Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Wanita Liar (Kumpulan Cerpen)

Reuqest story slanjutnya suhu kalo belom nemu ide mungkin bsa dijadikan bahan
"Cewe seumuran nadia kuliah di perawat dan lagi magang di RSJ, nah fisik doi ini rada spesial selain badannya yg seksi juga dia ada kelainan pada dadanya yg sudah memproduksi asi. Disitulah tragedi lendir nikmat dimulai di RSJ" :cim: :hore:
 
Cerpen selanjutnya meluncur malam ini ya, Suhu. Cerita ini terinspirasi dari saran suhu @begundal-bansel dan suhu @tanahok123

Yang punya saran, ide atau request bisa tulis dikomen ya. Kalo menarik, kita akan buatkan ceritanya. Thanks, Suhu. Stay tune :semangat:

waduh saran ane gdi terima sama TS..

:ceria:

Ditunggu banget ini mah update nya
 
Cerpen selanjutnya terinspirasi dari saran salah satu pembaca. Silahkan di nikmati, suhu sekalian.
Yang punya ide atau fantasi lain, boleh drop komennya, Suhu. Kalau menarik, next time akan kita bikin ceritanya (bisa versi cerpen atau series/cerbung)

————————————————————————

Rumah Sakit Membawa Nikmat

Namaku Ninda, aku gadis 20 tahun. Setelah lulus kuliah D3 Ilmu Keperawatan, aku bekerja di salah satu rumah sakit jiwa yang ada di kotaku. Pagi ini seperti biasa, aku berlari kecil menelusuri loby rumah sakit. Kulihat jam sudah menunjukkan pukul 6.58.

“Sial. Telat lagi.” aku semakin mempercepat langkahku untuk menuju ruang jaga.



—Beberapa jam sebelumnya—-

“Mmmhh...” aku merasakan nikmat di putingku ketika aku tidur. Awalnya ku kira mimpi namun lama-lama terasa semakin nyata. Saat membuka mataku, aku melihat Andri, sudah memainkan toketku.

“Yang, ahhh..”

“Eh, udah bangun, Yang?” Andri menghentikan kenyotannya.

“Hmm.. iyaa. Kamu sih nakal.” Aku mengacak-acak rambut Andre yang kini kembali menyusu padaku lagi.

Andri adalah pacarku. Kami bertemu saat kkn dulu. Dia adalah mahasiswa Biologi dan sekarang sudah kerja di salah satu perusahaan food and beverage. Kami sudah berpacaran satu tahun. Aku memilih kos ini atas dasar rekomendasi dari Andri karena suasananya yang sepi, agak jauh dari pemukiman, dan tentu saja bebas menerima tamu.

“Aaahhh... Ndrii..” aku mendesah tertahan ketika tangan Andri memainkan klitorisku. Tangannya kini semakin nakal.

“Aaahh.. ssshhh... aww, Ndrii...” Jari tengah Andri sudah berada di dalam memekku. Sementara mulutnya semakin semangat menghisap air susuku.

Setelah dirasa air susuku habis, Andri melepas mulutnya dan semakin mempercepat kocokannya di memekku.

“Ssshh.. Ahhhh... Ndriii.. Enaakk.. Oohhh...” Aku merem melek merasakan sensasi nikmat yang dirasakan.

“Nikmatin, Yang. Aku suka lihat wajah sangemu.” Andri makin mempercepat kocokannya diselingi dengan menggosok klitorisku hingga aku menjerit tidak karuan. Untungnya, di kosan ini, penghuninya bodo amat. Jadi mau teriak keenakan sekeras apapun, tidak akan ada yang menegur.

“Aaaaaahhhh, Yaaaangg...” aku pun mengejang keenakan dibarengi dengan keluarnya cairan orgasmeku.



Setelah sadar dan mengatur nafas, aku melihat jam dinding yang menunjukkan pukul 06.15.

“Ah, Yang. Aku mau kerja. Lepasin. Nanti telat lagi.” Aku mendorong kepala Andre yang kini kembali menyusu di toketku yang satunya.

“Ih, Yang, kamu mah tega sama aku. Kamu udah enak, lah aku?”

Aku sebenarnya merasa bersalah pada Andri.

“Lagian masih jam 06.15, rumah sakit kan deket, Yang. Masih ada waktu kok, yaa. Please?” Andri memohon padaku. Tanpa menunggu persetujuanku, ia kembali menyusu pada toketku.

“Eemmhh.. Yaudah, bentar aja ya. Main cepet.”

“Mmmmhh.. Sluurrpp...” Andri masih asyik menyusu di toketku. Kali ini diselingi dengan menjilati putingku.

“Yaang... mmhh... Di kamar mandi aja mainnya. Sekalian aku langsung mandi nanti.”

Andri pun melepas kenyotannya sekaligus melepas boxernya. Sedangkan aku yang sudah bugil, sudah berjalan menuju kamar mandi.

“Eemmhh, Yang..” aku kaget saat Andri dengan tiba-tiba meremas toketku dari belakang.

Aku kemudian berbalik badan menghadapnya dan mencium bibirnya. Kami saling bermain lidah sambil menghisap air liur masing-masing.

“Mmhhh...” tanganku kini memainkan kontol Andri. Aku kocok kontol Andri perlahan lalu cepat lalu perlahan lagi.

“Enak, Yang?” aku kini yang tersenyum menikmati ekspresi keenakan Andri.

“Iya. Kamu nakal ya.”

Aku kemudian berjongkok tepat didepan kontol Andri. Aku tetap mengocok kontolnya sembari menjilati kantungnya. “Sshh.. Yang...” Andri mendesah saat kantungnya ku jilati. Jilatanku kini sudah beralih ke batangnya.

“Aahh, Yaang..” aku masukkan kontol Andri ke dalam mulutku. Kontol Andri tidak terlalu besar jadi aku bisa memasukkan seluruhnya ke dalam mulutku.

Aku menggerakkan mulutku sehingga kontolnya kini keluar masuk seolah mengentoti mulutku. Drsahan Andri membuatku semakin semangat mengocok batang kontol Andri sambil sesekali meremas kantung Andri.

Ku rasakan kontol Andri kini makin membesar dan keras. “Aahh, Yang. Berhenti.” Aku melepas kontol Andri dan kemudian menungging dengan berpegangan pada bak mandi.

Blesss... Andri kini memasukkan kontolnya ke dalam memekku. Ia mulai mengocok dengan cepat.

“Aaahh... Yang... Ahhh...” kami mendesah bersamaan menikmati dua kelamin kami yang saling bertemu.

“Oohh... Enak, Yang.. Aaahh... mmmhh...” aku mendesah tiap kali Andri meremas toketku sehingga air susuku terbuang sia-sia.

“Aahhh, Yang, aku mau keluar...” kurasakan kontol Andri makin membesar didalam memekku.

“Aahh.. Yang, tung..” belum sempat aku menyelesaikan kalimatku, kurasakan memekku dipenuhi oleh semburan peju Andri.

Aku yang masih belum keluar, mencoba menggoyangkan pantatku kembali. Berharap Andri segera menggenjotku kembali.

“Yang, aku capek. Lagian kamu harus kerja kan.” Andri kini melepaskan kontolnya dari memekku.

Sialan. Aku mengumpat dalam hati.

“Udah jam 6.40, Kamu mandi gih. Cepetan. Nanti ku antar ke rumah sakit.”

Andri lalu keluar dan membiarkanku mandi. Setelah bersiap dengan cepat, aku lalu menghampiri Andri yang sudah berada di garasi lantai bawah.

“Ayo, Yang. Telat nih.” Aku melihat jam tanganku sudah pukul 6.50. Untungnya kosku ini dekat dengan rumah sakit. Cukup 5menit dengan motor.



——Rumah Sakit——-

“Sorry, aku belum telat kan?” Aku masuk ruang jaga tepat pukul 07.00

“Duh, lo tuh ya. Selalu deh. Kalo ngga mepet kayanya ngga afdhol.”

“Hehe. Sorry.” Aku langsung menuju lemari seragam dan mengganti bajuku.

Pukul 10.00, aku diberitahu oleh salah satu teman kerjaku jika aku diminta menghadap Prof.Ratno di ruangannya. Meski sempat heran, namun aku segera beranjak menemui profesor sebelum Prof.Ratno sendiri yang memanggilku. Aku begidik ngeri tiap kali ingat bagaimana ia memarahi beberapa rekanku belakangan ini karena tidak bisa menangani salah satu pasien.



Toktoktook. “Permisi, Prof”

“Ya masuk.” aku segera membuka pintu dan ku temui profesor didalam ruangannya yang lumayan besar.

Prof.Ratno adalah salah satu dokter tetua di rumah sakit ini, umurnya menginjak usia 70an meski orang tidak akan menyadari itu karena kondisi fisiknya yang masih sangat fit. Ia merupakan salah satu dokter yang berpengaruh dan memiliki saham kepemilikan di rumah sakit ini, jadi tak heran kalo didalam ruangannya ini lengkap dengan berbagai macam perabotan. Selain meja kerja dan kursinya disini juga ada tv, sofa+meja tamu, kulkas kecil yang berisi minuman dan tentu saja AC.

“Maaf, Prof. Prof manggil saya?”

“Ya. Silahkan duduk, Ninda.”

“Terima kasih, Prof.” aku kini duduk berhadapan dengan Prof.Ratno. Jantungku berdegup membayangkan jika aku juga akan kena semprot mengingat memang beberapa hari terakhir aku datang selalu mepet dengan jam pergantian shift.

“Saya dengar dari rekan-rekan kamu, kalau kamu ini selalu telat datang di jam pergantian shift jaga.”

“Iya, Prof. Sebelumnya saya mohon maaf tapi saya tidak telat kok, Prof. Hanya saja memang datangnya mepet dengan jam ganti shift.”

“Kamu ini, dari awal kamu melamar kerja disini kan saya sudah bilang, jika kamu mau bekerja disini datanglah setidaknya 10menit lebih awal dari jam pergantian shift. Itu untuk jaga-jaga apabila ada rekan kerjamu yang kerepotan.”

“Iya, Prof. Saya minta maaf.” kali ini aku hanya bisa menunduk tanpa berani menatap Prof.Ratno.

“Baik. Kamu saya maafkan. Tapi lain kali jangan kamu ulangi lagi.”

“Baik, Prof. Terima kasih, Prof.” Aku masih menundukkan pandanganku sementara tanpa ku sadari Prof.Ratno kini tengah menatap lurus ke dadaku.

“Ninda, boleh saya bertanya sesuatu?”

“Eh? Iya, silahkan, Prof.” kali ini ku beranikan menatap Prof.Ratno yang masih memperhatikan gundukan toketku. Aku pun mengikuti arah pandangan Prof.Ratno dan sadar jika hari ini aku mengenakan bra tipis sehingga air susuku tercetak jelas di baju.

“Kamu bersusu?”

Pias!!! Mukaku memerah ketika prof bertanya padaku. Aku kembali menunduk, kali ini bukan karena takut tapi karena malu. Tanganku juga kini berusaha menutupi dadaku yang sudah basah.

“Eh iya. Maaf, Prof.”

“Ninda, kamu sudah periksakan kondisi kamu?”

“Sudah, Prof.” kali ini aku menatap Prof.Ratno yang sudah mengarahkan pandangannya padaku hingga kini kami saling bertatapan.

“Lalu? Bagaimana kata dokter?”

“Saya mengalami kelainan, Prof.”

“Kamu tau? Jika kamu memiliki kelainan seperti itu, maka air susumu harus sering-sering diminum?”

“Eh? Apa begitu, Prof? Kemarin saya periksa tetapi dokter tidak bilang seperti itu.”

Prof.Ratno kemudian menjelaskan padaku tentang banyak istilah dalam kedokteran tentang kejadian yang sedang aku alami. Beberapa aku mengerti, namun beberapa hanya pernah aku dengar sehingga aku hanya manggut-manggut mengiyakan penjelasan Prof.Ratno.

“... Jadi, jika air susumu itu tidak diminum, dikhawatirkan nanti akan mengendap sehingga menjadi kanker atau penyakit bahaya lainnya. Kamu tidak ingin begitu kan?”

“Eh? Iya, Prof.”



“Lalu? Siapa yang selama ini meminum air susumu?”

Aku tertegun ketika prof bertanya seperti itu. “Eemm.. pacar saya, Prof”

“Oh, kamu sudah punya pacar rupanya. Lalu kalau di rumah sakit?”

“Tidak ada, Prof. Biasanya saya biarkan, tetapi saya pakai bra yang agak tebal biar tidak tembus. Hari ini saya lupa, bra yg tebal, sudah saya cuci semua.”

“Kalau begitu, daripada menjadi penyakit. Bagaimana jika saya yang meminum air susumu tiap kali kamu sedang dinas?”

“Eh? Tapi, Prof..” aku tertegun untuk kedua kalinya dengan pertanyaan Prof.Ratno.

“Itu demi kebaikan kamu. Terserah sih kalau kamu mau menimbun penyakit.” Aku lalu mengiyakan permintaan prof.

“Kalau begitu, sekarang biar saya buka baju kamu ya.” Prof lalu membuka kancing seragamku lalu membuka bhku.

“Wow. Toket kamu gede juga, Ninda. Ukuran berapa?”

“38C, Prof.” Prof.Ratno langsung meremas kedua bongkahan toketku sehingga kini air susu yang keluar semakin deras.

“Wah, ini nih sumber penyakitnya. Tapi juga kenikmatan yang nggak boleh begitu saja dibuang.” Prof lalu mendekatkan mulutnya dan mencucup air susu yang keluar dari kedua toketku bergantian. Setelah dirasa, air susuku mulai mengering, ia lalu memintaku untuk pindah ke sofa tamu.

“Kamu lepas sekalian celana dan cdmu. Saya mau periksa apakah ada kelainan di vagina kamu.”

Aku sebenarnya merasa aneh dengan permintaan prof namun aku tidak berani membantah. Apalagi niatan prof ini baik. Aku pun melucuti sisa pakaianku sehingga kini aku bugil tetapi dengan tetap menggunakan hijab putihku, berjalan menuju sofa tempat Prof.Ratno duduk.

“Kamu duduk disini dan ngangkang yang lebar.” Aku menuruti permintaan Prof.Ratno sementara ia kini sedang sibuk menggeser meja yang menghalangi dan duduk bersimpuh tepat didepan memekku.

“Aahh ehhmm..” aku sedikit mendesah ketika jari Prof memaksa masuk menuju memekku.

“Sakit, Ninda?”

“Nggak, Prof.” Prof.Ratno lalu mulai menggerakkan jarinya maju mundur didalam memekku. Aku hanya menahan diri agar sebisa mungkin tidak mendesah dihadapar profesorku ini.

“Kalau begini bagaimana? Sakit?”

“Enggghh... Enggak, Prof. Oohh..” Prof.Ratno kini mulai menggerakkan jarinya dengan kasar didalam memekku sehingga membuatku tidak lagi mampu menahan desahan.

“Aaahhh... Oohhh.. Prof.. Ahhhhhh....” aku semakin mendesah ketika tiba-tiba kurasakan tangan Prof yang lain meraba toketku dan memainkan putingnya.

“Ooohh... Aaaaaaaaaaahhhh... Prof. Aaaaaaaaaaaaahhh...” badanku mengejang sementara cairan orgasmeku mengalir deras dari memekku. Aku merasakan kenikmatan begitu cepat hanya dengan permainan tangan Prof.Ratno, mungkin karena aku tadi belum sempat orgasme ketika main dengan Andri.



Kulihat Prof.Ratno kini tengah menjilati memekku sedangkan aku masih berusaha mengatur nafas sembari menjauhkan kepala prof. “Hhngghh, Prof.. Jangan..” Namun prof masih saja kekeuh menjilati cairan cintaku hingga habis.

Kini bahkan kurasakan lidahnya sedang bermain di klitorisku. “Nngghhh.. Oohh..” aku kembali mendesah saat kurasakan Prof kini tengah menyedot klitorisku.



Tiba-tiba... Braakk... Pintu ruangan Prof.Ratno terbuka dan kini berdirilah Mang Sardi didepan pintu. Mang Sardi ini tukang kebun yang ada di rumah sakit ini.

“Wah, Prof.Ratno, korban baru kok nggak ajak-ajak saya, Prof.” Aku tertegun, ketika aku sadar yang dilakukan Prof.Ratno ini bukan untuk mengecek keadaanku tetapi memang ingin melecehkanku.

“Haha. Kamu toh, Mang. Yaudah masuk. Tutup dan kunci lagi pintunya.” kini Mang Sardi berjalan mendekatiku yang tengah meronta dan berusaha melepaskan diri dari Prof.Ratno yang masih menjilati dan menghisap klitorisku.

“Aaahh.. Prof.. Jangan, Prof.. Mang, tolong, jangan...”

“Wah berususu nih, Prof.” Mang Sardi kini tengah meremas toket kananku sehingga air susunya kembali mengalir.

“Mmmhhh... Aaahhh... Jangan...” aku mulai melonggarkan perlawananku saat kurasakan nikmat ketika Mang Sardi kini menyusu padaku.

“Jangan jangan, tapi memek kamu basah lagi, Nin. Haha. Dasar pecun.” Prof kini beralih menuju toket kiriku. Sementara memekku kini kembali di kocok dengan jarinya.

“Mmmhhh... Aahhh... Ooohh...” aku semakin mendesah tidak jelas ketika kocokan prof semakin cepat ditambah permainan mereka di kedua toketku.

Lima menit dipermainkan seperti ini, ku rasakan memekku kembali akan meledak. Namun dengan cepat, Prof melepas jarinya dan mulutnya dari toketku disusul oleh Mang Sardi.

“Mmhh, Prof..” aku mendesah kecil kecewa karena hampir saja mencapai puncak.

“Haha. Mau keluar lagi ya kamu. Sini. Aku bikin keluar yg lebih dahsyat.” Prof kemudian menyuruhku menungging menghadap pintu. Kontolnya kini digesekkan di bibir memekku. “Ssshhh...” Prof lalu memasukkan kontolnya perlahan ke dalam memekku sehingga memberi sensasi geli nikmat, ditambah ukuran kontol Prof yang lebih besar dari Andri.



“Mmmhh..” Aku hanya bisa mendesah tertahan ketika Mang Sardi menyodorkan kontolnya yang kini tengah aku kulum.

Bllessss... “Nggghhh...” jeritanku kini tersumpal ketika Prof.Ratno dan Mang Sardi menyodokkan kontolnya bersamaan di kedua lubangku.

“Mmmhh... mmhhh...” aku kini makin menikmati perlakuan dari Prof.Ratno dan Mang Sardi yang mengerjaiku di dua lubang sekaligus.

“Aaahhh.. Oohhh... Gila. Memeknya enak, Mang. Lu kudu cobain.”

“Mmhh... Aaahhh.. Mulutnya juga mantap, Prof. Nih lonte udah profesional kayanya.” Aku kini makin semangat mengulum kontol Mang Sardi.

Sepuluh menit di genjot Prof.Ratno ku rasakan memekku semakin berkedut menandakan aku akan segera orgasme. Ku lepas kontol Mang Sardi sehingga kini aku bisa mendesah dengan bebas. “Ooohh.. Prof.. Ahhh...” Prof kini mendudukkanku dipangkuannya. Kami sudah duduk berpangkuan di sofa. “Sshhh... Aahhh... memekmu mantap.”

“Aaahhh.. Prof.. Aku mauu...” tiba-tiba Mang Sardi menyusu pada toketku disertai dengan jilatan pada putingku. “Aaaaaaaaaaaahhhhh....” badanku kini mengejang sementara memekku sudah banjir dengan cairan orgasmeku sendiri.

“Aahhh... Memekmu beneran nikmat, Nin.. Ohhh...” Prof kini makin bersemangat menggenjot memekku. Sesekali ia buat gerakan memutar membuatku semakin keenakan. Lima menit kemudian, kurasakan kontol Prof.Ratno makin membesar. “Aaahhhhhhh....” Badanku kini ditekan makin kebawah oleh Prof sehingga kontolnya terasa mentok di memekku.



Setelah mengatur nafas, Prof menyuruhku untuk berdiri. Dia kini beranjak ke kamar mandi untuk bebersih. Sementara aku kini sedang menyusui Mang Sardi sambil mengocok kontolnya dengan tanganku.

“Nungging, Neng.” aku pun menuruti permintaan Mang Sardi.

Bukannya langsung memasukkan kontolnya, Mang Sardi justru memainkan kontolnya dulu di bibir memek dan klitorisku sehingga aku kembali mengerang. “Nggghh.. Mang, masukin..” Kali ini kuberanikan diri memohon pada Mang Sardi karena nafsuku sudah di ubun-ubun.

“Masukin apa, Neng?” Mang Sardi semakin intens memainkan kontolnya di bibir memekku.

“Nngghh.. Kontol Mang Sardi... Ooooooooohhhh...” aku menjerit tertahan saat Mang Sardi langsung mencoblos memekku.

“Aaahhh... Mang, sakit... Ahhhh...” kurasakan kontol Mang Sardi yang lebih besar dari Prof.Ratno mengaduk memekku.

“Oohhh.. Aahhh.. Sakiit... Enaaakk.. Ahhh.. Iyaaa...” aku kini mulai keenakan merasakan kontol Mang Sardi didalam memekku.

“Nngghh... Sshhh... Ya, Neng. Memekmu juga enak. Ooohh...” tangan Mang Sardi kali ini tidak tinggal diam. Ia meremas toketku hingga air susuku berjatuhan di meja. Mang Sardi lalu memelukku dan kembali menyusu padaku melalui celah ketiakku.

“Aaahh... Mang..” aku kini juga ikut menggoyangkan pantatku sehingga kontol Mang Sardi serasa mengaduk-aduk memekku.

Tidak lama kurasakan memekku kembali berkedut. “Aahhh, Mang. Aku mau keluar..” Mang Sardi lalu menggenjotku makin cepat ditambah putingku kini di plintir olehnya sehingga aku mencapai orgasme. “Aaaaaaahhhhh...” kurasakan memekku kembali menyemburkan cairan cintanta. Sementara tubuhku kini ditangkap Mang Sardi. Ku lihat Prof.Ratno sudah menyaksikan kami kembali.

Mang Sardi tidak memberiku kesempatan beristirahat sehingga kini tubuhku ia pegangi sedangkan ia tetap menggenjot. “Aahh, Mang, capek, Mang..”

“Enak aja capek. Aaaahhh.. Mamang kan belum sampe.. Oohhh..” kini Prof.Ratno kembali bergabung dan menyodorkan kontolnya di mulutku. Aku yang mengerti kemauannya langsung mengulum kontolnya.

Sepuluh menit di genjot di dua lobang, kurasakan kontol Prof.Ratno dan Mang Sardi makin membesar. “Aaahh... Aku mau keluar, Neng..” ku rasakan memekku juga kembali berkedut ingin memuntahkan cairan kenikmatan kembali.

“Aaaaaaaaaaaaahhhhhhh.....” kedua lelaki ini menancapkan kontolnya dalam-dalam. Memek dan mulutku kini penuh oleh peju keduanya.



Setelah mengatur nafas, Mang Sardi melepas kontolnya dari memekku. Sementara Prof.Ratno sudah menuju kamar mandi untuk sekali lagi membersihkan kontolnya.

“Makasih ya, Neng. Neng jago banget.”

“Mmhhh.. Iya, Pak.”



“Nindi, kamu boleh istirahat sekarang di ruangan saya. Nanti saya akan beritahu rekan kamu yang lain kalau kamu sedang tidak enak badan.” Prof.Ratno kini sudah keluar dari kamar mandi dan sudah rapi. Ia berjalan keluar, kembali mengecek pasien.

“Mang, kalau sudah jangan lupa nanti tutup pintunya. Biar si Nindi istirahat. Nanti malam, kita eksekusi lagi.” aku tertegun mendengar ucapan Prof.Ratno yang begitu dingin.

“Siap, Prof.” Prof.Ratno kemudian menutup pintu dan meninggalkan kami.

“Neng Nindi sekarang istirahat aja. Siap-siap buat nanti malem.” Mang Sardi mengecup keningku lalu berlalu ke kamar mandi.

Aku tidak habis fikir dengan apa yang baru saja aku alami. Namun, karena kelelahan aku memilih tidur. Didalam tidur, kurasakan Mang Sardi sekali lagi mengenyot toketku sebelum akhirnya keluar dan menutup pintu.



Malam itu, aku digarap kembali oleh Prof.Ratno dan Mang Sardi hingga pukul 19.00, permainan mereka berhenti saat Andri untuk kesekian kalinya menelepon dan bertanya harus dijemput jam berapa. Saat pulang, Mang Sardi mengantarku hingga ke loby depan rumah sakit dan bertemu dengan Andri. Dia sempat menyapa Andri, sementara pacarku ini membalas dengan ramah tanpa tau jika aku, pacarnya sedang kelelahan karena digarap oleh Mang Sardi dan Prof.Ratno.

Setelah hari ini, aku tau, hidupku tidak akan lagi sama. Di tempat kerja, selain menjadi perawat yang merawat dan memberikan kepuasan bagi pasien, aku juga harus memberi ‘kepuasan’ bagi atasan dan tukang kebunnya.
 
Cerpen selanjutnya terinspirasi dari saran salah satu pembaca. Silahkan di nikmati, suhu sekalian.
Yang punya ide atau fantasi lain, boleh drop komennya, Suhu. Kalau menarik, next time akan kita bikin ceritanya (bisa versi cerpen atau series/cerbung)

————————————————————————

Rumah Sakit Membawa Nikmat

Namaku Ninda, aku gadis 20 tahun. Setelah lulus kuliah D3 Ilmu Keperawatan, aku bekerja di salah satu rumah sakit jiwa yang ada di kotaku. Pagi ini seperti biasa, aku berlari kecil menelusuri loby rumah sakit. Kulihat jam sudah menunjukkan pukul 6.58.

“Sial. Telat lagi.” aku semakin mempercepat langkahku untuk menuju ruang jaga.



—Beberapa jam sebelumnya—-

“Mmmhh...” aku merasakan nikmat di putingku ketika aku tidur. Awalnya ku kira mimpi namun lama-lama terasa semakin nyata. Saat membuka mataku, aku melihat Andri, sudah memainkan toketku.

“Yang, ahhh..”

“Eh, udah bangun, Yang?” Andri menghentikan kenyotannya.

“Hmm.. iyaa. Kamu sih nakal.” Aku mengacak-acak rambut Andre yang kini kembali menyusu padaku lagi.

Andri adalah pacarku. Kami bertemu saat kkn dulu. Dia adalah mahasiswa Biologi dan sekarang sudah kerja di salah satu perusahaan food and beverage. Kami sudah berpacaran satu tahun. Aku memilih kos ini atas dasar rekomendasi dari Andri karena suasananya yang sepi, agak jauh dari pemukiman, dan tentu saja bebas menerima tamu.

“Aaahhh... Ndrii..” aku mendesah tertahan ketika tangan Andri memainkan klitorisku. Tangannya kini semakin nakal.

“Aaahh.. ssshhh... aww, Ndrii...” Jari tengah Andri sudah berada di dalam memekku. Sementara mulutnya semakin semangat menghisap air susuku.

Setelah dirasa air susuku habis, Andri melepas mulutnya dan semakin mempercepat kocokannya di memekku.

“Ssshh.. Ahhhh... Ndriii.. Enaakk.. Oohhh...” Aku merem melek merasakan sensasi nikmat yang dirasakan.

“Nikmatin, Yang. Aku suka lihat wajah sangemu.” Andri makin mempercepat kocokannya diselingi dengan menggosok klitorisku hingga aku menjerit tidak karuan. Untungnya, di kosan ini, penghuninya bodo amat. Jadi mau teriak keenakan sekeras apapun, tidak akan ada yang menegur.

“Aaaaaahhhh, Yaaaangg...” aku pun mengejang keenakan dibarengi dengan keluarnya cairan orgasmeku.



Setelah sadar dan mengatur nafas, aku melihat jam dinding yang menunjukkan pukul 06.15.

“Ah, Yang. Aku mau kerja. Lepasin. Nanti telat lagi.” Aku mendorong kepala Andre yang kini kembali menyusu di toketku yang satunya.

“Ih, Yang, kamu mah tega sama aku. Kamu udah enak, lah aku?”

Aku sebenarnya merasa bersalah pada Andri.

“Lagian masih jam 06.15, rumah sakit kan deket, Yang. Masih ada waktu kok, yaa. Please?” Andri memohon padaku. Tanpa menunggu persetujuanku, ia kembali menyusu pada toketku.

“Eemmhh.. Yaudah, bentar aja ya. Main cepet.”

“Mmmmhh.. Sluurrpp...” Andri masih asyik menyusu di toketku. Kali ini diselingi dengan menjilati putingku.

“Yaang... mmhh... Di kamar mandi aja mainnya. Sekalian aku langsung mandi nanti.”

Andri pun melepas kenyotannya sekaligus melepas boxernya. Sedangkan aku yang sudah bugil, sudah berjalan menuju kamar mandi.

“Eemmhh, Yang..” aku kaget saat Andri dengan tiba-tiba meremas toketku dari belakang.

Aku kemudian berbalik badan menghadapnya dan mencium bibirnya. Kami saling bermain lidah sambil menghisap air liur masing-masing.

“Mmhhh...” tanganku kini memainkan kontol Andri. Aku kocok kontol Andri perlahan lalu cepat lalu perlahan lagi.

“Enak, Yang?” aku kini yang tersenyum menikmati ekspresi keenakan Andri.

“Iya. Kamu nakal ya.”

Aku kemudian berjongkok tepat didepan kontol Andri. Aku tetap mengocok kontolnya sembari menjilati kantungnya. “Sshh.. Yang...” Andri mendesah saat kantungnya ku jilati. Jilatanku kini sudah beralih ke batangnya.

“Aahh, Yaang..” aku masukkan kontol Andri ke dalam mulutku. Kontol Andri tidak terlalu besar jadi aku bisa memasukkan seluruhnya ke dalam mulutku.

Aku menggerakkan mulutku sehingga kontolnya kini keluar masuk seolah mengentoti mulutku. Drsahan Andri membuatku semakin semangat mengocok batang kontol Andri sambil sesekali meremas kantung Andri.

Ku rasakan kontol Andri kini makin membesar dan keras. “Aahh, Yang. Berhenti.” Aku melepas kontol Andri dan kemudian menungging dengan berpegangan pada bak mandi.

Blesss... Andri kini memasukkan kontolnya ke dalam memekku. Ia mulai mengocok dengan cepat.

“Aaahh... Yang... Ahhh...” kami mendesah bersamaan menikmati dua kelamin kami yang saling bertemu.

“Oohh... Enak, Yang.. Aaahh... mmmhh...” aku mendesah tiap kali Andri meremas toketku sehingga air susuku terbuang sia-sia.

“Aahhh, Yang, aku mau keluar...” kurasakan kontol Andri makin membesar didalam memekku.

“Aahh.. Yang, tung..” belum sempat aku menyelesaikan kalimatku, kurasakan memekku dipenuhi oleh semburan peju Andri.

Aku yang masih belum keluar, mencoba menggoyangkan pantatku kembali. Berharap Andri segera menggenjotku kembali.

“Yang, aku capek. Lagian kamu harus kerja kan.” Andri kini melepaskan kontolnya dari memekku.

Sialan. Aku mengumpat dalam hati.

“Udah jam 6.40, Kamu mandi gih. Cepetan. Nanti ku antar ke rumah sakit.”

Andri lalu keluar dan membiarkanku mandi. Setelah bersiap dengan cepat, aku lalu menghampiri Andri yang sudah berada di garasi lantai bawah.

“Ayo, Yang. Telat nih.” Aku melihat jam tanganku sudah pukul 6.50. Untungnya kosku ini dekat dengan rumah sakit. Cukup 5menit dengan motor.



——Rumah Sakit——-

“Sorry, aku belum telat kan?” Aku masuk ruang jaga tepat pukul 07.00

“Duh, lo tuh ya. Selalu deh. Kalo ngga mepet kayanya ngga afdhol.”

“Hehe. Sorry.” Aku langsung menuju lemari seragam dan mengganti bajuku.

Pukul 10.00, aku diberitahu oleh salah satu teman kerjaku jika aku diminta menghadap Prof.Ratno di ruangannya. Meski sempat heran, namun aku segera beranjak menemui profesor sebelum Prof.Ratno sendiri yang memanggilku. Aku begidik ngeri tiap kali ingat bagaimana ia memarahi beberapa rekanku belakangan ini karena tidak bisa menangani salah satu pasien.



Toktoktook. “Permisi, Prof”

“Ya masuk.” aku segera membuka pintu dan ku temui profesor didalam ruangannya yang lumayan besar.

Prof.Ratno adalah salah satu dokter tetua di rumah sakit ini, umurnya menginjak usia 70an meski orang tidak akan menyadari itu karena kondisi fisiknya yang masih sangat fit. Ia merupakan salah satu dokter yang berpengaruh dan memiliki saham kepemilikan di rumah sakit ini, jadi tak heran kalo didalam ruangannya ini lengkap dengan berbagai macam perabotan. Selain meja kerja dan kursinya disini juga ada tv, sofa+meja tamu, kulkas kecil yang berisi minuman dan tentu saja AC.

“Maaf, Prof. Prof manggil saya?”

“Ya. Silahkan duduk, Ninda.”

“Terima kasih, Prof.” aku kini duduk berhadapan dengan Prof.Ratno. Jantungku berdegup membayangkan jika aku juga akan kena semprot mengingat memang beberapa hari terakhir aku datang selalu mepet dengan jam pergantian shift.

“Saya dengar dari rekan-rekan kamu, kalau kamu ini selalu telat datang di jam pergantian shift jaga.”

“Iya, Prof. Sebelumnya saya mohon maaf tapi saya tidak telat kok, Prof. Hanya saja memang datangnya mepet dengan jam ganti shift.”

“Kamu ini, dari awal kamu melamar kerja disini kan saya sudah bilang, jika kamu mau bekerja disini datanglah setidaknya 10menit lebih awal dari jam pergantian shift. Itu untuk jaga-jaga apabila ada rekan kerjamu yang kerepotan.”

“Iya, Prof. Saya minta maaf.” kali ini aku hanya bisa menunduk tanpa berani menatap Prof.Ratno.

“Baik. Kamu saya maafkan. Tapi lain kali jangan kamu ulangi lagi.”

“Baik, Prof. Terima kasih, Prof.” Aku masih menundukkan pandanganku sementara tanpa ku sadari Prof.Ratno kini tengah menatap lurus ke dadaku.

“Ninda, boleh saya bertanya sesuatu?”

“Eh? Iya, silahkan, Prof.” kali ini ku beranikan menatap Prof.Ratno yang masih memperhatikan gundukan toketku. Aku pun mengikuti arah pandangan Prof.Ratno dan sadar jika hari ini aku mengenakan bra tipis sehingga air susuku tercetak jelas di baju.

“Kamu bersusu?”

Pias!!! Mukaku memerah ketika prof bertanya padaku. Aku kembali menunduk, kali ini bukan karena takut tapi karena malu. Tanganku juga kini berusaha menutupi dadaku yang sudah basah.

“Eh iya. Maaf, Prof.”

“Ninda, kamu sudah periksakan kondisi kamu?”

“Sudah, Prof.” kali ini aku menatap Prof.Ratno yang sudah mengarahkan pandangannya padaku hingga kini kami saling bertatapan.

“Lalu? Bagaimana kata dokter?”

“Saya mengalami kelainan, Prof.”

“Kamu tau? Jika kamu memiliki kelainan seperti itu, maka air susumu harus sering-sering diminum?”

“Eh? Apa begitu, Prof? Kemarin saya periksa tetapi dokter tidak bilang seperti itu.”

Prof.Ratno kemudian menjelaskan padaku tentang banyak istilah dalam kedokteran tentang kejadian yang sedang aku alami. Beberapa aku mengerti, namun beberapa hanya pernah aku dengar sehingga aku hanya manggut-manggut mengiyakan penjelasan Prof.Ratno.

“... Jadi, jika air susumu itu tidak diminum, dikhawatirkan nanti akan mengendap sehingga menjadi kanker atau penyakit bahaya lainnya. Kamu tidak ingin begitu kan?”

“Eh? Iya, Prof.”



“Lalu? Siapa yang selama ini meminum air susumu?”

Aku tertegun ketika prof bertanya seperti itu. “Eemm.. pacar saya, Prof”

“Oh, kamu sudah punya pacar rupanya. Lalu kalau di rumah sakit?”

“Tidak ada, Prof. Biasanya saya biarkan, tetapi saya pakai bra yang agak tebal biar tidak tembus. Hari ini saya lupa, bra yg tebal, sudah saya cuci semua.”

“Kalau begitu, daripada menjadi penyakit. Bagaimana jika saya yang meminum air susumu tiap kali kamu sedang dinas?”

“Eh? Tapi, Prof..” aku tertegun untuk kedua kalinya dengan pertanyaan Prof.Ratno.

“Itu demi kebaikan kamu. Terserah sih kalau kamu mau menimbun penyakit.” Aku lalu mengiyakan permintaan prof.

“Kalau begitu, sekarang biar saya buka baju kamu ya.” Prof lalu membuka kancing seragamku lalu membuka bhku.

“Wow. Toket kamu gede juga, Ninda. Ukuran berapa?”

“38C, Prof.” Prof.Ratno langsung meremas kedua bongkahan toketku sehingga kini air susu yang keluar semakin deras.

“Wah, ini nih sumber penyakitnya. Tapi juga kenikmatan yang nggak boleh begitu saja dibuang.” Prof lalu mendekatkan mulutnya dan mencucup air susu yang keluar dari kedua toketku bergantian. Setelah dirasa, air susuku mulai mengering, ia lalu memintaku untuk pindah ke sofa tamu.

“Kamu lepas sekalian celana dan cdmu. Saya mau periksa apakah ada kelainan di vagina kamu.”

Aku sebenarnya merasa aneh dengan permintaan prof namun aku tidak berani membantah. Apalagi niatan prof ini baik. Aku pun melucuti sisa pakaianku sehingga kini aku bugil tetapi dengan tetap menggunakan hijab putihku, berjalan menuju sofa tempat Prof.Ratno duduk.

“Kamu duduk disini dan ngangkang yang lebar.” Aku menuruti permintaan Prof.Ratno sementara ia kini sedang sibuk menggeser meja yang menghalangi dan duduk bersimpuh tepat didepan memekku.

“Aahh ehhmm..” aku sedikit mendesah ketika jari Prof memaksa masuk menuju memekku.

“Sakit, Ninda?”

“Nggak, Prof.” Prof.Ratno lalu mulai menggerakkan jarinya maju mundur didalam memekku. Aku hanya menahan diri agar sebisa mungkin tidak mendesah dihadapar profesorku ini.

“Kalau begini bagaimana? Sakit?”

“Enggghh... Enggak, Prof. Oohh..” Prof.Ratno kini mulai menggerakkan jarinya dengan kasar didalam memekku sehingga membuatku tidak lagi mampu menahan desahan.

“Aaahhh... Oohhh.. Prof.. Ahhhhhh....” aku semakin mendesah ketika tiba-tiba kurasakan tangan Prof yang lain meraba toketku dan memainkan putingnya.

“Ooohh... Aaaaaaaaaaahhhh... Prof. Aaaaaaaaaaaaahhh...” badanku mengejang sementara cairan orgasmeku mengalir deras dari memekku. Aku merasakan kenikmatan begitu cepat hanya dengan permainan tangan Prof.Ratno, mungkin karena aku tadi belum sempat orgasme ketika main dengan Andri.



Kulihat Prof.Ratno kini tengah menjilati memekku sedangkan aku masih berusaha mengatur nafas sembari menjauhkan kepala prof. “Hhngghh, Prof.. Jangan..” Namun prof masih saja kekeuh menjilati cairan cintaku hingga habis.

Kini bahkan kurasakan lidahnya sedang bermain di klitorisku. “Nngghhh.. Oohh..” aku kembali mendesah saat kurasakan Prof kini tengah menyedot klitorisku.



Tiba-tiba... Braakk... Pintu ruangan Prof.Ratno terbuka dan kini berdirilah Mang Sardi didepan pintu. Mang Sardi ini tukang kebun yang ada di rumah sakit ini.

“Wah, Prof.Ratno, korban baru kok nggak ajak-ajak saya, Prof.” Aku tertegun, ketika aku sadar yang dilakukan Prof.Ratno ini bukan untuk mengecek keadaanku tetapi memang ingin melecehkanku.

“Haha. Kamu toh, Mang. Yaudah masuk. Tutup dan kunci lagi pintunya.” kini Mang Sardi berjalan mendekatiku yang tengah meronta dan berusaha melepaskan diri dari Prof.Ratno yang masih menjilati dan menghisap klitorisku.

“Aaahh.. Prof.. Jangan, Prof.. Mang, tolong, jangan...”

“Wah berususu nih, Prof.” Mang Sardi kini tengah meremas toket kananku sehingga air susunya kembali mengalir.

“Mmmhhh... Aaahhh... Jangan...” aku mulai melonggarkan perlawananku saat kurasakan nikmat ketika Mang Sardi kini menyusu padaku.

“Jangan jangan, tapi memek kamu basah lagi, Nin. Haha. Dasar pecun.” Prof kini beralih menuju toket kiriku. Sementara memekku kini kembali di kocok dengan jarinya.

“Mmmhhh... Aahhh... Ooohh...” aku semakin mendesah tidak jelas ketika kocokan prof semakin cepat ditambah permainan mereka di kedua toketku.

Lima menit dipermainkan seperti ini, ku rasakan memekku kembali akan meledak. Namun dengan cepat, Prof melepas jarinya dan mulutnya dari toketku disusul oleh Mang Sardi.

“Mmhh, Prof..” aku mendesah kecil kecewa karena hampir saja mencapai puncak.

“Haha. Mau keluar lagi ya kamu. Sini. Aku bikin keluar yg lebih dahsyat.” Prof kemudian menyuruhku menungging menghadap pintu. Kontolnya kini digesekkan di bibir memekku. “Ssshhh...” Prof lalu memasukkan kontolnya perlahan ke dalam memekku sehingga memberi sensasi geli nikmat, ditambah ukuran kontol Prof yang lebih besar dari Andri.



“Mmmhh..” Aku hanya bisa mendesah tertahan ketika Mang Sardi menyodorkan kontolnya yang kini tengah aku kulum.

Bllessss... “Nggghhh...” jeritanku kini tersumpal ketika Prof.Ratno dan Mang Sardi menyodokkan kontolnya bersamaan di kedua lubangku.

“Mmmhh... mmhhh...” aku kini makin menikmati perlakuan dari Prof.Ratno dan Mang Sardi yang mengerjaiku di dua lubang sekaligus.

“Aaahhh.. Oohhh... Gila. Memeknya enak, Mang. Lu kudu cobain.”

“Mmhh... Aaahhh.. Mulutnya juga mantap, Prof. Nih lonte udah profesional kayanya.” Aku kini makin semangat mengulum kontol Mang Sardi.

Sepuluh menit di genjot Prof.Ratno ku rasakan memekku semakin berkedut menandakan aku akan segera orgasme. Ku lepas kontol Mang Sardi sehingga kini aku bisa mendesah dengan bebas. “Ooohh.. Prof.. Ahhh...” Prof kini mendudukkanku dipangkuannya. Kami sudah duduk berpangkuan di sofa. “Sshhh... Aahhh... memekmu mantap.”

“Aaahhh.. Prof.. Aku mauu...” tiba-tiba Mang Sardi menyusu pada toketku disertai dengan jilatan pada putingku. “Aaaaaaaaaaaahhhhh....” badanku kini mengejang sementara memekku sudah banjir dengan cairan orgasmeku sendiri.

“Aahhh... Memekmu beneran nikmat, Nin.. Ohhh...” Prof kini makin bersemangat menggenjot memekku. Sesekali ia buat gerakan memutar membuatku semakin keenakan. Lima menit kemudian, kurasakan kontol Prof.Ratno makin membesar. “Aaahhhhhhh....” Badanku kini ditekan makin kebawah oleh Prof sehingga kontolnya terasa mentok di memekku.



Setelah mengatur nafas, Prof menyuruhku untuk berdiri. Dia kini beranjak ke kamar mandi untuk bebersih. Sementara aku kini sedang menyusui Mang Sardi sambil mengocok kontolnya dengan tanganku.

“Nungging, Neng.” aku pun menuruti permintaan Mang Sardi.

Bukannya langsung memasukkan kontolnya, Mang Sardi justru memainkan kontolnya dulu di bibir memek dan klitorisku sehingga aku kembali mengerang. “Nggghh.. Mang, masukin..” Kali ini kuberanikan diri memohon pada Mang Sardi karena nafsuku sudah di ubun-ubun.

“Masukin apa, Neng?” Mang Sardi semakin intens memainkan kontolnya di bibir memekku.

“Nngghh.. Kontol Mang Sardi... Ooooooooohhhh...” aku menjerit tertahan saat Mang Sardi langsung mencoblos memekku.

“Aaahhh... Mang, sakit... Ahhhh...” kurasakan kontol Mang Sardi yang lebih besar dari Prof.Ratno mengaduk memekku.

“Oohhh.. Aahhh.. Sakiit... Enaaakk.. Ahhh.. Iyaaa...” aku kini mulai keenakan merasakan kontol Mang Sardi didalam memekku.

“Nngghh... Sshhh... Ya, Neng. Memekmu juga enak. Ooohh...” tangan Mang Sardi kali ini tidak tinggal diam. Ia meremas toketku hingga air susuku berjatuhan di meja. Mang Sardi lalu memelukku dan kembali menyusu padaku melalui celah ketiakku.

“Aaahh... Mang..” aku kini juga ikut menggoyangkan pantatku sehingga kontol Mang Sardi serasa mengaduk-aduk memekku.

Tidak lama kurasakan memekku kembali berkedut. “Aahhh, Mang. Aku mau keluar..” Mang Sardi lalu menggenjotku makin cepat ditambah putingku kini di plintir olehnya sehingga aku mencapai orgasme. “Aaaaaaahhhhh...” kurasakan memekku kembali menyemburkan cairan cintanta. Sementara tubuhku kini ditangkap Mang Sardi. Ku lihat Prof.Ratno sudah menyaksikan kami kembali.

Mang Sardi tidak memberiku kesempatan beristirahat sehingga kini tubuhku ia pegangi sedangkan ia tetap menggenjot. “Aahh, Mang, capek, Mang..”

“Enak aja capek. Aaaahhh.. Mamang kan belum sampe.. Oohhh..” kini Prof.Ratno kembali bergabung dan menyodorkan kontolnya di mulutku. Aku yang mengerti kemauannya langsung mengulum kontolnya.

Sepuluh menit di genjot di dua lobang, kurasakan kontol Prof.Ratno dan Mang Sardi makin membesar. “Aaahh... Aku mau keluar, Neng..” ku rasakan memekku juga kembali berkedut ingin memuntahkan cairan kenikmatan kembali.

“Aaaaaaaaaaaaahhhhhhh.....” kedua lelaki ini menancapkan kontolnya dalam-dalam. Memek dan mulutku kini penuh oleh peju keduanya.



Setelah mengatur nafas, Mang Sardi melepas kontolnya dari memekku. Sementara Prof.Ratno sudah menuju kamar mandi untuk sekali lagi membersihkan kontolnya.

“Makasih ya, Neng. Neng jago banget.”

“Mmhhh.. Iya, Pak.”



“Nindi, kamu boleh istirahat sekarang di ruangan saya. Nanti saya akan beritahu rekan kamu yang lain kalau kamu sedang tidak enak badan.” Prof.Ratno kini sudah keluar dari kamar mandi dan sudah rapi. Ia berjalan keluar, kembali mengecek pasien.

“Mang, kalau sudah jangan lupa nanti tutup pintunya. Biar si Nindi istirahat. Nanti malam, kita eksekusi lagi.” aku tertegun mendengar ucapan Prof.Ratno yang begitu dingin.

“Siap, Prof.” Prof.Ratno kemudian menutup pintu dan meninggalkan kami.

“Neng Nindi sekarang istirahat aja. Siap-siap buat nanti malem.” Mang Sardi mengecup keningku lalu berlalu ke kamar mandi.

Aku tidak habis fikir dengan apa yang baru saja aku alami. Namun, karena kelelahan aku memilih tidur. Didalam tidur, kurasakan Mang Sardi sekali lagi mengenyot toketku sebelum akhirnya keluar dan menutup pintu.



Malam itu, aku digarap kembali oleh Prof.Ratno dan Mang Sardi hingga pukul 19.00, permainan mereka berhenti saat Andri untuk kesekian kalinya menelepon dan bertanya harus dijemput jam berapa. Saat pulang, Mang Sardi mengantarku hingga ke loby depan rumah sakit dan bertemu dengan Andri. Dia sempat menyapa Andri, sementara pacarku ini membalas dengan ramah tanpa tau jika aku, pacarnya sedang kelelahan karena digarap oleh Mang Sardi dan Prof.Ratno.

Setelah hari ini, aku tau, hidupku tidak akan lagi sama. Di tempat kerja, selain menjadi perawat yang merawat dan memberikan kepuasan bagi pasien, aku juga harus memberi ‘kepuasan’ bagi atasan dan tukang kebunnya.
bagus pengembangannya suhu, lebih halus dan menantang. Bagus nih dibuat sampe 3 sequel. Nanti ide kedua bisa lewat pm :hore:
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd