Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Berbagi Itu Indah (Remake)

Chapter 9 : Ketagihan



POV : Rio



Sejak kejadian waktu itu…



Saat kubiarkan Mang Ujang, penjual nasi goreng langganan pacarku itu menggagahi pacarku, aku sudah tidak lagi merasa ragu dan takut menyetubuhi pacarku. Setiap aku sange, aku pasti akan menyetubuhi pacarku. Setiap aku butuh pelampiasan, Echa akan menjadi tempat untuk melepaskan syahwatku. Betul, dia memang cewek idaman semua orang. Cantik, memiliki senyum menawan, body yang mantap, dan pandai melayani pula. Apalagi memeknya itu, sekali mencoba pasti bakalan ketagihan. Hangat dan sempitnya sangat memanjakan. Sekarang aku tahu mengapa pacaran itu wajib ngentot terlebih dahulu sebelum memutuskan menikah. Agar tidak ada penyesalan saat memutuskan untuk menikah. Istilahnya mungkin test drive dulu. Hehehe… Kita jadi tau rasa jepitan memek gadis yang akan menjadi istri kita kelak.



Saat ini, gadis cantik berkerudung itu tampak begitu menggoda dan menggairahkan dihadapanku. Rambutnya masih tertutup kain kerudungnya yang berwarna putih, dengan kulitnya yang juga putih mulus hanya berbalutkan seragam sekolah yang kancingnya telah terbuka seluruhnya. Branya pun sudah menghilang entah kemana, sedangkan celana dalamnya, kubiarkan tergantung di salah satu mata kakinya. Kunikmati gesekan-gesekan nikmat antara kemaluanku dan kemaluan pacarku yang sangat nikmat itu. Kontolku tak bisa berhenti menyetubuhi Echa, gadis yang baru kukenal kurang dari 1 tahun yang lalu dan kini telah menjadi milikku seutuhnya.



Echa yang diawal pertemuan kami begitu lugu dan polos, kini kujadikan dia seorang gadis binal nan cabul. Kujadikan ia pemuas syahwatku. Kujadikan dia objek fantasy gilaku. Siapa yang menyangka, ternyata gadis berkerudung yang terlihat polos itu bisa begitu mesum. Bahkan ia sudah bercinta dengan pria lain dihadapanku sendiri. Bagi sebagian orang mungkin aku gila. Tapi bagiku, wanita adalah keindahan yang harus dibagikan.



“Aaaahhh.. memekmu enak sekali sayang…. Aaaahhhh….”, rancauku sambil kusetubuhi pacarku itu penuh nafsu dan tak lupa kuarahkan kamera handphoneku ke arahnya



“Ohhhh… Terus mas…. Aaaahh… Jangan direkam mas ….”, pinta pacarku namun tak terlihat ia keberatan dengan kameraku yang mengarah kepadanya



“Biarin, biar semua orang tau Echa pacarku itu gadis jalang pemuas kontol”, ujarku



“Ouuuhhhh… masss…. Aku malu…. Aaahhh.. Please mas…. Jangan disebarin”, kata Echa sambil memasang wajah yang malah membuatku semakin sange



“Kenapa kalau aku sebarin Yank?”, tanyaku sambil terus menggenjotnya



“Takut ada yang kenaaaalll.. Aaaahhhh…”, jawab Echa



“Enak kan? jadi misal temenmu atau gurumu tau, mereka bisa entot kamu jugaaaa… Sssshhh…”, jawabku semakin nafsu



“Massss jangan ngaco aaaahhhh… Maluuuu aku masssshhhh…”, jawab Echa sambil mendesah karena kemaluannya terus kusodok



*Jleb jleb jleb jleb*, suara pertemuan kedua kelamin kami



Tusukan kontolku semakin menguat saat membayangkan pacarku yang kusayang itu sedang dientot orang lain. Tiap malam aku selalu onani sambil melihat beberapa rekaman gila pacarku yang pernah kuabadikan. Terutama perzinahan nakalnya dengan Mang Ujang. Saat pacarku Echa yang matanya dalam keadaan tertutup sedang menjilati kontol Mang Ujang bak pelacur murahan. Melihatnya beberapa menit saja kadang sudah membuatku crot duluan.



Tetapi khusus malam ini berbeda, aku sudah puasa onani dari kemarin dan ku tahan mati-matian agar bisa kupuaskan syahwatku seperti malam ini. Aku ingin berlama-lama berhubungan badan dengan Echa. Kenikmatan vaginanya begitu luar biasa. Dengan parasnya yang cantik, menyetubuhi pacar seperti Echa adalah hal terindah dalam hidupku. Tentu saja, aku bersyukur sekali gadis secantik Echa menjadi milikku dan aku bebas melakukan apa saja kepadanya. Untungnya Echa sekarang juga mulai jadi gadis penurut sehingga aku tidak begitu kesulitan merayunya. Awalnya dia memang menolak, tetapi aku yakin sekali ia juga mau melakukan apa yang kuminta. Mungkin masalah satu-satunya adalah rasa malu yang ada pada dirinya.



“Aku kirim ke teman-temanku ya Yank…”, kataku dan kukirimkan video Echa saat kuewe ke grup teman-temanku tanpa menunggu jawabannya



“Massss Aaahhhhh.. Jangan dikirim!! Aku maluuu…”, jawab Echa dan kurasakan cengkraman memek pacarku itu semakin menjepit kontolku



“Malu? Kamu gak ingat apa memekmu itu udah digenjot Mang Ujang… Hehehe.. Sssshh.. ”, godaku



“Iya.. Tapi.. karena awalnya aku mengira itu kamu mas… Aaahhh.. Ouhhhhh..”, jawab Echa sambil terus mendesah



“Dikira aku? Tapi kamu keenakan sampai bilang cinta ke Mang Ujang…”, ejekku lagi



“Aku.. kebawa suasana mas… Aaahhh…”, kilah Echa



“Oiya? Terus kenapa memek kamu becek pas liat kontol Mang Ujang?”, godaku lagi



“Anu itu karena…”



“Apa?”



“Gak jadi ah.. Ouhhhh…”, pekik pacarku



“Apaaaa?”, kataku sambil kubenamkan kontolku semakin dalam ke rahim pacarku



“Anuuu.. Aaahhh.. Kontol Mang Ujang gede masss…”, jawab Echa



“Terus kamu suka kena kontol besar?”, tanyaku



Echa menggangguk sambil memalingkan mukanya. Mungkin ia malu untuk mengakuinya, tetapi ia juga tida bisa berbohong kepadaku. Sehingga ia hanya mengangguk tidak berani menatap mataku



“Bitch… pacar jalang!! Suka kontol besar ya kamu?”, jawabku semakin kesal karena Echa terang-terangan menyukai kontol Mang Ujang



“Enak mana kontolku atau Mang Ujang hah???”, ujarku semakin kasar menghajar kemaluannya



“Aaahhh.. Aahhh.. masss…”



“Jawab… Enak sapa?”, tanyaku sekali lagi



“E.. enak kontolmu mas… Aaahhh…”, jawab Echa



“Ngga bohong?”, tanyaku curiga karena aku tahu jika Echa berbohong, ia akan mengarahkan pandangan matanya ke arah lain.



“Enggakkkk.. Aaahh..”, desah Echa saat kusodok semakin dalam



“Tapi kamu juga suka sama kontol Mang Ujang juga kan?”, godaku lagi



“Iyaa… Sukaaaaa… Aaaahhh masss…”, jawab Echa dengan jujur



“Sialan… pacar lonte! Malah ngaku suka kontol cowok lain..”, ujarku penuh emosi dan kusetubuhi lebih kuat lagi pacarku itu



“Aaahhh.. Uhhh.. Kan kamu maksa aku jawaabbbb mass..”, kilah Echa



“Alasan! Bilang aja kamu suka kontol Mang Ujang”, pungkasku



Kugenjot kemaluan Echa pacarku semakin penuh nafsu, rasanya memang luar biasa. Becek, hangat dan juga sempit dengan tekstur kelamin bagian dalamnya yang begitu nikmat seperti sedang memijat kemaluanku. Jepitan memek Echa memang menggigit, membuat kontolku tak bisa berhenti bergerak maju mundur menggenjot lubang itu. Kulihat payudaranya yang putingnya berwarna cokelat muda itu bergoyang-goyang bersamaan dengan gerakan sodokanku. Aku yakin jika teman-teman sekolah Echa tahu betapa ternyata dirinya begitu binal, pastinya mereka bakalan antri bergantian untuk menikmati tubuhnya.



*Sialan gue malah bayangin cewek gue dientot rame-rame sama temen sekolahnya. Anjritlah..*



“Kamu mau nyoba digilir temen-temen sekolahmu gak yank?”, godaku



“Issshhh.. paan sih… Gak mau ah mas”, jawab Echa sambil memasang mimik muka sebal



Wajar saja, pacar macam apa yang ingin pacarnya dinikmati rame-rame oleh banyak cowok. Mungkin bagi Echa aku sudah gila dan ngga waras. Tapi bagiku itu adalah kehormatan bagiku melihat pacarku bisa memuaskan banyak cowok.



“Kalau kontol Mang Ujang mau enggak?”, tanyaku sambil terus kusetubuhi pacarku itu penuh nafsu



“Aaahhh…. Mas….”, jawab Echa tidak menjawab pertanyaanku



“Jawabbb!!”, tanyaku lagi



“Eehh maksud mas? OUUHHHHH…”, tanya Echa balik



“Kamu mau ngentot sama Mang Ujang lagi gak?”, tanyaku sekali lagi



“Aaahhh.. Kamu ngomong apa sih mas.. Aneh tau…”, kata Echa sambil kakinya terus mengangkang karena kelaminnya sedang kusetubuhi



“Mau enggak? Dia suka kamu lho Yank…”, tanyaku kesal karena daritadi pacarku tidak memberikan jawaban pasti



“Kalau kamu ijinin aku mau!”, jawab Echa terlihat sedikit kesal



“Sssshhh.. Sudah kuduga memekmu pasti gatal bayangin kontol Mang Ujang.. Ngentot lagi gih terus minta Mang Ujang crot di dalam memekmu biar kamu hamil”, kataku semakin gila



“Issssshhh… Terus kamu ga jadi nikahin aku dong?”, protes Echa



“Memang pelacur sepertimu masih layak dijadikan istri? Kamu sama Mang Ujang aja”, tanyaku semakin terasa menyebalkan



“Jahat kamu masss!!!”, jawab Echa manyun



“Sialan ekspresi mukamu kayak gitu buat aku makin sange aja.. Aaaahhhh…”, ujar ku sambil kembali semangat menggenjot memek pacarku



“Massss… Aaahhh… Aahh.. Udaah.. Aku udah gak mood!!”, kata Echa dan terlihat gerakan tubuhnya seperti mulai menolak bersetubuh denganku



Tetapi aku tidak peduli, aku justru semangat menyetubuhi pacarku



“Aaahhh… Aku lagi bayangin kamu dientot cowok lain dan kamu bakalan hamil… Hamil kamu Yank… ssssshhhh”, ujarku



“….”, Echa terdiam sambil matanya terpejam



Sesekali wajahnua terdongak, dan wajahnya itu benar-benar wajah cewek sange yang sering kulihat di film-film bokep. Wajah yang sangat membuatku semakin bernafsu menyetubuhi pacarku



“Aaaahhh.. Iya… Membayangkan memekmu dientot banyak cowok... Aaaaahhhhh pasti kamu bakalan keenakan banget yank…”, ujarku sambil terus berfantasy pacarku digenjot banyak pria



“Ouhhh.. Kamu gila mas… Aaaaahhhhh.. Kamu ikhlas nih aku diperkosa?”, ujar Echa lirih



“Ikhlas.. Berbagi itu indah Yank.. Shit memekmu malah jepit anjirr… Kamu lagi bayangin diperkosa mereka nih pasti???”, ujarku



“Aaaaaaahhhhh.. Aku mau keluar... Mas… Mas….. Aaahhh..”, kata Echa sambil ia goyang-goyangkan kakinya dengan cepat



“Fuck lu dibayangin diperkosa malah orgasme.. Lacurrrrr… Arrrggghhhhh”, pekikku



Lalu aku buru-buru mencabut kontolku dan…



*Crot crot crot…* kontolku menyemburkan spermanya dengan deras mengenai bulu jembut pacarku



Rasanya begitu lega, namun sayangnya segala pikiran kotorku turut sirna bersamaan dengan keluarnya maniku. Aku langsung terkulai lemas tiduran disamping tubuh pacarku yang kondisi pakaian seragamnya sudah compang-camping tak karuan. Kemudian aku baru ingat, sejak sampai rumah dari menjemput pacarku di sekolahnya, Echa memang belum mandi. Setiba dirumahnya, aku langsung menuntaskan hasratku yang sudah lama kutahan sejak beberapa hari yang lalu. Karena itulah, ia masih memakai seragam hingga malam ini.



Aku pun kembali mengenakan pakaianku yang berceceran dan bersiap untuk pulang, karena beberapa kali kudengar suara gemuruh petir yang menyambar pertanda sebentar lagi turun hujan



“Mau hujan”, kata Echa sambil terengah-engah



“Iya, aku pulamh dulu ya”, jawabku



“Ohhhh.. Yasudah kalau gitu mas. Ati-ati ya kalau pulang. Kalau kamu nanti WA aku tapi aku ga balas, berarti aku sudah tidur”, ujar Echa



“Okay Yank…”



“Oiya lupa, besok kamu ga usah jemput ya dan ga usah ke rumah dulu soalnya ada mama papa”, ujar Echa lagi



“Oh sudah pulang? Emang mereka ngga kerja”, tanyaku terkejut



“I.. Iya sudah pulang mas mereka besok… Cuti kayaknya mau istirahat”, jawab Echa



“Oh gitu.. Yasudah aku pulang ya Yank..”, ujarku dan aku pun pergi meninggalkan rumah pacarku



#



POV : Echa



Suara gemuruh petir di atas sana jujur saja membuatku tidak nyaman. Berada di rumah sendirian begitu terasa kesepian. Sebagai seorang gadis penakut, tentu saja kondisi ini membuatku tidak betah berada di rumah. Apalagi saat ini aku belum puas. Nafsuku masih diubun-ubun, sebenarnya aku bisa saja orgasme tadi, sayangnya Mas Rio keluar duluan saat aku belum mencapai klimaks. Jadinya aku saat ini masih merasa nanggung dan masih bernafsu.



Kupandangi jarum jam dinding yang bergerak begitu lambat malam ini. Jam sudah menunjukkan pukul 20.30. Aku lalu mencoba menghubungi nomor cowok itu. Lelaki yang kapan lalu menawariku sebuah pekerjaan. Walaupun aku sempat pupus harapan tidak jadi dibelikan handphone mahal, tetapi aku yakin ada jalan yang bisa kutempuh untuk memiliki benda impianku itu.



Aku tidak akan menyia-nyiakan penawaran itu. Pekerjaan yang sebenarnya mudah bagiku, hanya butuh keberanian dan juga niat untuk melakukannya. Apalagi pekerjaan yang diberikannya relevan dengan hobbyku akhir-akhir ini.



Aku pun menghubungi kartu nama yang baru saja kuambil dari dalam dompetku, namanya Icank. Aku tidak tahu apakah ini nama penjaga warung tersebut atau nama pemilik warung itu. Jantungku berdebar cukup kencang saat ini. Apakah jalan yang kuambil ini sudah benar? Tapi aku juga ingin punya uang tambahan agar bisa membeli barang-barang yang aku suka.



“Assalamu’alaikum…”, ketikku memulai pembicaraan



Tidak kusangka beberapa detik kemudian pesanku langsung dibaca olehnya.



“Wa’alaikumsalam. Ini siapa?”, tanyanya kemudian



“Aku Echa mas yang kapan hari…”, jawabku



“Echa siapa?”, tanyanya lagi



“Echa yang… joget pargoy di warung Mas Icank…”



“Sebentar gua telpon lu aja”, katanya kemudian dan tak lama handphoneku berdering



“Lu yang jogetnya jelek itu?”, katanya langsung mengejutkanku karena ejekannya yang tiba-tiba



“I.. Iya mas…”, jawabku sedikit kesal



“Ohhh.. Ada apa Mbak?”, tanyanya



“Anu.. Aku…”, jawabku terhenti bingung berkata apa



Jelas saja aku malu untuk menawarkan diriku untuk bekerja di warungnya. Tetapi setelah aku pikir-pikir tidak ada gunanya aku malu-malu lagi toh dia juga salah satu cowok yang pernah melihatku telanjang



“Mas pekerjaan yang kemarin ditawarin ke aku masih ada?”, tanyaku



“Lu mau kerja seperti apa? Heheheh…”, tanya lelaki bernama Icank itu sambil tertawa mencurigakan



“Memang kerjanya apa aja mas?”, tanyaku bingung karena aku kira ia hanya menawariku satu jenis pekerjaan saja



“Banyak, lu mau yang seperti apa? Jaga parkir, tukang bersih-bersih juga bisa lu kerjakan kok.”, jawabnya



*Nyebelin, masak iya cewek kayak aku disuruh jaga parkir*, gumamku dalam hati



“Kalau yang kayak kemarin gimana mas?”, tanyaku memberanikan diri to the point



“Kayak kemarin gimana?”, tanya Mas Icank



“Anu.. yang joget dipanggung…”, jawabku tersipu



“Oh lu mau jadi cewek penghibur di warung gua?”, tanya Icank to the point juga



“Eehhh? Prnghibur?”, jawabku sedikit tersindir dengan istilah “cewek penghibur”



“Iya, kan kalau joget berarti menjadi orang yang menghibur kan?”, kata Mas Icank



“Eh.. I.. Iya..”, jawabku



“Hmmm.. Emang lu udah bisa goyang pargoy?, tanyanya meledek lagi



“Ehhh.. itu.. masih kaku sih mas…”, jawabku



“Hahaha.. Payah.. Ya udah Lu kapan ada waktu ke warung? Buat tes interview”, kata Mas Icank



“Hah? Pake interview juga mas?”, tanyaku keheranan



“Iya dong”



“Hmm.. Aku bebas mas.. Kira-kira bisanya kapan…”, kataku



“Hmmm.. Ya udah minggu depan aja kali ya.. Jujur aja gue ga nyangka soalnya lu mau. Jadi banyak yang mesti gue siapin”, kata Mas Icank



“Oh.. minggu depan hari apa mas?”



“Sabtu sore saat lu pulang sekolah”, ujar Mas Icank



“Ta.. Tapi aku lupa jalan menuju warung mas Icank”, jawabku



“Aduh.. O’on juga lu.. Untung aja lu cantik. Ya udah gua share loc ntar. Gampang ity”, kata Mas Icank



“Ya udah kalau gitu mas..”, kataku



“Okay.. Sampai ketemu sabtu depan”, kata Mas Icank dan ia pun segera menutup telepon.



Aku menghela nafas panjang, benarkah apa yang sudah kuputuskan ini? Aku begitu excited saat membayangkannya. Kegilaan di warung itu benar-benar luar biasa bagiku. Ada rasa bangga saat aku memamerkam tubuhku di hadapan para cowok-cowok. Ternyata eksib itu menyenangkan dan sangat mengasyikkan bagiku. Tatapan mata mereka yang terus memandangiku menjadikan ku semakin salah tingkah dan malu. Tapi disitulah asyiknya!





Aku akui aku awalnya memang gadis yang lugu. Semua perubahanku ini terjadi karena Mas Rio. Ia yang mengenalkanku semua kenakalan ini. Hingga aku sekarang benar-benar ketagihan dan menikmati semua kegilaan yang diberikan olehnya. Kenikmatan saat vaginaku terangsang, kenikmatan saat mata lelaki menatapku penuh nafsu. Kenikmatam saat memekku disodok kontol Mang Ujang. Semua karena Mas Rio.



Pengalaman gila yang kuperbuat atas perintah pacarku itulah awal mula aku mulai merubah kebiasaanku. Saat ia memintaku jalan-jalan sambil berpakaian sexy malam-malam itu begitu membekas di benakku. Perasaan campur aduk itu membuatku tergoda untuk melakukan hal itu lagi dan lagi. Dan ya… ini cukup menarik bagiku



Aku juga akhir-akhir ini lebih suka telanjang daripada berpakaian. Jika ada orangtuaku aku akan telanjang di kamar semalaman hingga shubuh. Kuhabiskan malamku dengan masturbasi. Jika di rumah tidak ada orang, aku bisa berbuat lebih parah lagi, seharian bisa saja aku telanjang bulat tanpa kain sedikit pun. Hanya kerudung saja yang kukenakan karena kata mamaku, rambut cewek itu wajib ditutup. Hihihi…



Kuhitung-hitung, mungkin aku berpakaian hanya saat di sekolah atau saat keluar rumah saja. Sisanya, kuhabiskan hari-hariku dengan telanjang. Bahkan pacarku sendiri tidak tahu kebiasaan baruku ini. Ia tidak perlu tahu, yang jelas ini adalah hasil didikannya. Ia yang memintaku seperti ini jadi aku rasa aku tidak perlu selalu laporan ke dia.



Sebenarnya aku ingin mencoba hal baru. Telanjang di dalam rumah sudah biasa bagiku, aku ingin berbuat lebih gila lagi. Aku ingin sekali mencoba jalan-jalan di komplek rumah sambil telanjang bulat. Membayangkan itu benar-benar membuatku bergairah parah. Perasaan was-was takut ketahuan tetanggaku menjadi bumbu gairah yang menggodaku. Namun, Aku tidak seberani itu untuk melakukannya. Aku takut nama papaku semakin jelek di perumahan ini jika anaknya ketahuan jalan-jalan bugil di luar rumah.



Tetapi harus aku akui, ternyata telanjang itu ngga seburuk itu. Aku juga jadi merasa semakin nafsu dan percaya diri jika telanjang dan aku menikmati kebiasaan baruku ini. Aku juga jadi hobby mengabadikan foto selfie tanpa sehelai benangpun di handphoneku. Mungkin sudah ada ratusan foto dan video saat aku colmek yang tersimpan di handphoneku.



*Krucuk krucuk krucuk* tiba-tiba perutku berbunyi



Aku ingat sejak siang tadi aku belum mengisi perutku sama sekali. Sepulang dari sekolah aku langsung bermesraan dan bersetubuh dengan pacarku sampai malam. Sampai-sampai aku lupa untuk mengisi energi



Sementara di luar sana langit kadang mengeluarkan kilat disertai suara gemuruh tanda sebentar lagi kemungkinan akan turun hujan deras. Aku rapikan pakaian seragam yang masih kukenakan sejak siang tadi. Aku sudah terlalu malas untuk ganti baju mengingat keadaan langit yang sudah hampir pasti akan menurunkan hujan deras



Aku pun memutuskan keluar rumah, Mang Ujang adalah tujuan pertamaku, selain karena nasi gorengnya memang enak, aku juga tidak bertemu dengannya lagi setelah kejadian saat ia merenggut keperawananku. Bagaimanapun aku harus kembali menjalin komunikasi lagi dengan Mang Ujang agar tidak ada rasa sungkan diantara kami pasca kejadian mesum itu.



Lalu otakku kembali mengenang memory saat “berkeringat” bersama Mang Ujang. Kenangan saat memekku dimasukki kontol Mang Ujang adalah kenangan yang tidak akan pernah kulupakan. Rasa mantab sodokannya yang benar-benar berbeda rasanya daripada melayani pacarku sendiri. Mungkin benar kata Mas Rio, aku adalah pelacur yang lebih menikmati kontol cowok lain daripada kontol pacarku sendiri



“Duh kok jadi bayangin kontol Mang Ujang sih”, gumamku sambil kugaruk memekku yang tidak kubungkus celana dalam dari tadi



*Basah*, gumamku saat kudapati lendir yang membasahi lubang senggamaku



Aku lalu berjalan keluar tanpa peduli jika saat ini aku tidak memakai pakaian dalam. Menggunakan pakaian dalam dan berganti pakaian tentunya akan memakan banyak waktu. Keburu hujan nanti malah aku ngga bisa keluar rumah sama sekali. Toh hari sudah malam, aku yakin jalanan akan lebih sepi dan tidak ada orang yang memperhatikan bajuku.



Aku pun mulai keluar dari rumah dan tak lupa kukunci pintu rumahku



Lokasi jualan Mang Ujang tidak begitu jauh dari rumahku. Ia berjualan di depan sebuah rumah kosong yang terletak di depan gang sebelah gang rumahku. Dari kejauhan terlihat beberapa sepeda motor terparkir di samping rombong Mang Ujang. Rupanya aku salah prediksi, kukira suasana akan sepi ternyata salah. Warung Mang Ujang lumayan ramai. Cuaca mendung-mendung begini memang orang cenderung akan menjadi mudah lapar. Aku awalnya ragu untuk melanjutkan, namun setelah kupastikan dadaku tidak menerawang dari seragamku, aku lalu memutuskan untuk lanjut.



Saat aku tiba dilokasi, beberapa pasang mata langsung menoleh tertuju kepadaku. Padahal aku tidak merasa cantik saat ini karena belum mandi, tapi tetap saja mereka malah terus melihat ke arahku. Mang Ujang juga sepintas melirikku dan bibirnya terlihat melongo sebentar sebelum akhirnya ia kembali fokus mengaduk wajan panasnya.



Kulihat pula sepasang remaja yang sepertimya sedang berpacaran, asyik menyantap nasgor Mang Ujang di meja yang telah disediakan. Mereka lalu juga melihat ke arahku beberapa saat. Si cewek lalu terlihat cemburu dan mencubit pinggang cowoknya karena masih terpana melihat kearahku tanpa berkedip sedikit pun, lalu si cowok hanya garuk-garuk kepala dan terlihat meminta maaf ke si cewek. Aku hanya tersenyum simpul melihat tingkah mereka.



Memang pakaian seragamku lumayan ketat dengan dada yang terlihat menonjol karena kerudungku kusingkap ke belakang, tapi pakaian seperti ini adalah sesuatu yang wajar di jaman sekarang. Aku juga yakin puting susuku juga aman tidak sampai nyemplak atau terlihat tercetak di seragamku walau aku tak mengenakan bra malam ini.



“Mba.. Mbak Echa….”, sapa Mang Ujang saat aku sudah tiba disana dengan terbata



Mungkin memory indah persetubuhan kami kembali terngiang di otak Mang Ujang saat kembali berjumpa denganku. Hal itu terbukti dengan suara Mang Ujang yang sedikit gemetaran. Ah Ge Er banget kamu Cha!



“Iya Mang.. Nasi goreng 1 ya”, pesanku



“Lho kok cuma 1 mbak? Pacarnya ngga apel nih?”, tanya Mang Ujang dan kusadari para pembeli disana menyimak pembicaraan kami



“Iya nih Mang, barusan pulang soalnya mau hujan”, jawabku



“Oh jadi sendirian di rumah ya Mbak?”, tanya Mang Ujang



“Lho kok tahu Mang?”, tanyaku terkejut



“Feeling aja. Heheheh”, jawab Mang Ujang



Aku bersyukur dalam hati, dugaanku Mang Ujang akan bersikap dingin dan salting padaku setelah skandal kami ternyata tidak benar. Mang Ujang ternyata tetap bersikap ramah dan seolah tidak ada yang terjadi diantara kami. Akupun sedikit lega melihat sikap Mang Ujang yang masih friendly kepadaku



“Mang Ujang kenal sama mbaknya?”, celetuk salah seorang bapak-bapak yang juga pembeli tiba-tiba



Seorang lelaki tua yang mungkin berusia kurang lebih sama dengan usia papaku tiba-tiba nyeletuk. Usianya sekitar 45 tahunan. Badannya begitu tegap, besar dan kekar, wajahnya terlihat kotak-kotak dengan brewok yang menghiasi wajahnya. Tatapannya tajam dan terlihat alisnya tipis bahkan hampir tidak terlihat ada alis di atas matanya. Wajahnya yang seperti itu begitu khas sepertinya berasal dari luar pulau.



“Kenal Pak... Mbak Echa Langganan saya”, jawab Mang Ujang dengan senyum ramahnya



“Oh enak ya.. Saya jadi pingin ikutan jualan nasi goreng”, ujar si bapak



“Lho kenapa pak?”, tanya Mang Ujang sambil ia panasi minyak goreng di wajan



“Kali aja dapat pembeli cantik kayak Mbaknya. Hehehe”, ujar si bapak



“Ah bapak bisa aja. Belum mandi saya pak masak iya dibilang cantik..”, jawabku tersipu malu



“Lho belum mandi Mbak? Baru pulang sekolah ya?”, tanya Mang Ujang sambil mulai menuangkan nasi putih ke wajan



“Iya nih Mang, sudah daritadi sih pulangnya. Cuma malas mandi. Hihihi”, jawabku



“Lho belum mandi aja secantik ini kalau udah mandi kayak gimana cantiknya. Heheheh”, ujar si bapak



“Ah bapak terlalu memuji.. Saya jadi malu nih pak”, jawabku



“Kenapa malu orang Mbak pake baju.. Malu itu kalau mbaknya gak pake baju. Hehehe”, ujar Si bapak



“Eehhh?”, aku terkejut mendengar perkataan si bapak



“Hehehe.. Maaf ya Mbak.. Pak Robert ini duda mangkanya suka ngelantur ngomongnya. Hehehe”, ujar Mang Ujang sambil terus mengaduk nasi goreng agar bumbu dan nasi tercampur merata



“Hehe gini gini banyak ibu-ibu yang antri mau sama saya minta dinafkahi. Heheheh”, ujar bapak-bapak bernama Pak Robert itu



“Oiya? Kenapa ngga nikah lagi pak?”, tanyaku



“Hehe buat apa saya nikah lagi kalau kebutuhan saya bisa tercukupi. Hehehe…”, ujar Pak Robert membuatku kebingungan apa maksud perkataannya



“Mbak Echa tau rumah besar yang letaknya di ujung gang sana? Ya itu rumah Pak Robert. Dia salah satu warga yang kaya disini”, ujar Mang Ujang sambil ia bungkus masakan yang baru saja ia masak



“Ah.. Bukan salah satu Mang.. Saya memang orang terkaya disini. Yang lainnya gak level”, ujar Pak Robert menyombongkan diri



“Iya deh saya percaya.. Ini Pak Robert pesanannya”, ujar Mang Ujang sambil menyerahkan sebungkus nasgor pesanan Pak Robert



“Nih duitnya..”, Pak Robert sambil menyerahkan 1 lembar uang berwarna merah



“Lho kok banyak sekali Pak? Sebentar kembaliannya”, tanya Mang Ujang kebingungan melihat uang yang baru saja ia terima



“Udah bawa aja Mang.. Hmm saya pamit dulu Mbak Echa”, kata Pak Robert sambil tersenyum genit ke arahku



“Iya pak…”, jawabku tersipu



*Gluduk gluduk duerrrrr* suara petir menyambar mengejutkanku



“Kyaaaa….”, tanpa sadar aku berteriak sambil menutup telingaku saking kerasnya suara petir yang barusan menyambar tersebut



Selang beberapa saat, hujan mulai turun perlahan. Membuat sepasang muda mudi yang berpacaran tadi langsung buru-buru membayar dan bergegas pergi begitu saja. Padahal mereka belum menghabiskan makanan yang ada diatas meja. Terlihat Mang Ujang menggerutu dan membereskan sisa makanan itu. Kelihatannya Mang Ujang tipe penjual yang kesal jika masakannya tidak dihabiskan



“Huh.. Padahal saya masak pakai hati loh…”, gumamnya sambil membereskan piring yang masih lumayan penuh itu



*Gluduk gluduk.. Duar… krecek krecek”, suara hujan disertai petir yang menyambar membuat suasana jalan yang tadinya ramai menjadi sepi.



Hanya terdengar suara hujan yang menabrak genteng hingga membuat suaranya menjadi berisik. Sesekali suara guntur yang menggelegar juga turut serta memeriahkan suasana malam gelap yang semakin dingin ini.



“Mbak Echa masuk aja ke dalam rumah itu biar ngga kehujanan. Nanti bajunya basah”, ujar Mang Ujang sambil menunjuk ke sebuah rumah kosong di belakang.



Mang Ujang lalu dengan cekatan segera memasang terpal di atas rombongnya agar rombong dagangannya tidak kehujanan. Ku perhatikan memang baju seragam yang kupakai sedikit basah karena terpal belum terpasang dengan sempurna. Sementara hujan semakin turun dengan derasnya



“Eehh Gapapa Mang.. Saya bantu ya”, ujarku sambil membantu Mang Ujang mengikat terpal-terpal itu ke tiang yang ada



Hujan semakin mengguyur tubuhku tanpa ampun. Sebentar saja pakaianku sudah basah kuyup terkena air hujan. Demikian juga dengan kerudungku yang tidak sanggup menyembunyikan rambutku lagi dengan benar. Pakaian seragam sekolahku sudah benar-benar basah hingga terasa menempel di kulitku. Kudapati payudaraku mulai nyemplak memperlihatkan bagian dadaku. Untungnya logo OSIS di saku bajuku menyamarkan puting payudara yang seharusnya tercetak di seragam basahku.



“Tuh kan Baju Mbak Echa jadi basah semua. Gak usah dibantu mbak saya sudah biasa kok”, ujar Mang Ujang



“Gapapa Mang, saya bantu..”, kataku sambil tak kupedulikan lagi pakaianku yang sudah basah kuyup



Aku lalu naik ke kursi plastik dan tiba-tiba kursi plastik itu bergoyang sendiri karena tanah yang menahannya sudah terlanjur basah dan gembur sehingga licin dan tidak bisa menjaga kestabilan kursi plastik yang kunaiki.



“Eeehhhh..”, ujarku terkejut menyadari tubuhku akan segera terjatuh



Dan…



*Gedebuk…* suara pantatku yang terjatuh



Padahal aku berharap Mang Ujang menangkapku agar tidak terjatuh namun ternyata aku salah. Kejadian memang terjadi begitu cepat dan Mang Ujang juga sedang sibuk memasang terpal di sisi yang berbeda



“Addduuuhhh…”, aku pun mengaduh dan buru-buru berdiri karena tanah tempatku mendarat tadi sudah basah seperti lumpur hingha membuatku tidak nyaman jika duduk terlalu lama di tanah basah itu



Rokku pun kotor dan aku buru-buru bangun. Kutepuk-tepuk bagian pantatku agar tanah dan pasir yang menempel di rokku bisa jatuh dari rokku. Terasa sekali ngilu yang menjalar di pantatku namun coba kutahan. Ini karena salahku juga tidak mendengarkan Mang Ujang agar berhenti membantunya



“Sakit Mbak?”, tanya Mang Ujang



“Iya pak.. Lumayan sih.. ngilu..”, jawabku



“Mana yang sakit?”, kata Mang Ujang sambil ia raba bongkahan pantatku



“Iya situ Mang..”, kataku saat ia mulai meraba pantatku



“Sebentar Mbak Echa tahan dulu sakitnya…”, ujar Mang Ujang sambil buru-buru ia selesaikan mengikat bagian terpal lainnya.



Singkat cerita terpal untuk menahan air di rombong Mang Ujang sudah terpasang. Kami berdua sedikit merasa aman dari guyuran hujan, mungkin hanya sedikit tempiasan air yang mengenai kami. Tapi hal itu bukan menjadi masalah, yang penting air hujan sudah tidak langsung mengguyur tubuh kami.



“Mana yang sakit? Biar saya lanjut periksa pantatnya…”, kata Mang Ujang sambil menyuruhku menungging sambil berpegangan pada rombong nasgornya.



Aku menurutinya dan Mang Ujang tanpa permisi menyingkap rok ku dan pantatku langsung terbuka dihadapan matanya. Tangan Mang Ujang meraba bongkahan pantatku dengan nakal sambil sesekali jemarinya menyelip diantara selangkanganku. Aku mendesis saja saat tangan kasar Mang ujang menyentuh belahan vaginaku.



“Gak pakai sempak ya mbak? Heheheh”, tanya Mang Ujang sambil tangannya mulai meraba bongkahan pantatku



“Iya Pak… Lupa pakai…”, jawabku tanpa berusaha menepis tangan Mang Ujang yang mulai bergerilya menyusuri pantatku



“Lupa? Yang bener aja? Bilang aja Mbak Echa pingin goda saya!”, kata Mang Ujang sambil tangannya terus kuranv aja meraba pantatku



“Mang… Jangan…”, pintaku



“Bokong Mbak Echa mulus bener…”, Ujar Mang Ujang sambil ia pijit perlahan pantatku



“Aaahh.. Mang…”, aku tanpa sadar mendesah



*Plak plak plak plak plak*, tiba-tiba Mang Ujang memukuli pantatku dengan kasar



“Aduh.. Aaahhh.. Mang… sakit”, jeritku sambil kutahan sedikit



“Nakal ya kamu malah ndesah? Ha? Ha? Plak plak plak”, kata Mang Ujang sambil terus memukuli pantatku dengan kasar



“Ampun.. Aaahhh.. Mang Ujang.. Sakit”, kataku



“Pingin dicabuli ya kamu? Heheheh…”, goda Mang Ujang sambil kini tangannya mulai meraba vaginaku dari belakang



“Ouuuhhh… Mang “, lenguhku



Desahanku justru seperti terdengar menggoda Mang Ujang. Ia semakin tidak sungkan-sungkan kepadaku. Tangan kasarnya dengan membabi buta langsung mengucek kemaluanku hingga tanpa sadar vaginaku mulai kedutan parah. Seskali ia selipkan jari telunjuknya di jepitan kemaluanku hingga kepalaku terdongak



“Aaaaahhhhh.. Mang..” desahku saat tangan kasarnya tidak berhenti merangsang lubang vaginaku dengan cepar



*Srettt sreettt seeetttttt* dari vaginaku keluarlah cairan encer lumayan deras seolah aku terkencing-kencing saat ini



*Gila, secepat ini aku keluar..*, gumamku dalam hati



Kurasakan kakiku lemas dan tenagaku sedikit sirna setelah aku muncrat barusan. Aku hanya bisa berpegangan pada rombong Mang ujang untuk menjaga posisiku agar bisa tetap berdiri



“Hahaha.. Dikocok bentar udah muncrat-muncrat Mbak Echa.. Sange ya mbak? Dingin-dingin butuh kontol ya?”, ledek Mang Ujang



Sosok Mang Ujang mendadak berubah. Ia tidak lagi seramah seperti tadi. Ia juga tidak sungkan-sungkan lagi kepadaku. Mungkin karena saat ini aku sendirian tanpa ada Mas Rio disisiku sehingga ia lebih leluasa mempermainkanku



“Su.. sudah ya Mang”, pintaku sambil terengah-engah



Tidak kusangka ia akan mencabuliku disini, di tempat biasa ia berjualan nasi goreng. Tempat yang letaknya hanya beberapa langkah kaki dari rumahku



“Cewek sangean. Nyesel saya pernah suka sama kamu. Ternyata murahan”, ujar Mang Ujang mengejekku



“Maaf Mang..”, kataku kebingungan Karena tidak menyangka responnya akan seperti itu



“Sekarang saya minta kamu buktikan sekali lagi kamu menyesal pernah nolak saya. Minta maaf yang betul…”, kata Mang Ujang



“Maaf kan saya Mang…. Hah hah hah…”, kataku sambil masih terengah-engah



“Bukan gitu. Kamu turuti perintah saya!”, kata Mang Ujang



“Apa?”



“Mana coba liatin tempikmu”, pinta Mang Ujang



Dengan masih lemas setelah aku muncrat tadi, aku pun memberanikan diri angkat rokku dihadapan Mang Ujang. Vagina berjembut terawat yang seharusnya hanya kuberikan untuk Mas Rio seorang. Tapi dengan ikhlas kemaluanku itu kuberikan juga kepada Mang Ujang. Toh ia juga sudah pernah menikmatinya. Aku pun juga sudah merasakan sendiri kenikmatan yang diberikan kontol Mang Ujang. Kontol yang membuatku masturbasi tiap malam dan selalu kurindukan sodokannya itu



Mang Ujang lalu menatapku dengan senyuman yang merendahkanku. Senyuman yang tidak menghargaiku sama sekali. Tatapan matanya memandangku begitu rendah. Apa mungkin ia masih sakit hati pernah kutolak? Sehingga sekarang ia begitu senang melihatku bertekuk lutut karena keperkasaannya?



“tempikmu butuh kontol saya?”, tanya Mang Ujang



“Mang...”, aku pun tidak menjawab pertanyaannya dan terus mengangkat rokku agar vaginaku terus terbuka di hadapan Mang Ujang



“Cowokmu gak bisa muasin kamu kok sampai minta kontol saya?”, goda Mang Ujang lagi



Aku hanya terdiam saking malu untuk menjawabnya. Bagaimanapun aku masih ingin menjaga harga diri Mas Rio sebagai seorang lelaki yang juga pacar yang kusayangi



“Kontol pacarmu kurang muasin kamu ya sayang?”, tanya Mang Ujang lagi kini ia terus meledek Mas Rio



“….”, aku kembali terdiam



“Jawab Mbak”, goda Mang Ujang



Aku hanya mengangguk pelan, mengamini perkataannya yang sama sekali tidak salah sedikitpun. Aku mengakuinya, memang aku kurang puas akhir-akhir ini dengan Mas Rio. Bisa dibilang aku mulai jenuh mungkin saking seringnya aku bercinta dengannya.



“Coba Bilang ke saya kalau Mbak Echa beneran cinta sama saya”, ujar Mang Ujang



“Eh kenapa Mang kok tiba-tiba?”, tanyaku



“Katanya kemarin Mbak Echa mau minta maaf karena sudah pernah nolak saya. Sekarang buktikan lagi dong keseriusannya.. Coba bilang kalau Mbak cinta sama saya”, kata Mang Ujang memaksa



“I.. Iya Mang.. Aa… Aku.. Cin..ta.. Mang.. Ujang ..”, jawabku lirih dan terbata



“Apa? Ngga dengar saya”, kata Mang Ujang



“Aku cinta Mang Ujang”, jawabku lebih jelas dari sebelumnya



“Kalau gitu saya perlu bukti kamu beneran cinta sama saya. Heheheh…”, ujar Mang Ujang



“Eh? Maksud Mang Ujang?”, tanyaku terkejut



“Heheheh…”, Mang Ujang kembali tersenyum mesum



Hilang sudah sosok polos dihadapanku itu. Mang Ujang benar-benar lelaki mesum. Aku juga salah mengira ternyata Mang Ujang tidak sepolos itu. Apalagi mendapati diriku yang ternyata tak sebaik yang ia kira, pasti dia merasa bisa lebih leluasa kepadaku dan tidak sungkan sama sekali.



Lalu, Mang Ujang memandangiku dari atas kebawah sambil geleng-geleng kepala. Pandangan matanya dengan nakal jelalatan mengarah kepada tubuhku yang sudah basah kuyup. Mana saat ini aku tidak memakai pakaian dalam lagi, menambah kesan aku benar-benar cewek murahan dimatanya



“Uhhh.. ga pake BH juga nih mbak? Teteknya ngintip gitu”, goda Mang Ujang



“….”, Aku hanya terdiam



“Mbak Echa kalau beneran cinta sama saya, coba berani ngga buka baju sampai telanjang disini”, kata Mang Ujang sambil tersenyum nakal



“Apa?”, kataku terkejut



“Berani enggak?”, tantang Mang Ujang lagi



“Mang beneran nih Aku harus buka disini?? Kalau kelihatan orang gimana?”, tanyaku balik



“Udah jangan bawel. Buka semua bajumu Mbak!”, pinta Mang Ujang



“Tapi Mang…”, kataku kebingungan



“Mbak Echa serius enggak sama minta maafnya? Lakuin dong kalau gitu”, kata Mang Ujang



“Errrr… Gimana ya Mang..”, aku masih ragu melakukannya



“Katanya Mbak Echa serius mau minta maaf ke saya? Saya perlu bukti nih. Heheheh…”, ledek Mang Ujang



“Tapi saya malu Mang, kalau ada yang liat gimana?”, jawabku



“Masih hujan ga ada yang lihat. Kalau gak mau berarti Mbak Echa memang gak niat minta maaf ke saya”, kata Mang Ujang



Kemudian setelah menimang-nimang, aku pun menuruti permintaan Mang Ujang. Adrenalinku mendadak terpacu dalam situasi seperti ini. Insting eksibku yang akhir-akhir ini selalu kulatih perlahan mempengaruhi pikiranku. Aku kembali tertantang melakukannya. Perasaan deg-degan campur aduk tak karuan yang tak bisa kurasakan saat aku berpakaian normal. Kulihat keadaan sekelilingku juga sepi karena derasnya hujan yang turun malam ini hingga orang sepertinya enggan keluar rumah lagi. Kubuka kerudungku dan kulepaskan begitu saja di depan Mang Ujang.



Rambutku ternyata sudah lumayan lepek karena basah. Kusisir jari sebentar rambutku dihadapan Mang Ujang yang sedang melongo. Mungkin ini pertama kali ia melihatku tanpa memakai kerudung karena selama ini aku keluar rumah selalu memakai kain untuk menutup rambutku itu.



“Bajunya juga dong! Masak kerudung aja”, tantang Mang Ujang



“Iya Mang”, jawabku dan kutanggalkan rokku hingga terjatuh begitu saja dihadapan Mang Ujang hingga kali ini vaginaku sudah terbuka dihadapannya



“Mantab Mbak Echa… Kamu memang sexy sekali Mbak.. Ah jadi ngaceng kontol saya liat kamu bugil…”, kata Mang Ujang



Aku benar-benar malu saat ini, berada ditempat Mang Ujang berjualan sambil telanjang. Karena tidak menutup kemungkinan akan ada orang yang lewat bahkan pembeli meskipun saat ini masih hujan deras.



“Tunggu sebentar, tadi pesan nasgor 1 ya? Saya masakin dulu”, kata Mang Ujang mengerjaiku



Kini ia membuatku seolah sedang membeli nasi gorengnya dalam keadaan telanjang. Aku dibuatnya hujan-hujanan disamping rombongnya dalam keadaan telanjang. Rasa malu yang menjalar begitu terasa kuat, hingga tanpa sadar vaginaku banjir karena melakukan hal gila ini. Untungnya hujan yang masih turun dengan deras membuat Mang Ujang tidak menyadari dari tadi vaginaku meneteskan lendir.



“Nasgornya pakai sosis Mbak?”, tanya Mang Ujang



“Bo.. Boleh Mang..”, jawabku sambil celingak celinguk takut ada orang yang akan lewat di dekat kami



“Sini ambil”, kata Mang Ujang sambil menarikku dan aku dipaksa berlutut dihadapan selangkangannya



Lalu ia buka resleting celananya dan ia keluarkan batang kontolnya dihadapanku dan aku dimintanya untung mengulum kontol Mang Ujang



“Ini yang kamu butuhin kan? Ayo bilang terima kasih”, kata Mang Ujang sambil mendorong wajahku agar mencium kontolnya





“Teri.. Terima kasih.. Mang…”, ujarku sambil menggenggam gagang kencing Mang Ujang yang keras itu dan langsung kumasukkan ke mulutku



“Ouuuuhhh Mbak Echaaaa.. Aaaahhhh….”, lenguh Mang Ujang sambil tetap berusaha menggoreng nasgor di wajannya walau ia berkali-kali menggeliat dan mendesah keenakan



Gila! aku menyepongi kontol penjual nasi goreng itu disaat ia sedang memasak. Kontol Mang Ujang memang luar biasa, begitu keras berurat keriting di batang kejantanannnya. Pantas saja memekku begitu menginginkan kontol ini.



*Maafkan aku Mas Rio aku memang lonte, aku tidak bisa setia sama kontolmu mas..*, ujarku dalam hati sambil kujilati penuh kenikmatan kontol Mang Ujang



Untungnya suara gemricik hujan yang menabrak tanah dan genteng rumah menimbulkan suara yang sangat berisik hingga menyamarkan suara desahan Mang Ujang. Aku jilati kontol Mang Ujang penuh nafsu. Kontol terhormat yang telah mengambil kehormatanku. Kontol yang selalu kubayangkan saat aku bermasturbasi di tiap malamku.



Punya Mang Ujang bagaimanapun memang jauh lebih nikmat daripada punya Mas Rio yang ukuran kontolnya SNI. Aku bahkan tidak pernah sekalipun masturbasi membayangkan Mas Rio. Aku lebih sering membayangkan Mang Ujang. Karena rasa nikmat yang ia berikan begitu terngiang-ngiang di alam bawah sadarku. Aku dalam hati bersyukur Mang Ujang adalah lelaki pertama yang menancapkan kontolnya di rahimku. Jadi aku sama sekali tidak keberatan melakukannya lagi dan lagi dengan Mang Ujang. Toh Mas Rio juga sudah memberikan “SIM E” kepada Mang Ujang (red : Surat Ijin Mengentot Echa).



Kontol Mang Ujang semakin mengeras saat kukulumi. Kurasakan Kepala kontolnya juga besar bak jamur dan bulu jembutnya sangat lebat. Walau bau, tapi aromanya justru membuatku semakin bergairah dan semakin terangsang. Tak segan pula aku menjilati biji peler Mang Ujang yang hitam dan kuciumi semua bagian kontolnya tanpa rasa jijik sedikitpun



“Pinter banget kamu Mbak… Belajar dimana sih?”, godanya



“Rahasia..”, jawabku singkat dan kujilati dan kuciumi kontol Mang Ujang tanpa henti



“Palingan kamu hobbynya sepong kontol cowok-cowok ya? Heheheh”, Ujar Mang Ujang sambil kali ini ia pegang kepalaku



Lalu ia sodoki mulutku kuat-kuat dengan batang kontolnya. Sodokan yang sangat kasar hingga menohok tenggorokanku. Rasanya aku semakin mual saja tapi aku juga berusaha menikmati perlakuan kasarnya. Kontol Mang Ujang terus menghajar tenggorokanku tanpa ampun hingga aku kesulitan bernafas



“Argghhhhhhh…. KELUAR JANCUKKKK PEREK ASUUU…”, tiba-tiba Mang Ujang mengerang hebat



Aku buru-buru berusaha menghindari ledakan sperma Mang Ujang dari mulutku namun terlambat, Mang Ujang sudah menyemburkan spermanyabke tenggorokanku begitu banyak. Lendir hangat itu memenuhi rongga mulutku. Rasanya begitu serik dan gatal dengan baunya yang menyengat.



“Telan. Awas kalau Mbak Echa lepeh”, pinta Mang Ujang



Perlahan-lahan tenggorokanku mulai meneguk perlahan cairan menyengat dan serik itu. Teksturnya sangatlah kental dan sangat pekat sekali. Ingun sekali kumuntahkan namun Mang Ujang melarangku untuk membuang spermanya. Ia juga memastikan aku menelan seluruh spermanya hingga habis tak tersisa.



“Sudah matang mbak..”, kata Mang Ujang



Disaat yang sama Nasgor pesananku juga sudah tersaji sempurna. Aku lalu membereskan pakaianku dan memakai pakaianku sebisanya.



Saat aku hendak membayar ke Mang Ujang, ia pun menolak



“Gratis. Tadi udah dikasih yang enaena. Hehehe”, katanya membuatku tersipu malu dan meninggalkan lokasi sambil sedikit hujan-hujanan



#Bersambung
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd