Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Paradiso!

Bimabet
Pecaaaahhhhhh banget !!! Gilllaaaakk paraaahhh.. dulu versi awal sempat baca, terus mandeg karena suatu alasan..
Pas cari bahan lagi buat pengisi waktu luang, eh ketemu sama ini Paradiso versi remake..dan habis tandas dibaca dalam waktu sehari lebih...

Bikin penasaran..bikin bingung..bikin campur aduk perasaan..duhh bener2 maestro nih Oom Jay..Selamat buat karyanya ya !!
 
Terima kasih atas ceritanya..maaf silent riders dari pertama daftar...
 
menyesal baru baca ini sekarang... tp bersyukur bisa menikmati sebuah karya agung ini... salut!:beer:
 
om, banyak link gambar n video yg broken kayanya, benerin dong >.<
 
The Naked Slave
J A Y A S.




Jeannie menjual kepėrȧwȧnȧnnya di sebuah forum online, membuatnya berakhir sebagai budak sex seorang putera mahkota mafia berbahaya

Jeannie terjebak dalam intrik antar keluarga para gangster yang memperebutkan hegemoni dunia kejahatan.

Bisakah Jeannie bertahan?

Ataukah, justru, ia yang akan tampil sebagai Ratu Kejahatan....

_________________________________________________

https://v1.semprot.com/threads/the-naked-slave.1349958/

Jaya S Production 2020
 
Fragmen 18
Night in White Satin

Bab diturunkan karena Policy baru semprot yang melarang adegan seks anak di bawah umur.

Bisa dibaca dimanakah bagian ini ? Sdh nyoba googling blm nemu. Di wattpad hampir pasti ga ada, disini aja ga boleh apalagi di wattpad.
Bolehkah di PM in ke ane ?
 
Bisa dibaca dimanakah bagian ini ? Sdh nyoba googling blm nemu. Di wattpad hampir pasti ga ada, disini aja ga boleh apalagi di wattpad.
Bolehkah di PM in ke ane ?
—di Oren ada yg versi puitis, secara batad umur di sana 16 tahun

Versi 2012 ada yg detil, tapi jelek, jelek yg ini bener-bener jelek, bukan jelek yang merendah, kalau mau di-PM, saya PM, tapi syaratnya kalau emang beneran jelek antum harus reply

"Ampun, oom, beneran jelek, saya nyesel sudah minta"
 
—di Oren ada yg versi puitis, secara batad umur di sana 16 tahun

Versi 2012 ada yg detil, tapi jelek, jelek yg ini bener-bener jelek, bukan jelek yang merendah, kalau mau di-PM, saya PM, tapi syaratnya kalau emang beneran jelek antum harus reply

"Ampun, oom, beneran jelek, saya nyesel sudah minta"

Boleh oom...tlg PM-in...pasti sy reply...
 
—di Oren ada yg versi puitis, secara batad umur di sana 16 tahun

Versi 2012 ada yg detil, tapi jelek, jelek yg ini bener-bener jelek, bukan jelek yang merendah, kalau mau di-PM, saya PM, tapi syaratnya kalau emang beneran jelek antum harus reply

"Ampun, oom, beneran jelek, saya nyesel sudah minta"
PM juga oom, ane pengagum kisah ini
 
Ketiga kalinya baca cerita ini dr awal sampe akhir...klo ditambah baca bag2 tertentunya sih ga tau udh brp kali baca cerita ini...
Tp tetep aja "hanyut" ...apalagi ketambahan "Night in White Satin"...

Te-O-Pe Be-Ge-Te
 
Dengan betahnya mengikuti(marathon) karya @Jaya Suporno dlm tread paradiso ini,maka kata2 untuk mewakili komen panjang krn kagum adalah= SALUT
Trm ksh suhu atas tread yg bagu ini(lebih dari sinetron, film, youtube )



SALUT
 
Saya juga mau di PM bos, kisah ini makin diulang bacanya makin asyik rasanya
 
VERSION 2012 IS BACK

Karena banyak yang minta versi 2012-nya, ane aplod nih versi 2012.

Buat yang pernah baca versi 2012 dan pengen nostalgia silahkan dibaca

Buat yang belum pernah baca, ane minta komentarnya, kalau versi 2012 lebih bagus, bilang, bagian mananya yang lebih bagus, jangan berkomentar yang abstrak “pokoknya bersi 2012 lebih bagus aja, aku juga nggak tahu gimana”

Buat yang pernah bilang “Oom, tapi ane gak bisa move on dari versi 2012” dan ternyata setelah dibaca ulang “loh, kok VERSI 2012-NYA ampas? kok beda sama yang ane baca dulu?”

─itu karena ihlusyi masa lalu,

Ente harus nulis pesan gini di kolom komentar “oom, ane tarik kata-kata ane, versi 2012 ternyata ampas…”

versi 2012 cuma sampai season 1, season 2,3,4 relatif sama, kecuali beberapa sex scene yang bakal dirilis setelah lebaran



thx for suhu Banunuba yang udah nyimpenin pdf-nya, sehingga versi ini masih terjaga

==================================

Fragmen 1

The Dream Painter

=================================

-Ava-

Hanyalah pemadangan sawah bertingkat-tingkat yang indah, dan deru skuter tua yang seperti tak mau lagi hidup menyusur di tengahnya. Matahari bersinar tinggi di langit biru tanpa awan, menyisakan silau di balik kacamata hitam Ava yang bundar besar.

Skuter yang ditumpangi Ava berjalan perlahan melewati jalan kecil berkelok di tengah persawahan, mereka sedikit melambat saat melewati sekumpulan orang berpakaian hitam-hitam di jalan itu.

“Bli, Bli Kadek, ada apa ini ramai-ramai?” Ava menepuk pundak Kadek yang duduk di depannya.

Kadek namanya, ia adalah kakak kelas Ava waktu kuliah di Institut Seni di Jogja. Kadek ini pula yang menawari Ava pekerjaan di tempat seorang Seniman terkenal di Kampungnya, setelah Ava lulus bulan lalu.

“Oh, ini ada pengabenan 1” Kadek menyahut tanpa menoleh.

Kadek menganggukkan kepala kepada orang-orang itu, sekedar sopan santun saat melewati rombongan mereka. Aroma dupa dan alunan tetabuhan yang terdengar asing membuat bulu kuduk Ava merinding. Ava melirik ke arah patung lembu hitam yang diusung dan orang-orang berjalan dengan wajah murung.

________________________________________

1 Ngaben: upacara pembakaran jenazah atau kremasi umat Hindu di Bali. Acara Ngaben merupakan suatu ritual yang dilaksanakan guna mengirim jenasah kepada kehidupan mendatang

_____________________________________

Sebuah upacara pemakaman.

Ava menghela nafas, dadanya dipenuhi dengan rasa takut yang purba. Skuter mereka menjauhi rombongan itu.

Beberapa saat kemudian mereka sudah tiba di sebuah villa yang indah. Villa itu terletak di pinggir jurang yang menjorok ke sungai. Skuter mereka melewati candi bentar berukir, dan memasuki halaman yang dipenuhi oleh tanaman tropis yang eksotis.

Kadek memarkir motor. Di halaman ada seorang laki-laki paruh baya berbadan subur sedang mengelus-elus ayam jago.

“Ajik2 siapa yang meninggal?” tanya Kadek kepada orang itu. “Oh, Dadong Dauh, dari banjar sebelah”

Kadek manggut-manggut, sambil meletakkan helmnya di wantilan.

Pak De namanya. Pada awalnya Ava juga bingung, kenapa orang Bali sepertinya dipanggil Pak De, mungkin nama aslinya Pak Made, Pak Dewa, atau Pak Gede. Cukup Pak De saja, itulah nama seniman yang digunakannya. Nama yang terkenal sampai ke luar negeri sebagai pelukis aliran realisme yang berpengaruh. Ia terkenal dengan ciri khas lukisannya yang.. sudahlah, lihat saja nanti sendiri.

Ava nampak canggung, di depan tokoh yang disegani-nya ini.“Saya Ava..” Ava menjulurkan tangannya ke arah orang itu.

“Hahaha.. berbeda jauh seperti bayangan saya, saya Pak De.. ah, maaf tangan saya kotor.”

“Memang seperti apa? Bayangan bapak?” Ava jadi penasaran.

_________________________

2 Ajik: Bapak

__________________________

“Ava Devine? Ava Lauren?”

“Hahahaha” Ava tertawa, tahu siapa yang dimaksud –pemain bokep-, “Bukan, Saya Mustava Ibrahim…”

“Ah, bapakmu pasti penggemar Queen.”

“Benar.”

Susana langsung cair, ternyata Pak De sangat humoris meskipun ia memiliki brewok lebat dan rambut panjang yang diikat ke belakang seperti seorang yakuza.

“Nanti saja ngobrol-ngobrolnya, saya juga belum mandi, kamu istirahat dulu. Dek, kamu antar Ava ke kamarnya.”

Ava diantar Bli Kadek melewati jalan setapak yang dirimbuni pepohonan tropis, Villa itu sangat asri. Ava melewati bangunan yang dicat tanah dengan atap jerami, dipisahkan oleh kolam renang kecil dari bangunan utama. Di dalamnya penuh dengan lukisan, ada pula yang belum jadi. Sepertinya itu studio Pak De.

Yang di sebut “kamarnya” ini lebih mirip Gazebo, namun sudah difurnish halus. Bangunan ini berupa bale-bale di bawah, dengan tangga naik ke balik atapnya yang melambung tinggi seperti lumbung padi. Nah di dalam atap inilah Ava akan tidur.

Dengan susah payah Ava menaikkan tas berisi baju dan peralatannya menaiki tangga, sampai akhirnya Dia menghempaskan punggungnya ke atas kasur busa empuk yang digeletakkan begitu saja di ruangan 2x3 meter itu. Ava jadi teringat tempat kost-nya di Jogja. Namun ini jauh lebih baik.

Ruangan itu terbuat dari kayu yang diplitur, nyaris tanpa perabot kecuali meja kecil dan lemari kecil. Di ujungnya ada jendela kayu besar, Ava membukanya. Sontak udara persawahan mengalir masuk, segar sekali.

Ava bisa melihat sungai di bawah, dan persawahan yang bertingkat-tingkat di kejauhan.

Pemandangan dan udara Pulau Dewata ini begitu membius. Tahu-tahu Ava sudah terlelap dalam mimpi indah. Tidurnya dipenuhi dengan mimpi-mimpi muluk seorang sarjana fresh graduate. Waktu itu Ava masih belum mengetahui apa yang akan menantinya di perantauan ini.

Tidak sama sekali.






=================================

Fragmen 2

Manjus

=================================

Anda tidak salah baca. Penulis tidak salah ketik “Maknyus” kata-kata khasnya

Pak Bondan si pembawa acara kuliner itu, dengan “Manjus”.

Sore itu setelah berbincang-bincang dengan Pak De sambil menikmati kopi hangat dan pisang goreng, tiba-tiba si Kadek berkata kepada Ava, “Ava, manjus mai!”

“Hah? Apaan tuh?” Ava bingung, sambil mencuci gelas bekas kopi. “Manjus, artinya mandi…”

“Ooh, kamu duluan aja dek..” Ava membilas sebuah gelas kotor dengan ampas kopi di dasarnya.

“Ah, ga seru! Ayo manjus sama-sama!”

“Hah!”

Gelas yang sedang sedang dicucinya cuci jatuh di bak cuci piring, untung tidak pecah. Astaga, Ava baru mengetahui kalau Kadek adalah penyuka sesama jenis!

“Haha.. santai aja.. aku sudah punya pacar kok!” kata Kadek. “Pacarmu.. cowok?” tanya Ava takut-takut.

“Haha..” Kadek malah tertawa-tawa sambil menyeret tangannya.

***********

Tak lama Skuter itu melewati jalan tanah yang agak menjauh dari desa. Di kiri-kanan terdapat areal persawahan yang menguning, siap untuk dipanen. Langit sudah mulai memerah, tanda matahari hampir beranjak ke peraduannya. Kumpulan burung melintas, menimbulkan bunyi dengung yang menggaung di udara. Suaranya ditenggelamkan bunyi skuter butut milik Kadek.

Handuk yang tergantung di leher Ava berkibar diterpa angin sore. Ava tidak habis pikir, kenapa dirinya menuruti ajakan Kadek. Apakah ia akan menyerahkan keperawanan lubang anusnya? Entah.

Mereka berkelok menikung di ujung. Menyusuri pinggiran saluran irigasi yang terbuat dari beton.

Astaga.

Beberapa wanita sedang asyik mandi di saluran irigasi yang terletak di pinggir jalan kecil itu. Mereka dengan santainya mencuci baju sambil bertelanjang di sana. Mereka cuek melihat Kadek dan Ava melintas, meskipun ada beberapa yang tampak rikuh melihat Ava – orang baru disana, sehingga mereka berjongkok ke dalam air yang mengalir.

“Dek! Aku pikir sekarang sudah ga ada orang mandi di sungai!”

“Di Bali barat memang sudah ga ada! Tapi semakin ke timur semakin kaya gini!”

“Oooh..”

“Melestarikan budaya haha!”

Kadek memarkir motornya di pinggir jalan, di sana sudah ada beberapa motor terparkir. Mereka berjalan di jalan setapak yang sedikit curam, menuruni tebing yang diteduhi tanaman paku-pakuan. Dari jauh terdengar suara yang begemericik.

Ava menyibak daun pisang yang menutupi jalan, dan dia disambut oleh pemandangan yang eksostis. Sungai kecil yang dipenuhi batu dan dirimbuni pepohonan. Airnya mengalir jernih, sehingga dasar sungai yang dipenuhi batu tampak jelas. Suara air mengalir bergemericik menyelinap di antara batu besar

Beberapa orang dalam berbagai usia, tua-muda, anak-anak, laki-laki, perempuan asyik bercengkrama menikmati suasana senja tanpa apapun menutupi tubuh mereka. Mereka cuek saja, dengan payudara ataupun kemaluan yang bergantung di hadapan mereka, seolah masih berpakaian lengkap dan rapi.

Ya,memang tak semuanya memiliki tubuh yang indah, namun di mata Ava – dengan segala keindahan alamnya- Semua tampak begitu indah, seperti cerita orang-orang dulu, seperti lukisan yang sering dilihatnya.

Lembayung senja memantul di riak air, ke tubuh telanjang seorang perempuan muda berkulit sawo matang. Payudaranya yang bulat sekal berwarna sawo matang menjadi berkilat kekuningan. Ah, Ava merasakan sesak di celananya.

Perempuan itu menyadari Ava –orang baru di kampung itu- memperhatikannya, ia segera menutupi dadanya dengan lengan. Rikuh.

“Jangan diliatin, dimarah nanti, cool aja.” Tegur Kadek. “Oh iya hehe..”

“Lirik-lirik boleh…”

“Hahaha….”

“Dek!” Suara seorang wanita memanggil dari kejauhan. “Hei luh!” kadek melambaikan tangan.

Seorang wanita menuruni jalan setapak yang mereka lewati tadi. Usia belasan akhir mungkin. Kulitnya sawo matang eksotis, cukup manis menurut pandangan Ava. Di belakang menyusul beberapa gadis dengan wajah khas Bali.

“Kenalin, Ava, muridnya Pak De yang baru..”

Kata-kata “murid” membuat Ava membayangkan Pak De adalah seorang petapa sakti.

“Ava..”

“Luh Sari.” Kata perempuan itu.

“Luh sari pacarku Va..” kata Kadek. Syukurlah pacarnya bukan cowok.

Mereka, para gadis itu mengambil posisi agak jauh dari tempat para pemuda, terpisah oleh batu besar (tapi tidak terlalu besar juga sih)

Kadek kemudian menyapa kumpulan pemuda tanpa busana yang sudah lebih dulu ada di situ. Mereka berbincang dengan bahasa yang tak dimengerti Ava. namun yang sepenangkapannya ada kata “Pak De,” dan “Murid.”

Kadek dengan santainya melepas pakaiannya sampai telanjang bulat. Ava sebenarnya agak rikuh berada di tengah kumpulan batangan ini, namun Ava membenamkan tubuhnya yang masih terbalut celana dalam di dalam air agar tak terlalu risih. Sepertinya Ava masih belum begitu nyaman dengan communal nudity ini.

Mereka, pemuda desa itu sebenarnya sangat ramah, namun ketelanjangan ini membuat segalanya menjadi aneh.

“Va, kamu pasti belum pernah lihat yang kayak gini..” kadek menolehkan kepalanya ke arah para gadis. Ava terhenyak.

Luh sari menyilangkan tangannya, dan menarik lepas kaus yang dikenakannya. Ava menelan ludah, melihat sepasang gundukan yang menyembul dari balik BH krem yang dikenakannya.

Luh sari kemudian menurunkan celana pendek yang dikenakannya, membuat tubuhnya yang hanya ditutup celana dalam dan BH terlihat demikian jelas. Tidakkah ia malu? Sepertinya tidak, sebab gadis-gadis di belakangnya juga melakuan hal serupa, malah ada yang sudah telanjang dan menceburkan tubuhnya ke sungai.

Sedetik kemudian payudara Luh Sari yang berwarna coklat sudah menggantung indah di bola mata Ava, putingnya berwarna hitam mengacung indah di dalam pupil Ava yang membesar.

Ava menelan nafas.

Luh Sari melirik ke arahnya, untuk sepersekian detik tatapan mata mereka bertemu. Luh sari tersenyum, Ava segera mengalihkan pandangannya, sepertinya ia menyadari Ava memperhatikannya.

Hal ini pun menimbulkan gejolak di hati Luh Sari, sudah banyak orang melihatnya telanjang, namun satu orang ini sepertinya begitu lugu.



Luh Sari duduk di atas batu, sambil menaikkan pahanya. Ia menurunkan celana dalamnya perlahan, seperti sengaja. Dan dengan batu itu, seperti panggung dengan gadis eksotis sebagai primadona.

Luh Sari menutupi kemaluannya yang ditumbuhi bulu lebat dengan tangan, sebelum menceburkan dirinya ke air. Sesaat kemudian mereka seperti tertawa-tawa sambil melirik ke arah Ava.

Sekumpulan gadis-gadis muda mandi bertelanjang bulat, 7 meter di hadapan Ava. Memang ada sebuah batu besar, namun batu itu tidak cukup besar untuk menghalangi mata Ava melihat mereka yang membasuh tubuh mereka dengan air. Membuat rambut dan payudara mereka yang ranum merekah dan membasah indah.

Darah Ava berdesir, adrenalin yang memenuhi alirannya membuat segalanya bergerak dalam gerakan slow motion. Gadis-gadis itu menyabuni tubuh mereka dengan sangat lambat, tawa mereka berderai begitu pelan. Dan air yang disiramkan membasuh buih sabun melayang dalam butir-butir kecil di udara.

Luh Sari membenamkan tubuhnya kedalam air, kemudian muncul kembali ke permukaan, namun di mata Ava ia tampak bergerak dengan sangat lambat. Seperti adegan Halle Berry keluar dari laut dalam film Die Another Day, seperti seorang dewi yang keluar dari air. Rambut dan lekuk tubuhnya yang membasah begitu menggoda, sesaat ia meraupkan telapak tangan ke wajahnya, menghapus air yang memasuki matanya.

Pemandangan ini benar-benar eksotis.

Pemuda dan pemudi mandi hanya dipisahkan oleh batu besar. Seorang gadis remaja yang tubuhnya berkilat, dipenuhi titik-titik air berjalan malu-malu ke tempat para pemuda. Ia menutupi dada dan kemaluannya, entah apa gunanya ia menutupi bagian itu dengan segala eksposure yang ada.

Ia menghampiri kumpulan pemuda, hendak meminjam shampo. Ava menyerahkan sebotol Clear tanpa melihatnya, entah apa yang terjadi kalau Ava melihat tubuh itu. Saat menerima botol shampo, spontan dadanya terbuka.

“Hihii..” ia tertawa kecil melihat kemaluan Ava yang setengah tegang sebelum berlalu kembali ke tempat teman-temannya.

Sekilas, Ava melihat pantat gadis itu yang bulat berguncang-guncang ketika berlari melewati batu-batu kali yang licin ke arah teman-temannya.

Air sungai memercik, berkilau diterpa matahari senja. Tanpa sadar, kemaluan Ava sedikit membesar. Ah, kacau! Ava tak kuat lagi, Ava membenamkan tubuhnya dalam air, hanya agar kemaluannya yang menegang tidak tampak oleh mereka.

Cahaya langit senja yang kemerahan memantul pada riak-riak air sungai ke arah orang-orang tanpa busana. Tidak, mereka tidak seperti manusia-manusia di Sodom dan Gomorah, namun lebih mirip dengan taman firdaus.

Keadaan ini membuat Ava merenung. Mereka telanjang begitu saja, apa adanya tanpa ada kepalsuan yang ditutupi. Mereka hanyalah penduduk- penduduk desa yang polos, yang hanya ingin melestarikan budaya mandi yang tua, yang semakin lama semakin tergerus oleh modernisasi dan vila-vila yang merengsek ke dalam teritori mereka.

Ava menghela nafas, menikmati segala pemandangan di depannya. Sungai yang mengalir indah, pepohonan yang merindangi sungai itu, dengan segala keindahan panoramanya, membuat semuanya tampak seperti lukisan Michelangelo.

Ava menurunkan celana dalamnya hingga telanjang bulat.

Tidak ada lagi hasrat seksual yang dirasakan seperti tadi. Yang ada hanyalah ketelanjangan yang membebaskan, ketelanjangan yang membebaskannya dari pakaian kepalsuan yang menutupinya selama ini. Ava memejamkan mata, menikmati udara sore dan dingin air yang mengalir membasahi tubuhnya.

Sore ini Ava merasa menyatu dengan alam.

Senyum Ava tersungging, membayangkan hari-harinya di sini. Ava membaringkan tubuhnya, membiarkan arus sungai menghanyutkan telanjang tubuh itu. Ava memandangi langit yang berwarna kemerahan, tanda Sandyakala hampir tiba. Ava, si pelukis mimpi ini larut dalam indah panorama lukisan yang serasa nyata.

Indah.
 
=================================

Fragmen 3

The Curious Angel

=================================

-Indira-

Ufuk timur sudah benderang ketika Ava terbangun enggan dari tidurnya. Udara masih dingin, dan kabut melayang tipis di atas sawah. Ava menuruni tangga kayu di depan kamarnya dengan malas, sambil merenggangkan tubuh.

Sepasang mata Ava tertuju pada pura kecil di pojok belakang rumah. Di sampingnya berdiri pohon Kamboja. Dahannya menjuntai ke udara serupa tangan seorang Pandhita Ratu, menebarkan taksu ke sekujur bangunan batu bata merah di bawahnya. Ava melihat Kadek sedang memegang dupa di sana. Asapnya membumbung ke udara menimbulkan harum yang melambung di paru- parunya.

“Beh, jam segini baru bangun..” kata Kadek saat selesai berdoa, di dahinya

menempel beras putih.

“Hehehe..” Ava menggaruk-garuk kepala. Waktu kuliah, Ava memang biasa bangun jam segini.

“Besok dah senin, jam 7 pagi kita harus sudah ada di galeri..” “Siap, kakak seperguruan.”

“Haha..” kadek tertawa.

Di sudut lain, sebuah gerbang batu berdiri dengan misterius, ditutupi tanaman keladi yang rimbun.

“Eh Dek, itu pintu kemana?”

“Tuh ke sungai bawah..”

“Oh, bisa buat mandi juga?” “Bisa.”

“Kok kemarin gak mandi di sana ja?”

“Gak seru mandi sendiri, seru itu rame-rame.”

Ada perbedaan paradigma antara Ava dengan Kadek. Outdoor nudity itu memang adiktif, namun tetap saja Ava belum bisa nyaman dengan communal nudity.

Terdengar suara air dari kejauhan, Ava sudah bisa membayangkan bagaimana indahnya di bawah. Maka Ava segera menyambar handuk dan peralatan mandinya, dan segera berlari melewati tangga batu di belakang vila Pak De yang berujung pada…



Suara air terdengar semakin bergemuruh

Waw, panorama di sini lebih indah dari sungai tempat Ava dan Kadek mandi kemarin. Sungai di belakang villa Pak De lebih jernih, dengan air terjun kecil yang menimbulkan suara gemuruh. Air yang tercurah membentuk cekungan serupa kolam di bawahnya. Sementara tebing curam di sekitarnya ditumbuhi paku-pakuan dan keladi yang merambat menghijau, membuat tempat itu seperti ada di Indraloka.

Ava segera melepas seluruh pakaiannya, telanjang bulat, dan melompat ke air sedalam pinggang. Ia menyelam ke dalam dingin yang menyengat, membenamkan kepalanya di bawah air terjun, dan menikmati ribuan galon air yang diguyurkan di atasnya.

Ava memejamkan mata, untuk sesaat Ava seperti tidak berada di bumi.

“Hey!” suara merdu menjerit dari arah tangga batu.

Seorang bidadari berdiri di atas batu didekatnya. Bidadari itu memainkan ujung rambutnya yang hitam kecoklatan, bibirnya yang mungil tampak cemberut.

“Ini kan tempat mandiku!” katanya.

Indira namanya, putri satu-satunya Pak De. Awalnya Ava hanya tahu namanya dari Kadek. “Wuih, aslinya cantik dah pokoknya bro!” begitu kata Kadek saat mengomentari foto yang dipajang di ruang tengah.

Ava juga baru pertama kali bertemu dengannya tadi malam, saat dia duduk bengong di teras depan rumah. Waktu itu Ava sedang memainkan HP-nya untuk mengusir bosan. Dia membuka-buka facebook mantan pacarnya di Jogja, dan mengecek twit**ter.

Tiba-tiba terdengar suara deru mobil yang menyeruak keheningan. Mobil itu berhenti namun segera berlalu lagi. Sesaat kemudian seorang gadis cantik memasuki halaman.

Mata Ava terbelalak melihat siapa yang datang. Kadek benar, gadis itu jauh lebih cantik dari yang di foto, orang awam pun bisa tahu dengan sekali lihat bahwa ia adalah blasteran, rambutnya ikal panjang berwarna hitam kecoklatan dibiarkan tergerai, menutupi lehernya yang jenjang dan berwarna putih. Badannya montok dan ranum -khas abg- terbalut hotpants hitam, dan sack dress warna putih. Kulitnya yang putih terlihat begitu segar ditimpa cahaya lampu neon.

Gadis itu agak heran melihat orang asing dengan brewok tebal –yaitu Ava - duduk di teras rumah sambil memandanginya. Ava menganggukkan kepala tanda sopan santun, namun ia berlalu seolah tidak melihat Ava.

Tentu saja tidak, ia tidak punya alasan untuk tersenyum kepada Ava, karena ia adalah seorang bidadari, dan Ava hanyalah seorang pelukis yang suka bermimpi.

*************

Saat ini bidadari itu ehm.. maksudnya gadis itu, Indira sudah berada 3 meter dari tempat Ava berendam. Permukaan air yang beriak, menghalangi pandangan matanya dari ketelanjangan Ava.

“Iiiih! Ini kan tempat mandi aku!” gadis itu –Indira- tampak cemberut.

“Ye, aku baru tahu! Gak ada tulisannya kok!” Sanggah Ava. “Hush.. hush.. pergi sana, aku mau mandiii”

“Weee.. aku baru nyebur juga! Kalo mau tungguin ampe aku selesai.” “Gak mau! Wek!” ia menjulurkan lidahnya.

Air memercik ke udara membuat tirai kabut tipis yang membasahi kulit setengah bule Indira..

Ia memang cantik, tapi sedikit menyebalkan Ava jadi ilfil kepadanya.

“Mau sampai kapan nunggu di situ?” Ava risih melihatnya berkeliaran di dekatnya yang bugil, sambil melongok sedikit-sedikit ke dalam air.

“Ampe kamu selesai!” kata Indira sambil menjulurkan lidah.

“Balik aja dulu, tar kalau udah beres kupanggil.” “Biar!”

“Hush! Hush!” giliran Ava mengusirnya sambil menyiramkan air.

Sebuah batu mendarat di dekat Ava, sebagai balasan.

“Jangan diliatin napa? Aku ga pakai apa-apa nih!” kesabaran Ava mulai habis.

“Udah biasa kali aku liat cowo bugil!” “Astaga!”

“Iiiih! Jangan mikir yang aneh-aneh deh! Aku tu lahir dan besar di desa ini tauk!” Indira merepet seperti senapan mesin MG-42.

“Oh.” Dan hanya dijawab Ava pendek, membuatnya semakin kesal.

“Udah biasa kali, aku mandi rame-rame!” katanya lagi.

“Oh, yaudah bagus kalau gitu. Sini, ikutan mandi. Kita belajar berbagi.” Terus terang Ava jadi mengharapkannya mandi bersamanya haha.

“Tuh kan! biasa deh orang baru, gak bisa lihat cewek cantik, huh dasar mesum!” wajahnya cemberut, membuat si bidadari mungil semakin imut.




“Ye, emang situ cantik?” ledek Ava.

Mendengarnya Indira menjadi benar-benar kesal. Ia berpaling dan berlalu ke arah tangga batu. Hahaha, hilang dah kesempatan mandi bersama bidadari, namun keindahan di sekitar Ava seolah bisa mengobati kekecewaannya.

Ava melemaskan badannya, membiarkannya melayang-layang di atas air. Kemudian ia memenjamkan matanya,menikmati ketelanjangan yang membebaskan dari hasrat duniawi.

“BYUUUUR!!”

Astaga!

Indira nekat menceburkan dirinya ke dalam cekungan di bawah air terjun itu. Tubuhnya menimbulkan cipratan air yang mengenai mata Ava.

Ava menyeka mata, dan mendapati sesosok tubuh ranum hanya mengenakan pakaian dalam warna hitam. Air merendam tubuhnya sampai di bawah dada, kulitnya yang putih kemerahan terlihat begitu segar dan kenyal.

“Wek” Indira menjulurkan lidahnya, “awas macam-macam, kubilangin Ajik sama Kadek biar burungmu di sate!” katanya sambil mengacungkan kepalan tangan.

Sepertinya sengaja ia melakukan ini, dengan harapan Ava risih dan segera keluar.

“Astaga! Ge-er banget sih! Hidupku ini berasaskan Pancasila: ketuhanan yang maha esa, dan kemanusiaan yang adil dan beradap! tahu!” kata Ava asal.

Indira tidak bisa menahan senyum tipis di sudut bibirnya, namun ia tetap memasang tampang sok jutek.

“Huh! Jayuz!”

“Hehe..” Ava cuma cengar-cengir.

Air menderu, tebing itu dipenuhi kebisuan yang panjang antara Ava dan Indira.

Indira memecah kebisuan “Indira..” katanya sambil menjulurkan tangan. Tentu Ava sudah tahu namanya dari Kadek.

“Ava..”

Mereka berjabat tangan. Posisi mereka kini cukup dekat, Kita tidak tahu apakah Indira bisa melihat kejantanannya di bawah sana, yang jelas Ava bisa melihat perut putih dan segitiga hitam yang mengintip malu-malu di bawah buih air.

“Lho kok kaya nama pemain…” Indira tersenyum sendiri.

“Hahaha.. sudah banyak yang bilang gitu.” Ava menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.

Suara air yang jatuh dari ketinggian menderu memenuhi dinding-dinding tebing. Menciptakan dunia tanpa ruang waktu antara mata Ava dan senyum Indira.

Indira meraupkan air kewajahnya, membasuh segala kecantikan yang ada di atasnya. Ia tersenyum sambil mengusap kulit tubuhnya ke arah dada.

“Huu..uuh, gak enak banget sih…” gumamnya sambil memainkan tali BH-nya.

“Kenapa? Masih pengin aku pergi?”

“Hmm.. gak juga sih..” matanya seperti berpikir ragu-ragu.

“Terus..”

Matanya bererak ke bawah, terus melirik ke arah Ava. Ia menggigit-gigit bibirnya seperti berpikir.“Kamu janji ya, jangan macam-macam.”

Ava mengangguk, entah apa yang akan diperbuat anak ini.

Indira meraih punggungnya. Ava menelan ludah, karena tahu apa yang terjadi berikutnya.

Dunia bergerak dalam slow motion saat Indira melepas penutup dadanya.

“Hehe” Indira cengar-cengir sambil menutupi sepasang bukit ranum dengan lengannya.

Mata Ava tak berkedip, jantungnya berdetak kencang, seperti kentongan di pos ronda.

“Iiiih.. jangan segitunya ngeliatinnya kali!”

“Hehehe..” kejantanan Ava mulai bereaksi.

Indira agak sedikit membungkuk dan.,, Ah, tangannya mengeluarkan secarik kain berwarna hitam dari bawah air, dan kalian pasti tahu apa itu. “Nah, gini baru enak..” wajah Indira berseri-seri seperti lega. Memang, sungguh mandi seharusnya tidak mengenakan apa-apa seperti ini, pikir Indira.

Air menderu kencang, seperti bunyi detak jantung Ava yang memompa hormon adrenalin dan testosteron ke seluruh aliran darahnya. Sementara ribuan galon ditumpahkan air dari atas, membuat permukaan air beriak dan bergejolak, seperti birahi yang menggedor-gedor akal sehatnya.

Kalian tahu cerita tentang 7 bidadari yang mandi? Kali ini satu bidadari tertinggal di bumi, saat ini dia berdiri dengan malu-malu di hadapan Ava sambil menutupi dada dan kemaluannya. Air yang jernih merendam tubuh ranum-nya setinggi dada, membuatnya segar merekah seperti sekuncup teratai yang baru mekar.

“Apa sih! Biasa aja kali liat cewe telanjang..”

Kemarin Ava memang sudah melihat Luh Sari dan teman-temannya, tapi kali ini dia melihat bidadari.

“Aku sudah biasa lihat cewek bugil, tapi yang ini bidadari..” entah kenapa, kata-kata itu terucap begitu saja dari mulut Ava. Ava menatapnya dengan pandangan kosong, mulutnya bergerak tanpa kendali, betapa malunya dia.

“Iiiih gombaal! Baru kenal juga…” ia menyiramkan air ke arah Ava.

“Hehe..” Ava senyum-senyum melihat pipi Indira yang tersipu.

Sebenarnya bisa saja Ava memperkosanya, seperti yang biasa dibacanya dalam cerita-cerita panas di Internet, tapi sejenak Ava berpikir masa depan dan kehormatannya jauh lebih berharga dari sekedar birahi binatang.

Suara air yang jatuh dari ketinggian riuh menderu memenuhi dinding-dinding tebing. Menciptakan dunia tanpa ruang waktu antara telanjang Ava dan telanjang Indira.

Butuh waktu beberapa lama sampai terbiasa ketelanjangan yang terjadi antara mereka. Sampai Indira tidak malu-malu lagi bergerak ke sana ke mari di dalam air, seolah-olah tempat itu merupakan tempat bermainnya sejak kecil.

Mereka berbincang mengenai banyak hal, Ava akhirnya tahu saat ini Indira duduk di kelas XII di sebuah SMA Negeri di Denpasar.

“Denpasar? Bukannya agak jauh dari Ubud?” tanya Ava. “Iya sih, tapi gak papa deh.. dijalani aja hehe..”

Dan Ava juga tahu bahwa Indira sudah mempunyai pacar, bernama Dewa.. hiks.

Air terjun di belakang mereka terus menderu. Seperti jantung Ava yang berdentam-dentam. Tak henti-hentinya matanya yang kampungan memandangi payudara Indira yang timbul tenggelam, berulangkali ia menelan ludah karenanya.

Diperhatikan seperti ini, tentu menyebabkan jantung Indira berdegup kencang. Di hadapannya sekarang berdiri seorang pemuda polos yang sedang mengagumi tubuhnya. Ah, hal ini menyebabkan selangkangan Indira meremang.

Indira memandangi Ava sambil tersenyum-senyum, membuat Ava salah tingkah. Lama Indira seperti berpikir, entahlah yang jelas ia sedang merencanakan sesuatu.

“Hehe..” Indira cengar-cengir tidak jelas.

Tiba-tiba Indira keluar dari air dan duduk di atas batu dalam posisi menyamping. Ava bisa melihat lekuk tubuhnya dari samping, dan payudara ranumnya yang menyembul. Pahanya yang sekal menggelantung anggun, menutup pandangan Ava dari kemaluan itu.

Indira mengambil sebotol sabun cair dan mulai meyabuni tubuhnya. Indira merasakan sensasi yang begitu menakjubkan ketika sepasang mata Ava seperti memperkosanya. Nafasnya semakin memburu, menikati setiap jengkal pandangan Ava.

Bulu kuduk Indira merinding, saat jemarinya yang licin oleh sabun mengenai ujung-ujung saraf-saraf sensitifnya. Indira menahan nafas, berusaha tampil wajar di depan Ava. Kadang indira memejamkan matanya, seperti menikmati setiap belaian tangannya.

Namun Ava tahu.

Ada yang aneh dengan ini

Di tengah birahi yang bergolak di bawah perutnya, Ava masih bisa berasumsi. Dengan segala kecantikan dan kemolekan tubuhnya, Indira dari kecil terbiasa menjadi pusat perhatian. Hal ini menyebabkan suatu bentuk pemujaan terhadap tubuh sendiri: narsisme. Narsisme yang kronis dapat berujung pada kepuasan jika orang lain memuji tubuhnya: eksibisonisme. Ya, seperti anak- anak ABG yang fotonya tersebar di subforum gambar IGO.

“Mmmmh…”

Ah, desahan Indira membuyarkan asumsi Ava.

Tangannya yang mungil bergerak pelan meyusuri lekuk tubuhnya, menyisakan jejak berkilat-kilat pada kulitnya yang terkena sabun.

“Mmmh..” Tanpa disarari olehnya sendiri, Indira terbawa arus birahinya, setiap sentuhan membawanya untuk menjelajah lebih jauh- lebih jauh lagi ke dalam relung tubuhnya.

Ava benar-benar tidak bernafas dibuatnya. Karena saat ini tangan Indira bergerak turun sampai ke pahanya dan…

“Umh,,” Indira tidak bisa lagi menahan birahinya. Kemaluannya sudah membasah sedari tadi. Ia tahu kalau ini diteruskan, maka ini akan berujung kepada. “Ooh..” melihat Ava yang memperhatikannya dengan penuh nafsu membuat Indira jatuh pada suatu keputusan. Indira menyerah, ia biarkan nafsu birahi menggerakkan tangannya untuk membelai kemaluannya. Menimbulkan gejolak demi gejolak yang bergolak-golak menjadi suatu gelinjang di dadanya. Indira meremas gelinjang itu.

“Oooh..‟ ia mendesah pelan sambil menggigit bibir bawahnya

Jantung Ava seperti berhenti berdetak menyaksikan pemandangan itu: Indira sedang bermasturbasi! Ia dengan sengaja bermasturbasi di hadapan Ava sambil meremas-remas payudaranya!

Gila!

Benar-benar gila!

Memang beresiko melakukan hal tersebut di depan orang tidak dikenal, namun orang tak dikenal ini adalah Ava, murid ayahnya. Hal ini otomatis membuat Ava tidak berdaya untuk melakukan tindakan yang lebih jauh lagi.

Kejantanan Ava sudah menegang dari. Ava sudah mencoba menahan diri, namun tindakan ini membuatnya tak kuasa menahan hasrat untuk membelai batangnya sendiri.

Indira melirik Ava. Ah, orang itu juga membelai kemaluannya. Hal ini menimbulkan senyum puas tersungging di bibirnya. Puas melihat Ava yang dimabuk birahi tanpa berkuasa menyentuh tubuhnya.

Ava bersandar pada batu besar, membiarkan Indira melihat kejantanan yang dipermainkan oleh Indira.

Indira tersenyum, sambil terus mencumbui tubuhnya sendiri.

Ava memejamkan mata, memang tubuhnya tidak bisa mencumbui Indira, tapi tidak imajinasinya:

Ava membayangkan Indira yang membelai kejantanannya, sementara Ava sibuk melumat bibirnya. Mengisap bibir merah muda yang menggemaskan itu.

“Mmmmhh..” Indira melengguh pelan. Ia juga membayangkan Ava sedang menjamahi tubuhnya.

Ava membelai wajahnya, lembut, turun menyusuri sisi tubuhnya, sampai payudaranya yang ranum. Imajinasi meremasnya, Indira mendesis, “ssssh… ooohh”

Ava membelai putingnya yang berwarna merah jambu, menegang sedari tadi oleh birahi. Indira membiarkan imajinasi Ava meremas payudaranya, sambil memilin puting itu, dan membuat Indira menjerit tertahan, “oooh..” namun jeritannya tenggelam oleh deru air.

Ava melumat lehernya yang jenjang, menjilati kulitnya yang putih.

“Oooh!” Indira menjerit saat Ava menggigit lehernya, meninggalkan bekas emerahan di kulitnya.

Lidah Ava melanjutkan perziarahannya, sampai di atas puting Indira, Ava menjilatinya rakus, membuat Indira menggelinjang dan emgnerang-erang.

Tangan Ava berpindah lincah menuju selangkangan Indira yang tidak ditumbuhi bulu. Jarinya membelai belahan sempit di sana, lembut sangat lembut. Sehingga pinggul Indira bergerak-gerak pelan saat ujung jari Ava menyentuh tonjolan keras di sana.

“Oooh.. oooh… Ava.. Nakal… oooh”

Tangan indira masih bergerak lincah, membelai kejantanan Ava,

“Ughh..” Ava melengguh menahan geli. Ia menghisap bibir Indira kuat-kuat. Air memercik, membasahi tubuh mereka yang saling melumat dan membelai.

Air yang merendam sepinggang bergolak seperti birahi di dada mereka

Indira berjinjit, mengarahkan kejantanan Ava ke liangnya. Nafasnya sudah

memburu, tidak sabar lagi untuk… “Aaaaah!”

Indira menjerit saat Ava menghujamkan kejantanan ke dalam kewanitaannya.

Sejenak Ava merasakan sensasi liang Indira yang sempit dan hangat.

“Ugh..” Ava menarik nafas panjang sebelum mulai memompa.

“Aaaah!!” Indira menjerit panjang, ia merasakan geli yang teramat di kewanitaannya.

“Umh..”

“Aaah! Aah! Aah! Aah!”

Permukaan air bergolak seiring irama pinggul Ava yang menghujam tubuh mungil Indira. Ia memeluk punggung Ava erat-erat, hanya sekedar agar tidak terpeleset. Ava meremas dadanya, menciumi lehernya, mencumbuinya di dalam air.

“Ooooh!”

Suara teriakan mereka bergema di sepanjang dinding-dinding tebing, seiring dengan desah nafas yang bergaung-gaung di telinga.

“Mmmmh” Indira menghisap lidah Ava kuat-kuat, memeluknya erat, sebelum berteriak pajang. Ava juga merasakan ada yang hendak keluar dari dalam tubuhnya.

Tebing yang mengelilingi sungai seperti berputar-putar, mengaburkan batas antara realitas dan imajinasi. Pinggul Ava mengejang, Ava mencapai puncak dalam ruang imajinasi yang dibangun dalam otaknya!

“Aaaaaah!” cairan putih memancar dari ujung kejantanan Ava, jatuh di atas air yang mengalir. Ava ternengah, metatap nanar ke arah Indira yang terbaring di atas batu di hadapannya. Indira menjepit tangannya yang bergerak liar di antara kedua pahanya, sesaat kemudian pinggulnya terangkat ke atas, mengejang-negejang dan terkulai lemas.

Indira tergeletak di atas batu sambil terenggah. Ia menoleh ke arah Ava, yang menyandar dengan lemah di sebuah batu di depannya.

Ia tersenyum, sebelum tertawa terbahak-bahak. Ava ikut tertawa, pagi ini benar benar gila.

“Jangan bilang Ajik sama Kadek ya..” kata Indira sambil membasuh tubuhnya di bawah air terjun.

“Kamu kali, yang jangan bilang-bilang..”

“Hihihi..” Indira tersenyum sambil mengulurkan kelingkingnya. “Janji?” “Janji” katanya mantap sambil mengaitkan kelingking masing-masing mereka berhadap-hadapan di bawah guyuran air terjun. Wajah Indira tampak begitu mempesona diterpa beribu butiran air. Indira membelai brewok yang tumbuh di sepanjang wajah Ava. Tanpa sadar Ava mendekatkan wajahnya, untuk beberapa saat indira tak menolak. Bibir Ava hampir menyentuh bibirnya, saat Indira memalingkan wajahnya.

“Hihihi..”

“Kenapa?”

“Terlalu cepat..”

“Hehe..”

“Aku juga belum tahu tahu nama lengkapmu..” kata Indira manis.

“Oh, aku.. nama lengkapku Mustava Ibrahim”

Wajah Indira tampak berubah mendengarnya.

“Oh..” Matanya memicing ke arah Ava, mata yang tadinya hangat berubah menjadi penuh kecurigaan.

“Kenapa?”

“Awalnya kukira cuma brewokmu aja, tapi namamu juga!”

“Hah?”

“Ternyata kamu juga sesama teroris!”

Wajah Indira dipenuhi dengan amarah yang Ava sendiri tak mengerti musababnya. Indira mengambil pakaian dan peralatan mandinya, dan berlari menaiki tangga batu tanpa berpakaian.

Ava tertegun melihatnya pergi, dia benar-benar tidak mengerti. Ava hobi mengoleksi bokep dan tidak pernah bergabung dalam organisasi radikal manapun, tapi hari ini dia dipanggil teroris.

Sementara air terus menderu, menimbulkan sepi dan resah yang menggelayut di antara hatinya dan tebing curam.
 
Bimabet
===================================

Fragmen 4

Selam

===================================

Hanyalah sesosok pohon beringin yang berdiri angkuh seperti seorang raksasa hijau di sekian sisa aroma kematian. Daunnya demikian merimbun, bertumpuk-tumpuk menghalangi jatuh cahaya ke puluhan orang yang berlalu di bawahnya. Ava berjalan dengan takut-takut, menghindari akar gantung yang menjuntai ke sampai tanah. Pohon Beringin itu nampak benar-benar wingit, apalagi dengan kain kotak-kotak hitam-putih yang dilingkarkan di sekelilingnya.

Pagi itu hari Minggu, Galeri Pakde tentu tidak buka di hari Minggu. Makanya Ava dan kadek menyanggupi unruk menggantikan Pakde kerja bakti membersihkan Pura Dalem3, yakni Pura yang terletak di sekitar areal pekuburan.

Pekuburan itu tanpa nyaris tanpa nisan, karena prosesi pemakaman di sini mengharuskan jenazah si Mati di lebur dalam api -pralina- dilebur oleh Sang Siwa, sehingga menyisakan bade4 -wadah mayat-, dan pelepah pisang yang tak habis terbakar, dibiarkan teronggok begitu saja di antara rerumputan yang meninggi. Ava sedikit bergidik melihat karangan kembang kertas yang sudah mengering terkelupas di dekat kakinya, menebarkan sisa murung kematian ke seantero Setra5.

Ava menebas rerumputan itu dengan arit, bersama puluhan warga lain. Jelas sekali Ava tampak ragu-ragu membaurkan diri. Ava takut kejadian seperti Indira terulang lagi, apalagi dengan nama dan penampilan brewoknya.

__________________________________________

3 Komplek Tempat Peribadatan yang biasanya terletak di dekat pekuburan

4 wadah jenazah untuk upacara pemakaman umat Hindu, sejenis keranda yang terbuat dari kayu dan dihias indah dengan kertas mengkilat, untuk memberangkatkan jenazah dari rumah duka ke pekuburan

5 Pekuburan (Bahasa Bali)

_____________________________________________

“Oh murid Pak De nggih?” kata Seorang bapak-bapak yang mengenakan kaos partai sambil tersenyum.

Namun Ava keliru, ternyata para warga di sini sangat ramah.





“Nggih” jawab Ava, karena dia tahu inggih di sini dan di Jawa tidak berarti berbeda.

“Gus6 nak Selam7?” kata seorang lagi yang agak botak.

Ava menoleh ke Kadek –tidak mengerti artinya, Kadek menjelaskan maksudnya “Adik agama Islam?”

“Nggih..” jawabnya, meskipun Ava tahu dia cuma Islam KTP. Ava agak takut.

Takut menerima reaksi seperti Indira pagi tadi.

Ternyata para warga bertambah ramah, bapak berkaus partai itu berkata “Di sini orang Selam dengan orang Bali sudah lama bersaudara –menyama braya8-.”

Kemudian warga bercerita tentang persahabatan Raja Gianyar dengan Raja Demak, juga para pedagang Muslim yang menjalin hubungan dengan penduduk desa di masa lalu. Ava cuma manggut-manggut mendengarnya.

Beberapa lama mereka berbincang akrab sambil bersih-bersih, sampai Ava mulai curhat kepada Kadek.

“Dek, Indira marah sama aku nih..” kata Ava sambil mengayun-ayunkan arit tumpul-nya, butuh sedikit tenaga agar bisa memotong rumput yang sudah meninggi itu.

______________________________________________

6 panggilan kepada pemuda laki-laki, seperti "Le" dalam bahasa Jawa

7 Selam: Islam, sebutan orang Bali untuk umat Muslim

8 menjalin tali silaturahmi

______________________________________________

“Cie, kok bisa marahan? Padahal baru ketemu,… ah, marah itu pertanda cinta bro!” Kadek sepertinya sengaja menggoda Ava.

Mungkin saja, sebab percintaan dalam film komedi romantis, selalu berawal dari kejadian percekcokan antara dua pemeran utama.

“Beh, kamu tuh.. beneran nie..” Ava mengayunkan aritnya asal-asalan sehingga tak sedikitpun rumput itu terpotong. Jelas sekali dia sedang galau.

“Udah, nyante aja, nanti lama-lama juga baik sendiri.” Kata Kadek bagai acuh tak acuh. “Eh, tapi bener kan kamu naksir Indira..”

Ava menimpuk Kadek dengan kerikil, kadek mengelak sambil tergelak. Dalam hatinya mungkin Ava mengiyakan perkataan Kadek, namun ia tidak mau berharap terlalu banyak.

“Jangan mimpi terlalu tinggi, nanti jatuhnya sakit.” Kata kadek.

Ya, kadek benar, seharusnya ia tahu diri. Ava menyabetkan aritnya dengan lebih galau lagi.

“Jangan dipikirin, setres nanti.” Kadek menepuk pundak Ava.” Nanti malam, kita jalan-jalan deh!”

“Wuih, asyik! Kemana dek?” raut wajah Ava mendadak berbinar. “Kuta!”

“Sip! lihat bule dong, pasti bulenya seksi- hmmph” Kadek membekap mulut Ava.

“Psst! Jangan ngomong gak sopan di sini! Tulah9 nanti!” tegur Kadek.

Wajah Ava mendadak pucat.

____________________________________________

9 kualat

____________________________________________

Kadek tertawa sambil menyabetkan aritnya lagi. Membiarkan peluh sebesar jagung di keningnya, menetes-netes ke atas tangannya. Ah, pagi ini memang melelahkan, tapi malam nanti tentu lebih menyenangkan.




===================================

Fragmen 5

Kuta

===================================

Mari kita pindahkan panggung beberapa kilometer dari sana, menuju tempat segala keriuhan dan keramaian berasal: Kuta.

Siang itu jalan menuju pantai nampak tidak sanggup lagi menampung volume kendaraan berplat luar kota yang semakin padat dari tahun ke tahun. Beberapa wisatawan asing melintas buru-buru di atas trotoar di kiri dan Kanan jalan menghindari panas matahari di balik baju-baju dan souvernir yang dipajang bergantung-gantung pada art shop yang berleret-leret.

Indira meliuk-liuk dengan Skuter matic di antara kemacetan itu. Wajah blasterannya tampak berkerut-kerut melawan terik matahari. Siang itu benar-benar panas, angin yang berhembus juga angin yang benar-benar gersang, mengibarkan dress putih sepaha, dan cardigan hitam yang dikenakannya untuk melawan panas.

“Uh!” Indira melengguh kesal. Ia benar-benar kesal hari ini. Kesal kepada kemacetan ini, kesal kepada ayahnya, kesal pada Dewa, pacarnya yang tidak bisa dihubungi, kesal kepada semua! Terlebih lebih kepada mas-mas brewokan yang bernama Mustava Ibrahim itu.

“Huh!” Bibir Indira memonyong-monyong sendiri, tapi itu menjadikan wajahnya bertambah imut.

Ia tidak habis pikir kenapa ayahnya mau menerima murid orang seperti Ava. Pagi tadi Indira sudah protes, namun keputusan ayahnya sudah bulat. Dia malah menasihati Indira agar bisa melupakan masa lalu. Kata-kata ayahnya itu sungguh seperti sembilu yang disayatkan ke hatinya. Apakah ayah sudah lupa? padahal… “Aaaah! Sudahlah!” teriak Indira dalam hati.

Sungguh, udara yang panas itu membuat kesal di dada Indira menyadi berlipat-lipat. Ia hendak memacu motor kencang-kencang, namun kemacetan itu hanya membuat jarum speedometernya berhenti di angka 10.

“Ummmh!” Indira benar-benar kesal. Mengapa semua orang tidak mengerti dirinya? Mengapa semua orang bertindak semaunya? Biarlah! Karena siang ini ia pun akan bertindak sesuka hatinya!

Sepasang lelaki berpelukan mesra, melintas tiba-tiba di depan Indira. Indira mengerem mendadak, sambil melotot ke arah mereka. Namun sepasang kekasih itu melenggang bebek dengan kemayu.

Indira kesal. Siang ini ia sangat kesal!

********************
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd