Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA A High Class First Love Story (BUCIN)

Next update kapan? ><


  • Total voters
    72
  • Poll closed .
Status
Please reply by conversation.
Part XVII: Just a Couple Things.

One month later.

"...Kami telah mengetahui dan mengerti tujuan bapak dan ibu semuanya datang jauh-jauh ke sini..."

Ya, sekarang aku dah keluarga besarku sedang berada di rumahnya Viny, keluarga besar yang selalu mendukung dan membantu keluargaku ketika kesusahan dulu, dengan Viny yang juga bersama kedua orangtuanya dan keluarga besarnya.

"...untuk mengantarkan anak lali-lakinya melamar anak perempuan kami, Ratu Vienny Fitrilya..."

Gue deg-degan anjir. Terakhir kali gue deg-degan kek gini pas dulu gue berangkat ke luar angkasa. Gue di sini duduk diapit oleh kedua orang tua gue, sementara di depan gue terdapat Viny yang duduk di samping ayahnya itu. Posisiku kini berhadapan dengan ayahnya Viny, sementara Viny berhadapan dengan ibuku. Viny kini memakai gaun putihnya itu, yang terlihat sangat cantik sekali, ah Viny.

"...maka dari itu, saya sebagai perwakilan dari keluarga, sekaligus ayah dari Viny, merestui saudara Anggara Widodo untuk melamar Viny."

LEGA GUE ANJIR. Rasanya pen nangis gue denger itu. Gue sekarang ga bisa nahan ekspresi senang gue yang terpancar dengan jelas di wajah gue. Ya semua orang di sini sebenarnya juga pada senang sih, apalagi mama gue yang udah sangat menantikan cucu ini.

Aku dan Viny bangkit, dan kami berdua kini saling berhadap-hadapan. Aku mengambil kotak cincin yang diberikan oleh saudaraku dan mengambil cincin dari dalam kotak itu. Aku pun meraih tangan kiri Viny yang langsung dia buka lebar telapak tangannya itu dan langsung memasangkan cincin itu di jari manis Viny dengan perlahan namun pasti. Wajahku dan wajah Viny yang tersenyum kini memandang ke arah tangan kami. Setelah cincin telah terpasang, sontak ruangan ini pun dipenuhi oleh tepuk tangan dan sambutan dari keluarga besar kami. Apalagi saudara sepupuku yang masih SMA yang kini menyoraki kami berdua dengan sorakan khas ABG itu. Yah tapi aku tidak bisa berbuat banyak, kini aku dan Viny hanya bisa saling bertatapan dengan menunjukkan wajah kami yang sangat berbahagia ini.

DU9-TBLLVw-Ac-R02y.jpg

Two Weeks Later

Sekarang adalah hari Sabtu, dan kini aku berada di dalam DB11 milikku yang terparkir di lantai basement parkiran FX Sudirman. Sudah pasti lah tujuanku di sini untuk menjemput Viny dari teater show 1, aku memang menyuruhnya untuk memberikan penampilan terbaiknya sebelum dia akan berhenti dari pekerjaannya itu sekitar lima bulan lagi. Ngomong-ngomong, nanti malam Viny akan tidur di rumahku. Yah walaupun Viny masih tinggal di rumah orangtuanya, namun dia sudah mulai sering tidur di rumahku apalagi jika dia pulang malam. Viny juga sudah memiliki kunci rumahku. Yaa kami berdua sudah membuat komitmen kok, walaupun tidak tertulis.

"Halo sayang." Seperti biasa, Viny langsung masuk ke dalam mobilku dengan badan letihnya itu.
"Iyaa. Ini mau langsung ke rumahku atau bagaimana?"
"Jalan-jalan dulu dong ke mall sambil makan-makan gitu."
"Yaudah kamu pakai sabuk pengamannya ya."

Viny kini memakai sabuk pengamannya, sementara aku mulai menjalankan mobilku keluar dari gedung ini. Ga mungkin lah kami makan di mall ini, bisa-bisa gue dihajar sama wtbgzt. Selama di perjalanan menembus jalanan ibukota yang macet, aku dapat melihat Viny yang kini sedang memakai cincin tunanganku itu di jari manis kirinya. Memang cincin itu memiliki diameter yang kebetulan pas di jari manis kiri Viny sehingga Viny dapat dengan mudah melepas dan memasangnya pada jarinya.

Sesampainya di sebuah mall yang cukup besar, aku langsung memarkirkan mobilku di sebuah parkiran khusus dekat lobi utama. Buat yang belum tahu, beberapa mall memang menyediakan parkiran khusus untuk mobil mewah di dekat lobi utama. Katanya sih biar orang-orang berduit jadi sering ke mall dan 'ngebuang' duitnya. Yah aku sih hanya akan membelanjakan uangku untuk hal-hal yang aku perlukan saja, ga tau dah kalau sebelah gue udah ngerengek minta dibeliin. Setelah mobil terparkir, kami pun keluar dari mobil lalu berjalan menuju ke dalam mall sambil bergandengan tangan. Yah memang bucin, berdoa aja supaya ga ada wt yang memergoki kami berdua.

Kami pun menuju ke sebuah restoran favorit Viny. Itu loh restoran makanan Jepang yang prasmanan dan dagingnya harus dipanggang sendiri itu, kalian tahu lah ya. Seperti biasanya, di akhir pekan seperti ini restoran ini sangat penuh. Kami saja harus menunggu untuk mendapatkan tempat duduk, dan itu tiga puluh menit lagi. Yah gitu deh.

"Vin, ini kita nunggu tiga puluh menit. Mau ngapain sekarang?"
"Yaa jalan-jalan lah, masa nungguin aja di sini."

Yaudah lah ya, turutin aja. Kini aku yang bergandengan tangan dengan Viny ini berjalan menjauhi restoran tersebut. Kami terus berjalan hingga Viny membawaku ke dalam sebuah toko yang berisikan baju-baju, yah ini berarti aku harus siap-siap ngeluarin kartu kredit atau kartu debitku. Namun, beberapa saat setelah aku sudah memasuki toko ini, aku menyadari sesuatu hal yang janggal. Di dalam toko ini aku hanya melihat baju-baju bayi beserta peralatan-peralatan untuk bayi. Seketika itu juga aku baru saja menyadari bahwa aku sekarang berada di toko baju bayi.


"Vin, ini mau beli baju bayi? Buat siapa dah?"
"Enggak kok. Emang kenapa?"
"Yaa kita kan masih lama. Nikah aja belum."
"Ih aku kan cuman pengen liat-liat aja masa ga boleh?!" Kalau nggak ngegas ya bukan Viny.
"Yaampun baru juga dilamar udah keluar aja naluri keibuannya."
"Sesuai umur dan keadaan dong. Emangnya kamu yang masa kecilnya kurang bahagia, jadinya sekarang udah tua ga keluar naluri bapak-bapaknya."

Nusuk banget rasanya Viny ngomong gitu. Ya emang bener sih, cuman ya ga usah ngomong juga kali. Kalau masa kecilku ga seperti itu ya sekarang aku ga akan bisa seperti sekarang. Viny jahat banget sih. :(

Selama di toko itu, Viny hanya melihat-lihat baju bayi yang terpajang di toko tersebut sambil membayangkan baju-baju yang akan dipakai anak kami nanti. Beruntung Viny tidak membelinya. Yah masih lama kok, paling cepat setahun lagi dia baru melahirkan. Kami berada di toko ini selama dua puluh menit sebelum akhirnya kami keluar dari toko tersebut dan kembali ke restoran yang kursinya telah kami pesan sebelumnya. Perutku kini sudah terasa sangat lapar.

At the next day.


PLOK!!!
PLOK!!!
PLOK!!!
“MMMMHHHH....!!!!”

Suara tabrakkan antara selangkanganku dengan selangkangan Viny itu kini memenuhi kamarku. Ya, di pagi hari ini kami melakukan morning sex, walaupun kemarin malam aku sudah 'menghajarnya' sebanyak dua ronde berturut-turut. Namun ya, tetap saja aku masih ingin menyetubuhinya lagi. Persetubuhanku dengan Viny sebelum kemarin adalah saat kami berada di Inggris hampir dua bulan yang lalu. Hal ini dikarenakan aku menginginkan siklus haid Viny normal kembali setelah aku memberinya pil KB darurat.

"Ahh... Sayang... Hmmmhhh...!!!"

Sudah sekitar dua puluh menit aku menyetubuhi Viny yang sudah dua kali orgasme di hari ini. Badanku pun sudah mulai terasa pegal. Ya, kemarin kami berdua sangat produktif sekali. Rasanya spermaku telah terkuras habis tak mau keluar-keluar. Penisku pun sudah mulai terasa perih. Namun lobidoku telah mengalahkan segalanya, ketika tadi aku melihat Viny yang tak memakai sehelai benang apapun tidur di sebelahku ini.

"Ssshhhh..... Sayang..... Oohhh...."

Tubuh kami kini sudah terasa sangat basah akibat peluh kami yang membasahi badan kami. Nampak tubuh Viny kini terlihat mengkilat, yang membuat kedua payudara yang bergoyang-goyang itu terasa amat menggoda. Puting berwarna merah muda itu mengacung dengan tegak dan amat keras di ujung payudara Viny, membuat payudara yang tidak besar itu nampak amatlah sempurna bagiku. Kini aku pun mulai bermain dengan payudara itu, memilin puting tersebut. Aku sudah mulai merasakan spermaku yang mulai mengalir menuju ke ujung penisku, yang tentunya aku tahan.

"MMMHHHHHH......!!!!"

Vagina Viny sangat sigap dalam melayani penisku ini. Pijatan lapisan epitel vagina Viny selalu saja membuatku bertambah nafsu untuk terus menjangkau jauh lebih dalam dari vagina ini. Tak terhitung sudah beberapa kali ujung kepala penisku ini bertabrakkan dengan mulut rahimnya itu, yang membuat rasa sensasi nikmat yang luar biasa bagi kami. Apalagi rasa lembab vagina Viny yang sangat khas ini juga selalu membuatku merasa melayang. Rasa dari Vagina Viny memang sangat enak sekali, tak pernah berubah dari dulu.

"NGGAAAHHHHHH...!!! SAYANG...!!! MMMHHHHH.....!!!!"

Tiba-tiba tubuh Viny pun menggelinjang. Viny telah mendapatkan orgasmenya yang ketiga kalinya untuk hari ini. Sementara itu, penisku yang sudah menahan muntahan spermaku ini merasakan cairan hangat yang mengalir di dalam vaginanya. Seketika pertahananku runtuh.

"Aaarrgghhh... Viny...!!!"

Penisku pun akhirnya menyemprotkan spermaku di dalam vagina Viny. Terasa tiga semprotan panjangku yang penisku semprotkan tepat di ujung vaginanya itu. Aku dapat merasakan dari ujung penisku ini spermaku yang berhasil aku tembakkan pas di mulut rahimnya yang terbuka sangat lebar itu. Tentunya sekarang Viny sedang dalam masa tidak subur, jika tidak sudah dipastikan Viny akan positif hamil apabila Viny tidak mau meminum pil KB darurat lagi. Ga mau lagi pokoknya gue.

Aku mencabut penisku dari vaginanya itu. Nampak spermaku yang meluber dari dalam vagina Viny saking banyaknya sehingga menetes di atas kasur. Terlihat kini penisku dan vagina Viny berwarna amat merah, sudah sangat ekstrim sekali kami melakukan persetubuhan. Kini aku mengambil posisi di sebelah kiri Viny, tengkurap menghadap Viny sambil tangan kiriku mengusap-usap perut Viny yang rata ini.

"Hah... Hah..."
"Hah.. Vin... Makasih banyak ya sayang... Hhh..."
"Hah... Iyaa... Hah... Banyak banget... Dari kemaren... Hhh..."
"Hhh.... Iyaahh... Rasanya spermaku udah habis... Hhh..."
"Hah... Kita produktif banget... dari kemarin... Jadinya lecet kan... Haahhhh..."
"Hah... Hah... Hah... Iyah nih aku juga... Hhh... Untung kamu lagi ga subur... Hhh..."
"Hah... Hah... Kamu beraninya... Haahhh... pas aku lagi ga subur aja... Sekalinyah lagi subur... Panik... Nyuruh minum pil KB... Isshh..."
"Hhh... Bukannya ga siap... tapi lihat keadaan... Hhh..."
"Hah... Aku kan udah pengen bangethhh... Haahhh... jadi ibu... Hhh..."
"Heeehhhhhh.... Hhh..."
"Iiiiihhhhhhhh......"
"Udah udah... Haahh... Bangun yuk... Terus sarapan... Hhh..."
"Hah... Iyah yang... Haaahhhh..."
"Hhh... Aku duluan yah... Hah..."
"Iyah..."

Dengan sisa tenagaku, aku bangkit dari tempat tidurku. Aku tatap jam yang menggantung di kamarku ini, ternyata sudah jam 8 pagi. Yah baguslah, nanti siang aku dan Viny akan makan siang bareng Bimo dan Shani di restoran tempat biasanya lalu aku dan Bimo akan mengantarkan Viny dan Shani untuk Show 2 pukul 4 sore nanti. Kini aku mengambil bajuku beserta handuk lalu masuk ke kamar mandi yang berada di kamarku ini.

Sepuluh menit kemudian diriku sudah selesai membersihkan diri, seperti biasanya. Kini aku sudah bersih dan sudah berpakaian lengkap. Aku keluar dari kamar mandi, dan mendapati Viny yang sudah tertidur di atas tempat tidur dengan tubuhnya yang masih terbungkus selimutku ini, hadeeehhhh...

"Hey Viny bangun."
"Emmhhh...."
"Katanya calon ibu, masa masih manja kek gini sih."
"Mmhh... Iyah iyah ini bangun..."

Viny pun kini bangkit dari tidurnya dan mengambil posisi duduk di atas tempat tidur.


"Nih handuk sama jubah mandinya."
"Ga usah pakai jubah mandi. Aku mau ambil baju dulu."
"Pakai bajunya nanti aja aku ambilin. Kamu langsung masuk ke kamar mandi aja."
"Make bajunya disini gitu? Ga mau, nanti yang ada nanti kamu mesumin aku lagi."
"Apa-apaan, aku udah laper tau. Kamu kan mandi udah lama ditambah ngambil baju jadi tambah lama."
"Hmm..."
"Lagian kamu juga suka kan aku mesumin? Ehe. :)"
"IIIHHHHHHHH.....!!!!!"
"Iya iya kamu langsung mandi aja sudah."
"Hmm... Yaudah deh yang.."

Viny pun mengambil handuk dan jubah mandi yang aku pegang lalu bangkit dari tempat tidur masuk ke dalam kamar mandi dengan telanjang bulat. Viny berjalan membelakangiku, sehingga saat dia berjalan terlihat kedua daging pantatnya yang berwarna putih kemerah-merahan itu bergoyang-goyang seirama dengan jalannya. Rasanya sangat menggoda sekali, penisku pun mulai bangun ketika melihatnya, aarggghhhh....

Viny sekarang sudah berada di kamar mandi. Sementara itu aku mulai mengambil baju yang akan Viny kenakan ini. Viny memang sudah menyimpan beberapa pakaiannya di rumahku, yah katanya biar ga usah repot-repot bawa pakaian. Yah gitu deh. Aku mengambil sebuah kemeja putih dengan sebuah blazer santai berwarna hitam yang dipadukan dengan celana jeans non-skinny berwarna biru. Tak lupa juga aku mengambil sebuah bra putih milik Viny yang berukuran tidak besar ini. Namun aku telah menyiapkan sebuah celana dalam dan sebuah safety pants khusus yang keduanya berwarna hitam untuk Viny pakai di hari ini, karena... :)

Dua puluh menit menunggu, Viny pun keluar dari kamar mandi. Biasalah betina, mandinya lama. Kini dia sudah memakai jubah mandi yang aku berikan. Rambutnya pun terlihat cukup basah, dan tubuhnya pun sudah sangat wangi. Memang Viny sangat merawat tubuhnya walaupun jadwalnya sangat padat, tidak seperti cowoknya *sad.

"Nih yang aku beliin safety pants, biar kamu ga usah pakai lagi yang punyanya teater."
"Wah makasih ya sayang. Terus ini celana dalam?"
"Iya sekalian aja aku belinya."
"Emang kamu belinya di mana yang?"
"Ya toko pakaian dalam wanita lah, emang di mana lagi dah."
"Terus? Dilihatin orang-orang dong."
"Ya jelas lah aku diketawain orang-orang. Untung belinya bareng sama Bimo, jadi ga malu sendiri. Tadinya mau sekalian beli BH juga, tapi makin diketawain orang."
"Ih ada dua orang laki-laki mesum yang masuk ke dalam toko pakaian dalam wanita, hihihi" Malah gue diketawain Viny, bukannya bilang terimakasih :(
"Makanya pakai, biar ga sia-sia gitu aku diketawain orang-orang."

Yah sukses juga gue ngarang cerita, padahal sih bukan itu maksudnya, ehehe :). Viny pun kini memakai celana dalam dan safety pants yang aku berikan.

"Yang, kok ada tonjolannya sih. Keras lagi."
"Yaa aku gak tau. Dikirain aku kamu tau itu apaan."

Beruntung Viny tidak curiga dengan tonjolan itu. Setelah celana dalam dan safety pants terpasang, Viny melanjutkan dengan memakai pakaian-pakaian lainnya yang telah aku ambilkan. Setelah terpakai, kami pun keluar dari kamar dan menuju ke dapur untuk membuat menu sarapan kami.


Four hours later

Kini aku dan Bimo beserta pacar-pacar kami sudah berada di dalam restoran langganan kami. Posisi kami kini saling berhadap-hadapan dengan pacar masing-masing, sehingga aku bersebelahan dengan Bimo dan Viny bersebelahan dengan Shani. Kini makananku dan makanan Bimo sudah habis, namun makanan para betina di depan kami masih juga cukup banyak. Mereka lebih fokus untuk bergosip daripada untuk menghabiskan makanan mereka. Dasar cewek, emang tukang ngeghibahin orang.

"Hey cepetan habisin makanannya. Bukannya makan malah ngegosip."
"Ih apaan sih sabar dong."
"Sabar apaan kita udah hampir tiga jam di sini loh. Sekarang udah jam satu."
"Masih lama."
"Ya kan nanti kena macet."
"Ih deket kok macet paling cuman sebentar."

Nyerah gue sama Bimo kalau dua cewek ini udah ngegosip. Seperti ga ada waktu lain aja.

"Bim, si Shani udah make celana dalamnya kan?"
"Udah udah. Kalau Viny?"
"Jelas udahlah. Sekarang aja kali ya?"
"Yaudah."

Three days ago, in a restaurant.

"Nih Bim. Gue ada mainan baru." Gue pun memberi sebuah kotak kecil kepada Bimo.
"Apaan tuh?"
"Vibrating panties."
"Terus ngapain?"
"Ya lo suruh Shani pake lah, terus kerjain doi."
"Maksudnya?"
"Ya temenin gue lah ngerjain si Viny."
"Jadi maksudnya si Shani pake ini terus kita ajak jalan, terus pas di keramaian baru dinyalain, gitu?"
"Iya. Namun bukan buat di keramaian sih tujuan utama gue, tapi di teater."
"Gile lu ndro."
"Halah cuk dulu kita bisa kok ngajakin mereka sex party. Sepik-sepik lah, lo yang ngajarin gue masa ga bisa. Gue abis liat Youtube, jadi kepengen gue."
"Oke gue ikut."
"Nih gue kasih juga safety pants biar sepik-sepik lo tambah mulus."
"Oke makasih ya, gue udah ga sabar pen liat wajah cewe gue sange di depan orang."
"Mesum lo goblog."
"Lu juga anjir."
"Ehehe..."
"Ehehe..."

Back to present time.


Kami berdua kini mengeluarkan sebuah remote kecil berwarna hitam dari saku kami.

"Viny, Shani, tau ga ini apa?"
"Itu... remote kan?"
"Tau ga ini remote apa?"
"Gak tau, emangnya apaan?"

Aku pun menepuk paha Bimo sebagai kode. Kini kami menekan tombol daya untuk menyalakan alat itu pada remote kami masing-masing. Sontak Viny dan Shani pun kaget menerima rangsangan yang luar biasa itu pada daerah sensitifnya. Terlihat dari wajah mereka yang langsung berubah memasang wajah menahan rangsangan bercampur wajah memelasnya itu. Sementara itu, kami berdua pun tertawa kecil akibat tingkah laku mereka berdua itu.

"Emash... Mmmhh...."
"Mmmh... Sayang...."

Kini tangan mereka berdua berusaha meraih remote yang kami pegang, walaupun itu hal yang sia-sia.

"Iya iya kita matiin."

Kami pun menekan tombol daya pada remote sehingga vibrator yang terpasang pada celana dalam Viny dan Shani pun mati. Kini Viny dan Shani kini memasang wajah cemberutnya, walaupun sesaat setelah kami mematikan alat tersebut merek berdua nampak menunjukkan wajah lega.

"Ih apa-apaan sik."
"Iya. Makanya aku heran tumben-tumbenan ngebeliin daleman. Ternyata ada maksudnya."
"Makanya cepetan habisin makannya."

Kini Viny dan Shani mulai menghabiskan makanannya. Yah walaupun mereka menghabiskan makanannya dengan lambat sambil cemberut, namun tetap saja sebuah kemajuan. Sekitar lima belas menit kemudian makanan pun habis. Akan tetapi kini mereka mulai memberes-bereskan barang bawaan mereka ke dalam tas mereka dengan wajah yang masih saja cemberut.


"Hey kalian mau ke mana?"
"Kita mau jalan-jalan dulu mau liat-liat baju. Kalian tunggu aja di mobil." Kini mereka berdua sudah dalam keadaan berdiri.
"Kok ninggalin sih?"
"Bodo, mas sama kak Dodo nyebelin."

Kini mereka sudah berjalan pergi meninggalkan kami yang masih terduduk di kursi kami. Beruntung aku sudah membayar pesanan kami saking lamanya mereka menggosip, sehingga kami tidak harus pergi ke kasir terlebih dahulu. Beberapa saat setelah mereka berdua pergi, kami pun pergi untuk mengikuti mereka dari belakang tanpa mereka ketahui.

Sekarang mereka berdua sedang berada di tengah-tengah atrium mall yang ramai ini. Kami yang mengikuti di belakang mereka lantas mengambil posisi sembunyi. Setelah dirasa cukup aman, kami berdua kini menekan tombol daya pada remote kami. Seketika itu pula Viny dan Shani memberhentikan jalan mereka. Mereka berdua kini tidak bisa berdiri dengan tegak akibat getaran pada kemaluan mereka itu. Kedua tangan mereka kini sudah berada di selangkangan mereka demi menahan getaran yang dihasilkan alat tersebut. Melihat tingkah laku Viny dan Shani sekarang ini tentunya membuat kami tertawa kecil nan jahat, wkwkwk. Kami pun mematikan alat tersebut setelah Viny berusaha meraih ponselnya untuk meneleponku, yah ini bukan acara utama. Setelah dimatikan, kini Viny dan Shani dapat berdiri dengan tegak sambil melihat ke sekeliling untuk mencari keberadaan kami, beruntung mereka tidak menemukan kami. Tak kunjung membuahkan hasil, kini mereka melanjutkan perjalanan mereka menuju ke dalam sebuah toko baju dengan wajah yang menunjukkan rasa dongkol mereka itu. Tentunya kami masih mengikuti mereka dong, ehehe.

Kini Viny dan Shani sedang asyik melihat dan memilih baju-baju yang sedang dipajang di dalam toko ini. Yah toko baju ini tidak terlalu ramai, namun kami berhasil menemukan sebuah posisi di mana kami dapat melihat cukup jelas kedua betina tersebut namun sepertinya tetap sulit untuk dilihat oleh mereka. Saat Viny dan Shani sedang asyik memilih-milih baju, kami pun kembali menyalakan alat tersebut.

"MMMMMHHHHHHH...!!!!"

Seketika itu pula mereka berdua mendesah bersamaan. Kini terlihat Viny dan Shani yang berusaha mati-matian menahan desahan kenikmatan mereka. Tangan mereka kini berada di selangkangan mereka dan mereka tidak bisa berdiri dengan tegak. Terlihat pula wajah mereka yang menahan rangsangan yang mendera area sensitifnya itu. Kami yang melihatnya kini menahan rasa tawa jahat kami akibat melihat reaksi mereka itu. Tak cukup sampai di sini, kami mengganti mode getaran yang dihasilkan alat tersebut, sehingga kini mereka makin menahan rangsangan yang diberikan alat tersebut. Bahkan, Shani sampai terjatuh jongkok akibat menahan rangsangan hebat yang mendera kemaluannya itu. Viny pun juga demikian, kini dia menjadi oleng akibat rangsangan yang diberikan oleh alat yang menempel pada kemaluannya itu sehingga tanpa sengaja Viny menjatuhkan tumpukkan baju yang menjadi penghalang mereka berdua melihat kami. Ya jelas dong kami terlihat oleh mereka berdua. Kedua betina yang menyadari keberadaan kami kini mendatangi kami sambil memasang wajah marah bercampur terangsang itu, waduh bahaya ini.

"KALIAN BERDUA NGAPAIN SIH?!! MMMHHHHH....!!!"

Ya jelas dong Viny dan Shani memukuli kami dengan tas yang mereka bawa. Mana mereka rada teriak lagi. Untungnya sepi, kalau ramai ya kami jadi tontonan publik.

"Iya iya iya ini dimatiin."

Kami berdua menekan tombol daya yang berada di remote, dan alat tersebut pun mati. Sesaat setelah kami mematikan alat tersebut, Viny dan Shani memasang wajah leganya itu walaupun tak lama kemudian mereka kini memasang wajah betenya itu.

"Udah ah kita berdua langsung ke teater."
"Hey ini pakaian jatuh ga kalian beresin?"
"Bodo, beresin aja sendiri."

Sebelum Viny dan Shani meninggalkan kami, kami menunjukkan remote yang kami pegang kepada kedua cewek itu.

"IIHHHHH....!!!"
"Makanya sini beresin."
"Iyah iyah."

Memang pakaian yang jatuh cukup banyak, akan tetapi kami berempat bisa membereskannya dengan cukup cepat. Yah walaupun Viny dan Shani masih menunjukkan wajah kesalnya itu kepada kami. Setelah kami membereskan tumpukkan baju yang jatuh, kami berempat kini menuju ke parkiran mobil karena kami menyadari sebentar lagi Viny dan Shani sudah harus bekerja kembali. Sekarang aku dan Viny sudah berada di dalam Honda S660 milikku dengan Viny yang masih saja menunjukkan wajah betenya itu, yah pasti Shani juga demikian di dalam Mini Cooper milik Bimo.

Setelah perjalanan yang cukup lama akibat membelah jalanan ibukota yang macet, kami pun tiba di FX Sudirman tempat kedua cewek ini bekerja. Setelah aku mendapatkan parkir yang aman, Viny langsung keluar dari mobilku tanpa menyapa menyapa diriku terlebih dahulu, jahat :(. Yah aku juga melihat Shani yang melakukan hal yang serupa kepada Bimo sih. Setelah mematikan mesin mobil, kami berdua kini mengikuti langkah pacar kami itu.

"Kalian mau ngapain?!"
"Ya mau nonton lah."
"Iiiihhhhh ngapain sih nonton?!"
"Emangnya kenapa? Kita udah beli tiket kok. Udah kalian jalan sana, nanti diliatin wt."

Viny dan Shani melanjutkan langkah mereka itu dengan wajah cemberutnya itu. Tentunya kami tetap mengikuti mereka dong, walaupun kami tetap menjaga jarak agar tidak dicurigai para wt. Kami memakai lift yang berbeda untuk naik ke lantai F4, di mana Viny dan Shani memakai lift yang terletak di sebelah teater dan langsung masuk ke dalam teater sementara kami berdua menggunakan lift utama dan langsung menukarkan tiket kami.

Setelah menunggu beberapa lama dan berdesak-desakan dengan para wt yang bau badannya amat menyengat itu, akhirnya kami masuk ke dalam teater. Seperti biasa, kami duduk di barisan pertama, memang racap membre ditakdirkan untuk selalu duduk di baris pertama. Tak perlu waktu yang lama, akhirnya pertunjukkan pun dimulai. Kini nampak Viny dan Shani yang menunjukkan wajah cerianya itu tak seperti beberapa puluh menit yang lalu.

"Do, kira-kira si doi masih pake ga ya?"
"Makanya gue kasih lo safety pants biar doi masih pake pas teater. Udah coba aja sekarang."

Kami pun menekan tombol daya yang berada di remote kami. Seketika Viny dan Shani yang sedang asyik menyanyi dan menari itu pun kaget menerima rangsangan yang luar biasa itu pada daerah sensitifnya. Terlihat dari gerakan tarian mereka yang berantakkan dan wajah mereka yang mulai menunjukkan ekspresi menahan rangsangannya itu. Ternyata masih dipakai oleh mereka, ehehe. :)

“Udah udah matiin dulu Bim.”
“Oke oke.”

Kami berdua menekan tombol daya yang berada di remote, dan alat tersebut pun mati. Sesaat setelah kami mematikan alat tersebut, Viny dan Shani kembali memasang wajah cerianya itu seperti tidak terjadi apa-apa.

Kini sesi MC pun tiba, sesi yang kami berdua sepakat bahwa ini adalah sesi ngegosip. Sesuai rencana, saat Shani akan berbicara maka Bimo menekan tombol daya yang berada di remote yang sedang dia pegang sehingga vibrator yang menempel pada selangkangan Shani pun aktif. Saat dinyalakan, terlihat Shani yang kaget akibat menerima rangsangan pada selangkangannya itu.

"Halo semuahh... Semanis Coklath... Selembut Sutrah... Haloo aku Shanii... Mmhhh..."

Shani kini berusaha mati-matian menahan rangsangan pada kemaluannya itu. Nampak wajahnya yang kini mulai memerah dan mulai panik ini dan tubuh Shani yang sedikit membungkuk. Memang untuk saat ini kami hanya memilih mode getaran yang paling ringan, namun itu sudah cukup membuat para wanita menggelinjang hebat jika dilakukan dengan lama. Ya, Bimo menyalakan vibrator itu selama Shani berbicara dan baru mematikannya setelah Shani selesai berbicara. Selama alat ini masih menyala, Shani sering melirik ke arah Bimo dengan tatapan memohonnya agar Bimo mematikan alat yang menempel pada kemaluannya itu. Viny yang mengetahui perlakuan Bimo terhadap Shani kini menatapku tajam seperti menyuruhku untuk tidak melakukan hal yang serupa, namun ya ga mungkin lah ya, wkwkkw.

Kini giliran Viny yang berbicara. Tentunya kini giliranku juga dong untuk menyalakan alat itu. Sebelum Viny sempat berbicara, aku menekan tombol daya pada remote control sehingga kini alat yang menempel pada selangkangan Viny pun aktif. Sontak Viny pun kaget dengan getaran yang mendera pas di kemaluannya itu.

"Halo semuahh.. Akuh.. Si gadish artistik... yang berjuang meraih mimpih... Haloo aku Viny... Sshhhh..."

Sama seperti Shani, kini Viny berusaha mati-matian menahan rangsangan pada kemaluannya itu. Nampak wajahnya yang kini mulai memerah dan mulai panik ini dengan tubuhnya yang sedikit membungkuk. Sama seperti perlakuan Bimo kepada Shani, aku menyalakan vibrator itu selama Viny berbicara dan baru mematikannya setelah Viny selesai berbicara. Selama berbicara, Viny juga sering melirik ke arahku dengan tatapan memohonnya agar aku mematikan alat yang menempel pada kemaluannya itu. Rasanya asyik banget gue lihat mereka berdua menahan rangsangan hebat di depan para fans mereka, awkawkawk.

Pertunjukkan berlanjut hingga pada sebuah lagu yang Viny dan Shani bawakan. Tentunya dong kami memainkan vibrator yang menempel pada selangkangan mereka berdua itu. Di sini kami menyalakan dan mematikan alat tersebut dengan sesuka hati kami masing-masing sehingga Viny dan Shani tidak secara bersamaan menahan rangsangan pada kemaluannya itu. Namun tetap saja hal tersebut tetap mengganggu mereka berdua, terlihat dari nyanyian dan gerakan mereka yang berantakkan dan wajah mereka yang cukup jelas menahan rangsangan itu. Di bagian akhir lagu tersebut, mereka kini berlutut di depan kami, yah memang terdapat sedikit dialog antara Viny dan Shani di akhir lagu ini.


"Kakkhh... Tolonginhhh..."
"Tolongin apaahhh..."
"Mmhh... Ituh..."
"Mmhh.. Ih Shani... Tolongin apaan... Hhh..."

Yah sepertinya mereka sudah memberikan kode yang cukup kuat untuk kami. Terlihat dari wajah mereka yang sangat memelas memohon menatap kami. Kami pun menekan tombol daya yang berada di remote yang kami pegang. Kini mereka nampak normal lagi seperti biasanya

"Hmm... Tolongin apa ya..."
"Iihhhh Shani kok ga jelas gitu?! Aku pergi nih." Viny pergi menuju ke dalam backstage.
"Ih kak Viny, tungguin..." Shani pun mengikuti Viny menuju ke dalam backstage.

Pertunjukkan selanjutnya pun kini tengah berlangsung. Pada saat ini, kami masih ingin mengerjai mereka berdua karena sekarang belum puncaknya. Pada tiap lagu, kami menyalakan alat tersebut. Walaupun hanya beberapa detik, namun kami memilih mode rangsangan yang sedang sehingga hal ini cukup mengganggu mereka berdua, wkwkwk.

Pada lagu terakhir, kami berdua tentunya menyalakan kembali alat tersebut. Namun, untuk kali ini kami menyalakannya dari awal lagu hingga akhir lagu dengan mode rangsangan yang paling intensif. Ya, di sinilah puncak keisengan kami ini. Viny dan Shani kini sangat berusaha sekuat tenaga menahan rangsangan pada selangkangannya itu, tetapi hal tersebut sepertinya sia-sia. Terlihat Viny dan Shani kini berada di belakang panggung tertunduk dan terdiam sambil membungkuk memegang selangkangannya itu. Telingaku pun dapat mendengar lenguhan Viny dan Shani di tengah-tengah lagu yang cukup keras ini. Dengan sekuat tenaga, mereka mencoba kembali mengikuti gerakan lagu yang tak terlalu banyak gerakan ini hingga lagu berakhir. Ketika lagu berakhir, Viny dan Shani langsung berlari menuju backstage. Yah sepertinya mereka berdua sudah tak tahan lagi untuk menahan orgasme yang sedari tadi mereka tahan. Padahal masih ada acara lagi sehabis acara berakhir. Yausahlah kami juga sudah keterlaluan, kami pun menekan tombol daya sehingga alat tersebut kini seharusnya sudah mati. Karena pertunjukkan sudah habis, kami pun langsung keluar dari teater dan langsung menuju ke mobil kami, ya ngapain juga.

Sekitar satu jam menunggu, tibalah Viny di dalam S660 milikku ini. Nampak wajahnya yang menunjukkan ekspresi kesal dan marahnya itu kepadaku.


"Halo sayang."
"Kamu nyebelin banget ya!"
"Ehe. :)" Aku pun menunjukkan remote yang aku pegang di hadapan Viny, yah untuk mengancamnya lah ya.
"Nyalain aja! Udah aku buang kok. Sekarang aku cuman pakai safety pants yang kamu kasih aja."
"Hey aku beli mahal itu."
"Bodo! Gara-gara kamu aku jadi ga bisa ngerayain MVP fans. Aku juga ga bisa ikutan hightouch sama twoshoot."
"Iya iya aku minta maaf deh yang."
"Kamu emangnya ngapain sik?!"
"Yaa kemaren aku ga sengaja nonton di Youtube cowok ngerjain ceweknya pake vibrating pants di depan umum. Aku kan jadi pengen nyobain."
"Emangnya aku kelinci percobaan apa?!"
"Iya iya aku ga akan ngulangin lagi deh yang. Udah kamu pakai sabuk pengamannya."
"Hih!"

Setelah kami berdua memakai sabuk pengaman, kini aku mulai menjalankan mobilku menuju ke rumah Viny yang lebih tepatnya rumah orang tuanya Viny. Tak perlu waktu yang lama, Viny pun sudah tertidur. Sepertinya dia sangat letih akibat pekerjaannya yang disertai orgasmenya itu. Memang sepertinya hari ini aku sudah keterlaluan mengerjainya, namun, yah sudahlah, sepertinya besok Viny sudah mulai kembali bisa tersenyum kepadaku seperti biasanya.
 
Terakhir diubah:
Sekarang aja, ntar malam mau lanjut ngerjain laprak. Baru keinget deadline laprak hari rabu besok :((
 
Sini Vin sama kakak aja daripada dijadiin kelinci percobaan, tapi jangan block kakak ya biar nggak seperti

WKWOWKWOWK CIYEE YANG MASIH DIBLOK WKWOWKWO






:ngacir:
 
Part XVII: Just a Couple Things.

One month later.

"...Kami telah mengetahui dan mengerti tujuan bapak dan ibu semuanya datang jauh-jauh ke sini..."

Ya, sekarang aku dah keluarga besarku sedang berada di rumahnya Viny, keluarga besar yang selalu mendukung dan membantu keluargaku ketika kesusahan dulu, dengan Viny yang juga bersama kedua orangtuanya dan keluarga besarnya.

"...untuk mengantarkan anak lali-lakinya melamar anak perempuan kami, Ratu Vienny Fitrilya..."

Gue deg-degan anjir. Terakhir kali gue deg-degan kek gini pas dulu gue berangkat ke luar angkasa. Gue di sini duduk diapit oleh kedua orang tua gue, sementara di depan gue terdapat Viny yang duduk di samping ayahnya itu. Posisiku kini berhadapan dengan ayahnya Viny, sementara Viny berhadapan dengan ibuku. Viny kini memakai gaun putihnya itu, yang terlihat sangat cantik sekali, ah Viny.

"...maka dari itu, saya sebagai perwakilan dari keluarga, sekaligus ayah dari Viny, merestui saudara Anggara Widodo untuk melamar Viny."

LEGA GUE ANJIR. Rasanya pen nangis gue denger itu. Gue sekarang ga bisa nahan ekspresi senang gue yang terpancar dengan jelas di wajah gue. Ya semua orang di sini sebenarnya juga pada senang sih, apalagi mama gue yang udah sangat menantikan cucu ini.

Aku dan Viny bangkit, dan kami berdua kini saling berhadap-hadapan. Aku mengambil kotak cincin yang diberikan oleh saudaraku dan mengambil cincin dari dalam kotak itu. Aku pun meraih tangan kiri Viny yang langsung dia buka lebar telapak tangannya itu dan langsung memasangkan cincin itu di jari manis Viny dengan perlahan namun pasti. Wajahku dan wajah Viny yang tersenyum kini memandang ke arah tangan kami. Setelah cincin telah terpasang, sontak ruangan ini pun dipenuhi oleh tepuk tangan dan sambutan dari keluarga besar kami. Apalagi saudara sepupuku yang masih SMA yang kini menyoraki kami berdua dengan sorakan khas ABG itu. Yah tapi aku tidak bisa berbuat banyak, kini aku dan Viny hanya bisa saling bertatapan dengan menunjukkan wajah kami yang sangat berbahagia ini.



Two Weeks Later

Sekarang adalah hari Sabtu, dan kini aku berada di dalam DB11 milikku yang terparkir di lantai basement parkiran FX Sudirman. Sudah pasti lah tujuanku di sini untuk menjemput Viny dari teater show 1, aku memang menyuruhnya untuk memberikan penampilan terbaiknya sebelum dia akan berhenti dari pekerjaannya itu sekitar lima bulan lagi. Ngomong-ngomong, nanti malam Viny akan tidur di rumahku. Yah walaupun Viny masih tinggal di rumah orangtuanya, namun dia sudah mulai sering tidur di rumahku apalagi jika dia pulang malam. Viny juga sudah memiliki kunci rumahku. Yaa kami berdua sudah membuat komitmen kok, walaupun tidak tertulis.

"Halo sayang." Seperti biasa, Viny langsung masuk ke dalam mobilku dengan badan letihnya itu.
"Iyaa. Ini mau langsung ke rumahku atau bagaimana?"
"Jalan-jalan dulu dong ke mall sambil makan-makan gitu."
"Yaudah kamu pakai sabuk pengamannya ya."

Viny kini memakai sabuk pengamannya, sementara aku mulai menjalankan mobilku keluar dari gedung ini. Ga mungkin lah kami makan di mall ini, bisa-bisa gue dihajar sama wtbgzt. Selama di perjalanan menembus jalanan ibukota yang macet, aku dapat melihat Viny yang kini sedang memakai cincin tunanganku itu di jari manis kirinya. Memang cincin itu memiliki diameter yang kebetulan pas di jari manis kiri Viny sehingga Viny dapat dengan mudah melepas dan memasangnya pada jarinya.

Sesampainya di sebuah mall yang cukup besar, aku langsung memarkirkan mobilku di sebuah parkiran khusus dekat lobi utama. Buat yang belum tahu, beberapa mall memang menyediakan parkiran khusus untuk mobil mewah di dekat lobi utama. Katanya sih biar orang-orang berduit jadi sering ke mall dan 'ngebuang' duitnya. Yah aku sih hanya akan membelanjakan uangku untuk hal-hal yang aku perlukan saja, ga tau dah kalau sebelah gue udah ngerengek minta dibeliin. Setelah mobil terparkir, kami pun keluar dari mobil lalu berjalan menuju ke dalam mall sambil bergandengan tangan. Yah memang bucin, berdoa aja supaya ga ada wt yang memergoki kami berdua.

Kami pun menuju ke sebuah restoran favorit Viny. Itu loh restoran makanan Jepang yang prasmanan dan dagingnya harus dipanggang sendiri itu, kalian tahu lah ya. Seperti biasanya, di akhir pekan seperti ini restoran ini sangat penuh. Kami saja harus menunggu untuk mendapatkan tempat duduk, dan itu tiga puluh menit lagi. Yah gitu deh.

"Vin, ini kita nunggu tiga puluh menit. Mau ngapain sekarang?"
"Yaa jalan-jalan lah, masa nungguin aja di sini."

Yaudah lah ya, turutin aja. Kini aku yang bergandengan tangan dengan Viny ini berjalan menjauhi restoran tersebut. Kami terus berjalan hingga Viny membawaku ke dalam sebuah toko yang berisikan baju-baju, yah ini berarti aku harus siap-siap ngeluarin kartu kredit atau kartu debitku. Namun, beberapa saat setelah aku sudah memasuki toko ini, aku menyadari sesuatu hal yang janggal. Di dalam toko ini aku hanya melihat baju-baju bayi beserta peralatan-peralatan untuk bayi. Seketika itu juga aku baru saja menyadari bahwa aku sekarang berada di toko baju bayi.



"Vin, ini mau beli baju bayi? Buat siapa dah?"
"Enggak kok. Emang kenapa?"
"Yaa kita kan masih lama. Nikah aja belum."
"Ih aku kan cuman pengen liat-liat aja masa ga boleh?!" Kalau nggak ngegas ya bukan Viny.
"Yaampun baru juga dilamar udah keluar aja naluri keibuannya."
"Sesuai umur dan keadaan dong. Emangnya kamu yang masa kecilnya kurang bahagia, jadinya sekarang udah tua ga keluar naluri bapak-bapaknya."

Nusuk banget rasanya Viny ngomong gitu. Ya emang bener sih, cuman ya ga usah ngomong juga kali. Kalau masa kecilku ga seperti itu ya sekarang aku ga akan bisa seperti sekarang. Viny jahat banget sih. :(

Selama di toko itu, Viny hanya melihat-lihat baju bayi yang terpajang di toko tersebut sambil membayangkan baju-baju yang akan dipakai anak kami nanti. Beruntung Viny tidak membelinya. Yah masih lama kok, paling cepat setahun lagi dia baru melahirkan. Kami berada di toko ini selama dua puluh menit sebelum akhirnya kami keluar dari toko tersebut dan kembali ke restoran yang kursinya telah kami pesan sebelumnya. Perutku kini sudah terasa sangat lapar.

At the next day.



PLOK!!!
PLOK!!!
PLOK!!!
“MMMMHHHH....!!!!”

Suara tabrakkan antara selangkanganku dengan selangkangan Viny itu kini memenuhi kamarku. Ya, di pagi hari ini kami melakukan morning sex, walaupun kemarin malam aku sudah 'menghajarnya' sebanyak dua ronde berturut-turut. Namun ya, tetap saja aku masih ingin menyetubuhinya lagi. Persetubuhanku dengan Viny sebelum kemarin adalah saat kami berada di Inggris hampir dua bulan yang lalu. Hal ini dikarenakan aku menginginkan siklus haid Viny normal kembali setelah aku memberinya pil KB darurat.

"Ahh... Sayang... Hmmmhhh...!!!"

Sudah sekitar dua puluh menit aku menyetubuhi Viny yang sudah dua kali orgasme di hari ini. Badanku pun sudah mulai terasa pegal. Ya, kemarin kami berdua sangat produktif sekali. Rasanya spermaku telah terkuras habis tak mau keluar-keluar. Penisku pun sudah mulai terasa perih. Namun lobidoku telah mengalahkan segalanya, ketika tadi aku melihat Viny yang tak memakai sehelai benang apapun tidur di sebelahku ini.

"Ssshhhh..... Sayang..... Oohhh...."

Tubuh kami kini sudah terasa sangat basah akibat peluh kami yang membasahi badan kami. Nampak tubuh Viny kini terlihat mengkilat, yang membuat kedua payudara yang bergoyang-goyang itu terasa amat menggoda. Puting berwarna merah muda itu mengacung dengan tegak dan amat keras di ujung payudara Viny, membuat payudara yang tidak besar itu nampak amatlah sempurna bagiku. Kini aku pun mulai bermain dengan payudara itu, memilin puting tersebut. Aku sudah mulai merasakan spermaku yang mulai mengalir menuju ke ujung penisku, yang tentunya aku tahan.

"MMMHHHHHH......!!!!"

Vagina Viny sangat sigap dalam melayani penisku ini. Pijatan lapisan epitel vagina Viny selalu saja membuatku bertambah nafsu untuk terus menjangkau jauh lebih dalam dari vagina ini. Tak terhitung sudah beberapa kali ujung kepala penisku ini bertabrakkan dengan mulut rahimnya itu, yang membuat rasa sensasi nikmat yang luar biasa bagi kami. Apalagi rasa lembab vagina Viny yang sangat khas ini juga selalu membuatku merasa melayang. Rasa dari Vagina Viny memang sangat enak sekali, tak pernah berubah dari dulu.

"NGGAAAHHHHHH...!!! SAYANG...!!! MMMHHHHH.....!!!!"

Tiba-tiba tubuh Viny pun menggelinjang. Viny telah mendapatkan orgasmenya yang ketiga kalinya untuk hari ini. Sementara itu, penisku yang sudah menahan muntahan spermaku ini merasakan cairan hangat yang mengalir di dalam vaginanya. Seketika pertahananku runtuh.

"Aaarrgghhh... Viny...!!!"

Penisku pun akhirnya menyemprotkan spermaku di dalam vagina Viny. Terasa tiga semprotan panjangku yang penisku semprotkan tepat di ujung vaginanya itu. Aku dapat merasakan dari ujung penisku ini spermaku yang berhasil aku tembakkan pas di mulut rahimnya yang terbuka sangat lebar itu. Tentunya sekarang Viny sedang dalam masa tidak subur, jika tidak sudah dipastikan Viny akan positif hamil apabila Viny tidak mau meminum pil KB darurat lagi. Ga mau lagi pokoknya gue.

Aku mencabut penisku dari vaginanya itu. Nampak spermaku yang meluber dari dalam vagina Viny saking banyaknya sehingga menetes di atas kasur. Terlihat kini penisku dan vagina Viny berwarna amat merah, sudah sangat ekstrim sekali kami melakukan persetubuhan. Kini aku mengambil posisi di sebelah kiri Viny, tengkurap menghadap Viny sambil tangan kiriku mengusap-usap perut Viny yang rata ini.

"Hah... Hah..."
"Hah.. Vin... Makasih banyak ya sayang... Hhh..."
"Hah... Iyaa... Hah... Banyak banget... Dari kemaren... Hhh..."
"Hhh.... Iyaahh... Rasanya spermaku udah habis... Hhh..."
"Hah... Kita produktif banget... dari kemarin... Jadinya lecet kan... Haahhhh..."
"Hah... Hah... Hah... Iyah nih aku juga... Hhh... Untung kamu lagi ga subur... Hhh..."
"Hah... Hah... Kamu beraninya... Haahhh... pas aku lagi ga subur aja... Sekalinyah lagi subur... Panik... Nyuruh minum pil KB... Isshh..."
"Hhh... Bukannya ga siap... tapi lihat keadaan... Hhh..."
"Hah... Aku kan udah pengen bangethhh... Haahhh... jadi ibu... Hhh..."
"Heeehhhhhh.... Hhh..."
"Iiiiihhhhhhhh......"
"Udah udah... Haahh... Bangun yuk... Terus sarapan... Hhh..."
"Hah... Iyah yang... Haaahhhh..."
"Hhh... Aku duluan yah... Hah..."
"Iyah..."

Dengan sisa tenagaku, aku bangkit dari tempat tidurku. Aku tatap jam yang menggantung di kamarku ini, ternyata sudah jam 8 pagi. Yah baguslah, nanti siang aku dan Viny akan makan siang bareng Bimo dan Shani di restoran tempat biasanya lalu aku dan Bimo akan mengantarkan Viny dan Shani untuk Show 2 pukul 4 sore nanti. Kini aku mengambil bajuku beserta handuk lalu masuk ke kamar mandi yang berada di kamarku ini.

Sepuluh menit kemudian diriku sudah selesai membersihkan diri, seperti biasanya. Kini aku sudah bersih dan sudah berpakaian lengkap. Aku keluar dari kamar mandi, dan mendapati Viny yang sudah tertidur di atas tempat tidur dengan tubuhnya yang masih terbungkus selimutku ini, hadeeehhhh...

"Hey Viny bangun."
"Emmhhh...."
"Katanya calon ibu, masa masih manja kek gini sih."
"Mmhh... Iyah iyah ini bangun..."

Viny pun kini bangkit dari tidurnya dan mengambil posisi duduk di atas tempat tidur.



"Nih handuk sama jubah mandinya."
"Ga usah pakai jubah mandi. Aku mau ambil baju dulu."
"Pakai bajunya nanti aja aku ambilin. Kamu langsung masuk ke kamar mandi aja."
"Make bajunya disini gitu? Ga mau, nanti yang ada nanti kamu mesumin aku lagi."
"Apa-apaan, aku udah laper tau. Kamu kan mandi udah lama ditambah ngambil baju jadi tambah lama."
"Hmm..."
"Lagian kamu juga suka kan aku mesumin? Ehe. :)"
"IIIHHHHHHHH.....!!!!!"
"Iya iya kamu langsung mandi aja sudah."
"Hmm... Yaudah deh yang.."

Viny pun mengambil handuk dan jubah mandi yang aku pegang lalu bangkit dari tempat tidur masuk ke dalam kamar mandi dengan telanjang bulat. Viny berjalan membelakangiku, sehingga saat dia berjalan terlihat kedua daging pantatnya yang berwarna putih kemerah-merahan itu bergoyang-goyang seirama dengan jalannya. Rasanya sangat menggoda sekali, penisku pun mulai bangun ketika melihatnya, aarggghhhh....

Viny sekarang sudah berada di kamar mandi. Sementara itu aku mulai mengambil baju yang akan Viny kenakan ini. Viny memang sudah menyimpan beberapa pakaiannya di rumahku, yah katanya biar ga usah repot-repot bawa pakaian. Yah gitu deh. Aku mengambil sebuah kemeja putih dengan sebuah blazer santai berwarna hitam yang dipadukan dengan celana jeans non-skinny berwarna biru. Tak lupa juga aku mengambil sebuah bra putih milik Viny yang berukuran tidak besar ini. Namun aku telah menyiapkan sebuah celana dalam dan sebuah safety pants khusus yang keduanya berwarna hitam untuk Viny pakai di hari ini, karena... :)

Dua puluh menit menunggu, Viny pun keluar dari kamar mandi. Biasalah betina, mandinya lama. Kini dia sudah memakai jubah mandi yang aku berikan. Rambutnya pun terlihat cukup basah, dan tubuhnya pun sudah sangat wangi. Memang Viny sangat merawat tubuhnya walaupun jadwalnya sangat padat, tidak seperti cowoknya *sad.

"Nih yang aku beliin safety pants, biar kamu ga usah pakai lagi yang punyanya teater."
"Wah makasih ya sayang. Terus ini celana dalam?"
"Iya sekalian aja aku belinya."
"Emang kamu belinya di mana yang?"
"Ya toko pakaian dalam wanita lah, emang di mana lagi dah."
"Terus? Dilihatin orang-orang dong."
"Ya jelas lah aku diketawain orang-orang. Untung belinya bareng sama Bimo, jadi ga malu sendiri. Tadinya mau sekalian beli BH juga, tapi makin diketawain orang."
"Ih ada dua orang laki-laki mesum yang masuk ke dalam toko pakaian dalam wanita, hihihi" Malah gue diketawain Viny, bukannya bilang terimakasih :(
"Makanya pakai, biar ga sia-sia gitu aku diketawain orang-orang."

Yah sukses juga gue ngarang cerita, padahal sih bukan itu maksudnya, ehehe :). Viny pun kini memakai celana dalam dan safety pants yang aku berikan.

"Yang, kok ada tonjolannya sih. Keras lagi."
"Yaa aku gak tau. Dikirain aku kamu tau itu apaan."

Beruntung Viny tidak curiga dengan tonjolan itu. Setelah celana dalam dan safety pants terpasang, Viny melanjutkan dengan memakai pakaian-pakaian lainnya yang telah aku ambilkan. Setelah terpakai, kami pun keluar dari kamar dan menuju ke dapur untuk membuat menu sarapan kami.



Four hours later

Kini aku dan Bimo beserta pacar-pacar kami sudah berada di dalam restoran langganan kami. Posisi kami kini saling berhadap-hadapan dengan pacar masing-masing, sehingga aku bersebelahan dengan Bimo dan Viny bersebelahan dengan Shani. Kini makananku dan makanan Bimo sudah habis, namun makanan para betina di depan kami masih juga cukup banyak. Mereka lebih fokus untuk bergosip daripada untuk menghabiskan makanan mereka. Dasar cewek, emang tukang ngeghibahin orang.

"Hey cepetan habisin makanannya. Bukannya makan malah ngegosip."
"Ih apaan sih sabar dong."
"Sabar apaan kita udah hampir tiga jam di sini loh. Sekarang udah jam satu."
"Masih lama."
"Ya kan nanti kena macet."
"Ih deket kok macet paling cuman sebentar."

Nyerah gue sama Bimo kalau dua cewek ini udah ngegosip. Seperti ga ada waktu lain aja.

"Bim, si Shani udah make celana dalamnya kan?"
"Udah udah. Kalau Viny?"
"Jelas udahlah. Sekarang aja kali ya?"
"Yaudah."

Three days ago, in a restaurant.

"Nih Bim. Gue ada mainan baru." Gue pun memberi sebuah kotak kecil kepada Bimo.
"Apaan tuh?"
"Vibrating panties."
"Terus ngapain?"
"Ya lo suruh Shani pake lah, terus kerjain doi."
"Maksudnya?"
"Ya temenin gue lah ngerjain si Viny."
"Jadi maksudnya si Shani pake ini terus kita ajak jalan, terus pas di keramaian baru dinyalain, gitu?"
"Iya. Namun bukan buat di keramaian sih tujuan utama gue, tapi di teater."
"Gile lu ndro."
"Halah cuk dulu kita bisa kok ngajakin mereka sex party. Sepik-sepik lah, lo yang ngajarin gue masa ga bisa. Gue abis liat Youtube, jadi kepengen gue."
"Oke gue ikut."
"Nih gue kasih juga safety pants biar sepik-sepik lo tambah mulus."
"Oke makasih ya, gue udah ga sabar pen liat wajah cewe gue sange di depan orang."
"Mesum lo goblog."
"Lu juga anjir."
"Ehehe..."
"Ehehe..."

Back to present time.


Kami berdua kini mengeluarkan sebuah remote kecil berwarna hitam dari saku kami.

"Viny, Shani, tau ga ini apa?"
"Itu... remote kan?"
"Tau ga ini remote apa?"
"Gak tau, emangnya apaan?"

Aku pun menepuk paha Bimo sebagai kode. Kini kami menekan tombol daya untuk menyalakan alat itu pada remote kami masing-masing. Sontak Viny dan Shani pun kaget menerima rangsangan yang luar biasa itu pada daerah sensitifnya. Terlihat dari wajah mereka yang langsung berubah memasang wajah menahan rangsangan bercampur wajah memelasnya itu. Sementara itu, kami berdua pun tertawa kecil akibat tingkah laku mereka berdua itu.

"Emash... Mmmhh...."
"Mmmh... Sayang...."

Kini tangan mereka berdua berusaha meraih remote yang kami pegang, walaupun itu hal yang sia-sia.

"Iya iya kita matiin."

Kami pun menekan tombol daya pada remote sehingga vibrator yang terpasang pada celana dalam Viny dan Shani pun mati. Kini Viny dan Shani kini memasang wajah cemberutnya, walaupun sesaat setelah kami mematikan alat tersebut merek berdua nampak menunjukkan wajah lega.

"Ih apa-apaan sik."
"Iya. Makanya aku heran tumben-tumbenan ngebeliin daleman. Ternyata ada maksudnya."
"Makanya cepetan habisin makannya."

Kini Viny dan Shani mulai menghabiskan makanannya. Yah walaupun mereka menghabiskan makanannya dengan lambat sambil cemberut, namun tetap saja sebuah kemajuan. Sekitar lima belas menit kemudian makanan pun habis. Akan tetapi kini mereka mulai memberes-bereskan barang bawaan mereka ke dalam tas mereka dengan wajah yang masih saja cemberut.



"Hey kalian mau ke mana?"
"Kita mau jalan-jalan dulu mau liat-liat baju. Kalian tunggu aja di mobil." Kini mereka berdua sudah dalam keadaan berdiri.
"Kok ninggalin sih?"
"Bodo, mas sama kak Dodo nyebelin."

Kini mereka sudah berjalan pergi meninggalkan kami yang masih terduduk di kursi kami. Beruntung aku sudah membayar pesanan kami saking lamanya mereka menggosip, sehingga kami tidak harus pergi ke kasir terlebih dahulu. Beberapa saat setelah mereka berdua pergi, kami pun pergi untuk mengikuti mereka dari belakang tanpa mereka ketahui.

Sekarang mereka berdua sedang berada di tengah-tengah atrium mall yang ramai ini. Kami yang mengikuti di belakang mereka lantas mengambil posisi sembunyi. Setelah dirasa cukup aman, kami berdua kini menekan tombol daya pada remote kami. Seketika itu pula Viny dan Shani memberhentikan jalan mereka. Mereka berdua kini tidak bisa berdiri dengan tegak akibat getaran pada kemaluan mereka itu. Kedua tangan mereka kini sudah berada di selangkangan mereka demi menahan getaran yang dihasilkan alat tersebut. Melihat tingkah laku Viny dan Shani sekarang ini tentunya membuat kami tertawa kecil nan jahat, wkwkwk. Kami pun mematikan alat tersebut setelah Viny berusaha meraih ponselnya untuk meneleponku, yah ini bukan acara utama. Setelah dimatikan, kini Viny dan Shani dapat berdiri dengan tegak sambil melihat ke sekeliling untuk mencari keberadaan kami, beruntung mereka tidak menemukan kami. Tak kunjung membuahkan hasil, kini mereka melanjutkan perjalanan mereka menuju ke dalam sebuah toko baju dengan wajah yang menunjukkan rasa dongkol mereka itu. Tentunya kami masih mengikuti mereka dong, ehehe.

Kini Viny dan Shani sedang asyik melihat dan memilih baju-baju yang sedang dipajang di dalam toko ini. Yah toko baju ini tidak terlalu ramai, namun kami berhasil menemukan sebuah posisi di mana kami dapat melihat cukup jelas kedua betina tersebut namun sepertinya tetap sulit untuk dilihat oleh mereka. Saat Viny dan Shani sedang asyik memilih-milih baju, kami pun kembali menyalakan alat tersebut.

"MMMMMHHHHHHH...!!!!"

Seketika itu pula mereka berdua mendesah bersamaan. Kini terlihat Viny dan Shani yang berusaha mati-matian menahan desahan kenikmatan mereka. Tangan mereka kini berada di selangkangan mereka dan mereka tidak bisa berdiri dengan tegak. Terlihat pula wajah mereka yang menahan rangsangan yang mendera area sensitifnya itu. Kami yang melihatnya kini menahan rasa tawa jahat kami akibat melihat reaksi mereka itu. Tak cukup sampai di sini, kami mengganti mode getaran yang dihasilkan alat tersebut, sehingga kini mereka makin menahan rangsangan yang diberikan alat tersebut. Bahkan, Shani sampai terjatuh jongkok akibat menahan rangsangan hebat yang mendera kemaluannya itu. Viny pun juga demikian, kini dia menjadi oleng akibat rangsangan yang diberikan oleh alat yang menempel pada kemaluannya itu sehingga tanpa sengaja Viny menjatuhkan tumpukkan baju yang menjadi penghalang mereka berdua melihat kami. Ya jelas dong kami terlihat oleh mereka berdua. Kedua betina yang menyadari keberadaan kami kini mendatangi kami sambil memasang wajah marah bercampur terangsang itu, waduh bahaya ini.

"KALIAN BERDUA NGAPAIN SIH?!! MMMHHHHH....!!!"

Ya jelas dong Viny dan Shani memukuli kami dengan tas yang mereka bawa. Mana mereka rada teriak lagi. Untungnya sepi, kalau ramai ya kami jadi tontonan publik.

"Iya iya iya ini dimatiin."

Kami berdua menekan tombol daya yang berada di remote, dan alat tersebut pun mati. Sesaat setelah kami mematikan alat tersebut, Viny dan Shani memasang wajah leganya itu walaupun tak lama kemudian mereka kini memasang wajah betenya itu.

"Udah ah kita berdua langsung ke teater."
"Hey ini pakaian jatuh ga kalian beresin?"
"Bodo, beresin aja sendiri."

Sebelum Viny dan Shani meninggalkan kami, kami menunjukkan remote yang kami pegang kepada kedua cewek itu.

"IIHHHHH....!!!"
"Makanya sini beresin."
"Iyah iyah."

Memang pakaian yang jatuh cukup banyak, akan tetapi kami berempat bisa membereskannya dengan cukup cepat. Yah walaupun Viny dan Shani masih menunjukkan wajah kesalnya itu kepada kami. Setelah kami membereskan tumpukkan baju yang jatuh, kami berempat kini menuju ke parkiran mobil karena kami menyadari sebentar lagi Viny dan Shani sudah harus bekerja kembali. Sekarang aku dan Viny sudah berada di dalam Honda S660 milikku dengan Viny yang masih saja menunjukkan wajah betenya itu, yah pasti Shani juga demikian di dalam Mini Cooper milik Bimo.

Setelah perjalanan yang cukup lama akibat membelah jalanan ibukota yang macet, kami pun tiba di FX Sudirman tempat kedua cewek ini bekerja. Setelah aku mendapatkan parkir yang aman, Viny langsung keluar dari mobilku tanpa menyapa menyapa diriku terlebih dahulu, jahat :(. Yah aku juga melihat Shani yang melakukan hal yang serupa kepada Bimo sih. Setelah mematikan mesin mobil, kami berdua kini mengikuti langkah pacar kami itu.

"Kalian mau ngapain?!"
"Ya mau nonton lah."
"Iiiihhhhh ngapain sih nonton?!"
"Emangnya kenapa? Kita udah beli tiket kok. Udah kalian jalan sana, nanti diliatin wt."

Viny dan Shani melanjutkan langkah mereka itu dengan wajah cemberutnya itu. Tentunya kami tetap mengikuti mereka dong, walaupun kami tetap menjaga jarak agar tidak dicurigai para wt. Kami memakai lift yang berbeda untuk naik ke lantai F4, di mana Viny dan Shani memakai lift yang terletak di sebelah teater dan langsung masuk ke dalam teater sementara kami berdua menggunakan lift utama dan langsung menukarkan tiket kami.

Setelah menunggu beberapa lama dan berdesak-desakan dengan para wt yang bau badannya amat menyengat itu, akhirnya kami masuk ke dalam teater. Seperti biasa, kami duduk di barisan pertama, memang racap membre ditakdirkan untuk selalu duduk di baris pertama. Tak perlu waktu yang lama, akhirnya pertunjukkan pun dimulai. Kini nampak Viny dan Shani yang menunjukkan wajah cerianya itu tak seperti beberapa puluh menit yang lalu.

"Do, kira-kira si doi masih pake ga ya?"
"Makanya gue kasih lo safety pants biar doi masih pake pas teater. Udah coba aja sekarang."

Kami pun menekan tombol daya yang berada di remote kami. Seketika Viny dan Shani yang sedang asyik menyanyi dan menari itu pun kaget menerima rangsangan yang luar biasa itu pada daerah sensitifnya. Terlihat dari gerakan tarian mereka yang berantakkan dan wajah mereka yang mulai menunjukkan ekspresi menahan rangsangannya itu. Ternyata masih dipakai oleh mereka, ehehe. :)

“Udah udah matiin dulu Bim.”
“Oke oke.”

Kami berdua menekan tombol daya yang berada di remote, dan alat tersebut pun mati. Sesaat setelah kami mematikan alat tersebut, Viny dan Shani kembali memasang wajah cerianya itu seperti tidak terjadi apa-apa.

Kini sesi MC pun tiba, sesi yang kami berdua sepakat bahwa ini adalah sesi ngegosip. Sesuai rencana, saat Shani akan berbicara maka Bimo menekan tombol daya yang berada di remote yang sedang dia pegang sehingga vibrator yang menempel pada selangkangan Shani pun aktif. Saat dinyalakan, terlihat Shani yang kaget akibat menerima rangsangan pada selangkangannya itu.

"Halo semuahh... Semanis Coklath... Selembut Sutrah... Haloo aku Shanii... Mmhhh..."

Shani kini berusaha mati-matian menahan rangsangan pada kemaluannya itu. Nampak wajahnya yang kini mulai memerah dan mulai panik ini dan tubuh Shani yang sedikit membungkuk. Memang untuk saat ini kami hanya memilih mode getaran yang paling ringan, namun itu sudah cukup membuat para wanita menggelinjang hebat jika dilakukan dengan lama. Ya, Bimo menyalakan vibrator itu selama Shani berbicara dan baru mematikannya setelah Shani selesai berbicara. Selama alat ini masih menyala, Shani sering melirik ke arah Bimo dengan tatapan memohonnya agar Bimo mematikan alat yang menempel pada kemaluannya itu. Viny yang mengetahui perlakuan Bimo terhadap Shani kini menatapku tajam seperti menyuruhku untuk tidak melakukan hal yang serupa, namun ya ga mungkin lah ya, wkwkkw.

Kini giliran Viny yang berbicara. Tentunya kini giliranku juga dong untuk menyalakan alat itu. Sebelum Viny sempat berbicara, aku menekan tombol daya pada remote control sehingga kini alat yang menempel pada selangkangan Viny pun aktif. Sontak Viny pun kaget dengan getaran yang mendera pas di kemaluannya itu.

"Halo semuahh.. Akuh.. Si gadish artistik... yang berjuang meraih mimpih... Haloo aku Viny... Sshhhh..."

Sama seperti Shani, kini Viny berusaha mati-matian menahan rangsangan pada kemaluannya itu. Nampak wajahnya yang kini mulai memerah dan mulai panik ini dengan tubuhnya yang sedikit membungkuk. Sama seperti perlakuan Bimo kepada Shani, aku menyalakan vibrator itu selama Viny berbicara dan baru mematikannya setelah Viny selesai berbicara. Selama berbicara, Viny juga sering melirik ke arahku dengan tatapan memohonnya agar aku mematikan alat yang menempel pada kemaluannya itu. Rasanya asyik banget gue lihat mereka berdua menahan rangsangan hebat di depan para fans mereka, awkawkawk.

Pertunjukkan berlanjut hingga pada sebuah lagu yang Viny dan Shani bawakan. Tentunya dong kami memainkan vibrator yang menempel pada selangkangan mereka berdua itu. Di sini kami menyalakan dan mematikan alat tersebut dengan sesuka hati kami masing-masing sehingga Viny dan Shani tidak secara bersamaan menahan rangsangan pada kemaluannya itu. Namun tetap saja hal tersebut tetap mengganggu mereka berdua, terlihat dari nyanyian dan gerakan mereka yang berantakkan dan wajah mereka yang cukup jelas menahan rangsangan itu. Di bagian akhir lagu tersebut, mereka kini berlutut di depan kami, yah memang terdapat sedikit dialog antara Viny dan Shani di akhir lagu ini.



"Kakkhh... Tolonginhhh..."
"Tolongin apaahhh..."
"Mmhh... Ituh..."
"Mmhh.. Ih Shani... Tolongin apaan... Hhh..."

Yah sepertinya mereka sudah memberikan kode yang cukup kuat untuk kami. Terlihat dari wajah mereka yang sangat memelas memohon menatap kami. Kami pun menekan tombol daya yang berada di remote yang kami pegang. Kini mereka nampak normal lagi seperti biasanya

"Hmm... Tolongin apa ya..."
"Iihhhh Shani kok ga jelas gitu?! Aku pergi nih." Viny pergi menuju ke dalam backstage.
"Ih kak Viny, tungguin..." Shani pun mengikuti Viny menuju ke dalam backstage.

Pertunjukkan selanjutnya pun kini tengah berlangsung. Pada saat ini, kami masih ingin mengerjai mereka berdua karena sekarang belum puncaknya. Pada tiap lagu, kami menyalakan alat tersebut. Walaupun hanya beberapa detik, namun kami memilih mode rangsangan yang sedang sehingga hal ini cukup mengganggu mereka berdua, wkwkwk.

Pada lagu terakhir, kami berdua tentunya menyalakan kembali alat tersebut. Namun, untuk kali ini kami menyalakannya dari awal lagu hingga akhir lagu dengan mode rangsangan yang paling intensif. Ya, di sinilah puncak keisengan kami ini. Viny dan Shani kini sangat berusaha sekuat tenaga menahan rangsangan pada selangkangannya itu, tetapi hal tersebut sepertinya sia-sia. Terlihat Viny dan Shani kini berada di belakang panggung tertunduk dan terdiam sambil membungkuk memegang selangkangannya itu. Telingaku pun dapat mendengar lenguhan Viny dan Shani di tengah-tengah lagu yang cukup keras ini. Dengan sekuat tenaga, mereka mencoba kembali mengikuti gerakan lagu yang tak terlalu banyak gerakan ini hingga lagu berakhir. Ketika lagu berakhir, Viny dan Shani langsung berlari menuju backstage. Yah sepertinya mereka berdua sudah tak tahan lagi untuk menahan orgasme yang sedari tadi mereka tahan. Padahal masih ada acara lagi sehabis acara berakhir. Yausahlah kami juga sudah keterlaluan, kami pun menekan tombol daya sehingga alat tersebut kini seharusnya sudah mati. Karena pertunjukkan sudah habis, kami pun langsung keluar dari teater dan langsung menuju ke mobil kami, ya ngapain juga.

Sekitar satu jam menunggu, tibalah Viny di dalam S660 milikku ini. Nampak wajahnya yang menunjukkan ekspresi kesal dan marahnya itu kepadaku.



"Halo sayang."
"Kamu nyebelin banget ya!"
"Ehe. :)" Aku pun menunjukkan remote yang aku pegang di hadapan Viny, yah untuk mengancamnya lah ya.
"Nyalain aja! Udah aku buang kok. Sekarang aku cuman pakai safety pants yang kamu kasih aja."
"Hey aku beli mahal itu."
"Bodo! Gara-gara kamu aku jadi ga bisa ngerayain MVP fans. Aku juga ga bisa ikutan hightouch sama twoshoot."
"Iya iya aku minta maaf deh yang."
"Kamu emangnya ngapain sik?!"
"Yaa kemaren aku ga sengaja nonton di Youtube cowok ngerjain ceweknya pake vibrating pants di depan umum. Aku kan jadi pengen nyobain."
"Emangnya aku kelinci percobaan apa?!"
"Iya iya aku ga akan ngulangin lagi deh yang. Udah kamu pakai sabuk pengamannya."
"Hih!"

Setelah kami berdua memakai sabuk pengaman, kini aku mulai menjalankan mobilku menuju ke rumah Viny yang lebih tepatnya rumah orang tuanya Viny. Tak perlu waktu yang lama, Viny pun sudah tertidur. Sepertinya dia sangat letih akibat pekerjaannya yang disertai orgasmenya itu. Memang sepertinya hari ini aku sudah keterlaluan mengerjainya, namun, yah sudahlah, sepertinya besok Viny sudah mulai kembali bisa tersenyum kepadaku seperti biasanya.

Wkwk seru banget hu, tapi kaya cerita2 di jav ya mainan vibra di tempat umum:hore:
 
Lah baca dong part sebelumnya

Maksudnya, kan di part sebelumnya pas di london eye ya kalo ga salah, dibilangin mau dipakeinnya pas ngelamar didepan ortu, tapi disini ga dibilangin lagi kalo jadi pake batu red diamond... Jadi mau mastiin doang
 
Wkwk seru banget hu, tapi kaya cerita2 di jav ya mainan vibra di tempat umum:hore:

Ehe :)


Jadi ingin liat pas "dikerjain" :dansa:

Awas sagne di tempat umum gan


Maksudnya, kan di part sebelumnya pas di london eye ya kalo ga salah, dibilangin mau dipakeinnya pas ngelamar didepan ortu, tapi disini ga dibilangin lagi kalo jadi pake batu red diamond... Jadi mau mastiin doang

Hmm... Sepertinya kurang jelas yah
"Viny, cincin ini terbuat dari batuan bulan yang aku bawa sendiri dari sana. Di atasnya terdapat sebuah batuan red diamond murni yang amat langka. Keduanya aku dapatkan...
Cincinnya terbuat dari batu bulan yang di atasnya bertahtakan red diamond

Gitu gan :D
 
Part XVIII: Shoot.

One month Later

Sekarang malam minggu, dan kini aku sedang berdiam diri di dalam DB11 milikku yang berada di parkiran basement FX Sudirman. Tidak perlu ditanya lagi tujuanku di sini, ya apalagi kalau bukan untuk menjemput Viny. Rencananya sih sehabis ini aku akan kumpul-kumpul lagi dengan teman-teman sesama klub mobilku, dan setelahnya kami berdua akan pulang ke rumahku dan tidur bersama, yah jatah bulanan ya hehe. Sudah lama juga aku tidak berkumpul dan balapan bersama dengan klub mobilku, dan, ya, Bimo juga ikut kok. Makanya sekarang mobilnya berada di samping mobilku, menunggu Shani seperti aku menunggu Viny. Ngomong-ngomong, kami memang memarkirkan mobil kami cukup terpelosok di dalam mall ini, yah kali aja ada wotajir jomblo yang mengendarai mobilnya ke FX.

Ini sekarang sudah jam 11 malam, dan belum ada tanda-tanda dari kedua betina ini. Biasanya jam sepuluh lebih mereka berdua sudah masuk ke dalam mobil. Dikirim pesan WA ga dibalas, ditelepon ga diangkat. Hadeeehhh kenapa dah, mana gue udah ditelepon lagi sama temen-temen gue suruh cepetan.

“Bim, lama banget dah mereka.”
“Hooh, mau nyamperin lu?”
“Tungguin aja dulu kali ya? Kalau ga dateng-dateng juga baru dah samperin.”

Sebuah percakapan gue dengan Bimo dari dalam mobil dengan membuka kaca, yaudah lah. Namun beberapa menit kemudian tiba-tiba terlihat Shani yang berlari menuju kami. Loh kok hanya Shani saja? Di mana Viny? Mana sekarang Shani terlihat panik. Ada apa?

“MAAASSSSS…!!!!! KAK DODO…!!!!!”

Kami berdua kini keluar dari mobil masing-masing dan menghampiri Shani yang sedang menangis itu.


“Ada apa nduk?” Bimo kini merangkul Shani sambil mengelus-elus kepala belakangnya itu. Sementara itu Shani kini membenamkan kepalanya di dana Bimo.
“Iya ada ada apa Shan? Terus Viny di mana?” Gue pun berdiri di samping mereka itu. Hati gue pun merasa resah.
“Kak Viny…” Ucap Shani yang kini menatapku dengan mata sembabnya itu.

"Viny kenapa Shan?!" Ucapku yang menatap wajah Shani dengan serius.
"Kak Viny diperkosa..."

DEG!!!

"HAH...?!!!"
"Iya kak. Tadi pas jalan ke sini ada cowok ngikutin kita. Terus pas di tempat sepi dia ngebekap kak Viny dari belakang pakai pisau. Aku ga bisa apa-apa kak. Terus dia mulai pegang-pegang dadanya Kak Viny..."

DEG!!!

"Oke oke. Tadi kejadiannya di mana Shan?"
"Tadi di depan lift lantai ini kak..."

Mendengar hal itu, aku pun langsung berlari menuju ke arah lift. Kurang ajar! Tak akan aku biarkan bajingan itu hidup, bahkan jika aku harus mengorbankan nyawaku sendiri!

Sesampainya di lift, aku pun menoleh ke arah sekitar mencari keberadaan Viny sekarang. Setelah menenangkan diri, kini telingaku mendengar suara teriakan bercampur tangisan yang lirih yang menuju pada sebuah sebuah mobil. Tak salah lagi, itu pasti Viny!

Dengan berjalan cepat kini aku berjalan menuju ke arah mobil itu. Suara lirih itu pun mulai terdengar lebih jelas di telingaku. Ketika aku sudah sampai di samping mobil itu, kini terlihat jelas di mataku Viny yang sedang digumuli oleh seorang pria. Aku dapat melihat Viny yang sudah hampir telanjang, dengan baju dan bra Viny kini sudah berada di lehernya. Rok gombrongnya pun juga sudah terangkat pada hingga pinggangnya, dengan celana dalam yang sudah turun hingga mata kakinya. Sementara itu, kepala lelaki itu terlihat berada di dada Viny sambil Berani-beraninya bajingan ini melakukannya kepada Viny! Tak akan aku maafkan bajingan ini!


Aku pun langsung menarik kerah baju belakang lelaki bajingan itu dengan tangan kiriku ketika aku tiba di samping mereka sehingga lelaki itu. Nampak laki-laki bajingan itu tidak siap dengan perlakuanku terhadap dirinya itu sehingga tak ada perlawanan ketika aku menarik bajunya itu. Lelaki keparat itu kini menatapku, sehingga kini kami saling bertatapan.

"Santoso...?" Ucapku dalam hati.

Sementara itu tangan kananku kini memegang HK45 milikku yang aku berada persis di depan kepalanya dengan kondisi yang siap untuk ditembakkan.

"Where is your allies, mothetfucker!"

DOR!!!

Aku menarik pelatuk pistolku ini dengan posisi ujung pistolku yang hanya beberapa centimeter dari tulang dahinya itu. Seketika suara keras yang berasal dari pistolku ini menggema dengan hebat memecah keheningan area parkir ini. Kini kepala laki-laki keparat ini telah hancur, dengan sedikit darah bercampur sel-sel otaknya itu mengenai wajahku dan wajahnya Viny yang teriak saat aku menarik menembakkan pistolku hanya beberapa centimeter darinya. Kulepaskan cengkraman tangan kiriku, dan kini aku menatap mayat itu. Seketika ingatanku pun kembali ke masa itu.

Flashback at 10 years ago, in a school.

"Heh miskin! Ngapain lo di sini?!"

Aku tak menjawab cemoohan itu. Diriku tetap dalam keadaan tertunduk berusaha untuk masuk ke dalam kelasku.

"Ga ada yang nyuruh lo masuk! Pergi sana lo!


Ya, segerombolan laki-laki bangsat dengan 'pemimpinnya' yang bernama Santoso ini kini menghadang jalanku. Aku pun menatapnya dengan tajam.

"Oh jadi lo berani sama gue?! Bisa apa lo?!"
"Hajar bos."
"Udah pukulin aja bos, ga ada yang peduli sama si miskin ini."

Kini mereka memukuliku secara beramai ramai. Jelas ini tidaklah seimbang, mereka ada tiga orang sementara aku hanya seorang diri. Sementara itu, kini aku hanya bisa meringkuk sambil melindungi kepalaku dengan lenganku ini. Mereka yang mengetahui diriku yang tersungkur ini kini meludahiku, menendang-nendang, dan menginjak-injak badanku yang kurus namun cukup buncit ini. Aku tak dapat berbuat apapun selain menahan tiap pukulan dan tendangan yang mereka berikan, hingga seorang anak laki-laki datang menghampiri kami.

"WOI...!!!"

Ya, itu Bimo, seorang anak pindahan yang baru masuk di awal semester dua ini. Dia pindah ke sekolahku mengikuti ayahnya yang ditugaskan sebagai kepala dinas di kotaku ini.

"Lo ga usah gangguin dia!"

Bimo kini menyentak mereka bertiga.

"Hah? Jadi lo ngebela si miskin ga berguna ini?"
"Kenapa? Lo ga suka?!"
"Ga! Gue ga suka! Awas aja lo. Gue ga takut sama sabuk hitam lo!"

Kini mereka pergi meninggalkan kami, entah ke mana mereka pergi. Sementara itu, kini Bimo mendekat ke arahku.

"Kamu ga apa-apa kan Do?"
"Iya, aku gak kenapa-napa kok."
"Yaampun badan lo memar-memar semua gini. Gue bawa lo ke UKS terus gue lapor ke BK."
"Gausah Bim."
"Tapi..."
"Gue ga akan dianggap oleh mereka. Udah gue mau balik ke meja gue."
"Biar gue antar."
"Gue kuat kok Bim."

Kini gue mencoba untuk berdiri dengan susah payah. Namun baru saja setengah berdiri, tubuhku merasakan sakit yang teramat sakit. Sontak gue pun jatuh lagi.

"Gue anter lo."
"I... Iya Bim."

Kini Bimo meletakkan lenganku di belakang lehernya dan membawaku menuju ke mejaku yang terletak di paling pojok kelas ini yang juga menjadi mejanya Bimo. Ya, kami duduk bersebelahan.

Setelah sampai di mejaku, kini Bimo mendudukkanku di atas kursiku dan Bimo pun duduk di sampingku.

"Makasih ya Bim."
"Iya Do."

Tiba-tiba, aku merasa sangat emosi dengan apa yang telah terjadi. Kini air mataku mulai menetes, dan nafasku mulai sesegukan.

"Do..."
"Bim, gue capek Bim. Gue bingung. Gue gagal Bim... Hiks..."

Aku pun mulai menangis dengan jelas, walaupun tak ada yang mempedulikannya kecuali Bimo.

"Do..."
"Tiap hari gue di-bully. Sekolah mandang gue jelek gara-gara nilai gue yang jelek semua. Orang tua gue sekarang kerja serabutan. Gue juga ga punya temen selain lo doang, itu juga gara-gara lo terpaksa duduk di samping gue. Gue ga kuat lagi Bim, rasanya pengen mati aja gue."

Bimo pun kaget mendengar ucapan keputusasaanku itu.

"Do! Dengerin gue!"

Aku pun kini memandang wajah Bimo dengan wajahku yang amat merah dan sembab ini.

"Lo masih punya kesempatan Do! Ini!"

Bimo kini menyodorkan buku intisari dari pelajaran-pelajaran di sekolah yang amat tebal dan mahal ini.

"Ini jalan lo satu-satunya keluar dari kehidupan lo yang suram ini, Do!"

Aku hanya bisa bengong menatap Bimo. Sementara itu Bimo kini merangkul gue.

"Dengerin gue. Mungkin ini akan menjadi hal yang amat berat bagi lo. Mungkin lo ga bisa langsung punya duit, ga bisa langsung punya banyak temen, dan lo ga bisa langsung balas si Santoso pakai ini. Namun di masa depan nanti lo bisa dapatkan semuanya, dengan ini!"

Aku masih saja bengong menatap Bimo


"Do, tolong percaya sama gue. Gue bakal kasih lo akses yang sama kayak gue dalam ilmu pengetahuan. Asal lo janji sama gue, lo bakal terus belajar dan belajar sampai lo bisa ngajarin orang. Janji?"

Kini Bimo menunjukkan jari kelingking kanannya.

"I... Iya Bim..."

Aku pun menyambut jari kelingking kanan Bimo dengan jari kelingking kananku sehingga kini jari kelingking kanan kami saling berbelit menunjukkan lambang perjanjian.

"Yaudah habis sekolah kita ke perpustakaan, kita belajar sampai sekolah tutup. Nanti aku traktir kamu sama antarin kamu pulang deh."
"Wah... Makasih banyak ya Bim."
"Iya Do, ga apa-apa."

Flashback end. Back to present time.


Setelah cukup menatap sejenak mayat Santoso yang kepalanya hancur ini, aku pun meludahi mayat itu lalu mulai menatap Viny yang terlihat sangat syok ini.


"Viny!!!"

Pandangan Viny sekarang kosong dengan wajah yang menunjukkan ekspresi ketakutan yang amat luar biasa ini. Aku pun memeluk tubuh Viny yang hampir telanjang ini sehingga aku dapat merasakan tubuh Viny yang sangat gemetaran ketakutan.

"Viny..."

Tiba-tiba Viny menangis dengan kencang di pelukanku ini. Aku yang memeluk Viny kini hanya bisa mengelus-elus kepalanya itu dari belakang membiarkan Viny meluapkan segala emosi yang ada di hatinya ini.

"Udah ga apa-apa kok sayang. Sudah ada aku di sini. Kamu aman kok."

Aku pun berusaha menenangkan Viny yang sedang menangis sesegukan ini di dadaku. Aku tahu ini pasti menjadi hal yang berat baginya. Namun, entah mengapa kini air mataku pun mulai mengalir dan aku pun mulai sesegukan juga walaupun aku tidak ingin menangis. Viny yang mengetahui keadaanku pun malah makin sesegukan menangis di pundakku yang sudah basah akibat air matanya itu.

"Do!"

Bimo dan Shani kini sudah berada di samping kami.

"Do, ada apa do?!"
"Lo bisa lihat sendiri."

Bimo dan Shani kini menatap ke arah sekitarku, dan kini pandangan mereka tertuju pada mayat yang berada di dekat kami. Shani yang melihatnya pun langsung berlindung di balik tubuh Bimo dengan ekspresi ketakutan. Tentunya Shani tidak terbiasa melihat pemandangan seram mayat manusia yang hancur.

"Nduk, kamu ga usah lihat ya. Aku mau lihat dulu kondisi mayatnya."

Bimo berjalan mendekati mayat yang darahnya sudah membanjiri lantai parkiran ini. Sementara itu, Shani kini berlindung di balik tubuhku dan tubuh Viny dengan wajahnya yang ketakutan itu.

"Do, ini kan Santoso..." Ucap Bimo tidak percaya.
"Iya. Dia pelakunya."
"Kepalanya hancur, Do."
"Iya. Gue tembak kepalanya pake pistol gue."

Bimo pun kini bangkit sejenak mengambil HK45 milikku yang berada tak jauh dari kakiku.

"Kak Santoso itu fans beratnya kak Viny kak..."
"Maksudnya Shan?"
"Iya kak. Dia terkenal di kalangan fans sebagai fans gila. Tiap hari dia mention kak Viny pakai kata-kata cintanya. Tapi semenjak kak Viny ngumumin grad, dia selalu mention Viny seperti ga terima. Katanya sih dia mgelihat kak Viny jalan sama kakak."
"Hmm gitu yah Shan. Yah sudahlah."

Tanpa melepas pelukanku, kini tangan kananku mengangkat tangan kiri Viny yang sangat lemas ini memastikan cincin tunanganku masih berada di jari manis tangan kirinya. Ternyata sudah tidak ada di tangan kirinya. Aku pun melihat ke bawah, ternyata cincinnya berada di lantai tak jauh dari posisi Viny sekarang.

"Shan, tolong ambilkan cincin sama pistol yang ada di lamtai."

Tanpa berbicara, Shani kini mengambil cincin yang berada di lantai itu dan memberikannya kepadaku. Aku pun masukkan cincin itu ke dalam kantong celanaku.

"Bim, terus ini si Santoso mau lo le apain?"
"Entahlah Bim. Serah lo aja. Buat bahan belajar adik tingkat lo aja."
"Gue telepon polisi ya."
"Jangan Bim! Gue ga mau kejadian ini diketahui umum. Gue ingin kejadian ini seperti ga pernah terjadi."
"Terus gimana Bim?"
"Lo telepon si Ari ari sama Rendy gih. Ceritain semuanya, suruh mereka ke sini." Mereka berdua adalah teman satu klub mobilku yang seharusnya kami datangi pada malam hari ini. Ari merupakan salah satu perwira kepolisian yang sekarang sudah berdinas di Polda, sementara Rendy adalah anak pengusaha sukses yang bergerak pada bidang public cleaning service.
"Oke Do."

Sementara Bimo sedang menelepon, kini aku mulai mengajak Viny yang masih saja menangis ini untuk berbicara.

"Vin..."

Viny masih saja menangis.

"Viny..."

Masih juga menangis.

"Viny, tolong tatap aku."
"Jangan sedih kak Viny, kak Viny pasti kuat!" Shani pun menyemangati Viny.

Tangisannya pun tak berhenti-henti...

"Do, si Viny syok berat itu. Harus dibawa ke psikiater."
"Oke kita pergi ke psikiater."
"Dokter psikiater baru ada besok siang. Kalau mau aku telepon temenku yang dokter jiwa, biar besok langsung ditangani. Tapi kalau kayak gini udah harus dirawat di rumah sakit."
"Yaudah, tolong teleponin ya Bim. Terus Shani, tolong bantu aku benerin pakaiannya Viny sama barang bawaan Viny."

Dengan segera Shani langsung membenarkan pakaian Viny yang berantakkan ini. Aku pun sedikit melonggarkan pelukanku agar Shani dapat lebih mudah membenarkan posisi baju dan bra Viny yang kemudian dilanjutkan dengan memakaikan celana dalam Viny. Setelah selesai terpasang kini Shani membereskan tas milik Viny, dan akhirnya teman-teman klub mobilku pun tiba. Ya, yang datang bukan hanya Ari dan Rendy saja, melainkan seluruh anggota klub mobilku yang beranggotakan 12 orang.

"Woi Do, cewe lo kenapa?" Ucap Ari yang berjalan menuju kepadaku.
"Ya lo udah tau kan? Ri, plis bantuin gue."
"Hmm... Oke oke. Terus ini mayatnya?"
"Mayatnya mau gue ambil buat bahan adik tingkat gue. Makanya, Dy, lo bawa anak buah lo kan?"
"Iya, lagi jalan ke sini."
"Terus lo semua ngapain ke sini cuy?" Tanya gue kepada temen-temen klub gue yang lain.
"Masa kita ninggalin elo sih? Ya nemenin lah, kali aja ada yg bisa dibantu."
"Iya, nanti kita bantuin beresin. Lo tenang aja."
"Yaudah, makasih banyak ya."
"Teman memang harus saling membantu."
"BTW ini gue mau bawa Dodo sama ceweknya ke rumah sakit, syok berat dia."
"Eh iya cewenya masih nangis ya? Terus mobil lo gimana?"
"Ga tau dah. Nih lo bawa dulu mobil gue." Gue pun menyerahkan kunci Aston Martin-ku kepada Ari.

Kini mereka berdua pergi mengambil mobil. Sementara itu, para istri dan pacar teman-temanku mengerubungiku berusaha menenangkan Viny yang sepertinya sia-sia sementara pasangannya kini mengerubungi mayat Santoso. Tak lama kemudian, Bimo pun muncul dengan BMW seri tiganya itu.

"Temen-temen, makasih banyak ya. Maaf ngerepotin. Seharusnya kita malam hari ini bikin kekacauan malah harus ngurusin mayat."
"Iya ga apa-apa Do. Tapi awas aja kalau makanan di nikahan lo dikit."
"Iya-iya tenang aja."

Kini aku masuk ke dalam barisan kedua mobil Bimo dengan posisi yang masih memeluk Viny yang masih menangis ini. Setelah masuk, Bimo langsung tancap gas menuju ke rumah sakitnya agar Viny mendapat pertolongan.


Two weeks later.

Sekarang adalah hari minggu. Aku dan Bimo beserta pacar kami kini berada di dalam sebuah cafe yang berada di pusat kota Jakarta. Kami duduk di sebelah dinding kaca, sehingga kami dapat melihatku dan mobil Bimo yang terparkir di luar.

"Lo dah bawa Porsche lo ke sini?"
"Iya lah, kan rumah baru gue cukup nampung tiga mobil. Emang lo doang yang tiap hari naik supercar?"
"Yaa lo napa kemaren-kemaren ga bawa Porsche lo ke sini?"
"Ya kan gue di apartemen. Parkir ada bayarannya. Udah gitu progresif lagi. Yaudah gue ngerasa pake BMW sama Mini Cooper udah cukup."
"Terus lo kok ke sini bawa yang BMW?"
"Yang lagi di luar itu soalnya. Baru beres dari bengkel."

Itu adalah percakapanku dengan Bimo sambil menenggak kopi hitam kami. Ya, kopi hitam. Kopi hitam memanglah kopi untuk pria sejati. Tak peduli mau itu ditumbuk atau diguting, asalkan kopi hitam murni tanpa susu, krimer, atau apapun itu. Yah tambah gula sedikit ga apa-apa lah. Sementara itu di samping kami terdapat dua ekor betina yang sedang sibuk dengan laptopnya masing-masing. Viny sedang sibuk mendesain sebagai tugas akhirnya, sementara Shani kini sedang sibuk mengerjakan skripsinya. Yah memang kedua cewek ini akan segera lulus dari pendidikannya.


Ngomong-ngomong tentang Viny, dia sekarang sudah mulai kembali dengan normal. Viny kini sudah bisa tersenyum lagi setelah empat hari dirawat di rumah sakit. Hari selasa kemarin pun Viny sudah mulai bekerja seperti biasanya. Walau begitu, tetap saja Viny trauma. Kini aku tidak akan menjemput Viny dengan cara itu lagi, melainkan kembali menggunakan Avanza-ku dan menjemputnya di lobi seperti taksi online. Oh ya, Viny juga dinyatakan negatif. Memang aku tanya kepada Viny, si bangsat itu baru menjilat-jilat puting Viny dan menggesek-gesek penisnya dengan vagina Viny. Yah sudah lah, tak perlu dibahas lagi.

Tak ada apapun yang nampak aneh pada hari ini, semua nampak normal seperti biasanya. Namun, ditengah-tengah obrolanku dengan Bimo...

DUAR!!!

Tubuh kami kini terhempas, terasa sekali guncangan yang dirasakan tubuhku. Kepalaku pusing, telingaku berdengung kencang. Orang-orang berhamburan, dinding kaca yang berada di sebelah kami pecah, seluruh isi ruangan cafe pun berantakkan dengan terdapat noda hitam di tengahnya. Seketika aku menyadari ini adalah bom bunuh diri.

"VINY!!! Kamu ga apa-apa kan?!"
"I... Iya yang..."

Shani dan Bimo pun menghampiri kami. Tiba-tiba dari arah parkiran terdapat orang yang menembak ke arah kami walaupun tak mengenai kami. Kami berempat langsung berlindung di balik dinding beton dan aku pun membalas tembakkan itu dengan HK45 milikku yang berada di kantong celanaku, beruntung tembakkan ketika tepat mengnai jantungnya.

"Cok, lu bawa senjata ga?!"
"Kaga cuk! Mana gue tau kalau kek gini."
"Nih ambil pistol gue!"
"Terus lo pakai apaan?!"
"Gue mau ambil AUG gue di mobil."

Tiba-tiba Viny memegang lengan gue.

"Sayang!"
"Viny, kalau nggak nanti kita semua bakal mati ditembak!..."

Belum aku sempat membereskan ucapanku, tiba-tiba terjadi ledakkan lainnya yang tak jauh dari lokasi kami. Tubuh kami pun berguncang. Tak perlu berpikir, aku langsung bangkit dan berlari menuju ke mobilku.

"SAYANG!!!"

Aku buka kunci mobilku dan mengambil AUG milikku yang berada di belakang kursi penumpang. Dari sini, aku dapat melihat segerombolan orang-orang yang membawa sebuah bendera sedang adu tembak dengan polisi. Tak salah lagi, ini merupakan tindakkan teroris dari sebuah organisasi separatisme!

DOR!!! DOR!!!

Dengan posisiku yang kini berada di belakang mereka, aku menembakkan dua peluru ke arah segerombolan teroris itu. Aku dapat melihat kini salah satu dari mereka tumbang. Mengetahui mendapat serangan dari belakang, kini mereka pun menghujani peluru ke arahku yang berlindung di balik mobilku ini.

"Bim! Bantu Bim!"

Kini terjadi baku hantam antara kami berdua dengan para teroris itu hingga dua menit lamanya. Bantuan dari polisi dan tentara pun belum datang. Tembakkanku pun sedari tadi tak ada yang mengenai satu di atara mereka, sudah lama tidak latihan karena sibuk pacaran, aaarrgghhh!!!

Namun, tiba-tiba aku melihat sekilas dua dari mereka mengenakan sebuah rompi yang amat tebal. Tak salah lagi, mereka ingin melakukan bom bunuh diri ke kerumunan orang!

"Cok! Mereka mau ledakin diri! Salah satu dari mereka ada yang pakai rompi penuh bahan peledak! Gue yakin bentar lagi dia bakal lari ke kerumunan orang!"
"Terus gimana?! Kita gangguin tembakkin mereka sampai bantuan datang."
"Ga usah! Gue maju sendiri dari samping terus ngebantai mereka semua. Mereka bisa bikin orang-orang mati sebelum bantuan datang!"
"DO!!! JANGAN DO!!! Lo bunuh diri kalo lo maju sendirian!"
"Bim, lo mending jagain Viny dan Shani. Jika terjadi apa-apa dengan diri gue, gue titip Viny gue buat lo. Gue percaya sama lo."
"DO!!!"
"SAYANG!!!"

Aku tak memperdulikan ucapan mereka barusan. Memang ini seperti tindakan bunuh diri, namun semangat juangku sudah sangat berapi-api. Setelah aku mempersiapkan senjataku, aku berlari secara sembunyi-sembunyi dari sisi sebelah luar area gedung, sehingga posisiku berada di trotoar jalan raya, meninggalkan Bimo, Shani, dan juga Viny.

Sekarang aku berada di posisi paling dekat dengan kelompok bersenjata itu. Posisiku hanya terhalangi oleh sebuah beton tempat tanaman. Dari posisi ini, aku dapat melihat dua orang yang telah memakai rompi yang penuh dengan bahan peledak. Aku juga nelihat banyak bom C4 dan granat bertumpuk di sekitar mereka, yang sepertinya akan mereka ledakkan sebentar lagi. Sekarang, aku sedang mengamati, menunggu waktu yang tepat, aku tak mau mati konyol.

Menunggu beberapa saat, aku melihat salah satu dari mereka mengambil sebuah granat dan menarik pemicunya. Inilah saatnya! Dalam hitungan ketiga, aku berdiri dan langsung mengarahkan senjataku ke arah orang tersebut.

DOR!!! DOR!!! DOR!!!

Aku melepaskan tiga tembakanku tepat ke arah orang tersebut sehingga orang tersebut jatuh tersungkur dengan granat yang masih berada di tangannya. Aku langsung menundukkan badanku kembali di balik beton tanaman tempatku sekarang, pas sebelum granat tersebut meledak. Granat itu langsung meledak cukup hebat, yang diikuti oleh dua ledakkan hebat lainnya. Tubuhku sampai terasa sangat berguncang akibat ledakan itu. Telingaku juga terasa amat sakit, padahal aku sempat menutup telingaku dengan kedua tanganku.

Setelah aku dapat menenangkan diri, aku memberanikan diri untuk berjalan ke arah lobi, di mana para kelompok bersenjata itu tadi berkumpul. Tercium bau seperti bensin yang teramat kuat yang tercampur dengan bau amis tubuh manusia yang hancur. Aku dapat melihat potongan tubuh manusia tergeletak di mana-mana, baik itu potongan lengan, kaki, organ tubuh, bahkan kepala. Sungguh menyedihkan sekali orang-orang tersebut. Aku juga dapat melihat tumpukkan bom C4 dan granat yang masih utuh tidak meledak, meskipun lantai dan dinding bangunan ini sudah sangat hitam sekali akibat ledakan granat dan dinamit sebelumnya.

Aku melangkahkan kakiku ke area luar. Baru saja melangkahkan kakiku di luar lobi...

DOR!!!

Aku merasakan badanku yang tiba-tiba terhentak sangat dahsyat, sehingga aku terpental ke arah belakang dan tersungkur. Terasa dadaku ini sangatlah panas. Aku melihat ada orang yang secara tiba-tiba berdiri di hadapanku dengan tangannya yang memegang pistol dan mengarahkannya ke arahku.

DOR!!! DOR!!! DOR!!!

Terdengar suara tembakan dari arah belakangku. Orang yang menembaku tadi kini tersungkur sepertiku. Sementara itu, tanganku mencoba meraba bagian dadaku yang terasa amat sakit ini, dan kini pergelangan tanganku berlumuran darah.

"DO!!! Oh shit!!"

Nafasku menjadi sangat pendek dan terasa amat sakit. Jantungku kini berdegup kencang. Kini waktu terasa melambat. Aku dapat merasakan setiap proyektil peluru yang terpecah menjadi beberapa bagian di dalam dadaku ini. Sementara itu, di hadapanku ini terlihat Bimo yang membuka kancing kemejaku dan memberikan tekanan pada dadaku.

"Bim, tolong jaga Viny."
"GA!!! GUE GA BISA!!! LO YANG HARUS JAGA VINY!!!"

Tekanan yang Bimo berikan pada dadaku terasa makin kuat. Aku merasakan paru-paruku yang kini terasa seperti ditusuk-tusuk. Setiap kali aku bernafas, aku merasakan sakit yang teramat sakit pada dadaku ini.

"SAYANG!!!!!"
"Kak Dodo...!!!"


Viny dan Shani kini berada di hadapanku dengan wajah yang histeris, terutama Viny, yang sedari tadi memanggilku. Namun, sekarang pengelihatanku mulai menghitam, juga pendengaranku yang mulai tidak terdengar apa-apa lagi.

Aku tak tahu lagi.
 
Terakhir diubah:
Nah gini dong ada aksinya tuan, jadi tegangnya atas bawah. Terus itu apa Anjir c4 banyak2. apa mau ledukin banyak bangunan tuh?
 
Status
Please reply by conversation.
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd