Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

FADILAH [By. Rangga]

wah udah lama gak buka site, buka lagi ada cerita keren dari suhu rangga. :jempol: mantap suhu!
 
Bang Fadhil, pa kabar bang. Monggo dinikmati, jangan lupa kripiknya bila ada yang salah...

:beer:
 
udah di tunggu gga muncul2, kapan ya bakal di update lg. Gue tertarik bgt dgn cerita ini
:galau:
 
Revolusi Hati




Tubuhku terasa ringan, bagaikan melayang tinggi ketempat yang sangat jauh, menembus lorong-lorong gelap, lalu jatuh kesebuah tempat seperti sumur yang tiada dasar.
Otot-ototku kaku. Seakan seluruh persendian telah kehilangan kelenturannya dan tiada sanggup digerakkan lagi. Pita suarakupun seperti telah rusak. Sekuat apapun aku menjerit, suaraku hanya sampai ditenggorokan.
Aku seperti sedang dihukum oleh suatu kekuatan yang Maha dahsyat. Siksaan ini berlangsung cukup lama hingga seberkas sinar kecil menyoroti wajahku. Cahaya kecil itu memancar dari sebuah benda bulat sebesar gelang. Aku berusaha menatap cahaya itu meskipun terasa sangat menyilaukan mata. Benda kecil bercahaya menyilaukan itu nampak bergerak-gerak. Setelah kuamati dengan cermat ternyata benda itu melekat pada tangan halus, entah tangan siapa, karena yang hanya kelihatan tangannya saja, sedangkan bagian tubuh lainnya samar-samar saja terlihat ditempat yang sangat gelap itu.
Tangan yang dilingkari benda bercahaya itu mendekatiku hingga jarak beberapa jengkal saja.

"Dimas..." suara halus nan merdu terdengar memanggil namaku.

Aku terkejut. Siapa yang mengenal namaku ditempat seperti ini? Apakah aku sedang berada di alam barzakh? Dan sosok yang memanggilku adalah malaikat munkar dan nakir?
Tidak! Tak mungkin aku sudah mati. Aku masih hidup.

"Dimas..." Suara itu kembali terdengar. Masih merdu seperti pertama tadi.

"Bangunlah, Dimas. Kita harus pergi..."

Pergi? Aku bertanya, tapi tak ada suara yang keluar dari mulutku. Pertanyaan itu hanya bergema dalam ruang hati dan pikiranku saja.

"Dimas...." Suara itu kembali terdengar agak keras. "Sudah mau sore. Teman-teman lain sudah menunggu. Cepat bangun..."

Hah?! Aku seperti terlempar kembali dari dalam lubang sumur dan terhempas kembali ke dunia nyata dan jatuh keatas ranjang kamarku dan langsung terlonjak bangun.

"Bangun! Kamu gimana sih!?"

Kulihat sesosok makhluk menakutkan berdiri dipinggir ranjangku memegang gada besar berduri siap dihantamkan ketubuhku. Aku melonjak kaget dan berusaha menghindar.

"Ampun...!" Jeritku ketakutan.

"Hey! Kamu kenapa? Ini aku..., Andy!"

"Andy??!"

"Iya..., Andy. Kamu kenapa?"

Wajah itu lambat laun berubah menjadi wajah sahabat dekatku, Andy. Dan Gada besar berduri itupun berubah menjadi guling.
Ugh. Aku bermimpi. Mimpi yang sangat mengerikan...

"Eh??!"

"Kenapa lagi?" Tanya Andy sambil menatapku bingung.

"Kakiku?"

"Kenapa kakimu?"

Aku memeriksa kakiku sendiri. Mencoba menggerakkannya. Selamat. Kakiku utuh se utuh-utuhnya. Oh iya. Aku hanya bermimpi. Ini sangat mengerikan dan teramat menakutkan, lebih dari rasa takut yang pernah aku alami.

"Fadilah..." Tanpa sadar aku menyebut nama itu.

Andy yang semakin bingung dengan tingkahku saat itu. Tangannya diletakkan kepundakku. Ditatapnya wajahku lekat-lekat.

"Kau bermimpi buruk ya. Makanya tidur siang jangan kelamaan bro..." Andy mengguncang-guncang tubuhku. "Pake sebut-sebut nama Fadilah lagi..."

Senyum usil tersungging dibibir Andy. Aku memaksakan senyum. Dan Andy tahu itu.

"Sudahlah. Cepetan mandi, terus kita ke tempat latihan basket. Teman-teman pasti sudah pada nunggu tuh."

Aku mengangguk lesu. Segera aku turun dari ranjang dan menuju kamar mandi.

"Sehabis latihan kita mampir ke rumah Fadilah..."

Srrrrr

Langkahku terhenti. Tertegun aku memandang Andy. Entah kenapa hatiku berdesir saat mendengar gurauan Andy hendak mengajakku mampir ke rumah Fadilah.

"Emang kamu tahu rumahnya Fadilah?"

"Ya tahulah. Orang dia tetanggaku koq.."

"Ah, yang bener kamu..."

"Ye..., beneran lah." Andy terkekeh "cepetan mandi. Ntar aku buktiin, biar rasa kangen kamu itu segera terobati... hahaha"

Tanpa peduli pada candaan Andy aku segera masuk kamar mandi, membuka pakaian yag sudah basah dengan keringat, lalu mengguyur tubuhku dengan air.


~~~**fadilah**~~~


Dan sore itu, Andy membuktikan ucapannya. Ternyata memang benar bahwa Fadilah adalah tetangga Andy. Tentu saja "kunjungan" kami sore itu tidak dalam keadaan berpakaian kostum basket. Aku sengaja bawa pakaian dari rumah. Pakaian yang mesti dipakai oleh seorang perjaka saat mengunjungi rumah seorang perawan :D

Sebenarnya ada rasa enggan, lebih tepat rasa 'gengsi' sebagai seorang 'pengganggu setia' si cacat. Namun rasa penasaran memaksaku mengunjungi rumah yang sejak dulu tak pernah aku menginginkan memasukinya bahkan duduk didalamnya.

Tapi, tahukah anda? Ini sebenarnya bukan hanya sekedar rasa penasaran saja. Ini benar-benar sebuah keinginan kuat yang entah sejak kapan menguat dalam hati untuk berbaik-baik dengan Fadilah. Lucu bukan?

Tapi mimpi itu. Sungguh sangat membekas dalam ingatanku, lalu menjelma menjadi semacam sebuah kekuatan yang mendesak aku meruntuhkan segala 'keangkuhan' terhadap Fadilah.
Seperti sore itu saat dengan ragu-ragu aku mengikuti langkah Andy memasuki teras rumah Fadilah.

Tok...Tok...Tok...

Ketukan Andy dipintu rumah Fadilah sedikit membuat pori-pori kulitku terbuka mengalirkan keringat dingin. Aliran keringat semakin membanjir saat kudengar langkah terseret dibarengi ketukan-ketukan dilantai. Pasti ini Fadilah. Si cacat bertongkat yang lagkahnya terseok-seok.

"Eh, Andy?" Seraut wajah cantik muncul saat pintu terbuka. Senyum ramah diwajah itu sangat menyejukkan hati. "Dimas?"

Fadilah. Tatapannya penuh keheranan. Mungkin tak pernah menyangka aku akan datang ke rumahnya.
"Kamu...?" Senyuman itu agak sedikit luntur, sekilas kecurigaan terpancar dari raut wajahnya.

"Aku...Aku..." Gugup. Aku jadi salah tingkah. Ini aneh...

"Ah. Aku malah jadi kaku gini?" Ucap Fadilah berseloroh. Entah mungkin sedang mengatasi keheranannya atas kedatanganku. "Ayo masuk..."

Fadilah membalikkan tubuhnya. Kamipun mengikutinya masuk kedalam.



~~~**fadilah**~~~



Entah bagaimana asal muasalnya, prosesnya demikian cepat dan instan, suasana keakraban express tercipta dalam ruangan yang terasa sejuk dan menyenangkan itu. Segelas teh hangat dan roti isi keju terhidang. Tak ada lagi kekauan. Wajah Fadilah terlihat sangat ceria. Mungkin dia merasa terlepas dari segala beban dan ketakutan atas semua 'keusilanku' padanya. Ah..., ada rasa sesal mencuat dari dalam hatiku.
Suasana ini sangat bersahabat, eh salah, mestinya sangat berkeluarga, eh masih salah. Suasana ini diliputi oleh rasa kekeluargaan. Bukan hanya kami bertiga dalam ruangan itu, tapi ibu dan bapaknya juga ikut ngobrol dengan kami.
Bapak dan Ibu Fadilah ternyata sangat baik. Selalu saja ada kalimat yang membuat kami tertawa.

"Jadi Nak Dimas ini sahabat dekat Fadilah? Koq jarang mampir sih?" Ucap Bapak Fadilah.
Aku tak tahu siapa nama Bapaknya Fadilah, begitupun ibunya.

"Pernah diajak sih, Pak. Tapi Dimasnya sibuk terus. Maklumlah, kapten basket..." Ucap Fadilah sambil tersenyum.
Aku jadi gugup dibuatnya. Sahabat Dekat? Diajak mampir? Waduh! Adanya sih Tukang usil, pengganggu, jahat, dan...

"Wah. Nak Dimas hebat. Bapak dulu pernah masuk tim Basket, tapi tak pernah jadi Kapten." Bapak Fadilah memandangku kagum. "Tapi bapak jago mainnya lho..."

"Oom pasti kalah kalau bertanding sama Dimas..." Andy yang sejak tadi diam tiba-tiba memberi tantangan yang membuat jantungku semakin berdetak tak karuan.

"Tapi sekarang ga jago lagi. Udah tua... hehe..." Bapaknya Fadilah terkekeh.

Suasana semakin akrab ketika pembicaraan dilanjutkan dimeja makan. Maklum, hingga jam sembilan malam kami ngobrol. Saking seriusnya percakapan yang penuh keakraban itu.




Bersambung...
 
Terakhir diubah:
Akhirnya penantian panjang terbayarkan :D
akhir'a di update jga :)
dan tebakan ane bner klau itu cuma mimpi :D
 
Entah kenapa gue ngerasa karakter FADHILAH disini ngingetin ane sama temen cewek SMP ane dulu, sama-sama mempunyai kekurangan (cacat), sering dibully temen2nya tapi selalu ditanggapi dengan tersenyum.

bahkan ane juga pernah ngebully dia.
jadi ngerasa bersalah :hua:
 
wah dah apdet walaupun mini...:jempol:

naikkan semangatmu ganRang biar bisa apdet trus tiap hari...:semangat: banzai:
 
Entah kenapa gue ngerasa karakter FADHILAH disini ngingetin ane sama temen cewek SMP ane dulu, sama-sama mempunyai kekurangan (cacat), sering dibully temen2nya tapi selalu ditanggapi dengan tersenyum.

bahkan ane juga pernah ngebully dia.
jadi ngerasa bersalah :hua:

Cup...cup...cup... :kk:
Kalau keingat masa lalu yang 'nakal' jangan nangis ya? :D
:Peace:

Makasih dah mampir bang... :beer:

wah dah apdet walaupun mini...:jempol:

naikkan semangatmu ganRang biar bisa apdet trus tiap hari...:semangat: banzai:

:banzai: siap GanCae. Updateannya hanya segitu :D
Mood naik turun :tendang:
Moga selanjutnya makin fit dan OK semangat updatenya :D

:beer:
 
Kesepakatan Masa Kecil



Bagi teman-temanku aku telah berubah. Aku bukanlah Dimas yang dulu, yang selalu suka pada hal-hal yang heboh dan bikin orang mesti mengurut dada menahan marah. Tapi tidak dengan pendapatku sendiri. Aku tetaplah Dimas yang mungkin hanya mengalami sedikit 'modifikasi' dalam segala tindak tanduk.
Sejak mimpi buruk yang aku alami, perlakuanku pada Fadilah berubah. Bukan karena rasa takut atau ngeri akan mengalami hal seperti dalam mimpiku karena sering mengusili Fadilah, Bukan.
Aku hanya telah seringkali merenungi sebuah hukum timbal balik. Begitulah aku menyebutnya. Hukum ada ubi ada talas, ada budi ada balas. Ah, pokok'e begitu.

Meskipun hanya dalam sebuah mimpi, dan hanya mengalami dalam sekejap saja, tapi aku seperti telah memahami benar bagaimana perasaan seorang anak cacat seperti Fadilah. Pastilah ini sangat tidak nyaman baginya. Hidup dengan ketidak sempurnaan fisik, dianggap tidak berguna dan menyusahkan orang lain, kemana-mana mesti disangga oleh tongkat yang sebenarnya bagi orang dengan kesempurnaan fisik sepertiku pasti itu sangat mengganggu.

"Setiap orang pasti tak pernah berharap hidup dengan ketidak sempurnaan fisik. Tapi bila takdir menetapkan seperti itu, siapa yang sanggup menolaknya?. Manusia yang baik dan sempurna adalah mereka yang mensyukuri kesempurnaan fisiknya dengan menghargai orang lain selayaknya dia menghargai dirinya sendiri..." Begitu kata Ibu disuatu sore saat aku cerita tentang seorang sahabatku yang cacat pada beliau. Tapi tentu saja aku tak pernah cerita bahwa sahabatku itu selalu diusili oleh seseorang yang orang itu adalah aku.

"Bapakmu adalah seorang pria sejati dengan kesempurnaan fisik dan cinta kasihnya..." Ucap Ibu menerawang.
Pandangannya jauh keatas langit senja. Senyum sendu diujung bibirnya sedikit melahirkan suasana hatinya saat itu.

Sudah hampir 11 tahun lamanya Ibu hidup menjanda. Bapak meninggal saat aku berusia enam tahun. Kejadian itu tak sempat aku saksikan, hanya Ibu yang menyaksikannya bahkan turut mengalaminya. Entah bagaimana ceritanya saat itu aku tak ikut dengan Bapak dan Ibu. Yang aku tahu bahwa saat itu aku diajak tapi tak mau meskipun ada Oom Tio dan isterinya beserta sahabat kecilku yang imut dan menyenangkan, Lala, juga ikut dalam mobil nahas yang merenggut nyawa bapak.
Tabrakan maut dijalanan sepi menyebabkan Bapak terjepit dalam mobil. Hanya Bapak yang keadaannya kritis, sedangkan Oom Tio dan isterinya hanya mengalami luka kecil. Ibu yang juga tak sekritis Bapak, sempat diselamatkan dengan susah payah oleh Oom Tio yang tanpa disangka-sangka telah menyebabkan putrinya mengalami cedera parah pada bagian kakinya, karena saat berusaha meyelamatkan Bapak dan Ibu, putrinya yang sedang digendongnya jatuh dan terjepit kakinya oleh pintu mobil yang tiba-tiba lepas dan menimpa kaki putrinya.
Entah bagaimana keadaan Lala sekarang, aku tak tahu lagi. Sahabat kecilku yang riang dan lincah itu tak kuketahui lagi dimana keberadaannya sekarang. Sudah hampir sebelas tahun kami terpisah. Mungkin bila kami berjumpa, pasti aku tak akan mengenalinya lagi. Hanya aku sangat bersyukur bahwa dia tak apa-apa. Begitulah kata Ibu.

"Ibu pernah ketemu Oom Tio?" Pernah aku bertanya pada Ibu.

"Pernah. Ibu pernah ketemu Oom Tio sekeluarga beberapa tahun yang lalu."

Aku hanya tahu itu. Aku tak tahu mengapa Oom Tio dan keluarganya tak pernah berjumpa denganku lagi.

"Suatu saat nanti, jika kau sudah siap, Ibu akan ajak kau ketemu keluarga Oom Tio..."

Ini yang aku tak mengerti. Sungguh!. Ini artinya Ibu tahu dimana keberadaan mereka. Aku sangat ingin ketemu Lala. Tapi "suatu saat nanti". Kalimat itu yang selalu kudengar dari Ibu. Tapi mengapa?



~~~**fadilah**~~~



Ujian Akhir telah berlangsung, dan fokus pada belajar, itulah yang aku jalani. Belajar dengan sungguh-sungguh untuk meraih hasil yang memuaskan, memberikan kesan yang menyenangkan untuk Ibu dengan predikat masuk dalam sepuluh besar siswa yang memiliki nilai terbaik. Dan tentu saja predikat terbaik teratas masih ada dalam genggaman Si Cacat Fadilah.
Bersyukur aku masuk di deretan Sepuluh Besar siswa yang bernilai terbaik, termasuk Andy sahabatku.

"Mau lanjut kemana setelah ini, Dim?" Tanya Andy saat itu.

"Ah gimana nanti, Dy" Jawabku ragu.

"Tak ingin menggapai cita-citamu menjadi seorang Presiden seperti katamu dulu?" Ucap Andy sambil tersenyum.

"Hahaha..., Tentu dong..." Jawabku sambil tertawa lepas.

"Hebat. Aku dukung, Dim. Ntar kalo udah jadi Presiden jangan lupa sahabat baikmu ini ya?" Candanya.

"Tenang aja bro..." Ucapku sambil menepuk dadanya dengan punggung tanganku. "Aku jadiin kamu menteri Cinta..."

"Hah? Emang ada?"

"Adalah..., kan negeri yang akan aku pimpin namanya Republik Cinta..., hahaha"

"ahahahaha..., Presiden Republik Cinta, Dimas Prasetyo, seorang Jomblo sejati..." Ledek Andy sambil tertawa menjauhi getokanku.

Jomblo Sejati? Aneh ya?. Tak aneh, dan apa yang dibilang Andy memang benar. Aku seorang Jomblo. Entah mengapa aku tak pernah punya keinginan buat pacaran. Padahal, tanpa bermaksud menyombongkan diri, tak sedikit gadis cantik yang mencoba menarik perhatianku, bahkan ada salah seorang gadis cantik itu yang menyatakan cintanya secara terang-terangan padaku.
Sampai segitu? Iya. Aneh ya? Bisa jadi...


~~~**fadilah**~~~


"Sekarang saatnya Ibu mau ngajak kamu ketemu Oom Tio sekeluarga..." Ucap Ibu suatu hari.

Agak kaget aku menatap wajah Ibu. Ibu tak bereaksi lebih. Wajah lembutnya menatapku dengan tajam seakan hendak melihat seberapa besar reaksi yang timbul dari ucapannya padaku itu.

"Ketemu keluarga Oom Tio?" Tanyaku dengan heran campur bingung. "Artinya selama ini Ibu tahu dimana mereka?"

Tak ada jawaban yang keluar dari mulut Ibu. Hanya senyuman penuh arti tersungging dibibirnya.

"Koq Ibu tak pernah bilang ke aku?" protesku.

Sejenak Ibu memandangku. Setelah menarik nafas dalam-dalam, diletakkannya tangannya kepundakku. Tatapan matanya tajam menghujam ke lubuk hatiku.

"Ada sesuatu yang mesti Ibu ceritakan padamu, sebelum Ibu mengajakmu kesana..."

Rahasia apa ini? Ya! Ini sepertinya mengandung sebuah rahasia yang dalam. Entah apa...

"Beberapa tahun yang lalu Ibu ketemu sama Oom Tio dan Tante Dyah. Bapak dan Ibu Lala, teman masa kecilmu itu..."

"Ibu sudah cerita..."

"Iya. Ibu sudah pernah cerita padamu. Tapi..." Ibu terdiam sejenak. "Ada satu hal yang belum Ibu ceritakan padamu" Lanjutnya.

Aku tak berucap apapun selain membalas tatapan mata Ibu yang seperti sedang mencari sesuatu dimataku.

"Lala, putri mereka, sahabat masa kecilmu..." Ibu terdiam lagi

"Lala cacat..."

"Cacat?!"

"Iya. Kakinya cacat sejak kejadian yang merenggut nyawa bapakmu..."

Cacat? Kaki Lala cacat?

Fadilah...! Tiba-tiba aku teringat Fadilah. Gadis itu cacat juga. Fadilah dan Lala bernasib sama. Dua gadis yang sama-sama menyenangkan hatiku, meskipun Fadilah terlambat melakukannya untukku, maksudku aku terlambat menjadikan Fadilah melakukan hal yang menyenangkan hatiku, ah..., bukan..., bingung aku. Yang jelas, keduanya kini memiliki nilai yang sama dihatiku.

"Itulah yang menyebabkan mereka tak lagi menemui kita, ah..., maksud Ibu karena hal itu sehingga Bapaknya Lala memutuskan untuk tak lagi melanjutkan kesepakatan beberapa tahun yang lalu, saat kalian masih kecil..."

Kesepakatan di masa kecil?




Bersambung...
 
dari bau-baunya bakal dijodohin nih kayaknya.
 
Apakah lala itu fadilah? Kita tunggu lanjutannya dari gan rangga,, ASAP hehe
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd