Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Astaga, Papah!

Status
Please reply by conversation.

Gee13

Pendekar Semprot
Daftar
10 Apr 2016
Post
1.562
Like diterima
3.872
Bimabet
Banyak yang nanyain Astaga Bapak kenapa di-closed. Saya jawab biar cerita itu tidak dibaca lagi, cukup dikenang sebagai karya saya yang paling fenomenal. Saya aja gak simpen masternya. Di sisi lain, banyak yang mendesak saya bikin cerita NTR lagi. Awalnya saya males karena sudah cukup banyak juga bertebaran. Sementara Astaga Bapak 2 dan Mamaku Hamil 2 saya kehabisan ide karena memang genrenya bukan lagi Drama. Desakan yang terus berkelanjutan pada akhirnya membuat saya terdorong membuat cerita NTR lagi dengan basis Drama. Semoga menarik ya. Kali ini judulnya bukan lagi Astaga Bapak. Kemasannya baru dengan Drama yang baru juga. Selamat membaca!

PART 1
PART 2


ASTAGA PAPAH!


Yusman Sunarso (Papanya Chandra)


Yanti Sunarsih (Mamanya Chandra)


PROLOG

Chandra (17 tahun) beruntung dilahirkan dari orang tua yang perhatian dengannya. Sebaliknya, Orang tuanya amat sayang dengan Chandra. Namun, Chandra tidak dimanjakan. Papa Chandra, Yusman (40 tahun), punya prinsip kalau anak yang dimanjakan cenderung tidak bisa mandiri kalau sudah dewasa. Yusman merupakan orang yang keras, pekerja keras dan keras kepala. Dia tidak segan-segan bermain fisik apabila Chandra berbuat ulah. Begitu juga dengan Mama Chandra, Yanti (37 tahun), walaupun punya sifat lembut, dia punya sifat disiplin dan tegas.

Suatu hari Chandra menemukan fakta kehidupan yang paling pahit yang musti dia terima, papanya tidak waras yang berujung hancurnya kehidupan rumah tangga orang tua chandra. Tak hanya itu, ternyata ada yang lebih pahit. Chandra harus menerima kenyataan kalaulah Yusman dan Yanti bukanlah orang tua kandung Chandra. Tidak heran, chandra memiliki kelainan sifat dari kedua orang tuanya. Sifat apa itu? Lalu, siapakah orang tua kandung Chandra?

Part 1

"Papa kemana maa?"

"habis Isya keluar..."
"duduk di pos kalii....?", jawab mama. Dia sedang menyapu kamarnya.

"Oohh iya Ma, bener!", aku mengecek, berdiri di depan pagar. Hujan gerimis turun. Menoleh ke kiri, aku lihat banyak asap mengepul. Bapak-bapak ramai merokok di pos satpam komplek aku tinggal. Sekitar 6 orang duduk di sana.

Inilah rumahku, rumah peninggalan nenek yang berada di daerah kotamadya Jakarta Timur. Bangunannya minimalis. Halamannya luas, terutama halaman belakang. Halaman depannya hanya diisi dua kursi bambu, tempat Pak RT atau orang lain yang bukan kerabat keluarga disambut. Ruang kosong yang berplafon di halaman depan dulunya tempat menaruh mobil Om Didin (50 tahun), kakak kandung papa. Sekarang jadi tempat papa memarkirkan motor atau kendaraan siapapun yang bertamu ke rumah. Di hadapan dua kursi bambu ada pohon belimbing. Berbuah melimpah setahun sekali. Berjatuh-jatuhan ke tanah. Aku sekeluarga memakannya tak seberapa. Sisanya diberikan ke tetangga-tetangga.

Pintu depan rumahku bersambung dengan ruang tamu. Sofa dan bangku saling berhadap-hadapan. Televisi jadi penghibur ketika obrolan buntu. Lukisan panorama alam penggunungan yang tergantung didinding berfungsi merefresh memori tuan rumah dan para tamu. Di tengah-tengah terdapat meja dimana di atasnya disajikan air mineral kemasan. Duduk di bangku ruang tamu bisa melihat ruang makan yang menyatu dengan dapur. Tidak ada yang spesial di sana.

Kamar di rumah ini ada 2. Kamarku dan kamar mama-papa. Isi di dalamnya agak sama. Lemari dan tempat tidur. Yang berbeda ialah kamarku terdapat meja belajar. Kamar mama-papa terdapat meja rias. Tidak tersedia kamar tamu karena rumah ini dulunya ditinggali orang tua dan kakak kandung papa. Mereka telah hijrah ke kampung. Terjadinya ketika aku belum lahir, saat papa dan masih mengontrak.

"Dit, bantu mama ngepel yaa..?"
"Mama cape banget hari ini...", namaku Chandra Aditya. Papa dan mama biasa memanggilku Adit. Selain mereka menyapaku Chandra.

"Iya maa..", aku berjalan ke arah halaman belakang. Kain pel dijemur di sana oleh mama.

Halaman belakang adalah area yang paling luas di rumahku. Nenek hobi berkebun. Itu mengapa area reremputan hijau ini banyak tertanam pohon besar, seperti kedondong, mangga, dan jambu. Belum semua kusebutkan. Sayangnya mereka jarang berbuah. Ketiadaan nenek membuat mereka tidak terurus. Tetapi masih rajin disiram. Hujan turun gerimis. Aku berharap lebat. Suasana sejuk dan dingin bakal semakin terasa.

Di pojok-pojok taman berdiri mushola dan gudang. Mushola jarang dipakai kecuali ada tamu berkunjung ke rumah. Gudang bersebelahan dengan mushola. Isinya perabotan-perabotan bekas yang sudah rusak dan tidak lagi terpakai. Tempat aku berdiri sekarang adalah area khusus untuk menjemur pakaian. Tiga kursi kayu digunakan untuk santai-santai sambil menikmati pemandangan taman. Aku membawa kain pel masuk ke dalam rumah.

Mama sedang mencuci tangan dan kaki yang kusam ketika aku berada di depan pintu kamar mandi. Menunggu sebentar. Aku mau membasahi kain pel. Mamaku adalah seorang guru di sekolah yayasan milik swasta. Dia sudah 10 tahun bekerja di sana. Gajinya lumayan, meskipun masih lebih besar gaji papa. Mama berangkat ke tempat mengajar diantar oleh papa. Papa sekalian berangkat kerja karena juga satu arah jalan.
Papa bekerja sebagai seorang teknisi di sebuah perusahaan manufaktur pangan. Lokasi kantornya di daerah Jakarta Utara. Pulang kantor jam 5 sore. Kalau lembur jam 7 malam.

"Mau basahin kain pelnya ya?", tanya mama.
Dia menunduk. Kepala mama mendongak ke arahku. Rambutnya dikuncir. Selagi mengeset-ngesetkan kaki. Baju mama yang longgar saat menunduk, membuat aku bisa melihat gunung payudaranya dari lingkaran leher baju. Mama ternyata tidak memakai bra. Di rumah mama biasa menggunakan baju kaos atau berkerah. Lengannya terkadang pendek atau panjang. Jarang sebetulnya memakai longgar seperti itu.

Di sisi lain Aku agak risih. Mama kalau keluar rumah, mampir ke warung membeli sesuatu, selalu menggunakan celana pendek training dan kaos yang terlalu ngepas di badannya. Oleh bapak-bapak yang kadang suka duduk di warung, penampilannya jadi hiburan sesaat. Mata mereka menyorot tajam ke paha dan dada mama. Tapi untungnya tidak ada kata-kata keluar dari mulut mereka. Aku pikir mama bakal digoda. Ternyata tidak. Aku pernah ingatkan mama. Jawaban mama adalah yang seharusnya diubah bukan dia, tetapi otak mereka yang melihat. Aku jadi tidak bisa apa-apa. Papa belum aku ceritakan soal ini. Aku khawatir papa yang temperamental langsung menggeruduk orang-orang itu.

"Iyaa, kan tadi disuruh ngepel..."

"Oh yaudah nih...", jawab mama keluar dari dalam kamar mandi.

Ketika aku sibuk memeras kain pel yang kuguyur dengan air, aku melihat celana dalam mama yang berwarna merah terjuntai di atas bak. Aku pikir mama lupa meletakkannya di ember cucian. Jariku menaut untuk memindahkan. Tiba-tiba setetes cairan terjatuh. Aku refleks melihat celana dalamnya. Sangat Kaget. karena aku tahu pasti apa yang kulihat ini.

"Sperma papa kali yaa...."

= O =​

Jam 10 malam. Setelah hujan deras reda, Yusman baru pulang dari pos satpam. Bersama bapak-bapak di sana dia sering membicarakan banyak hal. Mulai dari soal lingkungan sekitar, pilpres, sepak bola, intinya sesuatu yang sedang jadi bahan pembicaraan orang banyak. Pria temperamental itu merasa bahwa bersosialiasi telah membuat dirinya menjadi lebih tenang sekaligus melepas penat usai pulang kantor. Menggenggam ponselnya, yusman berjalan masuk ke kamar.

"Ratih telepon aku tadi...". Yusman menemukan yanti, istrinya belum tidur. Dia pikir yanti sedang kedinginan. Istrinya menutupi seluruh tubuh dengan selimut tebal.

"Ada apa?"

"Dia mau ajak kita liburan ke Villanya di Puncak besok..", tutur yusman mengganti celana panjangnya dengan kain sarung. Lalu ia membuka pakaiannya. Yusman berencana tidur tidak mengenakan baju.

"Bagus dong.. udah lama kita gak liburan mas..", yanti sumringah.

"Iyaa.. jangan lupa kasih tahu adit", yusman naik ke kasur. Menyusup masuk perlahan ke dalam selimut. Tiba-tiba dia kaget. Yanti tidur telanjang.

"Masss, lagi kepengen....", manja yanti menatap suaminya melongo. Dihadapan yusman, dia berusaha mengayun-ngayunkan payudaranya.

Yusman bereaksi menyingkirkan selimut, "Ternyata kamu lagi mau.. aku kira kamu tadi cape.."

"Iya capee.. tapi kalau lagi kepengen gimana dong..", yanti menarik simpul sarung suaminya hingga kendor.

"Kalau lagi kepengen, ya musti aku hajar kamu sayang...", tangan yusman mengarahkan tangan yanti ke batang penisnya. Mereka berdua bertatap-tatapan.

"Remes-remes yang inih...", tangan yanti menuntun tangan yusman meraba-raba gunung kembarnya.

Belum memulai adegan, di luar sana, anak mereka chandra amat serius mencari lubang intip. Dia baru saja menguping pembicaraan birahi papa dan mamanya. Seumur hidup dia ingin melihat. Tapi seumur hidup itu tidak pernah terwujud. Mendengarkan saja bagi dia tidak cukup. chandra gregetan ingin melihat. Tembok menghalang. Pintu terkunci rapat. Chandra mendengas-dengus. Apa yang harus diperbuat. Pasrah. Chandra punya cara nyentrik. Di luar akal sehat. Dia terpaksa gunakan fantasinya sebisa mungkin. Chandra mengambil celana dalam papa dan mamanya di halaman belakang. Menenteng, Dia bawa buru-buru masuk ke kamar. Duduk di atas kasur, Tangan kanan memegang celana dalam papa. Celana dalam mama dibaringkan. Lantas, Tangan kanan itu menindih celana dalam mamanya. Ditekan-tekan. Chandra lakukan sampai ia puas dengan fantasinya. Namun, sperma gagal keluar.

Chandra mengira papa dan mamanya aktor film porno terhebat. Isi hapenya yang dulu berisikan film porno sudah dihapus. Dia perlu yang baru. Chandra Bolak-balik kegelisahan. Bingung bagaimana menyalurkan birahi. Onani langsung hanya akan membuat besok dia akan onani lagi. Fantasi chandra tidak tuntas. Dia menengok jam menunjukkan pukul 22.15. Chandra ingin menghirup udara segar. Kali saja fantasinya terkubur untuk sementara waktu. Maka Tanpa pamit, dia keluar rumah diam-diam. Chandra berjalan tak tentu arah. Dia ingin keluar komplek cari makan atau minum. Lagipula, pedagang kaki lima sekitar permukiman rumahnya tutup lewat tengah malam.

Di tengah perjalanan, dia bertemu teman SMP-nya dulu, Dion (16 tahun). Ditegurlah dion yang sedang membawa makanan dan minuman. Entah untuk siapa.

"Yon,..", chandra mendekat. Dion menjauh seperti terburu-buru.
"Lo kenapa sik, kok menghindar gitu..."

"Maaf gue buru-buru, chan..."

Chandra terpaku terdiam. Dia heran. Tidak biasanya dion seperti itu. Apakah karena sudah lama tidak bertegur sapa. Apakah karena sekolah chandra yang sekarang lebih baik daripada sekolah dion. Chandra tahu dion siswa SMK, sedangkan dia sendiri SMA. karena hal sepele itu? Chandra batal mencari makan dan minum. Dia mengikuti dion yang sudah berjalan semakin jauh. Chandra tahu rumahnya. Dia tidak perlu cemas kehilangan jejak. Satpam yang sedang berjalan mengitar bertemu chandra. Chandra sapa dengan senyum. Satpam kira chandra salah jalan. Dia tahu rumah chandra. Chandra bilang mau nemuin temen. Beres. Chandra segera berjalan seperti memburu orang. Dion sebaliknya berjalan cepat seperti mangsa chandra. Keburu hilang.

"Assalamu'alaykum Dion!", terlambat chandra. Tetapi dia tetap memanggil dion untuk keluar. Dia tidak mau rasa penasaran yang bertumpuk membuatnya susah tidur malam ini. "Assalamu'alaykum dion! Dion!"

"Ada aapaa sih lo malam-malam teriak-teriak?", sahut dion berujung dia keluar dari rumah juga. Dongkol tampang dion menghampiri chandra yang menunggu di depan pagar.

"Ada juga gue yang nanya lo, kenapa tadi kok kayak ngindar gitu..."

Dion menengok ke belakang. Kemudian Dia bersuara pelan,"mending lo pulang deh..."

"Lo kenapa? Ada masalah? Cerita dong?", bujuk chandra.

"Enghh... enggak ada kok. Bener...". Dion cemas. Chandra celingak-celinguk ke dalam rumah Dion. Yang dilihat justru munculnya bapaknya dion, Parmin (43 tahun). Wajahnya memandang chandra seperti ingin menantang duel. Sungguh, kehadiran chandra betul tidak diinginkan.

"Dion! Ayo masuk!", tanpa pamit ke chandra, dion mundur. Dia berjalan ke arah bapaknya.

"Kamu mending pulang! Udah malem!", pinta tegas bapaknya Dion.

"Iya om...", kengototan chandra menyusut. Meskipun amat penasaran dengan apa yang terjadi pada Dion, chandra puas. Dia jadi lebih memikirkan persoalan kawannya itu. Chandra pun pulang ke rumah. Dikira dion saja yang ditunggui bapaknya. Chandra sampai di rumah. Papanya sudah pasang wajah seram.

Bagaimana kelanjutannya?

Bersambung.
 
Terakhir diubah:
Gara2 Astaga Bapak, Sampe saya Sering :semangat: Semoga Ceritanya Lebih dari Bagus Ekspektasi saya, Pokok nya Lebih jos dari Astaga Bapak & Mamaku Hamil :haha: Sangat Menginspirasi pas Lagi Skidap Skwidipapap sma Wife:mantap:
 
Suhu gee rilis cerita baru lg uy..moga sefenomenal mamaku hamil dan astaga bapak...moga lancar ceritanya...joss gandosslah
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd