ayu1202
Semprot Lover
- Daftar
- 20 Feb 2014
- Post
- 262
- Like diterima
- 433
memang hidup terasa hampa, bila dilalui dengan rasa kekhawatiran dan kegalauan hati. Kadang aku merasa iri bila melihat seorang wanita bercanda dengan orang yang dicintainya. Tapi harus bagaimana lagi mungkin ini sudah nasibku dan kucoba untuk tetap tabah menjalaninya.
=
==
>>Sebenarnya namaku Sulastri. Tapi orang lebih senang memanggilku Astri. Agak keren kedengarannya..
Aku dilahirkan disebuah desa terpencil dikawasan Singaraja, Bali. Hidup yang keras dan penuh liku-liku, sudah jadi santapanku sehari-hari. Kami bukanlah dari keluarga yang mampu, ayahku yang malas kerja selalu saja sibuk dengan ayam jago aduan nya, ibu yang harus membanting tulang siang malam.
>
>>Meskipun aku dari keluarga kurang mampu, tapi aku mempunyai semangat belajar yang tinggi, aku tidak mau diremehkan orang lain hanya karena aku tidak berpendidikan, untuk mencukupi biaya sekolahku aku membantu ibu berjualan dipantai, menawarkan aksesoris pada para wisatawan.
Penguasaan bahasa inggrisku membantu memperlaris daganganku, walau kadang aku suka malu ketika ada yang menggoda dan mengatakan aku tidak pantas berjualan dipantai, lebih pantas jadi wanita karier.
Mendengar godaan itu setiap malam aku sering melamun dan membayangkan bagaimana seandainya jadi kenyataan, alangkah senang nya aku dan keluargaku, ketika usaha kerasku untuk sekolah membuahkan hasil.
"kamu jangan menghayal. Tri... Ibu gak mau kamu terbuai, dan malah terjebak ke jalan yang ga benar, bersyukur saja kamu diberi wajah cantik dan tubuh sempurna, jangan hiraukan godaan orang..." kata ibu suatu malam, ketika aku ceritakan soal godaan para turis dipantai.
>
>>Setelah tamat sekolah menengah, seperti kebanyakan remaja lainnya, aku ingin bekerja dan memiliki penghasilan sendiri, Berbagai perusahaan telah aku masuki. Tapi belum juga ada panggilan, dan ini sempat membuatku frustasi, sehingga aku agak ogah-ogahan membantu ibu berjualan.
Kerjaku hanya melamun dan menghayal tentang gemerlap duniawi, yang ada dalam pikiranku hanya seandainya... Seandainya..
Melihat kelakuanku itu, ibu selalu menasehati aku dan membantu mencarikan pekerjaan, akhirnya lewat bantuan dari tetanggaku aku mendapatkan pekerjaan sebagai pelayan restoran, disebuah hotel berbintang dikawasan Kuta.
Aku yang sejak lama mendambakan pekerjaan, sangat gembira, hari-hari kulalui dengan semangat, apalagi pengawas kerjaku juga sangat baik orangnya, memperlakukan semua karyawan yang bekerja sebagai teman.
Ketika menerima gaji pertama kali, aku merasa seperti seorang bos, ketika ibu meminta sebagian uang gajiku
"kamu harus bisa menabung Tri.. Biar kalau ada perlu apa-apa, punya pegangan." ibu memang tidak pernah bosan menasehatiku, sebab tidak ingin aku menjalani hidup sengsara seperti dirinya,.
>
>>Seperti layaknya godaan yang dilontarkan dipantai dulu, teman-teman kerjaku juga mengatakan bahwa aku tidak cocok bekerja jadi pelayan restoran, aku yang sudah melupakan hal itu menjadi agak sensi juga. Sebab menurut mereka tubuhku yang lebih tinggi, dari gadis-gadis lain, juga kulitku yang coklat tapi bersih, sangat tidak pantas bila memegang peralatan makan, menurut mereka aku lebih pantas menjadi seorang model, mendengar semua itu, aku menjadi agak besar kepala juga.
Diantara mereka aku memang yang paling menonjol, tak jarang para customer memintaku langsung untuk melayani mereka. Bahkan manager tempatku bekerja sering menyuruhku untuk menggunakan pakaian adat, menyambut tamu istimewa yang kebetulan menyewa restoran kami. Dalam setiap acara penyambutan aku berpasangan dengan Made, temanku yang juga satu sekolah dulu, karena seringnya berpasangan dan berjumpa tiap hari, akhirnya kami berpacaran.
>
>>Hubunganku dengan Made sudah diketahui oleh ibuku, "semua ibu serahkan kepadamu, kalau ingin menikah bilang sama ibu, jangan berbuat diluar batas" ujarnya ketika kuminta pendapat tentang hubunganku dengan Made.
Sebagaimana dua sejoli yang sedang dimabuk cinta aku dan Made selalu terlihat mesra, dan teman-teman jg mengatakan kalau kami sangat serasi.
Pada suatu ketika setelah pulang dari acara malam mingguan bersama teman-teman, kami memutuskan untuk menghabiskan malam disebuah diskotik ternama. Kini pergaulanku telah berubah, aku yang dulu masih kampungan kini telah mengenal gemerlapnya kehidupan kota, didalam diskotik kami hanya menari mengikuti irama musik dan minum softdrink. Tapi seorang teman berkata masuk diskotik tanpa minuman keras kurang lengkap. Awal nya aku menolak untuk menenggak minuman itu tapi, atas bujukan mereka akhirnya kuminum juga, rasanya seperti terbakar tenggorokanku, namun kuterus meminun setiap gelas yang disodorkan, malam semakin larut, akhirnya kami pulang, aku pulang bersama Made, tapi Made mengatakan bahwa ibu pasti marah jika aku pulang dalam keadaan agak mabuk, Made menawarkan untuk menginap dihotel dan sewa 2 kamar, aku pun hanya menurut saja..
=
==
>>Sebenarnya namaku Sulastri. Tapi orang lebih senang memanggilku Astri. Agak keren kedengarannya..
Aku dilahirkan disebuah desa terpencil dikawasan Singaraja, Bali. Hidup yang keras dan penuh liku-liku, sudah jadi santapanku sehari-hari. Kami bukanlah dari keluarga yang mampu, ayahku yang malas kerja selalu saja sibuk dengan ayam jago aduan nya, ibu yang harus membanting tulang siang malam.
>
>>Meskipun aku dari keluarga kurang mampu, tapi aku mempunyai semangat belajar yang tinggi, aku tidak mau diremehkan orang lain hanya karena aku tidak berpendidikan, untuk mencukupi biaya sekolahku aku membantu ibu berjualan dipantai, menawarkan aksesoris pada para wisatawan.
Penguasaan bahasa inggrisku membantu memperlaris daganganku, walau kadang aku suka malu ketika ada yang menggoda dan mengatakan aku tidak pantas berjualan dipantai, lebih pantas jadi wanita karier.
Mendengar godaan itu setiap malam aku sering melamun dan membayangkan bagaimana seandainya jadi kenyataan, alangkah senang nya aku dan keluargaku, ketika usaha kerasku untuk sekolah membuahkan hasil.
"kamu jangan menghayal. Tri... Ibu gak mau kamu terbuai, dan malah terjebak ke jalan yang ga benar, bersyukur saja kamu diberi wajah cantik dan tubuh sempurna, jangan hiraukan godaan orang..." kata ibu suatu malam, ketika aku ceritakan soal godaan para turis dipantai.
>
>>Setelah tamat sekolah menengah, seperti kebanyakan remaja lainnya, aku ingin bekerja dan memiliki penghasilan sendiri, Berbagai perusahaan telah aku masuki. Tapi belum juga ada panggilan, dan ini sempat membuatku frustasi, sehingga aku agak ogah-ogahan membantu ibu berjualan.
Kerjaku hanya melamun dan menghayal tentang gemerlap duniawi, yang ada dalam pikiranku hanya seandainya... Seandainya..
Melihat kelakuanku itu, ibu selalu menasehati aku dan membantu mencarikan pekerjaan, akhirnya lewat bantuan dari tetanggaku aku mendapatkan pekerjaan sebagai pelayan restoran, disebuah hotel berbintang dikawasan Kuta.
Aku yang sejak lama mendambakan pekerjaan, sangat gembira, hari-hari kulalui dengan semangat, apalagi pengawas kerjaku juga sangat baik orangnya, memperlakukan semua karyawan yang bekerja sebagai teman.
Ketika menerima gaji pertama kali, aku merasa seperti seorang bos, ketika ibu meminta sebagian uang gajiku
"kamu harus bisa menabung Tri.. Biar kalau ada perlu apa-apa, punya pegangan." ibu memang tidak pernah bosan menasehatiku, sebab tidak ingin aku menjalani hidup sengsara seperti dirinya,.
>
>>Seperti layaknya godaan yang dilontarkan dipantai dulu, teman-teman kerjaku juga mengatakan bahwa aku tidak cocok bekerja jadi pelayan restoran, aku yang sudah melupakan hal itu menjadi agak sensi juga. Sebab menurut mereka tubuhku yang lebih tinggi, dari gadis-gadis lain, juga kulitku yang coklat tapi bersih, sangat tidak pantas bila memegang peralatan makan, menurut mereka aku lebih pantas menjadi seorang model, mendengar semua itu, aku menjadi agak besar kepala juga.
Diantara mereka aku memang yang paling menonjol, tak jarang para customer memintaku langsung untuk melayani mereka. Bahkan manager tempatku bekerja sering menyuruhku untuk menggunakan pakaian adat, menyambut tamu istimewa yang kebetulan menyewa restoran kami. Dalam setiap acara penyambutan aku berpasangan dengan Made, temanku yang juga satu sekolah dulu, karena seringnya berpasangan dan berjumpa tiap hari, akhirnya kami berpacaran.
>
>>Hubunganku dengan Made sudah diketahui oleh ibuku, "semua ibu serahkan kepadamu, kalau ingin menikah bilang sama ibu, jangan berbuat diluar batas" ujarnya ketika kuminta pendapat tentang hubunganku dengan Made.
Sebagaimana dua sejoli yang sedang dimabuk cinta aku dan Made selalu terlihat mesra, dan teman-teman jg mengatakan kalau kami sangat serasi.
Pada suatu ketika setelah pulang dari acara malam mingguan bersama teman-teman, kami memutuskan untuk menghabiskan malam disebuah diskotik ternama. Kini pergaulanku telah berubah, aku yang dulu masih kampungan kini telah mengenal gemerlapnya kehidupan kota, didalam diskotik kami hanya menari mengikuti irama musik dan minum softdrink. Tapi seorang teman berkata masuk diskotik tanpa minuman keras kurang lengkap. Awal nya aku menolak untuk menenggak minuman itu tapi, atas bujukan mereka akhirnya kuminum juga, rasanya seperti terbakar tenggorokanku, namun kuterus meminun setiap gelas yang disodorkan, malam semakin larut, akhirnya kami pulang, aku pulang bersama Made, tapi Made mengatakan bahwa ibu pasti marah jika aku pulang dalam keadaan agak mabuk, Made menawarkan untuk menginap dihotel dan sewa 2 kamar, aku pun hanya menurut saja..