. " Kataku sambil mengulurkan gelas itu kearah Shinta. Diterimanya dan langsung diteguknya perlahan.
" Pak Ali sendirian Pak di sini ? " tanyaku
"Iya Dik, sudah 8 tahun ini sendirian .. " Jawabnya pelan " Istri Bapak meninggal 8 tahun yang lalu .. "
" Anak ? " tanyaku lagi
" Belum ada rezeki .. " Jawabnya sambil tersenyum kecut, " Saya menikah 40 tahun .. tapi tidak punya anak "
" Oo .. wah .. sepi dong Pak ya .. " Kata Shinta sambil duduk merapat denganku, dia menatap Pak Ali dengan pandangan iba," Terus sehari2nya Bapak kegiatannya apa ? .. " Tanyanya
" Bapak buruh tani Dik .., membantu mengurus sawah orang .. " Jawab Pak Ali. Sesaat kemudian dia sudah asyik menceritakan suka dukanya bekerja di sawah.
Kami asyik mengobrol sambil berusaha mencairkan suasana. Hujan masih deras mengguyur bumi. Tapi beruntung, perlahan – lahan rasa dingin sudah mulai tergeser dengan hangatnya api kayu bakar.
" Adik berdua ini sudah menikah berapa lama ? " Tanya Pak Ali sambil memandangi kami.
" Kami tidak menikah kok Pak .. teman saja, tapi mesra .. " Jawab Shinta sambil mendorongkan bahunya kepadaku " Nih dia nih yang nggak mau cepet2 nikah .. " Sungutnya manja. Aku tertawa saja.
" Iya Pak .. belum puas test drivenya .. " Godaku disambut cubitan mesra Shinta. Pak Ali tertawa. Dia terlihat iri melihat kemesraan kami.
" Bapak dulu nggak semesra kalian walaupun masih pengantin baru .. " Bisiknya lirih
"Kok gitu Pak ? " Kata Shinta heran.
" Ya .. nggak aja .. kami dulu menikah sudah agak tua .. tidak lewat pacaran .. jadi .. ya asal menikah saja, supaya bisa punya anak .. ternyata tidak ada rejeki .. " Jawabnya pelan, lalu tertawa kecut.
" Istri Bapak pasti cantik ya Pak ? " tanya Shinta iseng.
" Aduh .. cantiknya dimana sih Dik .. kalau sama Adik ya jauh sekali .. " sahut Pak Ali cepat sambil tertawa.
" Memangnya dia cantik Pak ? " Godaku sambil melirik Shinta.
" Lho .. Adik itu bagaimana ? .. ceweknya kaya bintang film begini kok masih ditanyakan .. " Pak Ali memandang Shinta yang tertawa tawa saja sambil tersipu.
" Body-nya juga oke ya Pak .. " Godaku lagi, " Tadi di sungai saya lihat Bapak sampai nggak kedip ngelihatin dia telanjang .. "
Aku langsung tertawa melihat Pak Ali mendadak terdiam dengan wajah malu. Shinta mencubitku lagi keras keras. Aku tertawa tawa saja melihat keduanya jadi terlihat kaku dan malu.
"Ya .. maaf Dik .. namanya juga sudah 8 tahun nggak ada istri .. lagian seumur umur baru sekarang saya ketemu yang cantiknya seperti Adik .. " Kata Pak Ali lugu seperti merasa bersalah.
"Iya .. iya nggak apa Pak Ali .. kalau mau lihat lagi juga nggak apa kok .. mumpung masih ada disini .. " Godaku sambil melirik Shinta. Dia menyambut lirikanku dengan memonyongkan bibirnya.
" Iya nggak Shin ? .. " tegasku lagi .. aku tahu betul Shinta senang juga dengan sensasi sensasi aneh begini sejak beberapa kali aku mengajaknya berlibur.
" Ya .. kalau buat Pak Ali sih .. boleh boleh aja .. tapi kan nggak ada istimewanya ya Pak .. orang di sungai tadi juga sudah lihat semua .. " Jawab Shinta sambil melirik Pak Ali. Yang dilirik memandang kami bergantian dengan pandangan bingung. " Kalo boleh pegang baru istimewa Pa .. " Sambungnya sambil tersenyum nakal. Aku tertawa sambil mencubit pipinya dengan gemas. Shinta menjerit kecil.
Dia menepis tanganku yang hinggap di pipinya dengan cepat. Aku beralih menarik sarung yang menutup bagian depan tubuhnya sambil berkelit menjauh.
Gadis itu menjerit kecil, dia berusaha merebut kembali sarungnya, tapi terlambat, aku sudah membawanya menjauh sambil tertawa. Shinta merengut kesal sambil menatapku manja, dia sekarang duduk tanpa selembar benangpun di depan Pak Ali yang terbelalak menatapnya dengan pandangan nanar.
Aku tertawa sambil melirik Pak Ali lagi. Orang tua itu masih diam tidak bersuara, tapi matanya tidak lepas menatap tubuh atas Shinta yang kini terbuka kembali.
" Boleh aja sih kalau sekedar pegang Pak Ali .. tapi antar kita saja ya .. ya anggap aja buat pelepasan setelah 8 tahun dipendam Pak .. " Aku memegang tangan Pak Ali sambil tersenyum, lalu sambil lalu aku angkat gelas gelas teh yang sudah kosong dan membawanya ke meja, " Ya Shin ya ... baik2 gitu lho sama Pak Ali.. kasihan, sudah 8 tahun nahan2 lho .. " Godaku sambil mengedipkan mataku kea rah Shinta.
Shinta memonyongkan bibirnya manja, tapi sekarang dia duduk kembali, malah sedikit merapat kea rah Pak Ali.
" Nggak apa Pak Ali .. pegang aja boleh kok .. Pak Ali toh sudah baik juga dengan kita .. " Bisik Shinta pelan. Dia menyibakkan rambutnya kebelakang lalu mengambil sikap duduk berlutut. Dua tangannya di angkatnya ke atas sambil mengikat rambutnya yang tergerai panjang seperti memberi kesempatan Pak Ali memandangi seluruh lekuk tubuhnya dengan bebas.
" I ..iya Dik, Maaf Dik .. saya pegang ya Dik .. " Pak Ali berbisik pelan, setengah merangkak dia mendekat ke arah Shinta sambil mengulurkan tangannya. Pelan sekali dia menyentuh dada Shinta, mengusap usapnya dengan lembut seperti seorang anak yang bermain dengan bola kaca dan takut membuatnya pecah.
Aku tersenyum senyum saja melihat Shinta yang duduk berlutut dengan ekspresi tegang. Wajahnya berubah dari nakal menjadi aneh ketika orang tua itu mengelus elus dadanya.
" Dipegang aja Pak .. yang mantap gitu lho .. masak Cuma di usap – usap .. " Bisiknya setengah geli dan tidak sabar. Pak Ali meneguk ludahnya. Dia sekarang duduk persis di depan Shinta dan mengulurkan dua tangannya sekaligus.
Kali ini dia terlihat tidak terlalu ragu lagi, jari – jarinya langsung meremas buah dada Shinta dengan gemas. Menggenggam dan memerasnya dengan gerakan memutar perlahan.
" Nah .. gitu Pak .. diremas aja .. nggak apa .. " Bisik Shinta, dia menegakkan tubuhnya, mengangkat buah dadanya lebih ke atas. Ekspresinya terlihat lebih menikmati sekarang. Pak Ali pun tidak kalah antusiasnya bermain dengan dada Shinta, gumpalan payudara yang tadi hanya bisa dilihatnya itu sekarang menjadi seperti permainan baru baginya.
" Saya cium ya Dik .. " Bisiknya penuh harap. Shinta mengangguk saja, dia sekarang menurunkan tangannya ke belakang, membentuk sikap setengah berbaring, kakinya menjulur ke depan setengah menekuk, memberi akses Pak Ali untuk membungkuk di antara pahanya.
Seperti mendapat angin segar, Pak Ali langsung membungkukkan tubuhnya, tangannya menggenggam erat buah dada Shinta, meremas remasnya dengan kuat. Lalu seperti bayi, dia mencucup putting susu Shinta dengan hisapan – hisapan penuh nafsu.
Shinta mengangkat kepalanya .. dia melirikku sebentar dengan pandangan menggoda .. lalu memejamkan matanya merasakan tubuhnya di eksplorasi dengan penuh gairah.
Tak lama aku lihat Pak Ali mulai melepaskan celananya. Rupanya sudah tidak tahan dia untuk menahan penisnya yang pasti sudah mati matian berontak sedari tadi.
" Jangan dimasukin lho Pak .. " Bisik Shinta, melihat Pak Ali sudah tidak bercelana, penis tuanya terlihat tegak mengacung.
" Nggak kok Dik .. nggak .. saya Cuma mau gosok2 sendiri saja .. " Jawab Pak Ali setengah khawatir. Aku mengangguk saja waktu Shinta melirikku dengan khawatir.
" Yang penting jangan dimasukin Pak .. " Tegasku lagi.
" Nggak Dik .. sudah boleh begini saja saya sudah bersyukur kok .. nggak akan saya kurang ajar .. " Jawab Pak Ali sambil memandangku.
" Iya .. iya Pak .. boleh .. " Jawab Shinta sambil tersenyum.
Pak Ali memandang Shinta dengan wajah berbinar. Segera dia menundukkan kepalanya lagi dan mulai mencumbui buah dada gadis itu lagi dengan penuh nafsu. Satu tangannya yang lain mengelus elus penisnya dengan pelan.
Shinta diam saja memandang ulah Pak Ali. Pelan2 dia membaringkan tubuhnya mengambil posisi berbaring sepenuhnya. Memberi lebih banyak kemudahan untuk orang tua itu menikmati tubuhnya sambil bermasturbasi.
Seperti tidak menyia nyiakan kesempatan, Pak Ali segera merubah posisinya. Sekarang dia merunduk di sisi tubuh Shinta, kepalanya terbenam di belahan buah dada gadis itu sambil tangannya masih menggosok gosok penisnya yang sudah tidak sepenuhnya tegak itu.
Shinta berbaring saja, dia merentangkan tangannya ke samping, membuka seluruh tubuhnya untuk dijamah dan dinikmati. Matanya masih terpejam, tapi dari ekspresinya yang beberapa kali menggigit bibir sambil mengernyitkan dahinya, aku tahu kalau dia juga sudah mulai menikmati cumbuan Pak Ali.
Pelan pelan, mungkin karena sudah mulai capek membungkuk sambil mencari posisi yang lebih baik, Pak Ali sekarang mulai bergeser ke atas tubuh Shinta. Dia menelungkup, sehingga sekarang seluruh tubuhnya sudah menghimpit tubuh gadis itu dengan sempurna. Bagian bawah tubuhnya menyusup di sela sela kaki Shinta yang setengah mengangkang. Beberapa kali terlihat dia menggoyangkan pinggangnya, nampaknya dia berusaha menggesek - gesekan penisnya ke pangkal paha gadis itu, mencoba merasakan sensasi dari sentuhan lembut kulit paha dan bulu – bulu halus yang menghiasi pangkalnya.
Shinta sendiri masih berbaring telentang dengan pasrah. Dia membiarkan saja orang tua itu menindihnya sambil menikmati sentuhan sentuhan lembut dari kulit tubuhnya. Matanya masih terpejam, mulutnya beberapa kali mengeluarkan desahan lirih setiap kali cumbuan Pak Ali mengenai titik titik sensitive di tubuhnya.
Pelan pelan cumbuan laki laki tua itu mulai bergerak turun, menyusuri perut Shinta yang putih dan rata, lalu merambat turun kea rah pangkal pahanya. Perlahan, seperti ragu antara akan dilarang atau tidak, Pak Ali membuka kedua paha gadis itu. Shinta tidak melawan, dia membuka kedua kakinya lebih lebar, membiarkan Pak Ali memandang belahan vaginanya yang masih rapat dan rapi dengan bibirnya yang merah dan mulai basah. Laki – laki tua itu menarik napasnya yang hampir berhenti ditenggorokannya, antara kagum dan nafsu dia mendekatkan bibirnya dan mulai mencumbui bibir vagina gadis itu.
Shinta menggeliat, rasa geli dan nikmat bercampur memenuhi dadanya. Dia menekan kepala Pak Ali lebih dalam ke pangkal pahanya sementara satu tangan lelaki itu masih meremasi dadanya dengan gemas. Decak lidah segera terdengar ketika Pak Ali mulai menghisap pangkal paha gadis itu dengan bibir tuanya.
Aku masih terdiam di belakang mereka, nafsuku segera merayap naik hingga ke ujung kepalaku. Melihat laki laki tua dengan tubuh dekil dan hitam itu mencumbui tubuh rekan kerjaku yang putih dan molek ternyata menimbulkan sensasi tersendiri bagiku.
" Aduh Pak .. Shinta keluar Pak .. " Mendadak Shinta merintih, tubuhnya menegang, kakinya yang jenjang menjepit kepala Pak Ali yang masih tertanam di pangkal pahanya. Lalu pinggangnya bergerak naik seolah makin merapatkan bibir vaginanya dengan hisapan – hisapan mulut yang mencumbunya.
Pak Ali mengimbangi gerakan Shinta dengan remasan – remasan kuat di buah dada gadis itu. Mulutnya masih mencumbui vagina gadis itu beberapa saat sebelum dia mendongak dengan senyum puas.
" Enak ya Dik .. " Bisiknya pelan, tangannya mengelus elus paha Shinta yang mulus tak bercela.
"mm .. iya Pak.. Bapak asyik banget cumbuannya " Jawab Shinta sambil tersenyum malu. Dia mengangkat tubuhnya. Matanya menatap penis Pak Ali yang masih berdiri tegak. Entah mendapat ide dari mana, dia kemudian membungkukkan tubuhnya, mengambil sikap merangkak. Pantatnya yang bulat menungging ke atas, memperlihatkan lubang dubur dan belahan vaginanya yang merekah indah itu.
" Selipin di sini Pak .. " Bisiknya sambil membuka sedikit pahanya, Pak Ali menatap pantat yang indah itu dengan takjub. Dalam hatinya masih tidak percaya dia bisa menikmati kemulusan tubuh gadis secantik semolek ini, walaupun hanya mencumbu. Lalu pelan – pelan dia mengambil posisi di belakang Shinta. Penisnya yang tegak itu perlahan diselipkannya disela sela paha Shinta sambil tangannya mulai menarik pinggul gadis itu merapat. Cairan yang mengalir dari vagina gadis itu segera melumuri penisnya dan melicinkan jalannya melewati jepitan dua paha mulus Shinta.
Shinta membungkukkan kepalanya. Dia menjepitkan kedua pahanya erat, meremas batang kemaluan yang menyusup ditengahnya. Lalu begitu dirasakannya kehangatan paha Shinta menjepit penisnya, Pak Ali segera menggerakkan pantatnya maju mundur dengan perlahan. Dia sekarang memejamkan matanya, mulutnya setengah terbuka meresapi kenikmatan luar biasa yang dirasakannya. Tangannya meremasi pantat Shinta yang bulat dan montok dengan penuh nafsu.
Shinta mendesah, wajahnya beberapa kali menengadah dengan ekspresi nikmat setiap kali gesekan penis Pak Ali, tanpa disengaja menyentuh bibir vagina dan klitorisnya.
Sekitar 10 menit kemudian, Pak Ali terlihat mulai mempercepat gerakannya, dia sekarang memeluk tubuh Shinta dari belakang. Tanganya meremas remas buah dada gadis itu sambil pinggangnya terus bergerak menggesekkan penisnya disela – sela jepitan pahanya yang mulus.
Dan tidak lama berselang, erangannya terdengar mengiringi getaran kuat dipantatnya. Dia ambruk menindih tubuh Shinta dari belakang sambil sesekali masih menggoyangkan pantatnya mencoba meraih sisa sisa kenikmatan yang masih bisa diraihnya.
Shinta diam saja, membiarkan orang tua itu tertelungkup lemas, dengan napas terengah – engah. Matanya terpejam seolah masih merasakan sensasi percumbuan yang belum usai itu. Lalu setelah beberapa saat dia berbisik pelan
" Pak .. ambilin handuk dong .. basah semua nih paha saya .. "
" Eh .. aduh .. iya Dik .. maaf, maaf .. " Gelagapan Pak Ali bangun .. setengah malu dan bingung dia bergegas keluar dan masuk lagi membawa seember kecil air hangat dan kain.
" Maaf Dik .. saya sampai lepas control .. soalnya seumur hidup belum pernah saya ngerasain yang seperti ini .. " Bisiknya sambil mengusapkan kain dan air hangat ke sekujur paha Shinta.
Shinta tersenyum saja, dia mengangkangkan kakinya, membiarkan Pak Ali membersihkan sisa sisa air mani dari pahanya sampai betul betul bersih sambil sesekali memandangku dengan tatapan menggoda.
Pak Ali membasuh paha gadis itu dengan lembut, matanya sesekali masih menatapi pangkal paha yang terbuka di depannya. Aku yakin sekali dia mati matian menahan dirinya untuk tidak memasukkan penisnya ke liang vagina Shinta, karena dia tahu pasti gadis itu akan menolaknya.
Sewaktu Pak Ali keluar lagi untuk membuang air hangatnya, Shinta melambaikan tangannya kearahku dengan manja.
" Terusin dong Pak .. nanggung nih .."
" Hush .. Shin .. Pak Ali kan lihat .. "
"Biarin .. dia udah dapat kok .. sini Pak .. nanggung banget .. nggak enak " Desaknya sambil merengut.
Aku segera saja menurunkan kain sarung yang membelit pinggangku dan berjalan mendekat dengan penisku yang sudah tegak mengacung sedari tadi. Pada dasarnya memang aku sendiri sudah sangat terangsang melihat percumbuan tadi sehingga tentu saja aku sama sekali tidak keberatan untuk menuntaskan hasrat Shinta.
Vagina gadis itu sudah sangat basah sewaktu aku menyentuhkan kepala penisku, dia menaikkan perutnya sedikit sewaktu aku mendorong penisku masuk. Suara desahannya yang manja segera terdengar lirih, dia memelukku erat sambil menggoyangkan pinggulnya.
" mm .. dah horny sekali ya Shin .. vaginamu basah banget .. "
Bisikku pelan sambil aku gerakkan pinggulku maju mundur, mendorong penisku mengaduk aduk vaginanya yang hangat dan basah. Shinta cuma tersenyum saja. Pinggulnya masih bergoyang cepat mengimbangi gerakanku. Buah dadanya yang bulat dan padat terlihat bergoyang – goyang terbawa ayunan tubuhnya.
" Aduh, nikmat sekali Pak .. lebih nikmat dari biasanya " Bisiknya sambil menatapku dengan mata sayu.
" Foreplaynya yang hebat ya Say .. " Godaku sambil menekan penisku dalam dalam, dia merintih sambil tersenyum. Matanya setengah terpejam merasakan tusukan – tusukan penisku di dalam vaginanya.
Aku mendengus pelan, remasan dinding vagina gadis itu membelai batang kemaluanku menimbulkan kenikmatan yang sungguh luar biasa. Bertahap aku mempercepat gerakanku, membuat penisku makin kuat menghujam ke dalam kemaluan Shinta. Gadis itu mengerang lagi. Dia sekarang mengangkat tubuhnya, mendorong buah dadanya membusung ke atas, membentuk bukit putih yang indah dengan putingnya yang mungil. Aku segera menyambutnya dengan mengulum dan menghisapnya dengan penuh nafsu.
" Aduh .. iya Pak .. nikmat sekali dihisap gitu .. " Rintih Shinta pelan, dia mendekap kepalaku yang terbenam diantar gumpalan payudaranya.
Sesaat aku larut dalam keindahan buah dada Shinta yang putih dan halus itu hingga aku tidak menyadari kalau di sampingku, tepat disampingku, Pak Ali sudah berjongkok menatap penisku yang masih bergerak keluar masuk vagina Shinta dengan asyiknya.
" ... eh .. Pak Ali .. " gumamku sambil tersenyum. Tapi aku tidak menghentikan gerakanku, rasanya asyik juga menyetubuhi gadis secantik Shinta sambil dipandangi oleh orang lain. Ada kebanggaan, juga sedikit rasa malu, tapi keduanya memberikan bumbu yang pas bagi kenikmatan yang sedang kami rasakan.
Shinta tersenyum saja, dia melirik Pak Ali yang sekarang malah ikut meremasi buah dadanya.
" Masih kurang ya Pak .. " Godanya sambil masih terbaring pasrah menikmati penisku yang mengaduk vaginanya.
" Kalo sama Adik sih .. nggak ada puasnya .. " Jawab Pak Ali pelan sambil mempermainkan putting susu Shinta dengan jari – jarinya. Shinta menggigit bibirnya. Rangsangan di dadanya, ditambah gerakan penisku yang keluar masuk dengan cepat, membuatnya naik hingga ke puncak kenikmatan.
Dan sesaat kemudian, dengan mata terpejam dan bibir yang terbuka, gadis itu mengejang lagi. Vaginanya berkedut kedut, memancarkan cairan lebih banyak lagi membasahi penisku.
" Aduh .. aduh .. lagi Pak .. aahh .. " erangnya sambil membusungkan dadanya tinggi tinggi.
" Enak ya Dik .. " Pak Ali menatap Shinta dengan pandangan takjub, tangannya masih meremasi sepasang buah dada yang lembut dan padat itu.
" ... hhh .. iya Pak .. aduh .. enak banget .. " jawab Shinta pelan, matanya terlihat masih menikmati permainan dua laki – laki ini. Bibirnya yang beberapa kali merapat ketika aku dorongkan penisku dalam2 makin memperkuat keyakinanku.
" Dari belakang ya Shin .. " Bisikku sambil menarik penisku lepas. Shinta mengangguk, dia memutar pinggulnya dan tidur tengkurap sambil menunggingkan pantatnya. Aku segera merapatkan pahaku ke belahan pantatnya dan menyusupkan penisku jauh ke vaginanya yang kini terasa makin rapat karena posisi kakinya yang tidak lagi terbuka.
Aku mendesis, perlahan aku remas kedua pantat Shinta dengan gemas, gumpalan daging yang putih dan halus itu betul – betul padat dan lembut memenuhi jari – jariku. Pak Ali, yang kini kehilangan permainannya karena posisi Shinta yang tengkurap sehingga buah dadanya rapat menghimpit lantai sekarang bergerak kebelakang.
Dia mengamati penisku yang bergerak keluar masuk dengan cepat, lalu seperti tidak mau ketinggalan, tangannya ikut meremasi pantat Shinta dengan ganasnya.
Shinta melenguh pelan, nampaknya dia menikmati sekali sensasi permainan dua pria yang tengah menikmati tubuhnya ini. Dan sesaat lenguhannya berubah menjadi erangan nikmat karena jari Pak Ali beralih dari sekedar meremas pantatnya, sekarang mulai menyusuri liang duburnya dan bermain di sana.
Aku memandangi saja laki laki tua itu membelai belahan dubur Shinta, sesekali jarinya turun, mengambil sedikit cairan dari vagina gadis itu dan membawanya membasahi lubang kecil yang masih rapat itu. Lalu perlahan setelah lubang itu basah oleh lendir, Pak Ali menyusupkan jarinya dengan lembut.
Shinta menegangkan tubuhnya, pantatnya yang sudah menungging kini makin terangkat, tubuhnya yang semula tengkurap rata dengan lantai kini jadi setengah membungkuk. Entah sakit atau nikmat, dia merintih ketika jari – jari Pak Ali bergerak keluar masuk duburnya dengan pelan. Tapi dia tidak melawan, dari caranya melipat wajah diantara kedua lengannya, sepertinya dia merasakan kenikmatan yang sangat tinggi dari rangsangan di duburnya.
Pak Ali menyambut perubahan posisinya dengan menyisipkan tangannya ke sela – sela ketiak Shinta dan meremas buah dadanya yang kini menggantung bebas itu. Beberapa kali aku lihat tangannya meremas dan memilin putting susu gadis itu, membuat Shinta makin resah dengan desahannya. Pinggulnya mulai bergerak gerak seirama gerakan jari Pak Ali keluar masuk di duburnya.
AKu melihat dengan takjub, sebelumnya tidak pernah aku mencoba merangsangnya seperti ini, tapi sekarang melihat betapa seorang laki laki tua dapat membuat Shinta menggeliat geliat dengan erangan panjang yang tidak terputus, membuatku makin bernafsu mendorong penisku ke dalam vagina Shinta. Aku mencoba mengatur irama gerakanku, menyesuaikan dengan gerakan jari Pak Ali, bergantian, sehingga ketika jari Pak Ali bergerak masuk, aku menarik penisku keluar dan mendorongnya masuk lagi ketika Pak Ali mengeluarkan jarinya.
" Aduh .. Pak Ali .. saya datang lagi Pak .. ahhh .." Shinta mengerang lagi, pinggangnya menegang naik, menangkap jari Pak Ali masuk hampir seluruhnya ke liang duburnya. Tubuhnya melengkung ke atas dengan kepala tengadah. Pantatnya yang bulat bergetar getar sewaktu Pak Ali beberapa kali menggerakkan jarinya keluar masuk dengan lembut.
Sungguh sebuah pemandangan yang erotis sekali, melihat Pak Ali menyodomi Shinta dengan jari – jarinya sementara penisku bergerak keluar masuk di lubang vaginanya. Masih dengan menikmati getaran orgasme Shinta, aku mempercepat gerakan penisku. Mendorongnya dalam – dalam ke dalam rahim gadis itu. Dan tidak lama, sambil menarik pinggulnya jauh merapat ke pahaku aku melepaskan cairan spermaku jauh ke dalam vaginanya. Kami berdua sama – sama merintih dengan suara kenikmatan yang senada.
Lalu hampir bersamaan aku menjatuhkan tubuhku ke atas tubuhnya, memeluknya erat sambil aku hujani bahu dan lehernya dengan ciuman - ciuman mesra.
Shinta tersenyum, dia melirik Pak Ali yang juga tersenyum puas.
 
Mantap bener dah.....

Mimpi apa pak Ali ampe dapet rejeki nomplok seumur-umur....
 
super mantap gan ceritanya, ane bacanya ngac*ng berat, habis itu coli di toilet kantor...... +1000 buat sang TS
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
pak alii pak alii
riwayatmu ini.....
:beer::beer::beer::beer:
 
Cerita yang amat menarik, apalagi suasana yang di tempat mandi.... Mantap...
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd