#4 Motivator
(IRFAN KAGA PERLU MULUSTRASI KAN? WKWKWK)
IRVAN
Saat aku dan teman-temanku tertidur dikamarku sehabis nonton bokep aku mendadak terbangun karena mendengar suara pintu terbuka. "glotrak kreekkk" saat aku mengintip dari mana asal suara tersebut ternyata itu suara pintu kamar kakakku yang terbuka dan aku baru tersadar yogi tidak ada dikamarku saat itu. aku pun memberanikan diri untuk menghampiri kamar kakaku itu, ternyata ada bekas congkelan benda keras di pintu kamar kakakku yang terbuka ini. "ahhh... ampun yogi...ahhh...ahh...kontol...kamu... ge...de...banget....ahhh... perkosa aku... sepuasmu...shhh..." aku tiba-tiba mendengar desahan kakakku aku pun langsung memberanikan diri masuk dengan mengendap-endap kekamar kakakku. kulihat kakakku mengenakan mukenanya sedang menungging kedua tangannya dipegangi oleh yogi dan mukena yang tersingkap sampai kepinggang itu membuat yogi mudah memperkosa kakakku. dibalik mukena itu kulihat kakakku tidak mengenakan apapun alias bugil. aku mulai menyalakan HPku yang ada dikantongku saat itu dan mulai merekam aktifitas temanku dan kakakku yang sedang membakar birahi itu. "enak gak dientot waktu make mukena begini? rasain neh gua kontolin memek lu..." ujar yogi lalu merubah posisi dan memepetkan tubuh kakakku ke tembok dan kembali memperkosa kakakku dari belakang. aku terus merekam adegan itu yogi dan kakakku terus berganti posisi missionary dan juga 69 dengan yogi rekaman berdurasi 30 menit itu pun selesai ku kerjakan dan kusimpan di hpku. ku lihat mereka berdua sudah tergeletak dikasur kakakku karena kelelahan aku perlahan pergi meninggalkan kamar kakakku. "hehehe liat aja bakal gua latih neh lonte baru" senyumku dalam hati karena aku mendapat ide yang bagus untuk melatih agar kakakku menuruti semua kemauanku berkat video ini.
Kutinggal saja bereka berasyk-masyuk dan kulanjutkan tidur hingga pagi hari ku chat Guru lesku yang sudah jadi lonteku, Bu Dinda.
Dinda
“Ahhh.” Perlahan kubuka mataku. Sebuah kamar yang baru saja beberapa hari ini kutinggali. Tampak tersusun rapi oleh buku-buku sumber untuk menulis skripsi. Vaginaku masih terasa agak ngilu gara-gara permainan buas orang-orang barbar tadi malam. Ya, siapa lagi kalau bukan orang-orang biadap yang membawaku terjerumus di lembah hina ini. Pak Endang, Lastri, dan kawan-kawannya. Demi supaya aku tidak digarap oleh bapak kost-ku yang lama, mereka pun rela mencarikan tempat kos yang baru untukku. Awalnya kupikir mereka mencarikanku kos yang mana laki-laki dan perempuan bisa bebas. Seperti kos-kosan yang sering dihuni oleh suami-istri yang belum memiliki rumah sendiri. Tapi mereka malah mencarikanku kos yang penghuninya khusus perempuan, dan sebagian besar berpenampilan akhwat pula. Cuma bedanya, mereka akhwat yang alim, sedangkan aku akhwat lonte.
Sambil berkaca, memandangi tubuhku, dan meraba beberapa bagian tubuhku, aku berkata pada diriku sendiri, “kenapa ya mereka milihin aku kos disini, lonte sepertiku emang pantes yah tinggal bareng merekk.. ahhh.” Reflek aku mendesah karena tersentuh putting payudaraku yang sedang sensitive. “kok aku sangean sih, sekarang?” pikirku.
“tingg” kulihat ringtone hp.ku berbunyi. Kubuka chat itu dan ternyata berasal dari salah seorang teman kajianku, Hanna.
“Ukhti, yang sering kumpul ya sama kita-kita. Jangan fokus skripsi mulu, kagak bosen apa?”
Kubalas, “iya ukh. Maaf yah emang akhir-akhir ini sering mondar-mandir penelitian buat nih kitab sakti mahasiswa”. Terpaksa ku berbohong padanya. Ahh. Andai saja ku jawab terus terang bahwa aku selama ini mondar mandir jadi budak seks anak didikku, Irfan dan teman-temannya, lalu Pak Endang dan teman-temannya juga. Pasti dia dan teman-teman akan memanggilku ukhti lonte.
“ups. Emang lonte sih. Kan enak” ucapku nakal.
Tak lama, hapeku kembali berbunyi. Kali ini dari salah satu tuanku, Irfan. “Selamat pagi Bu Dinda. Pagi-pagi sange banget, nih. Bu”
Kubalas, “Ihh. Nakal yah kamu, ama guru sendiri bilang-bilang sange.” “Mana buktinya kalo lagi sange?” tantangku.
“nih, Bu” sebuah balasan berisi foto penis yang mengacung tegak sempurna membuat mataku tak berhenti menatap layar hapeku.
“khontoolllmuhh.. gedee.. fann” kubisikkan suaraku dengan nada yang berat untuk menggoda irfan. Kurekam, dan kukirimkan kepadanya suara itu.
Tak lama kemudian, irfan membalas dengan sebuah video pendek. “ahhh bu guru lonteee” ucapnya. Sedangkan di layar, terpampang sebuah video close-up penis yang dikocok perlahan. Terlihat cairan pre-cumnya sudah keluar dari ujung penisnya.
“udah ya Fan. Bu Guru lonte mandi dulu” balasku. Sambil kukirim foto selfi wajahku yang kuatur fokusnya pada pipi kananku di bawah mata yang terdapat sperma mengering. “capek nih abis facial” tambahku.
“wihh. Peju siapa tuh, Bu?” balasnya. Dia lalu melakukan video call, namun ku reject. Sampai tiga kali kulakukan itu. “hihihi, biarin deh dia penasaran. Biar dia ngocokin kontolnya sendiri”. Kataku.
Kulanjutkan hariku dengan mandi dan membersihkan diriku dari segala beban yang ada di pikiran dan tubuh. Termasuk beban sperma yang telah mengering di beberapa bagian di wajahku. Hampir saja aku bermasturbasi karena terlalu sering meraba bagian-bagian sensitifku saat mandi.
“Gak perlu pakai daleman ah. Ademm” lalu aku berjalan keluar untuk membeli sarapan. Walau jiwa eksibisionisku sedang on saat ini, tapi masih kuusahakan untuk menahannya dulu. Kecuali jika kepepet sich. Tapi kok kalo kepepet, kok sering ya?.
Baru sampai gerbang kos, kulihat sebuah gerobak bubur ayam lewat.....
Hanna
Tak bisa ku percaya. Sungguh, aku tak percaya dengan apa yang ku lihat. Riki yang ku kira adalah laki laki yang baik ternyata ia malah menggunakan cadar ku untuk melampiaskan nafsu bejatnya.
“tok tok tok.. mbaakk” Riki memanggil ku dari balik pintu.
“ada apa?” jawab ku dengan singkat.
“ana mau pulang ya mbak” kata Riki.
Riki mau pulang? Tapi bukankah ini sudah larut malam. Bagaimana jika terjadi sesuatu yang buruk kepadanya. Tapi, bukankah sebaiknya ia pulang?
“pulang sekarang? Tapi kan sudah malem akhi” kata ku.
“gak apa mbak. Gak enak nginep di rumah akhwat” jawabnya.
Benar apa yang dikatakan oleh Riki. Riki memang laki laki yang baik. Jika ia bukan orang baik, pastinya dia akan memperkosa ku saat ini dimana hanya ada kami berdua dirumah ini. Tapi kini Riki malah mencoba menghindari situasi berduaan dengan ku. ah bukannya wajar jika Riki melakukan onani. Ia pasti terangsang saat aku menyentuh penis nya. Tapi apakah Riki sadar apa yang ku lakukan padanya?
“gak apa kok akh. Nginep saja dulu disini. Besok sebelum subuh baru pulang ya” kata ku. padahal aku menginginkan ia segera pergi tapi aku malah menahan nya.
“tapi ana ngerasa mengganggu istirahat mbak kalo masih disini” jawab Riki.
“gak kok akh, kan kita beda ruangan. Kecuali kalo akhi masuk ke kamar ini barulah bisa bahaya” uppss apa yang ku bicarakan. Mengapa aku bisa berkata begitu.
“hehehe.. ya kalo ana masuk ke dalam kamar bisa gawat mbak. Nanti terjadi hal hal yang diinginkan” jawab Riki.
“huss kok diinginkan sih? Yang bener tuh yang gak diinginkan” apa? aku semakin bicara ngawur.
“ya kan kalo sudah berduaan maka yang ketiga nya setan mbak. Nanti setan membisikan kita sesuatu yang membuat kita ingin melakukannya” jawab Riki, masih dibalik pintu kamar yang tertutup.
“hehehe.. bener juga antum ya. Ana kira antum gak paham. Kan antum masih kecil” kata ku. aku mulai berani bercanda dengannya.
“siapa bilang ana masih kecil? Ana sudah besar ya mbaakk” kata Riki.
“iihhh adek Riki ngambek dibilang masih kecil. Padahal emang masih kecil” semakin jauh aku berani bersenda gurau dengan nya.
“gak ngambek kok. Ana kan emang sudah besar. Umur kita kan Cuma beda dua tahun mbak” jawab Riki.
“ya tetep aja itu namanya masih kecil adek Riki” aku mulai menggunakan nada nada manja kepadanya.
“ya kalo ana masih kecil kenapa emang? Ana minta buatin susu kalo gitu” kata Riki.
Susu? Sebuah kata bermakna ambigu. Susu sapi, susu kambing atau susu yang… ahh kenapa pikiran ku malah menjadi kotor seperti ini.
“gak ada susu nya dek. Beli aja sana di warung” jawab ku dengan ketus.
“aaahh mbak pelit kaaan. Masa sama adek sendiri pelit gak mau kasih susu” jawab Riki.
“ihh gak percaya banget ya nih anak kecil.” Kata ku.
“mana? Tunjukin kalo emang gak ada susunya” kata Riki.
“cari aja di dapur tuh, mana ada susu nya” kata ku.
“hahaha.. anak kecil mau minta susu” lanjut ku dengan nada mengejek.
Aneh, padahal sudah jam 10 lewat. Mata ku belum juga merasa mengantuk padahal sebelum aksi panas yang ku lakukan tadi, aku sudah sangat mengantuk.
“dek belum mau tidur ya” kata ku.
“belum mbak. Gak ngantuk lagi. Mbak mau tidur ya?”kata Riki.
“nggak. Mbak juga gak ngantuk lagi dek” jawab ku.
“eh kok malah panggil adek sih” tanya Riki.
“ya kan emang masih kecil” kata ku.
“huuu.. mbak ngejek terus nanti adek nya ngambek loh” kata Riki.
“ciee ngambek.. mau dikasih apa biar gak ngambek lagi?” kata ku.
Mau susu lah.. kan tadi sudah dibilang” kata Riki.
“ya sudah nih mbak ada susu alami mau?” kata ku yang semakin mengawur dan tidak jelas.
“susu alami apa mbak? Yang keluar darimana?” tanya Riki.
“aahh dasar anak kecil. Gak tau susu alami keluar darimana” kata ku. mungkin suasana malam yang membuat ku sedikit ngawur.
“ya sudah mana susu nya mbak. Ana gak sabar lagi mau minum susu” kata Riki.
“naahh itu minta sama kucing tetangga. Kan lagi nyusuin tuh kucing nya” kata ku.
“masa susu kucing. Susu manusia lah” jawab Riki.
“eeiittsss apa itu maksudnya susu manusia” kata ku dengan ketus.
“ya susu buat manusia, bisa susu tiang bendera, susu enek, susu cap nyonya atau susu apaaa gitu” jawab Riki.
“hoooo.. kirain susu apa” kata ku.
“emang mbak mikir nya susu apa? hayoooo” kata Riki.
“ya susu gitulah hihihihi” kata ku.
Suasana pun hening. Kami tak lagi saling bercakap cakap. Dingin nya malam membawa ku kepada pribadi yang berbeda dan aku merasa ini seperti bukan diriku, agak genit dan supel kepada lawan jenis.
“dek..” kata ku, kembali memulai pembicaraan yang dibatasi oleh dinding triplek.
“apa mbak. Kirain sudah tidur” kata Riki.
“mbak gak bisa tidur. Adek belum tidur” kata ku.
“belum mbak. Emang gak bisa tidur” jawab Riki.
“dek, susah ngomong pisah ruangan gini” kata ku.
“terus gimana mbak?” kata Riki.
“masuk aja sini ke kamar” kata ku.
“serius mbak? Nanti bahaya loh” kata Riki.
“gak lah. Kalo adek mau ngapa ngapain mbak, langsung mbak pukul nanti” kata ku.
“ya sudah. Buka kunci nya mbak” kata Riki.
“gak dikunci dari tadi pintu nya” kata ku.
Pintu kamar ku terdorong kedalam. Riki pun berdiri didepan pintu kamar ku. namun ia tak lagi memakai pakaian. Hanya sehelai sarung yang masih ia gunakan.
“ihh kok gak pake baju sih” kata ku.
“sempit mbak. Agak sesak pake nya” kata Riki.
Aku duduk di tepi kasur dan Riki masih berdiri didepan pintu.
“ngapain berdiri disana? Mau nagih kredit ya om?” aku semakin mudah bercanda padanya. Ada apa dengan ku ini?
Riki pun masuk dan duduk di tepi kasur. Jarak ku dengan nya hanya beberapa jengkal. Terlihat tubuh nya yang atletis membuat mata ku yang terlihat disela sela cadar terpana. Jantung ku berdebar debar saat berduaan dengan nya dikamar ini. Jarak antara kami dan perbuatan zina pun makin mendekat. Vagina ku kembali berdenyut cepat seperti saat aku melihat penis Riki. Nafas ku terasa berat dan selangkangan ku mulai basah. Tak ku percaya Riki ada disebelah ku dan kami hanya berdua saja dikamar ini. Dan yang lebih tak ku percaya adalah aku sendiri yang menyuruhnya masuk kedalam kamar.
“jadi mau ngobrol apa kita disini mbak?” kata Riki.
“adek gak dingin ya gak pake baju?” kata ku.
“nggak kok mbak. Mbak mau nyoba gak pake baju?” kata Riki.
“iihh dasar mau nya ya” kata ku sambil menatap Riki dengan tatapan manja.
“ya gak lah mbak. Kan adek masih kecil jadi gak ngerti masalah gituan” kata Riki.
“masa sih gak ngerti?” kata ku dengan nada yang genit.
“iya lah. Kalo gak percaya buka aja” kata Riki.
“iya deh.. mbak buka ya.” Kata ku.
“nih sudah mbak buka” aku hanya membuka selimut yang menutupi tubuh ku. sedangkan dibalik selimut, aku masih tetap memakai pakaian syari.
“eh mbak cantik juga ya muka aslinya” kata Riki.
“emang adek liat dimana? Kok asal asal nebak” aku sedikit tersinggung dengan prediksi nya. Tapi memang nyatanya aku cantik.
“itu fotonya” kata Riki sambil menunjuk foto ku yang tidak memakai cadar diatas meja hias.
“eeittss jangan lihat dooong” kata ku. aku menghalangi mata Riki dengan kedua tangan ku tanpa menyentuh nya sedikitpun.
Mbak ada catur ya. Emang mbak bisa main catur?” kata Riki.
“ya bisa doong” kata ku.
“yuk main mbak. Nanti ana kalahin mbak loh” kata Riki.
“eiitss.. sok hebat ya. Awas kalo ana yang menang” kata ku.
“kalo mbak yang menang, mbak buka cadar ya” kata Riki.
“iihhh kesempatan banget. Tapi boleh saja asal Cuma sebentar. Lagian adek sudah lihat difoto juga” kata ku.
“tapi kalo mbak yang menang adek harus….” Kata ku.
“buka sarung mbak? Nanti ana telanjang dong” kata Riki, langsung memotong pembicaraan ku.
“ihhh jangan laahh.. kalo adek kalah adek harus bantuin mbak nulis skripsi hehehe”
Permainan dimulai. Kami sudah tidak lagi berada di tepi kasur. Aku dan Riki malah berada di tengah tengah kasur. Duduk berhadapan dimana diantara kami terdapat sebuah papan catur berukuran sedang. Aku memainkan bidak berwarna putih. Riki nampaknya cukup mahir dalam bermain catur sehingga seringkali aku merasa terancam. Bodohnya, mengapa aku mau membuka cadar ku jika aku kalah? Padahal aku belum tentu yakin dapat menang melawan Riki. Ah sudahlah, aku harus menang dan Riki harus kalah.
“skak mat” kata Riki, meletakan Ratu nya didepan Raja ku. raja ku tak dapat berkutik lagi dan akhirnya aku mengaku kalah.
“mbak, buka cadar nya” kata Riki.
“yaaahh.. mbak kan tadi Cuma bercanda” kata ku.
“yaaahh.. mbak gitu kan sama adek nya. Gak mau nepatin janji” kata Riki.
“ya sudah. Tapi sebentar saja ya.” Kata ku. tali cadar pun ku lepas. Lalu nampaklah wajah cantik yang selama ini ku sembunyikan.
“mbak cantik banget” kata Riki.
“aahh jangan bilang gitu dek. Mbak kan malu” kata ku dengan menundukan muka ku. terlihat oleh ku benjolan besar di selangkangan Riki. Mungkin ia mulai merasakan syahwat, sama seperti ku yang berani melepas cadarku didepannya karena dorongan syahwat.
Wajah Riki mendekat ke wajah ku. nafas ku terasa makin berat dan desahan desahan mulai terdengar pelan dari mulutku. setan makin melancarkan bisikan maut nya kepada kami. Hingga wajah kami saling mendekat satu sama lain. Aku memejamkan mata ku dan terasa dibawah sana, ujung jemari Riki dan ujung jemari ku bertemu. Ahhh apakah ini mimpi? Nafsu birahi telah menarik kami hingga kami menjadi sedekat ini. Melupakan pemahaman agama yang telah kami pelajari selama ini dan status kami yang haram untuk bersentuhan. Bibir ku dan bibir Riki pun makin dekat. Bahagia dan gelisah menyatu menjadi sensasi yang luar biasa dalam hubungan yang hampir hampir menjerumuskan kami kepada zina. Setan setan telah berhasil memperdaya ku untuk makin menenggelamkan diriku kedalam lautan birahi yang ingin ku arungi bersama Riki.
Bibir kami pun makin mendekat, hanya beberapa mm lagi.
“jedaaaaarrrrr” suara petir terdengar kuat. Riki menjauhkan wajahnya. Kami sama sama memalingkan wajah kami ke arah kanan kami.
“maafkan ana mbak” suara Riki terdengar datar.
“mbak juga minta maaf” kata ku dengan nada yang tak kalah datar.
“mbak” Riki memanggilku.
“apa?” kata ku.
“ana boleh pulang?” tanya Riki.
“iya.. boleh” jawab ku dengan singkat tanpa memandang ke arah nya.
Setelah ia memakai kembali pakaiannya yang masih basah. Ia menyalakan sepeda motornya. Ku harap tak ada tetangga ku yang terbangun karena suara mesin sepeda motornya. Ia pun melaju dengan cepat menghilang dari pandanganku.
Air mata mengalir ke pipi ku. aku merasa semakin membenci diriku, jika aku tidak menyuruhnya masuk kedalam kamar, pasti tidak akan terjadi hal tadi. Tapi aku tetap bersyukur, kesucian ku masih terjaga. Dengan penuh rasa sesal, aku pun tidur.
Keesokan harinya…
“assalaamualaykum mbak Hanna. Ana minta maaf atas apa yang terjadi semalam. Ana benar benar diluar kendali. Oh iya, ana semalam menemukan cadar mbak di bawah sofa tempat ana tidur. Ana bawa pulang dulu untuk ana cuci karena kotor, anggap saja sebagai ucapan terima kasih ana karena mbak sudah mengizinkan ana untuk menginap beberapa jam sampai hujan reda.
Mbak belum wisuda ya? Mbak, segerakan wisuda nya ya. Ana minggu depan sudah yudisium. Kalo mbak mau wisuda, mbak kabarin ana ya. Soalnya ana mau ngajak kedua orang tua ana untuk melamar mbak Hanna. Semoga mbak mau menerima pinangan ana”
Mata ku berkaca kaca membaca pesan BBM dari Riki. Dia melamar ku? dia menunggu ku untuk wisuda. Baiklah jika begitu, semangat skripsi Hanna.. jodoh mu menanti di ujung sana.
================================================
Rahma
Dengan santai, aku berjalan menyusuri koridor yang dikelilingi oleh kamar kamar hotel. Tertuju langkah ku pada sebuah pintu aluminium yang menjadi sarana perpindahan lantai di hotel ini.
Lift nya sepi, hanya aku yang berada didalam lift. Dengan mengenakan gamis pink bermotif bunga dan jilbab biru elektrik yang ku bawa sebelum menghadiri seminar kemarin. Tas ransel ku yang ku pakai membuat payudara ku tercetak dari luar jilbab. Ku tekan tombol angka 1 namun lampu indicator lift malah menampilkan angka 6, 7 dan seterusnya hingga berhenti pada angka 14 sebagai lantai tertinggi di hotel ini.
Seorang pria berbadan kurus dan hitam masuk kedalam lift. Usia nya sekitar 35 keatas dengan memakai seragam OB.
“cewek kayak mbak pasti mahal tarif per malam nya ya” kata pria tua itu.
“maksud bapak?” tanya ku dengan heran.
“mbak kan yang nginep di kamar 512?” tanya nya.
“iya benar” jawab ku.
“itu kan yang booking atas nama Gatot, dia kan temen saya. Saya juga yang beresin kamar nya sebelum dia datang kesini” kata pria itu.
Aku hanya terdiam mendengar penjelasan dari orang ini.
“jadi saya sempet mikir, berapa ya pak Gatot bayar lonte jilbaban kayak mbak. Pasti mahal banget. Yang pake baju seksi aja bisa sampe lima jutaan, apalagi yang kayak mbak ya. Sensasi nya kan pasti greget banget bisa ngentotin cewek alim yang kerja jadi lonte” jelas nya.
“maaf ya pak. Bapak salah orang. Saya gak kenal dengan pak Gatot dan saya juga bukan pelacur seperti yang bapak tuduhkan.” Kata ku dengan kesal.
“kalo bukan, coba buktikan!” pria itu memeluk ku dan meremas payudara ku.
“tuh kan gak pake bra. Dasar lonte ya” kata pria itu.
“lepasin pak.. lepasin atau saya teriak” kata ku dengan meronta ronta.
“teriak aja mbak. System pengawasan keamanan di lift ini rusak kok. Lagipula ini kan lift khusus buat OB” kata nya.
Aahhh kenapa aku tak melihat tanda jika ini adalah lift khusus OB? Angka indikatornya juga tak berubah. Mantap di angka 14.
“saya pause sebentar jalan lift nya mbak. Soalnya saya mau enak enakan sama mbak lonte nya pak Gatot.” Kata nya.
Pria ini menggesek penis nya di pantat ku dengan kasar dan tangan nya sangat liar meremas payudara ku.
“gak pake CD juga rupanya ya mbak. Biar gampang ngentotin nya ya” ejek pak tua ini.
“aahhh gak mauuuu.. lepaaasssiiinn” kata ku.
“iya deh nih saya lepasin celana saya” ia pun melepaskan celana nya dan penis nya yang besar dan berurat terlihat sangat menggiurkan bagiku. Namun aku tetap harus pura pura jaim agar ia tak memperlakukan ku semena mena.
Ia lagi lagi menekan nekan penis nya ke belahan pantatku dari luar gamis ku. ujung penis nya terasa menyentuh ujung jilbab yang ku kenakan.
“oohh pantat akhwat emang nikmaaatt” ia menceracau.
“aahh lepas.. lepasin.. gak mauu aaahhh” kata ku.
“terus aja melawan dan meronta ronta, lonte akhwat.. saya semakin suka” katanya, semakin ia kasar menggesek penis nya dan semakin kuat ia meremas payudara ku. dengan mudah, ia menurunkan resleting gamis yang terletak didepan payudara ku sehingga tangannya dengan mudah meremas payudara ku tanpa adanya penghalang.
“toket nya manteepp.. berapa orang yang sudah ngisep nya ya” kata OB tua itu.
“jangan paaaakk.. lepaaasiiinn..” kata ku yang selalu menolak padahal aku mulai terangsang. Apalagi melakukan sex ditempat seperti ini adalah sebuah pengalaman baru bagiku.
Pria tua itu mengangkat gamis ku keatas sehingga tampaklah bongkahan pantat ku yang sekal dan kenyal. Ditamparnya lah dua bongkahan pantat itu berkali kali. Dan dengan paksaan, ia menarik pinggang ku sehingga posisi ku menjadi menungging. Lalu ditancapkannya lah penis besar nya itu kedalam vagina ku.
“hahaha.. tuh kan lonte.. bukti nya memek kamu sudah becek” kata nya.
Ia pun menggenjot penisnya dengan cepat. Aksi seperti ini memberikan ku sensasi baru dan kenikmatan yang luar biasa. Keringat kami pun bercucuran dan membasahi pakaian kami serta lantai lift.
Genjotan demi genjotan terus ia lakukan dengan kasar, cepat dan liar. Tubuh ku menggeliat merespon kenikmatan yang ku dapat dari gesekan penisnya di dinding vagina ku. tiba tiba aku merasakan lift ini bergerak turun. Ahh bagaimana jika ada OB lain yang masuk? Lalu ia melepaskan pelukannya dan mencabut penisnya. Aku terjatuh kedalam posisi duduk diatas lantai lift yang basah akibat keringat kami. Tiba tiba aku merasakan semburan hangat mengenai wajah dan kepalaku. Ternyata pria ini mengeluarkan air mani nya diwajahku.
“nah itu bayaran buat lonte kayak kamu. Make up pejuh langsung dari sumbernya. Hahaha” kata nya.
“nah ini ada sedikit tambahan buat beli jilbab baru karena jilbab yang ini sudah kotor” ia mengeluarkan dua lembar uang kertas pecahan seratus ribu dan melemparkannya padaku yang masih terduduk dilantai lift.
Pintu lift pun terbuka, ia keluar dan meninggalkan ku sendirian didalam lift dengan noda noda sperma yang ia tinggalkan di jilbab dan wajahku.
-------------------------