Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Darah Binal yang Kental!(wild stories)

Genre apa saja selain murni incest, yang pembaca inginkan dalam cerita ini? (Dapat memilih 2)

  • BDSM (Master dan Sex Slave)

    Votes: 105 34,5%
  • NTR (Protagonis terkhianati)

    Votes: 75 24,7%
  • Romance (Melodrama)

    Votes: 102 33,6%
  • Guro ( Pembunuhan, Mutilasi, Kanibal)

    Votes: 8 2,6%
  • Magic (Sihir, Hipnotis)

    Votes: 54 17,8%
  • Scat & Urination (Feses dan Kencing)

    Votes: 27 8,9%
  • Abstain ( terserah penulis )

    Votes: 46 15,1%
  • Lainya (sampaikan dengan replay)

    Votes: 8 2,6%

  • Total voters
    304
  • Poll closed .
Status
Please reply by conversation.
Mantap suhu cerita incest berkualitas :mantap:

Moga moga bisa sampe tamat hu, bisa ikut jadi legend nih cerita klo tamat
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Chapter 5.1: Bagaimana Mungkin Aku Bisa?

(Rudi)

"Uuuahhhhhhheemm" uapku terbangun dari tidurku. Begitu malasnya aku sehingga aku hanya membuka mata tanpa beranjak dari kasur. Hari itu hari Rabu. Waktu menunjukkan pukul 10 pagi.

Pada Senin pagi, kemarin lusa, aku dan ibuku ditemukan pingsan bertumpukan dilantai ruang keluarga, di belakang sofa tepatnya, oleh Ayah, kakak dan adiku. Aku tersadar di tempat tidur ini sore harinya. Hari itu juga Ayah memintakan ijin sakit kepada guruku untuk 1 minggu. Ayah memingit aku di kamar lain selain di kamar utama, tidak diperbolehkan keluar rumah serta dilarang melakukan tidakan seksual dengan siapapun termasuk diriku sendiri. Sungguh aneh...

Sebalnya aku, aku tidak bisa bertemu teman2ku, bermain layang2, kejar2an, engklek, kelereng dan lainnya. Ditambah lagi coli pun tidak boleh. Dilarang keras bagiku untuk mengalami ejakulasi apapun alasannya. Aku sudah merengek untuk membuat ijin tersebut menjadi 1-2 hari saja, tapi entah mengapa Ayah bersikeras dan Ibu juga sependapat dengannya dan tampak bahagia. Jam segini mbak Rin dan Yuni masih disekolah, sedangkan Ayah sedang mengawasi sawah, hanya ada Ibuku di rumah yang aku tak boleh apa2kan. Menganggur itu menyebalkan.

"Aaahhhh taaek(tai)" rengekku..

Salahkan ibuku yang terlalu hot, seksi, dan nakal, yang terus menggodaku dengan bagian tubuhnya yang merupakan fovaritku. Tentu saja pantat montok itu yang kemarin lusa ia goyang2kan menggoda, dihiasi lubang anus yang menyerupai bibir mencium meminta ciuman serta vagina basah berjembut yang lendirnya menetes kemana-mana. Salahkan juga darah binal yang mereka wariskan kepadaku..

Ditambah lagi mungkin karena kesalahan kurangnya pengalamanku mengontrol birahi yang seharusnya bagi seorang pria, aku harus mampu mengendalikannya. Ayahku memang telah mengajarkan bahwa

"Wanita harus mudah orgasme, sedang pria harus tahan orgasme agar mudah membuat wanita orgasme"

Aku mengerti filosofi Ayah tersebut. Tetapi, saat itu aku belum bisa melakukannya. Mungkin karena kurangnya pengalamanku terhadap kontrol-konthol yang baru bisa berdiri 3 malam yang lalu. Kontholku jadi semakin sensitif ketika ereksi, apalagi pada ujung palkon dan lehernya. Ngilu kalau dijepit ataupun digesek. Atau secara umum bisa dikatakan fisik dan psikisku belum matang. Entah apa yang terjadi di kepalaku. Inikah hukuman yang diberikan ayah untuk mendidiku?

"Cekreek" pintu terbuka, membuyarkan lamunanku..

Kulihat ibuku memasuki kamar, datang membawakan sarapan. Pagi itu dia memakai daster bermotif bunga yang roknya panjang selutut memancarkan aura keibuan.
[HIDE]
t9omo_IMG_20170627_095039_thumb.jpg
[/HIDE]
Rambut panjangnya digelung dengan tusuk rambut sehinnga menampakkan lehernya yang putih mulus dari belakang tanpa terhalang. Kalau waktu dia menjadi sosok ibu, dia akan menjadi sosok ibu seutuhnya. Dia memang wanita profesinal yang bisa membagi sikap antara kewanitaan, keibuan dan kebinatanganya. Tetapi kadang dia juga bisa khilaf. Kami sekeluarga sudah bisa memaklumi kehilafan kami satu sama lain dan bahkan saling memancing kekhilafan itu. Itu kenyataan, atau mungkin itu kenyataan dalam kepalaku, entahlah.

Eee.. Tole wes tangi..."Sapanya renyah..
"Eee.. anak ibu sudah bangun..."

"Gung...!(belum)" Kujawab ketus sambil memejamkan mataku kembali, bermaksud berpura pura tidur... Lucunya aku..

"Turu tapi kok iso nyauri ya...?Godanya dengan nada nakal..
"Tidur tapi kok bisa jawab ya..?

Dia meletakan nampan berisi mangkok bubur ayam lengkap, 2 gelas air serta satu cup kecil berisi 3 pil warna-warni pada meja disamping ranjangku. Pil itu obatku kata mereka. Yang harus kuminum setiap habis sarapan dan makan malam.

Aku bangkit duduk secepat kilat lalu menurunkan kakiku kelantai, pantatku masih diatas kasur, kupeluk dia dengan posisi itu. ibuku berdiri dan aku duduk ditepi ranjang sambil memeluknya. Kepalaku saat itu mendongak ke atas, dimana daguku berada tepat dibawah belahan dada besarnya. Dia terhenyak agak kaget berusaha menjaga keseimbangan.

" Buuk.. Ijin loroku kok suwi temen?!"
" Buuk... Ijin sakitku kok lama amat?!" Rengeku
"Aku lho sehat bersemangat... Buat apa dikarantina?"

Dia menundukan lehernya menatapku dengan tatapan sayu menentramkam dan tersenyum manis sambil membelai-belai rambutku. Tidak menjawab hanya terus melakukan itu sambil sesekali memiringkan kepalanya lembut. Membuat aku bingung dan tidak sabar

"Jawaben to buuk!... malah senyum2 bahagia!" Rengek sebalku keluar sambil kakiku menghentak-hentak lantai secara childish.

" Sabar ya sayaang...kowe kudu poso disik ( Kamu harus puasa dulu..)" Jawabnya lembut mencoba membujuku

"Poso kok dikeki sarapan..!"Cletuku ketus
"Puasa kok dikasih sarapan..!"

Ibu tertawa terkikik renyah, melepaskan tanganku darinya. Lalu dia mengambil mangkuk buryam yang memang disediakan untuku. Dia duduk disampingku, menyendok buryam itu

"Aaaaaak...!" Mimik wajahnya sebagai isyarat untuk aku membuka mulutku.
"Aemmm...! Ujarnya setelah berhasil menyuapiku. Aku memang lapar.
Setelah beberapa suapan aku kembali teringat terhadap pertanyaanku tadi.

"Buuuk...." Rengekku

"Dientekne disik.. Engko ibuk jawab"
"Dihabiskan dulu.. nanti ibu jawab"

"gah... Aku wareg (kenyang)!" Ngambeku sambil cemberut manyun.

Ibuku yang melihat itu hanya tersenyum manis. Dia mengambil 1 sendokan.

"Eh cah bagus deloken iki lho ( liat sini... Sayang)..! Bujuknya agar aku memperhatikan sendok berisi dubur, eh salah, bubur itu. Aku menatapnya bertanya-tanya tentang apa yang akan dilakukannya. Dia memasukannya kedalam mulut seksinya lalu seperti menciduk-ciduk perlahan ke dalam mulutnya. Matanya menggodaku nakal. Lalu dia keluarkan sendok itu. Bubur di sendok itu tidak berkurang malah bertambah kuahnya karena bercampur ail liurnya. " taraaa... ", koyo sulapan...

" clegek.." aku menelan ludah... Badanku menghangat...

"Aaaaaak.." Lalu " nyam-nyam" terimaku dengan cekatan akan suapan erotis itu. entah kemana temanku yang bernama ngambek itu lari. Lalu dia meludahi beberpa kali mangkok buryam enak itu lalu mengaduknya seperti sedang menambahkan bumbu. Bumbu keerotisan!

Cara itu efektif, sangat efektif malah, untuk aku, anaknya. Dia melakukan hal itu sampai tak terasa mangkuk itu pun kosong.

"Yay, pintere anak ibu.." Ujarnya disambut senyuman tersipuku...

Dia lalu berdiri menaruh mangkuk kosong itu diatas meja, tanpa meletakan sendok. sendok itu masih dipegangnya dengan tangan kanannya. Lalu dia memposisikan dirinya tepat dihadapanku, ia menghadapku. Jarak kami mungkin hanya setengah langkah. Aku bertanya-tanya tentang apa yang akan wanita penggoda ini lakukan. Dia menyingsingkan rok dasternya perlahan ke atas membentuk gulungan, secara perlahan meletakan gulungan itu di lehernya kemudian menjepit gulungan itu dengan dagu dan dadanya. Terlihat jembut hitam lebat miliknya. Astaga dia khilaf, kagetku melihatnya tanpa sempak, G-string pun tidak. Buyar sudah image keibuannya. Dia membuka pahanya sehingga, terlihat kilatan2 basah di selakangan dan paha dalamnya. Inilah ibuku, bukan yang lain. Dia mengarahkan sendok itu ke liang senggamanya,
[HIDE]
t3xyg_Asianbabemasturbates_thumb.jpg
[/HIDE]
memasukan kedalamnya sambil mengorek-ngorek perlahan seperti orang mengorek sisa makanan terakhir dari sebuah wadah. Pusing aku melihatnya. Kontholku ngaceng di dalam boxerku entah berapa watt, tak ada voltmeter untuk mengukurnya. Sendok itu digoyang-goyang pelan. Dia merem melek, pinggulnya ikut bergoyang erotis harmonis bersama gerakan sendok nakal itu. Sendok yang mengorek liang jalan lahirku. Berulang kali aku menelan ludah mengahadapi atraksi asyik-ciamik antara sendok dan tempik.

"Eh ehm.. Ehmmm" ibuku berdehem merem sebagai bertanda klimaksnya.

"Sssssssshhh..." Desisnya panjang... Badannya bergoyang mengancuki sendok makanku itu bagai sebuah konthol.. Sendok bekas mulutku! "Heeemm... Clegek" aku menelan ludahku.

Beberapa saat kemudian dia mengejang beberap kali. Dia merem, mulutnya menggigit bibir bawahnya menahan serangan orgasmenya. Setelah klimaksnya reda, dia menatapku nakal, lalu mengeluarkan sendok itu dengan gerakan sedikit mencongkel, dan "pyek-plop" efek suara dari sendok yang keluar dari dalam meki basah ibuku. Mata dan senyumnya menyeringai konak kepadaku.

Sungguh tenggorokanku kering dibuatnya. "Gorokan asat", dalam istilah jawa.

Diangkatnya sendok itu sejajar dengan mataku. Sendok yang berisi lendir cinta ibuku.
[HIDE]
couuq_409699507DSCF0919_thumb.jpg
[/HIDE]
Daster terangkat itu kembali ke tempatnya semula karena dagu ibuku melepasnya.
Mataku tak bisa lepas dari sendok penuh peju itu kemanapun ia berada. Terpaku, terpana, tergoda.

"Aaaaaaak...." Isyaratnya.... Dan tentu saja... "Hap..." Mulutku menangkapnya dengan segera... Aku rasakan asin gurih, beraroma anyir-pesing yang entah kenapa memberi sensasi nikmat ditubuhku. Aku nikmati rasa itu sambil terpejam. Aku mengulum-ulum sendok itu bagai lolipop termanis sedunia. Ibuku memang sungguh terlalu. Terlalu manis, terlalu asin, terlalu pesing, terlalu membuatku pusing dan seolah ingin kencing.

Kemudian ibuku menarik sendok itu dari mulutku. Mataku terbuka, mata kami bertemu disertai hening birahi diantara kami. Aku ingin menyetubuhinya saat itu juga. Tapi aku tahu menunggu dengan sabar akan menambah nikmat itu.

"Maneh Yaang..?... Sek akeh kok"
"Mau lagi Sayang..?... Masih banyak kok..!
Katanya mesra sambil menembakan senyum dan sorot mata menggugah rangsang tersebut.

"Badup.. Badup...badup.." Jantungku tak karuan.. Kalau kontholku tidak lengket dengan selakanganku, mungkin dia akan meloncat keluar dan merayap masuk ke sangkar basah ibuku. Dan tak mau keluar lagi selamanya.

Aku spontan mengangguk cepat beberapa kali tak mampu berkata, seakan menjadi korban hipnotis yang mengiyakan semua isyarat. Isyarat apapun walaupun bejat ataupun keparat, yang penting nikmat.

"Syaratnya.. Sayang harus minum air putihya, habiskan semua bersama obat yang ibu sediakan! Tunggu ibu disini ibu ambil sesuatu dulu!" Ujarnya.. Sambil mengerlingkan matanya.

Dia berjalan keluar kamar. Mata dan leherku kompak berkoordinasi mengiringi langkah kakinya, tatapanku tertuju ke pinggang dan pantatnya yang seolah melirik ke kiri dan kanan."****** ndadak" (Bodoh sesaat), itulah mungkin istilahnya untuk menggambarkanku.

"Cletek" suara pintu tertutup yang membuat pemandangan gunung pantat itu menghilang. Membuat aku tersadar..

Tersadar dan tanpa harus ada komando kedua aku ambil gelas2 itu lalu kuminum bersama obatku.

!Cleguk.. Cleguk..cleguk.. Hap.. Hap.. Hap... Cleguk.. Cleguk.. Hahhh... Hueeiikk"! Sendawa menyertaiku.

Habis sudah semua hal yang ibu bawakan tadi untukku. 1 mangkuk buryam ludah, 1 sendok pejuh, 2 gelas air dan 3 butir pil obat. Menu yang tidak buruk untuk sarapanku. Aku sudah tidak lapar maupun haus akan air dan makanan. Tapi aku lapar dan haus akan hal yang lainnya. Aku tak berpindah dari posisiku semula, tetap duduk disamping ranjang menghadap jendela kaca terbuka yang berfungsi sebagai sumber cahaya alami. Hanya bergumam grogi mengantisipasi naluri emosi birahi.

"Apa yang akan pelacur tercintaku itu lakukan.." Ujarku dalam hati.. Bukan bermaksud tak sopan.. Tapi ibuku memang pelacurku.. Pelacur di keluargaku.

"Clekek" buyarlah lamunanku...

Ibuku masuk dengan busana yang berbeda. Sebuah lingerie putih transparan
[HIDE]
rkthd_IMG_20170629_232045_thumb.jpg
[/HIDE]
dengan rambut hitamnya terurai. Terlihat jelas 2 daging susu ibu yang menggoda birahi, naik turun nge-per, seperti balon berisi air, lengkap dengan puting hitam tegak menantang. hitam jembut rapinya terlihat malu2 dengan pakaian itu, bagai sedang "ci-luk-ba" kepadaku menggunakan kain2 tembus pandang rok itu. Sungguh keterlaluan bila ada pria tidak ngaceng maksimal akan pemandangan ini. Mataku terbelalak naik turun melakukan scanning beresolusi high definition ke setiap jengkal tubuh dan wajah ibuku. Dia menghampiriku perlahan normal dan pasti sambil matanya berinteraksi dengan mataku. Memang dia ahli dalam merangsang pria. Aku anak lelaki yang beruntung karena menjadi anaknya. Anak yang dapat bersetubuh dengan ibunya.

" Nunggu lama ya Sayang..?" Tanyanya mesra setelah sampai tepat dihadapanku..

Kugelengkan leherku cepat.. Tanpa sanggup berkata..

Kami berhadapan dan jarak kami hanya satu langkah. Sungguh orang2 memanggilku sebagai anak cerdas, teman2ku, guru2ku, teman2 kakak, ibu dan ayahku. Tetapi saat itu aku seperti seekor binatang horny yang dungu. Seperti keledai birahi yang terlahap oleh nafsu. Aku tersadar dia membawa sebuah kantong kertas coklat tua dengan tangan kirinya yang tadi ia sembunyikan dipunggungnya, terlindungi oleh indah lekukan montok tubuh depannya sebagai diversion pengalih perhatianku. "Cara menyembunyikan yang bagus", batinku. Sherlock holmes pun belum tentu lolos dari jerat misteri itu.

Dia meletakan bungkusan mengundang penasaran itu di sampingku. Aku melongok ingin melihat isinya. Tapi tanganya cepat menangkap kepalaku. Mengarahkan wajahku ke wajahnya lalu dia membuka mulutnya sambil mengangkat alis sebagai pertanda untuku agar aku mangap(membuka lebar mulut). Mataku berkedip sedikit linglung lalu aku memutuskan menurut, mangap dan menunggu.

Dia lalu meludahi mulutku dengan kasar.

" Juh.. Juh.. Juh!" 3x dia meludah ke dalam mulutku..

Segera dia menciumku dengan ganas. Mengaduk ludah yang dia ludahkan yang telah bercampur dengan ludahku. Lidahnya mengobok mulutku serta menggulat lidahku. Berputar-putar seperti mixer mencampur sebuah adonan. Dia sedot mulutku.. "Slurrrp.. Slurrp..." Ludah campuran milik kami itu sekarang berada dimulutnya. Dimainkannya sehingga semakin berbusa dan memutih. Dia main2kan dengan mulutnya, lalu dia ludahkan kembali ke mulutku. Memberiku isyarat untuk melakukan hal serupa. Sungguh gila interaksi ibu dan anak ini!

Ludah campuran ini semakin kental di mulutku. Dia lalu berlutut dihadapanku didongakanlah kepalanya sehingga wajah cantik ibu menghadap ke atas, membuka mulutnya lebar lalu menunjuk mulut merona itu dengan jarinnya. Aku yang paham, segera menunduk. Mengkonsentrasikan ludah campuran di ujung mulutku lalu mensejajarkan ke mulutnya. Kubuka mulutku hingga cairan kimia organik kental itu meleleh dengan erotisnya ke mulut ibu kandungku.
[HIDE]
3j5mg_IMG_20170629_230130_thumb.jpg
[/HIDE]
Lidahnya berputar putar perlahan, menerima lelehan itu dengan begitu nikmat. Tubuhku benar2 terasa panas, aku ingin mengancuki mulut itu sesegera mungkin. Kemudian....

"Glegek" dia menelannya habis tanpa sisa.

(Bersambung)

[HIDE]
Klik untuk lanjuttan>>>

Next
Chapter 5.2: Bagaimana Mungkin Aku Bisa? (Rudi)
[/HIDE]
 
Terakhir diubah:
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd