Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

1. Rumah Kami Surga Kami 2. Petualangan Hot 3. Langkah Langkah Jalang (TAMAT)

User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Setibanya di puncak bukit itu, pemandangan di sekelilingku terasa lebih indah lagi. Bukit-bukit menghijau dan rumpun-rumpun bambu tampak jelas di pelupuk mataku. Dan yang paling menyenangkan, ada dangau (gubuk) yang terbuat dari besi. Atap dan dindingnya terbuat dari seng yang sudah dicat warna biru dikombinasikan dengan warna hijau.

Dindingnya hanya 75 centimeter. Tidak menutupi pemandangan di sekitarnya, meski aku sudah duduk di dalam dangau itu.

Satu-satunya “perabot” yang ada di dalam gubuk itu hanya sebuah dipan kayu jati. Membuatku langsung berimajinasi, bahwa Mahendra pasti akan menyetubuhiku di atas dipan kayu jati yang sudah dipelitur sampai mengkilap itu.

“Tante, “ kata Mahendra setelah duduk berdampingan denganku di atas dipan jati itu, “Setiap kali duduk di sini, aku selalu membayangkan, seandainya Tante bisa kumiliki, akan kubawa ke puncak bukit ini. Dan ternyata khayalan itu menjadi kenyataan. “

“Tapi kalau mau main di sini sih jangan telanjang ya. Tante akan pelorotkan celana sport ini, kamu juga cukup dengan menurunkan celana trainingmu. Kamu tau gak ? Tante hanya mengenakan celana sport ini, tanpa celana dalam di baliknya. “

“Ohya ?! Berarti kita kompak Tante. Aku juga gak pakai celana dalam sekarang. Biar gampang... heheheee.... “

Tanpa banyak basa-basi lagi aku menelentang di atas dipan jati ini, sambil menurunkan celana sportku sampai di lutut. “Tapi jilatin dulu memek tante ya. Biar gak sakit waktu dimasukin kontolmu yang gede itu, “ kataku.

“Iya Tante. Aku senang sekali menjilati memek Tante yang harum ini, “ sahut Mahendra sambil menelungkup di antara kedua kakiku yang kurentangkan sebisanya.

Lalu mulut Mahendra menyeruduk memekku, dengan lidah “menancap” di celah kewanitaanku. Dan lidah itu mulai beraksi, menjilati setiap bagian yang terjangkau. Membuatku mulai menggeliat-geliat saking enaknya.

Terdengar bunyi gemerisik dedaunan ditiup angin sepoi-sepoi. Menambah indahnya perasaanku yang sedang dimanjakan oleh birahi ini. Ditingkah oleh kicau burung-burung liar bersahut-sahutan di atas pohon mahoni yang tak jauh dari dangau berwarna hijau dan biru ini.

Baru sebentar Mahendra menjilati kemaluanku, terasa liang kewanitaanku mulai membasah. Makin lama makin basah. Sampai akhirnya aku berkata setengah berbisik, “Cukup Hen... masukin aja kontolmu... “

Mahendra pun menjauhkan mulutnya dari kemaluanku. “Iya Tante, “ sahutnya sambil menurunkan celana trainingnya. Batang kemaluannya pun langsung menyembul di bawah perutnya. Tampak sudah benar-benar siap tempur.

Tadinya aku tak mau melepaskan celana sportku. Tapi “digantung” di sekitar lututku ini terasa mengganggu juga, karena aku kurang leluasa menggerakkan kakiku. Maka sebelum Hen menyodokkan penisnya, kulepaskan celana sportku dan kubiarkan tergeletak di lantai.

Sesaat kemudian, Hen sudah menjebloskan batang kemaluannya ke dalam liang sensitif-ku. Membuat mulutku ternganga namun mataku terpejam. Karena baru dibenamkan saja batang kemaluan Hen itu membuat geseran yang seolah menyetrum sekujur batinku.

Terlebih setelah penis brondong itu mulai memompa liang kewanitaanku. Ooooh... untuk yang kesekian kalinya Mahendra membuatku tergeliat-geliat dalam nikmat. Sementara angin pun mulai terasa kencang dan menerpa wajah serta rambutku.

Aku tak peduli lagi. Bahkan seandainya pohon-pohon mahoni itu tumbang pun, aku tak peduli lagi.

Aku hanya peduli pada gesekan demi gesekan kontol Mahendra ini. Yang benar-benar membuatku seolah dialiri tenaga listrik tegangan rendah. Membuat syaraf-syarafku berdenyut di sana-sini.

Aduhai..... adakah nikmat melebihi yang sedang kurasakan ini ?

Aku pun merintih dan merengek manja, seolah anak kecil yang sedang sedang digelitik. Namun aku tetap mengontrol diriku sendiri. Aku hanya berani merintih perlahan sekali... karena takut ada orang lain di luar gubuk yang akan kukenang di seumur hidupku ini.

“Heeen... aaaaa.... aaaaah.... kontolmu memang perkasa Heeen... ayo entot terus Heeeen... entot terus.... aaaaa.... aaaaah.... ini enak banget Heeeen..... iyaaaaa... iyaaaa... iyaaaaaaaaa... entot terus Heeen.... entot.... iyaaaa... entot terus Heeen... selomotin juga pentil tetek tante Heeen..... iyaaa.... iya... terus Heeen... teruuuussssssss.... !”

Aku memang sudah lupa daratan. Seolah sedang berada di alam lain. Alam pemanjaan birahi yang luar biasa indahnya. Setiap sentuhan Mahendra selalu saja membuat nikmat tersendiri. Bahkan ketika ia menjilati ketiakku, membuatku merinding dari bulu-bulu halus di betis sampai ke tengkukku.

Terlebih dengan tiupan angin yang masuk ke dalam gubuk ini. Gubuk yang dindingnya hanya beberapa sentimeterdi atas dipan jati ini.

Dan langit tampak mulai mendung. Sepertinya bakal turun hujan. Angin pun semakin terasa berkesiuran.

Anehnya aku malah mengharapkan semoga hujan turun secepatnya. Supaya aku merasa leluasa menikmati semuanya ini. Tanpa perasaan waswas pada kemungkinan munculnya orang lain.

Harapanku terkabul. Hujan pun turun dengan derasnya. Membuatku jauh lebih nyaman. Karena dalam hujan selebat ini, tak mungkin ada orang lain yang muncul di sekitar gubuk ini.

Bahkan kami seperti adegan-adegan romantis di dalam film-film India. Bercinta di bawah curahan air hujan. Karena angin meniup agak kencang, membuat air hujan tertiup juga ke dalam gubuk bersejarah ini. Wajahku pun mulai terciprati air hujan, yang mungkin berbaur dengan cipratan keringat Mahendra. Karena keponakanku sudah lebih dari setengah jam mengentotku.

Sudah dua kali aku mencapai orgasme. Namun tidak kuperlihatkan kepada Mahendra. Aku tetap menggoyang pinggulku dengan binalnya. Sehingga liang kewanitaanku seolah ingin mencabut batang kemaluan Mahendra dari pangkalnya. Karena aku terus-terusan berupaya untuk memilin-milin dan membesot-besot batang kejantanan keponakanku.

Sementara mulutku semakin kerap melontarkan rintihan dan rengekan yang nyaris tidak terdengar karena disaingi oleh gemuruhnya hujan deras ini.

“Heeen... ini makin lama makin enak Heeen... ooooh.... oooo.... ohhhh... entot terus Heeen... entot yang kencang... iyaaaaaa... iyaaaaaa...iyaaaaa.... ooooooh ini luar biasa enaknya Heeeen.... iyaaa... iyaaaaaa.... entot teruuuussssssss... kontolmu luar biasa enaknya Heeeen.... iyaaaaaa.... entot terussss... entooooot teruuuusssssssssssss.... !”

Mahendra memang makin makin kencang mengentotku. Sehingga bunyi pelernya yang menepuk-nepuk anusku mpun terdengar sayup-sayup di tengah gemuruhnya bunyi hujan.

Ledakan-ledakan petir pun terdengar menggelegar-gelegar. Namun aku tidak takut sedikit pun. Segala perasaan takut seolah terusir oleh nikmatnya disetubuhi oleh keponakanku ini.

Sampai akhirnya Mahendra mengelojot dan berdengus di atas dadaku. Sementara moncong penisnya pun memuntah-muntahkan airan kental hangatnya di dalam liang senggamaku.

Crrrrrttttt..... crrrrrtttt..... crrrtttttt.... crrrt...crtttt... crttttttt..... crooooooootttttttt.... !

Kubiarkan penis Mahendra tetap berada di dalam liang kewanitaanku. Sampai akhirnya lepas sendiri karena sudah mengkerut.

Mahendra turun dari dipan, dengan celana training tetap berada di lututnya. Kemudian tangannya ditengadahkan untuk menampung air hujan. Lalu air hujan itu dipakai untuk membasuh batang kemaluannya yang berlepotan air mani.

Aku pun ikut-ikutan. Melepaskan baju kaus putihku, lalu dalam keadaan telanjang berdiri di pinggir dangau, sambil membasuh kemaluanku dengan air hujan.

“Indah sekali ya Tante... “ ucap Mahendra ketika aku sedang mengenakan kembali pakaianku.

“Iya, “ aku mengangguk sambil tersenyum, “awalnya rada degdegan. Tapi setelah hujan turun, terasa bebas sekali melakukannya. Hmmm... memang romantis sekali. Tante suka, Hen. “

“Nanti tiap hari libur kita bisa ke sini lagi. “

“Ah, jangan keseringan juga sih. Takut ketemu batunya nanti. Cari tempat lain aja yang romantis seperti di sini. “

Tak lama kemudian hujan mulai reda. Sampai akhirnya kami meninggalkan dangau itu.

“Untung ada trap tembok ya. Kalau gak ada trap ini pasti licin tanahnya, “ ucapku sambil melangkah di atas trap tembok yang menurun.

“Iya Tante. Big Boss sangat memperhatikan lingkungan. Kalau tidak ada trap, pasti bukit ini sudah rusak di sana-sini. “

Tak lama kemudian kami tiba di pintu gerbang besi yang dijaga oleh dua orang satpam itu. Kuberikan kunci mobilku kepada Mahendra. Karena waktu berangkat dari hotel pun Mahendra yang nyetir mobilku, sementara aku belum tahu jalan yang harus ditempuh.

Mobilku diparkir di depan pintu masuk ke hutan itu. Tadi mobilku satu-satunya kendaraan yang diparkir di situ. Tapi sekarang tampak sebuah jip mahal berwarna hijau army terparkir di samping mobilku.

Tampak pula seorang lelaki bule berjas dan berdasi, melangkah ke arah jip berharga milyaran itu.

Mahendra tampak kaget berpapasan dengan lelaki bule itu. “Selamat pagi Big Boss, “ katanya dengan sikap sopan sekali.

“Pagi, “ lelaki bule itu mengangguk, “kamu Mahendra kan ?”

“Betul Boss. “

“Dari mana hari libur ngeluyur ke sini ?”

“Habis jalan-jalan di hutan sama adik mama saya Boss, “ kata Mahendra sambil menunjuk padaku yang berada di belakang lelaki bule itu.

Si lelaki bule menengok padaku. Sementara Mahendra berkata, “Tante... kenalin ini big boss. Owner perusahaan tempatku bekerja. “

Aku pun mengulurkan tangan untuk berjabatan tangan dengan lelaki bule yang katanya owner perusahaan tempat Mahendra bekerja.

“Frederick, “ ucap lelaki bule itu sambil menatapku dengan sorot menyelidik.

“Minati, “ sahutku mengenalkan namaku.

Tanganku masih digenggam oleh lelaki bernama Frederick itu. “Anda tantenya Mahendra ?”

“Betul Boss. Ibunya Mahendra adalah kakak kandung saya. “

“Tinggal di kota ini juga ?”

“Bukan. Saya tinggal di....., “ sahutku sambil menyebutkan nama kotaku.

“Owh... saya sering ke sana, “ kata Frederick tetap menggenggam tanganku, membuatku jadi rikuh. Apalagi melihat tatapannya yang seolah tembus sampai ke dalam jantungku.



Dalam perjalanan pulang ke hotel, aku bertanya, “Lelaki bule itu kok bisa bahasa Indonesia ?”

“Dia memang orang Belanda. Tapi orang tuanya sudah lama jadi warganegara Indonesia. Maka Mr. Fred juga sejak lahir jadi WNI. “

“Usianya kayak yang sebaya sama tante ya ?”

“Mungkin. Kalau nggak salah usianya empatpuluh tahunan gitu. “

Ketika mobilku baru saja diparkir di depan hotel melati tiga itu, terdengar hape Mahendra berdering.

“Wah... manager personalia ada apa nih nelepon di hari libur gini ?” gumam Mahendra sambil memijat hapenya untuk menerima call itu. Lalu :

“Selamat pagi menuju siang Bu.... mmm sekarang Bu ? iya... siap Bu.... iya...siap. “

Setelah Mahendra memasukkan kembali hapenya ke saku celananya, aku bertanya, “Ada apa Hen ?”

“Nggak tahu nih ada apa. Yang barusan itu ibu manager personalia. Menyuruhku secepatnya menghadap ke kantornya. Padahal sekarang sedang libur. Ada-ada aja. “

“Ya udah, pakai aja mobil tante goih. Tante mau nginap semalam lagi di sini. “

“Iya Tante. Aku pinjam dulu mobilnya ya. “

“Iya, “ aku mengangguk, lalu turun dari mobilku dan melangkah ke arah lobby hotel. Sementara Mahendra menjalankan lagi mobilku, keluar dari pintu gerbang hotel.

Setelah memperpanjang masa inapku di front office, aku pun masuk ke dalam kamarku. Dan langsung mandi sebersih mungkin. Sehingga tubuhku terasa segar kembali.

Setelah mandi kukenakan kimono yang masih bersih. Kimono berwarna biru ultramarine.

Belakangan ini ke mana pun aku pergi, aku selalu menyimpan tas berisi pakaianku di bagasi mobilku. Karena takut ada acara mendadak yang mengharuskanku menginap. Seperti sekarang ini.

Hari baru jam 11.30 pagi menjelang siang. Tapi perutku terasa lapar sekali. Tapi aku malas nyari makanan di luar. Karena itu aku memesan nasi goreng dari dapur hotel saja. Yang penting perutku terisi nasi.

Mungkin saking laparnya, nasi goreng buatan dapur hotel itu habis kusantap. Padahal nasi gorengnya cuma pakai telur dan irisan baso. Lumayanlah, daripada perut keroncongan.

Tak lama kemudian Mahendra pun datang kembali.

Begitu muncul dia tersenyum-senyum seperti menggodaku.

“Ada apa dipanggil tadi Hen ?” tanyaku.

“Tante... ternyata yang memanggilku itu Mr. Fred. “

“Terus, ngapain dia manggil kamu di hari libur gini ?”

“Dia terang-terangan menyatakan... naksir sama Tante. “

“Haaa ?! Kamu gak bilang kalau tante punya suami ?”

“Diceritain kalau Tante punya suami dan dua orang anak. Tapi dia tetap berkeras, ingin mengajak Tante dinner nanti malam di restoran termahal di kota ini. “

Aku tercenung dengan perasaan bercampur aduk.

Memang waktu berjabatan tangan dengan Frederick tadi, aku dibuat rikuh olehnya. Karena tatapannya itu... seperti mengandung sesuatu. Tangan yang sedang menggenggam tanganku juga tyerasa lembut dan hangat. last but not least, aku harus mengakui bahwa lelaki bule bernama Frederick itu ganteng sekali... !

“Tantye, “ kata Mahendra lagi, “kalau Tante bisa mengambil hati Big Boss, pasti aku bisa ditempatkan pada jabatan yang bagus di perusahaannya. Jadi kalau Tante gak keberatan, rebutlah hati Big Boss... demi masa depanku Tante. “

“Dia sudah berkeluarga kan ? “

“DIa itu duda Tante. Istrinya tidak hamil-hamil setelah menikah belasan tahun dengan Big Boss. Lalu istrinya ikut program bayi tabung. Nggak taunya malah muncul kanker di rahimnya. Sebelum bayi tabung itu mendatangkan hasil, istrinya meninggal dunia dua tahun yang lalu. Begitu berita yang kudengar, Tante. “

“Terus... kamu ngomong mengenai hubungan rahasia kita ?”

“Nggak lah. Soal itu sih akan tetap kurahasiakan sampai kapan pun. “

“Jadi bossmu itu ingin tante dijadikan partner seksualnya gitu ?”

“Kayaknya sih bukan sekadar ingin menjadikan Tante sebagai pasangan seksualnya. “

“Lantas mau dijadikan apa tante nanti ?”

“Kelihatannya dia serius Tante. Dia terang-terangan menyatakan kagum kepada Tante secara serius. Tadi dia bicara seperti dengan perasaan. “

Aku terdiam lagi. Dengan terawangan tak menentu.

“Tante bersedia dinner dengannya nanti malam kan ? Aku mau ngabarin dia soalnya. “

Akhirnya aku mengangguk, meski dengan perasaan bimbang.

Feelingku berkata, sepertinya aku menghadapi sesuatu yang serius. Bukan sekadar mengumbar nafsu birahi belaka.

Tapi kenapa aku harus takut menghadapinya ? Bukankah belakangan ini aku merasa hanya sebagai istri yang disia-siakan oleh Bang Dardano ?

Entahlah... apa yang harus terjadi, terjadilah.....
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd