Senin, 8 Januari 2007…
Pagi ini… begitu mobil Papa meninggalkan pekarangan, aku memburu Mama di dapur. Mama sedang bikin nasi goreng. Dan aku memeluknya dari belakang, “Mama… aku kangen banget sama Mama… “ kataku.
“Iya sayang. Tunggu sebentar… ini mama lagi buatin nasi goreng kesukaanmu. Terus mama mau mandi. Setelah mandi, mama akan meredakan perasaan kangenmu nanti ya. “
“Mama kok lama amat sih di Jatengnya ?”
“Kan ayah mama sakit keras. Mama dan Papa sibuk ngurusin ayah mama. Ke rumah sakit, beli obat ke apotek dan sebagainya. Namun sekarang hati mama sudah lega, karena ayah mama sudah sembuh. “
“Kan ada adik Mama di Jateng, yang masih gadis itu ?”
“Ooo… Sinta ? Dia kan udah kerja di Papua. Mama sengaja nggak ngasih tau dia. Soalnya ongkos dari Papua ke Jawa kan mahal. Takut pekerjaannya terganggu pula, “ kata Mama sambil menuangkan nasi gorengnya ke piring. Lalu memberikannya padaku, “Makan dulu gih. Kuliahmu masih libur ?”
“Iya Mam. Tanggal sebelas baru masuk lagi. Aku mau makan dulu ya. Nasi goreng buatan Mama pasti enak. “
“Iya. Mama juga mau mandi dulu. “
Aku pun membawa piring berisi nasi goreng itu ke ruang makan. Tapi entah kenapa, di pagi ini aku males sekali makan nasi goreng. Apakah karena sudah terlalu kangen pada ibu tiriku yang cantik dan sudah menjalin hubungan rahasia itu ?
Lalu kupaksakan makan, tapoi cuma tiga suap. Lalu menghentikannya.
Kutinggalkan nasi goreng itu, lalu duduk di ruang keluarga.
Beberapa saat kemudian Mama muncul di ruang keluarga dalam kimono sutera biru tuanya. “Lho… kok cepat sekali makannya ?” tegurnya sambil duduk di sebelah kiriku.
“Cuma bisa makan tiga suap Mam. Entah kenapa, pagi ini aku gak nafsu makan, “ sahutku.
“Saking kangennya sama mama ?” bisik Mama sambil memelukku dengan hangatnya.
“Iya. “
“Kangen sama mama atau cuma kangen sama memek mama doang ?”
“Segalanya. Ya rindu sama kasih sayang Mama, rindu pada kecantikan Mama dan semuanya… termasuk memek Mama juga, heheheee…. “
“Kalau gitu, kunciin semua pintu keluar. Mama tunggu di kamar mama ya. “
“Iya Mama sayang… “
Aku pun bangkit. Menutupkan jendelap-jendela sekaligus menguncinya. Begitu pula pintu-pintu keluar, semuanya kututupkan dan kukunci. Lalu aku melangkah ke arah pintu kamar Mama. Ternyata Mama sudah menelentang di besdnya sambil menatapku dengan senyum, dengan kimono sudah direntangkan lebar-lebar, memperlihatkan titik-titik terindahnya… sepasang toket yang masih berbentuk indah dan kemaluan yang sudah tercukur bersih, karena Mama tidak mengenakan beha maupun celana dalam di balik kimono biru tuanya itu. Entah kenapa, dengan Mama ini aku ingin menikmati dari awalnya secara perlahan-lahan, tak mau terburu-buru.
Setelah Mama melepaskan kimononya, aku merebahkan diri di sampingnya, sambil mengusap-usap perutnya yang putih mulus, karena belum pernah melahirkan. Lalu merayapkan tanganku ke atas. Ke sepasang payudaranya yang begitu indah di mataku.
“Hari ini Mama sediakan waktu khusus untukmu, Sayang, “ kata Mama ketika aku mulai meremas payudaranya perlahan, “Papa pasti malam pulangnya. Bahkan mungkin juga tidur di kantor. Karena terlalu lama dia meninggalkan kantor, pasti pekerjaan yang harus dihadapinya sekarang banyak sekali. Jadi santai aja deh. Kamu boleh menikmati memek mama sepuasnya hari ini. “
“Iya Mam. Mumpung aku masih libur nih, “ sahutku sambil mengalihkan usapan-usapanku, dari betis ke pahanya, lalu ke pangkal pahanya, dan bermuara di memeknya.
Jemariku mulai bermain di bagian terindah di tubuh Mama ini. Mencolek-colek dan menyelusup-nyelusup ke dalam celahnya yang mulai membasah. Dan semakin basah ketika aku mulai mengelus-elus kelentitnya,
Bahkan Mama menarik tanganku sambil berkata, “Udah… memek mama udah basah nih… masukin aja kontolmu. Mama juga udah kangen banget sama kontolmu yang gagah perkasa itu… “
Aku pun cepat melepaskan baju dan celana piyamaku. Aku memang tidak mengenakan celana dalam sejak bangun tadi. Sehingga kini aku pun sudah telanjang bulat, dengan kontol yang sudah ngaceng berat.
Lalu kutempelkan moncong kontolku di celah kemaluan Mama yang berwarna pink itu, yang sudah dingangakan oleh kedua tangan Mama sendiri. Sehingga dengan mudah aku bisa meletakkan kontolku pada arah yang tepat.
Lalu dengan sekuat tenaga kudesakkan kontolku…. naaaaaahhh… mulai membenam ke dalam liang memek Mama yang sangat kurindukan ini… blesssss…. masuk lebih dari separohnya… lalu kuentot-entot sedikit demi sedikit, sampai akhirnya aku bisa mengentotnya secara lancar.
Aku pun menjatuhkan diri ke atas dada Mama, yang Mama sambut dengan dekapan hangat di pinggangku.
Setelah kedua kaki mama dilingkarkan di pinggangku, lengan mama pun berubah jadi melingkari leherku, sambil menciumi bibirku bertubi-tubi…
“Dulu waktu kamu masih kecil, kamu seolah tergila-gila sama Mama kan ? Nah… sekarang justru Mama yang tergila-gila padamu Garin, “ bisik Mama ketika aku baru melancarkan entotanku.
“Ogitu Mam ? Jadi kesimpulannya, kita saling menggilai ya ?”
“Iyaaa… di Jateng mama ingat kamu terus, Sayang. “
“Aku juga inget Mama terus… mwuaaaah… “ sahutku diikuti dengan kecupan di pipi Mama.
“Ayo entotin lagi… jangan direndem gini… “ ucap Mama sambil mencubit pipiku.
“Hehee… iyaaa…. “ sahutku sambil melanjutkan entotanku yang makin lama makin lancar. Maju-mundur di dalam liang kemaluan Mama yang luar biasa enaknya ini.
Aku dan Mama seakan ombak yang bergulung-gulung dan berkejaran menuju pantai. Tiada hentinya Mama menggoyangkan pinggulnya yang berputar-putar dan meliuk-liuk, terkadang menghempas-hempas ke kasur. Membuat kontolku seolah diremas-remas, dibesot-besot dan diombang-ambingkan mengikuti gerakan memek ibu tiriku.
Belakangan aku mengerti, bahwa goyangan pinggul wanita pada waktu sedang disetubuhi itu bukan hanya untuk memuasi pasangan seksualnya, tapi juga untuk memuasi diri si wanita itu sendiri. Karena kalau goyangannya tepat, itilnya bisa sering bergesekan dengan kontol yang sedang mengentotnya.
Karena itu setelah lebih dari seperempat jam Mama menggoyang-goyangkan pinggulnya, akhirnya Mama sendiri yang berkelojotan, lalu mengejang tegang, dengan perut agak terangkat ke atas… aku pun mendesakkan kontolku sedalam mungkin, lalu membiarkannya tertanam dki dalam liang memek Mama, tanpa menggerakkannya. Karena aku ingin ikut menikmati orgasme Mama.
Benar saja. Liang memek Mama seperti gerakan ular pithon yang sedang membelit mangsanya, memutar dan berkedut-kedut… aaah… ini teramat indah bagiku. Karena bisa ikut merasakan seperti apa wanita yang sedang orgasme itu.
Tapi aku belum apa-apa. Setelah Mama orgasme, kutunggu beberapa saat, agar fisik Mama siap untuk kuentot lagi.
Dan aku mulai mengentotnya lagi, yang Mama imbangi dengan goyangan pinggulnya.
Keringatku pun mulai membasahi leher, ketiak dan dadaku. Sebian ada yang berjatuhan ke dada dan pipi Mama. Bercampur baur dengan keringat Mama sendiri. Tapi Mama cuma tersenyum-senyum dengan mata terpejam-pejam.
Lama juga aku mengentot memek ibu tiriku yang cantik dan masih muda itu. Sampai akhirnya Mama seperti tahu bahwa aku hampir ejakulasi.
“Tahan dulu sebentar ya… jangan dilepasin dulu… mama juga mau lepas. Kalau bisa, kita barengin lepasnya yuk… !” kata Mama demngan suara agak parau.
Akhirnya kami berhasil mencapai titik yang diinginkan itu. Bahwa ketika liang memek Mama mengejut-ngejut lagi, kontolku pun mengejut-ngejut sambil memancarkan air maniku.
Sreeeeeeetttt…. sroooooottttttt… srotttttt… srooooooooooott….. sretsret… srooooottt !
Meski Mama sudah dua kali mencapai orgasme, tampaknya Mama belum puas. Kira-kira setengah jam kemudian, Mama mengajakku bersetubuh lagi. Kali ini Mama yang di atas dan aku yang di bawah.
Dalam posisi WOT itu aku menyadari bahwa Mama memang trampil di atas ranjang.
Selasa, 9 Januari 2007….
Di hari ini aku masih santai, karena aku baru masuk kuliah dua hari lagi. Siangnya kuhabiskan waktu untuk ngobrol di café dengan Ayana. Pada saat ini pula kami sepakat untuk mengganti istilah “gue dan lu” menjadi “aku dan kamu”, sebagai ciri khas anak muda yang sudah jadian.
Berjam-jam aku dan Ayana ngobrol di café itu. Banyak sekali yang kami obrolkan. Dan aku sampai pada suatu kesimpulan bahwa Ayana patut kucintai terus sampai kapan pun. Karena aku menangkap banyak hal yang positif pada dirinya.
Ayana bukan hanya cantik, tapi juga selalu berjiwa besar, tak mau ngomongin kejelekan orang dan tak mau melihat orang lain dari status sosialnya.
Aku memang mulai mencintainya. Tapi di dalam hati kecilku timbul tanda tanya, patutkah aku menjadi pendampingnya setelah banyak yang kulakukan belakangan ini ?
