Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Vivi: Jurnal Perselingkuhanku [CGU]

Siapakah fucking hero CGU favorit kalian?


  • Total voters
    67
Bimabet
Makasih banyak apdetnya Suhu... Pecah bangeeeet!
 
EPILOG

Bandung
10. 17



“Sekarang repot yah cik, anak udah tiga gini?” tanya Afif, si pengantar air setelah menukar galon-galon kosong dengan yang berisi di dapur.
“Ya lumayan repot, untung ada mama saya bantu urus” jawab Vivi menyerahkan uang pembayaran pada pria itu.
“Bayinya pakai ASI atau susu kaleng cik?”
“ASI kok”
“Hehe... cik, bagi dikit ASI nya boleh gak?” Afif cengengesan sambil meraih payudara kanan wanita itu, “mumpung bayinya masih tidur kan? Terus gak ada siapa-siapa juga?”
Vivi terhenyak, ia sudah menduga ini akan terjadi bila di rumah tidak ada orang lain lagi, ia terdiam sesaat melotot pada Afif yang tersenyum mesum padanya, wajahnya mulai memerah merasakan remasan lembut pada payudaranya.
“Tapi ini.... “ katanya lemas sambil menggigit bibir bawah.
Tanpa menunggu lama, lima menit setelahnya, Vivi sudah telanjang dan menaik-turunkan tubuhnya di pangkuan Afif yang sudah melepaskan celana dan duduk di sofa. Pengantar air itu dengan rakusnya mengenyot payudara kiri Vivi yang sedikit membesar karena masa menyusui. Putingnya mengeluarkan cairan hangat yang manis-manis gurih yang dilahap oleh pria itu. Sambil menikmati penisnya merojok-rojok vagina Vivi yang sudah becek itu, Afif pindah ke payudara yang sebelah. Creett... crrett.. puting itu memuncratkan ASI saat jemari kasar Afif memencet putingnya.
“Hhhmm... gurih!” kata pria itu dalam hati menerima cipratan itu di mulutnya.
Wajah Vivi menengadah ke langit-langit dengan mata merem-melek, ia nampak sangat menikmati persetubuhan terlarang dengan si pengantar galon itu. Bagaikan bayi besar, Afif menyusu dari payudara yang satu sambil tangannya meremasi payudara yang lain. Sambil terus menyusu, ia melirikkan mata ke atas menatap wajah Vivi yang sedang terangsang hebat membuatnya terlihat makin cantik, matanya memicing penuh gairah dan bibirnya basah merekah mendesah.
"Oouhh.. Pak... oouukhh.." desah wanita itu.
Tubuhnya menggelinjang perlahan, nafasnya semakin memburu, tangannya yang satu memegang dan mengelus kepala Afif yang semakin merasakan remasan otot vagina wanita itu. Rupanya otot vagina Vivi sudah terlatih untuk melakukan remasan. Afif pun mengimbanginya dengan mengencangkan otot perut dan sesekali menyentakkan pinggul ke atas. Mereka melakukannya dalam tempo sedang namun bertenaga. Di sela-sela menyusu, Afif kadang menyelingi dengan mencium bibir Vivi. ASI yang masih ada dalam mulutnya pun masuk ke mulut wanita itu selama mereka berciuman. Bibir tebal Afif mengulum bibir Vivi dengan lidah menari di dalam rongga mulutnya. Wajah wanita itu yang sedang terangsang dan kehangatan tubuhnya membawa suasana mendukung gairah yang bergelora. Afif menarik pantatnya naik lebih tinggi sehingga hanya ujung kepala penisnya saja yang masih menyatu dengan bibir vagina Vivi dan kemudian ia turunkan sampai seluruhnya masuk kembali dalam vaginanya. Beberapa kali gerakan itu berulang hingga terasa ada suatu permukaan yang agak kasar tidak terlalu jauh dari bibir vagina wanita itu tergesek kepala penisnya. Vivi menggelinjang hebat, tangannya meremas rambut Afif dan kakinya memperketat jepitan pada tubuh pria itu.
"Aduuh.. enakkh.. eehhmmf.. ssh", Vivi mengerang-ngerang.

Tak lama, mereka berganti gaya, Afif menindih wanita itu. Ia kembali menggenjot vaginanya diselingi gerakan memutar sehingga Vivi merasa vaginanya seperti diaduk. Hentakan pantat menekan dan menarik perlahan menimbulkan sensasi kenikmatan tersendiri membuat ibu tiga anak itu merintih lirih dengan nafas yang ditahan. Gairah mereka semakin menggebu, gesekan tubuh menjadi-jadi. Mereka saling berpelukan, berciuman dan menatap dalam api gairah. Bibir Vivi semakin membasah, Afif melumatnya dan lidahnya menjelajah liar ke seluruh rongga mulut.
"Ngngghh.. ngngghh.." lenguh Vivi
Selanjutnya Afif menekuk badannya dan kepala merendah menggapai payudara Vivi yang dilumat dan dihisapnya gemas, kembali ia merasakan ASI wanita itu. Gerakan Afif mulai bertambah cepat dan Vivipun mengimbanginya. Gelora birahi semakin panas menyatu dalam deru kenikmatan, hentakan liar dan desahan nafas yang memburu bersahutan.
"Ngngghh... aahh.. auuhh..", sekujur tubuh Vivi akhirnya menggelinjang hebat kemudian menegang, dan vaginanya berkedut-kedut disertai erangan lirih menahan kenikmatan puncak orgasme yang luar biasa.
Jantung Afif seperti terhenti sesaat, kedutan vagina Vivi mengurut penisnya yang berpacu cepat menambah kenikmatan menjadi berlipat ganda. Aliran-aliran kenikmatan yang mengalir di sekujur tubuhnya akhirnya meledakkan sperma yang sudah tertampung membengkak di saluran penisnya. Sperma dengan cepat mengalir melalui batang penis dan menyembur di ujung kepala penis pria itu berulang-ulang, menyemprot memenuhi vagina Vivi yang kakinya masih menjepit keras pinggul dan betisnya.
”Ciikk... uuuhh mantappphh...!”
Cengkeramannya vagina Vivi menguat, disertai mengucurnya cairan hangat yang membasahi selangkangan mereka. Jantung wanita itu berdegup kencang memompa darah mengalirkan gairah ke seluruh syaraf tubuhnya. Selama beberapa saat otot-otot vaginanya berdenyut-denyut mencengkeram dan meremas penis si pengantar air galon, berkejaran dengan denyutan pada penis itu yang memancarkan sisa-sisa lahar kenikmatan. Keduanya berpelukan erat, kelamin mereka masih menyatu sampai akhirnya penis pria itu mulai mengecil dan terlepas dengan sendirinya. Cairan kewaitaan bercampur cairan putih susu meleleh pada bibir vagina Vivi saking banyaknya sperma yang tak tertampung. Saat itu terdengar suara tangisan bayi dari kamar.
“Udah ya Pak, pas anak saya bangun nih!” Vivi bergegas turun dari sofa memunguti pakaiannya.
Afif pun segera berpakaian lagi lalu keluar dari rumah itu setelah pamitan, masih agak lemas sebenarnya setelah orgasme tadi.
“Sueger... pagi-pagi udah dapet susu segar” kata pria itu dalam hati, “aahh... sekarang ke bu pendeta... huehehe.... masih dapet gak ya?“



Jakarta
Pukul 18.36


Sebuah pesta pernikahan tengah berlangsung di hotel berbintang. Suasana begitu meriah, musik mengalun dari band di panggung, undangan dengan pakaian glamor lalu-lalang, meja-meja makanan dipenuhi undangan yang mengantri makanan. Nampak Martin dan istrinya, Vivi yang sedang hamil kedua, beserta anak-anak mereka duduk di meja keluarga karena mereka termasuk anggota keluarga mempelai pria.
“Vi, gua jalan-jalan dulu, nurunin makanan, sesak nih!” kata Martin pada istrinya.
Vivi yang sedang masih menyelesaikan makan bersama anak-anak sambil sesekali ngobrol dengan kerabat yang duduk semeja hanya mengangguk saja padanya. Martin keluar dari mejanya dan menuju ke toilet di luar ruang pesta sambil menurunkan makanan di perutnya. Selesai buang air kecil, pria Chinese 36 tahun itu kembali lagi ke dalam.
“Hai... gimana kabar! Udah lama ga ketemu, ternyata di sini!” seseorang menepuk pundaknya dari samping sehingga ia pun menengok.
“Aaahh... Pak Fadli!” Martin tersenyum melihat pria gempal berkumis yang pernah dikenalnya di seminar properti, mereka pun berjabat tangan, “wah.... wah... kok bisa ada di sini?”
“Iya, kita kan hubungan bisnis sama pengantin pria” kata Fadli, “sendirian aja?”
“Nggak, sama anak istri, itu di sana, kita kan sepupuan sama yang cowok!” kata Martin menunjuk ke arah meja keluarga, nampak Vivi juga melihat sebentar ke arah mereka, “bapak ini sama... istri?” tanyanya melihat ke arah wanita berpenampilan menarik di sisi Fadli.
“Iya kita berdua aja, ini istri saya!” Fadli memperkenalkan istrinya.
“Tyas!” kata wanita 42 tahun itu menjabat tangan Martin memperkenalkan dirinya.
Mereka terlibat pembicaraan basa-basi lalu lanjut ke masalah properti, Tyas bukanlah wanita yang buta urusan bisnis, ia seringkali menimpali sehingga pembicaraan jadi menarik. Martin menangkap sosok yang menarik dalam wanita itu bukan sekedar cantik dan seksi, tapi juga cerdas. Malam itu tubuhnya yang padat dan proporsional itu dibungkus gaun malam merah wine yang memamerkan bahu dan belahan dadanya. Sambil ngobrol, Martin tidak bisa tidak memperhatikannya secara diam-diam, suatu kali tatapan mata mereka bertemu dan wanita itu tersenyum. Nampak godaan yang terkandung dalam tatapan dan senyumnya itu sehingga membuat pikiran Martin melantur seketika.
“Misi saya tinggal dulu!” kata Martin mohon diri ketika melihat seorang saudara yang sudah lama tidak berjumpa mendatangi Vivi dan menyalaminya.
Pria itu menghampiri saudaranya dan menyapanya, mereka berjabat tangan dan berpelukan karena lama tidak bertemu. Setelah ngobrol selama sepuluh menitan, si saudaranya itu pamitan karena tidak bisa berlama-lama.
“Siapa tadi itu?” tanya Vivi.
“Kenal di seminar, sama-sama dari Bandung juga” jawab Martin.
“Lakinya kaya tukang pukul, tapi istrinya cantik ya hihihi” komentar Vivi.
“Ah, kalah lah sama lu Vi!” kata Martin di dekat telinga sang istri sambil memegang tangannya.
“Gombal!” kata Vivi namun merasa tersanjung.
Daya tarik Tyas cukup kuat sehingga Martin masih memikirkannya walau sudah kembali ke meja bersama keluarganya.
“Masih pengen makan apa lagi?” tanya pria itu.
“Puding sama buah aja! minta ke pelayan lama datangnya, anak-anak juga pengen tuh!”
“Oke, wait yah!” Martin bangkit sambil mengelus bahu istrinya yang terbuka.


“Eh ketemu lagi bu” kata Martin setelah mengambil puding dan buah berpapasan dengan Tyas yang sedang menikmati makanan di piring kecil, “Pak Fadli mana? Kok sendirian?”
“Sama temannya.... yang bosenin” jawab wanita itu, “omong-omong, gak usah pake bu, langsung Tyas aja, kita cuma beda umur dikit! Oh ya, tentang tanah yang di daerah Kopo itu mungkin kita bisa liat di Bandung nanti”
“Boleh-boleh” Martin nampak senang dengan kesempatan itu, “suka investasi properti juga ya kaya bapak?”
“Papa saya kontraktor, kita anak-anaknya udah belajar main properti dari muda, justru suami saya yang ikutan saya tertarik ke sini”
“Ooohh... gitu ya” Martin mengangguk-angguk.
“Di sini berisik, mungkin kita bisa ngomong lebih banyak di kamar saya, 1022” kata Tyas menatap pria itu dengan pandangan menggodanya.
Meskipun bukan tukang main perempuan, Martin mengerti benar gesture dan kode dari wanita itu.
“Saya harus nganter ini ke istri sama anak, misi dulu!” katanya.
“Oke, saya juga mau ke kamar dulu, ada yang ketinggalan” Tyas berkata dengan suara lirih.
Mereka pun berpisah, Martin kembali ke mejanya mengantar pesanan sang istri. Sambil menikmati makanan bersama anak-anak, Vivi ngobrol dengan beberapa kerabat perempuan lain.
“Gua keliling dulu yah, ada kenalan juga di sana!” kata Martin dekat telinga sang istri, males dengan obrolan ibu-ibu.
Vivi hanya mengangguk lalu Martin beranjak dari kursinya, keluar dari ruang pesta, lalu ke lift, ditekannya tombol lantai sepuluh. Ting! Ia melangkah keluar lift setibanya di lantai yang ditujunya. Jantungnya semakin berdebar terutama ketika sampai di depan kamar 1022, ditekannya bel di samping pintu.
“Wow!” Martin terperangah melihat Tyas menyambutnya tanpa sehelai benangpun di tubuhnya, “apa ini gak terlalu to the point?”
Wanita itu segera menarik tangannya masuk ke dalam dan langsung mengunci pintu, lalu dipepetnya tubuh pria itu pada dinding di lorong kamar.
“Saya kadang mengakrabkan diri dulu dengan klien sebelum berbisnis” katanya sambil tangannya mengelusi selangkangan Martin.
“Hehe... kalau Pak Fadli datang kesini gimana tar?”
Ia pasrah saja ketika wanita itu membuka jasnya lalu mempreteli kancing kemejanya.
“Ssshh... dia terlalu sibuk ngobrol di bawah”
Bibir Tyas yang berlipstick merah dengan ganasnya mendarat di bibir Martin dan melumatnya, tangannya dengan lincah membuka sabuk pria itu dan resleting celananya hingga celana itu melorot.
“Ayo, waktu kita gak banyak” kata Tyas
Martin pun mulai membalas pagutan Tyas hingga lidah mereka beradu dengan ganas. Dipeluknya tubuh telanjang wanita itu yang seksi dan montok, tangannya mengelus punggung hingga turun ke bawah meremas pantatnya yang bulat.

Martin memutar badannya sehingga kini balik memepet Tyas ke dinding.
“Sssh... jangan ngerusak make-up, kan abis ini mau ke bawah lagi!” Tyas memperingatkan
“Okeh!”
Kini wajah pria itu turun ke dadanya. Setelah puas menggeluti lehernya, wajahku turun ke arah belahan dadanya. Dengan kedua tangan meremasi gunung kembar C-cup itu, mulutnya mengecupi payudara itu merasakan kehalusan kulitnya. Keharuman parfum mahal yang lembut tercium pada tubuh Tyas dihirupnya hingga memicu gairah. Diciuminya bukit payudara yang membusung dengan gagahnya itu, dihisapinya puting kiri wanita itu, ia mainkan puting tersebut di dalam mulutnya dengan lidahnya. Kadang yang dihisap hanya putingnya dan dijepit dengan bibir dan lidah.
"Ssshh... aaahh... " Tyas mendesis-desis merasakan rangasangan Martin yang kini memperkuat hisapan pada payudaranya.
Sementara tangan pria itu yang satu turun merambahi selangkangannya yang ditumbuhi bulu yang tercukur rapi, telunjuk dan jari tengahnya memasuki bibir vaginanya dan mengais-ngais di dalam sana.
"Sekarang aja!" ajak Tyas dengan sinar mata yang sudah dikuasai nafsu birahi.
Martin mengangguk lalu wanita itu memasukkan tangannya ke celana dalamnya menggenggam penisnya yang sudah ereksi. Ia memeloroti celana dalamnya hingga lutut mengeluarkan penisnya, lalu diangkatnya kaki kiri wanita itu dan tangan yang satunya menempelkan penisnya ke vaginanya. Martin menggesek-gesekkan kepala penisnya yang keras itu pada bibir vagina Tyas untuk memancing birahinya agar semakin naik lagi. Tyas yang sudah tidak sabar ingin segera ditusuk meraih batang itu.
"Ayo cepettthh.... aaakkhh..!" erangnya kuat sambil mempererat pelukan karena saat itu Martin menekan penisnya hingga melesak masuk, “auuh!" jeritnya lebih keras dengan tubuh berkelejotan karena hentakan keras penis Martin yang akhirnya mentok.
Martin memulainya dengan tarik dorong perlahan agar dapat menikmati gesekan-gesekan pada himpitan dinding vagina Tyas yang bergerinjal-gerinjal itu.
“Uuugghh... sory Vi! Ini cuma ngentot” katanya dalam hati karena tak sanggup menolak godaan wanita kepala empat yang menggairahkan ini.
Pria itu mulai menggoyangkan pinggulnya lebih cepat sementara Tyas juga memainkan otot vaginanya mengimbangi gerakannya. Dipagutnya bibir wanita itu dan mereka kembali beradu lidah sambil menikmati kelamin mereka beradu. Sambil satu tangan menopang kaki Tyas dan satunya berpegangan pada pantatnya, Martin terus menggenjot vaginanya. Gerakan batang penisnya semakin lancar karena lendir vagina Tyas berfungsi sebagai pelumas. Tak lama kemudian, ia berhenti sejenak dan mengangkat kaki Tyas yang satu lagi sehingga wanita itu tidak lagi menjejak ke lantai dan secara refleks wanita itu semakin erat memeluk tubuhnya. Dengan posisi ini, sodokan-sodokan Martin semakin mantap dan dalam. Keduanya mendesah-desah merasakan kenikmatan yang menyelubungi mereka. Sodokan-sodokan bertenaga dari Martin akhirnya berhasil membobol pertahanan Tyas yang membuatnya serasa menggigil seperti demam.
"Ah.. aahh... keluar nihh!!" erang Tyas panjang
Otot vagina Tyas berkontraksi semakin meremas penis Martin yang terus merojok-rojoknya serta mengucurkan cairan orgasmenya. Sebentar kemudian, Martin pun merasakan otot-otot tubuhnya mengeras dan penisnya berkedut-kedut, orgasmenya kian dekat. Akhirnya dengan erangan panjang, Martin menyemburkan spermanya di dalam vagina wanita itu. Keduanya saling cium dan peluk menyambut gelombang kenikmatan yang datangnya berbarengan tersebut hingga tubuh mereka kembali melemas.

"Saya suka permainan kamu, sampai ketemu lagi di lokasi di Bandung nanti!” kata Tyas keluar dari kamar mandi setelah mencuci selangkangannya.
“Oh ya minta nomernya dong, buat hubungi!” Martin mengeluarkan smartphone dari saku jasnya, ia tidak melihat pesan ataupun misscall dari sang istri, artinya aman.
Tyas memberikan nomornya pada Martin yang lalu melakukan misscall untuk memberikan nomornya.
“Sini, biar saya bantu!” kata pria itu melihat Tyas agak kesulitan meresleting bagian punggungnya.
“Thanks.... omong-omong kami saling terbuka soal seks dan suka berkeksplorasi” kata Tyas, “kalau mau mungkin kita bisa atur waktu untuk swinger sama istri kamu”
“Swinger, hahaha... kalau itu sih gak kayanya, istri saya terlalu alim soal itu” (catatan penulis: alim? Oh yea? Belum tau dia, hak... hak... hak!)
Tyas menyuruh Martin agar kembali ke ruang pesta dulu karena ia harus merapikan sedikit make upnya.
“Wah, ronde dua nih?” tanya Vivi melihat suaminya kembali ke meja dengan membawa piring berisi lumayan banyak makanan.
“Yup, capek bikin laper lagi”



Sabtu
Pukul 9.47


“Nah, here we are, welcolme to Caligula Retreat!” kata wanita itu di tempat parkiran
Kami terkagum-kagum dengan keindahan tempat yang seperti istana mimpi itu, taman besar yang dikelilingi pepohonan tinggi nampak tertata rapi dengan berbagai tumbuhan dan beberapa patung yang memperindah. Di seberang sana nampak sebuah kolam dan jembatan kecil. Wanita bernama Grace itu mengajak kami ke dalam, ke balik sebuah gedung aneh berlantai dua yang dikelilingi tembok lebih rendah berlapis marmer merah. Di balik tembok itu, seperti sebuah kampung kecil dengan lima pondok minimalis satu lantai mengelilingi gedung aneh berlantai dua yang megah itu. Sebuah jalan kecil yang muat satu mobil membelah tiga pondok dan dua pondok plus gedung itu saling berseberangan. Taman kecil di depan setiap pondok semakin memperindah suasana. Lewat seorang kolega Ryan, kami diperkenalkan untuk masuk ke klub ini, sebuah klub yang pas bagi kami pasutri muda yang suka berkesplorasi dengan seks. Sebelumnya aku tidak pernah menyangka klub seks dimana kita dapat bebas melampiaskan nafsu seperti ini ada di Indonesia. Namun itu semua nyata adanya dan kami sudah bergabung di dalamnya, cincin platinum lapis biru yang melingkar di jari kami yang barusan kami terima merupakan tanda member Caligula Retreat ini. Grace mengajak kami berkeliling sambil menjelaskan berbagai fasilitas di sini yang bisa kami pakai. Suasana tempat ini begitu tenang dan indah, tentu pas untuk bercinta. Hanya saja sayangnya kami belum bisa menikmatinya hari ini. Pasalnya hari ini kami ke ibukota tujuannya adalah menghadiri pernikahan seorang saudara Ryan, kami sengaja datang lebih pagi agar bisa mengambil keanggotaan kami sekalian melihat-lihat fasilitas yang ada, syukur-syukur bisa langsung ikut acaranya. Namun saat itu masih belum ada siapa-siapa, menurut jadwal tamu pertama akan check in jam duaan nanti sedangkan aku sendiri harus mengejar waktu untuk ke salon setelah makan siang nanti.
“Sayangnya kita hari ini harus ngeburu waktu nih ya” kata Ryan
“Kita bisa atur waktu minggu depan kan say!” tanyaku merangkul badan suamiku itu.
“Bisa kita atur jadwalnya next weekend kok” kata Grace, sebagai public relation klub ini, “WA-an aja”
“Nah disini enak nih suasanaya!” Ryan menuju ke sebuah gazeboo di pojok, “ayo istrirahat dulu sambil ngobrol-ngobrol!”
Dengan gentle ia memegangiku ketika menapaki tangga ke dalam gazeboo lalu mengambil matras kecil yang tersedia untuk alas dudukku
“Untuk lagi hamil gini boleh kan ikut acaranya? Aman kan?” tanyaku sambil mengelus perutku yang sudah mulai membulat karena sudah masuk bulan ke-4.
“Bisa, beberapa member kami sudah pernah ikut acara dalam keadaan hamil dan sampai sekarang belum ada komplain keguguran gara-gara itu, aktor-aktor kami sudah diberitahu standar operasional terhadap wanita hamil kok. Dan tentunya member juga harus sadar batasannya juga ya, misalnya jangan sampai BDSM dalam kondisi begitu” jawab Grace yang duduk bersimpuh di depan kami, yang langsung disambut tawa kami.


“Kalau sekarang belum ada aktor yang siap juga?” tanya Ryan.
Grace menggeleng, “kan harus booking dulu, gak bisa mendadak” katanya
“Hhmm... kalau sama PR-nya aja gimana?” Ryan mencoba memancing
Wanita itu tersenyum, “hahaha... saya jam sebelasan harus udah di kantor lagi, lagian masa sama saya sih?”
“Sekarang kan masih 10.15 nih” kata Ryan melihat jam tangan, “masih ada waktu dikit dong, ayo lah! Supaya kita ga percuma udah dateng nih!”
“Grace gak mau kali diajak sama lu!” kataku menepuk paha suamiku, “gimana kalau sama gua aja!”
Semenit berikutnya, aku dan Grace sudah berpelukan dan berpagutan bibir, tangan kami saling mengelus dada masing-masing. Aku melepaskan blazernya dan Grace membuka satu persatu kancing gaun hamilku. Dengan penuh gairah, wanita itu mengulum bibir bawahku yang segera membuat kubalas dengan mengulum bibir atasnya. Kulihat Ryan telah pindah ke belakang Grace dan menyibak rambut wanita itu, kemudian diciuminya leher jenjang itu.
"Mmmhh..." Grace mendesah dan menggeliat dengan mata setengah menutup.
Grace memeloroti gaunku dari atas, kait bra-ku di punggung ia buka, dan tangan lembutnya menangkup payudara kiriku. Ryan telah melucuti semua kancing kemeja Grace dan menyingkap cup bra merahnya ke atas sehingga kedua tangannya kini bebas menggerayangi sepasang payudara wanita itu. Tanganku menyusup masuk ke dalam rok span Grace merabai paha hingga akhirnya menyentuh selangkangannya yang masih tertutup celana dalam. Begitu melepas pagutan dariku, Grace langsung menengok ke samping menyambut bibir suamiku, lidah mereka saling belit dan hisap membuatku cemburu sekaligus semakin birahi. Aku melepaskan semua pakaianku hingga telanjang lalu kubantu suamiku mempreteli pakaian Grace yang sudah tersingkap sana-sini. Setelah kami, dua wanita ini telanjang, kami melucuti pakaian suamiku sambil tertawa-tawa hingga akhirnya kami bertiga pun polos tanpa apapun di gazeboo ini.
“Sini Grace!” panggilku menggenggam penis suamiku.
Grace berlutut di sebelahku dan meraih batang kesayanganku itu dan mulai menjilati batangnya.
“Aaahhh!!” Ryan pun mendesah atas perlakuan wanita itu pada penisnya.
Grace memasukkan penis suamiku ke mulutnya dan mulai mengulumnya. Aku ikut bergabung mengoral milikku yang sah itu. Kujilati dan kukulum kantong zakar suamiku dan lanjut menjilati batangnya. Dikeroyok dua wanita membuat suamiku terpaksa harus menghentikan kami agar tidak keburu keluar duluan. Kini Grace berbaring di atas matras dan kami mulai mencium dan menjilatinya. Sambil berbaring menyamping, aku beradu lidah dengannya sambil saling remas payudara, sementara Ryan melumat payudara kanan wanita itu dan tangannya menggerayangi tubuh mulusnya. Setelah agak lama berciuman, kami melepas bibir, kugeser sedikit tubuhku ke atas dan kusodorkan payudaraku ke wajahnya. Grace langsung menangkapnya dengan mulut dan lidahnya menyapu-nyapu di dalam mulutnya membuatku mendesah nikmat. Ditambah lagi tangannya merambah vaginaku, mengusapi bibir vagina dan mengorek-ngoreknya. Tubuhku seperti kesetrum saat jemari lentiknya menyentuh klitorisku dan mengelus-elusnya.
“Ooohh...Grace!” desahku menahan nikmat sambil meremas rambut wanita itu.

Dari payudara, ciuman Ryan merambat turun hingga ke vagina Grace yang licin tak berbulu. Suamiku membenamkan wajahnya di sana dan....
“Eeehhmmm!!” desah Grace tertahan dengan tubuh menggeliat tanpa berhenti melumat payudaraku.
Ryan menjulurkan lidah dan menjilatinya naik-turun vagina wanita itu sehingga pantatnya sedikit gemetar menahan gejolak kenikmatan akibat perbuatan suamiku. Aku hafal benar permainan suamiku itu yang tentunya membuat wanita lain merasakan nikmat yang juga kurasakan. Kini ia menggigit klitoris Grace dengan kedua bibirnya, akibatnya wanita itu pun semakin menggeliat dan paha indahnya menjepit kepala suamiku. Di saat yang sama aku pun merasakan tubuhku bergetar karena hisapan Grace pada payudara dan jemarinya yang mencucuk-cucuk vaginaku.
“Ayo, masukin sekarang aja!” Grace mendorong kepala suamiku, “takutnya kelamaan”
“Yuk! Doggie yah!” kata Ryan.
Grace pun menunggingkan tubuhnya ke arah suamiku yang lalu menusukkan batang penisnya. Ia mendesah menyambut penis suamiku. Selanjutnya dengan perlahan Ryan memompa maju-mundur secara berirama. Setelah mereka stabil, aku menumpuk bantal agar bisa menyandarkan punggungku lalu menyodorkan vaginaku di hadapan Grace. Tanpa disuruh, wanita itu segera menunduk dan membenamkan wajah di selangkanganku. Lidahnya yang basah dengan lihai menggelitik vaginaku yang sudah basah. Aku pun mendesah-desah keenakan diperlakukan seperti itu. Cara Grace mengoralku sungguh halus, ia menggerakkan bibirnya dengan lembut, kadang klitorisku disedotnya pelan, diselingi jilatan di bibir vagina. Ryan semakin cepat menggenjoti Grace disertai remasan-remasan pada kedua payudaranya. Akibatnya tubuh Grace tergoncang-goncang hebat, agaknya ia sudah di ambang orgasme
“Aaauuhh” Grace menarik mulutnya dari vaginaku, ia nampak terengah-engah dan wajahnya merah padam karena menahan ejakulasi.
Wanita itu mengimbangi sodokan suamiku dengan menggoyang pinggulnya memutar tak beraturan. Tangan Ryan memegangi pinggul Grace sehingga ia semakin leluasa menyodokkan batang penisnya.
“Keluarrr.... udah keluarrhhh!!” erangnya dengan tubuh menggelinjang.
Grace mencapai orgasmenya, vaginanya pasti mengucurkan banyak cairan karena terdengar suara tumbukan kelaminnya dengan suamiku menimbulkan bunyi decakan. Ryan masih terus menghujamkan batang penisnya, hingga semakin banyak cairan Grace yang meleleh keluar.
“Ssshh.... sshhh,” Grace terengah-engah dengan tubuh lemas namun puas, senyum manis tersungging di bibirnya yang tipis. “Aaah, si koko hebat!” pujinya pada suamiku.

Berikutnya giliranku berbaring menyamping dengan suamiku mendekap tubuhku dari belakang, posisi pas untuk seks semasa kehamilan.
“Uuuhhh...!” desahku merasakan penis cinta sejatiku melesak masuk ke vaginaku.
Sambil mengenjot vaginaku, tangan kanan Ryan merambahi vaginaku dan mengelus-elus klitorisku membuatku semakin mendesah kesetanan. Aku suka bercinta di ruang terbuka seperti ini, suara erotis kami bercampur baur dengan kicauan burung dan semilir angin meniup dedaunan. Terbayang nanti kalau sudah mengikuti acara klub pasti akan lebih seru lagi dimana kita bisa bebas bercinta dimana saja di tempat ini. Grace yang sudah memulihkan tenaga membaringkan tubuhnya di sebelahku berhadapan, lalu diciumnya bibirku. Setelah berpagutan sejenak, ia menarik bibirnya dan mengangkat badan sedikit agar bisa berciuman dengan Ryan. Kini aku melumat dan meremas payudara Grace yang di depan wajahku. Batang penis suamiku yang memenuhi rongga vaginaku bergerak semakin cepat. Sensasi seks threesome dengan dua wanita seperti ini memang luar biasa, aku merasakan nuansa maskulin serta feminim membuai diriku. Tak lama kemudian aku merasakan puncak pendakian birahiku akan segera tiba, dinding vaginaku berkontraksi makin cepat memijati penis suamiku dan semakin basah oleh cairanku
“Ayo say... terus, lebih cepat... udah mau.... aahh.... ahhh!!” desahku
Dengan satu sodokan keras akhirnya, Ryan mengantarku ke puncak kenikmatan itu. Aku menjerit dan tubuhku mengejang dalam dekapan suamiku dan Grace. Ryan mencabut penisnya membiarkanku beristirahat lalu ia sendiri berdiri mendekati Grace yang bersimpuh di depannya. Wanita itu mengulum seluruh batang penis suamiku dengan penuh nafsu. Hingga akhirnya Ryan melenguh dan tubuhnya mulai bergetar menahan nikmat.
"Aaahhhh.... mau crot nih Grace!!" erangnya.
Grace terus memaju-mundurkan kepalanya mengoral penisnya, pipinya kadang mengempot menghisapnya. Akhirnya dengan sebuah desahan panjang dan mata membeliak-beliak, Ryan menyambut ejakulasi. Grace menelan seluruh batang suamiku di mulutnya dan membiarkannya menyemprotkan spremanya di dalam mulutnya. Nampak wanita itu piawai sekali melakukannya, tidak setetespun sperma Ryan meleleh keluar dari mulutnya, ia baru melepaskannya setelah penis Ryan benar-benar berhenti menyemprotkan sperma dan menyusut.
“Hmmh, enak, gurih ko!” komentar Grace setelah mengeluarkan penis suamiku, “sepertinya udah waktunya saya pergi yah” katanya melihat jam tangan.
Segera setelah berpakaian lagi, kami pun menuju parkiran dan berpamitan pada Grace yang harus segera kembali ke kantor dan kami pun harus segera ke ibukota untuk persiapan ke undangan nanti malam. Kami tidak sabar untuk segera mengikuti acara retreat, Ryan berjanji akan mengatur jadwal untuk minggu depan.



Di salah satu gerai Starbucks Bandung
Pukul 15. 26



“Eerrr... bentar yah mas!” Sherlin nampak bingung tidak menemukan barang yang ia cari di dompetnya, “sis ada cc BCA gak? Yang gua kayanya gak ada nih!”
“Gua mah ga ada BCA, Mandiri sama BNI adanya!” kata Liani.
“Eee... dont ask me, lu tau dari dulu gua ga pernah punya itu” kata Maria melihat temannya itu melirik ke arahnya.
“So how? Ga bisa buy one get one, mau bayar biasa atau ke yang seberang aja?” tanya Sherlin.
“Sori... mau buy one get one kan ya?” tanya seorang pemuda yang antri di belakang mereka, “pake yang gua aja gimana? Ntar lu orang tinggal ganti ke gua” ia menunjukkan kartu kredit BCA
Ketiga gadis itu bertukar pandang sejenak sebelum memutuskan.
“Bener nih boleh?” tanya Liani.
“Ya iyalah, gua mau bantu biar cepet, tuh masih ada antrian di belakang, si mas nya juga nunggu tuh!” katanya, “kalau mau pilih gih minumannya!”
“Hhhhmm... oke deh kalau gitu, thanks ya!” kata Sherlin.
Akhirnya ketiga gadis itu pun memilih menu yang buy one get one dengan promo kartu kredit BCA itu. Setelahnya si pemuda itu memilih untuk dirinya sendiri dan menyatukan semua bill mereka, terpenuhi sudah syarat promo itu.
“Oohh.. sekalian kenalan, gua Wandi!” pemuda itu memperkenalkan diri pada tiga gadis cantik tersebut dan mereka pun balas perkenalkan diri.
Keempatnya duduk di satu meja, Wandi bersebelahan dengan Liani, dan mulai ngobrol. Wandi yang sudah terbiasa dengan wanita dengan mudah mengobrol dengan mereka walau hanya cowok sendirian. Usia mereka sepantaran tapi beda kampus.
“Kalian bertiga aja? Ga lagi nunggu siapa gitu?” tanya Wandi
“Ga, ini girls day” kata Sherlin
“Lu sendiri gimana? Kok sendirian aja?” tanya Liani
“Tadinya sih mau sambil ngerjain tugas kuliah di sini, nih laptopnya udah ada” pemuda itu menunjukkan tas laptopnya.
“Oooh... jadi kita ngeganggu nih!” kata Liani
“Kayanya kita pindah aja kali ya, hihihi” timpal Maria yang paling diam sejak tadi.
“No, no, no... siapa bilang gitu, ini bisa nanti kok, tapi kan dapet temen baru bisa have fun belum tentu bisa nanti”
“Idih siapa juga yang mau have fun sama situ?” canda Sherlin disambut tawa mereka.
“Lu orang tigaan emang cuma mau hang out doang gitu? Atau mau ngapain lagi abis ini?”
“Hhmmm.... tadinya sih mau bahas bisnis online juga yah” jawab Liani.
“Ya kita kan tigaan bisnis online, jadi seminggu dua minggu ya kaya gini semacam rapat usahanya lah” kata Sherlin.
“Wah berarti gua juga ganggu kalian nih ya?”
“Yah kayanya kita emang saling mengganggu” kata Liani.
Kembali mereka tertawa-tawa dan semakin akrab seperti teman lama.

Setelah menghabiskan kue yang dipesannya, Sherlin mengeluarkan kotak rokok dari tasnya dan menaruhnya di meja dengan terbuka. Liani langsung mengambilnya sebatang dan Wandi langsung sigap mengeluarkan lighter dari sakunya dan menyalakan rokok untuk kedua gadis itu.
“Nggak?” tanyanya pada Maria yang tidak merokok.
Maria menggeleng, “gua mah perokok pasif dari mereka ini nih!” katanya.
“She is the nicest among us!” celetuk Liani
“Nice dalam arti?” tanya Wandi
“IPK paling tinggi dibanding kita, anak guru gitu loh, ya ga?” jawab Sherlin lalu memandang Maria di sebelahnya, “no smoking, no drinking”
Perbincangan dan candaan mereka mulai mengarah ke vulgar, Wandi dapat merasakan bahwa mereka memang tidak menggoda terang-terangan, tapi memperlihatkan gesture untuk berbuat lebih jauh terutama dari Sherlin, Maria memang kalem tapi ia juga nampak antusias menanggapi joke nakal, sementara Liani yang di sebelahnya suka colek-colek.
“Lu orang pulang gimana? Ada mobil, atau ikut gua aja?”tanya Wandi
“No need, kita kan jalan ke sini, tuh dari apartemen itu!” jawab Sherlin menunjuk ke gedung yang nampak dari tempat mereka.
“Ooh, tinggal bareng?”
“Gak, punya ini nih!” jawab Maria menunjuk Sherlin.
“Mau liat tempat kita? Sekalian bikin tugas juga bisa, lebih tenang di sana, gak enak kita bikin batal lu ngerjain tugas”
“Boleh emang? Gak ganggu kalian?”
“Ada cukup tempat di sana, lu bisa kerjain tugaslu, kita juga bisa bahas bisnis kita!” kata Liani.
“Hhhmm... kalau kalian yang ngundang, oke I’m honored to accept!”
Setelah menyelesaikan makan, mereka pun jalan kaki ke apartemen Sherlin dekat situ. Agaknya yang direncanakan pun kini terganggu lagi, Wandi tidak mengerjakan tugas kuliahnya, demikian pula tiga gadis itu tidak membahas bisnis online mereka. Keempatnya berada di kamar di mana terdengar desah erotis dan pakaian mereka berceceran di mana-mana. Mereka sudah tidak memakai apa-apa lagi di ranjang. Wandi selonjoran di ranjang bersandar pada bantal menikmati penisnya dikulum oleh Sherlin yang sangat membakar birahinya. Pada saat yang sama ia ber-french kiss dengan Maria di sebelah kirinya, tangannya mengelusi punggung hingga meremas payudara gadis itu, sementara di sebelah kanan, Liani sedang mengulum putingnya memberi sensasi geli yang nikmat bagi Wandi yang juga mengelusi punggungnya. Tak lama, Maria menyodorkan payudaranya di depan muka Wandi
“Aaahh!!” desah gadis berambut sebahu itu ketika payudaranya dilumat dan diremas pemuda itu.
Sebentar kemudian tangan Wandi turun ke selangkangan dan jarinya mengelusi bibir vagina Maria sehingga membuatnya menggeliat dan mendesah. Selagi Maria menikmati vaginanya diobok-obok, Wandi melepaskan payudara gadis itu dan beralih ke Liani, dipagutnya bibir gadis di kanannya itu yang membalas permainan lidahnya dengan ganas. Jemari Wandi masuk lebih dalam dan menemukan klitoris Maria, elusan pada daging sensitif itu tentunya membuat gadis itu menceracau tak karuan.

Sherlin yang sedang mengoral penis Wandi merasakan penis itu mulai berdenyut-denyut dan ia pun menghentikan kegiatannya.
“Wan berbaring telentang dong!” pintanya.
Pemuda itu menggeser badannya hingga rebahan lalu Sherlin naik ke selangkangannya dan mengarahkan penisnya ke vaginanya. Gadis itu menurunkan pantatnya hingga penis Wandi melesak masuk seluruhnya.
“Aaaghhhh...” Sherlin melenguh merasakan penetrasi itu, demikian pulaWandi yang merasakan jepitan liang senggama Sherlin.
Tanpa menunggu lama, Sherlin mulai menggerakkan pinggulnya naik-turun. Maria yang sudah terangsang berat naik ke wajah Wandi menyodorkan vaginanya dan tanpa basa-basi, Wandi langsung melumat vagina berbulu lebat itu.
“Uuuhh... sedot klitnya dong!!” erang Maria.
Wandi mengikuti kemauan gadis itu dengan memberikan sedikit gigitan pada klitoris yang membuat Maria semakin liar. Kini Liani beralih ke Sherlin, keduanya berpelukan dan berpagutan bibir, payudara montok mereka saling berhimpit dan bergesekkan. Tangan Sherlin yang satunya merambat ke bawah meraih vagina Liani.
“Eeemmhh!!” desah Liani tertahan di tengah percumbuannya dengan Sherlin ketika bibir vaginanya dielus-elus.
Sherlin semakin liar beraksi di atas selangkangan Wandi, goyangan pinggulnya begitu liar, kadang berputar sehingga penis pemuda itu terasa mengaduk vaginanya. Tubuh Maria menggeliat-geliat menahan nikmat dari jilatan dan hisapan Wandi pada vaginanya, tangan pemuda itu juga menjulur ke atas meremas payudaranya. Erangan Maria semakin menjadi-jadi saat Wandi menghisap kuat klitorisnya. Sesekali pemuda itu juga menyentakkan pinggulnya ke atas sehingga kepala penisnya menghujam lebih dalam ke vagina Sherlin. Akhirnya Sherlin pun menjerit kuat sambil memeluk erat Liani.
"Aaaaakh.... !!!" ditekannya pantatnya kuat-kuat sehingga vaginanya menelan seluruh batang penis Wandi.
Cairan bening yang hangat menyembur memenuhi rongga vaginanya dan menyelubungi penis Wandi.
Selama beberapa saat tubuh Sherlin mengejang sebelum akhirnya melemas dalam dekapan Liani. Wandi yang belum orgasme segera mencabut penisnya dan beralih ke Maria yang juga sedang horny-hornynya. Ia baringkan tubuh gadis itu dan memposisikan diri di antara kedua belah pahanya. Kelamin keduanya telah basah sehingga dengan mudahnya menyatu.
“Ooohh!!” desah Maria merasakan penis Wandi memasuki vaginanya.
Wandi menggenjotnya dengan pelan dan berirama karena ingin menghayati kenikmatan ini. Sementara itu Liani menjilati vagina Sherlin yang telah banjir oleh cairan orgasmenya. Sherlin sendiri terbaring lemas dalam kepuasan setelah orgasme barusan, ia menengok ke arah Wandi dan Maria yang sedang saling menikmati.

"Waann... sshh... lebih cepet...." pinta Maria
Pemuda itu pun mempercepat genjotannya dan tidak sampai lima belas menit, Maria sudah di ambang orgasme.
“Ooohh... dikit lagi, lebih cepet... ayyoohh!!” gadis itu menceracau tidak karuan merasakan kenikmatan semakin menjalari tubuhnya.
“Gua juga Mar... uuuhh... uuhhh!!” desah Wandi terus menggenjot.
“Wan, buangnya di mulut gua aja yah, biar sekalian gua bersihin! Kan abis ini my turn” sahut Liani.
“Gua juga mau, awas lo berani buang di dalam!” sahut Sherlin.
“Maniak juga nih cewek-cewek!” kata Wandi dalam hati,”okeh siap!!” kata pemuda itu.
Akhirnya Wandi berhasil mengantar Maria ke puncak kenikmatannya. Gadis itu pun mengerang panjang disertai tubuhnya menggelinjang dan melenting dahsyat. Vaginanya berkontaksi cepat dan mengucurkan banyak sekali cairan. Sebelum muncrat di dalam, Wandi segera menarik penisnya dari vagina Maria.
“Okeh ladies.... udah mau nih!” Wandi segera turun dari ranjang dan berdiri menghadap Liani dan Sherlin yang duduk di tepi ranjang itu.
Tangan Liani segera menggenggam penis yang basah oleh cairan Maria itu dan menjilati batangnya. Tidak mau kalah, Sherlin juga ikut menjilatinya hingga kezakarnya. Setelah membersihkan batang itu, Liani memasukkannya ke mulut dan mengulumnya. Sebentar saja, Wandi yang spermanya sudah di ujung itu pun tak dapat menahan orgasmenya lebih lama. Ia mengejang dan melenguh, penisnya menyemburkan cairan putih kental di dalam mulut Liani.
“Sini bagi dong!” Sherlin merebut penis itu dari temannya sehingga sebagian cipratan itu mengenai wajah cantik mereka.
Sherlin juga langsung menghisap dan melahap cairan yang muncrat dari penis pemuda itu, setengah menit kemudian Liani merebutnya kembali, keduanya seperti anak kecil berebutan mainan saja. Hingga tetes terakhir dan penisnya menyusut, dua gadis itu masih terus menjilatinya. Mata Wandi merem-melek menikmati lidah dan kocokan dua gadis itu, ia merogoh payudara Sherlin dan meremasnya samabil menikmati buaian oral seks mereka hingga akhirnya penis itu mulai bangkit kembali.
“Udah siap lagi nih!” kata Liani, “sekarang sama gua yah!”
Liani nungging di ranjang dan Wandi memasukkan penisnya ke vagina gadis itu
"Uuugghh!!", desah Liani menerima penis pemuda itu di vaginanya.
Wandi mendorong penisnya hingga amblas sepenuhnya dan ia kubiarkan sejenak sebelum mulai menggenjotnya. Sherlin berlutut di sebelah kiri Wandi dan menarik wajahnya ke arahnya sehingga dapat memagut bibirnya. Mereka beradu lidah dan bertukar ludah. Sambil terus menggenjot Liani, tangan kirinya memeluk Sherlin, mengelus punggung hingga pantatnya.

Maria yang sudah cukup tenaga menggeser tubuhnya ke depan Liani, ia membuka sepasang pahanya dan tanpa disuruh, Liani segera membenamkan wajahnya pada selangkangan temannya yang sudah basah itu.
"Ohh.... ssshh!!" desah Maria merasakan nikmatnya sentuhan Liani di kewanitaannya, terutama saat Liani mulai menjilatinya, menikmati manisnya lendir yang keluar dari sana
Dengan dua jari, Liani membuka bibir vagina Maria sehingga klitorisnya yang telah membengkak keras dan teracung keluar. Lidah Liani segera menari disana sambil tangan kirinya meremas payudara temannya itu. Maria pun harus mencengkeram sprei kuat-kuat untuk menahan gelinjang tubuhnya yang semakin sulit untuk dikendalikan.
“Hhhmmmhh!!” desah Sherlin tertahan di tengah percumbuannya dengan Wandi karena merasakan jemari pemuda itu mulai mencucuk-cucuk vaginanya.
Gerakan memompanya Wandi terhadap vagina Liani semakin cepat. Setelah beberapa menit berlalu, Liani mulai nampak tersengal-sengal. Namun ia masih terus menjilati vagina Maria dan kadang menggerakkan pinggulnya menyambut hujaman Wandi.
“Aaahh... ayo jilatin teruss... teruusshh!!” Maria terus mendesah menikmati hisapan Liani pada vaginanya.
Liani berkonsentrasi menjilati daging kecil merah yang tampak tegang mengeras di bagian atasnya. Ia juga menjilati rongga dalam kewanitaan Maria yang sudah sangat basah, memutar, kanan kiri dan kadang menusuk-nusuk dengan ujung lidahnya yang sengaja ia bulatkan. Liani tidak memperhatikan lagi lenguhan Maria karena ia pun sudah mau orgasme, lagipula kamar itu sudah cukup riuh dengan suara desahan dan kelamin beradu. Tangan Maria mulai mendorong kepala Liani ke liang kewanitaannya sambil pinggulnya bergoyang dengan desah yang tak beraturan lagi, Akhirnya Maria mencapai klimaksnya lagi sambil meremasi rambut Liani. Tubuhnya kembali mengejang dan vaginanya mengucurkan banyak cairan yang diseruput oleh Liani. Pada saat berbarengan, Liani pun mulai merasakan orgasme kian mendekat. Setelah berhasil membuat Maria orgasme, kini ia berkonsentrasi menggoyang pinggulnya. Demikian pula Wandi semakin mendengus-dengus. Akhirnya dengan satu sentakan kuat, ia berhasil mengantar Liani mencapai puncaknya. Gadis itu mendesah panjang dan menggelinjang. Untuk menambah kenikmatan Wandi meneruskan genjotannya hingga suara berdecak kelamin mereka semakin nyaring terdengar.
“Di luar... aahh... buang luar!!” pinta Liani terengah-engah.
Wandi segera mencabut penisnya dan menelentangkan tubuh Liani lalu ia naik ke dada gadis itu. Setelah mengocok penisnya sebentar saja, creett... creet... creett... cairan putih kental bercipratan membasahi wajah dan dada Liani. Sherlin langsung menjilati penis pemuda itu, mengocoknya hingga tidak mengeluarkan sperma lagi. Sementara Maria menjilati cipratan sperma pemuda itu di payudara dan wajah Liani hingga akhirnya bibir mereka bertemu dan berpagutan. Keempat muda-mudi itu pun terkulai kelelahan di ranjang, agak berdesakan karena ranjang itu kapasitasnya untuk dua orang. Wandi
“Great sex! Thanks ya!” kata Sherlin yang berbaring di atas tubuh pemuda itu sambil mengecup pipinya.
Wandi yang masih agak terengah-engah hanya mengelus punggung gadis itu. Seranjang bersama tiga gadis cantik ini, sungguh ia merasa dirinya bagaikan raja minyak.
akhirnya mama tyas....... :alamak:
 
BONUS STORY


Darren (19) dan Boby (18), dua kakak beradik asal ibukota yang kuliah di Perth, Australia, memang terkenal sebagai penakluk wanita. Dengan pesona dan kepandaian bicaranya, keduanya mampu memikat para wanita hingga mau diajak bercinta dan mampu memberi kepuasan maksimal pada mereka. Vivi, tante mereka di Bandung, bukanlah satu-satunya wanita yang berhasil mereka taklukkan, masih ada banyak wanita taklukkan mereka baik di dalam negeri maupun di Australia sana, yang berasal dari berbagai latar belakang dan etnis. Berikut beberapa petualangan singkat mereka. Akan diupdate setiap 2-3 hari sekali...

----------------
Perth, Australia
14. 05



Gadis cantik berambut merah itu menindih tubuh Darren dengan kelamin mereka bersatu. Posisi ini membuat Natasja (19 tahun), dara asal Polandia, yang merupakan teman kuliah Darren itu, bebas bergerak mendominasi permainan. Sambil bermain lidah dengan pemuda itu, Natasja menggerakkan pinggulnya dengan tempo sedang, payudaranya yang montok bergesekkan dengan dada teman kuliahnya itu. Rasanya sedap-menggairahkan, cara yang nikmat menghilangkan kepenatan selepas kuliah dengan jadwal padat hari itu. Natasja terus memacu tubuhnya kadang dengan gerakan memutar sehingga klitorisnya bergesekkan dengan penis Darren. Mulut Darren tak tinggal diam, dilumatnya payudara Natasja yang sengaja disodorkan gadis pirang itu ke wajahnya. Segera sebuah getaran keras menjalar dari puting yang disedot-sedot. Natasja tersentak-sentak dibuatnya, mendesah-desah merasakan dua sumber kenikmatan menjalari tubuhnya. Tangan Darren merambat ke pantatnya meremasi dua bukit kenyalnya. Merasa orgasme itu sudah akan tiba, Natasja pun semakin liar memacu tubuhnya. Kedua tangan Darren membantu gerakannya, mencengkram pingganggnya, dan menaik-turunkan tubuhnya dengan mudah seperti sedang bermasturbasi dengan tubuh seorang gadis seksi. Dengan bersemangat, ia angkat dan henyakkan tubuh Natasja dan gadis itu pun mempercepat gerakannya.
“Darren... I’m coming... oohh... yyeessshh....!!” Natasja mengerang tak karuan, sebagian dengan bahasanya yang tidak dimengerti Darren.
Orgasme itu menyebabkan tubuh gadis bule itu melonjak-lonjak seperti kesetrum. Darren mengatur gerakan gadis itu agar tetap naik-turun, karena sudah kehilangan kendali akibat hempasan orgasme. Diangkatnya tubuh gadis itu hingga hampir membuat kelamin mereka terpisah lalu cepat-cepat menghujamkan lagi tubuhnya ke bawah yang langsung membenamkan penisnya sampai ke pangkal.
“Aaauugghh!!” Natasja menjerit nikmat, orgasme dahsyat menjalari setiap sudut tubuhnya.
Akhirnya Darren menghentikan tindakannya dan membiarkan tubuh Natasja lunglai di dekapannya. Kelamin mereka masih bersatu, penis Darren terbenam dalam, terasa seperti sedang diemut-emut oleh mulut besar yang basah dan licin.
"Oh, that's wonderful!" desah Natasja sambil berusaha mengatur nafasnya yang memburu.
Darren menciumi dahi gadis itu, seperti hendak membantunya mengendalikan nafas.
“You want me to finish it with blowjob?” tanya Natasja.
“With pleasure... go ahead!”
Darren mencium bibir gadis itu sebelum ia menurunkan tubuhnya, tangannya meraih penis yang masih basah oleh cairan orgasmenya. Natasja menjilatinya hingga bersih sebelum memasukkan benda itu ke mulutnya. Kepalanya pun mulai naik turun mengulumnya membuat Darren melenguh nikmat.

Belum sampai lima menit melakukan oral seks, tiba-tiba terdengar pintu kamar terbuka dan detik berikutnya Boby masuk ke dalam sambil bersiul-siul.
“Uupss... “ ia terhenyak melihat kakaknya telanjang di ranjang bersama seorang gadis, “ooh... hi Nat!”
Darren dan Natasja yang sempat kaget kembali bernafas lega melihat hanya Boby seorang yang datang.
“Hi Bob!” balas Natasja santai
Mereka memang pernah threesome sehingga sudah tidak canggung lagi. Gadis itu bahkan turun dari ranjang lalu dengan cuek mengambil air dari dispenser dan meminumnya.
“Where have you been? havent seen you for long” Boby memeluk pinggang ramping gadis itu.
“Busy you know, projects, then... part time in supermarket”
Boby hendak memagut bibir Natasja setelah ia meletakkan gelasnya, namun gadis itu menahannya,
“I’ve just sucked your bro’s” katanya yang membatalkan niat Boby namun ia tetap meremas pantatnya.
“Would you take a shower with me please... the weather is damn hot out there” pinta Boby.
Natasja berpikir sebentar, lalu mengangguk, “okay, so i can go home after it!”
Tanpa menunggu lama, ketiganya sudah telanjang di bawah siraman shower. Kakak beradik itu mengapit tubuh Natasja dari depan dan belakang. Sambil membaluri sabun ke tubuh gadis itu, Boby menciumi leher jenjangnya lalu turun ke payudaranya yang berputing coklat. Bergantian ia remas dan lumat gunung kembar itu sementara tangannya mulai menyabuni vagina, wilayah kewanitaan Natasja mulai berbusa akibat baluran sabun. Darren yang memeluknya dari belakang membaluri rambut merahnya dengan shampoo. Natasja menoleh ke belakang dan bibir mereka pun berpagutan, tangannya meraih penis Darren dan mengocoknya lembut. Puas mengenyoti payudaranya, tangan Boby naik menyabuni dadanya, lalu lehernya. Natasja melepaskan ciuman dari Darren dan ganti memagut bibir Boby, tangannya memeluk pemuda itu. Sementara Boby menaikkan kaki kiri gadis Polandia itu dan mengarahkan penisnya ke vaginanya.
“Hhhmmhh!!” desah Natasja tertahan di tengah percumbuannya merasakan penis Boby melesak masuk ke vaginanya.
Setelah penisnya masuk, Boby pun menggoyangkan pinggulnya menusuk-nusuk liang senggama Natasja. Dari belakang, Darren meremasi payudara dan menciumi leher dan pundaknya membuat gadis itu serasa ratu yang sedang dimanja dua pejantan. Tak lama, tubuh gadis itu bergetar tanda orgasme hebat akan datang melanda. Boby yang menyadari hal tersebut semakin cepat menggenjot vagina Natasja.
“Uuuhh.... aahhh!!” Natasja menjerit saat menyongsong orgasmenya dengan tubuh menggelinjang dalam dekapan kakak beradik itu.
Gadis Polandia itu menutup pergumulan mereka dengan berlutut di lantai kamar mandi mengocok dan mengulum penis keduanya bergantian. Sebentar saja ia berhasil membuat Boby orgasme di mulutnya dan ketika ia sibuk melahap spermanya, Darren yang penisnya sedang dikocok juga mencapai orgasme sehingga sebagian spermanya terciprat di wajah Natasja sebelum gadis itu melahap dan menghisap penisnya. Natasja tersenyum puas berhasil membuat dua pemuda bersaudara itu lemas oleh hisapannya. Setelah menyelesaikan mandi dan berpakaian ia pun pamit pulang pada mereka. Semua lemas, semua puas, semua senang.
 
Yah suhu hari ini mendadak pelit, biasanya kalo update satu km lebih ini sekarang cuma 10 centi. Hihihihi.. Tq suhu walau secuil ;) ;)
 
BONUS STORY 2

Suatu malam
Pukul 19. 47



“Hi Sonal!” sapa Boby pada putri bos minimarket di dekat kampus di balik meja kasir itu.
“Boby! You must be sent by gods!” sapa gadis berwajah manis itu, “can you help me something?”
Sonal Kumari (23 tahun) adalah generasi India kedua di Australia. Orang tuanya masih tradisional, nampak dari patung dewa berukuran kecil beserta gelang bunga kuning yang diletakkan di belakang meja kasir. Sonal yang lahir dan tumbuh di Australia, lebih liberal dan tidak terlalu religius walau masih memegang nilai-nilai budayanya. Ia kuliah di universitas yang sama dengan Boby, namun lebih senior, beda jurusan dan sedang mengejar gelar master. Mereka malah lebih sering bertemu dan ngobrol di mini market ini daripada di kampus. Keduanya lebih akrab setelah beberapa bulan sebelumnya Boby memergoki seorang pemuda yang mengutil barang lalu sempat kejar-kejaran dan sedikit baku hantam sebelum polisi meringkusnya.
“Sure, what’s the problem?” tanya pemuda itu
“Just pick your things first, I’ll close after this” kata Sonal melihat pembeli lain menghampiri meja kasir untuk membayar.
Boby pun memilih barang-barang yang dibutuhkannya. setelah pembeli terakhir, seorang wanita tua, menyelesaikan transaksi, Sonal keluar dari mejanya dan menutup rolling door di depan. Boby segera maju membantu gadis itu menutup pintu.
“Where’s everyone?” tanyanya.
“Sydney, my uncle is hospitalized, so mom and dad are visiting him”
“Oohh... I hope he’ll get well soon”
“Thanks, a little bit better now, but still in hospital” kata Sonal kembali ke balik mejanya, “now, well... the problem is... here you see?” katanya sambil menunjuk satu spot mati pada layar tangkapan CCTV, “it has been like this since lunch time”
“So you need me to take the camera off?”
“Yes since you are tall, would you? Pleaasee!” pinta gadis itu.
“Which one?”
“That one!” Sonal menunjuk ke kamera di sudut yang menyorot ke lorong jajaran lemari pendingin untuk minuman dan es krim, “something wrong with the camera, the tiny red light is also off”
Boby mengikuti gadis itu ke bawah kamera yang dimaksud. Sonal ke gudang dulu untuk mengambil bangku tinggi dan perkakas yang dibutuhkan. Boby pun naik ke bangku untuk melepaskan kamera CCTV tersebut sementara Sonal memegangi bangku tersebut
“Here you are!” ia berhasil melepas kamera tersebut setelah membuka sekrup dan melepaskan kabelnya, lalu dengan hati-hati ia turun.

“Thank you, I’ll bring it to CCTV shop tomorrow!” kata Sonal.
“No... no, let me bring it for you, just gimme the address! You should look after this store, shouldn’t you?”
“Bobby, I don’t want to burden”
“What burden? my class will be at eleven tomorrow, I can go to CCTV shop first”
“Okay then” Sonal mengalah dan menghela nafas, “so I owe you two... three for tomorrow!”
“Aiya... do you still consider me friend or not? why talk about burden and owe?”
“Okay, thanks a lot” katanya tersenyum manis, “so, whatever happens here nobody know, right?” ia berjalan mendekati Boby, sangat dekat sekali dan mata mereka berpandangan.
Melihat keayuan wajah khas India-nya dan sorot matanya yang mengundang, Boby menangkap sinyal untuk berbuat lebih. Pemuda itu menundukan wajahnya ke arah sang gadis dan ia tempelkan bibirnya ke bibirnya yang sensual. Sonal memejamkan matanya begitu melihat Boby menurunkan wajahnya. Disambutnya ciuman Boby dengan memajukan bibirnya sedikit. Beberapa detik kemudian bibirnya terbuka dan lidahnya sedikit menjulur keluar menjilat bibir atas Boby seakan mengajak lidah pemuda itu ikut menari bersamanya. Namun tiba-tiba Boby menarik wajahnya.
“Wait.. wait... you have... what’s his name... Sanjay, right?”
“Not anymore!” Sonal menarik kepala belakang pemuda itu dan kembali memagut bibirnya meluapkan kekesalannya.
Sudah lebih dari seminggu gadis itu ribut dengan pacarnya yang kepergok menggandeng dan mencium gadis bule. Kini ia ingin membalas dendam pada pria itu sekaligus balas budi pada Boby. Lidah mereka kini saling membelit. Boby pun menarik pinggang ramping Sonal sehingga tubuh keduanya melekat, ia dapat rasakan gundukan daging kenyal menekan dadanya walau pun masih terhalang pakaian. Selama kurang lebih 3-4 menitan mereka berciuman beradu lidah di lorong yang sudah tidak tertangkap kamera itu. Boby mengangkat kedua tangan ketika gadis itu membuka kaos basketnya, kemudian dirasakannya usapan pada dadanya yang sudah telanjang. Tidak tahan melihat wajah sayu Sonal, Boby kembali menciumnya kembali sambil jariku membuka kancing kemejanya satu per satu. Sonal membuka bajunya sendiri dan menjatuhkan di bawah kakinya, kini terpampanglah payudara 34C yang masih terbungkus bra krem. Dengan cepat Sonal membuka kaitan bra di belakang punggungnya dan Boby melepaskan penutup dada itu darinya. Pemuda itu terpana pada bentuk payudara gadis India itu, bentuknya besar bulat dengan puting coklat, juga dengan perut yang rata karena rajin berolahraga. Dengan kecantikan dan tubuhnya yang ideal, Sonal tidak kalah dengan aktris-aktris Bollywood. Dengan tak sabar Boby menggiring Sonal hingga punggungnya menempel pada pintu lemari pendingin memberi sensasi dingin pada kulit punggungnya dan langsung melumat serta meremas sepasang payudara montok itu. Dihisapnya puting kirinya sambil meremas dan memilin-milin puting kanan.
“Oooh.. Boby!!” desah Sonal meremas-remas rambut pemuda itu menikmati rangsangan pada kedua payudaranya.

Tangan kanan Boby menyusup ke atas celana panjang gadis itu, masuk ke celana dalamnya, merambahi bulu-bulu yang lebat dan bibir vagina yang sudah becek. Tubuh Sonal menggeliat dan mulutnya mendesah ketika jemari pemuda itu mengelusi bagian sensitifnya tersebut. Puas menyusu bak bayi ke ibunya, Boby pun berjongkok melepaskan celana panjang beserta celana dalam gadis itu. Sekarang terpampanglah tubuh polos dengan kulit eksotis yang cerah, sungguh suatu pemandangan yang sangat menggairahkan.
“Lick me!” pinta Sonal dengan suara lirih
Boby pun mendekatkan wajahnya ke vagina gadis itu, terasa aroma harum di wilayah tersebut yang membangkitkan gairah, karena Sonal memang rutin merawat organ intimnya. Pemuda itu menjilati bibir vagina itu sambil tangannya mengelusi paha dan bongkahan pantatnya yang semok. Tubuh seksi dara India itu menggeliat, menggelinjang tak karuan setiap kali Boby menggesekkan ujung lidahnya di ujung klitorisnya.
“Oohh... yes like that... uuuhh!!” desah Sonal merasakan bukan saja jilatan tapi juga jemari pemuda itu mulai mencucuk-cucuk liang vaginanya.
Tidak sampai sepuluh menit, Sonal mencapai orgasmenya, ia mendesah panjang dan menggelinjang. Vaginanya mengucurkan banyak cairan yang langsung diseruput lahap oleh Boby.
“Uuuhh... !!” lenguh Sonal meremas payudaranya sendiri menikmati hisapan Boby pada vaginanya.
Tiba-tiba pemuda itu bangkit berdiri dan memagut bibir gadis itu. Sonal merasakan aroma vagina dan cairannya sendiri dalam percumbuan itu, tangannya memeloroti celana Boby dan mengeluarkan penisnya yang sudah ereksi.
“Put it inside me!” pintanya menatap mata Boby dan menggenggam batang itu.
Boby memutar tubuh Sonal dan menunggingkan pinggulnya, kedua tangan gadis itu bertumpu pada frame alumunium lemari pendingin di depannya. Dari belakang, Boby membuka celananya yang masih nyangkut sebatas lutut, lalu mengarahkan batang penisnya ke liang senggama Sonal yang sudah basah. Desahan Sonal mengiringi penis Boby yang melesak masuk ke liang senggamanya. Perlahan batang penis Boby masuk sampai seluruhnya dengan mulus karena vagina Sonal sudah siap menerima tamu.
“Aaawwhh... what a hard dick!” erang Sonal merasakan penis yang mengganjal vaginanya.
“I’ll fly you to the heaven!” kata Boby mencium pundak gadis itu.
Boby lalu mulai memompa penisnya keluar masuk vagina Sonal dengan gerakan pelan sambil meremasi kedua payudara gadis itu. Gadis itu merespon dengan menggerakkan pinggulnya. Desah nikmat keduanya sahut-menyahut di dalam minimarket yang sudah tutup itu. Genjotan Boby bertambah cepat dan keras, tubuh Sonal sampai terdorong ke depan dan payudaranya menempel pada kaca lemari pendingin. Botol dan kaleng minuman di dalamnya juga ikut bergetar karena goncangan tubuh mereka. Selama sekitar seperempat jam, mereka bertahan dalam posisi itu hingga sebuah botol di dalam oleng membentur botol lain menimbulkan suara kaca beradu, untungnya hanya jatuh di dalam rak saja dan tidak pecah.
“Boby... stop, I think we should change position before ruining everything!” kata Sonal menahan tubuh pemuda itu.

Boby melihat sekeliling, lalu duduk di lantai bersandar pada dinding yang posisinya menjorok ke depan yang memisahkan lemari pendingin dengan freezer es krim.
“Ok... sit here, this is safe!” kata Boby sambil menepuk pahanya.
“You are great at making love!” Sonal tersenyum mendekatinya lalu naik ke pangkuan pemuda itu dalam posisi membelakangi.
“So are you, you learn kamasutra?”
“No, just follow your intuition, let’s continue, you haven’t satisfied me!” tangan Sonal meraih penis Boby yang masih keras.
Ia lalu mengangkat sedikit pinggulnya dan mengarahkan benda itu ke vaginanya, lalu ia turunkan. Blesss… penis itu pun melesak lagi ke dalam liang senggamanya. Sambil menekuk lutut, dengan kedua kaki mekangkang, Sonal menaik-turunkan pantatnya sehingga liang vaginanya seolah membesot-besot batang penis Boby. Keduanya berpelukan erat menikmati posisi berpangkuan itu, kulit Boby yang putih nampak kontras dengan Sonal yang agak gelap eksotis. Sungguh persetubuhan beda bangsa yang indah. Boby tidak membiarkan sepasang payudara gadis itu menganggur, digerayanginya sambil dipermainkan putingnya sehingga menambah kenikmatan bagi Sonal. Ia sibak rambut panjang gadis itu agar dapat menciumi telinga dan lehernya yang jenjang, sesekali Sonal juga menengokkan wajahnya ke samping dan berpagutan bibir. Setelah belasan menit memicu tubuhnya di atas penis Boby, Sonal mencapai orgasmenya yang dahsyat hingga terkejang-kejang dalam dekapan Boby, cairan vaginanya mengucur banyak sekali sampai membasahi selangkangan mereka. Boby yang masih perkasa langsung mengambil alih kendali, ia nunggingkan tubuh gadis itu di lantai, lalu melanjutkan genjotanya, membuat gadis itu mendesah-desah lagi dalam nikmat yang luar biasa.
“Not inside! Aahh!!” Sonal memberi peringatan di tengah desahannya.
“Got it!!” sahut Boby terus menggenjot sambil meremasi payudara gadis itu.
Tak lama kemudian Boby merasakan sudah di ambang orgasme. Setelah beberapa genjotan, ia menarik lepas penisnya.
“Stand up! Hurry!” Sonal berbalik badan dan bersimpuh.
Boby buru-buru berdiri dan membiarkan penisnya disepong gadis India itu. Sekitar semenit kemudian.
“Uuugghh... cominnngg!!” erang Boby menyemburkan cairan kental putih yang masuk ke mulut gadis itu dan sebagian bercipratan membasahi wajah cantiknya.
Sonal melahap cairan itu dan membersihkan batang penis Boby sampai menyusut di genggamannya. Keduanya akhirnya terduduk lemas bersandar pada tembok dengan nafas terengah-engah, tubuh mereka sudah basah berkeringat.
“How much it all?’tanya Boby di meja kasir setelah beristirahat dan memakai kembali pakaiannya
“I treat you” jawab Sonal memasukkan barang-barang itu ke kantong.
“Hey... how come?” Boby mengeluarkan selembar uang besar dari dompetnya.
“So gimme back the camera!”
“Okay... thanks for it!” Boby memasukkan kembali uang itu
Boby pamit dari minimarket itu setelah menerima alamat toko CCTV yang diberikan Sonal. Sonal sendiri masih tinggal untuk menghitung uang dan mengecek pembukuan hari itu.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd