Kembali dengan Cerita Revival
Untuk Cerita Sebelumnya bisa dilihat pada Thread ini
https://v1.semprot.com/threads/1153606?-Romance-with-Sibad (FIRST STORY)
https://v1.semprot.com/threads/1154348?-4-Days-with-Gita-Sinaga (SECOND STORY)
https://v1.semprot.com/threads/1155738?-THIRD-STORY-It-s-Hurt-Zaskia (THIRD STORY)
https://v1.semprot.com/threads/1158702?-FOURTH-STORY-Kara-You-re-Doing-Good (FOURTH STORY)
https://v1.semprot.com/threads/1158780?-FIFTH-STORY-Can-t-Focus-Marissa! (FIFTH STORY)
https://v1.semprot.com/threads/1159355?-SIXTH-STORY-I-m-Always-Yours-Syifa (SIXTH STORY)
https://v1.semprot.com/threads/1160770?-SEVENTH-STORY-I-m-Not-A-Lover-Zivanna (SEVENTH STORY)
Part 1
Terbaring di sebuah dipan kayu yang sudah lama kuhinggapi. Aku tidak dapat mengingat dengan jelas apa yang terjadi kepadaku. Mereka bilang menemukan badanku hanyut di sungai. aku mulai terbiasa melihat paras perempuan yang selalu merawatku. Dalam kesederhanaannya, ia masih mau merawatku. Dengan bantuan warga sekitar pula, aku dapat bertahan sejauh ini. pagi ini, seperti biasa ia membawakan gelas berisi teh panas dan sejumlah obat obatan dari mantri kesehatan. Tidak lupa, beberapa menu sarapan yang sederhana untuk membantuku minum obat.
Pagi, sudah bangun ternyata. Sapa Atmi.
Atmi adalah perempuan yang merawatku di rumahnya. Orang tuanya telah meninggal dunia. Suaminya juga telah wafat. Ia tidak memiliki anak. Praktis meninggalkan ia sendirian di rumah ini.
Kau selalu merepotkan dirimu dengan merawatku, Atmi. Kataku.
Tidak apa apa. Aku senang bisa merawatmu sekarang.
Atmi seorang mantan suster. Tetapi, karena pernikahan dini membuatnya menjadi ibu rumah tangga.
Kau mau pergi ke kebun?
Iya. Sekalian mau setor hasil petikan ke pengepul. Obatmu sudah mulai habis.
Hati hati, Atmi. Kau tidak perlu membelikan obat untukku.
Ia bergeming dan pergi dari rumahnya yang terbuat dari susunan kayu hutan beralaskan tanah yang sudah keras terinjak injak. Tidak banyak perabotan yang tertinggal di rumah. Aku berlatih menggerakkan badan dan kaki agar aku cepat sembuh sepanjang hari hingga sore saat Atmi pulang.
Mas bisa jalan?
Sudah mendingan, Atmi.
Syukurlah kalau begitu. Atmi siapin makan dulu.
Tunggu, Atmi. Aku ingin bicara sesuatu denganmu.
Iya, Mas.
Kami duduk dan aku mulai bertanya kepadanya.
Atmi, kau masih menyimpan barang barangku sewaktu aku ditemukan hanyut?
Mengapa Mas tanya seperti itu?
Mungkin aku bisa mengingat 1 2 hal dari hal tersebut.
Mungkin ini saatnya. Mas harus mulai cari tahu siapa diri Mas.
Dari kamarnya, ia membawa sebuah kardus yang berisi pakaianku dan barang barang yang melekat padaku. Ponselku sudah rusak terkena air. Kucabut SIM cardnya dan kusimpan. Dan, dompet berisi dokumen dokumen pentingku seperti KTP, SIM dan STNK serta ATM.
Semuanya ada di situ. Mas Grha.
Grha? Itukah namaku? Aku mulai mengingatnya sekarang.
Mas, jangan tinggalin Atmi sendirian di rumah ini.
Aku harus mencari tahu siapa diriku, Atmi.
Atmi benar benar kesepian jika ditinggal, Mas.
Secara tidak langsung, aku tidak menghargai apa yang telah dilakukan oleh Atmi. Terlebih, ia membantuku dari awal hingga sekarang.
Maafkan aku, Atmi. Aku tidak bermaksud untuk meninggalkanmu.
Tapi, Mas harus cari tahu siapa Mas sebenarnya. Mungkin barang itu bisa membantu Mas mengingat.
Nanti akan kulakukan setelah aku benar benar sembuh.
Beberapa hari kemudian, aku sudah bisa berjalan dan seiring ingatanku mulai pulih. Meski, tidak banyak. Teringat kartu ATM yang ada di dompet. Aku berusaha mengingat PINnya.
Atmi, besok kamu ijin kerja. Aku ingin kamu ikut aku ke kecamatan cari ATM disana.
Iya, Mas. Besok kita ke kecamatan.
Kami ke kecamatan naik angkot. Aku mencari mesin ATM berharap ada yang tersisa di sana. Aku temukan dan kucoba memasukkan kartu dan PIN yang sudah kuingat. Aku mengecek saldo dan aku terkejut dengan angka yang cukup banyak. Aku mencetak mutasi rekening dan terdapat transfer dari Zizi senilai 2 digit. Zizi? Sepertinya aku pernah mengenal wanita ini. aku tarik sebagian dana untuk belanja bersama Atmi.
Gimana, Mas?
Lihat kertas ini. kataku menunjukkan struk atm.
Banyak banget, Mas. Uangnya.
Aku juga tidak tahu. yang penting sekarang kamu belanja untuk keperluan rumahmu.
Tapi, Mas nanti
Gak usah dipikirin, Atmi.
Kami berbelanja di pasar tradisional keperluan rumah dan lainnya. Kami tiba sore hari dengan menyewa pick up untuk membawa barang kami.
Mas, Grha. Makasih udah dibeliin semuanya.
Iya, sama sama. Atmi.
Aku kembali beristirahat. Namun, sakitku kembali kambuh. Aku terbaring tidak berdaya selama beberapa hari. Atmi kembali merawatku. malam malam, aku merasakan tubuhku sudah penuh kuman gatal disana sini.
Atmi, bisa tolongin aku?
Iya, Mas. Ada apa?
Aku gatal gatal dan lelah. Badanku penuh kuman. Bisakah kau memandikanku sebentar?
Iya, Mas. Sebentar.
Ia datang dengan kain waslap dan air dingin. Tangan dan badanku dibasuh dan diwaslap. Ia menurunkan selimutku yang praktis memperlihatkan celana pendekku.
Celana Mas dilepas aja biar gak basah.
Atmi .
Atmi melucuti celanaku dan penisku terlihat di depan matanya.
Oh punya Mas gak kerawat gitu. Banyak rambutnya.
Aku ingin mencukurnya. Tetapi, keburu aku sakit.
Boleh Atmi Cukurin?
Kau mau Atmi?
Masnya nanti malah garuk garuk gatal.
Ia mengambil beberapa pisau cukur dan mencukur rambut di sekitar penisku. Jarinya memegang penisku agar tidak terkena pisau. Kejadian ini membuatku penisku ereksi.
Hihihi Burungnya udah mulai keras.
Ia tetap mencukurku hingga bersih. Tapi, tangan itu masih memegani penisku. Ia menghela nafas melihat penisku yang tegak berdiri di depannya.
Mas, Atmi boleh bilang sesuatu?
Apa Atmi?
Atmi jadi nafsu lihat burung mas. Sudah lama, Atmi enggak pernah nyentuh burung laki laki. Kecuali, punya Mas.
Tanganku mengenggam tangan Atmi.
Atmi, anggap aku suami kamu. Atmi butuh perhatian dan diperhatiin.
Makasih, Mas.
Ia melepaskan kemben yang melingkari dadanya. Buah dadanya menggantung kendor. Namun, begitu ranum. Puting dan aerolanya berwarna coklat kehitaman. Ia melepaskan kain Jarik yang melingkari pinggangnya. Kulitnya sawo matang bercampur dengan kemaluannya yang bersih dari bulu. Perutnya agak buncit membuatnya semok. Ia naik di atasku dan mulai memompa dirinya dengan penisku.
aaahhhh ..Mas enak .sudah lama enggak seperti ini.
Ia terus memompa badanku. Tanganku diarahkannya ke buah dadanya.
Mas remes aku Mas
Kuremasi buah dadanya. Aku dekatkan wajahku dan kubenamkan disana. Aku juga butuh kehangatan seorang wanita.
Ia menungganggiku begitu semangat. Seolah seperti malam pertama, ia tidak ingin kehilangan setiap momentnya.
ooooohhhhh ..hhhhhmmmmmmm ..uuuuuuuucccchhhhh ..nnnnngggggghhhhhh ..sssssssssshhhhhhhhhhh ..aaaaaaaaaahhhhhhhh .
Ia membelai kepalaku dan menciumiku. Aku balas menciumnya.
Burung Mas enak banget. Udah lama enggak dimasukkin.
Kamu juga peret banget, Atmi. Bikin jantungan.
Sekarang, aku tunjukkin kemampuan aku.
Ia memutar mutar penisku di dalam. Seperti dibanting kesana kemari. Goyangan pinggulnya membuatku melenguh nikmat. Kemaluannya memakan penisku perlahan secara otomatis. Diulanginya hingga naik turun nafsuku disana. Dihujamnya penisku jauh masuk ke dalam.
Punya kamu bener bener manjain punya aku, Atmi. Diisep sampe masuk ke dalem.
Terakhir, ini kesukaan aku dari dulu.
Secara tiba tiba, ia menjepit penisku dengan erat. Tidak bisa bergerak.
Ampun Atmi Ampun Atmi ..
Ia mengendurkannya dan menghisap penisku masuk ke dalam. Dijepitnya lagi berulang ulang.
Atmi..aku sampe jantungan.
Mas, juga kuat. Dijepit kaya gini, belum keluar juga.
Masih kuat koq, Atmi.
Yakin?
Ia menjepit penisku perlahan dan tidak terbayangkan sebelumnya. Kali ini, penisku dibuat remuk oleh kemaluannya.
Aaaakkkuuuuu kkkkeeeelllluuuuaaarrrrrr ..
ccccccccrrrrrrrrrrrrrrooooooooootttttttttssssssssssss .cccccccccccccccrrrrrrrrrrroooooooooootttttttttttttttsssssssssssss .cccccccccccccrrrrrrrrrrrrrrrrrroooooooootttttttttssssssssss.
Spermaku muntah di dalamnya. Masih dijepitnya hingga habis spermaku di penis.
Ampun Atmi, punya kamu tangguh banget. Aku gak kuat ngadepinnya.
Anget banget di dalem nyemburnya. Udah lama gak begini.
Atmi, kalau kamu hamil?
Aku mandul mas. Aku gak bisa punya anak.
Malam ini, Atmi di sini aja. Aku pasti butuh lagi.
Atmi juga nanti pengen lagi.
Sepanjang malam, kami terus berhubungan badan.
Sekarang, Aku naik bus menuju ibukota. Berbekal KTP aku menuju alamat yang tertera. Tempat tinggalkku masih disana dalam keadaan masih seperti saat kutinggalkan. Kuingat aku menyimpan kunci cadangan di dekat meteran listrik. Aku masuk ke dalam rumah. Aku duduk di sofaku sambil mengingat apa yang terjadi sebelumnya.
Aku keluar rumah dan bertegur sapa dengan tetangga sekitar. Syukurlah, mereka tidak tahu apa yang terjadi. Aku membersihkan rumah dan halaman depanku. Setelahnya, aku kembali beristirahat.
Kali ini, aku hidup seperti kertas baru. Setelah peristiwa yang terjadi, mungkin orang akan melupakanku. Aku mencari pekerjaan untuk menyambung hidup. Sulit mencari pekerjaan di ibukota. Itulah yang aku rasakan sekarang.
Di warung pinggir jalan, aku memesan es teh sekedar melepaskan dahagaku. Ingatanku tentang kota ini belum sepenuhnya pulih.
"Mas, kayaknya baru di Jakarta ya?" Sapa orang disebelahku.
"Iya, Mas. Koq Mas tahu saya baru di Jakarta?"
"Saya lihat map anda kayak lamaran kerja."
"Oh, Iya Mas. Lagi ngelamar kerjaan."
"Mas mau jadi PU rumah produksi? Kebetulan, lagi ada syuting di sebelah sana. Aku kekurangan orang PU nih mas."
"Kerjaannya kayak gimana ya?"
"Ya, kaya OB aja. Anter - anter makanan sama nyediain konsumsi aja. Ya, tapi gitu. Kerjanya sih pas waktu makan aja. Cuman, gak tentu aja kalo disuruh - suruhnya."
"Boleh, Mas. Kalau dicoba."
"Abis ini Mas ikut saya. Oiya, nama saya Karim."
"Saya Grha."
"Kita kesana, Mas Grha."
Karim begitu sopan kepadaku. Mungkin, agar aku menerima pekerjaan ini. Ia mengantarku disebuah ruangan pantry dadakan.
"Ini adalah ruangan pantry. Tugas kamu, bikin minuman aja. Di tembok ada foto dan nama kru syuting film. Kamu bisa bikin kopi dan teh biasa kan?"
"Bisa, Mas Karim."
Seorang kru masuk pantry.
"Orang baru, Karim?" Tanyanya.
"Iya, kenalin. Dia Grha."
"Aku Agus. Oh iya, bisa bikin minuman? Mereka lagi suntuk tuh. Kopi item aja."
"Tuh udah dapet kerjaan pertama kamu. Dikerjain gih."
"Iya, Mas Karim."
"Karim aja manggilnya."
Aku menyiapkan air panas dan sejumlah gelas berisi bubuk kopi sachetan. Aku menuangkan air panas ke gelas dan mengaduknya perlahan. Dengan nampan, dibantu oleh Agus dan Karim aku menyerahkan gelas berisi kopi sekaligus berkenalan. Selesai pekerjaanku, aku kembali merapikan pantry. Seseorang masuk lagi.
"Mas yang bikin kopi ya?"
"Iya, Mas. Ada apa ya?"
"Itu kopi apa Mas? Koq beda rasanya?"
"Kopi sachetan. Beda gimana, Mas?"
"Bikinannya enak banget. Udah lama gak minum kopi sachet seenak ini. Bikin lagi ya, Mas. Pada nambah tuh."
"Iya, Mas."
Syukurlah kopi buatanku diterima oleh mereka. Kuhidangkan lagi kopi yang telah ku buat. Mereka memujiku karena kopi ini.
Beberapa hari bekerja disini, membuatku semakin akrab dengan mereka. Aku mulai mengenal artis yang ikut terlibat syuting sinetron. Salah satunya adalah Voke Victoria. Artis itu yang begitu mengena di pikiranku. Perannya yang menjadi seorang adik perempuan yang kekanak - kanakan berhasil menyita perhatianku. Aku pun sedikit banyak bisa berkenalan dengannya.
Hari ini, sedang ada break syuting. Aku bisa bernafas lega. Karim dan Agus sedang pulang ke rumahnya. Aku kebagian berjaga di sini.
"Grha...kau disitu?"
"Ah, Iya. Non Voke. Tumben masih disini."
"Belum di jemput sama supir. Kebiasaan supir aku lelet."
Aku berinisiatif memberikannya teh hangat.
"Silahkan Mbak diminum selagi anget."
"Loh, kamu tidur disini?"
"Iya, Non. Karim dan Agus sedang pulang."
Aku beringsut ke belakang melepaskan sarung yang melintang di badanku.
"Maaf, Mbak. Saya gak sopan tadi ngelayaninnya pake sarung."
"Kenapa minta maaf? Gak ada yang salah koq."
"Iya. Non."
"Panggil aja Voke. Bacanya Vooke."
"Iya, Voke."
"Itu apa di piring?" Ia menunjuk makanan tersaji di roti.
"Roti bakar aja. Ada sisa roti tadi siang. Sayang, kalo dibuang."
Dicomotnya sepotong dan dimakannya.
"Aduh, Non. Jangan dunk. Nanti saya dimarahin nyediain makanan gak higienis."
"Kamu bikinnya bener kan?"
"Bener sih."
"Yaudah. Aku makan."
Ia menggigit rotiku.
"Oh my....kamu bener bikin ini? Bahannya apa aja?"
"Cuma roti, selai srikaya, sama mentega biar gak gosong."
"Bisa pas banget nih. Lumer di mulut."
"Masih banyak gak rotinya?"
"Masih sih, tadi aku mau bikin terus aku kasih ke orang."
"Bikinin aku lagi yang persis kaya gini. Gak boleh beda sedikitpun. Aku tunggu di ruangan make up."
"Iya, Voke."
Aku membuatnya lagi. Baru aku akan mengetuk terdengar suara yang aneh di telingaku.
"Sssssssnnnnggggggggg........sssssssssssnnnnnnnnnggggggggg...........ssssssssssnnnnngggggggggg..."
Aku mengintip di balik jendela. Ia sedang memegang benda berbentuk seperti penis dengan warna yang catchy. Dimainkannya benda tersebut di area dada dan kemaluannya yang masih tertutup baju.
"Hhhhhhhmmmmmm.......hhhhhhhhhmmmmmmm.......ooooooooohhhhh......hhhhhhMmmmmmmm....."
Terpaksa kuketuk pintunya agar roti yang kuhidangkan masih hangat.
"Voke, Voke, ini saya, Grha. Rotinya sudah saya taruh di meja depan. Buruan diambil nanti dingin."
Aku meninggalkan roti itu dan mengintip di balik dinding. Ia keluar dengan muka kemerahan dan langsung mengambil rotinya. Kuintip lagi lewat jendela ruangannya. Ia memakan rotiku sedikit kemudian melanjutkan aktivitas yang sempat tertunda tadi.
Ia menusuk - nusuk benda itu ke titik sensitifnya.
"Aaaaaccchhhh......aaaaaaacccchhhh.......ccccccchhhhhh......aaaaaaaccchhhhh......"
Setelah itu, dilepasnya CD yang membungkus kemaluannya. Aku menelan ludah melihat kemaluannya bersih dari apapun. Tidak ada bulu ataupun warna hitam. Ia menungging dan menusukkan benda itu ke anusnya.
"Oooooohhhhhhh........hhhhhhmmmmm......oooooooohhhhhhh..........hhhhhhhmmmmmm..........sssssssshhhhh......."
Penisku dibuatnya tegang jika seperti ini. Ia terus menusukkan benda itu hingga ia mengejang kehilangan keseimbangan kemudian menggelepar di sofa.
"Ccccccccccccrrrrrrrrrrrssssssssssszzzzzzzzzz.............cccccccccccrrrrrrrrrrsssssssszzzzzzzzzz....."
Ia kelelahan setelah mengalami squirt. Ia terengah - engah kecapekan seperti baru saja berolah raga.
Bersambung pada Post Selanjutnya
Untuk Cerita Sebelumnya bisa dilihat pada Thread ini
https://v1.semprot.com/threads/1153606?-Romance-with-Sibad (FIRST STORY)
https://v1.semprot.com/threads/1154348?-4-Days-with-Gita-Sinaga (SECOND STORY)
https://v1.semprot.com/threads/1155738?-THIRD-STORY-It-s-Hurt-Zaskia (THIRD STORY)
https://v1.semprot.com/threads/1158702?-FOURTH-STORY-Kara-You-re-Doing-Good (FOURTH STORY)
https://v1.semprot.com/threads/1158780?-FIFTH-STORY-Can-t-Focus-Marissa! (FIFTH STORY)
https://v1.semprot.com/threads/1159355?-SIXTH-STORY-I-m-Always-Yours-Syifa (SIXTH STORY)
https://v1.semprot.com/threads/1160770?-SEVENTH-STORY-I-m-Not-A-Lover-Zivanna (SEVENTH STORY)
Part 1
Terbaring di sebuah dipan kayu yang sudah lama kuhinggapi. Aku tidak dapat mengingat dengan jelas apa yang terjadi kepadaku. Mereka bilang menemukan badanku hanyut di sungai. aku mulai terbiasa melihat paras perempuan yang selalu merawatku. Dalam kesederhanaannya, ia masih mau merawatku. Dengan bantuan warga sekitar pula, aku dapat bertahan sejauh ini. pagi ini, seperti biasa ia membawakan gelas berisi teh panas dan sejumlah obat obatan dari mantri kesehatan. Tidak lupa, beberapa menu sarapan yang sederhana untuk membantuku minum obat.
Pagi, sudah bangun ternyata. Sapa Atmi.
Atmi adalah perempuan yang merawatku di rumahnya. Orang tuanya telah meninggal dunia. Suaminya juga telah wafat. Ia tidak memiliki anak. Praktis meninggalkan ia sendirian di rumah ini.
Kau selalu merepotkan dirimu dengan merawatku, Atmi. Kataku.
Tidak apa apa. Aku senang bisa merawatmu sekarang.
Atmi seorang mantan suster. Tetapi, karena pernikahan dini membuatnya menjadi ibu rumah tangga.
Kau mau pergi ke kebun?
Iya. Sekalian mau setor hasil petikan ke pengepul. Obatmu sudah mulai habis.
Hati hati, Atmi. Kau tidak perlu membelikan obat untukku.
Ia bergeming dan pergi dari rumahnya yang terbuat dari susunan kayu hutan beralaskan tanah yang sudah keras terinjak injak. Tidak banyak perabotan yang tertinggal di rumah. Aku berlatih menggerakkan badan dan kaki agar aku cepat sembuh sepanjang hari hingga sore saat Atmi pulang.
Mas bisa jalan?
Sudah mendingan, Atmi.
Syukurlah kalau begitu. Atmi siapin makan dulu.
Tunggu, Atmi. Aku ingin bicara sesuatu denganmu.
Iya, Mas.
Kami duduk dan aku mulai bertanya kepadanya.
Atmi, kau masih menyimpan barang barangku sewaktu aku ditemukan hanyut?
Mengapa Mas tanya seperti itu?
Mungkin aku bisa mengingat 1 2 hal dari hal tersebut.
Mungkin ini saatnya. Mas harus mulai cari tahu siapa diri Mas.
Dari kamarnya, ia membawa sebuah kardus yang berisi pakaianku dan barang barang yang melekat padaku. Ponselku sudah rusak terkena air. Kucabut SIM cardnya dan kusimpan. Dan, dompet berisi dokumen dokumen pentingku seperti KTP, SIM dan STNK serta ATM.
Semuanya ada di situ. Mas Grha.
Grha? Itukah namaku? Aku mulai mengingatnya sekarang.
Mas, jangan tinggalin Atmi sendirian di rumah ini.
Aku harus mencari tahu siapa diriku, Atmi.
Atmi benar benar kesepian jika ditinggal, Mas.
Secara tidak langsung, aku tidak menghargai apa yang telah dilakukan oleh Atmi. Terlebih, ia membantuku dari awal hingga sekarang.
Maafkan aku, Atmi. Aku tidak bermaksud untuk meninggalkanmu.
Tapi, Mas harus cari tahu siapa Mas sebenarnya. Mungkin barang itu bisa membantu Mas mengingat.
Nanti akan kulakukan setelah aku benar benar sembuh.
Beberapa hari kemudian, aku sudah bisa berjalan dan seiring ingatanku mulai pulih. Meski, tidak banyak. Teringat kartu ATM yang ada di dompet. Aku berusaha mengingat PINnya.
Atmi, besok kamu ijin kerja. Aku ingin kamu ikut aku ke kecamatan cari ATM disana.
Iya, Mas. Besok kita ke kecamatan.
Kami ke kecamatan naik angkot. Aku mencari mesin ATM berharap ada yang tersisa di sana. Aku temukan dan kucoba memasukkan kartu dan PIN yang sudah kuingat. Aku mengecek saldo dan aku terkejut dengan angka yang cukup banyak. Aku mencetak mutasi rekening dan terdapat transfer dari Zizi senilai 2 digit. Zizi? Sepertinya aku pernah mengenal wanita ini. aku tarik sebagian dana untuk belanja bersama Atmi.
Gimana, Mas?
Lihat kertas ini. kataku menunjukkan struk atm.
Banyak banget, Mas. Uangnya.
Aku juga tidak tahu. yang penting sekarang kamu belanja untuk keperluan rumahmu.
Tapi, Mas nanti
Gak usah dipikirin, Atmi.
Kami berbelanja di pasar tradisional keperluan rumah dan lainnya. Kami tiba sore hari dengan menyewa pick up untuk membawa barang kami.
Mas, Grha. Makasih udah dibeliin semuanya.
Iya, sama sama. Atmi.
Aku kembali beristirahat. Namun, sakitku kembali kambuh. Aku terbaring tidak berdaya selama beberapa hari. Atmi kembali merawatku. malam malam, aku merasakan tubuhku sudah penuh kuman gatal disana sini.
Atmi, bisa tolongin aku?
Iya, Mas. Ada apa?
Aku gatal gatal dan lelah. Badanku penuh kuman. Bisakah kau memandikanku sebentar?
Iya, Mas. Sebentar.
Ia datang dengan kain waslap dan air dingin. Tangan dan badanku dibasuh dan diwaslap. Ia menurunkan selimutku yang praktis memperlihatkan celana pendekku.
Celana Mas dilepas aja biar gak basah.
Atmi .
Atmi melucuti celanaku dan penisku terlihat di depan matanya.
Oh punya Mas gak kerawat gitu. Banyak rambutnya.
Aku ingin mencukurnya. Tetapi, keburu aku sakit.
Boleh Atmi Cukurin?
Kau mau Atmi?
Masnya nanti malah garuk garuk gatal.
Ia mengambil beberapa pisau cukur dan mencukur rambut di sekitar penisku. Jarinya memegang penisku agar tidak terkena pisau. Kejadian ini membuatku penisku ereksi.
Hihihi Burungnya udah mulai keras.
Ia tetap mencukurku hingga bersih. Tapi, tangan itu masih memegani penisku. Ia menghela nafas melihat penisku yang tegak berdiri di depannya.
Mas, Atmi boleh bilang sesuatu?
Apa Atmi?
Atmi jadi nafsu lihat burung mas. Sudah lama, Atmi enggak pernah nyentuh burung laki laki. Kecuali, punya Mas.
Tanganku mengenggam tangan Atmi.
Atmi, anggap aku suami kamu. Atmi butuh perhatian dan diperhatiin.
Makasih, Mas.
Ia melepaskan kemben yang melingkari dadanya. Buah dadanya menggantung kendor. Namun, begitu ranum. Puting dan aerolanya berwarna coklat kehitaman. Ia melepaskan kain Jarik yang melingkari pinggangnya. Kulitnya sawo matang bercampur dengan kemaluannya yang bersih dari bulu. Perutnya agak buncit membuatnya semok. Ia naik di atasku dan mulai memompa dirinya dengan penisku.
aaahhhh ..Mas enak .sudah lama enggak seperti ini.
Ia terus memompa badanku. Tanganku diarahkannya ke buah dadanya.
Mas remes aku Mas
Kuremasi buah dadanya. Aku dekatkan wajahku dan kubenamkan disana. Aku juga butuh kehangatan seorang wanita.
Ia menungganggiku begitu semangat. Seolah seperti malam pertama, ia tidak ingin kehilangan setiap momentnya.
ooooohhhhh ..hhhhhmmmmmmm ..uuuuuuuucccchhhhh ..nnnnngggggghhhhhh ..sssssssssshhhhhhhhhhh ..aaaaaaaaaahhhhhhhh .
Ia membelai kepalaku dan menciumiku. Aku balas menciumnya.
Burung Mas enak banget. Udah lama enggak dimasukkin.
Kamu juga peret banget, Atmi. Bikin jantungan.
Sekarang, aku tunjukkin kemampuan aku.
Ia memutar mutar penisku di dalam. Seperti dibanting kesana kemari. Goyangan pinggulnya membuatku melenguh nikmat. Kemaluannya memakan penisku perlahan secara otomatis. Diulanginya hingga naik turun nafsuku disana. Dihujamnya penisku jauh masuk ke dalam.
Punya kamu bener bener manjain punya aku, Atmi. Diisep sampe masuk ke dalem.
Terakhir, ini kesukaan aku dari dulu.
Secara tiba tiba, ia menjepit penisku dengan erat. Tidak bisa bergerak.
Ampun Atmi Ampun Atmi ..
Ia mengendurkannya dan menghisap penisku masuk ke dalam. Dijepitnya lagi berulang ulang.
Atmi..aku sampe jantungan.
Mas, juga kuat. Dijepit kaya gini, belum keluar juga.
Masih kuat koq, Atmi.
Yakin?
Ia menjepit penisku perlahan dan tidak terbayangkan sebelumnya. Kali ini, penisku dibuat remuk oleh kemaluannya.
Aaaakkkuuuuu kkkkeeeelllluuuuaaarrrrrr ..
ccccccccrrrrrrrrrrrrrrooooooooootttttttttssssssssssss .cccccccccccccccrrrrrrrrrrroooooooooootttttttttttttttsssssssssssss .cccccccccccccrrrrrrrrrrrrrrrrrroooooooootttttttttssssssssss.
Spermaku muntah di dalamnya. Masih dijepitnya hingga habis spermaku di penis.
Ampun Atmi, punya kamu tangguh banget. Aku gak kuat ngadepinnya.
Anget banget di dalem nyemburnya. Udah lama gak begini.
Atmi, kalau kamu hamil?
Aku mandul mas. Aku gak bisa punya anak.
Malam ini, Atmi di sini aja. Aku pasti butuh lagi.
Atmi juga nanti pengen lagi.
Sepanjang malam, kami terus berhubungan badan.
Sekarang, Aku naik bus menuju ibukota. Berbekal KTP aku menuju alamat yang tertera. Tempat tinggalkku masih disana dalam keadaan masih seperti saat kutinggalkan. Kuingat aku menyimpan kunci cadangan di dekat meteran listrik. Aku masuk ke dalam rumah. Aku duduk di sofaku sambil mengingat apa yang terjadi sebelumnya.
Aku keluar rumah dan bertegur sapa dengan tetangga sekitar. Syukurlah, mereka tidak tahu apa yang terjadi. Aku membersihkan rumah dan halaman depanku. Setelahnya, aku kembali beristirahat.
Kali ini, aku hidup seperti kertas baru. Setelah peristiwa yang terjadi, mungkin orang akan melupakanku. Aku mencari pekerjaan untuk menyambung hidup. Sulit mencari pekerjaan di ibukota. Itulah yang aku rasakan sekarang.
Di warung pinggir jalan, aku memesan es teh sekedar melepaskan dahagaku. Ingatanku tentang kota ini belum sepenuhnya pulih.
"Mas, kayaknya baru di Jakarta ya?" Sapa orang disebelahku.
"Iya, Mas. Koq Mas tahu saya baru di Jakarta?"
"Saya lihat map anda kayak lamaran kerja."
"Oh, Iya Mas. Lagi ngelamar kerjaan."
"Mas mau jadi PU rumah produksi? Kebetulan, lagi ada syuting di sebelah sana. Aku kekurangan orang PU nih mas."
"Kerjaannya kayak gimana ya?"
"Ya, kaya OB aja. Anter - anter makanan sama nyediain konsumsi aja. Ya, tapi gitu. Kerjanya sih pas waktu makan aja. Cuman, gak tentu aja kalo disuruh - suruhnya."
"Boleh, Mas. Kalau dicoba."
"Abis ini Mas ikut saya. Oiya, nama saya Karim."
"Saya Grha."
"Kita kesana, Mas Grha."
Karim begitu sopan kepadaku. Mungkin, agar aku menerima pekerjaan ini. Ia mengantarku disebuah ruangan pantry dadakan.
"Ini adalah ruangan pantry. Tugas kamu, bikin minuman aja. Di tembok ada foto dan nama kru syuting film. Kamu bisa bikin kopi dan teh biasa kan?"
"Bisa, Mas Karim."
Seorang kru masuk pantry.
"Orang baru, Karim?" Tanyanya.
"Iya, kenalin. Dia Grha."
"Aku Agus. Oh iya, bisa bikin minuman? Mereka lagi suntuk tuh. Kopi item aja."
"Tuh udah dapet kerjaan pertama kamu. Dikerjain gih."
"Iya, Mas Karim."
"Karim aja manggilnya."
Aku menyiapkan air panas dan sejumlah gelas berisi bubuk kopi sachetan. Aku menuangkan air panas ke gelas dan mengaduknya perlahan. Dengan nampan, dibantu oleh Agus dan Karim aku menyerahkan gelas berisi kopi sekaligus berkenalan. Selesai pekerjaanku, aku kembali merapikan pantry. Seseorang masuk lagi.
"Mas yang bikin kopi ya?"
"Iya, Mas. Ada apa ya?"
"Itu kopi apa Mas? Koq beda rasanya?"
"Kopi sachetan. Beda gimana, Mas?"
"Bikinannya enak banget. Udah lama gak minum kopi sachet seenak ini. Bikin lagi ya, Mas. Pada nambah tuh."
"Iya, Mas."
Syukurlah kopi buatanku diterima oleh mereka. Kuhidangkan lagi kopi yang telah ku buat. Mereka memujiku karena kopi ini.
Beberapa hari bekerja disini, membuatku semakin akrab dengan mereka. Aku mulai mengenal artis yang ikut terlibat syuting sinetron. Salah satunya adalah Voke Victoria. Artis itu yang begitu mengena di pikiranku. Perannya yang menjadi seorang adik perempuan yang kekanak - kanakan berhasil menyita perhatianku. Aku pun sedikit banyak bisa berkenalan dengannya.
Hari ini, sedang ada break syuting. Aku bisa bernafas lega. Karim dan Agus sedang pulang ke rumahnya. Aku kebagian berjaga di sini.
"Grha...kau disitu?"
"Ah, Iya. Non Voke. Tumben masih disini."
"Belum di jemput sama supir. Kebiasaan supir aku lelet."
Aku berinisiatif memberikannya teh hangat.
"Silahkan Mbak diminum selagi anget."
"Loh, kamu tidur disini?"
"Iya, Non. Karim dan Agus sedang pulang."
Aku beringsut ke belakang melepaskan sarung yang melintang di badanku.
"Maaf, Mbak. Saya gak sopan tadi ngelayaninnya pake sarung."
"Kenapa minta maaf? Gak ada yang salah koq."
"Iya. Non."
"Panggil aja Voke. Bacanya Vooke."
"Iya, Voke."
"Itu apa di piring?" Ia menunjuk makanan tersaji di roti.
"Roti bakar aja. Ada sisa roti tadi siang. Sayang, kalo dibuang."
Dicomotnya sepotong dan dimakannya.
"Aduh, Non. Jangan dunk. Nanti saya dimarahin nyediain makanan gak higienis."
"Kamu bikinnya bener kan?"
"Bener sih."
"Yaudah. Aku makan."
Ia menggigit rotiku.
"Oh my....kamu bener bikin ini? Bahannya apa aja?"
"Cuma roti, selai srikaya, sama mentega biar gak gosong."
"Bisa pas banget nih. Lumer di mulut."
"Masih banyak gak rotinya?"
"Masih sih, tadi aku mau bikin terus aku kasih ke orang."
"Bikinin aku lagi yang persis kaya gini. Gak boleh beda sedikitpun. Aku tunggu di ruangan make up."
"Iya, Voke."
Aku membuatnya lagi. Baru aku akan mengetuk terdengar suara yang aneh di telingaku.
"Sssssssnnnnggggggggg........sssssssssssnnnnnnnnnggggggggg...........ssssssssssnnnnngggggggggg..."
Aku mengintip di balik jendela. Ia sedang memegang benda berbentuk seperti penis dengan warna yang catchy. Dimainkannya benda tersebut di area dada dan kemaluannya yang masih tertutup baju.
"Hhhhhhhmmmmmm.......hhhhhhhhhmmmmmmm.......ooooooooohhhhh......hhhhhhMmmmmmmm....."
Terpaksa kuketuk pintunya agar roti yang kuhidangkan masih hangat.
"Voke, Voke, ini saya, Grha. Rotinya sudah saya taruh di meja depan. Buruan diambil nanti dingin."
Aku meninggalkan roti itu dan mengintip di balik dinding. Ia keluar dengan muka kemerahan dan langsung mengambil rotinya. Kuintip lagi lewat jendela ruangannya. Ia memakan rotiku sedikit kemudian melanjutkan aktivitas yang sempat tertunda tadi.
Ia menusuk - nusuk benda itu ke titik sensitifnya.
"Aaaaaccchhhh......aaaaaaacccchhhh.......ccccccchhhhhh......aaaaaaaccchhhhh......"
Setelah itu, dilepasnya CD yang membungkus kemaluannya. Aku menelan ludah melihat kemaluannya bersih dari apapun. Tidak ada bulu ataupun warna hitam. Ia menungging dan menusukkan benda itu ke anusnya.
"Oooooohhhhhhh........hhhhhhmmmmm......oooooooohhhhhhh..........hhhhhhhmmmmmm..........sssssssshhhhh......."
Penisku dibuatnya tegang jika seperti ini. Ia terus menusukkan benda itu hingga ia mengejang kehilangan keseimbangan kemudian menggelepar di sofa.
"Ccccccccccccrrrrrrrrrrrssssssssssszzzzzzzzzz.............cccccccccccrrrrrrrrrrsssssssszzzzzzzzzz....."
Ia kelelahan setelah mengalami squirt. Ia terengah - engah kecapekan seperti baru saja berolah raga.
Bersambung pada Post Selanjutnya