Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG {Triple Updates 30-4-24} Bu Norma, Wanita Berjilbab Yang Disekap! [NO SARA]

Bu Norma kira-kira akan diapakan?


  • Total voters
    660
  • Poll closed .

sebelumnya...

"Jilbab itu," kata Tokek mengangsurkan rokok di tangannya pada Kancil yang buru-buru menyambar sebelum si pemurah berubah pikiran, "tanda taat pada tuhan, Cil. Ayatnya begitu. Tapi soal selakangan, ya, kita semua sama! Hahaha!"​




Malam Jahannam 1.4

67dbb7e26ed5daf98f3ebede3715d97620224a19-high.webp

Sangat mungkin Tokek akan kena labrak Bu Norma kalau saja wanita itu dengar argumen sampahnya. Hijab bukan hanya tanda. Bukan cuma simbol. Hijab pada dasarnya adalah bentuk sebuah karunia dari tuhan. Agar wanita-wanita muslimah aman dan terjaga dari fitnah. Dari dosa. Selain itu, jilbab juga merupakan disiplin. Siapapun penggunanya harus selalu ingat pada sang pencipta. Harus selalu mencari dan kembali pada jalan yang lurus. Yang diridhai-Nya.

Sebobrok apapun muslimah yang berhijab, nilai-nilai yang jilbab itu kandung tidak akan berkurang atau bertambah karena kelakuan pemakainya.

Persoalannya sekarang adalah, batin Bu Norma sudah kalah. Menyerah. Pasrah. Dia terlalu lemah. Selepas ledakan orgasmenya barusan, dia ijinkan ujung pejal penis setengah tegak Pak Pur menggesek-gesek bibir vaginanya. Menggelitiki klitorisnya. Sedikit pun wanita itu tak mengelak. Dia tahu apa yang akan menimpanya. Dia hanya... menunggu saat-saat itu tiba.

Menantikannya.

"Sekarang, kita ke menu utama, yo, Mbak."

Bu Norma membisu. Selepas nikmat yang dia alami mereda, dia merasa kotor. Hina. Dhzalim pada diri sendiri. Benarkah dia sudah berdosa? Benarkah dia telah khianati suaminya? Apakah seharusnya dia melawan lebih keras? Lebih lama? Haruskah dia bunuh diri saja ketimbang raganya dijadikan mainan? Dijadikan objek pemuas nafsu belaka?

"Ugh. Picek. Rapet banget."

Keluhan Kopral wajar. Sudah dia urut batang kontolnya. Lurus mengacung sempurna. Sudah dia lumuri juga dengan banjir nikmat dari Bu Norma. Vagina di depannya sudah dia colok-colok. Sudah basah kuyup juga. Tapi kok masih seret juga?

"Mbake arang-arang kenthu, yo?" tanya Kopral yang mulai frustasi dan berulang kali meludahi kejantanannya agar ampuh menembus pertahanan terakhir Bu Norma. Ck, ck, ck. Mimpi apa dia semalam. Kapan lagi, kan, dapet apem 'mateng' tapi selegit apem perawan? "Bojomu loyo yo Mbak impoten? Opo impoten?"

Dokter Abi tidak impoten. Dia hanya ... lemah syahwat saja. Semenit adalah rekor terlama si dokter mampu membangunkan batangnya. Segala cara telah dicoba. Berbagai obat dan ramuan diuji khasiatnya. Bermacam terapi diterapkan. Hasilnya? Nihil. Ironis sekali. Dokter tapi tak mampu menyembuhkan diri sendiri.

Demi memuaskan istrinya, Dokter Abi lantas membelikan Bu Norm aneka rupa alat bantu seks. Dengan bantuan mereka, dia senangkan istrinya. Meski, sejujurnya, Bu Norma sering memalsukan orgasme saat bersama Dokter Abi. Dengan atau tanpa alat.

Walau dibohongi, paling tidak Dokter Abi masih beruntung. Punya istri yang setia. Yang tidak neko-neko. Yang seperti Bu Norma. Tak pernah terlintas dalam benak Bu Norma untuk mencari pengganti. Sekadar pelarian pun juga tidak. Apalagi sampai secara sadar berbuat serong.

Keperkasaan Dokter Abi di ranjang, ringkasnya, bukanlah alasan Bu Norma jatuh cinta pada sang suami. Banyak kualitas pria itu yang menjadikannya idaman. Panutan. Walau demikian, jika sang dokter bisa seganas kuda jingkrak, Bu Norma jelas tak hendak menolak. Istri mana, sih, yang ogah dipuasi pasangan halalnya?

"Aaaghh," desah Kopral dan Bu Norma bersamaan manakala kepala jamur si lelaki berhasil ditanam pada kemaluan wanita berjilbab itu. Tampak pipi vaginanya menggembung karenanya. Yang terjadi berikutnya, dengan penuh kesabaran, adalah Kopral menarik ulur kontolnya agar bisa lubang kawin Bu Norma telan seluruhnya. Seperti orang bercocok tanam. Harus telaten. Tidak bisa buru-buru.

Selama proses ini terjadi, tangan-tangan bebas Bu Norma bergerilya. Jemari lentiknya mencakari lengan, dada, leher, serta punggung pejantannya. Ujung-ujung kuku si wanita bahkan sampai memerah karenanya. Syaraf-syaraf sensitif pada kemaluannya menggila. Mengirimkan berjuta rasa. Mengajaknya gila. Mereka bagai menyuntikkan candu yang memasung. Membelenggu.

Bu Norma merengek. Kian sembap matanya. Dia tahu ini salah. Salah besar. Dosa besar. Zina. Balasannya neraka. Namun, enggan dia bohongi diri sendiri. Dia menyukainya. Menginginkannya.

Rela.

"Haaaagh! Akhirnya," kata Kopral, ngos-ngosan saat batang hitamnya amblas dalam vagina Bu Norma. Kantung telurnya rapat menempeli anus si wanita. Keringat membanjiri tubuh keduanya. Dia seka air mata Bu Norma. Pujian dia layangkan. Sengaja dia mengulur waktu. Agar otot-otot kemaluan Bu Norma beradaptasi. Berkompromi.

"Tempikmu anget banget, Mbak."

Bu Norma memalingkan muka.

Seraya mengulas senyum, si pria berkumis lebat bertanya, "Siap, yo, Mbak?"

Tanpa menantikan persetujuan Bu Norma, Kopral genjot betina barunya. Tempo yang lelaki itu kejar mulanya pelan saja. Keluar-masuk-keluar-masuk. Bles-bles-bles. Tangan-tangan kekarnya memegangi bagian bawah paha Bu Norma. Mengangkatnya. Kaki wanita itu dia bentangkan menyerupai huruf M.

Perlahan-lahan, kesabaran Kopral membuahkan hasil. Memek dan kontol yang bersatu mulai lancar bekerja sama. Tempo pun kemudian Kopral naikkan. Lelehan lendir hewani keduanya menggandakan nyaring bunyi tumbukan.

Plokk.. plokkk... plokkk plokk plokkk...

"Ooohhhh... jangan kenceng-kenceng, Pakkk," racau Bu Norma membohongi hatinya sendiri. Bibirnya berucap begitu, tapi di benaknya, dia menjeritkan yang sama sekali berbeda.

Agar badannya tidak terempas ke belakang, Bu Norma mencari-cari pegangan. Awalnya dia remasi kasur. Kian kusut sprei basah di bawah tubuhnya. Bibir atasnya dia gigiti. Sampai asin menginvasi indera pengecapnya.

Saat usaha itu gagal, Bu Norma asal saja topang lutut-lututnya dari samping. Akibatnya, bibir vaginanya kian merekah. Pantatnya kian terangkat. Perubahan sudut itu berimbas besar. Semakin lancar Kopral mencoblos-cobloskan batang keras beruratnya. Kian leluasa sepasang anak manusia itu mendaki bukit cinta.

"Ahhh... ahhh... shhhh... uuuhhhh," desah dan lenguh Bu Norma membahana. Badannya terhentak-hentak. Payudaranya tersentak-sentak. Tulangnya bergemeretak. Matanya membelalak.

Takut buah dadanya akan jadi jelly kalau persetubuhan ini diteruskan lebih lama, Bu Norma pegangi mereka Mandi peluh dia. Tambah menggairahkan sosok ayu-nya di mata.

"Piye, Mbak?" Wajah sendu Bu Norma menguji Kopral agar mengulur waktu. Sayang kalau buru-buru. Akan memalukan kalau dia ngecrot duluan. Bagaimana pun caranya, Kopral ingin wanita berjilbab itu ikut dalam permainan. Jangan seperti pemakan bangkai yang asal comot saja. "Enak, to?"

Plakk.. plakkk... plakkk plakk plakkk

"Mbak?" Kopral elusi perut dan paha Bu Norma. Mantab dia hunjam-hunjamkan gamannya. Dapat dia rasakan kepala jamurnya menyapa bibir rahim Bu Norma. Dan yang paling dia rasa, dinding vagina si wanita konsisten mengempot batangnya. Memotivasinya agar terus menunaikan dinasnya. Luar biasa. "Jawabbb!"

Mengejutkan dirinya sendiri, Bu Norma mengangguk setuju. Kepalanya berhenti berpaling. Kini dia pandangi badan kekar pemerkosanya. Bibir di bawah kumis itu tersenyum penuh kemenangan.

Jengah, Bu Norma pejamkan mata. Sembari, tentu saja, bibirnya terus meloloskan desah. Enak. Memang enak. Belum pernah dia rasakan nikmat yang begini banyak. Ke mana saja dia selama ini, yak?

Wanita berjilbab itu kembali terkejut saat Kopral tiba-tiba melipat lututnya hingga menggencet buah dadanya. Megap-megap Bu Norma karenanya. Sigap, pria itu lalu menyosor lehernya yang masih tersembunyi di balik hijab panjangnya. Tanpa mengendurkan pompaan, lelaki itu bertanya, "Namane Mbak siapa, to?"

"Ke—ahhh—napa, Pak?" tanya Bu Norma risih. Kenapa sih tanya-tanya? Genjot aja terus. Rausah nggedabrus!

"Ndak kenapa-napa. Cuma," kata Kopral dengan suara menderu, "mau tahu."

Setelah dia rasa akan dia raih orgasme keduanya dalam sepuluh menit terakhir, Bu Norma pun menyerah dan berkata, "Norma, Pak."

"Hah?" Kopral menegakkan punggungnya hingga Bu Norma bisa bernapas lebih leluasa. Jantung mereka berdetak seirama. "Norma?"

Bu Norma membuka mata dan mengangguk malu.

Nama adalah doa. Dia diberi nama Norma agar bisa menjaga diri. Bisa menjunjung norma-norma yang ada. Tetapi, lihat yang sekarang terjadi. Justru sebaliknya! Dia buang ke comberan semua nilai-nilai hidupnya. Dia tukar mereka dengan nikmat yang fana. Sementara.

Malu Bu Norma pada jilbab yang membungkus kepala. Telah gagal dia menjadi muslimah yang solihah. Yang taat. Yang suci. Yang patut diteladani. Kini dia serupa pelacur yang sehari-hari berkubang dosa. Vaginanya berkhianat. Raga mengkhianati jiwanya. Pikiran dan hatinya menderita korslet. Buah dadanya kian tergencet.

Plokk.. plokkk... plokkk plokk plokkk

Kontras sekali perjamuan dua kelamin itu. Yang satu hitam dan keras. Yang satunya putih dan empuk. Yang satu maju dan mundur. Yang satunya membuka dan menutup.

Plokk.. plokkk... plokkk plokk plokkk

"Uugh... uhhh... ahhhh... yaahhh! Terus, Pakkkk!" pinta Bu Norma yang sekarang menggelayut manja pada leher pemerkosanya.

"Terus apa, Mbak?"

"Sshhhstubuhi saya!"

"Setubuhi?" Kopral menyeringai. "Ini namane kenthu, Mbake. Ngencuk. Ngewek. Ngentot. Mbak suka yang mana?"

"Hhaaaah?"

"Kenthu, ngencuk, ngewek, sama ngentot. Mbake lebih suka yang mana?"

"Ahhhku... suuuhka nggg.... ngentot, Pakkk!"

Nasi sudah jadi bubur, pikir Bu Norma ketika gelombang denyut menggulung vaginanya. Denyut yang sama dia rasakan juga pada batang yang sedang mengajaknya terbang ke awang-awang. Atas inisiatifnya sendiri, dia kaitkan kakinya pada pantat pria yang menggagahinya. Yang mampu memberikan apa yang suaminya gagal berikan. Yang kepadanya dia serahkan kehormatannya sebagai wanita.

Semakin menyatu tubuh Bu Norma dan pemerkosanya. Yang satu hitam terpanggang matahari. Yang satunya putih bak pualam impor dari luar negeri. Bagai piston dan kepala silinder kemaluan mereka beradu.

Padu.

"Mbak Norma?

"Hmmmph?"

"Kontole suamine Mbak sama kontolku, enak mana?" tanya Kopral yang lantas memeluk erat Bu Norma sebelum dia barengi dengan mementokkan kontolnya.

Croooot!

Bermili-mili sperma kental menyemprot rahim si wanita berkacamata. Melumasi setiap jengkal rongga vagina. Membakar betinanya. Derasnya semburan pejuh itu tak mampu tertampung seluruhnya. Cairan putih meleleh dari sela jabat kelamin mereka.

Bu Norma kemudian merintih seperti seekor anakan kucing yang terluka. Dia juga tiba pada puncaknya.


###


Setelah beristirahat barang sejenak, minum cairan pekat nan pahit yang entah apa dari kendi di atas meja, Bu Norma kembali digauli Kopral.

Bu Norma pasrah. Dia biarkan si laki-laki membimbingnya lebih jauh. Satu per satu busana dia tanggalkan. Sesuai permintaan. Dia onggokkan mereka di lantai kayu. Entah apa yang akan Dokter Abi katakan jika saat itu dia saksikan aksi istrinya. Boleh jadi lidah si dokter akan mati kaku. Mungkin dia akan kena cardiac arrest sebagai gantinya.

Entahlah. Bu Norma hanya berharap, suaminya itu baik-baik saja. Maafkan aku, Mas Abi!

"Jangan."

Bu Norma tertegun. Dia baru akan membebaskan kepalanya dari lilitan kerudung, tetapi Kopral mencekal tangannya. Si pria menggeleng sebelum lantas justru merapikan jilbabnya. Percobaan yang sia-sia, tentunya. Kadung kusut kainnya.

Protes Bu Norma dengan mata berkaca-kaca, "Tapi, Pak—"

Kopral sumpal mulut wanita alim itu dengan satu ciuman buas. Hidung mereka saling bersentuhan. Kopral menunduk. Bu Norma mendongak. Kata si lelaki yang lalu membuat pasangan haramnya tersipu, "Bu Norma lebih seksi kalau jilbaban."

Sedikit enggan yang kemudian Bu Norma pertahankan sebetulnya sekadar syarat saja. Sebagai pengingat bahwa sosok wanita muslimah yang taat masih belum benar-benar hilang dari dirinya. Bersetubuh dengan masih mengenakan jilbab itu baginya masuk pelecehan.

(Belum lagi gerahnya, oh, tuhan!)

Bu Norma rasa... bukan hanya dirinya yang ternoda. Dia juga merasa—secara tidak langsung—telah menodai kepercayaannya. Imannya.

Yang anehnya, Bu Norma malah terangsang karenanya! Makin becek vaginanya.

"Nungging, Bu," ujar Kopral usai mereka kembali ke atas ranjang yang berderit di bawah bobot keduanya. Basahnya kasur tak mencegah keduanya dari kembali mengekori birahi. Malam masih panjang. Satu atau dua ronde tambahan pastilah haram dilewatkan.

"Begini, Pak?"

"Iya." Kopral terdengar seperti guru yang sedang mengajar. "Kayak anjing, Bu."

Oh, iya.

Saat rehat tadi, Kopral bukan hanya berhasil mengorek nama lengkap rekan bersebadannya. (Norma Fitira!) Dia juga sepakat menanggalkan panggilan 'Mbak'. Sebagai ganti, dia sangat boleh memanggilnya 'Bu'. Bagi Bu Norma, katanya, kedengarannya lebih cocok saja.

Lebih dia.

Tahu apa yang kekasih gelapnya mau, Bu Norma pun menyodorkan bokongnya. Bulat dan sekal. Kalau ada wanita seumuran yang melihat, pasti iri mereka. Pipi-pipi pantatnya yang kanan dan kiri mulus tanpa cela. Mereka mengapit harta karun berharga. Di bawah anus perawan yang bersih, tampak bibir vagina Bu Norma. Merah menggoda. Lendir bercampur sperma meleleh dari belahannya.

Ketika kemudian tangan-tangan kasar Kopral mendorong punggungnya agar membusur ke bawah—hingga ujung jilbabnya jatuh ke atas kasur—Bu Norma pasrah dan manut saja. Gaya anjing kawin bukan favoritnya.

Manakala didoggy style oleh Dokter Abi, Bu Norma... biasa saja. Tidak terkesan atau apa. Selain karena singkatnya durasi percintaan mereka, dia tidak tahu enaknya di mana. Dildo yang kadang suaminya gunakan juga tak memberi efek beda. Kenapa sih, orang suka?

Akan tetapi, begitu kemaluannya kembali penuh diisi penis besar Kopral—bleeesh—Bu Norma menyadari satu hal: tongkol itu masuk lebih dalam daripada sebelumnya! Mata indahnya melongo. Mulutnya bereaksi membentuk huruf O. Melolong keenakan dia.

"Anak berapa, Bu?" tanya Kopral selepas dia pegangi setiap sisi pinggul Bu Norma. Pelan dia lalu memompa. Saat bokong mengkilat Bu Norma dia dorong ke depan, dia tarik penisnya ke belakang. Bergantian kelamin mereka merenggang dan merapat. Meregang dan merapat. Hingga terciptalah irama. Segera, lendir +sperma pelumas pun membuih. Memuluskan tumbukan demi tumbukan. Menciptakan bunyi kecipak-kecipak. Meski demikian, rongga vagina Bu Norma masih sesempit sebelumnya. Setengah melotot Kopral gara-gara kontolnya diempot-empot. "Bikin ngilu tempikmu, Bu."

PLAK PLAK PLAK PLAK! Kopral tampari pantat Bu Norma saat si wanita mengabaikannya. Memerah bekas telapak tangannya di sana.

"Enggggg.... ohhh...," kata Bu Norma, kesakitan serta ketagihan sekaligus. "Emmmmph, apa, Pakk?"

"Anak. Ada berapa?"

"Eeengga ada, Pakk."

"Hah?" Kopral mendadak menghentikan genjotan. Tetapi tidak dengan Bu Norma. Wanita itu secara canggung memaju-mundurkan sendiri pantatnya. Payudaranya berayun-ayun. Kepalanya yang terbungkus hijab menoleh. Pendar matanya memohon. Mengiba.

Kopral meneguk ludah. Sepertinya dia betulan berjumpa bidadari surga sih, ini. Terbata dia lantas bertanya, "Lha... apa, Bu Norma ... mandul?"

Bu Norma menggeleng. Susunya gondal-gandul.

"Mas bojo yang mandul."

"Oh." Alis Kopral hampir lepas landas dari dahinya. Masuk akal. Jadi, itu kenapa barang Bu Norma bagus-bagus semua. Bekas. Tapi rasa segelan. Sudah direyen, tapi terus masuk museum. "Hahaha."

Puas dengan info penting barusan, Kopral pun kembali memacu kuda betinanya. Sesekali dia tampar-tampar bulatan kenyal pantat sekal Bu Norma. Perut yang rata juga dia raba-raba. Pandangannya lapar menyaksikan keringat menganak sungai pada garis punggung si wanita berkacamata. Lubang tahi yang ikut kembang kempis juga tak luput jadi santapan matanya.

"Nek gitu," ujar Kopral, coba mengalihkan pikiran dari menjebol anus Bu Norma yang perawan, "Bu Norma mau saya hamili?"

Kali ini, gantian Bu Norma yang menjeda. Apa tadi? Hamili? Tunggu dulu! Stop! Stoooop!

Sial baginya, di belakangnya, Bu Norma dapati Kopral punya pikiran berbeda. Laki-laki itu enggan disela menikmatinya. Menggarapnya.

"Kok, macet goyange, Bu?" Kopral jambak ujung jilbab Bu Norma sehingga kepala wanita itu mendongak paksa. Buah dadanya kian tampak mengkal saja. "Lagi enak-enake, lho."

Bagai kerbau dicokok hidungnya, Bu Norma pun menurut. Ayunan pinggang Kopral dia sambut. Batang kemaluan laki-laki itu tampak berkilau perkasa. Tembem kue apem si wanita juga tak kalah indahnya. Monyong dan melesak seiring tiap pompaan. Bulu-bulu kemaluan mereka saling bertemu dalam satu lagu:

Plokk.. plokkk... plokkk plokk plokkk

"Ahhh... ugghhh... akkhhhh.... ahhh ahhh...."

Plokk.. plokkk... plokkk plokk plokkk

"Uughhhhh... aaahh... ehmmmm... aaagghhh... uuughhhhh.... ahhhhh...."


Seperempat jam berselang, Kopral tiba-tiba mendorong Bu Norma maju hingga selama sepersekian detik wanita itu hilang keseimbangan. Tadinya dia bertumpu pada lutut dan telapak tangan. Kali ini, siku-sikunya harus ikut ambil bagian. Kepalanya miring di atas bantal. Matanya sendu. Dengan satu tangan, Bu Norma rabai tempat kelamin mereka bersatu. Untung dua-duanya masih di situ.

Sejurus kemudian, Kopral berjongkok. Pinggul Bu Norma dia cengkeram erat. Bokongnya dia buat semakin nungging. Hampir-hampir menghadap ke atas malah. Puas dengan posisi terkini, Kopral pun mengusap peluh dari dahi sebelum dia genjot Bu Norma lagi.

Plokplokkkplokplokkkplokplokk

Sambil meremasi tetek Bu Norma yang setengah tergencet, lelaki itu bertanya.

"Bu?"

Plokk.. plokkk... plokkk... plokk... plokkk

"Bu Normaaa."

"Aarghhhpa, Paak?"

Plokk.. plokkk... plokkk plokk plokkk

"Mau, yo?"

Plokk.. plokkk... plokkk plokk plokkk

"Mhau... appah, Paakkhhhh?"

"Aku buntingi. Aku buahi?"

Tanpa berpikir dua kali, Bu Norma menyanggupi. Demi apapun juga, wanita itu ingin mengandung. Ingin jadi ibu betulan bukan cuma ibu guru. Ingin menjadi wanita seutuhnya. Yang hamil, melahirkan, dan membesarkan buah hatinya. Dokter Abi pasti mengerti.

"Hhhaamili aku, Pak!"

Terhibur, Kopral pun menangkupkan kedua tangannya pada payudara Bu Norma. Empuk tur winuk. Bagai seorang ahli, dia lalu angkat torso si wanita mendekati tegak. Kontolnya tetap tercantol. Tanpa henti, dia aduk-aduk lobang suci Bu Norma. Kuda betinanya.

Mereka bertahan pada posisi itu hampir tiga menit lamanya.

Kali ini, Bu Norma yang keluar lebih dulu. Muncrat ke mana-mana banjir kenikmatannya gara-gara masih tersumpalnya vagina. Sampai menggenangi kasur segala. Hawa lembab memenjara mereka berdua. Badan Bu Norma menegang, menggelinjang, dan kehilangan daya. Kakinya menedang-nendang sebelum tergantung mengangkang. Sementara dia melemas, dari belakang-bawah Kopral masih asik merojok. Mengobok-obok.

Plokk.. plokkk... plokkk plokk plokkk

Plokk.. plokkk... plokkk plokk plokkk

Plokk.. plokkk... plokkk plokk plokkk

Bener-bener. Ngga punya capek. Gustiiiii. Ah, andai Mas Abi seperkasa ini. Pasti zina ini tak akan terjadi, batin Bu Norma.

Setelah saat-saat yang terasa selamanya, sang bandit pun menyusul. Dia tembakkan jauh-jauh pejuhnya agar bunting Bu Norma dengan calon anaknya. Berhamburan benihnya mengisi rahim Bu Norma.

Crott-croot-croot-crooott!

Samar-samar, wanita berjilbab itu tersenyum.

Hangat.
d6868aab84b1f607032e1e3f049787bc57702245-high.webp

Bu Norma overload sperma
~bersambung


catatan penulis: Fiuh. Rampung juga arc Malam Jahannam. (Semoga saya tidak membuat agan-agan kecewa) Bisa lanjut ke arc berikutnya kita. Masih pada semangat baca, kan?
 
Terakhir diubah:
Weleh weleh... baru 1 lawan 1 ama kopral ajah judule udah malam jahanam. Gimana lagi nanti 1 lawan 3 bujang lapuk. Malam apa tuh Hu @zeerowanwan namanya. Seru pastinya hehehe
Trus... Pak Kopral Pur kan pengen hamilin Bu Norma. Jd gmn ama anak 3 itu? Ga boleh crot dalam rahim Bu Norma? Kasian buat yg mau lepas bujang wkwkwk... Atau... aahhh terserah Pak Kopral wae lah yg ngatur. Napa ikut bingung wkwkwk...
Lanjut Hu. Nubie pantengin Arc selanjutnya. Masih semangat banget. Jangan kasih kendor hohoho
Makasih updatenya Hu @zeerowanwan
Monggo dilanjut
Nb: deskripsi SS nya mantap Hu
 
Weleh weleh... baru 1 lawan 1 ama kopral ajah judule udah malam jahanam. Gimana lagi nanti 1 lawan 3 bujang lapuk. Malam apa tuh Hu @zeerowanwan namanya. Seru pastinya hehehe
Trus... Pak Kopral Pur kan pengen hamilin Bu Norma. Jd gmn ama anak 3 itu? Ga boleh crot dalam rahim Bu Norma? Kasian buat yg mau lepas bujang wkwkwk... Atau... aahhh terserah Pak Kopral wae lah yg ngatur. Napa ikut bingung wkwkwk...
Lanjut Hu. Nubie pantengin Arc selanjutnya. Masih semangat banget. Jangan kasih kendor hohoho
Makasih updatenya Hu @zeerowanwan
Monggo dilanjut
Nb: deskripsi SS nya mantap Hu
suwun @zeerowanwan , genjot terus rasah nggedabrus wkwkwk , lanjut cak

suwun barengan :Peace:
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd