Swasembada beras??? Kemakan omongan berita orba
Jaman soeharto apa?
Swasembada tapi masih import ya???
Swasembada tapi petani miskin juga???
Pembangunan dari hutang yang udah dikurangi oleh korupsinya, akibatnya sampai sekarang.
Kasihannn ........ typical panasbung .............
Nih ku kutipkan dari sumber yang layak
Swasembada Pangan Era Orde Baru
Pada tahun 1983, proyek industrialisasi yang dikembangkan pemerintah belum apa-apa. Saat itu, sumbangan industri pengolahan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) baru mencapai 15,1%, jauh berada dibawah sektor pertanian. Sehingga, mau tidak mau, pertanian harus didorong kedepan, dan dikerjakan bersama dengan proses industrialisasi.
Untuk itu, Soeharto dalam pidatonya di sidang umum DPR tanggal 16 Agustus 1983, mengatakan, sambil memacu pembangunan di bidang industri untuk mewujudkan struktur ekonomi yang seimbang pada tingkat yang lebih maju antara sektor industri dan pertanian, dalam jangka panjang kita akan tetap mencurahkan perhatian pada pembangunan dan pengembangan pertanian bidang pertanian dalam arti luas. Selanjutnya, pertanian kemudian mengambil posisi strategis. Hal ini dimaksudkan untuk mencapai beberapa goal berikut:
(1) Mencapai swasembada pangan;
(2) memperluas sumber devisa dari komoditi non-migas;
(3) Memperluas lapangan kerja di pedesaan;
(4) meningkatkan pendapatan, yang berarti menaikkan taraf hidup petani.
Dan berbagai tujuan-tujuan ini, nampaknya, hendak dicapai sekaligus.
Dalam perkembangannya, orde baru terlalu justru berfokus pada bagaimana mengejar goal yang pertama, yakni swasembada pangan,
Untuk mencapai tujuannya, pemerintah pada saat itu melakukannya dengan mengkombinasikan;
(1) perluasan areal pertanian, khususnya beras. Ini dilakukan selain dengan melakukan penambahan areal baru, pemanfaatan lahan gambut, hingga mobilisasi (baca; transmigrasi) tenaga manusia untuk mengisi lahan2 pertanian yang cukup luas di luar Jawa;
(2) melalui intensifikasi produksi pertanian. Pemerintah kemudian menghadirkan peralatan-peralatan teknik, mengenalkan varietas padi bersiklus pendek dengan hasil tinggi, rekrutmen dan pelatihan penyuluh pertanian, subsidi sarana produksi, dan perbaikan infrastruktur irigasi.
Cara yang kedua ini kemudian melekat pada apa yang disebut "revolusi hijau".
Pada tahun 1984, orde baru sudah mendaulat diri sudah mencapai swasembada pangan, dengan produksi beras mencapai 25,8 juta ton.
Nah ini jaman SBY
Cerita swasembada pangan dibawah pemerintahan SBY lain lagi ceritanya. menurut versi SBY, swasembada pangan pada tahun 2008 berhasil karena adanya peningkatan luas areal penanaman padi, yaitu mencapai 7,86 juta hektar atau 3,4 persen (periode Oktober 2007-Maret 2008) di atas pencapaian luas tanam pada periode sama 2006/2007. ini pula yang menjadi basis perhitungan BPS untuk memprediksi adanya peningkatan produksi beras, sehingga terjadi surplus. Selain itu, SBY juga menyebutkan sejumlah faktor yang mendukung pencapaian swasembada, yaitu iklim kondusif, benih unggul, pupuk, suplai air, serangan hama penyakit, dan pengelolaan pascapanen.
Di bawah pemerintahan SBY, kita sering menemukan adanya prestasi yang tersusun dari angka-angka fiktif, yang sebagian besar dihasilkan oleh Biro Pusat Statistik (BPS). Dalam hal ini, BPS mempergunakan metode penghitungan yang menguntungkan pemerintah, sedangkan disisi lain, cenderung mereduksi fakta. Tentu bagi saya meragukan angka itu, karena pada bulan Februari tahun 2008 saja pemerintah mengimpor beras 500 ribu ton ......... gkgkgkgkgkgkkkkkkk
Manipulatif
Pertama
Mengenai nilai produktifitas per-areal/hektar. Selama ini, kunci utama keberhasilan menaikkan produksi beras bukan terletak pada nilai produktifitas per areal/hektar, melainkan bertumpu pada peningkatan atau pembukaan areal baru untuk pertanian. Sebagai contoh, di pertengahan tahun 1980-an sewaktu indonesia mencapai swasembada beras, 41% dari semua lahan pertanian ditanami padi, sementara saat ini hanya 38%; suatu perubahan yang tidak terlalu besar dalam periode 15 tahun. Bandingkan dengan Malaysia misalnya, penanaman padi dari total panen di Malaysia berkurang setengahnya dari 25% di tahun 1972 menjadi 13% di 1998. Artinya, peningkatan produksi tidak ditopang oleh perbaikan teknik dan cara berproduksi (mode of production) bagi petani.
==>>>> Tehnologi ? di era SBY ???? gkgkgkgkgkgkgkgkkkkkkkk.........................
Kedua
Tidak ada keterkaitan antara proses peningkatan produksi, dalam hal ini pembangunan sektor pertanian, dengan proses industrialisasi. Bukan hasil produksi pertanian yang menjadi bahan baku industri, melainkan, sebagian, dikonversi menjadi energi "biofuel".
Akibatnya, peningkatan produksi pertanian sulit sekali memberikan nilai tambah bagi petani. Padahal, seharusnya pertanian menjadi dasar (pijakan) bagi strategi industrialisasi nasional. jika dikembangkan dengan baik, hasil produksi pertanian dapat menjadi basis pendirian industri olahan, misalnya industri tepung, sehingga memberi nilai tambah kepada petani. Selain itu, kebutuhan memproduksi alat-alat pertanian (traktor, pupuk, saprotan, dll), dapat menjadi basis bagi berdirinya industri peralatan dan teknologi pertanian
Ketiga
Swasembada pangan yang digembor-gemborkan oleh pemerintah, pada kenyataannya tidak dapat mengangkat kesejahteraan kepada petani. Sebanyak 23,61 juta penduduk miskin berada di daerah perdesaan dan umumnya terlibat atau berhubungan dengan sektor pertanian. Bahkan, 72 persen kelompok petani miskin adalah dari subsektor pertanian pangan (BPS, 2007).
Keempat,
Swasembada pangan seharusnya mendorong kepada diversifikasi, selain untuk memicu peningkatan pendapatan petani, juga memperluas basis untuk bahan baku industri dan memperluas sumber devisa
faktanya.... gkgkgkgkgkgkkkkkkkkkkkkkkkkk....
Kelima
Swasembada pangan tidak menjamin kebutuhan pangan di dalam negeri. Meskipun pemerintah mengatakan kita swasembada pangan, tetapi praktek impor jalan terus. Sebagai misal, pada saat orba swasembada pangan 1984, impor beras masih mencapai 414.300 ton. Sedangkan ketika SBY menyatakan swasembada pangan, kita masih mengimpor 500.000 ton. Memasuki bulan februari 2008, rata-rata harga bahan pangan meningkat sekitar 10% di semua wilayah
===>> gkgkgkgkkkk................ masih kurang ?? NIH.........................
Selain itu, pada saat SBY menyatakan kita swasembada pangan, kenaikan harga bahan beras di pasar tetap meroket.
Jika kita surplus pangan, kenapa Pada 2007 terdapat 4,1 juta balita yang mengalami malnutrisi, sebanyak 3,38 juta mengalami gizi kurang, dan 755.000 dengan risiko gizi buruk. (Depkes).
Jadi, meskipun dikatakan kita swasembada pangan, tetapi tingkat kelaparan juga masih tinggi.
Untuk urusan kedelai, kondisinya lebih parah. Sebagian besar kebutuhan kedelai nasional, yang rakyat banyak mengonsumsinya dalam bentuk tahu-tempe, harus pula diimpor.
Tahun lalu, misalnya, petani kedelai lokal hanya mampu memproduksi 745.000 ton kedelai. Sedangkan kebutuhan nasional mencapai 2 juta ton. Sisanya mau tak mau mesti mengimpor. Kedelai impor ini sekitar 80%-nya berasal dari Amerika Serikat.
Tahun lalu, negara adidaya itu mengekspor 980.000 ton kedelai ke Indonesia. Jadi kesimpulannya, swasembada pangan yang digembor-gemborkan oleh pemerintah adalah prestasi diatas kertas
==>>> gkgkgkgkgkgkkkkkkkkkkkkkkkkkk..............
Kegagalan Pembangunan Sektor Pertanian
Mengenai klaim swasembada pangan 2008, sejumlah pihak pun meragukannya. Prof. Bustanul Arifin meragukan ramalan BPS mengenai produksi beras, karena metode penghitungan yang dipergunakan kurang akurat dan sudah tidak relevan.
Menurutnya, BPS hanya mengacu pada peningkatan luas areal pertanian dari tahun ke tahun, tapi kurang memperhitungkan banyaknya areal pertanian yang rusak karena bencana alam, seperti banjir.
Sedangkan Andreas Maryato, seperti yang dituliskan kompas edisi 24 Februari 2009 , Peningkatan produksi beras bukan karena keberhasilan pemerintah dalam memacu produksi, melainkan karena factor cuaca pada musim kemarau yang cenderung basah, seperti pernah terjadi pada tahun 2003.
Hal senada disampaikan Mudrajat Kunjtoro, bahwa jika seandainya pemerintah benar-benar sukses berswasembada pangan maka seharusnya tidak ada lagi impor beras. Seperti diketahui, sampai saat ini Indonesia masih terus mengimpor beras
Mafia Pertanian
Gatra kembali turunkan Liputan Utama tentang Pertanian. Kali ini yg disoroti adalah tentang kualitas benih padi abal-abal alias kualitas buruk. Benih kualitas buruk ini menyebabkan petani mengalami kerugian luar biasa besar karena gagal panen.
Benih abal-abal itu rentan penyakit/hama Disamping rentan penyakit/hama/wereng/blas dll, bibit abal-abal ini juga menyebabkan padi gabuk atau kopong tidak ada isi. Nilai jual pun rendah.
"Rugi"
Benih abal-abal impor tersebut harganya juga sangat mahal, yaitu Rp. 50.000/kg. Bandingkan dengan benih lokal yang Rp. 7000/kg.
Padi Hibrida yang gagal panen bukan hanya Intani-2 tetapi juga Prima,ARIZE,Sembada,Pioneer
Risiko padi hibrida sangat besar, rentan hama. Benih-benih padi hibrida itu adalah bagian dari program Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN)
Benih ini dibagi secara gratis kepada petani P2BN merupakan program pemerintah untuk mencapai target surplus beras 10 juta ton pada tahun 2014. Tapi program ini gagal total. Produksi menurun! Sejak diperkenalkan tahun 2007, petani mengalami kerugian besar karena menggunakan benih hibrida impor dari China ini.
Ada kecurigaan besar Impor benih dari China yang kualitasnya lebih rendah daripada benih lokal diduga adalah permainan Mafia di pertanian.
Mentan Suswono terlibat. Dugaan Suswono terlibat dalam Mafia pertanian ini adalah dengan adanya pelanggaran terhadap Permentan No. 38/2006 tentang Ekpor/Impor benih padi.
Dalam Permentan tersebut, jelas disebutkan bahwa impor benih dari luar negeri hanya diizinkan selama 2 tahun saja. Setelah itu harus dikembangkan. Nyatanya setelah 2 tahun, importir benih hibrida tidak juga melakukan pengembangan di dalam negeri.
Tetapi terus melakukan impor dari China. Importir benih pertama PT. Long Pin Hi Tech ternyata melalui perushaan afiliasinya PT. Bangun Persada tetap mengimpor benih dari China.
Sesuai Permentan hasil revisi, setelah 3 tahun importir benih wajib membudidayakan benih di Indonesia. Namun nyatanya, progam itu gagal!
Meski selalu gagal, Mentan Suswono tetap mengajukan anggaran pengadaan benih hibrida sebesar Rp. 252 Milyar untuk areal seluas 300.000 ha.
Usul Mentan Suswono itu ditolak DPR, dan menyarankan Mentan beli benih unggulan non hibrida. Disamping itu juga, distribusi harus merata. Golkar dan beberapa fraksi di DPR menuding bahwa Mentan Suswono banyak menyalurkan benih hibrida tersebut ke basis massa PKS. Sulsel tidak kebagian!
Tahun 2011, BUMN PT. Pertani dan PT. Shang Hyang Seri telah mendapatkan kontrak dari Kementan sebesar Rp. 800 Milyar untuk pengadaan benih hibrida.
Tahun 2012 PT. Pertani dan PT. Shang Hyang Seri mendapatkan kontrak sebesar Rp. 940 Milyar untuk benih hibrida.
Mentan Suswono membantah pihaknya atau PKS mendapatkan keuntungan yang luar biasa dari pengadaan benih hibrida yang totalnya Rp. 1.7 Triliun.
Suswono berkelit dengan alasan bahwa penunjukan PT. Pertani dan Shang Hyang Seri (SHS) adalah berdasarkan keputusan Menteri BUMN.
Sedangkan untuk rekanan pengadaan benih, diserahkan kepada kedua BUMN tersebut. Meski diduga pejabat tinggi Kemen BUMN ikut menitipkan perusahan tersebut.
PT. Pertani membantah bahwa benih yang disalurkan pihaknya adalah kualitas jelek dan menimbulkan kerugian besar kepada petani.
PT. Pertani berdalih bahwa kegagalan panen tidak seberapa. Paling hanya 30% katanya.
Petani lagi-lagi jadi korban kebijakan pemerintah yang korup.
Dir Ops Pertani, Wahyu juga membantah bahwa di impor benih dari China. Meski demikian dia tak bantah bahwa dia berkerjasama dengan PT. Long Pin.
Sedangkan PT. SHS yang juga menyalurkan benih, menolak berkomentar dan memilih gerakan tutup mulut atas kegagalan panen akibat benih mereka.
Petani tidak dapat menolak bantuan langsung benih yang diberikan pemerintah. Meski benih tersebut tidak ditanam lagi, benih itu bisa dijadikan pakan ayam.
Akibatnya uang negara sebesar Rp. 1.7 Triliun untuk bantuan langsung benih kepada petani-petani Indonesia, kembali hilang akibat permainan mafia.
Padahal program Mentan Suswono banyak yang muluk-muluk seperti target surplus 10 juta ton beras 2014. Tapi nyatanya sampai sekarang RI masih melakukan impor dan malah makin besar.
Program unggulan seperti bantuan langsung benih, bantuan langsung pupuk, bantuan langsung saprotan, ternyata hanya jadi lahan korupsi.
Perushaan-perusahaan yang dititipkan oleh pejabat-pejabat tinggi Kemen BUMN dan Kementan itu umumnya perusahaan abal-abal atau mafia disektor pertanian.
Data detail aku lengkap..................
jadi Oom Stay Alert koordinator panasbung..........sadarlah dan kembalilah ke jalan yang benar
Tidak semua di era Orba bagus tapi lebih banyak yang baik, dan SEMUA 100% di ERA REFORMASI BODOH INI ADALAH KEGAGALAN TOTAL