Namanya Shinta, mahasiswi semester 3, Fakultas Ilmu Administrasi di sebuah universitas swasta, gadis keturunan cina, usianya 21 tahun pada bulan juni tahun ini. Tingginya 168 cm, bobotnya 50 kg dan buah dadanya 34 B, padat dan montok. Kulitnya putih dan mulus, seperti gadis keturunan cina pada umumnya.
Aku menerimanya bekerja sebagai administrasi di perusahaanku dengan kebebasan untuk tetap meneruskan kuliahnya. Bukan hanya karena aku ingin membantunya dalam hal biaya untuk kuliah, tetapi lebih karena wajahnya yang cantik dengan lesung pipit yang muncul setiap kali dia tersenyum dan tubuhnya yang indah dan sintal.
Pada saat pertama kali aku melakukan interview, aku sudah menjelaskan kepadanya bahwa aku membutuhkan seseorang yang bisa membantuku dalam hal administrasi tetapi juga bersedia menemaniku refreshing pada saat saat tertentu. Dan dia menerimanya, tentu saja dengan janji bonus dan gaji yang lumayan di atas rata rata.
Belakangan setelah beberapa kali aku mengajaknya keluar baru aku menyadari kalau selain cantik dan cerdas, gadis ini ternyata sangat terbuka dan bebas untuk urusan sex, bahkan beberapa kali dia menunjukkan keberaniannya untuk menunjukkan bagian bagian tubuhnya secara terbuka. Sungguh seorang teman wanita yang nyaman untuk rekan kerja.
Akhir minggu ini cukup istimewa bagi kami, bertepatan dengan selesainya sebuah proyek yang cukup besar dengan hasil yang cukup memuaskan, hari jumat dan hari senin kebetulan adalah tanggal merah, artinya kami akan punya hari libur yang cukup panjang untuk dinikmati.
Aku berencana mengisi liburan akhir minggu ini dengan mengajak Shinta pergi berlibur ke area pedesaan di pinggiran kota. Refreshing, melepaskan diri sejenak dari kesibukan, dan menikmati kemesraan berdua.
Pagi itu sesuai rencana, pagi pagi kami sudah berangkat dari rumah kami dengan mobil, supaya tidak terlalu siang diperjalanan. Sekitar jam 6 pagi kurang, kami sudah keluar dari area perkotaan. Suasana masih sangat sepi di sini, mobil sudah tidak terlalu banyak dan hanya beberapa orang saja yang terlihat sudah mulai beraktivitas dijalanan.
Tidak terasa suasana sepi, ditambah lagi dengan dinginnya ac mobil dan memang karena hari yang masih sangat pagi, membuat mataku jadi terasa sedikit mengantuk.
Damn .. agak ngantuk nih .. Gerutuku sambil mengejap2kan mataku. Shinta melihatku dengan sedikit khawatir. Mau berhenti dulu Pak ? .. daripada bahaya lho .. Tanyanya sambil memegang tanganku.
Aku memperlambat laju mobilku dan mulai bergerak menepi .. ada sisi jalan yang sedikit masuk dan terlihat rindang dengan pepohonan, nampak cukup nyaman untuk sekedar tempat beristirahat sementara.
Aku buatin kopi dulu ya Pak .. Kata Shinta sambil mengambil termos air dari jok belakang. Cekatan dia membuka bungkus Nescafe sachet, mengaduknya dengan air panas kemudian mengulurkannya kepadaku dalam sebuah gelas plastic sekali pakai.
Aku menghirupnya pelan, harum bau kopi dan kepekatan rasanya membuat mataku jadi sedikit terbuka.
Shinta pagi itu berdandan santai memakai kemeja putih tanpa lengan dengan celana pendek. Terlihat segar dan cantik dengan wajah tanpa riasan dan rambut yang tergerai sebahu.
Suasana pagi yang dingin, sunyi dan masih sedikit remang menimbulkan suasana romantic yang memicu hasratku untuk bersikap seharusnya.
Aku menaruh gelas kopiku di tatakan gelas yang tersedia di dashboard. Sambil tersenyum nakal aku mendekatkan wajahku ke arahnya.
Nah .. nah .. mau nakal ya .. bisik Shinta dengan senyum manisnya, tapi dia malah menyambut bibirku dengan gigitan mesra bibir tipisnya yang indah. Kami berciuman lama, lidahku bergerak menyusuri bibirnya sebentar sebelum dihisapnya dengan penuh gairah.
Aku membalasnya dengan menyusupkan lidahku dalam dalam dan menyusuri seluruh rongga mulutnya dengan jilatan liar. Shinta terengah, matanya tertutup merasakan ciuman ganasku yang memenuhi mulut hingga rongga rongga kerongkongannya.
Waktu aku berpindah ke jok penumpang dan mendorong kursinya pada posisi rebah, dia mengikutinya dengan memposisikan tubuhnya setengah berbaring.
Nggak takut ada orang Pak .. ? Bisiknya waktu aku mulai membukai kancing kancing kemejanya.
Nggak apa Shin .. paling juga mereka ngiri .. Aku tersenyum nakal sambil menarik lepas BHnya dari sela sela lengan kemejanya yang longgar. Sengaja aku tidak melepas kemeja putihnya, melihatnya berbaring dengan kemeja setengah terbuka tanpa BH begitu membuat dia terlihat begitu seksi dan menggoda. Buah dadanya yang mengintip sebagian dari sela sela kain bajunya menimbulkan keasyikan tersendiri untuk menyisipkan tangan dan meremasnya.
Hush .. Pak Frans .. nggak habis2 lho nakalnya itu .. sungut Shinta manja sambil mencubit tanganku mesra.
Aku tersenyum saja, pelan aku mulai mencumbui lehernya yang putih mulus dengan ciuman ciuman kecil. Tanganku bergerak menyusuri perutnya yang mulus dan rata, merayap naik dan menyentuh payudaranya dengan belaian mesra.
Shinta mendesah, tangannya terangkat ke atas, berpegang erat pada sandaran kepala kursi mobil, seperti memberi kesempatan untukku lebih mengeskplorasi keindahan tubuhnya yang sempurna.
Aku membuka lebar lebar kemeja putihnya, buah dadanya yang montok dan padat menyembul keluar seperti bukit daging yang putih dan indah dengan hiasan putting kehitaman dipuncaknya.
Pelahan aku mulai mencumbu putting susunya dengan hisapan2 kecil, diselingi permainan lidahku yang berputar putar di atasnya. Shinta mendesah lagi, wajahnya kini mendongak ke atas, matanya tertutup dengan bibir yang mengatup rapat menahan rangsangan yang aku berikan.
Aku melirik wajah Shinta yang berbaring pasrah dengan mata tertutup, wajahnya yang cantik terlihat begitu mungil dan menggoda dengan ekspresinya yang mulai terlihat bernafsu. Pelan pelan aku mulai meremasi lagi buah dadanya sambil tanganku yang lain mulai menurunkan celana pendeknya.
Dia menaikkan pinggangnya, memberi kemudahan untukku menarik celananya turun. Sekalian aku menarik juga celana dalamnya hingga kini bagian bawah tubunya kini sudah sepenuhnya telanjang.
Dia membuka matanya sedikit sambil tersenyum .. mm .. udah nggak tahan ya Pak ? .. mau langsung dimasukin ?
Aku tersenyum saja, pelan ku belai vaginanya yang sudah mulai basah. Posisi kaki Shinta yang sedikit mengangkang membuat bibir vaginanya terbuka, memudahkan jari2ku menyentuh bibir vagina dan klitorisnya.
Shinta mendesah lagi sambil menggigit bibir tipisnya. Dia mengangkat wajahnya waktu aku mulai merosot turun dan menciumi pahanya. Sambil masih memainkan putting susunya pelan2 mulai ku jilati bibir vaginanya. Terasa asin dan basah .. aroma vaginanya yang khas menimbulkan gairah tersendiri bagiku.
Pelan pelan aku mulai mencumbu klitorisnya dengan jilatan jilatan, sesekali ku selingi dengan hisapan2 ringan. Shinta mendesah pelan, beberapa kali tubuhnya bergetar setiap kali rangsangan yang ku berikan mengangkat rasanya hingga hampir ke puncak.
eh .. Pak stt .. ada orang ..
Mendadak Shinta menahan cumbuanku yang sedang ganas2nya, buru2 dia merapatkan bajunya yang terbuka.
Mana Shin ? Buru buru aku melongok ke kiri kanan. Dan benar saja, tidak jauh dibelakang mobilku nampak seorang Bapak tua yang sedang berjalan kea rah kami.
Aduh .. iya .. wahduh putus nih .. Aku bergegas berpindah lagi ke tempat duduk sopir sambil menggerutu. Shinta terkikik geli, dia merapatkan saja bajunya dan menarik ujungnya sedikit ke bawah sehingga menutup sebagian pahanya tanpa memakai kembali celananya.
Ketika Bapak tua itu lewat disamping mobilku, aku menurunkan kaca dan menyapanya
Selamat pagi Pak ..
Dia berhenti dan memandangku sambil tersenyum.
Selamat pagi Dik .. kok berhenti di sini Dik ? .. mau ke sumber ya ? tanyanya sambil melirik Shinta yang duduk manis di kursi penumpang. Berusaha bersikap biasa.
Tadi sih ngantuk saja Pak, makanya kami berhenti sebentar untuk istirahat ..
oo .. saya kira mau ke sumber .. kebanyakan yang berhenti di sini mau mampir ke sumber .. jawabnya ramah.
sumber apa Pak ya ? .. tempat wisata gitu ? tanyaku ingin tahu, dari caranya mengucapkan kata sumber seperti ada yang istimewa dengan tempat itu.
iya .. sumber air Dik .. di bawah kan ada kolam dari sumber air hangat .. banyak kok yang suka mampir ke sana pagi pagi gini buat mandi Jelasnya bersemangat, tempatnya bersih kok, bagus, airnya juga nggak bau belerang seperti kebanyakan sumber air panas lain .. ayo kalau ke sana saya antar
wah .. kayanya bagus juga tuh Pak .. Aku melirik Shinta meminta pendapatnya, dia tersenyum saja, caranya mengatakan terserah tanpa bersuara. Aku memang sering mendengar ada sumber air panas di daerah sini, asalnya dari sebuah gunung besar yang ada disini. Tapi biasanya aku datang ke tempat yang sudah ditata dan difungsikan resmi menjadi tempat wisata. Kalau yang alami, baru kali ini aku tahu.
Mau Shin ? tanyaku menegaskan kepadanya.
Ayo aja Pak .. kan memang kita mau rekreasi .. keluar dari rencana sedikit kan nggak apa .. nanti agak siang baru kita lanjut lagi perjalanannya. Jawab Shinta mendukung ketertarikanku.
Oke deh kalau gitu .. Pak, antarin kita ke sana ya .. Pintaku pada Pak Tua itu yang disambutnya dengan senyum gembira. Biasanya dari turis2 dadakan beginilah orang2 desa seperti dia mendapat rejeki, sekedar tip dan fee untuk membeli rokok.
Tapi aku pakai celana dulu Pak .. bisik Shinta sambil mencubit pahaku. Aku tersenyum.
Iya .. iya .. aku ajak Bapaknya ngobrol dulu ya .. Jawabku sambil membuka pintu mobil dan bergerak keluar.
Sambil menunggu Shinta bersiap aku mengobrol dengan Bapak tua itu.
Namanya Pak Ali, usianya sekitar 65 tahun dan dia memang penduduk asli di daerah situ. Menurut ceritanya, sumber air panas yang ada di daerah situ sudah ada sejak dia masih kecil. Dan biasanya memang digunakan untuk penduduk desa mandi dan mencuci pakaian. Baru beberapa tahun belakangan ini saja mulai banyak pelancong yang ikut datang dan berkunjung ke tempat itu.
Tidak lama setelah Shinta siap, kami mengikuti Pak Ali menuju sumber air panas yang diceritakannya.
Tempatnya cukup jauh, melewati pematang sawah dan jalan setapak yang hanya cukup dilalui satu orang saja. Betul2 masih alami. Sepanjang perjalanan kami bertiga banyak bercerita dan bergurau. Pak Ali ternyata cukup santai dan nyaman sebagai teman jalan, beliau sangat sopan dan berbicara seolah2 kami adalah teman2 lamanya.
Sekitar 30 menit berjalan, kami sampai dipinggir sungai. Dari uap air yang muncul kami segera tahu bahwa air di sungai itu hangat.
Ini aliran sungai dari sumber air panas itu Dik .. tapi sumbernya sendiri masih kira2 setengah kilo lagi ke atas Terang Pak Ali sambil menunjuk kea rah hulu sungai Masih kuat jalan ? Tanyanya sambil memandangku dan Shinta.
Masih Pak .. kita masih muda2 kok, jalan gini mah enteng .. sahut Shinta riang sambil tertawa, butir butir keringat terlihat turun dari dahinya.
Awas kalo nanti minta pijit lho ya .. godaku sambil menggandeng tangannya. Dia tertawa saja.
Beriringan kami menyusuri pinggir sungai itu mengikuti Pak Ali yang sudah berjalan lebih dulu.
Tidak terlalu jauh, sungai itu melebar menjadi sebuah kolam alami dengan diameter kira kira 9 meteran. Tepi2 kolamnya dihiasi dengan batu batu besar dan pepohonan yang cukup tinggi sehingga membuat suasana menjadi rindang.
Ketika kami datang di sana sudah ada beberapa orang yang mandi, 5 orang laki2 di sisi utara dan 6 orang wanita di sisi selatan. Beberapa wanita, selain mandi nampak juga memanfaatkan air sungai itu untuk mencuci pakaian, tetapi karena mereka mencuci di ujung luar aliran air sehingga sisa air cucian itu tidak mengalir ke area yang dipakai untuk mandi.
Tempat mandi laki2 dan wanita secara visual tidak dipisahkan oleh apapun, hanya berseberangan saja dengan jarak sekitar 8 9 meter, sehingga kalau mau, tentu saja mereka bisa saling melihat dengan bebas.
Tetapi sepertinya buat mereka itu hal yang biasa saja. Mereka tampak normal saja mandi dan mencuci pakaian dengan bertelanjang bulat tanpa terlalu mempedulikan sekitarnya. Bahkan ketika kami datang pun mereka sepertinya tidak terlalu terganggu.
Disini sudah biasa Dik, ya memang begitu itu sehari2nya.. kalau mandi ya di sini, Cuma kalau buang air besar tempatnya agak terpisah, supaya kotorannya tidak masuk ke tempat mandi. Kata Pak Ali, menanggapi keraguanku. Aku pun tersenyum saja sambil melirik Shinta, yang sepintas juga terlihat sedikit ragu.
Ayo Dik, langsung membaur saja .. malah nggak enak kalau kita Cuma berdiri di sini .. Adik Shinta kesebelah sana .. mandi sama ibu ibu yang lain ..
Pak Ali mengajakku berjalan ke utara, tempat beberapa laki2 lain yang sudah lebih dahulu mandi. Shinta sendiri akhirnya juga berjalan ke selatan. Dia tersenyum menyapa beberapa wanita yang ada di sana. Ku perhatikan ada 2 orang wanita yang terlihat masih muda, dari tubuhnya yang masih langsing dan kencang mungkin usia mereka sekitar 20 25 tahun, sisanya sudah terbilang agak berumur. Aku senyum senyum saja menyaksikan wanita2 itu mandi dan mencuci pakaian dengan bertelanjang tanpa terlalu memperhatikan orang2 di sekitarnya. Mungkin betul yang dikatakan Pak Ali, ya begitulah kebiasaan mereka sehari harinya.
Ayo Dik, mandi .. Sapa Pak Ali, dia sudah melepas semua pakaiannya dan sekarang mulai masuk ke dalam air, Taruh aja pakaiannya disana Dik, supaya tidak ikut basah tunjuknya kearah sebuah batu besar yang rata tidak jauh dari kolam. Disana terlihat sudah ada beberapa pakaian yang ditumpuk sembarangan, milik orang2 yang mandi disini.
Aku bergegas ke sana, membuka pakaian dan kemudian berjalan kembali ke tempat mandi, telanjang bulat tentu saja.
Sejenak aku berdiri di pinggir kolam, memandang ke sekitar, aneh juga rasanya berdiri telanjang bulat di tempat terbuka begini dengan beberapa orang asing yang bebas melihatku. Bapak Bapak yang mandi di dekatku terlihat cuek saja waktu aku datang, tapi dari seberang aku melihat ada beberapa wanita yang mencuri curi pandang kearahku, waktu bertemu mata denganku mereka menunduk malu sambil tersenyum senyum kecil.
Aku tersenyum sendiri, rupanya masih penasaran juga mereka kalau ada orang baru yang ikut mandi. Tapi aku tidak bisa berlama lama lagi berdiri telanjang di sana, aku harus segera mencebur ke air sebelum mereka melihat kemaluanku yang pelan2 bergerak naik. Haha .. rupanya sensasi memamerkan tubuh telanjangku ini mau tidak mau memberi support rangsangan juga.
Segera kehangatan air kolam terasa membungkus tubuhku, segar sekali, jauh berbeda dengan berendam air hangat di bathup hotel. Di sini air hangatnya terasa jauh lebih menyegarkan. Aku membasuh wajah dan tubuhku beberapa kali sambil sesekali membenamkan seluruh tubuhku ke dalam air.
Enak Pak ? .. Seru Shinta dari seberang, aku menoleh sambil tersenyum. Iya Shin, hangat .. Aku lihat dia masih berlutut ditepi sungai, belum membuka bajunya. Sepertinya dia masih ragu untuk begitu saja bertelanjang ditengah banyak orang begini.
Masuk aja Shin .. asyik kok .. Seruku sambil masih berendam di dalam air. Shinta melihat sekelilingnya dengan pandangan ragu. Nampaknya masih menimbang nimbang juga dia sebelum akhirnya dia mengangkat bahunya dan berjalan ke tempat Ibu Ibu yang lain menumpuk pakaiannya.
Aku memperhatikan dia melepas pakaiannya dengan cepat. Kaos putih, celana pendek .. sesaat dia berhenti dan melirikku sebelum melepaskan pakaian dalamnya, tapi setelah aku meyakinkannya dengan anggukan, akhirnya dilepaskannya bra dan cd-nya sekalian.
Aku tertawa sewaktu Shinta berbalik ke arahku dengan tubuh telanjang. Dia memonyongkan bibirnya dengan wajah bersemu malu. Aku mengangkat jempolku sambil kemudian melambaikan tanganku supaya dia segera mendekat ke kolam.
Shinta berjalan kearah sungai dengan perlahan, jalanan tanah dan sedikit basah yang diinjaknya membuat dia harus ekstra hati hati supaya tidak terpeleset. Aku mengamatinya berjalan sambil tersenyum. Dibandingkan dengan wanita wanita lain yang ada di situ tentu saja jauh sekali perbedaan tubuhnya. Tubuh Shinta terlihat sangat bersih dan terawat, buah dadanya bulat dan kencang dengan putting susu yang mungil kehitaman di ujungnya. Perutnya rata dan mulus, pahanya penuh dan montok dengan bulu bulu dipangkal pahanya yang tercukur rapi, terlihat menyembul mungil ditengah apitan dua kakinya yang jenjang.
Sesampainya di tepi sungai dia mencelupkan dulu ujung kakinya ke air, merasakan hangatnya air sungai sebelum kemudian berjongkok dan mencelupkan tangannya.
Hangat Shin ? .. seruku.
Dia tersenyum saja sambil mengangguk. Sejenak dia menegakkan badannya sambil mengangkat tangan dan mengikat rambutnya. Aku tahu Dia melakukannya dengan wajar saja, tapi gerakannya itu seolah membuka semua kesempurnaan ditubuhnya. Dengan tubuh menegak dan tangan yang terangkat itu, payudara yang tergantung lepas didadanya terlihat makin menjulang ke atas. Kulitnya yang putih mulus tak bercela terlihat berkilau seperti pualam ditimpa sinar matahari.
Posisi berlututnya dengan satu ujung lutut menyentuh tanah dan kaki yang lain terlipat ke atas, membuat vaginanya terlihat mengintip nakal dari sela sela pahanya,
Aku memandangnya dengan kagum, dia balas memandangku dengan lirikan mesranya sebelum perlahan dia membenamkan tubuhnya ke dalam air.
Sesaat setelah pemandangan erotis itu tertutup oleh beningnya air baru aku sadar kalau ternyata bukan aku saja yang terpukau oleh keindahan tubuh Shinta. Waktu aku melihat berkeliling ternyata semua laki laki yang mandi bersamaku juga memandang tak berkedip kea rahnya. Beberapa dari mereka segera membuang pandang kearah lain sambil menahan malu ketika tahu aku memergokinya. Tapi yang lain terus memandang seperti tak peduli. Pikirku, wajar saja lah, jarang jarang juga mereka berkesempatan mandi bareng dengan wanita secantik ini.
Istrinya cantik sekali Dik .. Dari sebelah Pak Ali berbisik sambil bergeser mendekat.
Gitu ya Pak .. Balasku sambil tersenyum .. aku melirik tanganya yang menutup sesuatu dipangkal pahanya. Haha .. pastilah bangun juga penis tua-mu ya Pak. Pikirku geli. Lho.. saya kira Bapak sudah biasa mandi bareng gini jadi cuek2 saja kalau lihat orang telanjang Pak ? .. Tanyaku ringan sambil tertawa. Wajar saja kalau dia mengira kami adalah suami istri kalau melihat kemesraan dan kebebasan kami.
Ya .. tapi kan beda Dik yang dilihat .. kalau ini sih cantik sekali .. Jawabnya lugu sambil masih memandangi Shinta yang sedang mandi.
Shinta terlihat sudah asyik mandi dan berbaur dengan wanita wanita lain disekitarnya. Nampaknya dia sudah larut dalam suasana mandinya sendiri sehingga tidak lagi terlalu peduli dengan orang orang yang masih memandangi tubuh telanjangnya dengan penuh kekaguman. Dia mulai melumuri tubuhnya yang sudah basah dengan sabun cair, lalu meratakannya perlahan ke seluruh tubuh. Jemarinya yang lentik terlihat lembut sekali membelai bagian bagian tubuhnya yang sekarang terlihat berkilat dibungkus air sabun. Beberapa kali payudaranya bergoyang belan sewaktu tanpa sadar Shinta meremasinya dengan gerakan memutar. Menimbulkan pemandangan yang sangat menaikkan gairah nafsu.
Tiba tiba muncul ide iseng di pikiranku, untuk membuat suasana jadi lebih seru.
Pelan pelan aku berjalan menyeberangi sungai, menuju tempat Shinta mandi. Aku cuek saja walaupun beberapa orang terlihat memandangku dengan heran. Pelan pelan aku mengambil tempat dibelakangnya dan meraih botol sabun cair disampingnya.
Shinta awalnya memandangku dengan sedikit bingung, tapi kemudian dia tertawa saja waktu aku mulai mengoleskan sabun dan menggosok punggungnya. Aku tertawa juga, beberapa orang yang melihat kami ikut tersenyum melihat kemesraan kami, dasar pengantin baru, mungkin begitu pikir mereka.
Aku melirik Pak Ali yang juga tertawa sambil memandang kami .. Maklum pengantin baru Pak, jadi ya harus mesra .. Seruku sambil masih menggosokkan busa sabun ke punggung Shinta.
Pak Ali mengangkat jempolnya sambil tertawa, orang orang disampingnya juga ikut tertawa. Ibu ibu yang ada disekitar istriku tersenyum senyum saja. Sekarang suasana menjadi lebih santai. Mereka tidak lagi terlalu protes walaupun aku sekarang ada ditengah tengah tempat mandi wanita. Beberapa wanita yang mandi disekelilingku juga terlihat sudah cuek lagi melanjutkan mencuci pakaian mereka.
Aku menyiramkan air ke punggung Shinta, membersihkan sisa sisa busa sabun yang masih ada. Lalu perlahan aku tuang lagi sabun cair ke tanganku dan mulai menggosokkannya ke tubuh depan Shinta. Dengan posisi menggosok dari belakangnya, otomatis posisiku sekarang jadi setengah memeluknya.
Shinta awalnya tidak terlalu menyadari niatku untuk sedikit berpamer, tapi ketika aku menarik tubuh atasnya kebelakang dan mulai meratakan busa sabun ke perut dan dadanya, dia mulai sedikit protes
Pak .. iseng banget sih Pak ..dilihat orang lho ..
Bisiknya, tapi dua tangannya tetap menggantung lepas walaupun sekarang tanganku sudah mulai menggosok gosok buah dadanya dengan sedikit gerakan meremas.
Biarin Shin .. dari tadi Bapak Bapak yang disana sudah pada melotot ngeliatin kamu telanjang ..
Bisikku sambil tertawa geli, sengaja aku berlama lama menggosok buah dada Shinta, sesekali aku meremas dan menekannya ke atas sehingga gumpalan payudara yang sudah montok itu terlihat makin membusung indah. Shinta ikut tertawa, dia tidak lagi protes. Dibiarkannya aku mengeksplorasi setiap lekuk tubuhnya dengan sentuhan sentuhan mesraku.
Aku melirik Pak Ali, orang tua itu menatap kami dengan pandangan iri, juga Bapak Bapak yang mandi disekitarnya, hampir semuanya memandangi kami dengan mata melebar dan mulut terbuka. Aku tertawa dalam hati melihat mereka. Mungkin mereka sama sekali tidak mengerti apa yang kami lakukan, mungkin bagi mereka ini hanyalah gaya mandi yang aneh pengantin baru dari kota, tapi tetap saja mereka menikmatinya.
Tidak lama, aku menyiramkan air ke tubuh Shinta lalu bergerak kembali ke tempat mandiku. Gadis itu tersenyum saja, lalu kembali melanjutkan mandinya sendiri. Sebagian besar Bapak Bapak masih memandangi Shinta tapi sebagian lagi sudah mengalihkan matanya, mungkin jengah juga karena sekarang aku sudah kembali ke tengah mereka.
Mesra sekali Dik .. Goda Pak Ali sambil tersenyum Baru berapa lama menikah ?
Belum setahun Pak .. Jawabku asal, Tapi pacarannya lama ..
Ooo .. pantas .. kalau saya punya istri seperti itu juga nggak bakalan habis saya mesrain ..
Katanya sambil tersenyum. Aku membalasnya dengan senyuman juga.
Aku menerimanya bekerja sebagai administrasi di perusahaanku dengan kebebasan untuk tetap meneruskan kuliahnya. Bukan hanya karena aku ingin membantunya dalam hal biaya untuk kuliah, tetapi lebih karena wajahnya yang cantik dengan lesung pipit yang muncul setiap kali dia tersenyum dan tubuhnya yang indah dan sintal.
Pada saat pertama kali aku melakukan interview, aku sudah menjelaskan kepadanya bahwa aku membutuhkan seseorang yang bisa membantuku dalam hal administrasi tetapi juga bersedia menemaniku refreshing pada saat saat tertentu. Dan dia menerimanya, tentu saja dengan janji bonus dan gaji yang lumayan di atas rata rata.
Belakangan setelah beberapa kali aku mengajaknya keluar baru aku menyadari kalau selain cantik dan cerdas, gadis ini ternyata sangat terbuka dan bebas untuk urusan sex, bahkan beberapa kali dia menunjukkan keberaniannya untuk menunjukkan bagian bagian tubuhnya secara terbuka. Sungguh seorang teman wanita yang nyaman untuk rekan kerja.
Akhir minggu ini cukup istimewa bagi kami, bertepatan dengan selesainya sebuah proyek yang cukup besar dengan hasil yang cukup memuaskan, hari jumat dan hari senin kebetulan adalah tanggal merah, artinya kami akan punya hari libur yang cukup panjang untuk dinikmati.
Aku berencana mengisi liburan akhir minggu ini dengan mengajak Shinta pergi berlibur ke area pedesaan di pinggiran kota. Refreshing, melepaskan diri sejenak dari kesibukan, dan menikmati kemesraan berdua.
Pagi itu sesuai rencana, pagi pagi kami sudah berangkat dari rumah kami dengan mobil, supaya tidak terlalu siang diperjalanan. Sekitar jam 6 pagi kurang, kami sudah keluar dari area perkotaan. Suasana masih sangat sepi di sini, mobil sudah tidak terlalu banyak dan hanya beberapa orang saja yang terlihat sudah mulai beraktivitas dijalanan.
Tidak terasa suasana sepi, ditambah lagi dengan dinginnya ac mobil dan memang karena hari yang masih sangat pagi, membuat mataku jadi terasa sedikit mengantuk.
Damn .. agak ngantuk nih .. Gerutuku sambil mengejap2kan mataku. Shinta melihatku dengan sedikit khawatir. Mau berhenti dulu Pak ? .. daripada bahaya lho .. Tanyanya sambil memegang tanganku.
Aku memperlambat laju mobilku dan mulai bergerak menepi .. ada sisi jalan yang sedikit masuk dan terlihat rindang dengan pepohonan, nampak cukup nyaman untuk sekedar tempat beristirahat sementara.
Aku buatin kopi dulu ya Pak .. Kata Shinta sambil mengambil termos air dari jok belakang. Cekatan dia membuka bungkus Nescafe sachet, mengaduknya dengan air panas kemudian mengulurkannya kepadaku dalam sebuah gelas plastic sekali pakai.
Aku menghirupnya pelan, harum bau kopi dan kepekatan rasanya membuat mataku jadi sedikit terbuka.
Shinta pagi itu berdandan santai memakai kemeja putih tanpa lengan dengan celana pendek. Terlihat segar dan cantik dengan wajah tanpa riasan dan rambut yang tergerai sebahu.
Suasana pagi yang dingin, sunyi dan masih sedikit remang menimbulkan suasana romantic yang memicu hasratku untuk bersikap seharusnya.
Aku menaruh gelas kopiku di tatakan gelas yang tersedia di dashboard. Sambil tersenyum nakal aku mendekatkan wajahku ke arahnya.
Nah .. nah .. mau nakal ya .. bisik Shinta dengan senyum manisnya, tapi dia malah menyambut bibirku dengan gigitan mesra bibir tipisnya yang indah. Kami berciuman lama, lidahku bergerak menyusuri bibirnya sebentar sebelum dihisapnya dengan penuh gairah.
Aku membalasnya dengan menyusupkan lidahku dalam dalam dan menyusuri seluruh rongga mulutnya dengan jilatan liar. Shinta terengah, matanya tertutup merasakan ciuman ganasku yang memenuhi mulut hingga rongga rongga kerongkongannya.
Waktu aku berpindah ke jok penumpang dan mendorong kursinya pada posisi rebah, dia mengikutinya dengan memposisikan tubuhnya setengah berbaring.
Nggak takut ada orang Pak .. ? Bisiknya waktu aku mulai membukai kancing kancing kemejanya.
Nggak apa Shin .. paling juga mereka ngiri .. Aku tersenyum nakal sambil menarik lepas BHnya dari sela sela lengan kemejanya yang longgar. Sengaja aku tidak melepas kemeja putihnya, melihatnya berbaring dengan kemeja setengah terbuka tanpa BH begitu membuat dia terlihat begitu seksi dan menggoda. Buah dadanya yang mengintip sebagian dari sela sela kain bajunya menimbulkan keasyikan tersendiri untuk menyisipkan tangan dan meremasnya.
Hush .. Pak Frans .. nggak habis2 lho nakalnya itu .. sungut Shinta manja sambil mencubit tanganku mesra.
Aku tersenyum saja, pelan aku mulai mencumbui lehernya yang putih mulus dengan ciuman ciuman kecil. Tanganku bergerak menyusuri perutnya yang mulus dan rata, merayap naik dan menyentuh payudaranya dengan belaian mesra.
Shinta mendesah, tangannya terangkat ke atas, berpegang erat pada sandaran kepala kursi mobil, seperti memberi kesempatan untukku lebih mengeskplorasi keindahan tubuhnya yang sempurna.
Aku membuka lebar lebar kemeja putihnya, buah dadanya yang montok dan padat menyembul keluar seperti bukit daging yang putih dan indah dengan hiasan putting kehitaman dipuncaknya.
Pelahan aku mulai mencumbu putting susunya dengan hisapan2 kecil, diselingi permainan lidahku yang berputar putar di atasnya. Shinta mendesah lagi, wajahnya kini mendongak ke atas, matanya tertutup dengan bibir yang mengatup rapat menahan rangsangan yang aku berikan.
Aku melirik wajah Shinta yang berbaring pasrah dengan mata tertutup, wajahnya yang cantik terlihat begitu mungil dan menggoda dengan ekspresinya yang mulai terlihat bernafsu. Pelan pelan aku mulai meremasi lagi buah dadanya sambil tanganku yang lain mulai menurunkan celana pendeknya.
Dia menaikkan pinggangnya, memberi kemudahan untukku menarik celananya turun. Sekalian aku menarik juga celana dalamnya hingga kini bagian bawah tubunya kini sudah sepenuhnya telanjang.
Dia membuka matanya sedikit sambil tersenyum .. mm .. udah nggak tahan ya Pak ? .. mau langsung dimasukin ?
Aku tersenyum saja, pelan ku belai vaginanya yang sudah mulai basah. Posisi kaki Shinta yang sedikit mengangkang membuat bibir vaginanya terbuka, memudahkan jari2ku menyentuh bibir vagina dan klitorisnya.
Shinta mendesah lagi sambil menggigit bibir tipisnya. Dia mengangkat wajahnya waktu aku mulai merosot turun dan menciumi pahanya. Sambil masih memainkan putting susunya pelan2 mulai ku jilati bibir vaginanya. Terasa asin dan basah .. aroma vaginanya yang khas menimbulkan gairah tersendiri bagiku.
Pelan pelan aku mulai mencumbu klitorisnya dengan jilatan jilatan, sesekali ku selingi dengan hisapan2 ringan. Shinta mendesah pelan, beberapa kali tubuhnya bergetar setiap kali rangsangan yang ku berikan mengangkat rasanya hingga hampir ke puncak.
eh .. Pak stt .. ada orang ..
Mendadak Shinta menahan cumbuanku yang sedang ganas2nya, buru2 dia merapatkan bajunya yang terbuka.
Mana Shin ? Buru buru aku melongok ke kiri kanan. Dan benar saja, tidak jauh dibelakang mobilku nampak seorang Bapak tua yang sedang berjalan kea rah kami.
Aduh .. iya .. wahduh putus nih .. Aku bergegas berpindah lagi ke tempat duduk sopir sambil menggerutu. Shinta terkikik geli, dia merapatkan saja bajunya dan menarik ujungnya sedikit ke bawah sehingga menutup sebagian pahanya tanpa memakai kembali celananya.
Ketika Bapak tua itu lewat disamping mobilku, aku menurunkan kaca dan menyapanya
Selamat pagi Pak ..
Dia berhenti dan memandangku sambil tersenyum.
Selamat pagi Dik .. kok berhenti di sini Dik ? .. mau ke sumber ya ? tanyanya sambil melirik Shinta yang duduk manis di kursi penumpang. Berusaha bersikap biasa.
Tadi sih ngantuk saja Pak, makanya kami berhenti sebentar untuk istirahat ..
oo .. saya kira mau ke sumber .. kebanyakan yang berhenti di sini mau mampir ke sumber .. jawabnya ramah.
sumber apa Pak ya ? .. tempat wisata gitu ? tanyaku ingin tahu, dari caranya mengucapkan kata sumber seperti ada yang istimewa dengan tempat itu.
iya .. sumber air Dik .. di bawah kan ada kolam dari sumber air hangat .. banyak kok yang suka mampir ke sana pagi pagi gini buat mandi Jelasnya bersemangat, tempatnya bersih kok, bagus, airnya juga nggak bau belerang seperti kebanyakan sumber air panas lain .. ayo kalau ke sana saya antar
wah .. kayanya bagus juga tuh Pak .. Aku melirik Shinta meminta pendapatnya, dia tersenyum saja, caranya mengatakan terserah tanpa bersuara. Aku memang sering mendengar ada sumber air panas di daerah sini, asalnya dari sebuah gunung besar yang ada disini. Tapi biasanya aku datang ke tempat yang sudah ditata dan difungsikan resmi menjadi tempat wisata. Kalau yang alami, baru kali ini aku tahu.
Mau Shin ? tanyaku menegaskan kepadanya.
Ayo aja Pak .. kan memang kita mau rekreasi .. keluar dari rencana sedikit kan nggak apa .. nanti agak siang baru kita lanjut lagi perjalanannya. Jawab Shinta mendukung ketertarikanku.
Oke deh kalau gitu .. Pak, antarin kita ke sana ya .. Pintaku pada Pak Tua itu yang disambutnya dengan senyum gembira. Biasanya dari turis2 dadakan beginilah orang2 desa seperti dia mendapat rejeki, sekedar tip dan fee untuk membeli rokok.
Tapi aku pakai celana dulu Pak .. bisik Shinta sambil mencubit pahaku. Aku tersenyum.
Iya .. iya .. aku ajak Bapaknya ngobrol dulu ya .. Jawabku sambil membuka pintu mobil dan bergerak keluar.
Sambil menunggu Shinta bersiap aku mengobrol dengan Bapak tua itu.
Namanya Pak Ali, usianya sekitar 65 tahun dan dia memang penduduk asli di daerah situ. Menurut ceritanya, sumber air panas yang ada di daerah situ sudah ada sejak dia masih kecil. Dan biasanya memang digunakan untuk penduduk desa mandi dan mencuci pakaian. Baru beberapa tahun belakangan ini saja mulai banyak pelancong yang ikut datang dan berkunjung ke tempat itu.
Tidak lama setelah Shinta siap, kami mengikuti Pak Ali menuju sumber air panas yang diceritakannya.
Tempatnya cukup jauh, melewati pematang sawah dan jalan setapak yang hanya cukup dilalui satu orang saja. Betul2 masih alami. Sepanjang perjalanan kami bertiga banyak bercerita dan bergurau. Pak Ali ternyata cukup santai dan nyaman sebagai teman jalan, beliau sangat sopan dan berbicara seolah2 kami adalah teman2 lamanya.
Sekitar 30 menit berjalan, kami sampai dipinggir sungai. Dari uap air yang muncul kami segera tahu bahwa air di sungai itu hangat.
Ini aliran sungai dari sumber air panas itu Dik .. tapi sumbernya sendiri masih kira2 setengah kilo lagi ke atas Terang Pak Ali sambil menunjuk kea rah hulu sungai Masih kuat jalan ? Tanyanya sambil memandangku dan Shinta.
Masih Pak .. kita masih muda2 kok, jalan gini mah enteng .. sahut Shinta riang sambil tertawa, butir butir keringat terlihat turun dari dahinya.
Awas kalo nanti minta pijit lho ya .. godaku sambil menggandeng tangannya. Dia tertawa saja.
Beriringan kami menyusuri pinggir sungai itu mengikuti Pak Ali yang sudah berjalan lebih dulu.
Tidak terlalu jauh, sungai itu melebar menjadi sebuah kolam alami dengan diameter kira kira 9 meteran. Tepi2 kolamnya dihiasi dengan batu batu besar dan pepohonan yang cukup tinggi sehingga membuat suasana menjadi rindang.
Ketika kami datang di sana sudah ada beberapa orang yang mandi, 5 orang laki2 di sisi utara dan 6 orang wanita di sisi selatan. Beberapa wanita, selain mandi nampak juga memanfaatkan air sungai itu untuk mencuci pakaian, tetapi karena mereka mencuci di ujung luar aliran air sehingga sisa air cucian itu tidak mengalir ke area yang dipakai untuk mandi.
Tempat mandi laki2 dan wanita secara visual tidak dipisahkan oleh apapun, hanya berseberangan saja dengan jarak sekitar 8 9 meter, sehingga kalau mau, tentu saja mereka bisa saling melihat dengan bebas.
Tetapi sepertinya buat mereka itu hal yang biasa saja. Mereka tampak normal saja mandi dan mencuci pakaian dengan bertelanjang bulat tanpa terlalu mempedulikan sekitarnya. Bahkan ketika kami datang pun mereka sepertinya tidak terlalu terganggu.
Disini sudah biasa Dik, ya memang begitu itu sehari2nya.. kalau mandi ya di sini, Cuma kalau buang air besar tempatnya agak terpisah, supaya kotorannya tidak masuk ke tempat mandi. Kata Pak Ali, menanggapi keraguanku. Aku pun tersenyum saja sambil melirik Shinta, yang sepintas juga terlihat sedikit ragu.
Ayo Dik, langsung membaur saja .. malah nggak enak kalau kita Cuma berdiri di sini .. Adik Shinta kesebelah sana .. mandi sama ibu ibu yang lain ..
Pak Ali mengajakku berjalan ke utara, tempat beberapa laki2 lain yang sudah lebih dahulu mandi. Shinta sendiri akhirnya juga berjalan ke selatan. Dia tersenyum menyapa beberapa wanita yang ada di sana. Ku perhatikan ada 2 orang wanita yang terlihat masih muda, dari tubuhnya yang masih langsing dan kencang mungkin usia mereka sekitar 20 25 tahun, sisanya sudah terbilang agak berumur. Aku senyum senyum saja menyaksikan wanita2 itu mandi dan mencuci pakaian dengan bertelanjang tanpa terlalu memperhatikan orang2 di sekitarnya. Mungkin betul yang dikatakan Pak Ali, ya begitulah kebiasaan mereka sehari harinya.
Ayo Dik, mandi .. Sapa Pak Ali, dia sudah melepas semua pakaiannya dan sekarang mulai masuk ke dalam air, Taruh aja pakaiannya disana Dik, supaya tidak ikut basah tunjuknya kearah sebuah batu besar yang rata tidak jauh dari kolam. Disana terlihat sudah ada beberapa pakaian yang ditumpuk sembarangan, milik orang2 yang mandi disini.
Aku bergegas ke sana, membuka pakaian dan kemudian berjalan kembali ke tempat mandi, telanjang bulat tentu saja.
Sejenak aku berdiri di pinggir kolam, memandang ke sekitar, aneh juga rasanya berdiri telanjang bulat di tempat terbuka begini dengan beberapa orang asing yang bebas melihatku. Bapak Bapak yang mandi di dekatku terlihat cuek saja waktu aku datang, tapi dari seberang aku melihat ada beberapa wanita yang mencuri curi pandang kearahku, waktu bertemu mata denganku mereka menunduk malu sambil tersenyum senyum kecil.
Aku tersenyum sendiri, rupanya masih penasaran juga mereka kalau ada orang baru yang ikut mandi. Tapi aku tidak bisa berlama lama lagi berdiri telanjang di sana, aku harus segera mencebur ke air sebelum mereka melihat kemaluanku yang pelan2 bergerak naik. Haha .. rupanya sensasi memamerkan tubuh telanjangku ini mau tidak mau memberi support rangsangan juga.
Segera kehangatan air kolam terasa membungkus tubuhku, segar sekali, jauh berbeda dengan berendam air hangat di bathup hotel. Di sini air hangatnya terasa jauh lebih menyegarkan. Aku membasuh wajah dan tubuhku beberapa kali sambil sesekali membenamkan seluruh tubuhku ke dalam air.
Enak Pak ? .. Seru Shinta dari seberang, aku menoleh sambil tersenyum. Iya Shin, hangat .. Aku lihat dia masih berlutut ditepi sungai, belum membuka bajunya. Sepertinya dia masih ragu untuk begitu saja bertelanjang ditengah banyak orang begini.
Masuk aja Shin .. asyik kok .. Seruku sambil masih berendam di dalam air. Shinta melihat sekelilingnya dengan pandangan ragu. Nampaknya masih menimbang nimbang juga dia sebelum akhirnya dia mengangkat bahunya dan berjalan ke tempat Ibu Ibu yang lain menumpuk pakaiannya.
Aku memperhatikan dia melepas pakaiannya dengan cepat. Kaos putih, celana pendek .. sesaat dia berhenti dan melirikku sebelum melepaskan pakaian dalamnya, tapi setelah aku meyakinkannya dengan anggukan, akhirnya dilepaskannya bra dan cd-nya sekalian.
Aku tertawa sewaktu Shinta berbalik ke arahku dengan tubuh telanjang. Dia memonyongkan bibirnya dengan wajah bersemu malu. Aku mengangkat jempolku sambil kemudian melambaikan tanganku supaya dia segera mendekat ke kolam.
Shinta berjalan kearah sungai dengan perlahan, jalanan tanah dan sedikit basah yang diinjaknya membuat dia harus ekstra hati hati supaya tidak terpeleset. Aku mengamatinya berjalan sambil tersenyum. Dibandingkan dengan wanita wanita lain yang ada di situ tentu saja jauh sekali perbedaan tubuhnya. Tubuh Shinta terlihat sangat bersih dan terawat, buah dadanya bulat dan kencang dengan putting susu yang mungil kehitaman di ujungnya. Perutnya rata dan mulus, pahanya penuh dan montok dengan bulu bulu dipangkal pahanya yang tercukur rapi, terlihat menyembul mungil ditengah apitan dua kakinya yang jenjang.
Sesampainya di tepi sungai dia mencelupkan dulu ujung kakinya ke air, merasakan hangatnya air sungai sebelum kemudian berjongkok dan mencelupkan tangannya.
Hangat Shin ? .. seruku.
Dia tersenyum saja sambil mengangguk. Sejenak dia menegakkan badannya sambil mengangkat tangan dan mengikat rambutnya. Aku tahu Dia melakukannya dengan wajar saja, tapi gerakannya itu seolah membuka semua kesempurnaan ditubuhnya. Dengan tubuh menegak dan tangan yang terangkat itu, payudara yang tergantung lepas didadanya terlihat makin menjulang ke atas. Kulitnya yang putih mulus tak bercela terlihat berkilau seperti pualam ditimpa sinar matahari.
Posisi berlututnya dengan satu ujung lutut menyentuh tanah dan kaki yang lain terlipat ke atas, membuat vaginanya terlihat mengintip nakal dari sela sela pahanya,
Aku memandangnya dengan kagum, dia balas memandangku dengan lirikan mesranya sebelum perlahan dia membenamkan tubuhnya ke dalam air.
Sesaat setelah pemandangan erotis itu tertutup oleh beningnya air baru aku sadar kalau ternyata bukan aku saja yang terpukau oleh keindahan tubuh Shinta. Waktu aku melihat berkeliling ternyata semua laki laki yang mandi bersamaku juga memandang tak berkedip kea rahnya. Beberapa dari mereka segera membuang pandang kearah lain sambil menahan malu ketika tahu aku memergokinya. Tapi yang lain terus memandang seperti tak peduli. Pikirku, wajar saja lah, jarang jarang juga mereka berkesempatan mandi bareng dengan wanita secantik ini.
Istrinya cantik sekali Dik .. Dari sebelah Pak Ali berbisik sambil bergeser mendekat.
Gitu ya Pak .. Balasku sambil tersenyum .. aku melirik tanganya yang menutup sesuatu dipangkal pahanya. Haha .. pastilah bangun juga penis tua-mu ya Pak. Pikirku geli. Lho.. saya kira Bapak sudah biasa mandi bareng gini jadi cuek2 saja kalau lihat orang telanjang Pak ? .. Tanyaku ringan sambil tertawa. Wajar saja kalau dia mengira kami adalah suami istri kalau melihat kemesraan dan kebebasan kami.
Ya .. tapi kan beda Dik yang dilihat .. kalau ini sih cantik sekali .. Jawabnya lugu sambil masih memandangi Shinta yang sedang mandi.
Shinta terlihat sudah asyik mandi dan berbaur dengan wanita wanita lain disekitarnya. Nampaknya dia sudah larut dalam suasana mandinya sendiri sehingga tidak lagi terlalu peduli dengan orang orang yang masih memandangi tubuh telanjangnya dengan penuh kekaguman. Dia mulai melumuri tubuhnya yang sudah basah dengan sabun cair, lalu meratakannya perlahan ke seluruh tubuh. Jemarinya yang lentik terlihat lembut sekali membelai bagian bagian tubuhnya yang sekarang terlihat berkilat dibungkus air sabun. Beberapa kali payudaranya bergoyang belan sewaktu tanpa sadar Shinta meremasinya dengan gerakan memutar. Menimbulkan pemandangan yang sangat menaikkan gairah nafsu.
Tiba tiba muncul ide iseng di pikiranku, untuk membuat suasana jadi lebih seru.
Pelan pelan aku berjalan menyeberangi sungai, menuju tempat Shinta mandi. Aku cuek saja walaupun beberapa orang terlihat memandangku dengan heran. Pelan pelan aku mengambil tempat dibelakangnya dan meraih botol sabun cair disampingnya.
Shinta awalnya memandangku dengan sedikit bingung, tapi kemudian dia tertawa saja waktu aku mulai mengoleskan sabun dan menggosok punggungnya. Aku tertawa juga, beberapa orang yang melihat kami ikut tersenyum melihat kemesraan kami, dasar pengantin baru, mungkin begitu pikir mereka.
Aku melirik Pak Ali yang juga tertawa sambil memandang kami .. Maklum pengantin baru Pak, jadi ya harus mesra .. Seruku sambil masih menggosokkan busa sabun ke punggung Shinta.
Pak Ali mengangkat jempolnya sambil tertawa, orang orang disampingnya juga ikut tertawa. Ibu ibu yang ada disekitar istriku tersenyum senyum saja. Sekarang suasana menjadi lebih santai. Mereka tidak lagi terlalu protes walaupun aku sekarang ada ditengah tengah tempat mandi wanita. Beberapa wanita yang mandi disekelilingku juga terlihat sudah cuek lagi melanjutkan mencuci pakaian mereka.
Aku menyiramkan air ke punggung Shinta, membersihkan sisa sisa busa sabun yang masih ada. Lalu perlahan aku tuang lagi sabun cair ke tanganku dan mulai menggosokkannya ke tubuh depan Shinta. Dengan posisi menggosok dari belakangnya, otomatis posisiku sekarang jadi setengah memeluknya.
Shinta awalnya tidak terlalu menyadari niatku untuk sedikit berpamer, tapi ketika aku menarik tubuh atasnya kebelakang dan mulai meratakan busa sabun ke perut dan dadanya, dia mulai sedikit protes
Pak .. iseng banget sih Pak ..dilihat orang lho ..
Bisiknya, tapi dua tangannya tetap menggantung lepas walaupun sekarang tanganku sudah mulai menggosok gosok buah dadanya dengan sedikit gerakan meremas.
Biarin Shin .. dari tadi Bapak Bapak yang disana sudah pada melotot ngeliatin kamu telanjang ..
Bisikku sambil tertawa geli, sengaja aku berlama lama menggosok buah dada Shinta, sesekali aku meremas dan menekannya ke atas sehingga gumpalan payudara yang sudah montok itu terlihat makin membusung indah. Shinta ikut tertawa, dia tidak lagi protes. Dibiarkannya aku mengeksplorasi setiap lekuk tubuhnya dengan sentuhan sentuhan mesraku.
Aku melirik Pak Ali, orang tua itu menatap kami dengan pandangan iri, juga Bapak Bapak yang mandi disekitarnya, hampir semuanya memandangi kami dengan mata melebar dan mulut terbuka. Aku tertawa dalam hati melihat mereka. Mungkin mereka sama sekali tidak mengerti apa yang kami lakukan, mungkin bagi mereka ini hanyalah gaya mandi yang aneh pengantin baru dari kota, tapi tetap saja mereka menikmatinya.
Tidak lama, aku menyiramkan air ke tubuh Shinta lalu bergerak kembali ke tempat mandiku. Gadis itu tersenyum saja, lalu kembali melanjutkan mandinya sendiri. Sebagian besar Bapak Bapak masih memandangi Shinta tapi sebagian lagi sudah mengalihkan matanya, mungkin jengah juga karena sekarang aku sudah kembali ke tengah mereka.
Mesra sekali Dik .. Goda Pak Ali sambil tersenyum Baru berapa lama menikah ?
Belum setahun Pak .. Jawabku asal, Tapi pacarannya lama ..
Ooo .. pantas .. kalau saya punya istri seperti itu juga nggak bakalan habis saya mesrain ..
Katanya sambil tersenyum. Aku membalasnya dengan senyuman juga.