"Bila cinta menggugah rasa
Begitu indah mengukir hatiku
Menyentuh jiwaku
Hapuskan semua gelisah" aku memulai bait pertama sambil tersenyum menatap Mala disampingku. Mala tampak menikmati permainanku. Dia tersenyum dengan mata berbinarnya dan mengerti bahwa dia adalah yang kumaksud dalam lagu itu.
"Duhai cintaku duhai pujaanku
Datang padaku tetap di sampingku
Kuingin hidupku
Selalu dalam peluknya" Memasuki bait kedua aku semakin dalam menatapnya. Mala sudah tidak menopang dagunya lagi dan meletakkan kedua tangan diatas pangkuannya. Mala semakin terhanyut dengan lagu yang kunyanyikan. Tampak matanya yang seolah berusaha menerobos mataku yang menatapnya. Menerobos untuk membaca arti dari tatapanku. Menerobos untuk mencari jawaban atas kegundahannya.
"Terang saja aku menantinya
Terang saja aku mendambanya
Terang saja aku merindunya
Karena dia, karena dia begitu indah" diakhir lirik aku mengedipkan sebelah mataku, berusaha menggoda Mala yang makin terhanyut nyanyianku
"Duhai cintaku pujaan hatiku
Peluk diriku dekaplah jiwaku
Bawa ragaku
Melayang memeluk bintang
Terang saja aku menantinya
Terang saja aku mendambanya
Terang saja aku merindunya
Karena dia, karena dia begitu indah" sampai pada bait ini, entah sejak kapan, entah Mala yang makin mendekat atau karena permainan gitarku yang terlalu meresapi membuat posisiku mendekat kearah Mala. Yang jelas saat ini posisi kami semakin dekat. Kakiku sudah bersentuhan dan menempel kakinya. Tanganku bahkan agak sulit memainkan gitar karena menyentuh lengannya.
"Oo.. Oo.. Oo..
Begitu.. Begitu.. Indah.." aku sudah sampai pada akhir lagu. Pada lirik terakhir, aku menatap wajah Mala yang berjarak cukup dekat denganku. Matanya tampak sendu menatapku dan bibirnya tampak sedikit terbuka.
Sambil tetap tak melepaskan pandanganku dari Mala, Aku meletakkan gitar yang telah melakukan tugasnya dengan baik. Dengan perlahan tanganku lalu bergerak menyentuh lembut pipinya, mengusapnya perlahan, membelainya lembut, menikmati setiap mili kehalusan kulitnya. Mala perlahan memejamkan kedua matanya, menggerakkan kepalanya, seolah menyambut belaianku dan merasakan nyaman pada usapanku.
Tanganku lalu bergerak perlahan. Jari lincahku membelai lembut turun kearah bibirnya. Jariku menyentuh dan mengusap pelan indah bibirnya. Bibir tipis berwarna alami yang membuatku tergila-gila. Bibir tipis yang terasa lembut dan hangat. Mala hanya terdiam dan masih tetap memejamkan matanya. Dia bahkan tak menolak ketika jariku merekahkan kedua bibirnya.
Mata yang terpejam dan bibir yang setengah terbuka, seketika membuat darahku semakin panas. Dada semakin bergemuruh kencang. Setelah puas menyentuh dan bermain di bibir lembutnya. Tanganku lalu merayap keatas kembali membelai pipinya. Pipi yang saat ini tampak semakin merona merah. Tanganku lalu kembali bergerak keatas menuju rambutnya. Membelai rambut indah Mala yang kemudian membuatnya membuka kedua matanya, menatapku sayu.
Aku memberikan senyum lembutku yang juga dibalas dengan senyum manisnya. Sebuah senyuman yang membuat tanganku kembali bergerak. Tanganku perlahan bergerak turun ke leher jenjangnya. Menelusuri setiap sisi leher putihnya. Leher putih yang tampak bergerak indah ketika sedang menelan. Leher jenjang yang membuat setiap lelaki normal ingin menjamahnya. Mala sedikit menggeliat ketika jariku bermain disana karena dihinggapi rasa geli. Menyadari itu titik sensitifnya, semakin bersemangat jariku menggelitik dan mengusap tiap bagian lehernya. Membuat Mala semakin menggeliat dan kembali memejamkan matanya.
Merasa cukup dengan semua gerakan jariku di lehernya, tanganku lalu bergeser yang semula mengusap lehernya, sekarang bergerak kebelakang kepalanya. Mengusap tengkuknya dan membuatnya makin menggeliat karena geli. Membelai dan mengusap rambut-rambut halus yang ada disana. Rambut halus yang berdiri karena rasa sensitif dan geli yang dirasakannya. Aku lalu memegang lembut belakang leher Mala, menariknya perlahan agar mendekat kearahku. Perlahan dan sedikit demi sedikit mendekat ke wajahku. Semakin dekat, semakin dekat, dan tak ada gerakan penolakan dari Mala. Mala hanya pasrah mengikuti bimbinganku.
Saat jarak kami sudah sangat dekat, Mala membuka matanya dan menatapku sayu. Terasa hembusan nafasnya yang menerpa wajahku. Seolah tak sabar lagi, aku langsung menangkap bibirnya dengan bibirku. Menghisap dan melumat dengan lembut. Mala masih belum merespon setiap gerakan bibirku. Matanya kembali terpejam dengan nafas yang mulai memburu. Sedikit gemas, aku menggigit pelan bibir bawahnya. Lalu kembali melumat dan menghisapnya lembut.
Aku melepas lumatanku sambil kembali menarik gemas bibir bawahnya. Saat bibir kami terlepas, Mala membuka matanya dan menatapku. Aku membalas tatapannya sejenak lalu memindahkan pandanganku kearah bibirnya. Perlahan-lahan sambil tetap memandang bibirnya, aku mendekatkan kepalaku kearahnya. Saat sedikit lagi bibirku menyentuh bibirnya, aku sengaja menghentikan gerakanku. Menghentikan laju bibirku ke bibirnya. Menunggu respon dan reaksi darinya.
Entah karena sadar akan maksudku, atau memang Mala yang sudah mulai terbawa suasana. Mala lalu menggerakkan kepalanya kearahku. Mengarahkan bibirnya menuju bibirku yang memang sudah menantinya. Aku hanya diam tak merespon. Aku sengaja ingin meresapi dan menikmati permainan bibir Mala. Aku hanya membiarkan Mala mengeksplorasi dan berkreasi pada bibirku.
"ssshhh... aahhh.." Mala tampak benar-benar menghayati permainan bibirnya.
Mendengar desahan Mala dan hembusan hangat nafasnya, membuatku tak bisa lama-lama menahan diri. Gejolak dalam diriku semakin bergelora. Kedua tanganku kembali mulai bergerak. Mengusap, mengelus, membelai dan meremas gemas lengan dan punggung Mala. Langsung kulumat dan kuhisap dalam-dalam bibir Mala. Aku mulai memainkan lidahku. Menjilat dan mengusap bibirnya. Mengorek-ngorek rongga mulutnya semakin dalam. Lidahku juga menari-nari menggelitik langit-langit mulutnya. Membuat Mala makin mendesah dan menggeliat.
"aahh.. Sshh... Mmhh.. "
Lidahku masih menari-nari didalam mulutnya. Berusaha meraih dan mengait lidahnya. Menghisapnya kuat dan menjilatnya rakus. Mala mulai meladeni permainan lidahku. Lidahnya bergerak mengimbangi dan menyerang balik serangan lidahku. Lidah kami saling membelit, menjilat dan menghisap. Air liur kami sudah bercampur menjadi satu dan sebagian ada yang menetes di bibir kami. Kami layaknya orang yang kehausan, seolah saling berebut untuk menghisap liur kami.
Masih melanjutkan ciuman panas kami, kedua tanganku berusaha melepas cardigan yang dipakai Mala. Mengetahui itu, Mala meluruskan punggung dan tangannya mempermudah aku meloloskannya. Lalu tampaklah sebuah pemandangan indah didepanku. Lengan mulus dengan pundak indahnya. Membuatku menghentikan ciuman kami sesaat dan terpukau memandanginya. Ternyata benar dugaanku awal bahwa baju itu bertali kecil. Dan semakin terlihat indah ditambah dengan hiasan tali BH berwarna pink.
Seperti tak sabar, aku langsung menciumi lengan Mala. Mengecup dan menghisap sekujur kulitnya. Kemudian berpindah menuju lengan satunya. Menelusuri sekujur lengannya sampai kepundak. Aku benar-benar memuaskan semua rasa penasaranku pada setiap kulit Mala. Aroma tubuhnya semakin kuat di hidungku. Kepalaku lalu bergerak keatas, mengganti arah seranganku menuju lehernya.
"aaahh... Hmm.." Mala menggelinjang geli begitu lehernya kuserang.
"cup.. Cup.. Muach.. Muach.. " aku mengecup dan menciumi sekujur lehernya dengan rakus.
Mulutku bukan hanya menghisap dan mencium, aku bahkan mulai menjilat sekujur leher Mala yang tampak mulai berkeringat. Aku menjilat dengan gerakan dari bawah keatas. Dari sisi kiri, tengah, kanan, lalu kembali ke tengah dan ke kiri. Tak ada sedikitpun bagian yang kulewati. Aku ingin benar-benar menikmati setiap mili nya. Setiap sisi atau bagian yang membuatku gila selama ini.
"ohh... Hmm... aahh.." Mala hanya bisa mendesah dan kedua tangannya mengusap usap rambutku. Kepalanya yang menengadah membuatku semakin mudah menjelajahi lehernya.
Aku sejenak mengambil nafas dan menghentikan semua seranganku. Aku dan Mala hanya terdiam dengan saling menatap. Dada kami masih bergemuruh dengan nafas yang tersengal. Mala tampak begitu sensual dimataku saat ini. Wajah merona, sedikit berkeringat, bibir sedikit terbuka dan nafas tersengal. Benar-benar sebuah kombinasi yang menghilangkan akal sehatku.
Pandanganku lalu turun kebawah menuju dadanya. Dada indah dengan ukuran sedang yang tampak menantang. Semakin terlihat menggoda seiring dengan gerakan nafasnya yang tersengal. Setelah memandangi dadanya, aku lalu menatap Mala. Seolah meminta izin untuk menjamahnya. Mala hanya diam sambil menggigit bibir bawahnya. Semakin membuatnya sensual dimataku. Kesensualan yang ku artikan sebagai jawaban.
Aku kembali mengalihkan pandanganku ke arah dada Mala. Dengan perlahan aku mengangkat kedua tanganku. Kedua tangan dengan telapak yang terbuka. Sedikit gemetar tanganku bergerak perlahan menuju sepasang dada Mala. Saat setengah perjalanan atau sedikit lagi akan menjamahnya, aku kembali menatap Mala seolah memastikan. Mala hanya menatapku sayu dan kembali menggigit bibir bawahnya. Membuatku semakin yakin untuk melanjutkan perjalanan tanganku.
"glek" aku menelan ludah
"emmhh..." Mala melenguh agak kuat saat kedua tanganku mendarat di sepasang dadanya. Dada yang kencang dan kenyal. Masih sedikit gemetar, aku mulai mengelus dan mengusapnya perlahan. Dengan lembut dan gerakan memutar mengikuti alur bentuknya.
"sshhh..." Mala mendesis dengan mata terpejamnya, kepalanya mendongak membuat dadanya semakin membusung. Membuatku semakin gemas dan mulai meremas sepasang dadanya. Terasa sangat kenyal walau terhalang baju dan BH nya.
Sambil masih meremas kedua dadanya, aku yang semakin bernafsu langsung membenamkan wajahku kedadanya. Mencium dan menghirup aromanya. Mengusap-usapkan wajahku disana. Mala memegang kepalaku, mengusap rambutku dan menekan kepalaku semakin membenam ke dadanya.
Cukup lama aku bermain dan memuaskan rasa penasaranku pada dadanya. Aku lalu mengangkat wajahku, menatap matanya dan kembali memagut bibirnya. Tak bosan-bosan aku menghisap dan melumatnya. Ciumanku lalu berpindah, menuju telinganya yang belum ku sentuh.
"oohh.." Mala menggelinjang kaget saat aku menciumi telinganya. Kedua tangannya kembali bergerak mencengkram rambutku
"eehmmm... oohh... Lang..." Mala makin mempererat cengkramannya pada rambutku saat aku terus menyerang telinganya. Telinga sensitif yang membuatnya makin menggelinjang. Kembali ku hisap dan kujilat daun telinganya. Menggelitik bagian belakang telinganya dengan ujung lidahku. Menciptakan sensasi geli dan merinding pada Mala.
Kedua tanganku sudah sejak tadi mengusap dan membelai kedua pahanya. Membuat rok gaunnya sedikit demi sedikit tersingkap dan memamerkan kedua pahanya yang ranum. Putih mulus dengan urat kehijauan. Kedua tanganku semakin masuk kedalam, membelai bagian terdalam dari sepasang pahanya.
"hmmpp.. Lang..." Mala tampak refleks mengatupkan kedua pahanya karena rasa geli akibat belaian tanganku. Tapi aku tak mau menyerah. Aku meningkatkan seranganku pada leher dan telinganya. Membuat kedua pahanya perlahan kembali terbuka. Tangan kiriku perlahan masuk menyelusup kebagian dalam pahanya. Sementara tangan kananku kuarahkan mencengkram pinggangnya memantapkan posisiku.
"oohh...Lang... aahhh.."
Tangan kiriku terus mengusap kedua belah pahanya. Sambil sesekali masuk membelai paha bagian dalamnya. Dengan sengaja aku menyentuhkan ujung jariku pada memeknya yang masih terbungkus celana dalam. Terasa empuk dan lembut disana.
"aacch.. aach.." Mala tampak menggelinjang setiap kali ujung jariku menyundul memeknya. Tubuhnya bergetar seperti orang yang demam.
"oohhh... hmmm.. Gilaaanngg..." panggil Mala sambil mengangkat kedua pipiku. Aku menghentikan aktifitas ku dan memandang Mala. Wajahnya sudah semakin merona dan merah padam. Matanya sayu dengan tatapan sendu. Bibirnya yang merekah dengan nafas tersengal.
"kamar kamu mana?" tanyaku dengan suara bergetar karena nafsu
Mala tidak menjawab, melainkan bangkit dan berjalan menuju sebuah kamar dengan pintu tertutup. Aku langsung ikut bangkit dan mengikuti langkahnya. Mala membuka pintu kamarnya dan masuk kedalam. Aku yang sudah tak sabaran langsung memeluknya dari belakang dan menyerang tengkuknya dengan ciumanku.
Mala hanya menggeliat dan mendongakkan kepalanya. Kedua tanganku mulai membelai dan mengusap kedua pahanya. Mengusap perlahan kearah atas. Terus keatas hingga menyentuh ujung celana dalamnya.
Mala seperti kaget dan tubuhnya tersentak. Dengan cepat tangan kananku menelusup naik kearah dadanya dan mencengkram disana. Bersamaan dengan tangan kiriku yang mengusap memeknya dari luar celana dalam. Mala makin menggeliat menerima rangsangan yang kuberikan. Tubuhnya tampak bergetar dan tak kuasa menerima sensasinya.
Aku menurunkan tangan kananku kearah perut halusnya. Menahannya agar tak terjatuh dan terus menyerang memeknya. Tangan kiriku tetap aktif dan konstan mengusap dan menekan disana. Membelai searah dengan garis vertikalnya. Menekan dan mengusap pada posisi itilnya.
"ooh... Lang... Hmm... Aaahh" Mala makin mendesah dan bergetar.
Tangan kananku terus mengusap dan mengelus perutnya yang rata dan terasa lembut. Tangan kiriku terus bermain diluar celana dalamnya.
"ohhh oh.. Lang.. Laaang.. Hmm...." Mala tampak bergetar getar dan mendongakkan kepalanya. Membuatku memindahkan tangan kananku dari perutnya menuju dada. Meremasnya mantap dari luar BH nya sekaligus menopang tubuhnya. Sementara kontolku yang sudah menegang keras, sejak tadi kutekan dan kugesekan pada bongkahan pantatnya.
"Lang. Laang.. Hmmpp sshhh udah.. oh..udah.. Mau pippiiss...Laaang.. "
Mendengar rintihan dan desahan Mala membuatku makin mempercepat semua serangan tanganku, belum lagi ditambah dengan seranganku pada leher, tengkuk dan telinganya. Membuat Mala makin menegang dan bergetar dengan kepala mendongak.
"ach.. ach.. ach... Pipis yaang.. Pipiiiss... aaacchh... " lenguh Mala bersamaan dengan tubuhnya yang bergetar hebat dan memek yang menyemburkan cairan nikmatnya. Tangan kanannya membelit kebelakang, kearah leherku sebagai untuk menopang tubuhnya. Sementara tangan kirinya mencengkram erat pergelangan tangan kiriku.
Beberapa saat tubuh Mala masih mengejang dan bergetar. Aku mendiamkannya agar dia bisa menikmati sensasi pengalaman pertamanya ini. Tangan kiriku terasa agak basah karena semburan cairannya. Begitu juga dengan celana dalamnya yang basah kuyub. Setelah agak tenang dan nafasnya yang mulai teratur, aku memapah Mala menuju tempat tidurnya.
Seperti orang yang kehabisan tenaga, Mala langsung ambruk telentang. Kedua tangannya terangkat memamerkan ketiak putih dan mulusnya. Matanya terpejam dengan bibir sedikit terbuka. Rok gaunnya tersingkap memamerkan sepasang paha mulus dan celana dalam berwarna pink nya yang basah.
Aku masih berdiri disamping ranjang sambil memandangi sekujur tubuh Mala. Menikmati pemandangan indah yang ada didepanku. Dari ujung jari tangan, lengan, wajah, ketiak, dada, celana dalam, bentuk cetakan vaginaya, paha, betis, sampai ke ujung kaki. Kupandangi lekat-lekat setiap bagiannya sampai puas. Merekam setiap yang kulihat dan tak akan pernah kulupakan sedikitpun.
Secara perlahan, Mala membuka kedua matanya dan menatapku yang masih tertegun memandangi sekujur tubuhnya. Aku balas menatapnya sambil membuka kaos ku dan melemparkan ke lantai. Kulanjutkan dengan membuka celanaku dan hanya menyisakan celana dalam. Saat aku membuka baju, Mala masih menatapku. Tapi saat aku membuka celana, Mala tampak malu dan memalingkan wajahnya.
Perlahan aku mendekatinya. Membelai rambutnya dan mengecup keningnya. Mala lalu menatapku dan menggigit bibir bawahnya. Membuatku kembali gemas dan langsung naik keranjang menindihnya. Kami kembali berciuman dengan panas. Kedua tanganku menahan kedua tangannya agar tetap terangkat dan terbuka. Sementara kontolku yang menonjol di balik celana dalam, sudah menekan dan menggosok memeknya.
"hmmpp.. eemmmhh.. uuhh.. " Mala menggeliat ketika aku menyerang ketiaknya. Ketiak putih dan halus yang selama ini membuatku penasaran dan mengidamkannya.
Ketiak itu terlihat begitu indah dan sensual dimataku. Kusentuh dan sedikit ku cubit gemas daging lipatannya. Lalu menghirup aroma sedap yang keluar dari sana. Aroma kombinasi antara parfume, keringat dan birahi Mala.
"ssshhh.. udah Laang.. Jangan di situ... Malu.." ucap Mala yang berusaha menutup ketiaknya, tapi gagal karena aku menahannya dan terus menyerangnya.
Ah ketiak Mala, yah inilah ketiak Mala, ucapku dalam hati. Setelah puas menghirup dan menciumi keduanya. Sedikit gemas aku menggigit dan menjilatinya. Aku benar-benar memuaskan hasratku pada ketiak Mala.
"aah.. udah Lang.. geli.. Jangan di situ..." rengek Mala
Setelah puas menikmati ketiak Mala, aku bangkit dan duduk disamping Mala. Menatap matanya sambil memegang ujung bawah gaunnya. Seperti paham maksudku, Mala semakin dalam menatapku. Kembali dia menggigit bibir bawahnya sambil mengangguk pelan. Sangat pelan.
Melihat gigitan bibirnya dan anggukan kepalanya, membuatku perlahan tapi pasti menyingkapkan gaun Mala keatas. Menampakkan gundukan memeknya yang dibungkus celana dalam pink basah. Lalu perut mulus dan rata dengan dihiasi lubang pusar kecil nan imut. Saat sampai diujung bawah dadanya, Mala bangkit dari tidurnya dan langaung membuka gaunnya. Meletakkannya kesamping dan kembali tiduran ke posisi semula.
Saat ini Mala berbaring hanya dengan di balut BH dan celana dalam dengan warna senada. Tubuh pasrahnya membuatku benar-benar terpukau. Aku hanya tertegun menikmati sekujur tubuh indahnya. Dari ujung kaki sampai kepala. Sebuah karunia Tuhan. Sebuah mahakarya dari Tuhan yang terindah.
Merasa dipandangi sekujur tubuhnya, membuat Mala malu dan berusaha menutupi celana dalamnya dengan kedua tangan. Dengan halus, aku menyingkirkan kedua tangannya. Lalu perlahan, kedua tanganku menyelinap kebelakang punggungnya. Berusaha membuka kait BH nya. Mala sedikit mengangkat badannya mempermudah gerakanku. Setelah kaitnya terbuka, Mala langsung melepas BH nya dan meletakkannya disamping. Dengan kedua tangannya Mala berusaha menutupi dadanya dari pandanganku.
Dengan lembut aku menyingkirkan kedua tangan Mala kesamping. Sehingga terpampanglah sepasang payudara indah didepan mataku. Sepasang payudara dengan ukuran sedang yang kencang. Sepasang payudara putih mulus dengan hiasan puting mungil berwarna coklat muda agak kemerahan. Sepasang payudara terindah yang pernah ku lihat.
Tangan kananku bergerak pasti menuju dada kirinya. Menyentuh lembut dan mengusapnya. Disusul kemudian tangan kiriku yang hinggap ke dada kanannya. Lalu mulai meremas secara perlahan. Kedua tanganku meremas dengan seksama dan hati-hati. Layaknya memperlakukan benda yang sangat berharga. Putingnya yang coklat kemerahan tampak sedikit mengembang bengkak akibat remasanku.
Sedikitpun mataku tak berpaling dari keindahan dadanya. Melihat dan menyentuh kedua dadanya secara langsung seolah memberikan rangsangan yang sangat besar kepadaku. Kontol ku langsung berdenyut kencang dan makin menegang.
"emmhh.. sshh... eehh.. " Mala mulai melenguh dan mendesis saat jariku menyentuh putingnya. Tubuhnya tersentak dan bergetar. Bahkan sedikit melengkung keatas, yang membuat dadanya makin membusung. Kedua pentilnya kubelai, ku usap dan ku pelintir perlahan.
" oohh.. Laaang.. emmhh.."
Aku yang sudah tak kuat langsung menindih tubuhnya. Lalu menjilati puting mungilnya secara bergantian. Mala makin mendesis dan menggeliat. Kepala mendongak dengan dengan kedua tangan memegang kepalaku. Mengusap rambutku dan mencengkram untuk melampiaskan sensasi yang dia rasakan.
Tak henti-hentinya lidah dan mulutku menjilat dan menghisap putingnya. Perlahan lalu makin cepat dan kuat. Kedua tanganku pun terus meremas secara konstan. Aku mencengkram kedua dadanya lalu membenamkan wajahku. Merasai halus dadanya di wajahku. Ku usap-usapkan wajahku terus menerus disana. Dada kenyal dan kencang yang belum pernah terjamah sebelumnya.
Aku merasa kontolku yang menggesek di memeknya terasa makin berdenyut. Boy, sabar Boy. Jangan buru-buru. Kita nikmati ini dulu Boy. Ucapku dalam hati. Gairah yang kurasakan benar-benar berbeda dari yang sebelumnya. Menghadapi biduan dengan goyang mautnya. Menghadapi isteri orang yang binal. Menghadapi seorang guru yang gila seks. Aku mampu bertahan dan meladeni mereka. Tapi entah kenapa, bersama Mala aku tak kuasa menahan gelora dan birahi yang sangat bergejolak.
Setelah cukup memuaskan hasratku pada dada Mala. Aku beringsut mundur kearah selangkangannya. Memandangi sehelai celana dalam pink basah yang membungkus gundukan daging nikmatnya. Nafasku makin memburu dan dada yang bergemuruh. Tanganku menyentuh kedua sisi celana dalamnya dan menariknya perlahan turun. Baru setengah jalan, baru sedikit susunan jembut yang terlihat, Mala menahan kedua tanganku.
Aku menatap Mala yang menatap mataku dengan tatapan yang tidak dapat kuartikan sebagai apa. Yang ada saat ini hanyalah rasa gairah yang memuncak dan segera ingin ku tuntaskan. Mala tak berusaha menahan saat aku melanjutkan menurunkan celana dalamnya. Celana dalamnya kuturunkan sampai sebatas paha. Hanya sebatas paha karena mataku sudah langaung terhipnotis dengan sebuah pemandangan indah di depanku.
"hmm hhaaahh" aku menarik nafas dan menghembuskannya. Terpampang dihadapanku saat ini memek seorang Mala. Mala Primaningtyas. Memek dengan bentuk yang sangat imut. Memek berwarna agak kemerahan dengan garis lipatan yang indah. Semakin indah dengan hiasan bulu jembut yang tipis dan rapi. Sungguh suatu kombinasi yang sangat memukau mataku.
Mataku hanya tertegun dan terus memandanginya. Memandangi setiap bagian keindahannya. Merasa malu karena terus dipandangi, Mala menutupi memeknya dengan kedua tangannya. Merasa pandanganku terhalang, aku menarik dan menggeserkan tangan Mala.
"malu.. Jangan diliatin terus.." ucap Mala manja
"indah banget. Saya gak percaya bisa ngeliat ini semua" ucapku lalu mengambil posisi berjongkok dan mendekatkan wajahku disana.
"mau ngapain... Malu.. Laang.." ucap Mala sambil berusaha menahan kepalaku mendekati memeknya.
Tanpa rasa ragu, tanpa rasa jijik dan tanpa menunggu lagi, aku mengendus dan menghirup aroma memek Mala. Tak kuhiraukan tangannya yang menahan kepalaku. Tidak lama karena tangannya yang menahan kepalaku perlahan lahan mulai mengendur. Membebaskan kepalaku yang semakin dekat dan terus mengendus dan menhirup aroma memeknya. Aroma sabun, parfume bercampur dengan aroma keringat dan cairan memeknya. Menciptakan kombinasi aroma yang membuatku semakin ketagihan.
Semakin ku endus dan kuhirup, semakin aku ketagihan dan ingin terus menikmatinya. Tangan kananku membelai lembut perut halusnya, lalu perlahan turun kebawah kearah jembutnya. Membelai jembutnya dan mengusapnya. Dengan gerakan cepat aku melepas dan melemparkan celana dalam Mala.
"cup.. cup.. cup.." aku mulai menciumi permukaan memek Mala.
"aacch... jangan Laang.. Joroook.. Jangaan.. Di gituin... Udah.." Mala tersentak dan berusaha menahan kepalaku.
Tapi aku tak menghentikannya. Aku malah semakin gencar menciumi setiap sudut dari memeknya. Memek indah yang membuatku tergila gila. Memek pertama yang membuat mulutku sangat ingin menjamahnya.
"sssshhh aahh... jangan Lang... Jangan disitu... Jorrokk.. " rintih Mala. Kedua pahanya menutup dan menjepit kepalaku yang terus menciumi memeknya.
Bentuk, aroma, warna memek Mala benar-benar membuatku gila dan hilang akal. Memeknya tampak berkedut dan perlahan mengalirkan cairan pelumas melalui sela-selanya. Tanpa rasa ragu, aku langsung menjilatnya. Menjilati lipatan memek Mala secara perlahan dari bawah ke atas.
Untuk lebih memuaskanku, kedua tanganku bahkan merekahkan lipatan memeknya. Memamerkan sebuah lubang kecil yang tampak sempit dan basah. Garis vertikal memeknya yang berkilau karena cairan birahi dan air liurku. Diatasnya menyembul sebuah daging kecil merah yang mengintip malu. Lidahku langsung mengarah pada itilnya. Menjilatnya lembut dengan ujung lidahku.
"ohh... eee..." Mala kembali bergetar saat lidahku menyentuh itilnya. Suara erangan Mala justru membuatku semakin bernafsu dan menggebu. Kujilati itilnya sambil sesekali menjilat kebawah searah garis memeknya. Terus kebawah menuju lubang memeknya yang tampak berkedut seperti bernafas. Lubang itu tampak mengalirkan rembesan cairan bening agak kental. Cairan pelumas yang membuat lidahku langsung menjilati dan menghisapnya. Mulutku bahkan berhenti dilubangnya dan menghisap kuat seolah menyedot semua cairan yang ada didalamnya, sambil jariku secara lembut terus menggosok itilnya.
"ooohh.. Laang... Udaah... Laaang.. Udah.. " rintih Mala
Aku terus melakukan seranganku menyadari tubuh Mala yang makin menegang dan bergetar. Lubang memeknya tampak kembang kempis meladeni hisapan mulut dan korekan lidahku.
"Laang.. Mauu.. Mauu.. Pippiiisss... Udaah dduluu Lang..." rintihan Mala justru seperti penyemangat di telingaku.
"pipis... Pipisss.. Pipiiissss yang.. Gilang... Sayyyaaangg..." Mala mengerang dengan tubuh menegang dan pantat sedikit terangkat. Aku melepaskan mulutku dari memeknya tanpa menghentikan gosokan tanganku pada itilnya.
Dengan jarak yang sangat dekat aku melihat lubang memeknya merekah lalu beberapa kali menyemburkan cairan kenikmatanya. Semburannya hampir saja mengenai wajahku yang terpana menyaksikan semuanya. Setelah cairan berhenti menyembur, aku melepaskan gosokan tanganku pada itilnya. Membiarkan Mala menikmati dan meresapi sensasi puncak kenikmatannya.
Memek Mala berkedut perlahan dan berangsur tenang. Begitu juga tubuhnya yang menegang saat klimaks menderanya tadi, sekarang perlahan mulai tenang, hanyabsesekali masih bergetar. Aku berdiri memandangi tubuh telanjang Mala yang masih tergolek lemah menikmati sisa sisa orgasme keduanya. Mata terpejam dengan mulut terbuka dan tarikan nafas yang sedikit tersengal. Aku mengecup lembut bibir Mala lalu membelai kening yang berkeringat. Perlahan Mala membuka matanya dan menatapku. Aku hanya tersenyum lalu mencium keningnya dan mengusap rambutnya yang juga basah karena peluh.
Diiringi tatapan sendu Mala padaku, perlahan aku menurunkan celana dalamku. Membebaskan kontolku yang sejak tadi menegang dan ingin bebas dari belenggunya. Sedikit malu-malu Mala melirik kontolku lalu memandang kearah lain. Kemudian sedikit melirik kembali lalu kembali membuang muka. Mala tampak masih malu untuk melihat kontolku. Kontol yang semakin menegang dan sekarang sedang ku kocok perlahan.
Dengan perlahan aku menggapai tangan kiri Mala dan menuntunnya kearah kontolku. Mala hanya menuruti tuntunan tanganku tanpa perlawanan. Tangannya sedikit kaku ketika ku sentuhkan pada kontolku. Telapak tangan halusnya hanya diam dan pasrah ketika ku gesekkan pada ujung kepala kontolku. Terus ku gesek dan ku kosokan telapak tangannya pada ujung kontolku.
Telapak tangan halus itu lalu ku bimbing untuk menggenggam batang kontolku. Agak gugup dan kikuk Mala menggenggamnya. Wajahnya masih berpaling tak berani menatap kontolku yang sudah berada dalam genggamannya. Secara perlahan aku kembali membimbing tangan Mala untuk mulai mengocok kontolku. Secara perlahan, terus menerus dan teratur. Setelah merasa tangan Mala bergerak sendiri, aku melepaskan bimbingan tanganku. Membiarkan dan mempercayakan kocokan kontolku pada tangan lembutnya.
"sssshhhh.. aah..." aku mulai mendesis nikmat
"oohhh... Malaa... iyaah.. terruuuss" aku meracau sambil menikmati kocokan tangan Mala.
Tangan Mala terus mengocok kontolku secara perlahan dan lembut. Aku melihat Mala sedikit melirik kearah kontolku. Hanya beberapa saat, lalu menatap kebawah karena masih merasa malu.
"eemhh.. iyah.. begitu.. ooh.. " aku melenguh yang membuat Mala kembali menatap kontolku.
" aaahh... heeh.. terusss. teruuss" aku mendesis dan menyemangatinya agar terus mengocok kontolku. Mala lalu menatap wajahku, memperhatikan setiap ekspresi nikmat di wajahku. Melihat wajahku yang sangat menikmati, membuat Mala seolah makin bersemangat. Mala terus mengocok kontolku dengan berirama. Diselingi dengan memperhatikan ekspresiku dan sesekali melihat kearah kontolku. Aku benar-benar menikmati kocokan tangan Mala pada kontolku, sampai beberapa kali aku terpejam karena nikmat yang menderaku.
Mala terus mengocok kontolku sambil memperhatikan ekspresiku dan tanpa malu-malu lagi menatap kontolku. Mala bahkan tampak memperhatikan dengan teliti setiap bentuk kontolku seolah melihat barang antik yang belum pernah dilihatnya.
Dengan nafas makin memburu, aku melepaskan kocokan Mala pada kontolku. Begitu lepas, aku langsung beringsut. Melebarkan kedua belah pahanya dan menatap memeknya. Sepintas aku menatap Mala lalu mengarahkan kontolku ke memeknya. Menyentuhkan kontolku keatas memek hangatnya. Ku pukul-pukulkan kontolku secara perlahan pada memeknya. Mengusapkannya pada rumpunan jembut rapinya. Aku lalu menggesekkan kepala kontolku pada itilnya. Itil yang merah dan mulai merekah indah.
"oohh.. ssshhh..." Mala kembali mendesis begitu kepala kontolku menyentuh itilnya.
Aku terus menggesekkan kepala kontolku lalu perlahan turun membelah garis memeknya kebawah. Kemudian naik lagi menuju itilnya dan kembali menggesek. Begitu terus aku lakukan hingga memek Mala kembali basah dan mengeluarkan suara becek saat kontolku menggeseknya.
Aku membasahi kepala kontolku menggunakan cairan memek Mala yang terus merembes keluar. Membuat kepala kontolku terlihat makin mengkilat. Suara becek karena gesekan kelamin kami, ditambah dengan suara desahan dan erangan Mala membuatku semakin bergelora.
Aku mulai intens menggosokkan kepala kontolku pada lubang memeknya. Menyambut tiap tetes rembesan cairannya dan berusaha mencari sebuah celah sempit disana. Lubang itu sekarang sangat basah dan licin, aku lalu memantapkan posisi kontolku disana. Menancapkannya sedikit dan membiarkannya disana.
Aku lalu memandang Mala yang tampak sangat pasrah pada deraan birahinya. Saat ini aku sudah siap untuk merenggut keperawanan Mala. Mala yang sudah tergolek pasrah dibawahku. Aku sadar 100% tentang semua ini. Aku bahkan ingat akan semuanya. Ibuku, Jenni, ujian dan juga segala resikonya. Aku bahkan ingat dan tau bahwa ini semua adalah dosa. Yah, aku sadar 100%, sangat sadar dan ini bukanlah khilaf. Jadi omong kosong jika ada yang melakukan ini semua dan bilang bahwa sedang khilaf. Bullshit!
Sambil terus menatap Mala, secara perlahan aku mulai mendorong maju kontolku. Mendorong maju berusaha mulai membelah daging memeknya. Mala saat ini juga sedang menatap mataku. Dan saat kontolku perlahan mulai membelah lubang memeknya, Mala mengernyitkan dahinya. Matanya bahkan sampai terpejam menahannya.
Menyadari Mala yang merasa sakit, aku menghentikan gerakanku dan memundurkan kontolku. Lalu perlahan kembali mendorong maju. Begitu terus untuk mengurangi rasa sakitnya. Sedikit demi sedikit setiap dorongan kontolku berusaha masuk lebih dalam.
"aaahhkkk" Mala sedikit berteriak dan menahan nafas ketika kepala kontolku telah berhasil masuk kedalam memeknya. Hanya sebatas kepala dan aku lalu diam tak menggerakkannya lagi. Aku membiarkan agar memek Mala lebih rileks dan membiasakan kehadiran kepala kontolku. Sambil menunggu Mala rileks, aku membelai kedua belah pahanya. Berusaha memberikan rasa nyaman padanya. Sambil menikmati rasa nikmat hangat dan basah pada kepala kontolku.
Setelah Mala lebih rileks, aku kembali sedikit menarik kontolku lalu mendorong kembali perlahan. Terasa sangat ketat dan sempit. Daging dan dinding memeknya terasa sangat kuat menahan laju kontolku. Sambil terus menatapku, Mala kembali mengernyit menahan sakit. Peluh mulai membasahi kening dan lehernya. Sambil saling bertatap mata, aku kembali menarik kontolku perlahan dan kemudian mendorong masuk kembali.
"aaahhkkk!" Mala kembali merintih kesakitan. Tubuhnya terasa kaku dan bergetar. Kedua tangannya mencengkram kedua lenganku kuat.
Aku kembali mendorong kontolku masuk kedalam. Lebih dalam sampai serasa membentur mentok sesuatu. Didera rasa nikmat dan sensasi yang luar biasa. Aku kembali mendorong kontolku, berusaha merobek dan menembus dinding penghalang tersebut.
"aaakkkhhh!!" Mala memekik dengan kepala mendongak dan mulut ternganga.
Melihat ekspresi Mala yang menahan sakit, seketika membuatku tertegun dan menghentikan gerakanku. Yang ada dalam penglihatanku saat ini adalah Mala yang sedang menderita karena rasa sakit. Menahan rasa perih yang serasa merobek tubuhnya.
Entah karena apa, apakah rasa kasihan? Tidak tega? Atau justru karena rasa sayang yang membuatku menghentikan gerakanku dan mencabut lepas kontolku. Begitu kontolku terlepas, kernyitan diwajah Mala yang tegang berangsur menghilang. Matanya masih terpejam dan berusaha mengatur nafasnya. Aku diam memperhatikan semuanya. Berangsur angsur, gelora birahiku dilkalahkan oleh rasa sayangku. Yah, rasa sayang. Aku yakin itulah yang menghentikanku.
Tak lama kemudian, Mala membuka kedua matanya dan menatapku. Aku lalu bangkit dan berdiri disampingnya. tersenyum padanya sambil membelai kening dan mengecup bibirnya. Mala hanya menatapku heran yang kubalas dengan menggeleng sambil membelai rambutnya.
Aku mengedarkan pandangan mencari pakaianku yang berserakan dilantai. Saat akan bergerak, Mala menahan tanganku. Kami kembali beradu pandang. Sedikit terkejut aku saat Mala menggerakkan tangan kirinya menyentuh kontolku. Mengusapnya perlahan dan mengurutnya.
Mala lalu mulai menggenggam dan mengocok kontolku. Cengkramannya terasa nyaman dan gerakannya terasa lancar. Ternyata Mala sudah mulai biasa dan bisa mengocok kontolku. Mala terus mengocok kontolku sampai sekitar lima menitan.
"tangannya pegel.." ucap Mala lembut tapi tetap tak menghentikan kocokannya
"ganti tangan kanan" jawabku berat dengan nafas memburu
Mala lalu duduk beringsut dan mengambil alih tugas tangan kirinya dengan tangan kanan. Saat ini kontolku yang di kocoknya berada tepat dihadapannya. Berjarak sangat dekat sekitar satu jengkal. Mala tampak tidak malu-malu lagi memandangi kontolku. Kepalanya tampak bergerak gerak seolah benar-benar memperhatikan dengan teliti setiap sisi dan bagian kontolku.
"oohh... oohh.." kontolku terasa makin nikmat saat Mala berinisiatif mempercepat kocokannya. Mengetahui inisiatifnya memberi dampak padaku membuat Mala makin berani berinisiatif. Kocokannya kadang di percepat, kadang diperlambat. Juga digerakkan kekiri dan ke kanan saat di kocok. Memberikan sensasi tersendiri pada kontolku.
"aaccch" aku tersentak saat merasa kantong bijiku disentuhnya. Saat kulihat ternyata Mala sudah memakai tangan kirinya untuk menyentuh kantong bijiku. Merasa menemukan mainan baru dan titik nikmatku, dengan wajah berbinar dan memperhatikan terus ekspresi wajahku, Mala makin intens menyentuh kantong bijiku sambil mengocok batang kontolku.
Mala makin kreatif saat dia berani menggunakan ujung jari telunjuknya untuk menyentuh dan membelai kepala kontolku yang mengkilat.
"sssshhh.. oohh.. " aku benar-benar menggigil karena nikmat yang kurasakan. Aku tak sanggup bertahan lebih lama jika begini terus. Usapan pada kantong bijiku, kocokan tangan pada batang kontolku yang diselingi usapan jari pada kepala kontolku, belum lagi tatapan mata dan ekspresi Mala. Membuat birahiku makin bergejolak.
"iyaah.. teruusss terusss.. jangan berenti.. " pintaku dengan suara bergetar sambil memegang belakang kepalanya dan menariknya mendekat kearah kontolku. Jarak kontolku dengan wajah Mala sudah sangat dekat, hanya berjarak sekitar 5 centi. Matanya semakin lekat menatap kontolku. Mulutnya sedikit terbuka seolah ingin menangkap masuk kontolku. Kocokannya semakin cepat dan intens.
"ooohh... terusss jangan berenti.. terusss kocok terusss.. yang cepettt" ucapku sambil menurunkan tangan kiriku menjamah dan meremas dada kanannya. Mendengar rintihan dan permintaanku, Mala makin mempercepat kocokannya. Matanya tak lepas terus lekat menatap kontolku.
"ssshh... emmhh.." Mala ikut mendesis menikmati
"terus.. teruuss.. Bentar lagi.. Mau keluar..." ucapku sambil terus mencengkram kepalanya dan meremas kuat dadanya.
"keluar.. keluar.. Keluarrr" teriakku
Croot! croott! croott!! aku menegang mencapai klimaks dan menyemprotkan sperma kentalku.
Mala terus mengocok kontolku bahkan saat kontolku menyemprotkan sperma kearah wajahnya. Mata Mala bahkan tak berkedip menyaksikan proses semburanku. Mala lalu menurunkan tempo kocokannya saat kontolku telah selesai menyemprotkan spermanya. Tampak sperma kentalku yang menghiasi wajahnya. Menghiasi rambut indahnya. Menghiasi keningnya, matanya, hidungnya, bahkan bibir tipisnya.
Dengan banyak sperma kental hampir di setiap bagian wajahnya, Mala menatapku sambil tersenyum. Sebuah senyum bangga karena berhasil memberikan kenikmatan kepadaku. Aku membalas senyumnya sambil mengusap lengannya. Sebagai ucapan terima kasih atas nikmat yang telah dia berikan.
Dengan masih memegang kontolku, Mala sedikit bergeser mengambil dua lembar tissu diatas meja. Masih dengan wajah penuh sperma, Mala membersihkan ujung kontolku yang masih mengeluarkan rembesan sisa-sisa sperma.
"hihihi... lucu ya bentuknya" ucap Mala sambil tersenyum membersihkan kontolku.
"kayak jamur, tapi ada urat-uratnya" ucapnya lagi sambil terus memperhatikan kontolku, bahkan di bolak balik meneliti setiap sudutnya.
"dah bersih" ucapnya kemudian sambil menatapku tersenyum
"makasih ya" ucapku lembut.
Mala lalu mengambil beberapa lembar tissu untuk membersihkan wajahnya. Mengetahui itu aku lalu menahannya.
"nanti dulu. Saya mau mandangin wajah kamu dulu. Seksi banget kalo kayak gini" ucapku sambil memandangi wajahnya.
"iiihh.. Kamu ini, malu ah" ucap Mala tapi menuruti permintaanku dengan tidak membersihkan wajahnya
"udah belum? lengket tau" lanjutnya kemudian. Aku hanya tersenyum mendengar dan melihat ekspresi imutnya, Mala lalu membersihkan dan menyeka spermaku di wajahnya. Sedangkan aku mengambil posisi tiduran sambil tersenyum memandangi Mala yang sedang membersihkan wajahnya.
"banyak bener keluarnya. Emang banyak gitu ya?" tanya Mala yang kujawab dengan anggukan kepala
"kenceng banget keluarnya ampe ada yang masuk mulut" lanjut Mala
"oh ya?" tanyaku antusias
"he em. Yang pertama keluar itu. kan deket banget, saya juga kaget gak tau bakal keluar" jawab Mala.
"trus?" tanyaku makin penasaran
"ya ketelen"
"kamu telen?!" tanyaku tak percaya
"iya. Kentel gitu, anget. Agak-agak gurih rasanya" jawab Mala
"baunya menyengat ya. Trus mirip kayak bau-bau santen" ucap Mala sambil sedikit mengendus tissu yang habis dipakai membersihkan wajahnya. Tissu itu lalu dibuang kedalam kotak sampah yang ada disudut kamar. Saat berjalan membuang tissu, aku hanya memandangi tubuh telanjang Mala dari belakang.
"geser" ucap Mala sambil naik ke atas ranjang dan tiduran disampingku.
Aku menggeser sedikit posisiku untuk memberinya ruang. Saat dia telah tiduran disampingku, aku langsung mendekapnya. Membenamkan wajahku diantara dada dan ketiaknya. Mala tidak keberatan dengan perlakuanku, Mala bahkan mengusap kepalaku memberikan rasa nyaman.
Usapan tangannya dikepalaku, aroma tubuh dan ketiaknya di hidungku, tubuh bugilnya dalam pelukanku, membuatku benar-benar tenang dan nyaman. Membuatku kemudian perlahan-lahan terlelap.
***
Entah sudah berapa lama aku tertidur. Saat aku terjaga dan membuka mataku, aku melihat Mala menopang wajahnya sedang tersenyum menatapku.
"hehehe udah bangun? Kamu lucu ya kalo lagi tidur, imut" ucapnya sambil masih terus menatapku.
"jam berapa ini? Berapa lama saya tidur?" tanyaku sambil melemaskan otot-otot tubuhku
"setengah jam" jawab Mala
"kamu gak tidur?" tanyaku yang dijawabnya dengan gelengan kepala
"ngapain aja dari tadi?" tanyaku
"ngeliatin kamu tidur" jawabnya
"eh?" aku tertegun mendengar jawabannya
"tidur lagi dong, saya masih pengen ngeliatin muka kamu kalo lagi tidur" ucap Mala
"dasar hehehe" jawabku sambil menggelengkan kepala sambil memunguti pakaianku dan memakai kembali. Setelah berpakaian lengkap, kami lalu keluar kamar dan duduk di sofa depan TV.
"saya mandi dulu ya. Lengket semua" ucap Mala
"iya"
"tunggu bentar ya" ucapnya lalu berdiri
"eh iya, hape kamu tadi kenapa? Rusak?" tanyaku
"gak tau neh. Abis di maenin Raka kok gak bisa kirim sms. Apanya ya?" ucap Mala sambil mengambil hape nya dan diulurkan kepadaku
"oh, biasanya sih nomer pusat pesannya itu" jawabku sambil mengambil hape yang diulurkan kepadaku. Tapi aku sengaja tidak langsung mengambil hapenya, melainkan menyentuh dulu lengannya baru kemudian bergerak mengusap kebawah mengambil hape di telapak tangannya. Mala hanya tersenyum melihat tingkahku, mungkin dia sudah terbiasa dengan semua sikap genitku.
"bentar ya" pamit Mala
"jangan lama-lama, nanti saya keburu kangen lagi"
"mulai deh..." sahutnya sambil berlalu pergi
Sepeninggal Mala, aku lalu memeriksa dan membuka-buka hapenya. Mengutak-utik pengaturan pesan dan memeriksa nomor pusat pesannya. Seperti dugaanku, ternyata nomor pusat pesannya sudah berubah. Aku lalu merubahnya kembali ke nomor pusat pesan yang benar. Dan untuk memeriksa apakah sudah beres, aku mencobanya dengan mengirim sms kepada Bonar.
To : Bonar 'IPS5'
"udah beres belum? Jam berapa kita pulang? Gilang. Bls cpt"
Terkirim! Nah berarti berhasil dan benar dugaanku jika nomor pusat pesannya yang bermasalah. Aku langsung menghapus pesan terkirimnya. Tak lama kemudian masuk pesan balasan dari Bonar
From : Bonar 'IPS5'
"udah, lg masak mie. Isi ulang tenaga dulu coy. Maklum aja, abis kerja keras. Dengkul ampe lemes"
Setelah membaca pesan dari Bonar, aku langsung cepat-cepat menghapusnya juga. Karena menurutku sms dari Bonar terlalu vulgar jika dibaca oleh Mala. Sambil menunggu Mala yang belum kembali, didasari rasa penasaran dan juga merasa Mala sudah sangat dekat dan percaya denganku, maka aku iseng membuka dan membaca sms masuk dan keluar di hape Mala.
Isi sms Mala kebanyakan berasal dari Ibunya dan juga para pengagumnya. Untuk para pengagumnya, ternyata tidak terlalu diladeni oleh Mala. Dari sekian banyak sms masuk yang kubaca, ada yang menjadi perhatianku. Yaitu sms dari seseorang yang ternyata cukup mendominasi jika dilihat dari jumlahnya. Dari waktu dan bahasanya pun menunjukkan bahwa mereka cukup intens berhubungan. Semakin di perkuat saat aku memeriksa sms keluar dan membaca balasan yang dikirimkan oleh Mala.
Jika puisi singkat dan kata-kata selamat pagi atau selamat tidur kuabaikan, maka memang tidak ada kata-kata sayang atau mesra di dalam obrolan mereka. Tidak ada juga kata-kata rayuan atau menggoda. Hanya berisi tentang saling bertanya kabar dan menceritakan kegiatan masing-masing. Tapi menurutku justru itu semakin menunjukkan kedekatan mereka, karena memcerminkan rasa saling percaya dan ketertarikan diantara mereka.
Seberapa jauh Mala mengenalnya? Seberapa dekat hubungan keduanya? Seberapa lama mereka sudah berhubungan? Seketika timbul berbagai pertanyaan dalam benakku. Seketika itu pula aku merasakan sakit dan sesak di dadaku. Seakan merasakan kehilangan sesuatu yang bahkan belum menjadi milikku.
Muncul rasa penyesalan dalam diriku. Seandainya saja aku tidak penasaran dan iseng memeriksa hape Mala, pasti aku tidak akan merasa seperti sekarang ini. Ah seandainya saja aku tidak membaca sms-sms itu. Pasti aku masih baik-baik saja sekarang. Aku bingung harus bersikap bagaimana sekarang. Apakah harus sedih atau justru sebaliknya.
Sisi egois dan lelaki ku menuntut untuk kecewa dan marah. Tapi sisi lain ku berusaha untuk menyadarkan ku dan tenang. Menyadarkan bahwa aku memang tidak pantas untuk seorang Mala, tenang karena aku mengenal siapa sosok orang yang berhubungan dengan Mala tersebut. Sosok seorang kakak kelas yang ku kenal lemah lembut dan baik hati. Sosok ketua OSIS dan ketua Rohis yang bisa menjadi panutan siswa lain. Sosok kebanggaan sekolah yang selalu mewakili sekolah mengikuti kejuaraan akademis. Sosok yang menurutku sepadan dan pantas bagi Mala.
Kembali aku membaca pesan masuk dari orang yang diberi nama 'Kak Arif' di hape Mala tersebut. Berusaha meneliti dan menerka apa yang terjadi diantara mereka, berharap aku salah membaca dan salah menduga. Tapi semakin aku membaca pesan masuk dan keluar, semakin berkecamuk pula perasaanku. Ditambah lagi dengan tidak ada satupun sms masuk atau keluar di hape Mala yang menanyakan tentang diriku pada Bonar. Apakah benar Mala menanyakan tentang ku seperti cerita Bonar? Atau hanya kebohongan Bonar yang sekedar ingin menyenangkan hatiku.
"haahhh..!!" aku menghela napas dan meletakkan hape Mala keatas meja. Aku sudah tak sanggup lagi untuk membacanya. Aku lalu mengambil gitar dan memainkannya, berusaha menenangkan gemuruh dalam hatiku. Tapi percuma, suasana hatiku sudah terlanjur kacau.
Kak Arif, dari namanya dia memang orang yang arif dan bijaksana. Sosok panutan dan contoh yang baik bagi siswa lain. Kakak kelas kami yang telah lulus dan saat ini sedang kuliah. Beberapa kali aku sempat melihat dia dan beberapa alumni lainnya datang ke sekolah. Dengan dandanan khas ala mahasiswa baru, tas gendong, kemeja kotak-kotak dan celana dasar. Masuk ke beberapa kelas untuk menceritakan pengalamannya di bangku kuliah dan memberikan motivasi kepada kami agar giat belajar.
Meskipun dia sosok yang baik dan ideal bagi Mala, tapi apakah aku rela melepaskan Mala untuknya? Merelakan bibir indah Mala di kecupnya? Kulit halus Mala di usapnya? Rambut indah Mala di belainya? Dasar egois! Kenapa aku melihat dari sudut pandang ku saja, bagaimana dengan Mala? Bagaimana dengan pilihan hatinya?
Tapi bukankah dari semua sikapnya kepadaku termasuk perbuatan kami tadi sudah membuktikan bahwa Mala memilihku? Tapi tidak juga, jika melihat sms dan intensitas hubungan mereka, itu sudah menggambarkan bahwa hubungan mereka dekat. Apakah Mala saat ini sedang bimbang? Sedang ragu menentukan pilihan? Lalu apa yang harus aku lakukan sekarang? Apakah benar dugaanku terhadap Mala selama ini? Yah, kurasa benar semua dugaanku selama ini.
"hehe maaf ya lama" ucap Mala yang datang sambil tersenyum mengagetkan lamunanku. Aku hanya melirik sepintas kearahnya. Mala tampak segar dan sudah mengganti pakaiannya. Sekarang Mala memakai rok pendek sedikit diatas lutut, dipadukan dengan kaos kuning pres body yang semakin membuatnya tampak berkilau.
"ya, gak papa" jawabku datar tanpa memandangnya. Aku lalu menyalakan sebatang rokok dan berdiri. Mala tampak heran dan seketika berubah raut wajahnya, menyadari perubahan sikap dan nada bicaraku yang dingin. Belum hilang rasa herannya, aku kembali berkata
"saya pulang ya"
"kamu kenapa?" tanya Mala pelan sambil melangkah kehadapanku. Memberikan kesegaran aromanya padaku
"gak papa" jawabku sambil tersenyum. Aku menahan nafasku, mencegah aroma Mala masuk kepernapasanku dan mengganggu akal sehatku. Tapi aku lalu menyadari bahwa perubahan sikapku ini bisa saja membuat Mala gundah dan kepikiran. Hal yang tidak kuinginkan karena takut akan mengganggu konsentrasinya dalam ujian besok. Bisa kacau jadinya jika seorang Mala gagal dalam ujian akhir dan gagal masuk kedokteran. Maka dari itu aku berusaha tersenyum tulus dan biasa saja, berusaha untuk tidak membuatnya cemas.
"kamu kenapa?" Mala mengulangi pertanyaannya. Mungkin menyadari bahwa aku berusaha menutupi sesuatu.
"gak papa, beneran. Ini udah hampir sore, sebentar lagi Raka atau orang tua kamu pulang. Saya gak enak kalo nanti mereka liat saya disini. Bisa di gorok saya sama si kumis, hehehe" jawabku sambil berusaha tetap tersenyum dan biasa saja.
"lagian besok kan kita ujian. Kamu pasti mau belajar kan" lanjutku sambil ingin menyentuh pipinya. Tapi entah kenapa ketika sedikit lagi tanganku akan menyentuhnya, tanganku tiba-tiba terhenti dan tidak jadi menyentuhnya. Seolah ada sesuatu yang mencegah dan menghentikan gerakanku.
Mala tampak terpaku melihat tanganku yang tidak jadi menyentuh pipinya. Mala kemudian menatapku seolah menanyakan dan mencari tahu penyebabnya.
"belajar yang bener ya, awas kalo sampe gak lulus. Saya jewer kamu, hehehe" ucapku yang tanpa menunggu jawaban dan responnya langsung mengambil gitar Santi dan berjalan menuju pintu. Sampai didepan pintu, aku kemudian berhenti dan menoleh kearah Mala yang masih tertegun memandangku.
"oh iya, itu hapenya udah bisa. Cuma nomor pusat pesannya aja kok" ucapku sambil tersenyum lebar.
Mala tampak seperti tersentak dan tersadar akan sesuatu. Seolah menyadari dan teringat akan sesuatu hal yang terlupa. Mala lalu memandang hapenya yang tergeletak diatas meja.
Tiit tiiittt tiiittt.. Bersamaan dengan itu, hape Mala berdering menandakan ada pesan yang masuk.
***