Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG AMBAR

Dan Akhirnya...
______________




"Ahhh... ". Ambar mendesah menahan nyeri dan juga geli dipaha. Jari jari tangan Pak Sanusi begitu kuat mencengkeram batang pahanya yang kecil. Paha mungil gadis remaja yang sama sekali tidak berlemak. Maklum sebagai gadis muda yang tumbuh besar didesa, Ambar hanya tahu menyantap nasi dan singkong, kadang kadang diselingi jagung rebus. Sama sekali belum pernah perutnya terisi makanan Elite semacam pizza, hamburger, dan aneka jenis makanan berlemak lainnya. Kalaupun ada lemak di makanan yang Disantap Ambar, itu berasal dari beberapa potong ayam goreng ataupun rendang daging yang tidak mesti sebulan sekali dia temukan. Mungkin cuma pas ada hajatan, atau harus menunggu momen lebaran.

"Sakit ya Nduk..? ". Pak Sanusi bertanya yang hanya dibalas anggukan lemah. Kini tangan lelaki tua itu berubah seperti mengelus, membuat Ambar seperti terbang tinggi kelangit kesembilan. Tubuh mungil itu bergetar. Matanya terpejam rapat, mencoba mencari pembenaran atas apa yang sekarang sedang dia hayalkan dan harapkan. Enak sekali, kata hatinya terus saja menstimulasi otak dikepalanya, menghilangkan semua penolakan dan mengubur kesadaran di lembah paling dalam.

Ambar tak lagi merasakan takut disentuh orang. Bahkan sekarang Dara jelita itu mendambakan sentuhan yang lebih dalam dan lebih memberikan kenyamanan, bahkan kenikmatan. Tak perduli lelaki tua yang menyentuhnya, tak penting juga Seberapa tampan dan gagah lelaki yang akan memberikan pengalaman pertama dalam hidupnya, karena nafsu hanya tentang mengejar kepuasan, bukan tentang siapa dan bagaimana bentuk dan keadaan Sang pemberi kepuasan.

Tak berselang lama Pak Sanusi pindah duduk di samping kepala Ambar.

"Sekarang bagian bahu.. ". Lelaki tua itu berucap berlahan. Tangan Pak Sanusi kemudian mulai memijat bagian leher dan bahu. Kepala Sang gadis diangkatnya sedikit dan lantas dipangku dipahanya. Tangan kasar itu liar menjelajahi setiap senti bagian atas tubuh Ambar yang tidak terlindungi apapun. Sang gadis mengerang keras dan merintih ketika dirasakannya jari jari tangan itu sedikit demi sedikit bergerak semakin turun menuju tepian gundukan payudara sekal yang masih dalam masa pertumbuhan.

Ambar tak kuat lagi rasanya. Dia ingin menjerit, entah menjerit karena ingin menghentikan perbuatan Pak Sanusi, atau malah menjerit meminta lelaki tua itu berbuat lebih jauh lagi. Gadis itu bingung sendiri dengan perasaannya. Dia telah benar benar terperdaya.

Dan kemudian erangan Sang Dara benar benar lepas ketika jemari itu menggenggam buah dada, meremas dan memiliki dengan penuh perasaan.

"Pak....... Oh... ". Ambar ingin berontak, tapi gerakan tubuhnya malah mengundang Pak Sanusi untuk berbuat lebih jauh lagi. Dada Ambar membusung kencang, seiring tubuhnya yang melenting terangkat keatas menyambut remasan jari Pak Sanusi yang memberikan kenikmatan luar biasa di sepasang gunung kembarnya.

Kepala Ambar yang berada diatas paha Pak Sanusi sedikit terdorong keatas, dan kemudian Ambar merasakan bagian atas kepalanya menyentuh sesuatu yang keras dan berdenyut hangat. Apa itu...?. Bathin Sang gadis menebak nebak bentuk benda yang berada di atas kepalanya itu.

Lelaki tua itu tak lagi memijat, kedua tangannya meremas, memilin dan mengelus elus buah dada itu bergantian. Pak Sanusi tersenyum ketika mendapati bagian dalam buah dada Ambar sangat keras,seperti ada sebutir telur angsa didalam buah dada itu. Dan Pak Sanusi tahu, memang begitu layaknya buah dada yang belum pernah dijamah.

Ambar memiringkan kepalanya menghadap tubuh Pak Sanusi, nafsu birahi yang membumbung tinggi telah merubah gadis suci itu menjadi sedikit nakal. Dia ingin sekali melihat wujud benda yang sedari tadi memukul mukul kepalanya pelan. Benda kebanggaan laki laki, benda pusaka yang menjadi idaman wanita pemburu kenikmatan, seperti dirinya saat ini.

Tak pernah terbayangkan bahkan oleh Ambar sendiri, bahwa dia akan bisa bersikap liar macam begini. Sebelum disentuh oleh lelaki tua ini, bahkan sama sekali Ambar tidak pernah berani bermimpi untuk memadu kasih. Dia masih sangat hijau, Perawan yang masih mentah dan sama sekali tidak mengerti apa apa tentang berhubungan badan dengan lain jenis, tapi malam ini, di gubuk kecil ditengah kebun jagung ini, Ambar seolah berubah menjadi sosok orang lain, sosok yang begitu sangat mendambakan sentuhan dan belaian seorang pria, sosok wanita yang sedang kehausan. Dan Pak Sanusi paham betul apa uang yang diinginkan Ambar saat ini.

Berlahan lelaki itu menundukkan kepala dan mulai menyentuh bibir Ambar dengan sepasang bibir hitam dan tebalnya. Lidah Pak Sanusi mencoba membelah bibir merah alami yang menggairahkan itu, Ambar sedikit mengangkat wajahnya menyambut kehangatan lidah pejantan tua. Dan sedetik kemudian bibir mungil itu telah tergulung habis terlumat, kedua tangan Sang gadis meraih leher Pak Sanusi dan merangkulnya erat sekali, membuat lumatan Pak Sanusi Semakin dalam, semakin erat pula lidah itu membelit, membuat Ambar kehabisan nafas dan kemudian menarik nafas lega dengan wajah merah padam ketika ciuman hangat itu berakhir. Itu ciuman pertama Sang Perawan. Ciuman pertama yang dilakukan dengan sepenuh hati. Meski mungkin saja tanpa akal sehat, karena pikiran waras Sang Dara telah hilang entah kemana.

"Kamu hebat nduk.. " Ucap Pak Sanusi bergetar, dan Ambar tersenyum kecil, ada sedikit rasa bangga menyeruak ketika mendengar Pak Sanusi memujinya.

"Kamu mau lihat ini...? " Lekaki tua bertanya sembari meraih tangan Ambar dan menyentuhkannya ke batang kemaluan yang berdiri tegak seperti tonggak. Sang gadis terdiam dengan gemuruh dada yang semakin kencang. Dia seperti dilanda demam, badannya menggigil panas dingin. Rasa penasaran kemudian menyeruak dan membuat kepala Sang Perawan mengangguk berlahan.

"Buka sendiri... ". Ucap Pak Sanusi kemudian menggeser duduknya ketengah amben. Lelaki tua itu kemudian merebahkan tubuhnya terlentang.

Ambar sejenak termangu, tapi kemudian gadis itu beringsut mendekati Pak Sanusi. Tangan gadis Perawan cantik jelita itu bergetar hebat ketika di ulurkan untuk menyentuh tali kolor hitam yang dipakai Sang lelaki.

"Ayolah.. Jangan ragu... ". Pak Sanusi berkata memberi semangat dengan senyum terkembang.

"Kau sudah dewasa, dan bagi wanita dewasa, hal seperti ini adalah hal yang biasa.. ". Katanya lagi mencoba meracuni pikiran Sang Dara.

"Apa iya Pak... ". Serak suara Ambar terdengar, pertanda nafsunya sudah sangat memuncak. Hanya rasa malunya sebagai gadis yang masih polos dan lugu saja yang membuat Sang gadis seperti masih saja mengulur ulur waktu. Andai Ambar berstatus janda atau istri orang sekalipun, tentu di tengah momen semacam ini sedari tadi dia dan Pak Sanusi telah saling tunggang menunggang.

Berlahan sekali, bahkan sangat berlahan nyaris tak bergerak tangan Ambar membuka simpul tali kolor hitam dan sudah dekil itu, bahkan sangking lambatnya Pak Sanusi sampai menggelengkan kepalanya tak sabar.

"Bisa nggak...? ". Tanya lelaki tua itu sedikit gusar.

"Gak sabaran amat sih... ". Ambar jengkel juga jadinya. Dan begitu tali itu terbuka, disentakkannya kolor dekil itu dengan kasar kebawah. Seketika wajah Perawan belia itu berubah tegang, panik, terkejut bercampur takjub begitu melihat penampakan kemaluan lelaki dewasa untuk yang pertama kali dalam hidupnya.

Tak urung melihat perubahan wajah Ambar Pak Sanusi tertawa lucu.

"Kenapa nduk..?. Kaget...?.. Hehehe... ". Tanya nya disusul suara tawa kesenangan. Betapa tidak, kemaluan tua nya sekarang tengah ditatap dengan tatapan takjub oleh seorang gadis Perawan muda yang berwajah laksana Bidadari.

"Sentuh... ". Ucapnya kemudian melihat Ambar sejenak cuma terpaku. Gadis itu tengah mengalami perang bathin maha dahsyat. Di satu sisi sebagai gadis baik baik dia mengutuk dirinya sendiri yang sampai terlalu jauh terhanyut dan tenggelam dalam pusaran nafsu, tapi disisi lain rasa penasaran yang meronta ronta didalam hati membuat dia ingin sekali mengetahui lebih jauh.

Batang yang keras dan panjang itu berkedut menyentak nyentak keatas, seolah mengundang tangan halus dan mungil milik Ambar untuk segera terulur menyentuh. Tapi sang gadis masih memiliki satu lagi alasan untuk mengulur waktu, dia ingin menunggu bagian sisi hati mana yang akan menang perang. Dengan gerakan pasti, tangan Sang Dara menarik celana Pak Sanusi semakin turun kebawah, dan kemudian benar benar melepaskannya.

Lelaki tua yang sedang dipuncak birahi itu sedikit merenggangkan kedua paha, membuat Ambar tergerak untuk memposisikan tubuhnya diantara kedua paha berbulu itu.

"Kepalang tanggung.. ". Lirih Sang Gadis kemudian. Dia pun beringsut maju dengan posisi merangkak, dan kini wajah cantiknya sudah sangat dekat sekali dengan menara kenikmatan yang terpancang tegak menantang.

"Ayolah sayang.... ". Pak tua beruntung itu mendesah lirih ketika tangan Ambar menyentuh kemaluannya dengan lembut. Sedikit meremas, membuat mata Pak Sanusi terpejam.

" Dikocok nduk... ". Pak Sanusi meminta lebih..

"Begini....? ". Jawab Ambar sembari menggerakkan tangannya yang masih menggenggam batang kejantanan itu naik turun berlahan.

"Iya, begitu. Oohhh.... ". Tubuh pak tua itu sedikit terangkat, kedua kakinya disilangkan naik diatas pinggang Ambar. Membuat tubuh Ambar semakin tertekan kebawah, mendekati Sang batang jantan perkasa.

"Kau menyukainya nduk...? ". Pak Sanusi berkata pelan setelah beberapa saat terpejam pejam menahan nikmat.

" He'eh... ". Ambar menjawab singkat. Tangannya semakin cepat mengocok kemaluan lelaki tua yang tergolek kesenangan dihadapannya.

" Kau nakal... ". Pak Sanusi tersenyum lebar.

" Gara gara sampeyan... ". Balas Sang gadis sedikit menambah kekuatan remasan tangannya membuat pak Sanusi Terbelalak dan kemudian kembali tertawa lepas. Tak terbayangkan betapa senang hati lelaki tua itu saat ini. Anugerah dunia yang luar biasa dan tak pernah disangka sangka.

" Emut sayang.... ". Suara Pak Sanusi semakin parau.

"Ih... Enggak.. !!". Ambar bergidik pelan.

"Kenapa....? ".

Ambar tak menjawab. Meski saat ini Sang gadis telah dirasuki nafsu birahi, tetap saja ada rasa jijik jika bibirnya harus melumat batang kemaluan tua itu. Tapi hatinya tergerak juga, diliputi keinginan tahuan yang semakin membutakan mata hati, kepala Sang Dara berlahan turun kebawah.

Pak Sanusi menyaksikan itu dengan perasaan tegang. Detik detik kemaluannya akan dilumat oleh bibir suci gadis Perawan membuat jantungnya berdetak kencang.

"Ayo... Ayo... Ayo.... ". Bisikan kata hatinya penuh pengharapan.

Dan.........

" Aahhhhhhh....... ". Lelaki tua itu melolong panjang tak sanggup bertahan dari sergapan rasa nikmat luar biasa diujung kepala batang kejantanan nya. Hampir saja jebol pertahanannya, dan tentu saja Pak Sanusi bertahan mati matian. Dia tak ingin mendapat malu, apa kata dunia kalau sampai dia muncrat hanya karena sebuah sentuhan Bibir diujung kemaluan...?.

Mendengar Pak Sanusi melolong nikmat, Ambar semakin kerasukan Iblis binal, batang kemaluan itu Ditelannya semakin dalam, hampir sampai ke pangkal batang. Kemudian dikeluarkan setengahnya, lantas dimasukkan lagi berulang kali. Membuat lelaki tua yeng terbaring telentang itu semakin blingsatan. Matanya merem melek, mulutnya tak berhenti mendesis.

"Kau pintar sekali nduk... ". Ucapnya memuji, membuat Ambar semakin melambung tinggi. Sebelah tangan sang gadis meraba selangkangannya yang sedikit gatal, ada rada becek...?. Sebuah jari sedikit masuk, dan itu sudah cukup membuat Sang Gadis mendesah.

Kain sarung yang tadi dipakai Ambar telah terlepas sepenuhnya, hingga kini Sang dara telah telanjang bulat dengan posisi merangkak diantara kedua paha.

Pak Sanusi tak tahan lagi. Lelaki tua itu bangkit, kemudian menerkam tubuh mungil itu dengan sepenuh nafsu. Ambar sedikit meronta, tapi kemudian tubuhnya lunglai tak bertenaga ketika Pak Sanusi mendorongnya kebelakang, hingga kini Ambar lah yang tergeletak dibawah tubuh lelaki tua itu.

Sejenak Pak Sanusi melepaskan baju yang dia kenakan, dan kini kedua insan itu telah sama sama tak terlapisi pelindung opapun ditubuh mereka. Telanjang sepenuhnya.

Tubuh Pak Sanusi berlahan turun dan menekan tubuh Ambar dengan kuat, membuat Sang gadis sedikit sesak nafas. Tapi rasa sesak itu hilang lenyap ketika puting buah dadanya terasa sangat nikmat, mulut Pak Sanusi telah melumat puting kecil coklat muda itu. Lidah Sang pejantan tua bermain main dengan leluasa, membuat gantian Ambar yang kini terpejam pejam. Kepalanya terdongak, pinggulnya terangkat, mengejar benda hangat dan keras yang terasa mengganjal.

"Udah pengen...? ". Pak Sanusi bertanya menggoda, membuat Ambar tersenyum malu dengan wajah memerah.

Sekarang justru Pak Sanusi yang seperti mengulur waktu, membuat Sang gadis tak tahan dibuai kenikmatan yang masih terasa tanggung, Ambar ingin lebih.. Gadis itu tau, ini semua masih bisa lebih nikmat lagi.

"Paaak....... ". Ambar merintih.

"Aahhh.... ". Pinggul Sang gadis bergetar hebat ketika Pak Sanusi sengaja menggesek gesekkan kepala kemaluannya di belahan kecil rapat milik Ambar. Digerakkan kepala batang itu naik turun, tapi belum berniat untuk menusuk masuk. Pak Sanusi sepertinya ingin membuat Ambar lebih gila lagi.

Masuk sedikit kepalanya, dan ketika dilihatnya Ambar mendesis menahan perih, kepala besar berbentuk jamur itu dikeluarkan lagi. Dan kini berganti lidah Pak Sanusi yang membelah lobang kewanitaan Ambar yang masih berupa garis kecil tanpa terlihat jelas isi didalamnya.

"Aaaahhhh...". Sang Perawan memekik panjang. Ini luar biasa, pengalaman pertama yang sangat luar biasa. Seluruh tubuhnya bergetar menahan terpaan badai itu. Ambar seperti diajak terbang jauh tinggi sekali. Dicumbu diatas awan, digulung tangan tangan birahi, dan dihempaskan ke dalam jurang kenikmatan yang paling dalam. Dalam sekali sehingga tak mungkin Sang gadis bisa meloloskan diri dari penyerahan seutuhnya.

Lidah Pak Sanusi semakin liar menari nari menjelajah dinding kewanitaan gadis Perawan suci itu. Jari telunjuknya bermain main, menekan dan memilin gumpalan daging kecil diatas lobang. Membuat paha Sang dara semakin rapat menjepit kepala Sang lelaki tua.

Ambar lunglai lemas tanpa tenaga. Diperlakukan seperti itu untuk pertama kalinya, Sang gadis telah orgasme. Lobang kewanitaannya semakin basah, dan mengeluarkan aroma khas yang membuat Pak Sanusi semakin mabuk dan kehilangan akal waras. Yang ada hanya keinginan untuk membuat Ambar semakin takluk, dan menyerahkan kegadisannya tanpa perlawanan.

"Bapak masukin ya nduk...? ". Pak Sanusi berkata berlahan sambil menatap wajah Ambar yang mengkilat karena keringat.

Gadis itu diam, tapi tubuhnya tidak ada pergerakan. Tandanya dia tak menolak, meski sekilas diantara keringat yang megucur deras, ada lelehan air mata yang meleleh dipipi putihnya.

Pak Sanusi terpaku melihat Ambar meneteskan air mata. Lelaki tua itu menghentikan aktifitasnya ditubuh Sang Dara.

"Kalau kamu gak mau.. Gak apa apa nduk.. ". Lelaki tua itu mencoba bersikap bijak. Dia tak mau jika tidak ada kerelaan pada diri Sang Perawan.

Ambar tergugu. Dia ingin, tapi akal jernihnya tadi memang sempat muncul sesaat,menghadirkan kesadaran meski sekilas. Dan kini Ambar telah kembali diliputi nafsu birahi yang membuat kesadaran secuil tadi hilang lenyap tersapu kegelapan.

"Lakukan Pak... ". Dan suara yang ditunggu tunggu oleh Pak Sanusi berlahan terdengar lirih. Tapi terasa sangat keras didalam Bathin Ambar sendiri. Itu kata penyerahan tanpa syarat. Ambar telah kalah telak oleh godaan dan rayuan nafsu. Sekali terucap, Ambar sadar tak akan bisa dibatalkan lagi.

Pak Sanusi bersiap siap. Dia ingin melakukannya dengan baik, ini pertama kalinya bagi Sang gadis, dan dia ingin menghadirkan kesan yang sempurna didalam hati Ambar. Dengan kata lain, Pak Sanusi ingin membuat Ambar ketagihan, kemudian meminta lagi, dan lagi.

Berlahan sekali, bahkan terasa oleh Ambar kedua kaki Pak Sanusi bergetar. Tubuh tua yang masih kekar berotot itu telah berada tepat diantara kedua kaki jenjang mulus Sang dara, kemaluan lelaki itu pun tegak mengacung, siap membelah lobang perawan Ambar.

Detik demi detik berlalu sangat berlahan. Tak ada suara lain terdengar selain suara deru nafas Pak Sanusi yang memburu, menindih suara binatang malam yang terdengar di kejauhan. Nafas Ambar tertahan, menanti peristiwa bersejarah dalam hidupnya yang sebentar lagi akan dia alami. Cahaya lampu teplok menampilkan bayangan besar dua manusia itu di dinding gubuk. Satu terlentang, satu lagi berjongkok diantara kedua kaki yang direntangkan.

Sedetik kemudian.....

"JLEBBB... "..

" AAAAKHHHHH.....!! ".

" UHHHH.... SSSSHHHH.... ".

Demi setan durjana, tubuh mungil Ambar menegang kaku, kepalanya terdongak dengan bibir mendesis menahan perih, sementara Pak Sanusi mendesah desah merasakan kerasnya jepitan perawan di batang kemaluannya. Pak Tua itu belum sanggup menggerakkan pinggulnya, dia butuh waktu untuk memenangkan diri, ini terlalu nikmat bagi pak Sanusi.

Bergerak sedikit saja, Pak tua itu takut pertahanan nya jebol. Dan dia tentu tak ingin malu didepan anak perawan yang sedang digagahi nya itu.

"Sakkiiiiiitttt..... ". Ambar merintih pelan. Hilang sudah mahkota kebanggaan nya sebagai seorang gadis. Segumpal besar rasa sesal tiba tiba menyergap ke dalam dada, membuat dada itu sesak, sesak dan semakin sesak. Membuat gadis jelita itu akhirnya menangis pilu. Dada putihnya terguncang guncang menahan tangis, sedangkan airmata bercucuran membasahi kedua pipi.

Pak Sanusi tercekat melihatnya. Dalam keadaan batang kemaluan yang tertancap dalam, hati lelaki tua itu pun tergurat sedih dan sesal. Tapi apa daya hendak dikata. Semua telah terjadi. Bubur tak akan bisa kembali menjadi beras.

"Sudah kepalang basah, Nduk. Sudah terlanjur... ". Bisik Pak Sanusi pelan di telinga Ambar.

"Sebaiknya kita nikmati saja apa yang bisa dinikmati... ". Lelaki tua itu mencoba tersenyum, berharap bisa memberikan sedikit ketenangan didalam hati sang dara yang baru saja kehilangan harta paling berharga.

Ambar tergugu.. Matanya menatap dengan tatapan yang entah apa artinya. Berlahan sepasang bibirnya bergerak. Menggurat sedikit senyum, dan meski sedikit, senyum itu mampu membuat bathin Pak Sanusi bersorak.

" Bapak lanjutkan ya.... ".

Ambar mengangguk kecil, dan kemudian memejamkan mata ketika merasakan pinggul Pak Sanusi bergerak mundur berlahan, kemudian menghentak maju dengan sedikit tenaga. Kedua tangan Sang Gadis refleks merangkul tubuh Pak Tua itu dengan sangat kencang, Berusaha mengurangi rasa perih di selangkangannya.

Pak Sanusi pun merespon rangkulan kencang itu dengan melumat bibir sang wanita muda. Hentakan pinggulnya semakin bertenaga. Membuat tak urung tubuh Ambar terlonjak lonjak dalam Himpitan tubuh kekarnya.

"Masih perih nduk...? ".

Ambar diam. Seperti tengah memastikan rasa apa yang sekarang sedang mendera nya. Perih kah...?. Atau nikmat....?.

Pak Sanusi tersenyum melihat diamnya Ambar. Meski tak bicara, tapi pinggul Sang Gadis yang berlahan mulai merespon sudah cukup menjadi bukti bahwa rasa perih itu mulai berkurang atau mungkin sudah hilang.



Bersambung...
 

Similar threads

Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd